Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana terjadi di seluruh belahan dunia mengakibatkan kerugian
yang sangat besar pada segala aspek kehidupan manusia. Menurut undang-
undang nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
di masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia yang dapat mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.1 Pada tahun 2014, seluruh dunia dilaporkan terjadi 324 bencana
alam yang mengakibatkan 7.823 korban meninggal dunia dan 140,7 juta
jiwa mengalami dampak dari bencana. Pada tahun 2015, terdapat jumlah
korban meninggal dunia megalami peningkatan dengan laporan kejadian
346 bencana alam yang mengakibatkan 22.773 korban meninggal dunia dan
98,5 juta jiwa mengalami dampak dari bencana alam.2
Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di
dunia, seringkali dan tidak terduga, yaitu diantaranya gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, dan kekeringan. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 1 Januari-31 Desember
2021 tercatat jumlah kejadian bencana sebanyak 5.402 kejadian. Kejadian
bencana alam mendominasi adalah banjir, kemudian diikuti cuaca ekstrem
dan tanah longsor. Bencana alam menyebabkan dampak dan mengungsi
7.630.692 jiwa, sedangkan sebanyak 728 jiwa meninggal dunia dan 87
hilang serta 14.915 jiwa luka-luka.2
Makanan menjadi salah satu hal wajib yang menjadi kebutuhan
utama semua umat manusia tanpa mengenal zaman dan kondisi termasuk
pada saat kondisi bencana. Pemenuhan jumlahnya pun menjadi salah satu
hal terpenting yang apabila jumlahnya tidak terpenuhi, maka muncul
masalah-masalah besar di belakangnya. Dalam teori yang dikemukakan
oleh Thomas Robert Malthus pada tahun 1798 dalam bukunya yang
berjudul An Essay On the Prnciple of Poppulationas it Affects the Future
Improvement of Society, disampaikan bahwa jumlah pertumbuhan makan
tumbuh berdasarkan deret hitung, sedangkan jumlah pertumbuhan
penduduk tumbuh berdasarkan deret ukur begitu juga dengan kebutuhan
makanan pada saat bencana terjadi tidak ada perubahan kebutuhan akan
makanan tersebut dimana kebutuhan tersebut semakin meningkat dengan
ketersediaan yang seadanya.3
Dimana makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia adalah
beras yang diolah menjadi nasi. Masyarakat di Indonesia memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap beras, dengan konsumsi beras di
Indonesia pada tahun 2018 adalah 4.861 Kg (BPS 2022). Dimana pada saat
terjadi bencana dengan pemenuhan gizi darurat di Indonesia dilakukan
sesuai dengan peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)
No. 18 Thaun 2009. Pendistribusian paket pangan terdiri dari beras
sebanyak 0,4 kilogram, lauk pauk, mie instan tiga bungkus, kecap 150 ml
dan air minum empat liter. 4
Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu nilai yang menunjukkan
rata-rata zat gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua
orang dengan karakteristik tertentu meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019).
Pemenuhan gizi melalui makanan dan minuman sangatlah penting
untuk hidup, terutama di kondisi darurat, untuk pemenuhan gizi dalam
setiap harinya pada umumnya dengan kebutuhan energi yaitu 2.000 kalori,
dengan kebutuhan karbohidrat dalam satu hari adalah 325 gram, dengan
protein 75 gram, dan lemak 44 gram. Dimana untuk memenuhi kebutuhan
gizi tersebut pada saat kondisi darurat di butuhkan dapur umum, yang saat
ini umumnya berupa tenda peleton, rumah (bangunan) yang dijadikan
posko, ataupun mobil yang dimodifikasi. Dapur umum yang sifatnya darurat
seadanya dan lokasinya tidak jauh dari kejadian bencana. Dimana kondisi
yang pada umumnya lantai dapur umum masih kontak langsung dengan
tanah dan tidak terlindungi dari efek hujan, akibatnya lantai mudah kotor
dan tidak higienis. 5
Berdasarkan kondisi dapur umum yang demikian pada saat bencana
maka dibutuhkan inovasi dalam pemenuhan gizi korban bencana yang lebih
mudah dan efisien untuk pembuatannya. Seperti pemenuhan makanan
pokok yang dikonsumsi setiap harinya seperti nasi dengan waktu
pemasakan yang biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu
membutuhkan sekitar 20-30 menit sampai tingkat kematangan yang
diterima. Persiapan nasi yang begitu lama dengan kondisi darurat maka di
butuhkan nasi cepat masak ataupun nasi instan dengan waktu pemasakan
sekitar 5 menit siap untuk dikonsumsi pada saat terjadinya bencana dengan
keadaan yang lebih higienis dengan pemenuhan gizi yang sama dengan nasi
yang dimasak dengan waktu yang lama.
Sejak 40 tahun yang lalu telah banyak proses pembuatan nasi instan
yang telah dipatenkan. Nasi instan diproduksi dengan cara memberi
penanganan pada beras untuk membuatnya menjadi pourus sehingga air dan
panas lebih cepat teresap ke dalam biji beras. Teknologi bagaimana
membuat beras menjadi porous dancara pengeringannya menentukan jenis
dan mutu nasi instan yang dihasilkan. Nasi yang telah dikeringkan masih
mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang
digunakan dalam pembuatan nasi dan bubur instan dengan cara memasak
lebih dahulu nasi sampai tanak lalu dikeringkan. Setelah dimasak,
diharapkan nasi instan tetap mempunyai rasa, aroma, tekstur, warna dan
kenampakan seperti nasi biasa. Begitu pula nilai gizi dan komposisi
seimbang serta dapat diproduksi dalam jumlah banyak. 6

