Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP


PENDERITA GLAUKOMA PADA USIA DEWASA
DI RUMAH SAKIT MATA UNDAAN
SURABAYA

BAGAS REYHANANTA
1130021080

Fasilitator:
Dr Yanis Kartini.,S.KM.,M.Kep
NPP.8903266

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023
PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP


PENDERITA GLAUKOMA PADA USIA DEWASA
DI RUMAH SAKIT MATA UNDAAN
SURABAYA

BAGAS REYHANANTA
1130021080

Fasilitator:

Dr. YANIS KARTINI .,S.Km.,M.Kep


NPP.8903266

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2023

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal metode penelitian
Kuantitatif: Proposal Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap
Penderita Glaukoma Pada Usia Dewasa Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya.
dapat selesai seperti waktu yang telah direncanakan. Tersusunnya proposal
penelitian ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak yang memberikan
bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Yanis Kartini.,S.KM.,M.Kep Selaku Dosen Pembimbing dan Dosen


Pengampu Mata Kuliah Metodologi Penelitian,
2. Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik dari segi moral
maupun material sehingga penulis merasa termotivasi dan dapat menyelesaikan
tugas perkuliahan,

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas budi baik
yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Penulis
menyadari bahwa penelitian yang telah disusun masih memiliki banyak kelemahan
serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis
membuka pintu selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran
dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang.

Surabaya, 30 Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii


DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
BAB 1 ......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Batasan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................... 4
1.4 Tujuan ............................................................................................ 5
1.5 Manfaat .......................................................................................... 5
BAB 2 ......................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1 Konsep pengetahuan ...................................................................... 7
2.2 Konsep Glaukoma ....................................................................... 24
BAB 3 ....................................................................................................... 37
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .......... 37
3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 37
3.2 Hipotesis penelitian ..................................................................... 37
BAB 4 ....................................................................................................... 38
METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 38
4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian ......................................... 38
4.2 Populasi Penelitian ...................................................................... 38
4.3 Sampel, Besar sampel dan cara pengambilan sampel ................. 38
4.4 Lokasi dan waktu penelitian ........................................................ 40
4.5 Kerangka kerja penelitian ............................................................ 41
4.6 Variabel penelitian dan definisi operasional ............................... 42
4.7 Instrumen penelitian dan cara pengumpulan data ....................... 43
4.8 Pengolahan dan analisis data ....................................................... 44
4.9 Etika penelitian ............................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 49

iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Glaukoma merupakan neuropati optik degeneratif kronis yang

berjalan secara progresif dan bersifat permanen atau tidak dapat

diperbaiki. Glaukoma dapat menyebabkan kehilangan fungsi visual dan

mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan dengan penglihatan.

Sebagian besar kasus glaukoma tidak menunjukkan gejala sampai

terjadinya kerusakan yang ekstensif dan irreversible, sehingga pasien

tidak menyadari bahwa mereka mengalami glaukoma hingga terjadi

perubahan visual dan penurunan pandangan. Faktor risiko penyebab

glaukoma antara lain adalah usia diatas 40 tahun, memiliki riwayat

penyakit diabetes militus dan hipertensi, golongan ras kulit hitam,

riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat trauma pada mata,

penggunaan kortikosteroid jangka panjang serta kelainan pada mata.

Glaukoma dapat menyebabkan penderitanya mengalami penurunan

bahkan kehilangan penglihatan, sehingga menimbulkan keterbatasan

atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti kesulitan

dalam mengemudi, berjalan, membaca, peningkatan risko jatuh, dan

mengurangi mobilitas yang bergantung pada penglihatan. Penderita

glaukoma sering mengeluhkan terjadinya gangguan saat mencari benda

disekitar, sering tersandung atau menabrak sesuatu, dan mengalami

gangguan dalam mengemudi, serta mengalami masalah pada

kemampuan beradaptasi dalam kondisi gelap dan terang pada pasien

1
glaukoma kelompok early hingga advanced. faktor-faktor yang

berhubungan kepatuhan pengobatan penderita Glaukoma menunjukan

hasil bahwa faktor kepuasan terhadap layanan petugas kesehatan,

dukungan petugas kesehatan, pengetahuan tentang manfaat pengobatan

dan dukungan dari keluarga dan lingkungan sosial berhubungan

kepatuhan penderita terhadap pengobatan. Dari aspek pasien, penelitian

ini juga menunjukan bahwa usia, keyakinan, sikap dan dukungan sosial

serta alat transportasi menuju pelayanan kesehatan sering menjadi

hambatan dalam kepatuhan pasien untuk menjalani pengobatan

Glaukoma (Siswoyo, 2018). Meningkatnya kejadian glaukoma saat ini

masih berbanding lurus dengan minimnya tingkat pengetahuan serta

ketidakpatuhan masyarakat mengenai glaukoma dimana masih Banyak

pasien glaukoma yang tidak mengetahui penyakitnya sehingga

menyebabkan keterlambatan pengobatan yang berujung pada kebutaan

permanen (Muna, 2023).

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di dunia.

Prevelansi glaukoma diperkirakan meningkat 64,3 juta kasus dilaporkan

secara global pada tahun 2013 dan diperkirakan meningkat hingga 112

juta kasus pada tahun 2040. 2 Sekitar 50% kasus glaukoma berasal dari

Asia.3 Di Indonesia, glaukoma masih menjadi penyebab kasus kebutaan

kedua setelah penyakit katarak. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) pada tahun 2007 angka kejadian glaukoma di Indonesia

mencapai 0,5%, dan terdapat 10 provinsi dengan angka tertinggi yaitu

DKI Jakarta dengan prevelensi terbanyak (1,85%), di ikuti oleh

2
Nanggroe Aceh Darussalam (1,28%), Kepulauan Riau (1,26%),

Sulawesi tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%), Kalimantan Selatan

(1,05%), Nusa Tenggara Barat (0,73%),Sumatera Selatan (0,72%),

Gorontalo (0,67%), dan Jawa Timur (0,55%).

Berdasarkan penyebabnya glaukoma dibagi menjadi glaukoma

primer dan sekunder. Glaukoma primer bersifat idiopatik dimana

penyebabnya belum diketahui secara pasti. Sedangkan glaukoma

sekunder dapat terjadi akibat manifestasi dari penyakit lain. Menurut

penelitian glaukoma sekunder paling banyak terjadi akibat suatu

inflamasi atau pun peradangan pada mata. akan tetapi terdapat berbagai

faktor resiko lain yang dapat memicu terjadinya glaukoma di antaranya

usia, jenis kelamin, suku atau ras, jenis/tipe glaukoma, riwayat

glaukoma dalam keluarga, myopia, hipertensi, penyakit vascular, serta

riwayat pengobatan yang didapatkan. Kebutaan pada pasien glaukoma

juga dapat dipengaruhi oleh faktor perilaku.

