Anda di halaman 1dari 96

LAPORAN HASIL PENELITIAN

KLUSTER KERJASAMA ANTAR-PERGURUAN TINGGI

PENGEMBANGAN MUTU DOSEN DALAM MENINGKATKAN MUTU


PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM;
Studi Kasus PTAIS Wilayah Jakarta

Disusun oleh:
Prof. Dr. H. Mundzier Suparta, MA (Ketua)
Khaeron Sirin, MA (Anggota)
Ade Rina, MA (Anggota)
Lukman Hakim, MA (Anggota) Lathifatul
Hasanah (anggota)

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN) LP2M


UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
ABSTRAK

Dosen punya peran dan tugas yang sangat besar dalam menentukan kualitas
atau mutu pembelajaran di perguruan tinggi. Dengan segala kreatifitasnya, dosen
dituntut memiliki dan memenuhi standar kompetensi sebagai tenaga pendidik
yang profesional. Karenanya, dibutuhkan manajemen pengembangan mutu dosen
untuk mengukur sekaligus meningkatkan kualitas dan profesionalitas dosen dalam
mengabdikan dirinya di lingkungan perguruan tinggi, utamanya di bidang
pengajaran. Asumsinya, dosen yang bermutu tentu akan menghasilkan konsep
pembelajaran yang bermutu pula.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi pengembangan mutu dosen, sekaligus menggali strategi apa yang
digunakan oleh PTAIS guna mengembangkan mutu dosennya.
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian deskriptif-analisis
dengan pendekatan kualitatif. Karenanya, teknik pengumpulan data yang akan
dilakukan dalam penelitan ini disesuaikan dengan jenis penelitian tersebut. Dalam
hal ini, pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara mendalam, focus
group discussion (FGD), dan observasi di lapangan.
Ada beberapa penelitian dan tulisan yang mengkaji tentang mutu dosen di
perguruan tinggi secara umum, namun hasil penelitian yang berkaitan langsung
dengan mutu dosen di bidang pengajaran (pembelajaran) di lingkungan PTAIS
Jakarta belum ditemukan atau belum dilakukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang menghambat
pengembangan mutu pengajaran dosen PTAIS di wilayah I Jakarta.
Diharapkan, hasil penelitian ini nantinya bisa dimanfaatkan dan dijadikan
acuan oleh para stakeholder guna mendata dan merumuskan strategi
pengembangan mutu dosen di lingkungan PTAIS Jakarta.

KATA PENGANTAR

4
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah Swt., Tuhan Yang
Maha Esa, Tuhan sekalian Alam. Salawat dan semoga dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw., nabi dan rasul akhir zaman.
Penelitian dengan judul “PENGEMBANGAN MUTU DOSEN DALAM
MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI
AGAMA ISLAM; Studi Kasus PTAIS Wilayah Jakarta” ini dimaksudkan untuk
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengembangan mutu dosen
PTAIS secara umum, khususnya di bidang pembelajaran di kelas. Dalam hal ini,
penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan faktor-faktor
yang menunjang implementasi manajemen pengembangan mutu dosen di
Perguruan Tinggi Agama Islam. Selain itu, penelitian ini juga ingin menggali dan
merumuskan strategi apa yang dapat diterapkan guna meningkatkan mutu dosen di
lingkungan PTAIS wilayah Jakarta.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan awal pendataan
dan analisis mutu dosen beserta konsep pengelolaannya di lingkungan PTAIS
wilayah Jakarta.
Hal ini penting mengingat kampus sejatinya merupakan ajang show off
para dosen dalam mengembangkan keilmuan dan kreatifitas mereka. Karenanya,
sudah saatnya kampus Islam swasta yang tergabung dalam PTAIS di wilayah
Jakarta lebih memikirkan persoalan kualitas para dosen, utamanya kualitas
akademik, melalui berbagai penelitian dan karya pengabdian yang terpublikasikan
dengan baik.
Penelitian ini terlaksana dan dibiayai oleh dana bantuan penelitian Pusat
Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun anggaran 2017.
Dalam pelaksanaan dan pengumpulan data penelitian kami dibantu oleh
banyak pihak. Di antaranya adalah pimpinan PTAIS, baik rector, ketua, dekan,
kaprodi, maupun dosen yang menjabat di struktural kampus. Begitu pula dengan
pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

5
Untuk itu kami haturkan terima kasih atas kesempatan, arahan, bantuan
dan lain-lain, sehingga penelitian ini bisa berjalan dengan lancer dan
mengahasilkan data yang akurat.
Apapun dan betapapun hasil penelitian yang kami lakukan ini tetap saja
terdapat kekurangan-kekurangan, baik metodologi, materi maupun analisisnya.
Karena itu, kami berharap kepada semua pihak yang menaruh perhatian pada
masalah-masalah yang kami teliti, kiranya dapat memberikan saran dan masukkan
demi sempurnanya penelitian ini.
Akhirnya kami berdoa kepada Allah Swt. dan berharap kepada semua
pihak kiranya hasil penelitian ini bisa memberikan manfaat dan dapat dijadikan
data awal untuk melakukan penelitian dan kajian lebih lanjut serta dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan pembinaan dan
peningkatan mutu dosen PTAIS.

Jakarta, Desember 2017

Tim Peneliti

6
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PEGESAHAN
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan
F. Kegunaan (Manfaat) Penelitian
G. Sistematika Pembahasan
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
B. Literature Review
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Setting (Latar) Penelitian
C. Metode Penelitian
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Prosedur Pengolahan Data
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
G. Teknik Analisis Data
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian

7
B. Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

8
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut UU No. 14/2005 dan PP No. 37/2009, dosen adalah pendidik
professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. 1 Sementara
menurut PP. No. 60 Tahun 1999, dosen adalah tenaga pendidik atau kependidikan
yang diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama mengajar
berdasarkan pendidikan dan keahliannya.2
Definisi di atas menunjukkan bahwa dosen merupakan salah satu
komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Dia
berperan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia—
yang meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni—serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang
maju, adil, makmur, dan beradab.
Banyak pakar dan pemerhati mutu pendidikan yang mengungkapkan
bahwa dosen merupakan komponen vital dan faktor utama kesuksesan sistem
pendidikan dan pengajaran yang akan mempengaruhi produktivitas dirinya dan
lembaga perguruan tinggi tempatnya mengajar.3 Dosen memiliki peran dan
kontribusi penting dalam membentuk mutu lulusan perguruan tinggi secara umum.
Hal ini mengingat dosen memiliki otoritas tinggi dalam proses pembelajaran
(akademik).

1 Lihat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen
2 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 1 poin 5.
3 Beberapa pakar dan pemerhati mutu pendidikan yang mengkaji tentang mutu dosen dan
mutu kampus di antaranya adalah Richard Miller (1980:76), Edward Sallis (2000: 40), dan
Makmun A. Syamsuddin (1996:40).

9
Dengan demikian, dosen memiliki posisi strategis dalam mutu produktifitasnya,
dan secara berkelindan menentukan mutu lulusan lembaga perguruan tinggi.4
Dosen juga menjadi parameter dalam proses pengendalian mutu
kelembagaan perguruan tinggi. Tingkat pendidikan, jenjang kepangkatan, dan
pengalaman kerja dan pengabdian diri di masyarakat menjadi pedoman pokok
dalam mekanisme akreditasi mutu perguruan tinggi. Karena itu, dosen dituntut
mampu meningkatkan kinerja dan kemampuannya secara professional. 5 Dalam hal
ini, sebagaimana kebijakan pemerintah, seorang dosen harus mampu menjalankan
dan meningkatkan keahliannya pada tiga tugas pokok akademik, yang dimuat
dalam tridharma perguruan tinggi, yaitu (1) pendidikan dan pengajaran, (2)
penelitian, (3) pengabdian pada masyarakat.
Dengan demikian, dosen punya peran dan tugas yang sangat besar dalam
menentukan kualitas atau mutu pembelajaran di perguruan tinggi. Dengan segala
kreatifitasnya, dosen dituntut memiliki dan memenuhi standar kompetensi sebagai
tenaga pendidik yang profesional. Karenanya, dibutuhkan manajemen
pengembangan mutu dosen untuk mengukur sekaligus meningkatkan kualitas dan
profesionalitas dosen dalam mengabdikan dirinya di lingkungan perguruan tinggi,
utamanya di bidang pengajaran, pengembangan keilmuan, dan bimbingan kepada
para mahasiswa.
Tentunya, untuk melaksanakan peran strategis tersebut, diperlukan dosen
yang profesional. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dosen dinyatakan sebagai pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.6 Sementara itu, profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan
yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan

4 Dyah Kusumastuti, “Manajemen Sistem Pengembangan Sumber Daya Dosen sebagai


Penjamin Mutu di Perguruan Tinggi”, Disertasi, (Bandung: PPS UPI Bandung, 2001), h. 98.
5 Kusumastuti, Disertasi, h. 98.
6 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 ayat 2.

10
profesi.7 Dalam melaksanakan profesinya, dosen harus memiliki kemampuan atau
kompetensi yang diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam
melaksanakan tugas profesionalnya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma
Perguruan Tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional
dosen.
Dengan kata lain, tugas utama dosen adalah melaksanakan tridharma
perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas)
sks dan paling banyak 16 (enam belas) sks pada setiap semester sesuai dengan
kualifikasi akademik.8 Adapun yang dimaksud 1 SKS dalam kegiatan pendidikan
dan pengajaran adalah 1 jam pelajaran (50 menit) tatap muka perkuliahan,
ditambah dengan 1 jam (60 menit) tugas terstruktur, dan 1 jam (60 menit) tugas
mandiri per minggu.9
Tugas-tugas profesional tersebut di atas menunjukkan betapa eksistensi
dosen menjadi sangat penting dan menjadi pilar utama yang sangat menentukan
keberhasilan proses pendidikan di perguruan tinggi. Sangat wajar jika peran dan
fungsinya sangat menentukan mutu pembelajaran di perguruan tinggi. Oleh karena
itu, sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran di kampus, seorang dosen
mesti memiliki kemandirian, keluasaan, kedalaman, dan kemutakhiran ilmu
pengetahuan secara profesional.10

Di sisi lain, peranan lembaga perguruan tinggi juga sangat penting dalam
proses perekrutan, pembinaan, dan pengembangan mutu dosen yang profesional.
Pengembangan mutu dosen ini mutlak dilakukan untuk meningkatkan

7 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


8 Beban kerja dosen (BKD) ini didasarkan pada ketentuan pasal 72 ayat (2)
UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
9 Ketentuan ini berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 8/DJ/Kep./1983 tentang
Beban Tugas Tenaga Pengajar pada Perguruan Tinggi
10 Djatmiko Hayati, “Pengambilan Keputusan oleh Pimpinan dalam Pengembangan
Tenaga Pengajar pada Perguruan Tinggi”, Disertasi, (Bandung: PPS UPI Bandung, 2000), h. 112.

11
pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dosen dalam melaksanakan Tridharma
Perguruan Tinggi. Upaya ini mestinya dilakukan sejak lembaga perguruan tinggi
menetapkan kebutuhan dosen, termasuk jumlah, kualifikasi dan penempatannya.
Upaya ini tentunya harus diikuti dengan dengan menetapkan kebijakan
pengembangan bagi dosen yang sudah direkrut melalui penyediaan sarana
pendukung untuk pengembangan mutu dosen secara mandiri, semisal akses
internet, jurnal dan bukubuku ilmiah, dan juga beasiswa penelitian dan
pendidikan.
Perguruan tinggi harus dapat mengelola dan menempatkan sumberdaya
manusia sebagai komponen utama untuk mensukseskan program perguruan tinggi
dalam rangka mencapai visi dan misinya. Hal ini mengingat SDM yang
berkualitas merupakan kebutuhan primer bagi perguruan tinggi untuk menghadapi
persaingan yang semakin global. Persaingan ini berlangsung bukan hanya antar-
perguruan tinggi di suatu wilayah, tetapi juga antarwilayah secara nasional,
bahkan persaingan antarnegara.
Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, persoalan utama yang harus
dibenahi adalah kualitas lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan
tinggi sebagai jenjang pendidikan paling atas dari semua jenjang pendidikan yang
ada. Pendidikan tinggi merupakan tumpuan dan harapan masyarakat untuk dapat
menghasilkan SDM yang berkualitas. Kualitas SDM lulusan perguruan tinggi
dipengaruhi oleh faktor kualitas pembelajaran di kelas.
Berkaitan dengan dengan pembelajaran di kelas, menurut Dwipurwani, ada
3 pengubah/faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar mengajar yakni
tenaga pengajar (dosen), kurikulum, dan sarana prasarana. 11 Komponen dari
variabel kualitas dosen adalah tingkat pendidikan formal yang ditamatkan dan
penguasaan metode mengajar dan penguasaan materi yang diajarkan. Kinerjanya
dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi yakni pendidikan dan pengajaran,
penelitian, dan pengabdian masyarakat tidak menjadi indikator kualitas dosen.
Tugas dosen untuk melanjutkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada

11 Oki Dwipurwani, et al. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Mahasiswa


ditinjau dari karakteristik Lingkungan Kampus (Studi Kasus di Jurusan Matematika FMIPA
Unsri), h. 15.

12
masyarakat pada akhirnya diarahkan guna meningkatkan kompetensi dan tugas
utama dosen, yaitu mengajar mahasiswa.
Di bidang penelitian misalnya, dosen diharapkan mendapat keuntungan
berupa peningkatan (upgrading) dalam hal keilmuan, sehingga ilmu yang
ditransformasikan kepada mahasiswa adalah ilmu dan informasi baru, yang sesuai
dengan kondisi kekinian. Ilmu yang terus up to date akan mendukung
terlaksananya fungsi dari perguruan tinggi secara universal, yakni pengembangan
SDM serta Sains dan Teknologi (Saintek) yang sesuai dengan permintaan di
lapangan, khususnya permintaan dari stakeholder. Kemudian di bidang
pengabdian masyarakat, dosen berkesempatan terjun langsung dalam
berpartisipasi memecahkan masalah di masyarakat dengan bidang keilmuannya,
sehingga dengan pengalaman tersebut dosen memiliki kesempatan untuk
menambah wawasan mengenai fenomena dan dinamika yang terjadi di
masyarakat. Pengetahuan seperti ini sangat penting bagi dosen agar dapat
menyesuaikan ilmu yang disampaikan kepada mahasiswa di kelas.12
Dengan demikian, kualitas pembelajaran menjadi tolok ukur mutu dosen
yang sangat penting bagi institusi perguruan tinggi. Hal ini mengingat kemampuan
profesional dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas sangat menentukan
keberhasilan pendidikan secara holistik.
Selain mutu dosen, persoalan krusial yang sering dihadapi oleh perguruan
tinggi sebagai institusi pendidikan tinggi, utamanya kampus swasta, adalah
manajemen mutu lembaga. Menurut hasil penelitian Sumarno (2011), mutu
pendidikan tinggi Indonesia secara umum ternyata masih rendah. Hal ini
disebabkan rendahnya komitmen pemerintah terhadap pendidikan dan
kepemimpinan dan manajemen yang belum berdasarkan pada nilai-nilai akademik
yang bermutu. Akibatnya, mutu input yang berupa kurikulum, dosen, dana, sarana
prasarana, serta kualitas tridharma perguruan tinggi menjadi rendah.13

12 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional, (Jakarta: Grasindo, 2009),


h. 13Lihat Sumarno, “Rendahnya Mutu Pendidikan Tinggi Indonesia: Penyebab dan Strategi
Peningkatannya”, Hasil Penelitian, Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau,
2011, pada Bab Kesimpulan.

13
Menurut Saefullah Wiradipradja (2007), ketua Badan Kerjasama
Perguruan Tinggi Islam Swasta se-Indonesia (BKS-PTIS), PTIS sebagai salah satu
lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat secara umum
kualitasnya masih memprihatinkan. Menurutnya, dari 400 PTIS yang ada saat itu,
hanya 5% di antaranya yang dapat dikatakan mapan dan bermutu. Dari 5% PTIS
yang dinilai sudah bermutu tersebut, di antaranya Universitas Muslim Indonesia
(UMI) Makassar, Universitas Islam Bandung (Unisba) dan beberapa universitas
lainnya. Sementara selebihnya masih membutuhkan bantuan.13
Data tersebut di atas berbanding lurus dengan kondisi perguruan tinggi di
lingkungan PTAIS wilayah Jakarta. Dalam hal ini, permasalahan yang dialami
oleh PTAIS sangat kompleks, meliputi infrastruktur, mahasiswa, pembiayaan,
proses akademik, dan kualitas lulusan. Dari segi inftastruktur, walaupun pada
umumnya PTAIS telah memiliki kampus, namun bervariasi antara yang berada di
tanah milik dilengkapi dengan bangunan dan sarana yang memadai, namun ada
juga yang masih menyewa, atau di kampus sendiri namun sarananya masih
sederhana dan terbatas. Kampus PTAIS yang berada di pondok pesantren sangat
ideal, namun mahasiswa yang mondok di pesantren terbatas jumlahnya. Kampus
PTAIS rata-rata dilengkapi dengan perpustakaan namun bervariasi antara yang
banyak dan sedikit buku pustakanya. Sedangkan laboratorium, baik micro
teaching, komputer atau bahasa, rata-rata masih terbatas, bahkan ada yang belum
memiliki.14 Problemproblem seperti ini tentu berimplikasi pada rendahnya
kualitas, baik kualitas kelembagaannya maupun kualitas lulusan yang menjadi
output PTAIS.15
Mutu perguruan tinggi idealnya harus selalu mengacu pada kualitas
berkelanjutan. Hal ini mengingat eksistensi Perguruan Tinggi sangat ditentukan
oleh kreativitas dan produktivitas sivitas akademikanya. Selain mutu
pembelajaran, kurikulum menjadi aspek penting bagi pencapaian tujuan
pendidikan pada perguruan tinggi, yakni kurikulum yang didasarkan pada aspek

13 Berita Makasar, Ratusan PTIS di Indonesia Belum Mapan, www.beritamakasar.com.


Selasa, 20-02-2007 (diakses pada 01 Desember 2017).
14 R. Eko Indrajit, et.al, Manajemen Perguruan Tinggi Modern (Yogyakarta: Andi
Offset, 2006), 6.
15 R. Eko Indrajit, et.al, Manajemen Perguruan Tinggi.

14
integrasi dan berkelanjutan. Aspek-aspek materi dan bahan kajian tertentu dalam
kurikulum harus disusun secara berurutan, tidak terpisah antara satu dengan yang
lainnya. Hal ini terkait dengan subtansi masing-masing materi yang memiliki
hubungan fungsional sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan
pendidikan dan tingkat perkembangan mahasiswa.
PTAIS Jakarta memiliki peranan untuk menyiapkan lulusan dengan
kapasitas akademik, profesional, dan kemampuan bermasyarakat yang tinggi yang
mampu merespon arus modernitas dan mendorong terjadinya transformasi
peradaban, revolusi informasi dan perubahan- perubahan yang nyata di
masyarakat. Peran ini hanya mampu dicapai dengan peningkatan kualitas sistem
pendidikan yang ada, yang mencakup di dalamnya peningkatan SDM (dosen),
kurikulum, strategi pembelajaran dan sarana akademiknya.
Sebagai Perguran Tinggi, PTAIS tentunya bercita-cita menjadikan dirinya
sebagai perguruan tinggi Islam swasta yang bermutu dan mampu bersaing dengan
perguruan-perguruan tinggi agama negeri di Indonesia. Dalam upaya meraih
citacita tersebut, PTAIS di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi keagamaan memiliki tugas utama,
yaitu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Tentunya lulusan yang berkualitas itu dipengaruhi oleh kualitas sumber
daya manusia pengelola, terutama tenaga pendidik (dosen). Hal ini mengingat
dosen, sebagai pilar utama mutu perguruan tinggi, memiliki peran penting dalam
menentukan maju dan berkembangnya (kualitas) suatu lembaga pendidikan tinggi.
Dengan segala kreatifitasnya, dosen dituntut memiliki dan memenuhi standar
kompetensi sebagai tenaga pendidik yang bermutu, baik di bidang pengajaran,
pengembangan keilmuan, pengabdian pada masyarakat, dan bimbingan kepada
para mahasiswa. Oleh karena itu, eksistensi dosen di perguruan tinggi harus
mendapat perhatian dan prioritas utama dari lembaga perguruan tinggi.
Dalam hal ini, PTAIS harus mempunyai sistem pengelolaan sumberdaya
manusia yang lengkap sesuai dengan kebutuhan perencanaan dan pengembangan.
Perguruan tinggi harus mempunyai sistem pengelolaan dosen yang komprehensif
sesuai dengan kebutuhan perencanaan dan pengembangan. Perguruan tinggi harus

15
bisa mendayagunakan dosen tetap yang memenuhi kualifikasi akademik dan
profesional, serta mutu kinerja, dalam jumlah yang selaras dengan tuntutan
penyelenggaraan program. Perguruan tinggi juga harus memiliki sistem seleksi,
perekrutan, penempatan, pengembangan, retensi, dan pemberhentian dosen dan
tenaga kependidikan yang selaras dengan kebutuhan penjaminan mutu.
Dengan kata lain, PTAIS membutuhkan manajemen pengembangan mutu
dosen sebagai upaya mengukur sekaligus meningkatkan kualitas dan
profesionalitas dosen dalam mengabdikan dirinya di lingkungan perguruan tinggi.
Manajemen mutu yang dimaksud tentunya dengan mengusung konsep atau
paradigma yang lebih modern dan up to date sesuai perkembangan mutu layaknya
perguruan tinggi negeri yang telah terakreditasi.
Paradigma baru manajemen perguruan tinggi di lingkungan PTAIS
tersebut diharapkan bisa menempatkan faktor-faktor strategis sebagai standar
kinerja yang harus dicapai agar terlaksana tridarma perguruan tinggi secara
berkualitas, efektif, dan efisien, unggul dan kompetitif. Misalnya saja, bagaimana
perguruan tinggi secara efektif melakukan pembinaan dan pengembangan profesi
dosen yang meliputi pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.16 Kompetensi seperti
ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan mutu yang diinginkan oleh
dunia pendidikan dan masyarakat secara umum.

B. Permasalahan Penelitian
Penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam dua persoalan pokok, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengembangan dosen dalam
rangka meningkatkan mutu pembelajaran di PTAIS Jakarta?
2. Bagaimana model dan strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan
mutu dosen di PTAIS Jakarta?

16 Lihat UU No. 14/2005 Pasal 69 ayat 2.

16
C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Secara umum, penelitian ini bermanfaat untuk menjadi rujukan awal
pendataan dan analisis mutu dosen beserta konsep pengelolaannya di lingkungan
PTAIS wilayah Jakarta.
Kampus sejatinya merupakan ajang show off para dosen dalam
mengembangkan keilmuan dan kreatifitas mereka. Karenanya, sudah saatnya
kampus Islam swasta yang tergabung dalam PTAIS di wilayah Jakarta lebih
memikirkan persoalan kualitas para dosen, utamanya kualitas akademik, melalui
berbagai penelitian dan karya pengabdian yang terpublikasikan dengan baik.
Sebaliknya, para dosen juga harus berkompetisi dan berebut pengalaman
dalam menghasilkan karya yang berkualitas dan dapat dijual ke dunia.
Berkompetisi dalam meneliti dan menghasilkan karya ilmiah bukanlah persoalan
tabu, tapi justru merupakan sebuah kondisi yang ideal di kalangan dosen. Artinya
dalam dunia akademik, semua dosen memang harus berkarya dan berinovasi
sebagai ilmuwan, bukan sekadar memenuhi kewajibannya sebagai dosen. Apalagi
kalau dosen tersebut sudah memperoleh derajat professor. Hal itu semestinya
menjadi kewajiban untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat secara nyata
melalui penelitian dan karya yang dihasilkannya.
Secara lebih khusus, penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Mengetahui faktor-faktor yang menghambat dan faktor-faktor yang menunjang
implementasi manajemen pengembangan mutu dosen di Perguruan Tinggi
Agama Islam.
2. Merumuskan modal dan strategi yang tepat dalam implementasi manajemen
pengembangan mutu dosen di Perguruan Tinggi Agama Islam.
Memberikan landasan pemikiran dan pencerahan dalam pengembangan
manajemen mutu dosen di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam.