Menurut teori Maslow, ada lima tingkatan kebutuhan dasar manusia


yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, penghargaan dan
aktualisasai diri. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling
mendasar dari hierarki maslow. Kebutuhan ini disebut juga sebagai
kebutuhan primer, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal.
untuk memenuhi kebutuhan primer ini seperti kebutuhan akan makanan
terutama pada saat terjadi bencana maka diperlukan inovasi terbaru seperti
pemenuhan makanan yang instan dan praktis untuk digunakan saat bencana
yaitu salah satunya adalah dengan menggunakan nasi instan untuk
mempermudah pemenuhan makanan pada saat terjadi bencana untuk
memenuhi kebutuhan primer dari korban bencana tersebut.

Metode yang akan digunakan oleh peneliti dalam pembuatan nasi


instan adalah dengan metode yaitu Motode Rendam-Rebus-Kukus-
Keringkan, Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Ozai dan Durrani
tahun 1948 sehingga disebut metode Ozai-Durrani. Metode ini digunakan
oleh General Foods Corporation untuk membuat produk Minute Rice yang
merupakan nasi instan pertama dari jenis ini. Kemudian dengan
menggunakan metode pengeringan beku (Freeze Drying). Keunggulan
produk instan dengan metode ini adalah memiliki kadar air yang sangat
rendah sehingga mempunyai kemampuan rehidrasi yang baik.7
Dengan nilai gizi pada nasi instan Dilihat dari komposisi kimianya,
yaitu kadar protein, lemak, serat kasar, kadar abu dan karbohidrat nasi
instan dan bubur nasi kering relatif sama dengan nasi yang dimasak dengan
cara biasa. Hal ini misalnya dapat ditunjukkan dari salah satu hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa beras biasa mempunyai kadar protein
7,35%, lemak 0,61%, seratkasar 1,20%, abu 0,53% dan karbohidrat 91,51%,
sedangkan beras instan mempunyai kadar kadar protein 7,81%, lemak
0,58%, serat kasar 0,98%,abu 0,69% dan karbohidrat 90,92%.7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, maka dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
Bagaimana efekifitas pembuatan nasi instan dengan metode
rendam-kukus-keringkan dan metode freeze drying (pengeringan beku)
untuk para pengungsi korban bencana?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana efektifitas waktu pembuatan nasi
instan dengan metode Rendam-Kukus-Keringkan dengan metode Freeze
Drying (pengeringan beku) yang dapat diberikan pada korban bencana
atapun pengungsi.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui cara pembuatan nasi instan dengan metode rendam-
kukus-keringkan dan metode freeze drying (pengeringan beku)
dengan di pantau oleh observer dan melakukan pendokumentasian
pada setiap sesi pembuatan.
2. Analisis perbandingan efektifitas waktu pembuatan antara dua
metode tersebut.
3. Mengetahui kadar gizi dari dua metode nasi instan yang telah dibuat.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
untuk mengetahui cara yang efektif dalam pembuatan nasi instan
yang dapat dikonsumsi dengan aman dan praktis pada saat terjadinya
bencana dan bisa disalurkan pada koerban bencana dengan cepat.
1.4.2 Bagi Institusi FKIK Universitas Jambi
Data dari hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi
dalam pembuatan nasi instan yang lebih efektif bagi korban bencana pada
Program Studi Ilmu Keperawatan.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan masukan
terhadap peneliti selanjutnya mengenai pembuatan nasi instan untuk
korban bencana.

Anda mungkin juga menyukai