Tatalaksana awal yang dapat di berikan pada pasien glaukoma ialah

terapi medikamentosa dan pembedahan. Dari kedua jenis terapi tersebut,

beberapa klinisi di bagian mata lebih sering memulai terapi awal secara

medikamentosa, atau menggunakan obat obatan. Obat yang sampai saat

ini masih dipakai adalah obat golongan beta blocker topical yang

bekerja dengan mengurangi produksi humour aqueous. Golongan beta

blocker topical, dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau terapi

kombinasi dengan obat lainnya seperti golongan lipid-receptor agonis

ataupun karbonik anhydrase inhibitor sistemik. Obat topikal terutama

3
obat tetes mata, sering kali digunakan untuk mengobati glaukoma. Oleh

karena itu, menilai tingkat kepatuhan tentang pemakaian obat topikal

sangat penting untuk memastikan bahwa pasien secara efektif

mengontrol tekanan intraokular mereka. Deteksi dini sangat diperlukan

sehingga klien dapat melakukan pengobatan secara tepat dan

berkelanjutan. Tingkat pengetahuan klien mengenai glaukoma

berdampak pada perilaku pencegahan penyakit glaukoma. Pengetahuan

mengenai glaukoma, faktor penyebab, tanda dan gejala, faktor risiko

dan manifestasi klinis dari penyakit glaukoma pada petugas kesehatan

masih belum dapat melakukan pencegahan glaukoma. Tingkat

pengetahuan yang tinggi pada petugas kesehatan belum dapat mengubah

perilaku untuk dapat mencegah penyakit glaukoma.

1.2 Batasan Masalah

Glaukoma merupakan suatu gangguan penglihatan mata yang paling

umum terjadi pada usia dewasa yang dapat kehilangan fungsi visual dan

mempengaruhi kualitas hidup yang berhubungan dengan penglihatan.

Terdapat 2 jenis glaukoma yaitu glaukoma primer dan sekunder. Dalam

penelitian ini, peneliti hanya membatasi hubungan tingkat pengetahuan

dengan glaukoma primer pada usia dewasa di Rumah Sakit Mata

Undaan Surabaya.

1.3 Rumusan Masalah

4
Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, dapat ditemukan

masalah “Apakah tingkat pengetahuan berhubungan terhadap penderita

glaukoma?”

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap

penderita glaukoma pada usia dewasa di rumah sakit mata

undaan surabaya.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kejadian glaukoma primer pada

penderita

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita mengenai

glaukoma

3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan

kejadian glaukoma primer pada pasien dirumah sakit mata

undaan surabaya

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat menjelaskan hubungan tingkat

pengetahuan terhadap penderita glaukoma pada usia dewasa

dengan, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam

pengembangan ilmu dan menjadi informasi tambahan dan data

dasar untuk penelitian selanjutnya

5
1.5.2 Manfaat praktisi

1. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan ilmu dan menambah wawasan pengetahuan peneliti

tentang hubungan tingkat pengetahuan terhadap penderita

glaukoma.

2. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

responden dengan cara deteksi secara dini terhadap

glaukoma.

3. Bagi Institusi

Untuk institusi, diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang

akan dilakukan.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep pengetahuan

2.1.1 Definisi

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia kata tahu memiliki arti antara lain

mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan

sebagainya), mengenal dan mengerti. mendefinisikan

pengetahuan sebagai segala sesuatu yang diketahui

berdasarkan pengalaman manusia itu sendiri dan

pengetahuan akan bertambah sesuai dengan proses

pengalaman yang dialaminya. Pengetahuan adalah

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi

7
maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti

seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang

suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan

aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap

seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang

diketahui, maka akan menimbulkan sikap positif terhadap

objek tertentu. salah satu bentuk objek kesehatan dapat

dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari

pengalaman sendiri. Pengetahuan merupakan suatu istilah

yang digunakan untuk menuturkan hasil pengalaman

seseorang tentang sesuatu. Dalam tindakan mengetahui

selalu kita temukan dua unsur utama yaitu subjek yang

mengetahui (S) dan sesuatu yang diketahui atau objek

pengetahuan (O). Keduanya secara fenomenologis tidak

mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Karena itu

pengetahuan dapat kita katakan sebagai hasil tahu manusia

tentang sesuatu atau perbuatan manusia untuk memahami

objek yang sedang dihadapi. Pengetahuan merupakan

justified true believe. Seorang individu membenarkan

(justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan

observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang

menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas

8
suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan

yang telah dibenarkan.

2.1.2 Komponen pengetahuan

definisi ilmu pengetahuan melibatkan enam macam

komponen utama, yaitu :

a. Masalah (problem)

Ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi untuk

menunjukkan bahwa suatu masalah bersifat scientific,

yaitu bahwa masalah adalah sesuatu untuk

dikomunikasikan, memiliki sikap ilmiah, dan harus dapat

diuji.

b. Sikap (attitude)

Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain

adanya rasa ingi n tahu tentang sesuatu; ilmuwan harus

mempunyai usaha untuk memecahkan masalah; bersikap

dan bertindak objektif, dan sabar dalam melakukan

observasi

c. Metode (method)

Metode ini berkaitan dengan hipotesis yang

kemudian diuji. Esensi science terletak pada metodenya.

Science merupakan sesuatu yang selalu berubah,

demikian juga metode, bukan merupakan sesuatu yang

absolut atau mutlak.

d. Aktivitas (activity)

9
Science adalah suatu lahan yang dikerjakan oleh

para scientific melalui scientific research, yang terdiri

dari aspek individual dan sosial.

e. Kesimpulan (conclusion)

Science merupakan a body of knowledge.

Kesimpulan yang merupakan pemahaman yang dicapai

sebagai hasil pemecahan masalah adalah tujuan dari

science, yang diakhiri dengan pembenaran dari sikap,

metode, dan aktivitas.

f. Pengaruh (effects)

Apa yang dihasilkan melalui science akan

memberikan pengaruh berupa pengaruh ilmu terhadap

ekologi (applied science) dan pengaruh ilmu terhadap

masyarakat dengan membudayakannya menjadi berbagai

macam nilai.