D. Hasil yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah terdatanya mutu dosen
PTAIS wilayah Jakarta, utamanya yang berkaitan dengan kegiatan akademik,
dalam bentuk naskah buku atau atau direktori yang bisa dijadikan pedoman bagi

17
pimpinan Kopertais dan Kementerian Agama RI dalam merumuskan kebijakan,
model, dan strategi mengembangkan atau meningkatkan mutu dosen di
lingkungan PTAIS wilayah Jakarta.

18
BAB II
KAJIAN TEORI DAN LITERATUR REVIEW

A. Kajian Teori
1. Definisi Mutu
Sallis menjelaskan bahwa dalam mengartikan mutu mempunyai konsep
absolut dan konsep relatif. Konsep mutu yang dibicarakan setiap hari adalah
sesuatu yang absolut. Misalnya, sebagai sesuatu yang absolut, mutu dapat
disamakan dalam lingkungan yang baik, cantik, dan terpercaya; sesuatu yang ideal
yang tidak ada bandingannya.17 Dalam arti relatif yang biasa digunakan dalam
manajemen mutu terpadu adalah mutu bukanlah suatu produk atau pelayanan,
tetapi sesuatu yang berhubungan dengan itu yaitu melalui pengukuran atas
spesialisasi dan cocok dengan selera pelanggan.
Mutu bukanlah sesuatu yang mahal dan ekslusif dan dapat dikatakan baik
bila kepuasan sesuai dengan standar penggunanya. Mutu dapat didefinisikan
sebagai kepuasan yang paling baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
2. Definisi Kinerja
Mangkunegara mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.18 Hasibuan mengatakan
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan serta waktu.19 Sedangkan menurut As’ad kinerja
sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan.20 Jadi, kinerja bisa dimaknai sebagai hasil usaha
seseorang yang dicapai dengan kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.

17 E. Sallis, 2002. Total quality management in education. London: Kogan Page, h. 34.
18 Anwar Prabu Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: Rosdakarya, h. 16.
19 M. Hasibuan, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: CV. Haji
Masagung, h. 23
20 As’ad, S.U. 1999. Seri Ilmu dan Sumber Daya Manusia, Psikologi Industri,
Yogyakarta: Penerbit Liberty, h. 32.

19
Adapun penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses melalui
mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi karyawan. 21
Sedang Mangkunegara menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.22 Hasibuan mengatakan
kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Sedangkan menurut As’ad, kinerja sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang
menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Parasuraman, Zeithaml, et al., (1998) mengidentifikasikan lima dimensi
kualitas pelayanan (servqual) sebagai berikut : (1) Tangibles, yaitu penampilan
fasilitas fisik, termasuk peralatan, personal dan sarana komunikasi. Tangibel dapat
mencakup fasilitas atau elemen-elemen fisikal, peralatan personel, dan
materimateri komunikasi. (2) Reliability, yaitu kemampuan perusahaan dalam
menepati dan memenuhi janji-janji yang diberikan kepada konsumen secara
meyakinkan. Sementara Mintogoro menambahkan adanya kemampuan yang dapat
diandalkan, akurat dan konsisten dalam memberikan pelayanan sesuai yang
diinginkan konsumen. (3) Responsiveness, cepat tanggap dalam membaca dan
melayani kebutuhan konsumen. (4) Assurance, yaitu pengetahuan, kehandalan dan
sopan santun pagawai serta dapat dipercaya dan percaya diri. (5) Emphaty, yaitu
memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami keinginan
konsumen.23
Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schuler
dan Jackson (2002) Secara keseluruhan bahwa ada hubungan antara atribut-atribut
pada dimensi mutu pelayanan seperti realiability, responsiveness, emphaty,
performance dan tangibles terhadap loyalitas pelanggan dan mutu pelayanan dapat

21 T. Hani Handoko, 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,


Yogyakarta: Balai Penerbit Fak. Ekonomi , Universitas Gajah Mada.
22 Anwar Prabu Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung: Rosda.
23 Mintorogo, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT Bumi Aksara.

20
meningkatkan loyalitas pelanggan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
Service quality dibentuk oleh faktor realiability, responsiveness, emphaty,
performance dan tangibles.24 Temuan penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian Sarwono dan Rohmad (2013) bahwa ada pengaruh yang positif antara
kinerja pegawai dan mutu pelayanan pegawai. 25 Temuan penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Nilakusmawati dan Srinadi (2008) bahwa mutu pelayanan
di lembaga pendidikan tinggi dipengaruhi oleh indikator-indikator kinerja dosen
yaitu faktor empathy (empati) seperti (1) informasi perku-liahan oleh dosen; (2)
pengembalian hasil evaluasi/tes oleh dosen; dan (3) keadaan meja-kursi. 26 3.
Definisi Dosen
Secara umum, dosen tergolong sebagai pendidik. Menurut UU No.
20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, dalam Pasal (2) disebutkan bahwa
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.”
Dalam Pasal 40 (2) ditambahkan bahwa pendidik berkewajiban: a.
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan dialogis; b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan; dan c. Memberi teladan dan menjaga nama baik
lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya.
Dosen merupakan pendidik profesional pada jenjang pendidikan tinggi
yang diangkat sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 14/2005
tentang Guru dan Dosen, Pasal 1, disebutka bahwa “Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
24 Schuler, R.S & Jackson, S.E. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi
Abad Ke-21, Alih bahasa Nurdin, S dan Dewi Kartini Y, Jakarta, Erlangga.
25 Sarwono dan Rohmad (2013) Pengaruh Kinerja Pegawai dan mutu pelayanan
pegawai Terhadap Kepuasan Masyarakat Dalam Memperoleh Kartu tanda Penduduk dan Kartu
Keluarga di Kantor Kecamatan Baki. Jurnal Manajemen Bisnis Syariah No.1 Januari 2013.
26 Nilakusmawati,Srinadi. 2008 Faktor-faktor Penentu Kepuasan Mahasiswa Terhadap
Pelayanan Fakultas Sebagai Lembaga Pendidikan. (Studi Kasus di FMIPA, Universitas Udayana)
Jurnal Cakrawala Pendidikan, November 2008, Th. XXVII, No. 3.

21
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Dari sini
perlu ditekankan bahwa seorang dosen bukan hanya seorang pendidik profesional
pada perguruan tinggi, tetapi juga seorang ilmuwan. Untuk itu, dalam UU No.
14/2005
Pasal 45, disebutkan bahwa “Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan ruhani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional".
Secara umum bisa dikatakan bahwa Pemerintah melalui Pasal 46 UU tersebut
mengharuskan setiap dosen memiliki kualifikasi akademik minimum sebagai
berikut: (1) Lulusan program magister untuk dosen diploma atau program sarjana;
dan (2) Lulusan progra doktor untuk dosen program pascasarjana.
Menurut Peraturan Pemerintah No 37 tahun 2009 tentang dosen,
mengatakan bahwa dosen adalah Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
UU No.14/2005 menyebutkan Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dosen merupakan komponen
penting dalam pendidikan tinggi, apapun kebijakan peningkatan mutu pendidikan
yang dirancang pada akhirnya dosen yang melaksanakan dalam proses belajar
mengajar (PBM).
Di lingkungan pergururan tinggi dosen merupakan salah satu kebutuhan
utama. Ia menjadi “jantung” geraknya sebuah perguruan tinggi. Dosen sangat
menentukan mutu lulusan dan perguruan tinggi tersebut, di samping secara umum

22
mutu perguruan tinggi tersebut. Setinggi apapun program mutu, visi, dan misi
sebuah perguruan tinggi, jika tidak ditunjang oleh mutu dosen, hal itu tidak akan
berjalan optimal.
Dosen merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Hal ini telah ditegaskan dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 35
ayat 3, bahwa untuk mencapai mutu standar pendidikan itu tidak hanya ditentukan
oleh unsur tenaga kependidikan yakni dosen, tetapi juga bagaimana pengelolaan
perguruan tinggi itu atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang dapat
dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa, “Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat”. Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional berfungsi meningkatkan martabat dan peran
dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
4. Ruang Lingkup Kerja Dosen
Kebijakan Pendidikan Tinggi di Indonesia secara umum diharapkan
mampu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di tengah masyarakat,
sehingga nantinya bisa menjadi sumber penggerak utama kemajuan kehidupan
masyarakat. Dalam hal ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah
yang terjadi. Situasi ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia untuk mengejar
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan memimpin kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

23
Karenanya, ruang lingkup kerja dosen meliputi bidang pendidikan,
penelitian, dan pengabdian/pelayanan pada masyarakat. Tetapi dosen juga dapat
terlibat dalam pengembangan akademik dan profesi, serta berpartisipasi dalam
pengelolaan institusi. Dalam pengelolaan tridharma perguruan tinggi, dosen
memiliki peran sebagai: a. Fasilitator dan narasumber dalam pembelajaran
mahasiswa; b. Peneliti dan pakar dalam bidang ilmunya masing-masing untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan seni; c.
Pengabdi/pelayan masyarakat dengan upaya/cara menerapkan keahliaannya itu
bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat.
Di samping tugas pokoknya, seorang dosen mempunyai tugas lain, yaitu
pengembangan akademik dan profesi, serta partisipasi dalam pengelolaan institusi.
Seara rinci, tugas-tugas tersebut antara lain:
a. Memfasilitasi pembelajaran mahasiswa, sehingga mereka dapat memperoleh
pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Membimbing mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga mereka
dapat secara mandiri menggunakan dan mengembangkan keahlian dan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya;
c. Membina mahasiswa dari segi intelektual, sekaligus sebagai konselor;
d. Menggunakan konsep, teori, dan metodologi dalam bisang yang ditekuninya,
sekaligus mampu menciptakan sejumlah konsep, teori, dan metodologi yang
secara operasional bisa diterapkan dalam kegiatan ilmiahnya;
e. Melakukan penelitian yang hasilnya dapat dipublikasikan melalui diskusi
seminar (peer group), seminar, jurnal ilmiah atau kegiatan pameran, di bidang
iptek, kebudayaan, dan kesenian;
f. Mengimplementasikan pengetahuannya dalam kegiatan pengabdian dan
pelayanan kepada masyarakat;
g. Melaksanakan kerja dalam tim dengan pihak lain di dalam manajemen
akademik untuk pencapaian visi universitas;
h. Mengembangkan keprofesian dengan berperan aktif dalam organisasi seminar.
Pembelajaran harus berfokus pada kepentingan peserta didik. Paradigma
ini menekankan pada tugas pembelajaran yang berfokus pada kegiatan belajar

24
mahasiswa, bukan hanya kegiatan membelajarkan dosen. Keadaan ini pula yang
ikut mendorong berkembangnya bidang kajian khusus yang sekarang dikenal
sebagai teknologi pembelajaran.
Dosen dituntut untuk menguasai keahlian atau profesi sebagai
pembimbing, pelatih dan pembina, yang harus mampu membelajarkan para
peserta didik/mahasiswa, sehingga terjadi transformasi nilai, sikap, dan
kemampuan pada diri dosen.
5. Karya Ilmiah
Karya ilmiah dapat disebut juga sebagai karangan ilmiah atau laporan
ilmiah. Ada beberapa pendapat tentang definisi dari karya ilmiah:
Menurut Eko Susilo (1995:11), karangan ilmiah merupakan suatu
karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari
oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun
menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan
isisnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.
Menurut Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan
ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan
yang baik dan benar.
Totok Djuroto dan Dr. Bambang Supriyadi dijelaskan bahwa karya
ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil penelitian,
yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban secara
ilmiah terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya.
Menurut Hery Firman, karya ilmiah adalah laporan tertulis dan di
publikasikan dipaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan
oleh seorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Adapun ciri-ciri dari suatu karya ilmiah adalah:
1). Struktur Sajian
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal
(pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal
merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan

25
pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik.
Bagian penutup merupakan kesimpulan pokok pembahasan serta rekomendasi
penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.
2). Komponen dan Substansi
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua
karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka.
Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.
3). Sikap Penulis
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan
dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan
bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.
4). Penggunaan Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang
tercermin dari pilihan kata / istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan
struktur yang baku.
6. Strategi
Menurut Smith seperti dikutip Bellack (1970), istilah “strategi” menunjuk
pada suatu pola kegiatan pelayanan untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk
melindungi datangnya pertentangan dari yang lainnya. 27 Selanjutnya dalam situasi
belajar dikatakan “tujuan strategi” diarahkan untuk menjamin belajar tertentu,
yang akan diperoleh dalam skala waktu yang mungkin dicapai; untuk
menyebabkan si belajar menggunakan perubahan pemikiran; dan untuk
meminimkan kesalahan respon si belajar dalam belajar konsep, prinsip, dan lain-
lain. Seels dan Richey (1994) menyatakan bahwa strategi instruksional tergantung
pada situasi belajar, lebih khusus interaksi dengan situasi belajar, isi, dan bentuk
belajar yang diharapkan.28 Menurut Dick dan Carey (1985) bahwa suatu strategi
instruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan
instruksional dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan

27 Bellack, A.A. (ed.). (1970). Theory and research in teaching. New York: Teachers
College Press, Columbia University.
28 Seels, B.B., and Richey, R.C. (1994). Instructional technology: The definition and
domains of the field. Washington, DC: Assosiation for Educational Communication and
Technology.

26
tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada si belajar. 29 Briggs (1979)
mengatakan strategi instruksional berkaitan dengan penentuan urutan yang
kemungkinkan tercapainya tujuan-tujuan, dan memutuskan bagaimana untuk
menerapkan kegiatankegiatan instruksional bagi masing-masing individu (si
belajar).30
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi adalah merupakan
pemilihan alternatif yang didasari oleh suatu pola diterapkan sebagai tindakan
pada serangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan.
7. Peran Strategis Dosen
Dosen di perguruan tinggi mempunyai peran strategis ditinjau dari sisi
pembinaan akademik dan mahasiswa. Dosen merupakan tenaga professional yang
menetapkan apa yang terbaik untuk mahasiswanya berdasarkan pertimbangan
profesional. Banyak pengakuan yang menyatakan bahwa pengembangan mutu
pendidikan dapat ditempuh melalui pengembangan mutu dosen. Hal ini tampak
dari temuan penelitian sebelumnya bahwa dalam pendidikan berlaku “the man
behind the system”, manusia merupakan faktor kunci yang menentukan kekuatan
pendidikan.32 Bahkan, pendidikan sebagai industri jasa merupakan “front line
provider and determine the quality of service delivery system”, dosen berada pada
garis terdepan dalam menentukan kualitas pelayanan. 31 Perguruan tinggi yang
inovatif, bermutu, dan tanggap terhadap perkembangan global dan tantangan
lokal, keberhasilannya terletak pada upaya perkembangan dan pembinaan.
Penggerak utama pertumbuhan, yaitu para dosen perguruan tinggi.32
Secara teoretis, banyak faktor yang dapat mempengaruhi peran dosen.
Sopiah menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu
adalah effort (usaha), ability (kemampuan), dan situasi lingkungan.33 Menurut

29 Dick, W., & Carey, L. (1985). The systematic design of instruction. (2nd ed.).
Glenview, Illinois: Scot, Foresman and Company.
30 Briggs, L.J.,(ed). Instructional design, principles and applications. Englewood
Cliffs, New Jersey: Educational Technology Publications. 32R.I. Miller, 1980. “Appraising
Institutional Performance”. Improving Academic Management. USA: John Wiley and Sons., h. 76.
31 E. Sallis, 2002. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page
Limited, h. 35.
32 L. Hendrajaya, 1999. “Proses Pertumbuhan Institut Teknologi Bandung”, Rumusan,
Pengertian, dan Gambar ITB. Bandung, h. 17.
33 Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Andi offset, h. 23.

27
Muchlas, perilaku dan kepribadian orang dewasa dipengaruhi oleh faktor
keturunan dan lingkungan dengan ‘variabel antara’ kondisi situasional. 34 Menurut
Wirawan (2009:7), kinerja merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yakni:
faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor
internal karyawan. Mathis & Jackson mengatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi individu bekerja meliputi kemampuan individual (bakat, minat,
kepribadian, dan sebagainya), tingkat usaha yang dilakukan (motivasi, etika,
kehadiran, dan sebagainya), dan dukungan organisasi (budaya, peralatan dan
teknologi).35
Menurut Castteter, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peran
seseorang berasal dari internal diri sendiri, dalam organisasi, dan lingkungan
eksternal. Sumber yang berasal dari dalam diri wujudnya antara lain: kelemahan
intelektual, kelemahan fisiologis, demotivasi, faktor personalitas, keusangan atau
ketuaan, preparasi posisi, dan orientasi nilai. Sumber yang berasal dari dalam
organisasi meliputi: sistem organisasi, peranan organisasi, perilaku yang
berhubungan dengan pengawasan, iklim organisasi, dan budaya organisasi.
Sumber dari lingkungan eksternal, seperti: keluarga, kondisi ekonomi, politik,
hukum, nilai-nilai sosial, pasaran kerja, perubahan teknologi, dan perkumpulan-
perkumpulan.36
Peran dosen dalam penjaminan mutu di perguruan tinggi dalam penelitian
ini diartikan sebagai perilaku yang diharapkan dari seorang dosen, dalam hal
pelaksanaan tugas-tugas pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Berhubung perilaku atau kinerja dosen dipengaruhi berbagai faktor,
maka penilaian terhadap peran dosen dalam penjaminan mutu perlu dikaji
faktorfaktor yang mempengaruhinya, yakni kepemimpinan, budaya organisasi,
kompetensi, dan motivasi berprestasinya. Kepemimpinan merupakan salah satu
fungsi manajemen yang mendasar.

34 M. Muchlas, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,


h. 84.
35 R,L. Mathis & Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management. (Terjemahan oleh
Diana Angelica). Jakarta: Salemba Empat, h. 113.
36 W.B. Castetter, W.B. 1996. The Human Resource Function and Educational
Administration. (Sixth Edition). New York: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, h. 271.

28
8. Pengembangan Mutu Dosen
Pada Pasal 5 ayat (1) Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang
Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara No.
38/KEP/MKWASPAN/8/1999 tentang Jabatan Fungsional Dosen, disebutkan
bahwa jabatan fungsional dosen terdiri atas jabatan dosen pada program
pendidikan akademik dan dosen pada program pendidikan profesi. Pada ayat (2)
peraturan tersebut, dijelaskan bahwa jenjang jabatan dosen yang terendah sampai
dengan yang tertinggi pada program pendidikan akademik adalah: a. Asisten Ahli;
b. Lektor; c. Lektor Kepala; dan d. Guru Besar.
Perguruan tinggi berkewajiban untuk menciptakan sistem yang
mengupayakan pengembangan mutu dosen. Lembaga juga harus menetapkan
kriteria dosen dan manajemen mutu dosen demi tercapainya profesionalisme
dosen. Manajemen mutu dosen dimaksudkan untuk memberdayakan dosen,
sehingga mereka dapat berprestasi sebaik mungkin. Karenanya, untuk mendukung
tercapainya fungsi dosen tersebut, diperlukan tiga kondisi, yaitu:
a. Kondisi yang memberi peluang kepada dosen untuk melaksanakan dan
mengembangkan pekerjaannya secara lebih baik;
b. Kondisi yang memberikan kesempatan kepada dosen dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaannya tersebut dengan sangat memuaskan;
c. Kondisi yang mendorong dosen untuk melaksanakan pekerjaannya dengan
baik. Adapun, standar mutu yang baik bagi dosen adalah tercapainya
profesionalisme yang tinggi yang mencakup:
a. Kepakaran. Adanya pengakuan atas kepakaran atau tinggi penguasaan terhadap
disiplin ilmunya oleh kelompok sejawat (peer group);
b. Pengembangan kepakaran. Adanya kegiatan penelitian ilmiah dan penguasaan
ilmu, adanya penulisan makalah/buku;
c. Menerapkan teknologi instruksional, sertifikasi di bidang pengajaran, dan
kepuasan mahasiswa;
d. Menerapkan etika pada waktu mengajar, meneliti, dan kegiatan profesi yang
tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan melanggar etika, nilai-nilai akademik
dan kegiatan profesi.

29
Kebijakan dasar HELTS (2003-2010) menyebutkan, daya saing bangsa
tidak lagi bertumpu pada kekayaan sumber daya alam atau ongkos buruh yang
murah, tetapi semakin ditentukan oleh inovasi (teknologi) dan kreativitas dalam
memanfaatkan ilmu pengetahuan.
Margono Slamet dalam Unri (2000) mengatakan bahwa dosen dikatakan
bermutu tidak menempatkan dirinya sebagai pakar yang dapat menjawab segala
persoalan, tetapi lebih sebagai “penolong” yang memiliki pengertian yang utuh
tentang bidang ilmu yang digelutinya.
Karenanya, dosen yang bermutu adalah dosen yang harus memahami dan
mengutarakan kepada para mahasiswanya makna suatu kelas; sebagai sistem:
menjelaskan tujuan-tujuan sistem, dan pentingnya kerja kelompok untuk mencapai
tujuan; membantu mahasiswa memandang diri mereka sendiri sebagai komponen
dalam suatu sistem kelas guna membangun kerjasama ke arah optimalisasi
usahausaha mencapai tujuan bersama dan tujuan mahasiswa; dan mengerti bahwa
mahasiswa berbeda satu dengan lainnya, sehingga dosen berusaha menciptakan
minat, tantangan, dan kegembiraan bagi setiap orang dalam proses belajar.
UU No. 14/2005 Pasal 69 menyatakan pembinaan dan pengembangan
profesi dosen meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Nur Syam mengemukakan,
pengembangan profesi dosen meliputi empat kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi pedagogis atau kemampuan dosen mengelola pembelajaran
2. Kompetensi kepribadian atau standar kewibawaan, kedewasaan, dan
keteladanan
3. Kompetensi profesional atau kemampuan dosen untuk menguasai content dan
metodologi pembelajaran
4. Kompetensi sosial atau kemampuan dosen untuk melakukan komunikasi sosial,
baik dengan mahasiswa maupun masyarakat luas.37

37 Nur Syam, 2006. "Standardisasi Dosen Perguru-an Tinggi",


dalam http://nursyam.sunan-ampel.ac. Diakses pada 20 Agustus 2015.

30
Selanjutnya, Romli Sy-Zain menyatakan terdapat 7 (tujuh) program
pengembangan profesionalisme dosen sekaligus sebagai upaya peningkatan mutu
perguruan tinggi di Indonesia.38
1). Pengembangan Kompetensi Pedagogis
Kompetensi pedagogis merupakan tulang punggung keberhasilan proses
pendidikan di perguruan tinggi. Kompetensi pedagogis ini terkait dengan cara
mengajar yang baik dan tepat, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar dan efektif. Seorang dosen, selain harus memiliki kepakaran di
bidang keilmuannya, juga harus menguasai teori-teori dan teknik pengajaran serta
aplikasinya dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi. Peningkatan
kemampuan di bidang ini merupakan hal utama dalam pengembangan
profesionalisme dosen.
Untuk meningkatkan kemampuan pedagogis ini, para tenaga dosen perlu
diberikan pelatihan yang terkait dengan metode pengajaran di perguruan tinggi
yang meliputi:
a. Metode Diskusi (Discussion Method). Metode ini lebih efektif dari metode
ceramah, karena diskusi menuntut mental dan pikiran serta tukar menukar
pendapat. Selain itu, diskusi juga lebih komunikatif, mampu menjelaskan
hal-hal yang masih semu, dan mampu mengungkap tingkat keaktifan
setiap mahasiswa.
b. Metode Studi Kasus (The Case Method). Metode ini relevan terutama
untuk program studi yang menekankan penerapan suatu hukum terhadap
suatu kasus, misalnya di fakultas hukum atau fakultas pertanian, dan lain-
lain. Suatu kasus dijadikan bahan untuk diskusi mahasiswa di bawah
bimbingan dosen.
c. Metode Tutorial (Tutorial Method). Metode ini berupa penugasan kepada
beberapa mahasiswa tentang suatu objek tertentu, lalu mereka
mendiskusikannya dengan pakar di bidangnya untuk memastikan validitas
pemahaman mereka tentang objek tersebut.

38 Romli Sy-Zain, 2010. Strategi Pengembangan Profesionalisme


Dosen www.dikbudcairo.org/file/makalah_romli_sy_zain. Diakses pada 20 Agustus
2015.