2.1.3 Jenis Pengetahuan Pengetahuan

Memiliki beragam Berdasarkan jenis pengetahuan

itu sendiri, pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Berdasarkan Obyek (Object-based)

Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan

dalam berbagai macam sesuai dengan metode dan

pendekatan yang mau digunakan.

1) Pengetahuan Ilmiah

10
Semua hasil pemahaman manusia yang

diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah.

Dalam metologi ilmiah dapat kita temukan berbagai

kriteria dan sistematika yang dituntut untuk suatu

pengetahuan. Karena itu pengetahuan ini dikenal

sebagai pengetahuan yang lebih sempurna.

2) Pengetahuan Non Ilmiah

Pengetahuan yang diperoleh dengan

menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam

kategori ilmiah. Kerap disebut juga dengan

pengetahuan pra-ilmiah. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa pengetahuan non ilmiah adalah

seluruh hasil pemahaman manusia tentang sesuatu

atau obyek tertentu dalam kehidupan sehari-hari

terutama apa yang ditangkap oleh indera-indera kita.

Kerap juga terjadi perpaduan antara hasil pencerapan

inderawi dengan hasil pemikiran secara akali. Juga

persepsi atau intuisi akan kekuatan-kekuatan gaib.

Dalam kaitan dengan ini pula kita mengenal

pembagian pengetahuan inderawi (yang berasal dari

panca indera manusia) dan pengetahuan akali (yang

berasal dari pikiran manusia).

b. Berdasarkan Berdasarkan Isi (Content-Based)

Berdasarkan isi atau pesan kita dapat membedakan

11
pengetahuan atas beberapa macam yakni tahu bahwa,

tahu bagaimana, tahu akan dan tahu mengapa.

1) Tahu bahwa

Pengetahuan tentang informasi tertentu

misalnya tahu bahwa sesuatu telah terjadi. Kita tahu

bahwa fakta 1 dan fakta 2 itu sesungguhnya benar.

Pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan

teoritis-ilmiah, walaupun tidak mendalam. Dasar

pengetahuan ini ialah informasi tertentu yang akurat.

2) Tahu bagaimana

Misalnya bagaimana melakukan sesuatu

(know-how). Ini berkaitan dengan ketrampilan atau

keahlian membuat sesuatu. Sering juga dikenal

dengan nama pengetahuan praktis, sesuatu yang

memerlukan pemecahan, penerapan dan tindakan.

3) Tahu akan

Pengetahuan ini bersifat langsung melalui

penganalan pribadi. Pengetahuan ini juga bersifat

sangat spesifik berdasarkan pengenalan pribadi

secara langsung akan obyek. Ciri pengetahuan ini

ialah bahwa tingkatan obyektifitasnya tinggi. Namun

juga apa yang dikenal pada obyek ditentukan oleh

subyek dan sebab itu obyek yang sama dapat dikenal

oleh dua subyek berbeda. Selain dari itu subyek juga

12
mampu membuat penilaian tertentu atas obyeknya

berdasarkan pengalamannya yang langsung atas

obyek. Di sini keterlibatan pribadi subyek besar.

Juga pengetahuan ini bersifat singular, yaitu

berkaitan dengan barang atau obyek khusus yang

dikenal secara pribadi.

4) Tahu mengapa

Pengetahuan ini didasarkan pada refleksi,

abstraksi dan penjelasan. Tahu mengapa ini jauh

lebih mendalam dari pada tahu bahwa, karena tahu

mengapa berkaitan dengan penjelasan (menerobos

masuk di balik data yang ada secara kritis). Subyek

berjalan lebih jauh dan kritis dengan mencari

informasi yang lebih dalam dengan membuat

refleksi lebih mendalam dan meniliti semua

peristiwa yang berkaitan satu sama lain. Ini adalah

model pengetahuan yang paling tinggi dan ilmiah.

2.1.4 Tingkatan Pengetahuan

seorang ahli psikologi pendidikan yang mengupas

mengenai konsep pengetahuan dan mengenalkan konsep

Taksonomi Bloom.

A. Pengetahuan Dalam Ranah Kognitif

13
Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali

konsep atau prinsip yang telah dipelajari, yang berkenaan

dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh

pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi,

penentuan dan penalaran. Tujuan pembelajaran dalam

ranah kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom

merupakan segala aktivitas yang menyangkut otak dibagi

menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah

sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C

(Cognitive) yaitu :

1) C1 (Pengetahuan/Knowledge)

Pada jenjang ini menekankan pada

kemampuan dalam mengingat kembali materi yang

telah dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah,

fakta khusus, konvensi, kecenderungan dan urutan,

klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi.

2) C2 (Pemahaman/Comprehension)

Pada jenjang ini, pemahaman diartikan

sebagai kemampuan dalam memahami materi

tertentu yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan

tersebut yaitu :

a. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari

satu bentuk ke bentuk lain)

b. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)

14
c. Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti).

3) C3 (Penerapan/Application)

Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai

kemampuan menerapkan informasi pada situasi

nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan

pemahamannya dengan cara menggunakannya

secara nyata.

4) C4 (Analisis/Analysis)

Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa

analisis adalah kemampuan menguraikan suatu

materi menjadi komponen-komponen yang lebih

jelas. Kemampuan ini dapat berupa :

a. Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian

materi)

b. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)

c. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip

organisasi (identifikasi organisasi)

5) C5 (Sintesis/Synthesis)

Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai

kemampuan memproduksi dan mengkombinasikan

elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur

yang unik. Kemampuan ini dapat berupa

memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau

15
kegiatan yang utuh, dan seperangkat hubungan

abstrak.

6) C6 (Evaluasi/Evaluation)

Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai

kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk tujuan

tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini

berkenaan dengan nilai suatu ide, kreasi, cara atau

metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk

mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang

lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik

dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling

tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :

a. Evaluasi berdasarkan bukti internal

b. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

B. Pengetahuan Dalam Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan

dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat

penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan

belajar mengajar. membagi ranah afektif menjadi 5

kategori yaitu :

1) Receiving/Attending/Penerimaan

Kategori ini merupakan tingkat afektif yang

terendah yang meliputi penerimaan masalah, situasi,

gejala, nilai dan keyakinan secara pasif. Penerimaan

16
adalah semacam kepekaan dalam menerima

rangsanagn atau stimulasi dari luar yang datang pada

diri peserta didik.

2) Responding/Menanggapi

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan

kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu

yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut

masyarakat. Atau dapat pula dikatakan bahwa

menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan

adanya partisipasi aktif untuk mengikutsertakan

dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi

terhadapnya dengan salah satu cara.

3) Valuing/Penilaian

Kategori ini berkenaan dengan memberikan

nilai, penghargaan dan kepercayaan terhadap suatu

gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak

hanya mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi

berkemampuan pula untuk menilai fenomena itu baik

atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan dengan

bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta

bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses

pembelajaran.

4) Organization/Organisasi/Mengelola

17
Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-

nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan

prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat

dicontohkan dengan kemampuan menimbang akibat

positif dan negatif dari suatu kemajuan sains

terhadap kehidupan manusia.

5) Characterization/Karakteristik

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan

semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang

yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya. Proses internalisais nilai menempati urutan

tertinggi dalam hierarki nilai.

C. Pengetahuan Dalam Ranah Psikomotor

Ranah ini meliputi kompetensi melakukan

pekerjaan dengan melibatkan anggota badan serta

kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik)

yang terdiri dari gerakan refleks, keterampilan gerakan

dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan

kompleks, serta ekspresif dan interperatif. Kategori yang

termasuk dalam ranah ini adalah :

1) Meniru

Kategori meniru ini merupakan kemampuan

untuk melakukan sesuatu dengan contoh yang

18
diamatinya walaupun belum dimengerti makna

ataupun hakikatnya dari keterampilan itu.

2) Memanipulasi

Kategori ini merupakan kemampuan dalam

melakukan suatu tindakan serta memilih apa yang

diperlukan dari apa yang diajarkan.

3) Pengalamiahan

Kategori ini merupakan suatu penampilan

tindakan dimana hal yang diajarkan dan dijadikan

sebagai contoh telah menjadi suatu kebiasaan dan

gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih

meyakinkan.

4) Artikulasi

Kategori ini merupakan suatu tahap dimana

seseorang dapat melakukan suatu keterampilan yang

lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan

gerakan interpretatif.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki oleh individu dipengaruhi

oleh banyak faktor. Secara umum faktor yang

mempengaruhi pengetahuan dapat diklasifikasikan menjadi

dua yaitu faktor internal (berasal dari dalam individu) dan

faktor eksternal (berasal dari luar individu).

19
A. Faktor Internal

1) Usia

Merupakan umur individu yang terhitung

mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya. Usia merupakan

hal yang memberikan pengaruh pada daya tangkap

dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya

usia maka semakin berkembang pula daya tangkap

dan pola pikir seseorang, sehingga seseorang akan

semakin mudah dalam menerima informasi.

2) Jenis kelamin

jenis kelamin: Perempuan lebih sering

menggunakan otak kanannya, hal tersebut yang

menjadi alasan perempuan lebih mampu melihat dari

berbagai sudut pandang dan menarik kesimpulan.

Selain itu otak perempuan lebih bisa mengaitkan

memori dan keadaan sosial, ini yang menjadi alasan

perempuan lebih sering mengandalkan perasaan.

Sedangkan laki-laki memiliki kemampuan motorik

yang jauh lebih kuat dibandingkan perempuan, otak

20
laki-laki 10% lebih besar dibanding perempuan,

tetapi bukan berarti laki-laki menjadi lebih pintar

dibandingkan dengan perempuan. Adanya perbedaan

respon antara perempuan dan laki-laki terjadi karena

perempuan memiliki verbal center pada kedua bagian

otaknya, sedangkan laki-laki hanya memiliki verbal

center pada otak bagian kiri.

B. Faktor Eksternal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia

untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan

diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-

hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan merupakan

hal yang sangat penting sebagai sarana untuk

mendapatkan informasi misalnya di bidang

kesehatan sehingga memberikan pengaruh positif

bagi kualitas hidup seseorang. Pendidikan

mempengaruhi seseorang untuk berperan serta dalam

pembangunan dan umumnya semakin tinggi tingkat

21
pendidikan seseorang akan semakin mudah dalam

menerima informasi.

2) Pekerjaan

Pekerjaan pada dasarnya merupakan aktivitas

yang dilakukan manusia baik untuk mendapatkan

gaji (salary) atau kegiatan yang dilakukan untuk

mengurus kebutuhannya seperti mengerjakan

pekerjaan rumah atau yang lainnya. Lingkungan

pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung

maupun secara tidak langsung.

3) Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan

sebagai cara untuk mendapatkan kebenaran dengan

mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh di

masa lalu untuk memecahkan masalah. Pengalaman

merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang

pada masa lalu. Pada umumnya semakin banyak

pengalaman seseorang, semakin bertambah

pengetahuan yang didapatkan. Dalam hal ini,

pengetahuan ibu yang pernah melahirkan seharusnya

lebih tinggi daripada pengetahuan ibu yang belum

melahirkan sebelumnya.

4) Sumber informasi

22
Salah satu faktor yang dapat memudahkan

individu dalam memperoleh pengetahuan yaitu

dengan cara mengakses berbagai sumber informasi

yang ada di berbagai media. Perkembangan

teknologi yang terjadi saat ini, semakin memudahkan

bagi seseorang untuk bisa mengakses hampir semua

informasi yang dibutuhkan. Seseorang yang

mempunyai sumber informasi yang lebih banyak

akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Pada

umumnya semakin mudah memperoleh informasi

semakin cepat seseorang memperoleh pengetahuan

yang baru.

5) Minat

Minat akan menuntun seseorang untuk

mencoba dan memulai hal baru sehingga pada

akhirnya akan mendapatkan pengetahuan yang lebih

dari sebelumnya. Minat atau passion akan membantu

seseorang dan bertindak sebagai pendorong guna

pencapaian sesuatu hal / keinginan yang dimiliki

individu. Minat merupakan suatu keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu hal.

6) Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang

ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

23
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok. Lingkungan merupakan segala

sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan

ke dalam individu yang berada didalam lingkungan

tersebut.

7) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada

masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam

menerima informasi. Seseorang yang berasal dari

lingkungan yang tertutup seringkali sulit untuk

menerima informasi baru yang akan disampaikan.

Hal ini biasanya dapat ditemui pada beberapa

komunitas masyarakat tertentu

2.2 Konsep Glaukoma

2.2.1 Definisi

Glaukoma ialah penyakit atau kelainan pada mata akibat

kerusakan saraf mata yang dapat menyempitkan lapang

pandang dan hilangnya fungsi pengelihatan. Penyebab atau

faktor risiko utama glaukoma ialah peningkatan tekanan bola

mata. Peningkatan bola mata umumnya berlangsung

perlahan sehingga tidak menimbulkan gejala pada awalnya

24
sampai penderita sadar setelah terjadi penyempitan lapang

pandang (Pusdatin Kemenkes RI, 2019).