31
d. Metode Tim Pengajar (Team Teaching Method). Salah satu bentuk dari
metode ini adalah sekurang-kurangnya dua orang dosen mengajar satu
materi kuliah yang sama dalam waktu yang sama pula, namun dengan
pokok bahasan yang saling melengkapi.
e. Metode Ceramah. Metode ini muncul paling awal dan banyak digunakan
terutama jika mahasiswa dalam satu kelas sangat banyak.
2). Pengembangan Kompetensi Teknik Informasi
Zaman ini disebut dengan zaman teknologi informasi. Perkembangan
teknologi informasi yang demikian cepat merupakan tantangan baru bagi para
praktisi pendidikan, termasuk dosen. Para pakar pendidikan memandang bahwa
penguasaan para dosen terhadap teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap
kesuksesannya dalam mengelola pembelajaran di perguruan tinggi.
Pengembangan kemampuan teknologi informasi ini dibutuhkan beberapa
hal berikut:
a. Ketersediaan fasilitas teknologi berikut perlengkapannya, baik berupa
komputer,video, proyektor, perlengkapan internet, dan sebagainya.
b. Ketersediaan isi serta bahan-bahan terkait metode penggunaan teknologi
informasi tersebut untuk mendukung metode pengajaran dan pelaksanaan
kurikulum pendidikan.
c. Penyelenggaraan pelatihan bagi para dosen tentang cara penggunaan
alatalat teknologi informasi tersebut, sehingga pada saatnya mereka dapat
mengajarkannya juga kepada para mahasiswa. Dengan demikian, proses
pembelajaran akan berlangsung lebih efektif dan produktif.
3). Pengembangan Kompetensi Manajemen /Administrasi
Sistem manajemen perguruan tinggi berbeda dengan manajemen di
lembaga-lembaga lainnya. Manajemen di perguruan tinggi yang baru didirikan
berbeda dengan manajemen di perguruan tinggi yang sudah maju. Untuk
menunjang kemampuan manajemen para dosen, perlu diberikan pelatihan intensif
dan berkesinambungan mengenai manajemen/administrasi umum,
administrasi/manajemen perguruan tinggi, perumusan strategi pendidikan,
dasardasar perencanaan pendidikan, manajemen kurikulum, pengambilan

32
keputusan, administrasi/manajemen kepegawaian, manajemen sumber daya
manusia, manajemen konflik, penyusunan program berikut pelaksanaannya,
hubungan masyarakat, dan sebagainya.39
4). Pengembangan Kompetensi Kurikulum
Kurikulum merupakan fundamen yang sangat penting untuk mencetak
mahasiswa yang berkualitas tinggi. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
kandungannya memperhatikan perkembangan ipteks dan kebutuhan stakeholder
serta mampu mendorong kemampuan peserta didik menjadi kreatif dan inovatif.
Para dosen menjadi kunci pembuka pengembangan kurikulum, karena merekalah
yang paling menguasai secara mendalam masing-masing disiplin keilmuan.
Peningkatkan kemampuan tenaga dosen dalam merumuskan kurikulum,
perlu diselenggarakan kegiatan berupa:
a. Pertemuan, baik seminar, lokakarya, maupun lainnya, yang tujuannya
memperbarui pengetahuan para dosen tentang perkembangan terbaru di
bidang disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan itu akan menjadi bekal mereka
dalam merumuskan kurikulum yang baik.
b. Pelatihan cara menyusun rencana materi pengajaran. Tugas ini terbilang
sulit terutama bagi para dosen baru. Tetapi ia sangat penting karena dapat
membantu dosen mengatur kisi-kisi pengajarannya, seperti tujuan, isi,
model, strategi, evaluasi dan referensi pengajaran.
c. Pelatihan cara merancang rencana materi pengajaran berdasarkan tujuan dan
target dari masing-masing materi pelajaran, serta unsur-unsur rencana
pengajaran.
d. Pertemuan, baik seminar, lokakarya, maupun lainnya, yang diadakan setelah
pembaruan kurikulum dengan maksud menyatukan persepsi di antara para
dosen tentang metode dan cara yang efektif untuk menjalankan kurikulum
tersebut agar berhasil seperti yang diharapkan. Dengan pertemuan tersebut
akan terjadi harmoni antara kurikulum baru dengan perkembangan
pengetahuan para dosen.
5). Pengembangan Kompetensi Ilmiah (Riset dan Publikasi)
39 Taj Fadllullah, 1999. Tadrib Idarat al-'Ulya wa al-Qiyadiyyah, Sudan: Wizarat
alTa'lim al-'Aliy, h. 67.

33
Salah satu tugas pokok perguruan tinggi adalah mengembangkan ilmu
pengetahuan. Tugas tersebut direalisasikan melalui pengkajian dan riset-riset
ilmiah yang dilakukan oleh komunitas akademik yang terdapat di dalamnya,
terutama para dosen.
Dengan demikian tugas para dosen tidak terbatas pada kegiatan mengajar
saja. Mereka juga dituntut terus melakukan riset-riset ilmiah secara serius dalam
bidang yang digelutinya agar dapat menyumbang dan memperkaya ilmu
pengetahuan.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, para dosen diharuskan untuk terus
melakukan penelitian dan menerbitkan karya-karya mereka melalui jurnal-jurnal
ilmiah atau buku. Seorang dosen yang tidak lagi meneliti dan menerbitkan karya
ilmiahnya akan diberhentikan oleh universitas meskipun dia telah bekerja dalam
waktu yang lama. Slogan yang jamak didengar di perguruan tinggi Amerika
tentang hal ini adalah: "terbitkan karya atau karir binasa”.
(http://en.wikipedia.org /wiki/Publish_or_perish) Beberapa indikator yang
umumnya dipakai untuk menilai produktivitas ilmiah seorang dosen adalah jumlah
dan kualitas publikasi ilmiahnya, penghargaan dan pengakuan atas karya maupun
integritas ilmiahnya, serta tingkat aktivitas ilmiahnya, seperti keanggotaannya di
lembaga-lembaga ilmiah dan partisipasinya dalam seminar, lokakarya dan
kegiatan ilmiah lainnya.
Di antara program yang perlu dilaksanakan untuk mengembangkan
produktivitas ilmiah para dosen adalah:
a. Pelatihan metodologi dan etika penelitian ilmiah dengan segala aspeknya
terutama yang terkait dengan disiplin ilmu masing-masing kelompok dosen.
b. Penyediaan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan untuk penelitian, seperti
komputer, laboratorium, perpustakaan yang lengkap, dan sebagainya.
c. Pengaturan beban jam mengajar para dosen agar mereka mempunyai
kesempatan untuk menulis buku, menghadiri seminar maupun melakukan
semua proses penelitian

34
d. Menyokong pendanaan atau membantu menghubungkan dengan lembaga
yang dapat membiayai proyek penelitian para dosen.40
6). Pengembangan Kompetensi Evaluasi
Dalam proses evaluasi pendidikan di perguruan tinggi ini, para tenaga
dosen memiliki peran yang sangat penting, karena merekalah yang berhak menilai
dan menimbang kualitas pembelajaran yang mereka berikan atau yang berlaku di
universitas tempat mereka mengabdikan diri. Selain sebagai pihak yang
mengevaluasi, para dosen juga merupakan objek evaluasi. Kinerja mereka sebagai
tenaga pengajar juga dinilai untuk diperbaiki atau diberi penghargaan berupa
kenaikan pangkat.
Karena itu, untuk mengembangkan kemampuan dosen dalam melakukan
evaluasi pendidikan, perlu diadakan:
a. Pelatihan tentang filosofi dan teori-teori evaluasi modern dalam bidang
pendidikan agar dosen menyadari bahwa evaluasi merupakan bagian yang
inheren dan penting dalam proses pendidikan. Selain itu agar mereka
memahami mekanisme evaluasi pendidikan yang benar.
b. Pelatihan tentang teknik-teknik dan model-model evaluasi untuk kemudian
menentukan metode evaluasi yang kuratif demi perbaikan dan
pengembangan program-program akademis. Selanjutnya pelatihan tentang
cara menyusun rencana evaluasi dan mekanisme implementasinya, baik
untuk menilai kinerja dosen sendiri maupun tingkat capaian mahasiswa
secara objektif, menetapkan standar dan kriteria, serta melakukan
pengujian-pengujian terhadap pelaksanaan program-program akademis di
perguruan tinggi.
7). Pengembangan Kompetensi Personal
Sebagai salah satu pilar utama perguruan tinggi, tingkat kemampuan dan
integritas personal para dosen menjadi salah satu faktor yang menentukan
optimalisasi proses pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi. Jika para
dosen tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta
perubahan metode atau teknologi pendidikan yang berubah cepat, maka yang

40 Yusuf Sayyid Mahmud, 2009. Tathwir al-Ta'lim al-Jami'iy, Cairo: Dar al-Kitab
alMasry al-Lubnaniy, h. 164.

35
terancam bukan hanya masa depan para lulusannya, tetapi juga eksistensi dan
masa depan perguruan tinggi tersebut. Karena itu, dosen dituntut untuk terus
meningkatkan kemampuan ilmiah dan kepribadiannya melalui berbagai upaya
yang mungkin dilakukannya.
Sebenarnya tidak ada program khusus untuk mengembangkan integritas
personal para dosen. Setiap dosen berhak menentukan program apa yang
dibutuhkan untuk mengembangkan profesionalisme-nya. Meski demikian,
beberapa pakar pendidikan mengemukakan program-program yang perlu
dilakukan para dosen dalam rangka melejitkan potensi dan kemampuan dirinya.
Programprogram ini mendorong para dosen untuk:
a. Sesering mungkin berpartisipasi dalam seminar atau konferensi yang
terkait displin keilmuannya, baik di tingkat nasional maupun internasional.
b. Melakukan studi komparatif ke perguruan tinggi atau lembaga pendidikan
lainnya di dalam dan luar negeri untuk mengetahui serta belajar dari
pengalaman lembagalembaga pendidikan lain tersebut
c. Berusaha membentuk semacam asosiasi para pakar atau organisasi profesi
di bidang keilmuannya untuk kemudian menggelar kegiatan-kegiatan
ilmiah serta menerbitkan jurnal-jurnal ilmiah
d. Menyusun program-program pelatihan dan proyek-proyek penelitian
berskala nasional dan internasional bekerjasama dengan lembaga-lembaga
ilmiah di dalam atau di luar negeri.
e. Memanfaatkan kerjasama yang sudah terjalin dengan lembaga-lembaga
nasional maupun internasional dalam rangka internasionalisasi perguruan
tinggi dan pengabdian terhadap kemanusiaan secara umum.
f. Terkait dengan etika pribadi, seorang dosen dituntut untuk mencintai
kebenaran dan selalu berusaha menemukan kebenaran-kebenaran baru,
toleran terhadap perbedaan pendapat, adil, jujur serta bertanggung jawab.

B. Literature Review
Penelitian tentang mutu dosen di perguruan tinggi sudah banyak diteliti.
Hanya saja, penelitian yang terkait dengan persoalan mutu dosen tetap swasta

36
(PTAIS), misalnya yang berkaitan dengan produktivitas karya ilmiah di
lingkungan perguruan tinggi agama Islam swasta (PTAIS), utamanya di
lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bisa dikatakan belum ada atau
setidaknya masih perlu penelitian lebih lanjut. Adapun, penelitian yang berkaitan
dengan mutu dosen di perguruan tinggi yang pernah dilakukan di antaranya
adalah:
Masluyah Suaib, “Kebijakan dan Pengembangan Mutu Dosen”, artikel
jurnal, Universitas Tanjung Pura, Pontianak, 2012. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa profesionalisme dosen merupakan salah satu tolok ukur dalam menjalankan
sistem penjaminan mutu akademik. Profesionalisme harus menjadi nilai kultural
yang dimiliki dosen untuk selalu menampilkan karya terbaik dalam menjalan
tugas dan fungsinya sebagai dosen. Karenanya, institusi perguruan tinggi
berkewajiban untuk menciptakan sistem yang mengupayakan pengembangan
kemampuan profesionalisme dosen. Dalam hal ini, standar mutu atau profesional
dosen mengacu pada kriteria: 1. Kepakaran; 2. Pengembangan kepakaran; 3.
Menerapkan teknologi instruksional; dan 4. Menerapkan etika dalam pengajaran,
penelitian dan kegiatan profesi.
Shinta Wahyu Hati, “Pengaruh Kepemimpinan dan Kinerja Dosen
terhadap Mutu Pelayanan di Politeknik Negeri Batam”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam Volume 9 Nomor 2 Tahun 2013, Fakultas Ekonomi UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang. Penelitian memberikan kesimpulan bahwa Kepemimpinan
berpengaruh besar terhadap mutu pelayanan. Kepemimpinan sangat berhubungan
dengan Keteladanan, Kewibawaan, Kecakapan, Penyampaian info dan
Pengambilan keputusan yang berimbas pada peningkatan mutu pelayanan
akademik. Kinerja kerja dosen secara signifikan mempengaruhi mutu pelayanan,
dengan koefisien regresi sebesar 0.559 (p-value= 0.000). Hal ini menunjukkan
bahwa kinerja dosen akan mendorong naiknya mutu pelayanan secara langsung
sebesar 55,9%. Selain itu, kepemimpinan dan kinerja kayawan secara
bersamasama mempengaruhi mutu pelayanan sebesar 68,1%. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan kepemimpinan yang baik, penuh dengan tanggung

37
jawab, berkarakter dan berwibawa, dan adanya kinerja yang tinggi para karyawan
dosen, akan mendorong naiknya mutu pelayanan sebesar 68,1%.
Bambang Sumardjoko, “Faktor-faktor Determinan Peran Dosen dalam
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi”, Cakrawala Pendidikan, November 2010,
Th. XXIX, No. 3, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penelitian menunjukkan
bahwa Secara umum, terdapat model teruji empirik peran dosen dalam
penjaminan mutu di perguruan tinggi swasta. Secara khusus, kesimpulan
penelitian ini adalah terdapat kontribusi positif dan signifikan baik secara parsial
maupun simultan variabel kepemimpinan, budaya organisasi, kompetensi dosen,
dan motivasi berprestasi terhadap peran dosen dalam penjaminan mutu di
perguruan tinggi. Implikasinya, jika ingin meningkatkan peran dosen dalam
penjaminan mutu di perguruan tinggi maka perlu dikembangkan kepemimpinan
visioner, budaya organisasi yang mantap, dan didukung oleh dosen-dosen
berkompeten, dan memiliki motivasi berprestasi tinggi.
Mudilarno, “Implikasi Penilaian Kinerja Dosen oleh Mahasiswa terhadap
Pengembangan Perkuliahan dan Dalam Konteks Sistem Penjaminan Mutu
Akademik Di STTA Yogyakarta”, Jurnal Angkasa, Volume 2, Nomor 1, April
2010. Penelitian ini membuktikan bahwa Pelaksanaan maupun hasil evaluasi
kinerja dosen di STTA Yogyakarta sampai saat ini muncul kesan lebih didominasi
oleh aspek kuantitatif serta pemanfaatan atas data yang diperoleh terlihat masih
kurang maksimal. Komunikasi yang berupa penyampaian kepada dosen yang
bersangkutan atas rekap data evaluasi kinerja serta penjelasan singkat dan secara
garis besar oleh ketua STTA Yogyakarta dalam forum rapat adalah merupakan
satu hal sudah cukup bagus. Namun demikian sesuai dengan metode maupun
media yang dipergunakan selama ini kemungkinan besar hasilnya kurang efektif
mengingat kemungkinan besar seorang dosen masih belum mengetahui secara
persis atas kekurangan yang masih ada dalam pelaksanaan tugas mengajarnya.
Terlepas dari tingkat subyektivitas yang ada, penilaian kinerja dosen oleh
mahasiswa patut menjadi perhatian dalam rangka mengembangkan PBM dan
sistem penjaminan mutu akademik di STTA Yogyakarta. Perhatian yang
dimaksud di antaranya berupa penyampaian informasi atas penilaian kinerja

38
kepada dosen yang besangkutan serta diadakannya komunikasi yang cukup
intensif oleh pihak terkait.
Suharto, “Pengembangan Profesionalisme Dosen”, Jurnal
Pengembangan Humaniora, Vol. 11 No. 1, April 2011, Politeknik Negeri
Semarang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pengembangan profesi dosen
meliputi empat kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Strategi pengembangan
profesionalisme dosen sekaligus sebagai upaya peningkatan mutu perguruan tinggi
di Indonesia, meliputi: Pengembangan Kompetensi Pedagogis; Pengembangan
Kompetensi Teknik Informasi; Pengembangan Kompetensi
Manajemen/Administrasi; Pengembangan Kompetensi Kurikulum; Pengembangan
Kompetensi Ilmiah (Riset dan Publikasi); Pengembangan Kompetensi Evaluasi;
dan Pengembangan Kompetensi Personal. Strategi pengembangan profesi dosen
sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari program pengembangan
perguruan tinggi secara umum. Keberhasilan dari program tersebut akan
berpengaruh terhadap kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Program-program
tersebut perlu diimplementasikan secara teratur dan berkesinambungan agar betul-
betul tercipta para dosen yang berkualitas tinggi dan mampu mendorong kemajuan
perguruan tinggi.
Efendi Napitupulu, “Pengaruh Model dan Strategi Pelatihan terhadap
Mutu Pelayanan Dosen, Jurnal Teknologi Pendidikan”, Fakultas Teknik dan PPs
Universitas Negeri Medan. Penelitian ini menemukan fakta bahwa Secara
keseluruhan, mutu pelayanan dosen di kelas, kelompok dosen dengan
menggunakan model berfokus pada mutu lebih baik dibandingkan dengan model
konvensional. Dengan melatih dosen dengan strategi koperatif, mutu pelayanan
dosen di kelas, kelompok desen yang menggunakan model berfokus pada mutu
lebih baik dibandingkan dengan kelompok dosen yang menggunakan model
konvensional. Dengan melatih dosen dengan strategi individualistik, mutu
pelayanan dosen di kelas, kelompol dosen yang menggunakan model
konvensional tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok dosen yang
menggunakan model berfokus pada mutu. Tidak terdapat interaksi antara model

39
perbaikan mutu pengajaran dengan strategi pelatihan terhadap mutu pelayanan
dosen di kelas.
Sementara, penelitian yang akan dilakukan ini nantinya akan berbeda
dengan penelitian-penelitian terdahulu, sebagaimana telah disebutkan di atas.
Penelitian ini akan lebih memfokuskan tentang mutu dosen di lingkungan PTAIS
wilayah Jakarta. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan setidaknya
memiliki 2 (dua) aspek yang membedakannya dengan penelitian-penelitian
terdahulu, yaitu: 1). Penelitian ini ingin menggali dan mengidentifikasi
faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengembangan mutu dosen dalam
rangka meningkatkan mutu pembelajaran di lingkungan PTAIS wilayah Jakarta;
dan 2). Penelitan ini berupaya merancang model dan strategi yang dapat
diterapkan dalam pengembangan mutu dosen di lingkungan PTAIS wilayah
Jakarta.

40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah yang menjadi kewenangan
relatif Kopertais (koordinator perguruan tinggi agama Islam swasta) wilayah I
Jakarta. Dalam hal ini, istilah Kopertais wilayah I meliputi PTAIS yang berada di
wilayah Jakarta, Depok, dan Tangerang (termasuk Tangerang Selatan). Dalam hal
ini, peneliti memilih 9 (sembilan) PTAIS yang didasarkan pada pertimpangan
wilayah/geografis, level perguruan tinggi (sekolah tinggi, institute, dan
universitas), dan akreditasi.
Adapun, pelaksanaan penelitian ini selama lima bulan, dimulai dari Juli
hingga November 2017.

B. Setting Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan rancangan studi
kasus. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif rancangan studi kasus,
karena ingin mengetahui gambaran yang lengkap tentang pelaksanaan peningkatan
mutu pengajaran dosen PTAIS wilayah Jakarta. Untuk mengungkap penelitian
diperlukan pengamatan yang mendalam dengan latar belakang yang alami
(natural setting). Menurut Yin, studi kasus adalah salah satu metode penelitian
ilmu-ilmu sosial yang merupakan strategi yang lebih cocok jika pertanyaan suatu
penelitannya adalah bagaimana dan mengapa.41
Dengan demikian pendekatan penelitian yang sesuai adalah kualitatif
dengan rancangan studi kasus. Pendekatan ini dianggap mampu memberikan
pemahaman yang mendalam dan rinci berkaitan dengan peningkatan mutu dosen,
utamanya di bidang pengajaran, di lingkungan PTAIS Jakarta.

41 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011, h. 1.

41
C. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian deskriptif-analisis dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan
menginterpretasikan masalah-masalah yang menjadi objek penelitian.

D. Populasi dan Informan


Populasi yang menjadi pemberi informasi (informan) utama penelitian
adalah para dosen tetap dan kepala biro akademik di lingkungan PTAIS wilayah
Jakarta. Dari 61 kampus PTAIS yang berada di bawah Kopertais Wilayah I
Jakarta diambil 9 kampus untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan sampel
ini dengan mempertimbangkan beberapa aspek atau kriteria, yaitu aspek lokasi,
jenjang atau level perguruan tinggi (yaitu sekolah tinggi, institut, dan universitas),
serta aspek akreditasi (yaitu kampus yang sudah terakreditasi minimal ‘B’ oleh
BAN-PT). Dalam hal ini, sampel yang akan diteliti adalah Institut PTIQ Jakarta,
IIQ Jakarta, dan STAI Al-Hikmah Jakarta, FAI Universitas Muhammadiyah
Jakarta, Prodi FAI Universitas Al-Azhar Jakarta, STAI Al-Hamidiyah Depok,
STIT Islamic Village Tangerang, Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang.
Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih atau menetapkan para
dosen sebagai informan antara lain:
1. Para dosen tetap yang menjabat di struktur kampus
2. Para dosen tetap yang pernah terlibat dalam manajemen mutu dosen.
3. Para dosen tetap yang pernah menulis di jurnal nasional.
4. Para pejabat/kepala biro akademik dan penjaminan mutu di lingkungan
PTAIS wilayah Jakarta.

Terkait informan, peneliti di sini berperan sebagai informan sekaligus


instrumen kunci, karena peneliti memiliki tugas untuk mengetahui manajemen
mutu di PTAIS wilayah Jakarta. Kegiatan ini dilakukan melalui observasi di
lapangan, seperti data-data jumlah mahasiswa dan sistem akademik di
masingmasing kampus yang dijadikan sampel atau objek penelitian. Untuk
mendapatkan informasi yang akurat peneliti dibantu oleh seorang informan

42
sebagai key instrument, sehingga mendapatkan informasi yang akurat sebelum
melaksanakan penelitian lebih lanjut. Setelah melakukan observasi, peneliti mulai
terjun lapangan pada oktober 2017 dengan mewawancarai para pimpinan lembaga
dan dosen di kampus yang dijadikan sampel penelitian.

E. Sumber Data Penelitian


Menurut Sugiyono pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer,
dan sumber skunder. Sumber primer adalah sumber data langsung memberikan
data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen.42 Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah para
pimpinan PTAIS dan para dosen. Adapun sumber data sekunder adalah hasil
wawancara dan dokumentasi, seperti gambar dan rekaman yang menunjang
kelengkapan data di lapangan.

F. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Karenanya, teknik
pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitan ini disesuaikan dengan
jenis penelitian tersebut. Marshall, Gretchen B. Rossman dalam Sugiyono
menyatakan bahwa: “the fundamental methods relied on by qualitative
researchers for gathering information are, participation in the setting, direct
observasion, indepth interviewing, documents review”. (Metode mendasar yang
diandalkan oleh peneliti kualitatif untuk mengumpulkan informasi adalah,
partisipasi pada latar tempat, peninjauan langsung, wawancara mendalam,
meninjau kembali dokumen).43
Dalam hal ini, tehnik pengumpulan data yang akan digunakan adalah:
1. Observasi
Teknik ini dilakukan untuk memperoleh kesempatan mengamati secara
mendalam proses pengelelolaan dan pengembangan mutu dosen di biro akademik,

42 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: CV.


Alfabeta, 2010, h. 224.
43 Sugiyono, Metode Penelitian, h. 226.

43
fakultas, dan lembaga penjaminan mutu (LPM) di lingkungan PTAIS wilayah
Jakarta. Hal pertama yang akan diamati adalah prosen kerja yang dilakukan oleh
fakultas dan LPM dalam mendata dan mengidentifikasi karya-karya ilmiah dosen.
Setelah itu, peneliti berupaya melihat proses evaluasi yang dilakukan oleh fakultas
dan lembaga penjaminan mutu terkait produktivitas ilmiah dosen tetap di PTAIS
wilayah Jakarta.
Marshal dalam Sugiyono (2008: 227-228) menyatakan bahwa melalui
observasi, peneliti akan mengetahui tingkah laku dan arti dari tingkah laku
tersebut. Observasi dapat dilakukan dengan cara:
a). Observatif partisipatif, dimana peneliti ikut terlibat dengan kegiatan sehari-hari
orang yang sedang diamati atau yang sedang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Pada saat melakukan pengamatan, peneliti juga ikut melakukan apa
yang dilakukan oleh sumber data.
b). Observasi terus terang atau tersamar, yakni peneliti menyatakan terus terang
kepada sumber ata bahwa ia sedang melakukan penelitian. Tetap dalam suatu
saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk
menghindari jika suatu data yang hendak dicari merupakan data yang rahasia.
c). Observasi tak berstruktur, jika fokus penelitian belum jelas, peneliti bisa
melakukan observasi ini. Fokus observasi akan berkembang selama kegiatan
observasi berlangsung. Akan tetapi jika fokus observasi sudah jelas maka dapat
menggunakan observasi terstruktur dengan menggunakan pedoman observasi.
Observasi ini tidak dipersiapkan secara sistematis, hal ini dilakukan karena
peneliti tidak mengetahui secara pasti apa yang akan diamati.
Peneliti melakukan pengamatan di sembilan PTAIS Jakarta, Depok, dan
Tangerang mengenai rutinitas kegiatan, harian, minguan dan bulanan serta
kegiatan-kegiatan yang merupakan program dari sekolah dan dalam rangka
memperingati hari tertentu. Pengamatan tentang linkungan kampus, kegiatan
mahasiswa, dosen dan staf hariannya, sehingga mampu menunjang kelengkapan
informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.
2. Wawancara

44
Para informan yang telah ditentukan akan diwawancarai secara mendalam
dengan mengacu pada pedoman atau daftar pertanyaan umum digunakan yang
telah dirumuskan sebelumnya.
Esterberg dalam Sugiyono (2008: 233) menyatakan, ada tiga macam
wawancara, yaitu:
a). Wawancara Terstruktur
Teknik ini digunakan jika peneliti telah mengetahui dengan pasti
informasi apa yang akan diperoleh. Pada teknik pengumpulan data ini,
peneliti telah mempersiapkan instrumen berupa daftar pertanyaan
tertulis yang alternatif jawabannyapun telah dipersiapkan. Setiap
responden akan mendapat pertanyaan yang sama dan pengumpul data
mencatatanya. Selain harus menyiapkan intrumen, pengumpul data juga
harus menyiapkan alat bantu berupa tape recorder, gambar, atau
material lain yang dapat membantu proses kelancaran wawancara.
b). Wawancara Semistruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam in-depth interview,
yakni lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
Tujuannya adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, tentan pendapat dan ide dari nara sumber.
c). Wawancara Tidak Terstruktur
Jenis wawancara ini adalah bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman yang
digunakan adalah garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Teknik ini digunakan dalam penelitian pendahuluan atau utuk penelitian
yang lebih mendalam tentang subyek yang diteliti.
Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Awal mulanya peneliti
melakukan wawancara yang tidak terstruktur guna mendapatkan gambaran
mutu dosen yang sebenarnya dari pimpinan lembaga dan dosen PTAIS
masing-masing.

45
3. Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif, Bodgan dalam
Sugiyono mengatakan bahwa “In most tradition of qualitative research, the
prase personal document is used broadly to refer to any first person narrative
roduced byindividual which describes his or her own actions, experience and
belief”.44 (Sebagian besar penelitian kualitatif, dokumen personal digunakan
untuk merujuk pada narasi orang pertama yang dihasilkan oleh seseorang
yang mendeskripsikan kegiatan, pengalaman, dan kepercayaannya).
Kajian dokumen dalam penelitian ini dilakukan untuk mempertajam
dan melengkapi data tentang implementasi Manajemen Mutu Pendidikan di
STIT Multazam. Dokumentasi yang dibutuhkan oleh peneliti diantaranya: a)
Jumlah tenaga pengajar, b) Jumlah peserta didik, c) Kalender akademik, d)
Program kegiatan dalam satu tahun, e) saran dan prasarana kampus, f) Profil
kampus.
4. Focus Group Discussion (FGD)
Teknik ini digunakan untuk mendorong pembicaraan mengenai topik
penelitian dan juga untuk membandingkan pengetahuan serta pendapat para
informan (dosen). Selain itu, tehnik ini digunakan untuk menentukan para
informan mana yang dapat menjadi informan utama.

G. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Miles
dan Hubberman (1984) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu, data reduction,
data display, dan conclusion drawing/verification.45
Dalam hal ini, langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini
dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, yakni proses reduksi data seperti
44 Sugiyono, Metode Penelitian, h. 240.
45 Sugiyono, Metode Penelitian, h. 247.

46
mengurangi beberapa data yang tidak relevan dengan kebutuhan peneliti ketika
melakukan wawancara dan dokumentasi, setelah data direduksi sehingga menjadi
relevan terhadap penelitian baru data disajikan dalam bentuk transkrip wawancara
dan penelitian yang dipaparkan di bab IV dalam paparan data dan penarikan
kesimpulan sementara atau sintesis dari masing-masing transkrip wawancara di
papaparan data bab IV. Langkah terakhir adalah melakukan verifikasi dan
penarikan kesimpulan.

H. Pengecekan Keabsahan Data


Pengecekan kredibilitas data menggunakan teknik triangulasi, yakni
triangulasi teknik pengumpulan data, triangulasi sumber data, pengecekan anggota
(member check), dan diskusi teman sejawat. Triangulasi teknik pengumpulan data,
dilakukan dengan membandingkan data yang dikumpulkan atau informasi yang
diperoleh melalui dokumentasi dan observasi. Triangulasi sumber data dilakukan
dengan cara menanyakan kebenaran suatu data atau informasi yang diperoleh dari
seorang informan kepada informan lainnya.
Pengecekan anggota (member check), dilakukan agar mendapat komentar
apakah setuju atau tidak untuk melengkapi informasi yang perlu dilengkapi.
Komentar dan tambahan informasi digunakan untuk memperbaiki catatan yang
telah dikumpulkan oleh peneliti selama di lapangan. Hal ini dilakukan hanya
kepada informan kunci. Peneliti melakukan pengecekan dengan
rektor/ketua/dekan dan dosen. Hal ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah
antara dokumentasi dan wawancara sesuai yang ada di lapangan. Pimpinan PTAIS
adalah pihak yang sering peneliti ajak berdiskusi dan mengkomunikasikan hasil
lapangan apakah sudah sesuai dengan pelaksanaan manajemen mutu terpadu yang
diharapakan.

I. Tahapan Penelitian
Menurut Moleong, dalam penelitian kualitatif, tahapan penelitian dari atas
empat yaitu:46
46 Moleong, Lexy. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004, h. 85.

47
1. Tahap pra lapangan
Ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dalam
tahap pra lapangan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami,
yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Menyusun rancangan penelitian, dalam menyusun rancangan penelitian,
peneliti melihat permasalahan yang terjadi dalam penerapan manajemen
mutu di PTAIS Wilayah Jakarta.
b. Memilih lapangan penelitian, peneliti memilih tempat penelitian di PTAIS
untuk mengetahui hal-hal yang sudah berjalan dengan baik dan hal-hal yang
perlu ditingkatkan dalam penerapan manajemen mutu terpadu di PTAIS
wilayah Jakarta.
c. Mengurus perizinan, setelah memilih lapangan penelitian, peneliti
mengajukan surat izin penelitian dan menentukan hari yang tepat untuk
melaksanakan penelitian sehingga tidak mengganggu proses belajar dan
belajar di PTAIS.
d. Menjajahi dan menilai keadaan lapangan, peneliti melihat dan menilai
aspekaspek yang akan diteliti sesuai dengan pelaksanaan manajemen mutu
terpadu di PTAIS.
e. Memilih dan memanfaatkan informan, yaitu dosen di lingkungan PTAIS
untuk mendapatkan informasi yang cukup untuk menemukan permasalahan
dalam pelaksanaan manajemen mutu di PTAIS.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian, peneliti mempersiapkan pertanyaan
untuk wawancara dan memilih pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanan
manajemen mutu terpadu di PTAIS.
g. Persoalan etika penelitian, peneliti hanya akan mewawancarai dengan
menggunakan pertanyaan yang berfokus pada 4 prinsip manajemen mutu
terpadu sehingga mendapatka informasi yang dibutuhkan.
2. Tahap pekerjaan lapangan
a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri

48
b. Memasuki lapangan
c. Berperan serta sambil mengumpulkan data
Pada tahap pekerjaan lapangan, penulis mulai melakukan penelitian
dengan melakukan wawancara, observasi dan triangulasi guna
mendapatkan informasi yang lebih tepat dan lebih mendalam. Penulis
adalah pelaku dalam pengumpulan data, serta pelaku juga dalam
pelaksanaan manajemen mutu dosen, utamanya bidang pengajaran, di
lingkungan PTAIS wilayah Jakarta.
3. Tahap analisis data
Data penelitian ini akan dianalisis secara deksriptif dan bertujuan
untuk menemukan data kualitatif mengenai manajemen mutu dosen.
Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan mutu dosen PTAIS
akan diidentifikasi dan dianalisis. Setelah itu, peneliti akan menganalisis
model pengembangan manajemen mutu dosen yang selama ini diterapkan,
sekaligus menganalisis strategi yang digunakan guna meningkatkan mutu
dosen tetap di PTAIS wilayah Jakarta.
Proses berikutnya adalah menganalisa data untuk membuat
kesimpulan sementara dan mereduksi data hingga akhirnya peneliti mampu
membuat kesimpulan akhir dari proses penelitian di lapangan. Reduksi data
dilakukan melalui penyeleksian, penggolongan dan pengorganisasian data.
Reduksi data ini berupa pengurangan dari hasil trankrip wawancara yang
tidak relevan terhadap pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara.
Dalam hal ini, berdasarkan pendekatan penelitian tersebut di atas,
maka diperoleh kesimpulan umum bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi
implementasi manajemen dalam rangka meningkatkan mutu dosen, utamanya
di bidang pengajaran, dan strategi implementasi manajemen mutu kampus.
Manajemen mutu kampus berkaitan erat dengan implementasi kebijakan mutu
pendidikan, sedangkan manajemen mutu dosen berkaitan langsung dengan
implementasi kinerja dosen di bidang pengajaran.
Kegiatan-kegiatan mengenai profesionalisme dosen dalam penelitian
ini meliputi tugasnya dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi, yakni

49
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Hasil dari
kajian yang diperoleh selanjutnya dapat dijadikan dasar dalam upaya
peningkatan dan pengembangan kualitas dosen.
4. Tahap pelaporan hasil penelitian
Tahapan terakhir adalah pelaporan hasil penelitian. Dimulai dari
penulisan draf penelitian dan menjabarkan menjadi format yang lebih
tersistematis sehingga mudah dipahami dan mampu menggambarkan fakta di
lapangan. Setelah semua proses dilakukan, maka peneliti menuju tahap
berikutnya yakni seminar hasil penelitian. Dari sini, peneliti akan melakukan
perbaikan sesuai hasil dan rekomendasi dalam seminar. Terakhir, peneliti
akan menyusun laporan hasil penelitian dalam bentuk laporan akhir dan
makalah jurnal.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

50
A. Temuan Penelitian 1. STAI Alhikmah Jakarta
Proses berdirinya STAI Alhikmah ini bermula dari kegiatan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) Mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bawah Bimbingan
Bapak Drs. H. Mahmudy AD (Pembimbing KKN) Dengan KH. Manarul Hidayat
(Pengurus YASMA) muncullah kesepakatan perlunya didirikan sebuah perguruan
tinggi Islam di bawah naungan pendidikan Islam Al Mahbubiyah (Yasma).
Setelah diadakan studi kelayakan dan konsultasi dengan berbagai pihak, antara
lain dengan pimpinan Kopertais Wilayah 1 Jakarta Jakarta Selatan. Prof. Dr.
Harun Nasution, KH. Abdurahman Wahid dan Dr. H. Fahmi D. Saepudin, maka
terwujudlah niat mendirikan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud di atas
dengan nama “Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Alhikmah Jakarta. Secara
resmi STIT Alhikmah Jakarta ini dinyatakan berdiri pada tanggal 18 September
1984 dengan jumlah mahasiswa pertama sebanyak 20 Orang. Adapun latar
belakang berdirinya STIT Alhikmah Jakarta ini antara lain: Di lingkungan Yasma
telah ada beberapa jenjang pendidikan, sebagai row input mahasiswanya
kemudian; Perguruan Tinggi Islam di Jakarta, khususnya wilayah Jakarta Selatan
yang semangat keagamaan masyarakatnya sangat tinggi dan jumlah lembaga
pendidikan tingkat SLTA sangat banyak dirasa masih terlalu sedikit. Akibatnya
cukup banyak generasi Islam yang ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi tidak mampu tertampung di perguruan tinggi yang sudah ada;
Ingin mewujudkan amar ma’ruf nahi munkar serta syiar Islam melalui perguruan
Tinggi. Sedangkan tujuan berdirinya, antara lain ialah: Mencetak sarjana-sarjana
Muslim yang berakhlak mulia, berilmu dan cakap serta memiliki kesadaran
bertanggung jawab antara kesejahteraan umat dan masa depan bangsa dan negara
Republik Indonesia dan berdasarkan Pancasila. Mencetak sarjana-sarjana Muslim
yang mandiri dan melayani masyarakat. Mencetak sarjana-sarjana Muslim yang
berakhlak mulia, berilmu dan cakap serta memiliki kesadaran bertanggung jawab
antara kesejahteraan umat dan masa depan bangsa dan negara Republik Indonesia
dan berdasarkan Pancasila. Mencetak sarjana-sarjana Muslim yang mandiri dan
melayani masyarakat.

51
Visi STAI Alhikmah Jakarta adalah menjadi perguruan tinggi Islam
terkemuka yang berstandar internasional untuk menghasilkan lulusan
berkemampuan akademis, kompetitif, profesional, humanis, etis dan religius.
Sementara misinya adalah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk
menghasilkan ahli pendidikan Islam yang kompetitif, inovatif, dan profesional
dalam bidang pendidikan Islam. Melaksanakan penelitian yang memberikan
kontribusi bagi masyarakat dalam lingkup pendidikan Islam dengan melibatkan
dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan sebagai dasar untuk meningkatkan
kualitas pendidikan Islam. Melaksanakan pengabdian pada masyarakat sebagai
implementasi hasil penelitian dan ikut serta dalam memecahkan masalah-masalah
di bidang pendidikan Islam.
2. Institut PTIQ Jakarta
Institut PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an) adalah perguruan tinggi
pertama di dunia yang secara khusus menghafal dan mempelajari Al Qur’an. Dua
tahun setelah PTIQ berdiri, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, membuka
fakultas khusus ilmu Al Qur’an, dan PTIQ berperan sebagai inspiratornya. Sudah
seperempat abad lebih PTIQ berdiri. PTIQ didirikan pada 1 April 1971.
Pendirinya adalah Yayasan Ihya Ulumudin yang dikelola KH. Mohammad Dahlan
(Menteri Agama 1967-1971), Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML, dan KH. Ahmad
Zaini Miftach (Imam Besar Masjid Istiqlal).
Pada tanggal 12 Mei 1973 pengelola Institut ini diserahkan kepada Yayasan
Pendidikan Al-Qur’an yang didirikan oleh Letjen (Purn.) DR. H. Ibnu Sutowo.
Kini, yayasan itu diteruskan oleh salah seorang putera Ibnu Sutowo yaitu H.
Ponco Susilo Nugroho. Pendirian PTIQ dilatarbelakangi kesadaran semakin
langkanya ulama ahli al-Qur’an (terutama para hafiz), sementara kebutuhan
masyarakat
Indonesia akan ulama yang ahli di bidang al-Qur’an sangat mendesak. Terlebih
lagi sejak Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional I di Makassar pada bulan
Ramadhan tahun 1968 menjadi jadwal rutin.
Keberadaan para ulama ahli Al-Qur’an ini sangat terasa, sehingga tak
kurang Presiden Republik Indonesia, Soeharto dalam amanatnya pada MTQ

52
Nasional III di Banjarmasin mengingatkan pentingnya meningkatkan upaya
penghayatan dan pemahaman kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
manusia.
Sejak berdiri hingga saat ini, lembaga pendidikan yang belokasi di Jalan
Batan 1/2 (dulu Batan 1/63) Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini, secara
berturut-turut dipimpin dan dikelola oleh ulama-ulama terkemuka negeri ini.
Mereka adalah KH. Mohammad Dahlan, Prof. KH. Ibrahim Hosen, LML, Letjen
(Purn.) DR. H. Ibnu Sutowo, KH. Syukri Ghazali, Prof. KH. Zainal Abidin
Ahmad, Prof. Dr. KH. Bustami A. Ghani, Prof. Dr. KH. Chatibul Umam dan kini
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.
PTIQ pada awalnya hanya memiliki dua fakultas; Syariah dan ushuluddin.
Nama PTIQ juga mengalami beberapa perubahan seiring dengan peraturan
perguruan tinggi yang ada. Nama PTIQ pernah berubah menjadi Institut Studi
Ilmu
Al-Qur’an (ISIQ). Namun, untuk mengembalikan nama besar PTIQ, maka
kemudian nama itu berubah menjadi Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an
(IPTIQ). Dari perubahan itu, kini PTIQ telah memiliki empat fakultas yaitu
Syariah, Ushuluddin, Dakwah, dan Tarbiyah. Selain itu, saat ini PTIQ juga sudah
membuka program pascasarjana tingkat s2 (magister) dan s3 (doktoral).
Nilai dasar Institut PTIQ Jakarta adalah keterpaduan antara nilai
pengabdian (ibadah) dan nilai keunggulan (excellence) yang dijadikan landasan
utama dalam membangun visi dan misi. Visi Institut PTIQ adalah Terwujudnya
lembaga pendidikan tinggi yang unggul dalam pengkajian dan pengembangan
keilmuan berbasis al-Qur’an.
Adapun misi Institut PTIQ adalah:
1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi secara profesional berlandaskan
nilainilai al-Qur’an.
2. Mengembangkan ilmu-ilmu sosial, seni, budaya dan tekhnologi berbasis al-
Qur’an
3. Menyelenggarakan penelitian dan pengabdian masyarakat secara profesional
dalam pengembangan keilmuan Islam dan teknologi berbasis al-Qur’an

53
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga di tingkat Regional, nasional
dan internasional.
Adapun tujuan Institut adalah:
1. Menghasilkan sarjana dan ilmuan yang memiliki kapabilitas dan integritas
sesuai dengan nilai-nilai al-Qur’an.
2. Menghasilkan sarjana yang berilmu amaliyah, beramal ilmiah serta
berakhlakul karimah mampu memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai
al-Qur’an.
3. Menghasilkan penelitian yang unggul dan dipublikasikan pada level
nasional dan internasional.
4. Menghasilkan karya-karya pengabdian pada masyarakat yang aktual dan
aplikatif
5. Merealisasikan segala bentuk kerjasama dengan berbagai lembaga di tingkat
Regional, nasional dan internasional.
Selanjutnya, lulusan atau alumni Institut PTIQ Jakarta diharapkan dapat
berkontribusi untuk bangsa dan Negara. Menurut Rektor Institut PTIQ, Prof. Dr.
Nasaruddin Umar, MA:
“Sangat tepat untuk memberikan kontribusi dengan memberikan kekuaran
moral dan spiritual bagi anak bangsa. Semoga lulusan PTIQ menjadi tulang
punggung bagi pembangunan bangsa dan Negara ini. Di usianya yang ke-45
tahun, PTIQ telah banyak berprestasi. Salah satunya dengan banyak mengirim
lulusan PTIQ menjadi imam shalat ke luar negeri, bukan hanya ke Negara
Amerika dan Eropa saja, tetapi juga ke Negara-negara Muslim. Terbukti sudah
tujuh orang diberangkatkan ke Qatar dan Negara-negara sekitarnya. Lulusan PTIQ
tersebut, bukan hanya seperti imam di Indonesia yang sekadar memimpin shalat,
mereka juga memimpin komunitas Muslim, termasuk memberikan fatwa. Hal
tersebut tentu menjadi tantangan bagi calon-calon sarjana PTIQ di masa
mendatang.”

3. Universitas Al-Azhar Indonesia Jakarta


Universitas al-Azhar Indonesia (disingkat UAI) adalah salah satu
Universitas swasta di Indonesia. Universitas ini berdiri sejak tahun 2000. Saat ini
memiliki enam fakultas dengan 16 program studi yang aktif dan 14 di antaranya
telah terakreditasi. 6 Fakutas tersebut adalah Fakultas Psikologi dan Pendidikan,

54
Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Fakultas Sastra serta Fakultas Sains dan Teknologi. Kurikulum yang diberikan
oleh UAI disesuaikan dengan kebutuhan pasar nasional dan global pada saat ini
dan masa yang akan datang. Universitas ini terletak di Jalan Sisingamangaraja
Kebayoran Jakarta Selatan.
Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) adalah lembaga pendidikan tinggi yang
menerima semua unsur lapisan masyarakat termasuk etnis, suku, bangsa dan
agama. Letaknya yang cukup strategis di kawasan Jakarta Selatan dapat dijangkau
melalui kendaraan pribadi maupun kendaran umum. Kopaja S13, S66, P19,
Mayasari Bakti AC05 (Tol Barat), AC05 (Tol Timur), AC34, AC35, AC49,
AC121, AC137A, P27, PPDAC16, AC80, P45 atau P67, Bianglala AC44, AC57,
AC76 atau AC143, Jasa Utama P125, DAMRI (Blok M-Bandara), APTB
TransJakarta AC45 dan busway TransJakarta. Halte busway TransJakarta terletak
persis di satudepan Masjid Agung Al-Azhar.
Beberapa tahun lalu terhitung sejak 24 Januari 2014, Universitas al-Azhar
Indonesia (UAI) memiliki rektor baru yaitu Prof. Dr. Ir. Sardy Sar, M.Eng.Sc.-
yang semula menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) UAI - menggantikan rektor lama, yaitu Prof. Dr. Ir. Zuhal,
M.Sc., E.E., yang telah memimpin Universitas Al-Azhar Indonesia sejak didirikan
pertama kali 13 tahun silam. Selain itu, Universitas Al Azhar Indonesia juga
memiliki para wakil rektor baru, yaitu Dr. Ir. H. Ahmad Lubis, M.Sc., Dr. Ir. Ade
Djamal, dan Dr. Zirmansyah, M.Pd.
Dalam rangka mencapai visi dan menjalankan misinya, Universitas
AlAzhar Indonesia membekali para mahasiswa dengan beberapa elemen dasar
yang dapat membawa mereka memikul tanggung jawab profesional dalam
membangun masyarakat dan negara serta membina hubungan internasional. Tujuh
Elemen Dasar Universitas Al Azhar Indonesia tersebut adalah: (1) Teknologi
Informasi dan Komunikasi; (2) Program Bahasa; (3) Jaringan Mitra Strategis; (4)
Kepemimpinan; (5) Keahlian Manajemen; (6) Kewirausahaan; dan (7)
Pengetahuan Keislaman.