Glaukoma adalah kelainan yang terjadi pada mata yang

ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata atau

tekanan intra ocular (TIO), atrofi papil saraf optik, dan

menciutnya lapang pandang. Galukoma dapat menunjukan

kesan hijau kebiruan pada pupil mata penderita. Kelainan

mata ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan

mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan

mata di dareah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas &

Yulianti, 2019).

Berdasarkan definisi diatas, glaukoma ialah penyakit

atau kelainan pada mata akibat kerusakan saraf bolah mata

yang ditandai dengan peningkatan tekanan bola mata atau

tekanan intra okular (TIO) akibat bertambahnya produksi

cairan bola mata atau berkurangnya pengeluaran cairan mata

sehingga terjadi peningkatan TIO.

2.2.2 Klasifikasi glaukoma Glaukoma dapat diklasifikasikan

menjadi empat macam:

A. Glaukoma primer

1) Glaukoma primer sudut terbuka atau primary open angle

glaukoma (POAG)

25
Glaukoma primer sudut terbuka atau

glaukoma simpleks ialah glaukoma yang tidak

diketahui penyebabnya dan ditandai dengan sudut

bilik mata yang terbuka. Glaukoma primer sudut

terbuka dapat didiagnosis apabila ditemukan pada

kedua mata pada pemeriksaan pertama dan tanpa

ditemukan kelainan yang dapat menjadi penyebab.

Terdapat 99% penderita glaukoma primer terdapat

hambatan pengeluaran cairan (aquos humor) pada

jalinan trabekulum dan kanal Schlemm (Goldberg &

Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti, 2019).

Gejala POAG atau primer sudut terbuka

terjadi secara lambat atau tanpa disadari oleh

penderita sehingga menyebabkan kebutaan yaitu

menjadi glaukoma absolut. Pada glaukoma simpleks

tekanan bola mata tinggi atau lebih dari 20 mmHg.

Mata tidak merah dan tidak ada keluhan yang

menganggu penderita tanpa disadari. Gangguan

saraf optik akan terlihat saat adanya gangguan

lapang pandang atau penyempitan lapang pandang

(Ilyas & Yulianti, 2019).

2) Glaukoma primer sudut tertutup atau primary angle closer

glaucoma (PACG)

26
Glaukoma primer sudut tertutup atau PACG

ialah keadaan penigkatan IO akibat penutupan sudut

sebagian atau seluruhnya oleh iris perifer sehingga

terjadi obstruksi pada aliran aaquos humor. Blok

pupil relatif menjadi penyebab mendasar kasus

PACG. Diprkirakan 91 % kebutaan bilateral di Asia

Timur disebabkan PACG. Hal ini didukung oleh

perbedaan struktur anatomi bilik mata depan, dimana

orang Asia timur memiliki kedalaman mata depan

yang lebih dangkal.

Glaukoma sudut tertutup akut akan terjadi

apabila terjadi penutupan tiba- tiba pada jalan kelyar

aquos humor. Hal ini akan menyebabkan rasa sakit

yang berat dengan tekanan bola mata yang tinggi

(Goldberg & Susanna Jr, 2016; Ilyas & Yulianti,

2019). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan

suatu kegawatdaruratan pada mata. Glaukoma sudut

tertutup akut akan membuat penderita merasa

pengelihatan berkabut dan menurun, merasa mual

hingga muntah, hal disekitar menjadi silau, dan mata

terasa bengkak (Ilyas & Yulianti, 2019)

B. Glaukoma kongenital

Glaukoma kongenital dapat terjadi pada sekitar

1:10.000 kelahiran bayi. Bayi yang menderita glaukoma

27
merupakan hasil perkembangan abnormal anyaman

trabekulum. Semakin awal anak terkena penyakit

glaukoma, semakin parah abnormalitas yang terbentuk.

Hal itu semakin memperpaah glaukoma yang diderita

bayi atau anak gold. Glaukoma kongenital yang terjadi

pada anak dapat terjadi akibat penyakit keturunan

(Yulianti, 2019).

Bayi memiliki mata yang lebih besar dibandingkan

orang dewasa. Namun, mata yang terlalu besar

merupakan tanda bahaya, dimana mata bayi yang

membesar scara abnormal seperti maa lembu diebut

bustalmik. Peregangan bola mata yang mencapai titik

maksimal dapat membuat membrane di dalam kornea

menjadi terbelah sehingga bola mata membesar. Bola

mata yang membesar awalanya dengan kornea terlihat

jernis berubah menjadi putih dan keruh. Tanda lainnya

ialah air mata yang berlebihan saat menangis, mata

merah, sensitif atau tidak kuat melihat cahaya (Yulianti,

2019).

C. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder ialah glaukoma yang terjadi

akibat kondisi yang dapat menimbulkan glaukoma. Hal

yang dapat menimbulkan glaukoma sekunder seperti:

perubahan lensa, kelainan atau inflamasi pada uvea,

28
terdapat trauma mata sebelumnya, terdapat tindakan

bedah mata sebelumnya, adanya ruberosis, dan

penggunaan obat steroid jangka panjang. Tanda dan

gejalanay sesuai dengan penyakit yang mendasari. Terapi

pada glaukoma sekunder selainan mnurunkan TIO, juga

mengatasi hal yang mendasarinya (Yulianti, 2019).

Glaukoma sekunder terjadi ketika sirkulasi di dalam

mata terganggu. Hal ini membuat aquos humor tidak

dapat mencapai sistem drainase akibat penyakit lain yang

dapat membat gangguan pada struktur di dalam mata.

Saat terjadi hambatan, TIO meningkat cepat dan sangat

tinggi sehingga memerlukan terapi spesifik yang cepat,

tepat, dan benar.

D. Glaukoma absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari

seluruh glaukoma. dimana pada stadium glaukoma

absolut sudah terjadi kebutaan akibat laju tekanan bola

tinggi yang menganggu fungsi lanjut. Seiring mata

menjadi “buta”, mengakibatkan penyumbatan pada

pembuluh darah dan menimbulkan penyulit. Penyulit ini

berupa nevoskulariasi iris. Keadaan nevoskulariasi ini

menimbulkan glaukoma hemoragik yang memberikan

rasa sakit yang kuat (Yulianti, 2019).