55
Universitas al-Azhar Indonesia (UAI) memiliki fasilitas yang sangat baik,
serta dihubungkan dengan penelitian akademik dan global, sehingga diharapkan
mampu memenuhi semua kebutuhan mahasiswanya. Memiliki lingkungan belajar
yang sehat (daerah bebas asap rokok di dalam kampus) dan kondusif, sehingga
dapat membuat mahasiswa nyaman dan aman berada di dalam lingkungan
kampus. Beberapa fasilitas pendukung lainnya adalah; (1) Perpustakaan, (2) Pusat
Komputer dan Sistem Informasi, (3) Laboratorium Bahasa, (4) Laboratorium
Komunikasi, (5) Laboratorium Hubungan Internasional, (6) Laboratorium
Peradilan Semu, (7) Laboratorium Teknik, (8) Laboratorium Teknik Informasi, (9)
Laboratorium
Teknik Elektro, (10) Laboratorium Teknik Industri, (11) Laboratorium Biologi
Teknologi, (12) Laboratorium Manajemen dan Akutansi, (13) Laboratorium Micro
Teaching dan (14) Laboratorium Psikologi.
Untuk mewujudkan tujuh elemen dasar yang bertujuan untuk
mengembangkan mahasiswa yang profesional dan memiliki karakter yang kuat,
UAI program pelatihan kepemimpinan (dasar, menengah, dan lebih lanjut) yang
dilakukan oleh UAI. UAI juga berupaya untuk meningkatkan mutunya sehingga
mampu menghasilkan mahasiswa berkaliber dunia. UAI mendatangkan
tokohtokoh baik dalam maupun luar negeri, untuk datang ke UAI dan memberikan
Studium General kepada mahasiswa dan tenaga pendidik agar dapat meningkatkan
pengetahuan sebagai bekal dalam terjun ke dunia internasional.
Melalui konsep Triple Helix Collaboration (yaitu Akademik & Penelitian,
Bisnis, serta Pemerintah) UAI berupaya membangun jaringan yang luas, UAI juga
mengajak instansi-instasi terkait untuk ikut berpartisipasi dalam “Program
Beasiswa Berkualitas”. Dimana program ini diberikan untuk mahasiswa yang
memiliki kemampuan yang baik dalam pendidikan namun tidak beruntung dalam
hal ekonomi.
Dari semua program studi yang ada di Universitas Al-Azhar Indonesia
(UAI), Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) yang berada di bawah Fakultas
Psikologi merupakan satu-satunya jurusan yang menginduk ke Kopertais (Wilayah
I DKI Jakarta). Jurusan ini didirikan pada tangal 6 Nopember 2000 dan SK izin

56
operasional tanggal 27 Oktober tahun 2008 dengan perangkat nilai terakhir B.
tujuan didirikannya jurusan ini adalah untuk menghasilkan praktisi dakwah dan
konseling Islam yang menangani masalah-masalah psikologis di lingkungan
masyarakat modern saat ini yang haus akan nuansa religius, menghasilkan sarjana
yang memiliki jiwa pendakwah dan kemampuan praktis di bidang konseling Islam
yang kreatif dan dinamis, mampu menjadi sarjana dai dan konselor Islam yang
memadukan ajaran Islam dengan pendekatan psikologi, komunikasi dan ilmu-ilmu
sosial lainnya.
Visi BPI adalah menjadikan program studi BPI sebagai pusat unggulan
untuk menghasilkan da’i konselor yang unggul dan bermartabat, serta mampu
mengintegrasikan dimensi intelektual, moral, spiritual dan etika islam yang luhur.
Adapun Misi BPI adalah:
1. Meningkatkan mutu tridarma perguruan tinggi di bidang dakwah dan
konseling Islam.
2. Menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga dan instansi terkait, baik
pemerintah maupun swasta, dalam maupun luar negeri.
3. Mengembangkan jiwa pendakwah dan praktisi bidang konseling Islam yang
inovatif, kreatif dan dinamis dalam pengembangan disiplin yang islami, baik
pada tataran teoritis maupun praktis.
4. Menumbuhkan jiwa pengabdian, keikhlasan, tanggap dan ikut berperan serta
dalam mengisi pembangunan fisik, psikis dan spiritual bangsa.
5. Menumbuhkan jiwa kemandirian dan kewirausahaan dalam bidang dakwah
dan konseling Islam.
Visi dan misi BPI disosialisasikan secara intensif baik pada perkuliahan, di
luar perkuliahan, di lingkungan kampus baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini
dilakukan setiap awal tahun ajaran baru oleh dekan, Ka.Prodi dan dosen. Di ruang
kelas, ruang dosen, dan di sekretariat fakultas psikologi dan pendidikan dipasang
banner atau poster visi, misi BPI, termasuk pertemuan formal dan internal, di
dalam dan di luar kelas, bahkan segenap sivitas akademika turut
mensosialisasikan.

Adapun sosialisasi kepada khalayak umum dilakukan melalui website resmi UAI.

57
4. Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)
Atas gagasan Al-Maghfurlah Prof. K. H, Ibrahim Hosen, LML. Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ) Jakarta didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1397 H.
Bertepatan dengan tanggal 1 April 1977 M oleh Yayasan Affan, diketuai H.
Sulaiman Affan. Kemudian sejak tahun 1983 hingga sekarang IIQ
diselenggarakan oleh Yayasan IIQ, diketuai Hj. Harwini Joesoef. Pada mulanya
IIQ membuka Program Magister khusus untuk wanita dengan dukungan penuh
dari seluruh gubernur di seluruh Indonesia guna memenuhi seluruh tenaga khusus
di berbagai provinsi dan dipersiapkan pula sebagai tenaga pengajar pada program
Strata satu (S1). Setelah meluluskan dua angkatan IIQ mebuka ptogram S1 tahun
1982 dan membuka kembali Program S2 tahun 1998.IIQ merupakan lembaga
pendidikan tinggi yang menggabungkan sIstem pendidikan pesantren dan
perguruan tinggi dengan orientasi mencetak ulama wanita yang hafal Al-Qur’an,
intelek, berwawasan luas dan ahli di bidang Ulumul Qur’an. Secara spesifik
program S1 mendalami kajian dan pengembangan ilmu-ilmu Al-Qur’an serta
bidang keilmuan yang sesuai dengan program studinya.Sementara Program
Pascasarjana Magister Studi Agama Islam dimaksudkan untuk lebih mendalami
dan mengembangkan Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadis.Keberadaan IIQ telah
melahirkan qari’ah dan hafizah yang mampu tampil di arena Musabaqah Tilawatil
Qur’am (MTQ) Nasional maupun
International. Mahasiswa yang tidak memiliki bakat sebagai qariah sekalipun tetap
diharuskan mendalami ilmu Nagham (Seni Baca Al-Qur’an) sebagai ilmu.Dua
orientasi yaitu pengembangan seni tilawah disertai pemahaman akan kandungan
Al-Qur’an dan Hadis dengan pendalaman ilmu-ilmu pendukungnya dikemas
dalam satu paket pendidikan bertujuan menghasilkan sarjana Al-Qur’an yang
mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat.
5. STIT Islamic Village
Perguruan Tinggi merupakan pusat penyelenggaraan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam upaya mewujudkan tujuan Pendidikan
Nasional sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 tahun 2003.

58
Yayasan Islamic Village yang telah membuka pendidikan dari dasar
menengah tingkat TK sampai SMA/SMK serta Perguran Tinggi dalam rangka ikut
membantu Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village Tangerang adalah
lembaga pendidikan Perguruan Tinggi yang berorientasi pada pengembangan
ilmuilmu pendidikan. Dalam kedudukannya sebagai perguruan tinggi agama yang
mandiri, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village merupakan bagian
dari sistem pendidikan nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 dan mempunyai prinsip syariah, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah
bertujuan mempersiapkan lulusan yang memiliki kemampuan, ketrampilan,
kecakapan dan keahlian dalam bidang pendidikan agama Islam.
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village yang berkedudukan
di kabupaten Tangerang yang berdekatan dengan unsur sosial budaya masyarakat
kota Tangerang dan Jakarta, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
mengembangkan sumber daya manusia sesuai dengan pengembangan kebutuhan
daerah, mengingat pula kedudukannya sebagai bagian dari masyarakat ilmiah
yang bersifat universal.
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village Tangerang sebagai
perguruan tinggi yang mandiri, dalam menjalankan fungsi, tugas dan tanggung
jawabnya berpedoman pada STATUTA.
Dalam sistem operasionalisasi kerja, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT)
Islamic Village mengacu kepada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
nomor 22 tahun 2003, Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1990, Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 184 tahun 2001 tentang Pedoman
Pengawasan, Pengendalian dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan
Pascasarjana di Perguruan Tinggi dan Keputusan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 156 tahun 2004 tentang Pedoman Pengawasan, Pengendalian
dan Pembinaan Program Diploma, Sarjana dan Pascasarjana pada Perguruan
Tinggi Agama Islam.

59
Statuta Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Islamic Village disusun
sebagai pedoman dasar dalam merencanakan, mengembangkan dan
menyelenggarakan program kegiatan tri dharma perguruan tinggi, yang kemudian
dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan peraturan umum, peraturan akademik
dan sistem operasionalisasi pendidikan dan pengajaran.
Visi STIT ini adalah menjadikan program studi agama Islam unggul dalam
penelitian dan pengembangan pendidikan agama Islam di wilayah Provinsi Banten
dengan mengusung misi sebagai berikut:
1). Menyelenggarakan pendidikan tinggi pada jurusan berkualitas.
2). Menyelenggarakan pendidikan yang berciri khas, melalui lokal dan kultur.
3). Menyelenggarakan laboratorium yang berkualitas dan optimal.
4). Pengadaan micro teaching yang berkualitas.

6. UNIS Tangerang
Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS) Tangerang adalah Perguruan
Tinggi pertama yang didirikan di Tangerang, merupakan pelopor pendidikan
tinggi untuk daerah ini. Adapun Nama Syekh Yusuf yang diabadikan menjadi
nama Universitas, secara singkat riwayat sebagai berikut:
Syekh Yusuf adalah seorang ulama, sekaligus seorang pejuang dan
pahlawan nasional. Lahir tanggal 3 Juli 1626 di Lakiung Makasar. Bapaknya
Bernama Sultan Alaudin Raja Gowa ke 14 (1593-1693). Sedang ibunya bernama
Siti Aminah, Puteri seorang Lurah. Pada usia 18 tahun Syekh Yusuf meninggalkan
kerajaan Gowa menuju Banten. Setelah menetap di Banten selama 5 Tahun, Dia
pergi ke negeri Yaman untuk menuntut Ilmu Tarekat kepada Syekh-Abi Abdullah.
Sebagai seorang pemuda yang haus ilmu, Syekh Yusuf kemudian melanjutkan
studinya dibeberapa kota di negeri Arab, kurang lebih selama 15 Tahun. Selama
dalam perantauan tersebut nama Syekh Yusuf terkenal sebagai ulama yang sangat
bijak.
Kemashuran nama Syekh Yusuf diketahui oleh sultan Banten, Sultan
Ageng Tirtayasa. Pada Tahun 1664 Syekh Yusuf dipanggil oleh Sultan Ageng
Tirtayasa untuk mengajar putera-puteri Sultan di Banten. Syekh Yusuf kemudian
kawin dengan puteri Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Syarifah. Pada tahun

60
1682 Belanda menyerbu Banten. Waktu itu Syekh Yusuf diangkat menjadi adipati.
Ketika Sultan Banten ditangkap oleh Belanda pada tahun 1680 , perjuangan
melawan Belanda pun diteruskan dan dipimpin langsung oleh Syekh Yusuf.
Semangat kepahlawanan dan kegigihan Syekh Yusuf sangat ditakuti oleh Belanda.
Meski begit Belanda terus berusaha untuk menangkap Syekh Yusuf.
Pertempuran antara Syekh Yusuf dengan pasukan penjajah Belanda yang
cukup besar dan bersejarah terjadi di Muara Sungai Citanduy. Waktu itu, seorang
tentara Belanda, Van Happel, menyamar menjadi seorang Arab yang membawa
lari puteri Syekh Yusuf yang bernama Asma dan menjadikannya sebagai sandera.
Melalui puterinya yang menjadi itu. Melanda mengetahui tempat persembunyian
Syekh Yusuf, sehingga terjadilah perlawanan sengit yang akhirnya karena
kekuatan tidak sebanding terpaksa Syekh Yusuf menyerah pada tanggal 1683.
Syekh Yusuf dibuang ke Seylon (Sri Langka) bersama anggota keluarga dan
pengikutnya. Ditempat pembuangan Syekh Yusuf terus berjuang mengembangkan
syiar agama Islam dan menentang penjajahan Belanda.
Tahun 1694 Syekh Yusuf dipindahkan ke Afrika Selatan bersama 49
anggota keluarga dan pengikutnya. Syekh Yusuf wafat di Afrika Selatan pada
tahun 1699. Jenazahnya dimakamkan di Afrika Selatan, tetapi kemudian
dipindahkan kerangkanya ke makasar dan dimakamkan di daerah kelahirannya, di
Desa Lakiung Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, Itulah sekilah sejarah
perjuangan Syekh Yusuf.
Situasi Tangerang pada tahun 1966 demikian bergolak dengan dengan
adanya pemberontakan G 30S/PKI. Pada waktu itu, kekuatan sosial yang ada di
Tangerang khususnya yang mereka yang tergabung dalam Kesatuan Aksi
Mahasiswa dan Pemuda Pelajar yang dikordinir oleh Himpunan Warga
Mahasiswa Tangerang (HIWAMATA) bersama-sama kekuatan ABRI dan
masyarakat yang ada di Tangerang bersama-sama bahu membahu membantu
menumpas sisa-sisa pemberontakan tersebut sehingga stuasi Tangerang tetap
aman dan kondusif.
Pada watu itu, Tangerang bidang pendidikan masih sangat
memperihatinkan. Janganpun mempunyai perguruan tinggi, sekolah menengah

61
pertama pun baru ada pada tahun 1951 dengan didirikannya SMP Mardi Siswa
yang merupakan cikal bakal berdirinya SMP Negeri 1 Tangerang. Walaupun
sebelumnya pernah ada gagasan dari para alumni Akademi Militer Tangerang
untuk mendirikan Perguruan Tinggi namun tidak sempat terealisasi.
Dalam kondisi semacam itu, para pemuda Tangerang yang akan
melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi mengalami kesulitan karena
harus pergi ke kota besar di luar Tangerang yang tentu saja memerlukan biaya
besar.
Dengan latar belakang tersebut dan didorong dengan semangat patriotik,
para pemuda yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa(KAMI) pu
tergugah dan akhirnya berupaya mencoba menggoreskan pena untuk mengukir
sejarah baru bagi kabupaten Tangerang, yaitu dengan merintis berdirinya sebuah
perguruan tinggi yang pertama dalam sejarah Tangerang.
Gagasan berdirinya perguruan tinggi di Tangerang dicetuskan dan
diprakarsai oleh mahasiswa yang kuliah di Jakarta ialah: Muh. Astary, M.
Thamrin HR dan M.Sanny Iskandar. Dan Ketiga orang inilah yang disebut sebagai
Para Pendiri Universitas Islam Syekh - Yusuf Tangerang (UNIS Tangerang).

7. Universitas Muhammadiyah Tangerang


Universitas Muhammadiyah Tangerang merupakan salah satu Perguruan
Tinggi Swasta di indonesia yang berbentuk Universitas, dikelola oleh Dikti dan
termasuk kedalam kopertis wilayah 4. Kampus ini telah beridiri sejak 3 September
2009 dengan Nomor SK PT 109DO2009 dan Tanggal SK PT 3 September 2009 ,
Universitas ini beralamat di JL. Perintis Kemerdekaan, No. I / 33, Cikokol,
Tangerang, kabupaten/kota Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia.
Pada tanggal 1 Juni 1993 STIE Muhammadiyah Tangerang didirikan yang
merupakan salah satu amal usaha milik persyarikatan Muhammadiyah di bawah
naungan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan pengembangan
(DIKTILITBANG) Muhammadiyah berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta No.1.A/ SK/B/1992 tertanggal 10
November 1992. Seiring dengan berjalannya waktu, menyusul pula berdirinya

62
STAI Muhammadiyah Tangerang tahun 2000, kemudian berdiri lagi STIKES
Muhammadiyah Tangerang tahun 2004. Ketiga Amal usaha Muhammadiyah
tersebut di bawah naungan dan milik Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Tangerang.
Pada Musyawarah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Tangerang
periode 2005-2010 merekomendasikan pendirian Universitas Muhammadiyah
Tangerang, dengan terdapat kesepakatan antara pimpinan tiga Sekolah Tinggi
Muhammadiyah yang telah ada untuk bergabung dalam mendirikan UMT. Ketiga
lembaga tersebut yaitu STIEM, STAIM dan STIKES Muhammadiyah. Setelah
melalui proses yang panjang, akhirnya Proposal pendirian UMT mendapat respon
positif dari Menteri Pendidikan Nasional dan pada tanggal 3 Agustus 2009
lahirlah SK Mendiknas RI Nomor 109/D/O/2009 tentang izin operasional UMT
dengan Akreditasi B.
Sebagai bentuk komitmen di bidang penelitian dan publikasi ilmiah, UMT
membentuk jurnal ilmiah yang diberi nama jurnal DIDAKTIKA. Keberadaan
jurnal DIDAKTIKA terbentuk sebagai wadah inspirasi Dosen dalam menjalankan
Catur Dharma Perguruan Tinggi khususnya berkenaan dengan penulisan karya
Ilmiah berupa Jurnal. Jurnal DIDAKTIKA mencakup beberapa bidang kajian yang
berkaitan dengan pendidikan / tarbiyah yaitu Ilmu Pendidikan Agama Islam.
Jurnal Rausyan Fikr adalah jurnal Akademik berreferensi, didirikan tahun
2008 oleh Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang Banten.
Jurnal Rausyan Fikr bertujuan untuk menerbitkan artikel-artikel ilmiah maupun
hasil penelitia. Penerbitan dimaksudkan sebagai wahana pemikiran kritis dan
terbuka bagi semua kalangan (akademik, agamawan, intelektual, dan mahasiswa)
dengan spesifikasi penelitian dibidang kajian Islam. Jurnal Rausyan Fikr Fakultas
Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang menerima kontribusi tulisan
kajian keislaman dalam bidang studi Al-Qur’an, Hadits, Teologi, Filsafat, hukum
dan Ekonomi, Sejarah Pendidikan, Komunikasi, Sastra, Antropologi, Sosiologi
maupun Psikologi. Edisi kali ini sebagaimana yang telah berada di hadapan
pembaca, merupakan wujud dari komitmen Fakultas Agama Islam Universitas

63
Muhammadiyah Tangerang dalam membangun komunikasi bersama di bidang
akademik.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Semangat otonomi daerah telah membawa angin segar bagi dunia


pendidikan di Indonesia. Di antaranya adalah desentralisasi sistem pendidikan,
yang dengannya diharapkan mampu melahirkan kebijakan-kebijakan pendidikan
sesuai dengan potensi dan sumber daya daerah yang ada.
PTAIS Wilayah I Jakarta memiliki peranan untuk menyiapkan lulusan
dengan kapasitas akademik, profesional, dan kemampuan bermasyarakat yang
tinggi yang mampu merespon arus modernitas dan mendorong terjadinya
transformasi peradaban, revolusi informasi dan perubahan- perubahan yang nyata
di tingkatan masyarakat.
Peran perguruan tinggi ini hanya mampu dicapai dengan peningkatan
kualitas sistem pendidikan yang ada, yang mencakup di dalamnya peningkatan
SDM (dosen dan Karyawan), kurikulum, strategi pembelajaran dan sarana
akademiknya.
Bagi perguruan tinggi, kualitas pembelajaran menjadi tolok ukur mutu
terpenting yang mutlak adanya. Dengan kata lain, kemampuan profesional dalam
menciptakan pembelajaran yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan
pendidikan secara holistik. Kualitas Perguruan Tinggi idealnya harus selalu
mengacu pada kualitas berkelanjutan. Pasalnya, di tengah kebijakan otonomi
daerah eksistensi Perguruan Tinggi sangat ditentukan oleh kreativitas, ingenuitas,
dan produktivitas civitas akademikanya.
Di samping mutu pembelajaran, Kurikulum menjadi aspek penting bagi
pencapaian tujuan pendidikan pada perguruan tinggi, yakni Kurikulum yang
didasarkan pada aspek integrasi dan berkelanjutan. Aspek-aspek materi dan bahan
kajian tertentu dalam kurikulum harus disusun secara berurutan, tidak
terpisahpisah satu sama lain. Hal ini terkait dengan subtansi masing-masing materi
yang memiliki hubungan fungsional sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur
dalam satuan pendidikan dan tingkat perkembangan mahasiswa.

64
Kegiatan peningkatan mutu dosen dan tenaga kependidikan dapat memberi
pencerahan dalam hal peningkatan mutu pembelajaran dosen STAIS, pemahaman
tentang fungsi dan peran setiap unit dalam lingkup STAIS, pemahaman tentang
job description, penataan perangkat kurikulum, pemantapan dalam penulisan dan
pengelolaan jurnal ilmiah, kemampuan dalam penyusunan Renstra dan
kemampuan pengelola STAIS dalam melakukan EVAPRODI dan BORANG
AKREDITASI.
Untuk mencapai hal itu semua, PTAIS Wilayah I Jakarta tentunya memerlukan
dosen-dosen bermutu dalam bidang pengajaran, pengembangan keilmuan, dan
bimbingan kepada para Mahasiswa.
Dosen sebagai salah satu pilar yang menentukan kualitas atau mutu
perguruan tinggi, maka harus mendapat perhatian dan prioritas utama. Dengan
segala kreatifitasnya, dosen dituntut memeliki dan memenuhi stndar kompetensi
sebagai tenaga pendidik yang profesional. Karenanya, dibutuhkan adanya
manajemen pengembangan mutu dosen sebagai upaya mengukur sekaligus
meningkatkan kualitas dan profesionalitas dosen dalam mengabdikan dirinya di
lingkungan perguruan tinggi.
Pengembangan mutu dosen adalah suatu proses meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dosen dalam melaksanakan Tridharma
Perguruan Tinggi. Pengembangan mutu dosen mutlak diperlukan sejak lembaga
perguruan tinggi menetapkan kebutuhan dosen, termasuk jumlah, kualifikasi dan
penempatannya. Selanjutnya, pengembangan mutu dosen dapat dilakukan dengan
menetapkan kebijakan pengembangan bagi dosen yang sudah direkrut dengan
menyediakan sarana pendukung untuk pengembangan secara mandiri, semisal
akses internet, jurnal dan buku-buku ilmiah, dan juga beasiswa penelitian dan
pendidikan.
Untuk itu, manajemen pengembangan mutu dosen harus dilakukan secara
sistemik dan berkesinambungan dari mulai kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan. Semua kegiatan itu dilakukan
baik terhadap dosen yang sudah diangkat maupun pada saat perguruan tinggi itu
mencari dan menentukan calon dosen yang akan diangkat sebagai tenaga pengajar.

65
Semua itu bertujuan untuk mengantisipasi dan menghadapi tantangan
perkembangan zaman.
Sumberdaya manusia perguruan tinggi adalah dosen, pustakawan, teknisi,
tenaga administrasi, dan tenaga pendukung yang bertanggung jawab atas
pencapaian sasaran mutu keseluruhan program tridharma perguruan tinggi.
Perguruan tinggi harus dapat mengelola dan menempatkan sumberdaya manusia
sebagai komponen utama untuk mensukseskan program perguruan tinggi dalam
rangka mencapai visi dan misinya. Perguruan tinggi harus mempunyai sistem
pengelolaan sumberdaya manusia yang lengkap sesuai dengan kebutuhan
perencanaan dan pengembangan.
Dalam hal ini, perguruan tinggi harus bisa mendayagunakan dosen tetap
yang memenuhi kualifikasi akademik dan profesional, serta mutu kinerja, dalam
jumlah yang selaras dengan tuntutan penyelenggaraan program. Jika diperlukan
perguruan tinggi mendayagunakan dosen tidak tetap (dosen mata kuliah, dosen
tamu, dosen luar biasa dan/atau pakar) untuk memenuhi kebutuhan penjaminan
mutu program akademik. Perguruan tinggi juga harus memiliki sistem seleksi,
perekrutan, penempatan, pengembangan, retensi, dan pemberhentian dosen dan
tenaga kependidikan yang selaras dengan kebutuhan penjaminan mutu program
akademik.
Adapun standar sumber daya manusia yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan di perguruan tinggi adalah:
a. Perguruan tinggi memiliki sistem pengelolaan sumberdaya manusia yang
mencakup sub-sub sistem perencanaan, rekrutmen dan seleksi, orientasi dan
penempatan pegawai, pengembangan karir, penghargaan dan sanksi,
remunerasi, pemberhentian pegawai, yang transparan dan akuntabel berbasis
pada meritokrasi, keadilan, dan kesejahteraan.
b. Kualifikasi akademik, kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional), dan jumlah (rasio dosen mahasiswa, jabatan akademik) dosen
tetap dan tidak tetap (dosen mata kuliah, dosen tamu, dosen luar biasa dan/atau
pakar, sesuai dengan kebutuhan) untuk menjamin mutu program akademik.

66
c. Jumlah, rasio, kualifikasi akademik dan kompetensi tenaga kependidikan
(pustakawan, laboran, analis, teknisi, operator, programer, instruktur, staf
administrasi, dan/atau staf pendukung lainnya) untuk menjamin mutu
penyelenggaraan program studi.
d. Prestasi dosen dalam mendapatkan penghargaan, hibah, pendanaan program
dan kegiatan akademik dari tingkat nasional dan internasional; besaran dan
proporsi dana penelitian dari sumber institusi sendiri dan luar institusi.
e. Perguruan tinggi melakukan survei kepuasan dosen, pustakawan, teknisi,
tenaga administrasi, dan tenaga pendukung terhadap sistem pengelolaan
sumberdaya manusia.
f. Perguruan tinggi memiliki kode etik dosen dan tenaga kependidikan.
g. Keefektifan sistem seleksi, perekrutan, penempatan, pengembangan, retensi,
dan pemberhentian dosen dan tenaga kependidikan untuk menjamin mutu
penyelenggaraan program akademik.
h. Sistem monitoring dan evaluasi, serta rekam jejak kinerja akademik dosen dan
kinerja tenaga kependidikan.
Dalam menghadapi tantangan abad ke-21 atau milenium ketiga, yang
ditandai dengan adanya era globalisasi, era reformasi dan era kompetisi, peranan
sumber daya manusia (SDM) untuk kemajuan organisasinya menjadi hal yang
amat penting karena sumber daya manusia memiliki peran yang sangat strategis
dalam pencapaian tujuan organisasi di lingkungan perguruan tinggi yang pada saat
ini dan masa datang dituntut menjadi organisasi yang otonom sehingga berdampak
terhadap manajemen sumber daya manusia.
Manajemen SDM yang dibutuhkan adalah manajemen yang relevan
dengan tuntutan lingkungan eksternal perguruan tinggi yang selalu berubah dan
berkembang ke arah yang lebih kompetitif dan profitable. Kondisi manajemen
SDM Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) pada saat ini yang terus menerus
mengalami perubahan secara wajar dan alamiah perlu diintervensi dengan
berbagai pengetahuan manajemen berbasis hasil penelitian. Fenemona yang saat
ini terjadi dan menjadi fokus penelitian terdiri dari (1) faktor penghambat dan
faktor penunjang terhadap mutu kinerja dosen; (2) Faktor-faktor yang

67
mempengaruhi implementasi manajemen dosen; dan (3) implementasi manajemen
dosen. Atas dasar temuan-temuan terhadap fenomena tersebut maka
dikembangkan konseptualisasi pengembangan manajemen SDM STSI, termasuk
manajemen strategiknya.
Dalam upaya mendeskripsikan dan menginterpretasikan fenomena-
fenomena tersebut di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan teknik pengumpulan data seperti wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan
observasi. Data yang terkumpul direduksi, dibuat kategorisasi berdasarkan struktur
permasalahan yang diteliti dan diinterpretasi untuk memperoleh kebermaknaan.
Berdasarkan pendekatan penelitian tersebut maka diperoleh kesimpulan umum
bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen dalam
rangka meningkatkan kinerja dosen yakni kepemimpinan, sumber daya manusia,
dan strategi implementasi manajemen. Kepemimpinan berkaitan erat dengan
implementasi manajemen dosen, sedangkan implementasi manajemen secara
langsung mempengaruhi kemampuan dan motivasi yang pada akhirnya berdampak
terhadap kinerja dosen. Kualitas dosen paling dominan menentukan implementasi
manajemen dosen mulai dari perencanaan sampai pada evaluasi. Pada kesimpulan
umum tersebut terjadi pertautan penting antara manajemen, kepemimpinan dan
dosen.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa
landasan pemikiran sebagai titik pangkal pengembangan manajemen dosen di
STSI. Pertama, pengembangan manajemen merupakan proses yang terus-menerus
berlangsung sesuai dengan kondisi eksternal lembaga yang secara terus-menerus
mengalami perubahan. Kedua, pengembangan manajemen dosen merupakan salah
satu fenomena perubahan yang terjadi dalam manajemen guna menghasilkan
performansi manajemen bermutu yang mempunyai kemampuan self-renewal.
Ketiga, manajemen dosen yang bermutu menghasilkan dosen yang bermutu pula
sebab fungsi utamanya adalah memberikan layanan kepada dosen dalam
meningkatkan performansinya. Keempat, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi implementasi manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja

68
dosen yakni kepemimpinan, sarana dan prasarana, budaya, komitmen dan
motivasi.
Kelima, manajemen pengembangan dosen dipandang sebagai salah satu sistem di
antara berbagai sistem kelembagaan, mempunyai komponen strategik yaitu (1)
perencanaan, (2) penggunaan, (3) pengembangan dan pelatihan, (4) pemeliharaan
dan (5) evaluasi. Keenam, fikiran dasar manajemen mutu menjadi landasan proses
pengembangan manajemen dosen, di antaranya: (1) zero defect; (2) kerjasama tim;
(3) budaya mutu; dan (4) pemberdayaan berorientasi.
Berdasarkan landasan pemikiran tersebut maka terdapat lima unsur pokok
dalam model pengembangan manajemen dosen yaitu (1) visi dan misi, (2) fokus
pengembangan; (3) proses pengembangan; (4) hasil pengembangan; (5) manfaat
dan dampak pengembangan. Konstelasi kelima unsur tersebut ditransformasikan
dalam manajemen strategik SDM STSI. Pertama, visi dan misi STSI merupakan
pedoman yang harus dijadikan dasar dalam setiap upaya pengembangan
kelembagaan, termasuk pengembangan manajemen. Kedua, Strategi
pengembangan manajemen terdiri dari tiga komponen pokok yaitu manajemen,
kepemimpinan dan sumber daya manusia. Ketiga, orientasi manajemen yaitu
orientasi budaya mutu, berbasis sistem dan team work. Keempat, adalah
operasional manajemen sumber daya manusia yang terdiri dari perencanaan,
penggunaan, pengembangan, pemeliharaan dan evaluasi yang dituangkan dalam
program-program pengembangan sumber daya manusia. Kelima, output strategi
pengembangan manajemen dosen yaitu performansi kinerja dosen baik secara
kualitas maupun kuantitas dalam pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengabdian pada masyarakat.

B. Analisis Hasil Penelitian


1. Mutu Dosen STAI Alhikmah
Peneliti melakukan wawancara dengan salah seorang dosen yaitu bapak
Abu Siri. Dalam kesempatan wawancara tersebut, peneliti menanyakan beberapat
hal terkait seputar perkuliahan baik yang diampu mampu beliau sebagai pemangku
jabatan. Di STAI Alhikmah perkuliahan dilakukan setiap hari Jumat sore, sabtu

69
dan minggu dari pagi hingga sore. Kampus yang memiliki tiga program studi
untuk S1 ini sudah berdiri sejak tahun 1984. Setiap jurusan memiliki mahasiswa
bervariasi mulai dari 18 orang hingga 37 perkelasnya. Prodi yang paling banyak
adalah prodi pendidikan. Setiap dosen mengajar sebanyak 12 SKS, dosen yang
tersertifikasi baru 3 orang, yang lulus sertifikasi 2017 berjumlah 4 orang. Total
dosen tetap berjumlah 18 dosen tetap. Setiap awal semester, para dosen
diwajibkan memberikan kontrak perkuliahan bersama mahasiswa dengan silabus
yang sudah disediakan oleh kampus dan SAP diserahkan kepada masing-masing
dosen pengampu. Perkuliahan dilakukan sebanyak 14 kali tatap muka ditambah 2
ujian UTS dan UAS dengan total 16 kali pertemuan. Dosen juga memberikan
porsi penilaian setiap semesternya dengan pembagian 30% untuk tugas dan
kehadiran, 30% untuk UTS dan 40% untuk UAS.
Kurikulum yang sedang digunakan di kampus STAIS Alhikmah kurikulum
Responsif Gender, yakni setiap mata kuliah STAI Alhikmah dan prodi harus
memasukkan kajian gender. Setiap SAP yang dibuat oleh dosen memiliki minimal
5 hingga 10 buku referensi atau buku Babon. Disetiap perkuliahan, responden
mengungkap bahwa setiap dosen mengajukan pertanyaan-pertanyaan pancingan
sebelum memulai proses pembelajaran. Dalam setiap perkuliahan beberapa hal
ditemukan selama proses belajar mengajar. Dosen untuk beberapa mata kuliah
tertentu seperti bahasa terkadang merasa kebingungan. Karena itu, kemampuan
mahasiswa selalu menjadi pertimbangan dalam rencana pembelajaran. Dosen
melakukan improvisasi pengajaran diselesaikan dengan cara penyampaian yang
proporsional. Untuk mempermudah proses belajar mengajar, Dosen juga
menggunakan alat bantu seperti infokus yang permanen di setiap kelas termasuk
juga hp android dalam mempermudah mengirimkan bahan ajar, mahasiswa dan
dosen juga disediakan fasilitas internet untuk mempermudah mendapatkan bahan
ajar dan e-learning. Dalam menyampaikan perkuliahan, masing-masing dosen
memiliki beragam metode dan hal terpenting adalah membuat mahasiswa aktif
dikelas, terdapat ceramah, presentasi diskusi, pro-kontra debat. Dari beberapa
metode tersebut, di tengah sesi perkuliahan, mahasiswa seringkali mengajukan
pertanyaan-pertanyaan seputar pokok bahasan. Salah satu tugas dosen

70
sebagaimana disebut oleh responden, adalah mengembangkan presentasi
perkuliahan serta menfasilitasi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan sekaligus
memberikan kesimpulan dari ragam pertanyaan di kelas tersebut.
Di kampus STAI Alhikmah, kedisiplinan selalu menjadi yang terutama,
tidak boleh sekalipun mahasiswa datang terlambat, seorang dosen harus
menunjukkan keseriusan dalam mengajar dan harus datang tepat waktu dan
mengakhiri tepat waktu pula setelah bell perpindahan jam dibunyikan. Hal ini
selalu menjadi perhatian khusus dari Ketua STAI Alhikmah (Prof. Dr. Mundzier
Suparta). Sebelum pelajaran dimulai, dosen memberikan bahasan pancingan
termasuk juga materi-materi yang sudah dibahas. Dosen tidak selalu memberikan
tujuan pembelajaran setiap pertemuan, namun secara umum sudah dibahas di
kontrak perkuliahan di awal pertemuan. Dosen menggunakan beragam pendekatan
seperti ceramah, diskusi dan untuk tema-tema tertentu seperti bahasa Inggris
mahasiswa diminta untuk mempraktekkan membuat bahasan tentang anatomi
tubuh. Dosen memberikan fasilitas dalam diskusi antar mahasiswa, memberikan
link-link yang bisa di akses, menggunakan sistem e-learning bagi mahasiswa yang
ingin berkonsultasi dengan dosen. Dosen dan kampus melibatkan mahasiswa
dalam kegiatan pembelajaran seperti PKL (Praktek Kerja Lapangan), penelitian
internal yang dibiayai kampus. Terdapat tugas dalam bentuk take home, dosen
memberikan artikel untuk kemudian di pertemuan berikutnya menjadi bahan
bahasan. Tidak semua dosen membuat rangkuman mata kuliah, namun dosen
seringkali melakukan review. Setiap pertemuan dosen selalu melakukan penilaian
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan terutama porsi 30% untuk tugas dan
diskusi. Apabila ada mahasiswa yang tidak memenuhi tugas dan mendapatkan
nilai kurang dari standar, maka diberikan tugas tambahan.
Faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan pembelajaran antara lain,
dengan kemajuan tehnologi, materi bahan ajar mudah diakses di mana-mana,
pembelajaran bisa menggunakan e-learning, informasi-informasi terkait STAI
Alhikmah mudah diakses di internet. Kendala yang muncul, karena rata-rata yang
kuliah sebagian para ibu dan bapak (yang sudah berkeluarga), mereka mudah
mengeluh karena adanya tugas-tugas kuliah yang diberikan. Materi pembelajaran

71
menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan evaluasi pembelajaran, namun
model pembelajaran juga sangat dipertimbangkan guna tercapainya tujuan-tujuan
perkuliahan. Dosen melakukan evaluasi setiap pertemuan, namun sebagai catatan
saja untuk melihat perkembangan mahasiswa. Untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi mahasiswa, maka dilakukan penilaian akhir sebagai
akumulasi dari setiap kegiatan perkuliahan selama satu semester. Dosen seringkali
melakukan evaluasi di setiap rapat, sharing pengalaman dengan dosen-dosen yang
lain dalam rangka melakukan perbaikan proses dan metode pembelajaran. Tidak
hanya dosen yang memberikan penilaian, termasuk juga mahasiswa diberi
kesempatan untuk menilai dosen.
Evaluasi proses pembelajaran sudah tentu disesuaikan dengan standar
proses mengacu pada indikator-indikator kesuksesan. Dosen umumnya juga
mengampu mata kuliah sesuai dengan kompetensi masing-masing, namun di
beberapa mata kuliah tertentu, dosen dengan kemampuan tertentu mengampu mata
kuliah berbeda seperti bahasa Inggris. Dosen pengampu bahasa Inggris misalnya
memiliki spesifikasi di bidang tafsir, namun mampu mengajar bahasa inggris
dengan baik. Bahkan nilai plus yang diberikan adalah materi kuliah bahasa inggris
dengan tema-tema keislaman. Evaluasi pembelajaran juga dilakukan pada kinerja
dosen, namun tidak semua bertumpu pada dosen. Dalam proses pembelajaran,
terdapat juga memang sumber hambatan ada di mahasiswa misalnya mahasiswa
memiliki semangat yang lemah, memiliki masalah keluarga dan lain-lain. Setiap
kegiatan pembelajaran yang meliputi perkembangan selama perkuliahan
disampaikan secara formal yang rutin diadakan di STAIS Alhikmah dan secara
informal saat para dosen berbincang-bincang santai. Terkait dengan penghargaan
yang diberikan pihak kampus kepada Dosen yang berprestasi, pihak kampus
memberikan reward berupa uang kepada para dosen dinilai dari kedisiplinan,
tulisan di Jurnal dan lain-lain. Sedangkan bagi para dosen yang dinilai kurang
memenuhi standar, diberikan teguran secara langsung oleh pimpinan. Informasi
tentang dosen yang kurang memenuhi standar juga didapat dari para mahasiswa
yang mengadukan dosen yang tidak profesional. Teguran biasanya diberikan
secara lisan dan juga tertulis.

72
Untuk meningkatkan kemampuan dosen, pihak kampus memberikan
kesempatan kepada para dosen utk mengikuti workshop, pelatihan dengan
meminta surat tugas dari kampus.

2. Mutu Dosen Institut PTIQ Jakarta


Peneliti melakukan wawancara dengan dosen via telephone kepada dosen
yang menjadi responden, dosen tersebut adalah Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah,
dosen fakultas ushuludin PTIQ. Menurutnya, pertanyaan adalah seputar proses
belajar mengajar. Diawali dengan pertanyaan seputar jumlah mahasiswa,
berdasarkan dari kelas yang diampu, beliau mengatakan jumlah rata-rata kelas
berkisar 20-25 mahasiswa, Jumlah 12 sks persemester atau 24 sks pertahun. Setiap
dosen melakukan persiapan berupa kontrak perkuliahan selama kurang lebih 14
tatap muka atau 16 pertemuan ditambah Ujian tengah semester dan Ujian akhir
semester. Ketika peneliti bertanya tentang SAP setiap mata kuliah responden
menjawab sebagian besar sudah dibuatkan kecuali satu materi yaitu tafsir tahlili
karena terbilang materi baru sejak perubahan numenklatur dari Tafsir Hadis
menjadi Ilmu al-Qur’an dan Hadis.
Di setiap awal memulai pelajaran, responden seringkali melakukan obrolan
santai seputar kegiatan sambil menunggu kesiapan para para mahasiswa mengikuti
pelajaran. Sejauh pengamatan peneliti, terutama terjadi di awal-awal sesi (jam
07.30 pagi), tidak semua mahasiswa sudah berada di kelas, sebagian kecil masih
berada di perjalanan. Dalam perkuliahan responden menggunakan HP Android
sebagai alat terpenting sarana belajar mengajar. Dengan sistem tugas harian di
kelas dan meminimalisir memberi tugas di luar kelas, mahasiswa dianjurkan untuk
menggunakan hp android, ada 1 atau 2 orang yang tidak memiliki hp android
namun bisa bergabung dengan teman-teman lain yang memakai hp android.
Kegunaan HP android ini antara lain dapat mendistribusikan bahan ajar, materi
perkuliahan hingga tugas-tugas kelas harian. Umumnya mata kuliah yang
disampaikan bersifat paperless (tidak menggunakan kertas) atau bahkan tidak
menggunakan proyektor karena menurut responden justeru dengan proyektor,
banyak waktu terbuang.

73
Metode yang sering digunakan dalam perkuliahan adalah metode diskusi
interaktif disamping ceramah. Mahasiswa tidak dibebani pekerjaan rumah (PR),
semua tugas dikerjakan di kelas istilah responden UWAU (uskut wa uktub, diam
dan tulislah!) diperkaya dengan tehnik pomodoro (sebuah cara mengelola waktu
dan berorientasi pada hasil. Tehnik ini dipopulerkan oleh Francesco Cirillo dari
Italia).
Di kelas, mahasiswa diminta langsung melakukan tugas sesuai dengan
kemampuan dan minat masing-masing. Misalnya ketika menafsirkan ayat lan
tanalul birra, mahasiswa diminta untuk mengkaji ayat tersebut berdasarkan
kemampuan dan minatnya. Para mahasiswa dipantau satu persatu untuk
memastikan apakah mereka menemukan kendala dalam memahami tafsir yang ada
atau merasa kesulitan. Responden memberikan alternatif agar menafsirkan ayat
tersebut sesuai minat. Kalau suka bahasa, responden meminta mengkaji
berdasarkan mufradat (kosakata), atau lebih sering menganalisa aspek sosial,
maka mahasiswa diarahkan intens dengan tafsir al-adab al-ijtimai (sosial
kemasyarakatan.
Terkait dengan kedisiplinan dosen, responden mengatakan untuk selalu
tepat waktu terutama ketika jam kuliah berakhir, namun kadang melewati jam
perkuliahan. Dalam proses belajar mengajar, responden sering mereview materi
sebelumnya namun sebentar sekitar 1 hingga 2 menit, selebihnya fokus
melanjutkan materi perkuliahan. Prinsip responden dalam menyampaikan mata
kuliah, everyone is a teacher and everything is a teacher. Semua bisa menjadi
sarana yang baik untuk proses belajar mengajar. Di kelas, suasana belajar
difokuskan kepada mahasiswa, terdapat diskusi interaktif untuk mereka. Berani
mengemukakan pendapat di tengah mahasiswa dan dosen termasuk juga
menyemangati mereka membaca teks-teks referensi mata kuliah. Mahasiswa
secara aktif benar-benar terlibat dalam proses belajar mengajar. Informan
seringkali memantau satu persatu saat mereka mengerjakan tugas-tugas kelas.
Tugas formatif menggantikan uts, artinya dosen lebih menekankan pada
penyelesaian tugas-tugas setiap pertemuan.

74
Untuk menilai mahasiswa, proses belajar mengajar lebih dititikberatkan
pada diskusi interaktif, namun evaluasi terus dilakukan. Setiap mata kuliah yang
diampu oleh responden, selalu disandarkan pada kerja individu, dan selalu
terdapat pertanyaan untuk mahasiswa. Faktor yang mendukung terlaksananya
proses pembelajaran karena sesuai minat dan jurusan, misalnya sebagian besar
anak ushuludin hafal al-Qur’an—mahasiswa semakin mudah menangkap
pelajaran tafsir. Ketika ada beberapa permasalah terkait dengan mata kuliah, tidak
menutup kemungkinan diadakan improvisasi SAP di tengah jalan, menyesuaikan
dengan kondisi mahasiswa. Sementara hal yang menghambat menurut responden
adalah lebih pada kehadiran yang kurang tepat waktu. Sementara itu, penilaian
yang bertumpu pada tugas harian mahasiswa selalu dilakukan sekalipun tidak
formal dan Evaluasi dilakukan secara intensif setiap pembelajaran berlangsung.
Untuk penilaian ini dilakukan sendiri sesuai masing-masing dosen, namun
himbauan tidak tertulis sering dilakukan oleh fakultas.
Kemampuan mahasiswa sangat beragam dan materi perkuliahan
disesuaikan dengan minat mereka masing-masing sehingga untuk tugas
mahasiswa lebih bervariasi. Hal yang menghambat adalah masing-masing
memiliki kemampuan yang beragam juga dapat menjadi kendala dalam
pembelajaran. Seperti ada mahasiswa yang belum menguasai nahwu dan sharaf,
namun punya minat yang besar terhadap konteks sosial kemasyarakatan, maka
saya anjurkan untuk mendalami konteks al-adab al-ijtimai (kemasyarakatan).
Terkait matakuliah yang diampu, para dosen di STAI Alhikmah memiliki
kempetensi dan keahlian dari matakuliah yang diampunya tersebut. Kemampuan
dan kompentensi tersebut setiap waktu, dari tahun ke tahun, bisa dipastikan terus
meningkat seiring berjalannya tradisi diskusi dan berbagai pengalaman terkait
matakuliah dan pembelajarannya di kelas di antara sesama dosen di kampus
tersebut.
3. Mutu Dosen FAI Universitas Al-Azhar Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapatkan bahwa kurikulum yang
digunakan UAI Jakarta saat ini mengacu pada kurikulum hasil rapat bersama
tahun 2013. Sebelum melaksanakan perkuliahan, para dosen diminta untuk

75
menyiapkan SAP dengan kurikulum atau silabus yang sudah ditetapkan
berdasarkan hasil rapat bersama. Penyusunan SAP oleh dosen dengan kurikulum
yang telah ditetapkan oleh kampus, fakultas dan prodi masing-masing. Hal yang
tak kalah pentingnya adalah pengintegrasian mata kuliah universitas, fakultas dan
prodi dalam nilai-nilai keislaman.
Di kelas, para dosen mengawali dengan kontrak perkuliahan selama satu
semester dan melaksanakan perkuliahan dengan model diskusi interaktif,
memberikan tugas serta membahas tugas tersebut terstruktur maupun tidak
terstruktur, memberikan bimbingan akademik baik di kelas maupun di ruang
dosen. Untuk meningkatkan proses pembelajaran, Kampus UAI Jakarta
menyediakan: (1) Perpustakaan berbasis client-server, dapat diakses melalui
jaringan internet dan intranet. Saat ini sedang dikembangkan digital library, (2)
Disediakan aplikasi elearning yang diakses melalui internet didukung dengan
hotspot kampus di setiap lantai gedung, (3) Sistem e-learning dikembangkan sejak
tahun 2009 dosen secara aktif mengupload bahan ajar, tugas dan mahasiswa secara
aktif mengupload jawaban tugas, (4) Sejak tahun 2008/2009 disediakan fasilitas
video conference untuk meningkatkan kolaborasi dengan universitas lain di dalam
dan luar negeri.
Untuk seleksi para dosen, diambil secara profesional di antaranya sebagai
berikut: 1. Melalui pemberitahuan di media elektronik, web universitas, melalui
surat kepada lembaga pendidikan tertentu untuk kebutuhan spesial seperti laboran;
2. Calon yang memenuhi kriteria akan dipanggil untuk mengikuti dua tes, tes
pertama bahasa inggris, psikotes tertulis dan tidak tertulis. Tes kedua berupa
wawancara seperti tes baca Qur’an dan kemampuan mengajar; 3. Pihak rektorat
mengadakan rapat untuk memutuskan nama-nama calon yang dinyatakan lulus; 4.
Selain rekrutmen seperti di atas, rekrutmen dosen juga dilakukan dengan
rekomendasi dari teman sejawat; dan 5. Untuk dosen tidak tetap adalah dengan
memanfaatkan dosen internal UAI di luar BPI dan juga dari luar UAI seperti dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Indonesia. Dosen tidak tetap ini
dilakukan ybs mengajukan lamaran atau mendapat rekomendasi dari teman
sejawat.