29
Penderita glaukoma absolut akan merasa mata keras

seperti batu dan dengan rasa sakit. Kornea terlihat keruh,

bilik mata dangkal, dan papil atrofi. Pngobatan yang

dapat dilakukan berupa membrika sinar beta pada badan

siliar untuk menekan fungsi badan siliar. Hal lainnya

ialah dengan alkohol retobular atau melakukan

pengangkatan bola mata karena mata telah tidak

berfungsi dan memberikan rasa sakit (Yulianti, 2019).

2.2.3 Etiologi

Penyebab tersering glaukoma neovaskular adalah

retinopati diabetes proliferatif, oklusi vena sentral retina,

sindrom iskemia okular, dan obstruksi arteri sentral retina.

Beberapa faktor kausatif lain dengan insidens lebih rendah

terkait dengan tumor mata, yaitu retinoblastoma, melanoma

uvea, medulloepithelioma badan siliar, tumor

vasoproliferatif retina, metastasis ke okular serta terkait

penyakit sistemik, yaitu leukemia mielomonosit juvenil,

lupus eritematosa, xanthomagranuloma, cryglobulinemia

tipe 1, dan neurofibromatosis tipe 1. Satu pertiga kasus

glaukoma neovaskular dipengaruhi diabetes melitus. Di

kalangan pasien diabetes dengan glaukoma neovaskular,

72% memiliki kadar gula tidak terkontrol.

Hal ini terkait dengan proses neovaskularisasi segmen

anterior lebih dini, terutama pada iris dan sudut iridokornea.

30
Risiko ini akan meningkat apabila disertai faktor risiko

riwayat prosedur vitrektomi pars plana dan operasi katarak.

Kasus oklusi vena retina sentral memiliki insidens 16%

glaukoma neovaskular. Pasien dapat kehilangan penglihatan

mendadak tanpa nyeri pada antara 2 minggu hingga 2 tahun;

umumnya sekitar 3 bulan setelah terdiagnosis iskemia, 45%

akan menjadi glaukoma neovaskular dalam 7-8 bulan.

2.2.4 Patofisiologi

Penyebab utama glaukoma adalah meningkatnya

tekanan bola mata di atas 20mmHg, penyebab lainnya adalah

dan diabetes mellitus. Kortikosteroid jangka panjang,

miopia, trauma mata. Tekanan bola mata di atas normal yang

terus menerus akan merusak saraf penglihatan yang

menyebabkan obstruksi jaringan trabekuler sehingga

ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih

badan siliar atau oleh peningkatan hambatan abnormal

terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui kamera okuli

anterior (COA). Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan

evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran

darah ke saraf optik dan retina sehingga menimbulkan

masalah keperawatan yaitu nyeri akut.

2.2.5 Manifestasi klinis

31
Tanda dan gejala yang dapat dirasakan oleh penderita

glaukoma menurut Kusumadjaja Sp.M(K) (2019) dan Ilyas

& Yulianti (2019) ialah :

A. Akut

1) Tekanan bola mata atau tekanan intra okular (TIO) >

40 mmHg

2) Pengelihatan menjadi kabur dan mata merah

3) Mengalami sakit kepala dan mata terasa sakit

4) Mual dan muntah ketika sakit kepala

5) Melihat pelangi pada cahaya lampu

B. Kronis

1) Mata tenang atau tanpa gejala sampai saraf mata

rusak berat

2) Timbul perlahan-lahan

3) Terdapat tunnel vision atau pengelihatan menyempit

seperti melihat dalam Lorong

4) Merasa tidak ada nyeri kepala atau mata dan tidak ada

mual mutah

5) Tekanan bola mana menetap antara 20-30 mmHg

2.2.6 Komplikasi

1. Glaukoma kronis

Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat

menyebakan perjalan progesif dari glaucoma yang lebih

parah.

32
2. Sinekia anterior

Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke

jalinan trabekular (sinckiaanterior) sehingga

menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera anterior

dan menghambat aliran aqueous humor keluar.

3. Katarak

Glaukoma, pada keadaan tekanan bola mata yang

sangat tinggi, maka akan terjadi gangguan permeabilitas

kapsul lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa.

4. Kerusakan saraf optikus

Kerusakan saraf pada glaukoma umumnya terjadi

karena terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata.

Bola mata normal memiliki kisaran tekanan antara 10-20

mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan

mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat

mencapai 50- 60 mmHg pada keadaan akut. Tekanan

mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan

sarafsemakin tinggi tekanan mata akan semakin berat

kerusakan saraf yang terjadi.

5. Kebutaan

Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan

menyebabkan semakin rusaknya nervus optik dan

semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.

2.2.7 Faktor Risiko Glaukoma

33
A. Usia

Peningkatan usia merupakan faktor utama terjadinya

glaukoma dan progresivitas yang lebih lanjut. Dengan

usia yang lebih tua dapat meningkatkan glaukoma yang

ditandai dengan adanya pelnipisan dari Retina Nervel

Fiber Layer (RNFL) dibandingkan dengan usia yang

lebih muda pada tekanan intraokuler yang sama dan hal

ini terjadi karena multifactorial. Proses yang dapat

melnjelaskan hal ini karena adanya neurodegenerative

ketika terjadi peningkatan usia sehingga menyebabkan

kematian sel neuron dan terdapatnya disfungsi pada

mitonkondria yang akan berakhir pada proses degenaratif

nervus optikus.

B. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami

glaukoma dari pada laki-laki. Hal tersebut dikarenakan

perubahan tingkat hormone seksua perempuan yaitu

hormone estrogen dapat mempengaruhi tekanan intra

okuler (TIO) serta resistensi vaskular yang mulngkin

mempengaruhi sirkulasi pusat saraf optik.

C. Hipertensi

Pada penderita hipertensi, mengalami penurunan

tekanan perfusi. Proses irigasi pada aliran darah mata

untuk memastikan irigasi jaringan mata yang memadai

34
tidak mampu menghalangi kerusakan saraf optik karena

perubahan produksi kasar endoteli-1 pada pasien

hipertensi menyebabkan terganggunya proses disfungsi

vascular yang dapat mengganggu proses autoregulasi.

D. Diabetes

Pada pravalensi yang semakin bertambah, penyakit

diabetes melitus semakin sulit diobati bila telah terjadi

komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.

Abnormalitas vascular mata pada dm ini akan

meningkatkan kerentanan retina terhadap stress

tambahan terkait glaukoma sudut terbuka atau

peningkatan TIO.