76
Selanjutnya para dosen tetap UAI Jakarta diberi peluang untuk mengikuti
jenjang pendidikan tinggi (S3). Untuk rencana jangka panjang, para dosen UAI
Jakarta diharapkan 75% bergelar doktor. Di samping itu, untuk meningkatkan
kemampuan para dosen, mereka diikutsertakan dalam pelatihan lokakarya dan
seminar yang diadakan UAI Jakarta, Kopertis, Kopertais, Kemenristek, dan
instansi lainnya. Terkait dengan jenjang karir di kampus, penunjukan dilakukan
secara ketat, diputuskan oleh pimpinan dengan melibatkan dekan dan prodi.
Penerimaan mahasiswa baru di Kampus UAI Jakarta dilakukan dengan dua
jalur, (1) jalur tanpa ujian tertulis, khusus untuk lulusan SLTA berprestasi jalur
PMDK atau lulusan YPI Al-Azhar (2) jalur tertulis, untuk lulusan SLTA yang
tidak memiliki kualifikasi jalur pertama. Selanjutnya bagi para mahasiswa
berprestasi, mereka di ikutsertakan mahasiswa tersebut ke event-event lokal dan
nasional.
Untuk menunjang kegiatan perkuliahan, setiap kelas disediakan infokus
bagi para dosen ataupun mahasiswa dalam menyajikan presentasi tugas di kelas
termasuk menyediakan Wifi bagi semua civitas akademika. Untuk mengetahui
perkembangan kemampuan mahasiswa, diadakan evaluasi pembelajaran rutin
selain tugas, juga diberikan ujian tengah semester (UTS) dan Ujian akhir semester
(UAS).
Peningkatan di bidang sarana dan prasarana berada di bawah wewenang
yayasan. Saat ini fasilitas yang tersedia di kampus berupa ruang: perkuliahan
(ratarata 4x5 m2, dilengkapi pendingin ruangan, papan tulis white board, kursi
lipat, OHP, In-Focus), perpustakaan, laboratorium, auditorium, masjid, ruang
fakultas, sekretariat kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa, ruang keluarga
mahasiswa dan kantin. Dalam hal keuangan, UAI menerapkan sistem sentralistik.
Segala kebijakan yang bersifat keuangan bersumber dari pimpinan universitas.
Sistem alokasi penggunaan ditentukan oleh pimpinan universitas dan program
studi dengan mengadakan rapat kerja dalam penentuan anggaran. Sumber dana
yang ada saat ini bersumber dari mahasiswa dan beberapa hibah. Setiap dana yang
diterima dari biro keuangan universitas dipergunakan sesuai kebutuhan dan
peruntukannya, serta dipertangguangjawabkan secara transparan.

77
Beberapa kebijakan dan strategi kampus dalam rangka meningkatkan mutu
perguruan tinggi adalah:
a. Membuat dan merevisi kurikulum setiap tiga tahun sekali.
b. Meninjau SAP setiap semester demi mengontrol pencapain kompetensi
c. Melakukan berbagai pelatihan dan seminar minimal setahun sekali.
d. Mengirim dosen mengikuti pelatihan, seminar, workshop dsb min. satu
semester sekali.
e. Menerbitkan jurnal ilmiah terkait studi islam dan konseling min. satu edisi
pertahun.
f. Menghasilkan min. dua penelitian pertahun dalam bidang dakwah dan
konseling oleh dosen dan melibatkan mahasiswa.
g. Setiap dosen min. mampu menghasilkan dua penelitian pertahun sesuai
kompetensi dan keahlian.
h. Melaksanakan kegiatan PKM dalam bidang dakwah dan konseling min. satu
kali setiap semester dengan melibatkan mahasiswa.
i. Menjalin kerja sama dengan instansi lain baik pemerintah maupun swasta
bertujuan salah satunya menyalurkan mahasiswa pada kegiatan ppl.
Dalam rangka meningkatkan aspek profesionalisme kampus, pihak UAI
Jakarta melakukan berbagai bentuk kerjasama dengan pihak luar baik kampus
maupun instansi. Hingga saat ini, UAI Jakarta sudah melakukan kerjasama dengan
Darul Qur’an, al-Azhar Peduli Umat, Rumah Gemilang Indonesia, Dewan Masjid
Indonesia, Yayasan Lautan Tanpa Tepi (YLTT), Lapas Wanita kelas 2 Tangerang.
Dengan kampus lain; (1) Fujian Normal University (FNU) China, (2) Alexandria
University (3) Muslim World League (Robithoh Jamiah Islamiyah) (4)
Universitas al-Azhar Kairo, (5) Universitas Yarmuk, Jordan (6) Universitas
Muktah Jordan (7) Universitas al-Zaem al-Azhari Sudan.
Jenis kerjasama yang dihasilkan antara lain, dengan Darul Qur’an
(program beasiswa huffadz al-Qur’an), al-Azhar Peduli Umat (program
pengembangan pendidikan, penelitian dan pelayanan kepada masyarakat), Rumah
Gemilang Indonesia (program PPL/magang, penelitian dan pengabdian
masyarakat), Dewan Masjid Indonesia (program PPL/magang, penelitian dan

78
pengabdian masyarakat), Yayasan Lautan Tanpa Tepi (YLTT; program
PPL/magang, penelitian dan pengabdian masyarakat), Lapas Wanita kelas 2
Tangerang (program PPL/magang, penelitian dan pengabdian masyarakat).
Dengan kampus lain; (1) Fujian Normal University (FNU) China; untuk
program kerjasama penelitian dosen, (2) Alexandria University dan UAI untuk
program kerjasama pertukaran mahasiswa, training program, penelitian bersama
dan pertukaran tenaga ahli.(3) Muslim World League; Program bidang
pengajaran, budaya dan penelitian, (4) Universitas al-Azhar Kairo, Program
bidang pengajaran, budaya dan penelitian (5) Universitas Yarmuk, Jordan
Program bidang pengajaran, budaya dan penelitian (6) Universitas Muktah Jordan
untuk Program bidang pengajaran, budaya dan penelitian (7) Universitas al-Zaem
al-Azhari Sudan untuk Program bidang pengajaran, budaya dan penelitian.
6. Mutu Dosen IIQ
Perguruan tinggi memiliki peran besar untuk mencetak lulusan yang
berdaya saing dan memiliki kompetensi, terutama dalam menghadapi era
persaingan global atau yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Peningkatan mutu Perguruan Tinggi harus dimulai dari internal perguruan tinggi
tersebut. Mutu bukan sesuatu yang didapatkan universitas dari pemerintah saja,
namun bahwa internal pendidikan tinggi, baik dari segi kualitas dosen hingga
sistem pembelajaran, juga perlu diperhatikan oleh Universitas Rektor IIQ Prof. Dr.
Hj. Huzemah Tahido Yanggo, MA memaparakan apa saja yang menjadi konsen
IIQ dalam Peningkatan mutu di pembelajaran di IIQ.
Diawali dari Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal yang memilki ciri
khas melahirkan kader kader Penghafal Al Quran (Hafidzah) maka metode-
metode menghafal al quran di IIQ mengalami perkembangan yang dinamis.
Seringkali diadakan workshop2 mengenai metode penghafalan al-Quran dan juga
tenaga pengajar IIQ banyak alumni Al-Azhar Mesir, Maroko, Universitas Islam
Negeri dan beberapa kampus2 di Indonesia. Semua dosen direkrut dengan
persyaratan menyelesaikan S2. Adapun beasiswa lanjutan untuk Program Doktoral
Tenaga Pengajar di IIQ, IIQ mendukung penuh bagi dosen yang ingin melanjutkan
kuliah. Link-link beasiswa diinformasikan ke Dosen dan ada beberapa dosen yang

79
sedang menyelesaikan S3 dari Program beasiswa Kemenag. Selebihnya Kampus
mensupport dengan memberikan bantuan khusus kepada Dosen yang sedang
melanjutkan program Doktoral. Pengembangan karir dosen di IIQ berjalan secara
merata dan tidak ada unsur subjektivitas, semua diberikan kesempatan dan
dorongan yang sama. Begitupun pemberdayaan mutu dosen melalui pelatihan,
seminar, workshop dan diskusi dosen. Seringkali IIQ mengadakan workship
peningkatan mutu dosen dengan mengadakan sendiri di kampus atau mengikut
sertakan dalam workshop undangan dari Institusi2 lain yang berskala nasional
maupun internasional. Diskusi dosen dijadwalakn sebulan sekali dengan
mengangkat tema-tema yang sudah disepakati dan dijadwalkan.
Pola Rekrutmen mahasiswa IIQ dengan melakukan pendaftaran dan tes
khusus masuk IIQ, IIQ banyak mendapatkan calon mahasiswa dari daerah- daerah
Jawa Tengah dan Jawa Timur dimana calon mahasiswa tersebut tertarik masuk
IIQ karena rekomendasi para Ustadz/Kyai Mereka. Karena itu input SDM di IIQ
bisa dikatakan sudah siap belajar dengan kualitas membaca alquran yang sudah
sangat baik karena background keilmuan mereka yang rata-rata dari pondok
pesantren. Selanjutnya untuk mahasiswa berprestasi IIQ memberikan reward
khusus kepada mahasiswa berprestai berupa beasiswa belajar, seringkali
mahasiswa IIQ berprestasi dalam ajang Lomba Tahfidz International, seperti di
Mesirm Yamanm Saudi Arabia dll. Bukan hanya beasiswa dari Kampus saja tetapi
IIQ bekerjasama dengan pihak swasta seperti Bank CIMB Niaga yang memiliki
anggaran melalui CSR nya.
a. Penguatan Budaya Ilmiah Dosen
Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, selain dikenal sebagai kampus yang
fokus pada Tahfidz dan Qira’ah Al-Qur’an, juga aktif dalam menghidupkan
kegiatan ilmiah, berupa kajian, penelitian, pengabdian masyarakat, dan penelitian.
Pada ranah kajian, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Institut (LPPI)
menyelenggarakan diskusi reguler bulanan yang diisi dan diiukti oleh para dosen
IIQ. Tema diskusi yang diangkat adalah seputar disiplin keilmuan Islam yang
selama ini digeluti oleh para dosen yang ada. Pada ranah pengabdian, dosen-dosen
dan civitas akademika IIQ Jakarta, dikenal sebagai tokoh agama di masyarakat

80
setempat. Sehingga tidak kesulitan untuk melaksanakan berbagai kegiatan
pengabdian masyarakat. Pada ranah penelitiandan penulisan, IIQ juga kini telah
memiliki standar atau pandauan akademik dan buku panduan peneilitian yang
sudah baku. Buku panduan penenlitian dan penulisan karya ilmiah ditulis oleh
Tim Dosen Penyusun dan diterbitkan oleh LPPI IIQ. Sementara itu pada ranah
penerbitan, IIQ juga menerbitkan jurnal-jurnal imiah setiap semesternya. Di
tingkat institut, IIQ menerbitkan Jurnal Nida Al-Qur’an yang sekarang ini telah
terbit 9 (sembilan) edisi. Jurnal ini memuat tulisan-tulisan ilmiah seputar tema Al-
Qur’an dan Perempuan. Selain di tingkat institut, di setiap fakultas di IIQ,
diterbitkan juga jurnal ilmiah yang lebih spesifik lagi. Jurnal Qira’ah diterbitkan
oleh fakultas Tarbiyah, jurnal Al-Mizan diterbitkan oleh fakultas Syariah.
Sementara jurnal AlFanar diterbitkan oleh fakultas Ushuluddin. Gairah
menerbitkan jurnal tersebut, bukan hanya terjadi pada jenjang S1 di IIQ, tetapi
juga pada jenjang S2. Di mana program pascasarjana IIQ Jakarta sudah beberapa
semester ini menerbitkan Jurnal
Misykat, yang fokus memuat tulisan-tulisan bertema Al-Qur’an, Sayriah dan
Perempuan. Ini semua membuktikan bahwa dengan sinaran Al-Qur’an, IIQ
bergerak selangkah lebih maju dalam mengembangkan dunia akademis dan ilmiah
b. Penguatan Diskusi Dosen
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Ilmiah (LPPI) IIQ Jakarta
menyelenggarakan Diskusi Dosen dengan menghadirkan dua narasumber, Hj.
Muzayyanah MA dan Dr. Esih Hairani M.Pd. Menurut panitia, Diskusi Dosen
yang diselenggarakan secara reguler ini, diselenggarakan sebagai wadah
aktualisasi dan pengembangan wacana ilmiah akademik untuk dosen dan civitas
akademika IIQ. Selain para dosen dan civitas akademika lainnya, Wakil Rektor I
dan Kepala Biro Akademik dan beberapa ketua Lembaga hadir dalam acara ini,
Narasumber pertama, Hj. Muzayyanah MA yang notabene Dekan Fakultas
Syariah IIQ, mempresentasikan makalah tentang MLM dalam Perspektif Hukum
Islam, sementara narasumber kedua, Dr. Esih yang notabene Ketua PSW IIQ,
mempresentasikan makalah tentang Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
menerapkan Student Centered Learning. Narasumber pertama yang biasa

81
dipanggil Ibu Muzay, mula-mula menjelaskan bahwa Dalam pandangan ekonomi,
Multi Level Marketing (MLM) merupakan suatu metode pemasaran yang
dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan
istilah up-line (tingkat atas) dan down-line (tingkat bawah). Up-line dan down-line
umumnya mencerminkan hubungan pada dua level yang berbeda atas dan bawah,
maka seseorang disebut up-line jika mempunyai down-line, baik satu maupun
lebih. Dari sudut pandang fikih muamalah, hukum MLM, “Pada dasarnya
bermuamalah
hukumnya boleh, sehingga ada dalil yang mengharamkannya”. Indikasi
keharaman antara lain adanya riba’ (sistem bunga /penggandaan uang), ghoror
(penipuan), dhoror (merugikan atau menzhalimi pihak lain) dan Menghindari
perjudian (spekulasi/Maysir)).
Multi Level Marketing (MLM) dalam kajian fikih masuk dalam
pembahasan Fikih Mu’amalah atau Bab Buyu’ (Perdagangan).Sistem pemasaran
MLM itu sesungguhnya sangat beragam sekali. Dan di dalam keberagamannya itu,
bisa saja satu sama lain saling berbeda dan bertentangan dengan syarat dan rukun
jual beli. Maka pandangan syari’ah dalam MLM ini pun menjadi sangat
tergantung seperti apa anatomi MLM tersebut.
Lebih jauh, Dekan Syariah ini menegaskan bahwa bahwa telah terjadi
kerancuan dalam akad-akad yang terjadi dalam MLM. Padahal, maksud diaturnya
akad secara ketat dalam fikih mu’amalah adalah untuk menjamin kepastian hukum
dan menutup kemungkinan terjadinya gharar (tipuan), dlarar (kerugian), jahalah
(ketidakjelasan), ataupun dzulm (kezaliman terhadap pihak lain), sehingga dapat
meminimalisir persengketaan antara para pihak dan menyelamatkan
masingmasing pihak dari kerugian.
Bila dilihat dari sudut pandang fikih, menurut Ibu Muzay, ada tiga jenis
akad yang potensial terjadi dalam MLM, yaitu akad bai’ (jual beli), ju’alah
(pengupahan), dan samsarah (makelar). Dikatakan bahwa dalam MLM terjadi
akad bai’ karena dalam praktek MLM, ada pembayaran yang dilakukan oleh
pendaftar dan ada pemberian barang yang dilakukan oleh perusahaan MLM, yang
berakhir dengan berpindahnya kepemilikan barang.Apalagi ada MLM yang secara

82
tegas menyatakan bahwa bila ingin jadi anggota, pendaftar harus membeli produk
terlebih dahulu. Pembelian produk ini kemudian akan secara otomatis dimaknai
sebagai pendaftaran.
Dikatakan bahwa dalam MLM potensial terjadi akad ju’alah, karena disitu
terdapat pengupahan (berupa bonus) atas prestasi yang telah dilakukan member
(merekrut orang lain yang kemudian menjadi down line-nya). Sedangkan indikasi
adanya akad samsarah (makelar) pada MLM terlihat dengan peran dari member
dalam hal menghubungkan calon pembeli (bisa juga berarti calon member) dengan
pihak perusahaan dimana ia bergabung.
Kesimpulan narasumber ini diperkuat dengan paparan dari Wahbah
alZuhaily. Menurut Wahbah, diantara jual beli yang dipandang rusak (fasidah)
oleh ulama Malikiyyah adalah berkumpulnya jual beli dengan salah satu enam
akad, yang diantaranya adalah ju’alah, secara bersamaan dalam satu transaksi.
Konsekuensinya, karena akadnya dianggap rusak (fasid), maka akadnya pun
menjadi terlarang.
Sementara itu narasumber kedua, yang biasa dipanggil Dr. Esih,
menjelaskan bahwa model pembelajaran yang dianut pada perguruan tinggi mulai
mengalami perubahan yakni dari bentuk Teacher Centered Learning (TCL) ke
Student Centered Learning (SCL). Faktor pertama yang mendukung perubahan
model pembelajaran di perguruan tinggi tersebut dikarenakan adanya perubahan
secara global meliputi persaingan yang semakin ketat diikuti dengan perubahan
orientasi lembaga pendidikan, yakni perubahan persyaratan kerja. Faktor kedua
karena adanya masalah yang semakin kompleks sehingga perlu disiapkan lulusan
yang mempunyai kemampuan di luar bidang studinya. Faktor ketiga karena
perubahan cepat di segala bidang kehidupan sehingga diperlukan kemampuan
generik atau tranferable skill sedangkan faktor keempat, kurikulum lama
berdasarkan SK. Mendikbud No. 056/U/1994 masih berbasis content. Keempat
faktor di atas mendukung pengembangan perguruan tinggi dari model TCL ke
SCL dan sesuai dengan empat pillar pendidikan, yaitu learning to know, learning
to do, learning to be dan learning to live together.

83
Adapun yang dimaksud dengan Pembelajaran Berbasis Masalah,
sebagaimana dalam tema presentasi, Dr. Esih menjelaskan bahwa Belajar berbasis
masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana mahasiswa sejak awal
dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti pada proses pencarian informasi
oleh mahasiswa.
Demikianlah di antara hal-hal penting yang dikemukakan dua
narasumber.Setelah presentasi narasumber, kemudian dibuka sessi
diskusi.Beberapa peserta dari dosen dan dari civitas akademika IIQ lainnya
mengajukan beberapa pertanyaan dan komentar, yang kemudian ditanggapi balik
narasumber.Acara berjalan seru dari pkl.14.00 sampai 16.00 WIB, di Aula kampus
IIQ Jakarta. (AM)
c. Pertemuan Ilmiah Internasional
Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta menyelenggarakan
Seminar Internasional dengan tema “al-Qiyadah wa al-Takhatit al-Istiratiji fi al-
Qur’an al-Karim wa Tafhimuhu di Nadhri al-Ushuliyyin”. Acara dilaksanakan
pada, Rabu (8/11/2017), bertempat di Aula IIQ Jakarta, dan dimulai pukul 10.00
s.d 13.00 WIB. Hadir dalam acara ini, Wakil Rektor I Dr. Nadjematul Faizah,
M.Hum.para Ketua Program Studi Pascasarjana, para dosen, para mahasiswa, dan
tamu undangan. Hadir sebagai narasumber pada acara yang dimoderatori oleh Dr.
H. M. Azizan Fitriana, MA.adalah Dr. Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad
Kadhim (Dosen Universitas Ummul Qura, Mesir) dan Dr. KH. Ahmad Munif
Suratmaputra, MA.(Direktur Program Pascasarjana IIQ Jakarta).

7. Analisis Mutu Dosen STIT Islamic Village


Pada tanggal 12 Agustus, peneliti memulai meneliti di kampus STIT
Islamic Village Tangerang. Pertama saya datang pada saat liburan, sehingga
kampus agak terasa sepi, STIT Islamic Village berada di lantai 3. Peneliti
langsung menuju ke lantai 3. Dan kekantornya ada beberapa aktifitas kegiatan,
antara lain: menerima pendaftaran mahasiswa baru, dan di ruang dosen terlihat
beberpa dosen yang lagi ber aktifitas membuat jurnal, mengisi nilai di SIMAK dan
ada yang sekedar ngobrol.

84
Peneliti masuk di ruang Kaprodi PAI yang bernama Irma. Ia bertugas membuat
jadwal matakuliah setiap semester, membagi dan membuat surat tugas mengajar
yang nantinya akan ditandatangani Ketua STIT, DR. Muhammad Thohir
Athamimi, MA. Sedangkan Gunaldi sebagai ketua BAAK mengerjakan berbagai
persyaratan kepangkatan dosen.
Di STIT ini seluruh kepangkatan dosen akan di bantu oleh BAAK untuk
mengurus segala sesuatunya, dosen hanya menyiapkan berkas berkas yang di
butuhkannya, misalnya karya ilmiah, jurnal, buku, ijazah dll. Dorongan dari
pimpinan sangat baik demi kemajuan dosennya. Mulai dari memberi semangat
untuk selalu menulis di Bulletin Jumat. Bulletin ini hadir setiap minggu yang
akan dibagikan ke jamaah masjid yang ada di lingkungan kampus STIT Islamic
Village.
Kemudian kami bertemu dosen yang bernama Ibu maemunah, MA untuk
di wawancarai sekitar pembelajaran, beliau adalah dosem matakuliah Methodologi
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Beberapa pembicaraan yang kami
tangkap bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di STIT ini dalam setiap semester
minimal 14 kali pertemuan dan 1 kali pertemuan untuk UTS dan satu Kali
pertemuan Untuk UAS. Dalam penilaian kepada mahasiswa, seorang dosen
minimal harus memberikan nilai minimal 4 point, yaitu: Kehadiran mahasiswa
10%, Tugas 20%, UTS 30%, dan UAS 40%. Keaktifan mahasiswa untuk menjadi
pertimbangan dalam penilaian, sedangkan tugas yang tidak tertulis bagi dosen
adalah membimbing mahasiswa di luar kelas. Hal ini dapat peneliti lihat dalam
proses penelitian, banyak mahasiswa yang berkonsultasi kepada Dosen, meskipun
bukan masalah akademik. Terlihat ada kedekatan tersendiri.

8. Analisis Mutu Dosen FAI UNIS Tangerang


Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) bertujuan
menghasilkan tenaga kependidikan yang: 1. Memiliki wawasan, ketrampilan dan
tradisi akademis; 2. Menguasai bidang ilmu sumber bahan ajar Pendidikan Agama
Islam yang menjadi keharusan sebagai seorang guru agama; 3. Memahami secara
mendalam tentang masalah-masalah peserta didik dan prinsip-prinsip dasar

85
kependidikan; 4. Menguasai teori dan ketrampilan dalam bidang keguruan serta
mampu mendemontrasikan kerjanya.
Adapun lulusan Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) di
kampus UNIS ini dibekali dengan ahlak dan nilai-nilai mulia, pengetahuan, etika
profesi, kepekaan, ketrampilan dan kemampuan. Dengan begitu, para alumni bisa
menyandang sebagai pendidik professional di bidang Pendidikan Agama Islam.
Indikator yang bisa dilihat dari komptensi yang dimiliki oleh alumni FAI UNIS
misalnya adalah: Pertama, menguasai dasar-dasar ilmiah dan disiplin ilmu dalam
bidang Pendidikan Agama Islam sehingga mampu mengidentifikasi, memahami,
menjelaskan, mengevaluasi dan menganalisis secara kritis dan merumuskan cara
penyelesaian masalah yang ada dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Kedua,
memiliki kemampuan mengembangkan teori teori belajar mengajar, mengevaluasi
hasil belajar, dan merencanakan pembelajaran Agama Islam dengan penguasaan
yang tinggi. Keempat, memiliki kemampuan mengenali, mengamati, dan
melakukan pendekatan dan penalaran permasalahan berdasarkan kajian Islam
yang benar, untuk keperluan akademis dan profesi Guru Agama Islam. Kelima,
memiliki kemampuan membedakan dengan jelas, mana yang ajaran Islam dan
mana yang budaya Arab, sehingga dapat memberikan Pendidikan Agama Islam
dengan tepat dan benar. Keenam, memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang
baik, benar, dan santun dalam ragam lisan dan tulisan sebagai pendidik
profesional, serta kehidupan sehari-hari. Ketujuh, memiliki kemampuan
meningkatkan pemahaman teks berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris dan
Bahasa Arab, untuk keperluan akademis dan profesi Guru Agama Islam.
Kedelapan, memiliki kemampuan mengelola dan mengembangkan kehidupan
masyarakat profesi. Kesembilan, memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi
informasi untuk mengelola dan mengembangkan kemampuan peserta didiknya.
Kebijakan tersebut menunjukkan betapa FAI UNIS Tangerang
berkomitmen kuat melakukan upaya-upaya peningkatan mutu dosen di bidang
pengajaran. Hal ini dibuktikan dari kualifikasi lulusan FAI UNIS yang harus
memiliki komptensi khusus sebagaimana indicator-indikator yang sudah
dijelaskan di atas. Secara langsung atau tidak langsung, hal tersebut tentunya

86
membutuhkan tenaga pengajar atau dosen yang profesional dan menguasai materi
pembelajaran di kelas.
Sementara di bidang penelitian, FAI UNIS menerapkan kebijakan bagi
para dosennya untuk memiliki kemampuan mengembangkan perilaku
kependidikan berkenaan dengan kehidupan dan kegiatan kependidikan
berlandaskan dasar keilmuan kependidikan, terutama etika profesional, riset
bidang kependidikan, dan organisasi kependidikan; memiliki kemampuan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni di bidang
Pendidikan Agama Islam; memiliki kemampuan meningkatkan pemahaman teks
berbahasa asing, terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Arab, untuk keperluan
akademis dan Peneliti Pendidikan Agama Islam; memiliki kemampuan mengenali,
mengamati, dan melakukan pendekatan dan penalaran permasalahan berdasarkan
kajian Islam yang benar, untuk keperluan akademis dan Peneliti Pendidikan
Agama Islam; memiliki kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tertulis dalam
Bahasa Inggris dan Bahasa Arab khususnya pada bidang Pendidikan Agama
Islam; sekaligus memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi informasi untuk
penelitian di bidang Pendidikan Agama Islam.
Hal menarik yang bisa ditemukan dari pelaksanaan pembelajaran di FAI
UNIS adalah kebijakan menggiatkan Enterpreneur dan Penyelenggara pada
Lembaga Pendidikan, Bimbingan Belajar dan Biro Les Privat. Dalam hal ini,
kegiatan tersebut diorientasikan guna melakukan pengelolaan dan pengembangan
usaha positif di bidang Pendidikan Agama Islam secara kreatif dan sesuai
perkembangan dunia pendidikan. Kegiatan ini tentunya harus ditunjang dengan
kemampuan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengelola dan
mengembangkan usaha jasanya.
1. Mutu Lulusan
Kompetensi umum Sarjana Pendidikan Agama Islam adalah memiliki
kualitas dan integritas intelektual; berdaya saing tinggi baik secara akademis
maupun moral; mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan;
menyadari bahwa ilmu pengetahuan selalu maju dan berkembang; mampu
menelusuri dan mendapatkan informasi ilmiah/keteknikan; mengetahui cara dan

87
dapat terus-menerus belajar; dalam menangani tiap masalah, mampu mengungkap
struktur dan inti persoalan serta menetapkan prioritas tahapan-tahapan
penyelesaiannya; mengetahui dan dapat memanfaatkan kegunaan matematika dan
teknologi informasi; dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan; cakap dan terampil
dalam bidang Pendidikan Agama Islam; dapat menyelesaikan masalah secara
logika, memanfaatkan data/informasi yang tersedia; dapat menggunakan
konsepkonsep untuk menerangkan hal-hal yang tidak/kurang jelas; mampu
mandiri dalam kerja dan upaya; mampu aktif berperan-serta dalam kelompok
kerja; mampu berkomunikasi dengan para pakar dalam bidang keahlian lain dan
memanfaatkan bantuan mereka; mampu memanfaatkan secara efektif sumber-
sumber daya yang ada; mampu memulai rintisan pembentukan unit wirausaha di
bidang Pendidikan Agama Islam, mampu mengikuti perkembangan baru di bidang
Pendidikan Agama Islam, melaksanakan penelitian, atau mengikuti program studi
di tingkat lebih tinggi.
2. Kerjasama Prodi PAI dengan perguruan tinggi lain
Upaya peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran dan suasana
akademik, kerjasama menjadi salah satu pendukung terwujudnya harapan-harapan
akademik tersebut. Betapa tidak, lembaga dituntut memiliki keunggulan dalam
menyelenggarakan dan pelayanan pendidikan tinggi yang sesuai dan dibutuhkan
oleh para pengguna maupun masyarakat. Maka peningkatan kerjasama, program
studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Islam
SyekhYusuf Tangerang melakukan kerjasama antar institusi guna meningkatkan
mutu akademik dan layanan serta spirit of islam tetap menjadi perhatian, hal itu
karena peningkatan dan penjalinan silaturrahim menjadi satu dari beberapa ajaran
Islam yang mesti ditempuh guna terbangunnya mitra kerjasama yang sama-sama
saling membantu (ta’awuniyyah) untuk mencapai harapan-harapan yang saat dan
selama ini dituntut oleh masyarakat institusi perguruan tinggi harus lebih baik dan
berdaya saing nasional maupun internasional. Institusi-institusi yang telah
menandatangani kerjasama dengan Program Studi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang adalah: 1).
Kementerian Agama (KEMENAG) Republik Indonesia cq. Dirjen PAIS dalam

88
Kegiatan Kurikulum 13 di Puri Avia Kabupaten Bogor Jawa Barat; 2). Program
Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyyah
Kota
Tangerang; 3). Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Sekolah Tinggi Agama
Islam Asy-Syukriyyah Kota Tangerang; 4).Program Studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syukriyyah Kota Tangerang; 5).
Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Islamic
Village Karawaci Tangerang: 6). Program Studi Hukum Tata Negara (HTN)
Fakultas

Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanudin Banten.

C. Strategi Meningkatkan Mutu Dosen


Untuk meningkatkan mutu, Goetsch & Davis (2000) berpendapat
perlunya mengidentifikasi akar penyebab munculnya masalah. PTAIS sebagai
organisasi terbuka dalam proses kegiatannya tentu dipengaruhi oleh banyak unsur.
Menurut Miller (2007), unsur-unsur tersebut meliputi: 1) mutu sistem hulu, 2)
mutu input, 3) mutu proses kerja utama, 4) mutu output, 5) mutu sistem
kepemimpinan, dan 6) mutu kehidupan kerja.
Pertama adalah mutu sistem hulu yang berkenaan dengan mutu suatu
unsur/sistem di luar kampus (PTAIS) yang berhubungan dengan dan
mempengaruhi unsur di dalam institusi PTAIS. Unsur yang berasal dari luar antara
lain adalah Pemerintah sebagai penentu dan pelaksana kebijakan/peraturan
(semisal dana, kurikulum, izin pendirian perguruan tinggi/Jurusan/Prodi baru)
yang nantinya akan menyuplai calon mahasiswa (peserta didik).
Pemerintah perlu meningkatkan anggaran pengelolaan dan pelaksaaan kegiatan
PTAIS. Hal ini mengingat terbatasnya dana untuk PTAIS mengakibatkan
ketersediaan input (misalnya sarana prasarana) menjadi tidak memadai dan atau
tidak bermutu. Akibatnya porses kerja (seperti pendidikan/pengajaran, penelitian,
dan pengabdian pada masyarakat) juga tidak optimal atau kurang bermutu.
Efeknya, mutu output dan outcome PTAIS menjadi rendah. Karenanya,
pemerintah perlu berkomitmen untuk benar-benar melaksanakan amanat Undang-

89
Undang Sistem Pendidikan yang menyangkut pendanaan pendidikan, dan
pengalokasian yang tepat, baik oleh pemerintah maupun oleh manajemen PTAIS.
Mengenai kurikulum, beban SKS pada kurikulum PTAIS yang ditentukan
pemerintah dalam hal ini Kemenag dirasa masih terlalu besar, yaitu antara 140-
160 SKS. Ini merupakan salah satu penyebab sulitnya meningkatkan mutu PTAIS.
Kurikulum yang terlalu gemuk mengakibatkan beban kerja terlalu berat untuk
diselesaikan, baik oleh dosen maupun mahasiswa, yang nantinya berpengaruh
terhadap mutu pembelajaran dan akhirnya berdampak pula pada rendahnya mutu
output/outcome PTAIS yang bersangkutan.
Di samping itu, isi kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
agar mutu output/outcome menjadi meningkat. Selama ini, kurikulum PTAIS
cenderung masih mengarah pada rentetan matakuliah dan belum secara terarah
mengembangkan kemampuan akademik, profesi dan vokasi yang benarbenar
diperlukan untuk terjun di masyarakat nantinya.
Untuk meningkatkan mutu PTAIS dari sisi kurikulum, perlu merampingkan
kurikulum dan juga perlu pengembangan kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat. Selain itu, perlu fleksibilitas yang lebih
untuk PTAIS untuk mengembangkan kurikulumnya.
Pemerintah juga perlu mengevaluasi kebijakan terkait izin pendirian
PTAIS/Jurusan/Prodi baru. Saat ini, banyak PTAIS yang berhasrat membuka
banyak prodi tetapi tidak diimbangi dengan mutu dan kemampuan yang
dimilikinya.
Kedua adalah mutu input yang berkenaan dengan mutu sumber daya manusia
(SDM), dana, peralatan dan perlengkapan, bangunan dan lahan, energi, dan
informasi. Masalah input SDM dapat dikelompokkan menjadi input mahasiswa,
dosen, dan tenaga kependidikan. Sebagaimana dalam system mutu hulu, input
mahasiswa di PTAI sangat dipengaruhi oleh kompetensi lulusan sekolah (SMU,
SMK, MAK). Persoalan mutu ini kian bertambah ketika calon mahasiswa yang
masuk ternyata merupakan calon ‘buangan’ atau calon yang tidak lulus tes masuk
di perguruan tinggi Islam.

90
Di satu sisi, PTAIS berharap banyak calon mahasiswa yang masuk, tetapi di sisi
lain, PTAIS harus mencari input atau calon mahasiswa yang memang memenuhi
standar mutu kampus.
Hal yang terpenting tentunya adalah mutu dosen PTAIS. Faktanya, temuan di
lapangan cukup memberikan keprihatinan banyak pihak. Artinya, karakter dan
kemampuan dosen memiliki pengaruh besar terhadap tingkatan mutu PTAI.
Agung Riksana (2011) mengungkapkan bahwa permasalahan pendidikan tinggi
yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah kualifikasi pendidikan dosen dan
komitmennya terhadap riset yang masih rendah. Diakui, PTAIS di Indonesia
umumnya memiliki permasalahan yang hampir sama yang disebabkan oleh dua
hal yaitu kompetensi atau kualifikasi SDM dan komitmen SDM.
Kondisi tersebut juga berkait erat dengan manajemen dan kepemimpinan.
Menurut Sallis (2011), manajemen dan kepemimpinan juga sering menjadi
kendala dalam peningkatan mutu terpadu. Kaitannya dengan mutu kepemimpinan
dan manajemen PTAIS adalah proses rekrutmen dosen dan pengembangannya
yang belum memenuhi standar. Kondidi ini akan mempengaruhi mutu proses kerja
utama dan output PTAIS. Oleh Karena itu, Kementerian Agama dan pimpinan
PTAIS perlu berkomitmen kuat untuk menerapkan standar dosen sesuai aturan,
dan perlu memeberi dukungan dalam pengembangan dan pemberdayaan dosen
melalui pendidikan dan pelatihan yang tepat sasaran.
Selain itu, juga diperlukan kejujuran dan pengendalian yang ketat terhadap
sistem database dosen sehingga penggunaan nama dosen yang berkualitas pada
PTAIS tertentu tidak sekadar untuk keperluan akreditasi dan administrasi, padahal
faktanya dosen tersebut tidak mengajar. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
peran manajemen dan kepemimpinan PTAIS dalam mengembangkan dan
memberdayakan dosen yang ada, sehingga pengalamannya menjadikan
pembelajaran mutu yang dapat terus meningkat.
Ketiga adalah mutu proses kerja utama PTAIS yang berkenaan dengan mutu:
pembelajaran, riset, layanan, dan manajemen. Mutu pembelajaran menekankan
pada mutu proses pembelajaran dosen-mahasiswa. Proses pembelajaran di PTAIS
juga masih rendah sebagaimana diungkap Tilaar (2008), bahwa kehidupan

91
akademik atau budaya kampus kita dewasa ini masih merupakan kelanjutan
budaya sekolah lanjutan, yaitu menghabiskan suatu porsi tertentu dari menu yang
sudah ditentukan.
Menurut Sallis (2011), karena mahasiswa adalah pelanggan utama, maka strategi
proses pembelajaran harus memenuhi kebutuhan individu masing-masing mereka, dan
evaluasi juga harus menjadi proses yang berkelanjutan sampai akhir studi, sehinga
mahasiswa dapat memperoleh kepuasan dan meraih sukses yang maksimal. Dalam hal
ini, dosen harus membelajarkan mahasiswa yang mencakup belajar untuk
memecahkan masalah, belajar untuk hidup bermasyarakat dan berbangsa, dan belajar
untuk memajukan kehidupan dirinya sendiri.
Mengingat bahwa mahasiswa adalah pelanggatan utama dalam proses pembelajaran,
maka mutu pembelajaran di PTAIS lebih dipengaruhi oleh mutu dosen itu sendiri
dalam merencanakan dan melaksanakan strategi dan evaluasi pembelajaran untuk
melayani mahasiswa dalam belajar. Hal ini, sebagaimana telah dibahas sebelumnya,
masih berkaitan dengan kompetensi dan kualifikasi dosen sebagai input, dan juga
pemberdayaan dan pengembangannya dalam proses manajemen dan kepemimpinan
PTAIS beserta dukungan pemerintah.
Mengenai mutu riset dosen di PTAIS, hasil temuan menunjukkan masih
rendah atau kurang maksimal. Hal ini tentu bisa dilacak dari hasil akreditasi
BANPT. Padahal, bobot atau kualitas dari publikasi riset dosen terbilang tinggi.
Minimnya riset yang dilakukan oleh dosen PTAIS dapat dianggap sebagai akibat
rendahnya kompetensi, kualifikasi, dan komitmen dosen untuk meningkatkan
mutu dan profesionalitas dirinya.
Mutu layanan yang berkenaan dengan pembentukan kerjasama kemitraan
serta perancangan layanan dan program luar negeri juga masih menjadi kendala
yang dihadapi oleh PTAIS. Hal ini sekali lagi sangat berkaitan dengan mutu
sumber daya manusia serta manajemen dan kepemimpinan di lingkungan PTAIS.
Jika ini terus terjadi, secara langsung akan menurunkan mutu layanan PTAIS itu
sendiri. Dari sini bisa disimpulkan bahwa mutu kerjasama dan kemitraan publik
PTAIS secara umum belum berkembang dengan baik.
Dalam manajemen mutu, yang menentukan mutu dalam sebuah institusi
adalah kepemimpinan (Sallis, 2011). Atas dasar hal itu, rendahnya mutu

92
manajemen PTAIS dapat dikatakan cermin dari rendahnya komitmen pemimpin
PTAIS terhadap mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sallis bahwa
sebab utama kegagalan mutu lembaga karena manajer yang kurang mendukung
proses dan kurang memiliki komitmen untuk inisiatif tersebut. Salah satu
pemicunya adalah adanya rasa takut kehilangan kedudukan.
Karenanya, untuk meningkatkan mutu manajemen PTAI, pimpinan harus
menyempurnakan aturan dasar yang digunakan dalam proses pemilihan pemimpin
dan melakukan pengawasan praktiknya. Aturan dasar pemilihan mengacu pada
kepemimpinan mutu yang antara lain berdasar pada: memiliki visi mutu yang
jelas, mementingkan visi dan nalai-nilai institusi, memiliki tanggungjawab
institusional, berbaur dengan staf dan pelanggan, serta memiliki komitmen,
ketulusan, dan semangat.47
Keempat adalah mutu output yang merupakan hasil dari proses kerja
input. Karena sebagian besar unsur input dan proses mutunya rendah, maka
otomatis outputnya pun bermutu rendah.
Kelima adalah mutu kepemimpinan. Dalam hal ini, dosen PTAIS bisa
dibilang masih bermutu rendah jika dilihat dari aspek kepangkatan, jumlah karya
ilmiah dan penelitian yang selama ini dilakukan. Untuk peningkatannya perlu
perubahan aturan dasar yang digunakan dalam proses pemilihan pemimpin dan
melakukan pengawasan prakteknya.Aturan dasar pemilihan mengacu pada
kepemimpinan mutu yang antara lain berdasar pada: memiliki visi mutu yang
jelas, mementingkan visi dan nalai-nilai institusi, memiliki tanggungjawab
institusional, berbaur dengan staf dan pelanggan, serta memiliki komitmen,
ketulusan, dan semangat.48
Keenam adalah mutu iklim kerja. Menurut Miller (2007), mutu iklim
kerja merupakan refleksi dari mutu budaya organisasi dan berhubungan dengan
layanan yang disediakan oleh sistem kepemimpinan. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Goetsch & Davis (2000) menyatakan bahwa budaya organisasi terkadang
tidak dapat diubah tanpa peerubahan dalam kepemimpinan. Ini menunjukkan
bahwa suasana kerja yang bermutu sangat terkait dengan kepemimpinan dan
47 E. Sallis, 2002. Total quality…, h. 55.
48 E. Sallis, 2002. Total quality…, h. 56.

93
manajemen yang bermutu. Hal itu berarti bahwa untuk memperbaiki mutu iklim
kerja dilakukan melalui perubahan kepemimpinan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai pengembangan mutu
dosen bidang pembelajaran di lingkungan PTAIS Wilayah I Jakarta, maka dapat
dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam meningkat kualitas pembelajaran dosen di kelas, setidak ada dua factor
pendorong utama, yaitu: Pertama, kebijakan pimpinan PTAIS. Dalam hal ini,
untuk meningkatkan mutu dosen bidang pembelajaran, maka strategi yang
dilakukan oleh Pimpinan PTAIS adalah melakukan rangkaian-rangkaian
kegiatan mutu secara konsisten dalam perekrutan dosen, studi lanjut, promosi
dosen, diskusi ilmiah, lokakarya, pelatihan pelatihan yang menunjang
peningkatan kompetensi, penelitian. Kedua, individu dosen itu sendiri.
Seorang dosen punya kewajiban dan tantangan untuk meningkatkan kualitas
atau mutu dirinya dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi, utamanya
bidang pembelajaran.
2. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu dosen. Pertama, faktor
internal individu dosen, yaitu keinginan untuk berkembang, kurangnya
komunikasi dan relasi antara dosen junior dan senior, komitmen dosen
terhadap tugasnya, motivasi, tanggung jawab terhadap tugas. Kedua, faktor
eksternal dosen, yaitui lingkungan kerja yang nyaman, keluarga, kebijakan
pimpinan, sarana dan prasarana, reward, pelatihan yang berkesinambungan,
saling support antara dosen satu dengan yang lainnya, budaya akademik dan

94
kerjasama, tuntutan mahasiswa, dan mutu kepemimpinan lembaga. Ketiga,
faktor kendala dan hambatan, yaitu kurangnya intensif dalam melakukan
Tridharma perguruan tinggi, kurangnya pembinaan dosen senior terhadap
dosen junior, dan kebijakan beasiswa studi lanjut bagi dosen berprestasi.

3. Hasil dari strategi pengembangan dan peningkatan mutu pembelajaran dosen


adalah meningkatnya produktivitas dan kinerja dosen yang bermuara pada
meningkatnya mutu dosen. Setidaknya ada tigat dampak positif yang
berpengaruh terhadap perbaikan dan peningkatan mutu dosen, yaitu
memahami kapasitas dan batas kemampuan diri; menyadari tingkat
kemampuan individu; dan kemampuan mengelola keberhasilan dan kegagalan
yang pernah dialami.

B. Saran
Dari analisis dan hasil yang ditemukan oleh peneliti, maka peneliti perlu
memberikan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dan dikembangkan oleh
PTAIS di wilayah I Jakarta guna meningkatkan kinerja dosennya di masa
mendatang.:
1. Pimpinan PTAIS (Rektor/Ketua/Dekan/Kaprodi) perlu melakukan evaluasi
mutu kampus dan mutu pembelajaran dosen secara terus menerus.
2. Fakultas dan jurusan agar selalu meningkatkan pengawasan dan monitoring
yang rutin terhadap proses pembelajaran atau perkuliahan di kelas, sehingga
dosen dapat meningkatkan profesionalitasnya.
3. Pimpinan PTAIS perlu memperhatikan reward dan punishment yang tegas
terhadap kinerja dosen.
4. Para dosen di lingkungan PTAIS Wilayah I Jakarta agar selalu meningkatkan
kreatifitas dan inovasi dalam proses pembelajaran.
5. Kepada peneliti yang lain diharapkan dapat mengembangkan dan melanjutkan
penelitian ini yang berkaitan dengan kinerja dosen.

95
C. Rekomendasi
Pemerintah perlu meningkatkan perhatian dan komitmennya terhadap
PTAIS dan manajemennya yang didasarkan pada nilai-nilai akademik yang
bermutu. Perhatian dan komitmen pemerintah tersebut akan berdampak positif
pada mutu input yang berupa kurikulum, dosen, dana, serta sarana prasarana.
Kemudian berakibat kepada rendahnya mutu proses pendidikan, penelitian,
pengabdian kepada masyarakat, serta proses manajemen dan tata kelola PTAIS.
Untuk itu, Pemerintah (termasuk kementerian dan badan-badan yang
berwenang) perlu meningkatkan komitmennya dalam penyediaan dan
pengalokasian dana serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan/peraturan
perundangan yang berlaku secara terbuka, adil, dan konsekuen.

96
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,


Yogyakarta, Rineka Cipta.

Bambang Sumardjoko, “Faktor-faktor Determinan Peran Dosen dalam Penjaminan


Mutu Perguruan Tinggi”, Cakrawala Pendidikan, November 2010, Th. XXIX,
No. 3, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Efendi Napitupulu, “Pengaruh Model dan Strategi Pelatihan terhadap Mutu Pelayanan
Dosen”, Jurnal Teknologi Pendidikan, Fakultas Teknik dan PPs Universitas
Negeri Medan.

Handoko, T Hani, 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Balai
Penerbit Fak. Ekonomi , Universitas Gajah Mada.

Hendrajaya, L. 1999. “roses Pertumbuhan Institut Teknologi Bandung Rumusan,


Pengertian, dan Gambaran, Bandung: ITB.

Martono, “Banyak PTS Abaikan Mutu”, Suara Merdeka, 18 Mei 2006.

Masluyah Suaib, “Kebijakan dan Pengembangan Mutu Dosen”, artikel jurnal,


Universitas Tanjung Pura, Pontianak, 2012.

Mintorogo, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Muchlas, M. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mudilarno, “Implikasi Penilaian Kinerja Dosen oleh Mahasiswa terhadap


Pengembangan Perkuliahan dan Dalam Konteks Sistem Penjaminan Mutu
Akademik Di STTA Yogyakarta”, Jurnal Angkasa, Volume 2, Nomor 1, April
2010.

Mustafid, “Baru 4 PTS Terapkan Standar Mutu”. Harian Suara Merdeka, 10 Mei 2006.

Sallis, E. 2002. Total Quality Management in Education, London: Kogan Page Limited.

Shinta Wahyu Hati, “Pengaruh Kepemimpinan dan Kinerja Dosen terhadap Mutu
Pelayanan di Politeknik Negeri Batam”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Volume
9 Nomor 2 Tahun 2013, Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

97
Sobirin, A., 2009. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna dan Aplikasinya dalam
Kehidupan Organisasi, Yogyakarta: UUP STIM YKPN.

Sopiah, 2008. Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Andi Offset.


Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM; Teori, Dimensi
pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.

Suharto, “Pengembangan Profesionalisme Dosen”, Jurnal Pengembangan Humaniora,


Vol. 11 No. 1, April 2011, Politeknik Negeri Semarang.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
2005. Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan


Nasional 2003.

Uno. H.B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi aksara.

Wiradinata, R. 2004. “Manajemen Pengembangan Kinerja Perguruan Tinggi: Studi


tentang Pengaruh Kompetensi Individu, Kreativitas, Pimpinan dan Faktor
Lingkungan terhadap Kinerja Universitas Swasta di Jawa Barat” Desertasi,
Bandung: Program Pascasarjana (S3) UPI.

Wirawan, 2009. Evaluasi Kinerja Sumber daya Manusia, Teori, Aplikasi, dan
Penelitian, Jakarta: Salemba Empat.

98

Anda mungkin juga menyukai