E. Tingkat pengetahuan

Tingginya angka kejadian glaukoma saat ini

berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan masyarakat

mengenai penyakit glaukoma. Penelitian sebelumnya

tentang rejimen pengobatan dalam pencegahan dan

penanganan awal glaukoma diperlukan pengetahuan

mengenai penyakit tersebut. Banyak pasien glaukoma

tidak mengetahui mengenai penyakit glaukoma sehingga

menyebabkan keterlambatan pengobatan yang

mengakibatkan kebutaan permanen. Tingkat

pengetahuan klien terhadap penyakit glaukoma

35
dibutuhkan untuk dapat dilakukan deteksi dini yang dapat

mencegah kebutaan pada klien dengan glaukoma.

36
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Faktor – faktor
1. Peningkatan
penyebab:
tekanan bola
mata 1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Hipertensi
4. Diabetes
glaukoma
5. Tingkat
pengetahuan

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: hubungan antara yang diteliti

3.2 Hipotesis penelitian

Hipotesis pada proposal penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap penderita

glaukoma pada usia dewasa Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya

H1 : ada hubungan tingkat pengetahuan terhadap penderita glaukoma

pada usia dewasa Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya

37
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik.

Studi analitik karena bertujuan untuk memperoleh penjelasan

mengenai faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan

terhadap penderita glaukoma. Bersifat observasional karena

penelitian ini hanya mengamati perjalanan alamiah suatu peristiwa

yaitu perjalanan penyakit glaukoma, tanpa memberikan perlakuan

terhadap subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan studi desain

potong lintang (cross sectional) karena mempelajari hubungan

tingkat pengetahuan penyakit dalam waktu yang sama. Penderita

glaukoma diamati secara serentak pada satu waktu atau periode.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah populasi

penderita glaukoma Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya yaitu

395 penderita glaukoma didapatkan jumlah sampel minimal yang

dijadikan responden penelitian yaitu 61 orang responden. Tetapi di

dalam penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 68

orang responden.

4.3 Sampel, Besar sampel dan cara pengambilan sampel

38
A. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pada

penderita glaukoma Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya.

1) Kriteria inklusi sebagai berikut :

a. di dalam penelitian ini adalah penderita yang

didiagnosis glaukoma dengan jenis glaukoma primer

dan glaukoma sekunder

2) Kriteria eksklusi sebagai berikut:

a. di dalam penelitian ini adalah penderita yang

didiagnosis glaukoma suspek dan glaukoma unspectifi

ed

B. Besar sampel

Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah ditetapkan

berdasarkan rumus sebagai berikut :

𝑁
𝑛=
1 + 𝑁 (𝑑)2

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

d : Tingkat signifikan (0,05)

diketahui :

N = 68

d = 0,05

ditanya : n .... ?

Jawab:

39
68
𝑛=
1 + 68 (0,05)2

68
𝑛=
1 + 68 (0,0025)

68
𝑛= = 𝑛 = 58,12
1,17

Jadi sampel pada penelitian adalah sebanyak 58 responden.

C. Cara pengambilan sampel

Sampel yang digunakan sebanyak 58 responden dengan

teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan

kuesioner.

4.4 Lokasi dan waktu penelitian

A. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Mata Undaan

Surabaya khususnya pada pasien penderita glaukoma. Lokasi ini

terjangkau mudah oeh peneliti, peneliti sudah mengenal lokasi

tersebut sehingga dapat mempermudah dan memperlancar

pengumpulan data.

B. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada oktober 2023

40
4.5 Kerangka kerja penelitian

Identifikasi masalah

msi
Populasi:

Seluruh pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya sebesar 68


orang

Sampling:

Teknik pengumpulan sample pada penelitian ini menggunakan teknik


purposive sampling

Sample:

Pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan sebesar 58 responden

Pengumpulan Data:

Data dikumpilkan melalui data kuesioner yang sudah diisi oleh responden

Pengolahan Data:

Editing, Scoring, Coding, Processing, Cleaning, Tabulating

Analisa Data:

Chi-square (karena 2 variabel pada penelitian termasuk variabel kategorik)

Penyajian hasil dan pembahasan

Simpulan dan saran

41
4.6 Variabel penelitian dan definisi operasional

A. Variabel

1) Variabel bebas (Independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengetahuan

2) Variabel terikat (Dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Glaukoma

primer

B. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan definisi terhadap variabel

yang bersumber pada konsep teori tetapi bersifat operasional

agar variabel tersebut dapat diukur atau bahkan diuji oleh

peneliti.

Variabel Definisi Kategori dan Skala ukur


Operasional kriteria
Idependen Pengetahuan Jika Ordinal
(Variabel adalah responden
Bebas) : merupakan menjawab :
Tingkat hasil dari tahu, Benar: 1
Pengetahuan dan ini terjadi Salah : 0
setelah orang
melakukan Dengan
penginderaan kategori:
terhadap suatu 1.
objek tertentu. Pengetahuan
Penginderaan kurang apabila
terjadi melalui menunjukkan
panca indera nilai<50%
manusia, yakni 2.
indera pengetahuan
penglihatan, baik apabila
pendengaran, menunjukkan
penciuman, nilai ≥ 50%.
rasa dan raba.

42
Dependen Glaukoma Jika Nominal
(Variabel ialah penyakit responden
Terikat): atau kelainan menjawab:
Glaukoma pada mata Normal
akibat nilainya : 0
kerusakan saraf Tinggi
mata yang nilainya : 1
dapat
menyempitkan Dengan
lapang pandang kategori
dan hilangnya 1. tekanan
fungsi intraokuler
pengelihatan. normal (10–21
Penyebab atau mmHg)
faktor risiko 2. tekanan
utama intraokuler
glaukoma ialah tinggi (> 21
peningkatan mmHg)
tekanan bola
mata.

4.7 Instrumen penelitian dan cara pengumpulan data

A. Instrumen

Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Angket

atau kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan data yang

digunakan untuk mendapatkan informasi dari responden melalui

serangkaian pertanyaan atau pernyataan tertulis. Tipe pertanyaan

dalam angket dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu

pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka

mengharapkan responden untuk memberikan jawaban dalam

bentuk uraian atau tulisan terhadap suatu topik atau pertanyaan

tertentu. Sedangakan pertanyaan tertutup mengharapkan

responden untuk memilih jawaban dari pilihan-pilihan yang

telah disediakan dalam angket. Pertanyaan tertutup memiliki

43
alternatif jawaban yang telah ditentukan dan bisa berbentuk data

nominal, ordinal, interval, atau rasio tergantung pada jenis data

yang ingin dikumpulkan.

B. Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

menggunakan kuesioner online

1. Pengumpulan data ini dilakukan setelah peneliti mendapat

surat perizinan dan surat pengantar dari Rumah Sakit Mata

Undaan Surabaya

2. Kemudian peneliti melakukan pendekatan kepada

responden untuk menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Jika responden bersedia maka responden

diminta untuk mengisi kuesioner online yang sudah

disediakan oleh peneliti.

3. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu

memberikan link google form yang berisi keusioner

kepada responden yang bersedia.

4. Setelah responden selesai dalam pengisian kuesioner

online, peneliti akan memeriksa kelengkapan data

kuesioner yang kemudian dilakukan analisis.

4.8 Pengolahan dan analisis data

A. Pengolahan data

Pengolahan data dalam penelitian dilakukan secara bertahap,

yaitu:

44
1) Editing

Hasil angket harus di periksa ulang kebenarannya,

Editing ini dapat dilakukan baik saat memulai pengumpulan

data atau setelah data terkumpul.

2) Coding

Setelah melakukan editing selanjutnya adalah

coding, coding merupakan teknik pengkodea, yakni

mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi

sebuah angka atau bilangan.

a. Nama Responden

Responden 1: R1

Responden 2: R2, dan seterusnya

b. Umur:

40-41: 1

42-44: 2

3) Scoring

Scoring merupakan penentuan jumlah skor pada

jawaban pertanyaan untuk memperoleh data. scoring untuk

variabel tingkat pengetahuan

a. 0= tidak tingkat pengetahuan

b. 1= tingkat pengetahuan

scoring untuk variabel glaukoma

a. 0= tidak glaukoma

b. 1= glaukoma ringan

45
c. 2= glaukoma sedang

d. 3= glaukomaberat

4) Processing

Setelah semua observasi selesai dan data yang valid

terkumpul, langkah berikutnya adalah memproses data

untuk analisis lebih lanjut. Proses pengolahan data ini

melibatkan entry atau input data dari kuesioner online ke

perangkat lunak komputer SPSS for Windows.

5) Cleaning

Setelah semua data telah di-entry, langkah

berikutnya adalah melakukan pembersihan data, yang

melibatkan pengecekan kembali data untuk mendeteksi

kesalahan yang mungkin terjadi saat proses entry data.

6) Tabulating

Tabulation adalah proses pengelompokan data sesuai

dengan sifat-sifat data yang telah ditentukan dalam susunan

kolom dan baris. Hal ini bertujuan untuk membuat data lebih

terstruktur dan mudah dipahami, sehingga memungkinkan

untuk menarik kesimpulan atau membuat analisis lebih

efisien. Hasil pengolahan data dalam bentuk presentase

diinterprestasikan menggunakan data kuantitatif berikut :

100% : Seluruhnya

76 – 99% : Hampir seluruhnya

51 – 75% : Sebagian besar

46
50% : Setengahnya

26 – 49% : Hampir setengahnya

0% : Tidak satupun

B. Analisis data

Setelah data diperoleh langkah selanjutnya data dianalisis

dengan menggunakan chi square dengan bantuan SPSS for

windows, Chi-square adalah metode seleksi fitur yang dapat

mengurangi fitur tanpa mengurangi akurasi. Proses

menggunakan chi-square juga dapat mempercepat pengolahan

data yang besar. Tingkat signifikan α=0,05. Jika probabilitas

<0,05 atau ρ < α, maka Ho ditolak, berarti ada hubungan tingkat

pengetahuan terhadap glaukoma primer, jika nilai nya > 0,05.

4.9 Etika penelitian

Komponen dalam etika penelitian antara lain:

1. Lembar persetujuan (informend consent)

Informend consent merupakan sebuah pernyataan kesediaan

dari subjek penelitian untuk diambil datanya dan ikut serta dalam

penelitian. Peneliti meminta kesediaan responden untuk

berpartisipasi dalam penelitian dengan cara meminta responden

menandatangani lembar persetujuan.

2. Tanpa nama (anonimity)

Untuk menjaga privasi repnden maka peneliti

mencantumkan kode sebagai pengganti nama asli pada masing-

47
masing lembar pengumpulan data untuk menjaga kerahasiaan

responden.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi tentang responden yang telah

terkumpul akan dijamin penuh kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu saja yang akan ditampilkan pada

hasil penelitian sesuai dengan tujuan peneliti.

4. Tidak merugikan (non maleficience)

Peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk tidak

membahayakan dan menimbulkan cidera fisik dan psikologis

selama penelitian.

5. Manfaat (benefecience)

Pada penelitian ini diharapkan responden dapat mengetahui

dan memahami mengenai hubungan tingkat pengetahuan

terhadap penderita glaukoma primer, sehingga diharapkan

responden dapat meningkatkan pengetahuan dengan baik

sehingga dapat mencegah terjadinya glaukoma.

48
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, E. P. (2018). Hubungan pengetahuan, lama sakit dan tekanan intraokuler
terhadap kualitas hidup penderita glaukoma. Jurnal Berkala Epidemiologi,
4(2), 288–300. https://doi.org/10.20473/jbe.v4i2.2016.288
Mata, S., Periode, M., & Arman, A. D. (2023). KARAKTERISTIK PENDERITA
GLAUKOMA DI RUMAH Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit
Mata Makassar Periode Tahun 2022.
Muna, R., Hayati, F., & Mardalena, E. (2023). Hubungan tingkat pengetahuan
pasien glaukoma terhadap tingkat kepatuhan penggunaan obat di rs
pertamedika. September, 633–639.
Siswoyo, S., Susuma, L. A., & Rahayu, S. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan
dengan Upaya Pencegahan Penyakit Glaukoma pada Klien Berisiko di
Wilayah Kerja Puskesmas Jenggawah Kabupaten Jember. Pustaka Kesehatan,
6(2), 286. https://doi.org/10.19184/pk.v6i2.7773
Leonardo, K., & Priscilia, F. (2020). Glaukoma Neovaskular: Deteksi Dini Dan
Tatalaksana. Cermin Dunia Kedokteran, 47(2), 93-96.
Jailani, M. S. (2023). Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian Ilmiah
Pendidikan Pada Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. IHSAN: Jurnal
Pendidikan Islam, 1(2), 1-9.
Dizayang, F., Bambang, H., & Purwoko, M. (2020). Karakteristik Penderita
Glaukoma di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Periode Januari 2017-
April 2018. Journal of Health Sciences, 13(01), 66–73.
https://doi.org/10.33086/jhs.v13i01.1146

49
50

Anda mungkin juga menyukai