Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH

RESEARCH AND DEVELOPMENT (R&D), PENELITIAN


TINDAKAN SEKOLAH, PENELITIAN TINDAKAN KELAS, DAN
POLICY RESEARCH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan


Dosen Pengampu:
Dr. Herwin S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Safril Haskin 22112251105
Nurhayati 23011040023
Yesi Martha Afrillia 23011040025
Agus Herwanto 23011040039
Ulil Amri Mufangati 23011040064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atar berkat dan
rahmat-Nya tugas makalah Metodologi Penelitian Pendidikan ini dapat diselesaikan
dengan baik.

Secara umum makalah ini menjelaskan tentang Research And Development


(R&D), Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan Kelas, dan Policy Research.
Selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah, kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca khususnya bagi guru Sekolah Dasar dalam
memahami Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian
Tindakan Kelas, dan Policy Research.
Kami menyadari bahwa proses penyusunan makalah ini memungkinkan adanya
kekurangan maupun kesalahan baik dalam hal teknis penulisan, tata bahasa maupun
isinya. Oleh karena itu guna penyempurnaan makalah ini penulis sangat mengharapkan
saran, masukan maupun kritikan yang membangun dari pembaca makalah ini.
Demikianlah makalah ini disusun. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 13 September 2023

ii
DAFTAR PUSTAKA

BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan ....................................................................................................... 6
BAB II...................................................................................... Error! Bookmark not defined.
CRITICAL THEORY PARADIGMS ........................................ Error! Bookmark not defined.
A. RESEARCH AND DEVELOPMENT (R&D) .................................................................. 7
B. PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH. ...................................................................... 27
C. PENELITIAN TINDAKAN KELAS. ............................................................................. 34
D. POLICY RESEARCH .......................................................................................................... 59
BAB III ................................................................................................................................... 66
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 66
A. KESIMPULAN. ................................................................................................................... 66
B. SARAN. ................................................................................................................................. 67

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian Research and development (R&D) sangat penting bagi perkembangan
perekonomian, sehingga banyak negara-negara maju memberikan perhatian sangat serius
terhadap kegiatan R&D. Menurut Industrial Research Institute (2016), alokasi anggaran
riset negara-negara maju dan berkembang yang berada di atas kisaran 2,5% per GDP. Pada
tahun 2016, alokasi anggaran R&D Amerika (2,76%), Jerman (2,92), Jepang (3,39%),
Taiwan (2,35%), dan Korea Selatan (4,04%). Namun perkembangan R&D di Indonesia
masih jauh tertinggal dibanding negara-negara di dunia, bahkan dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN (Boonchom, 2012:220).
Perkembangan dan kemajuan Negara bertumpu juga pada sektor pendidikan yang
erat kaitannya dengan guru merupakan simbol yang menjadi unsur penting dalam
tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya kualitas guru
maka akan semakin tinggi pula kualitas pendidikan, sehingga guru selalu dituntut dapat
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik dan dapat menjamin kualitas
pendidikan. Seperti yang tertuang dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen menunjukkan bahwa guru merupakan komponen yang sangat penting dalam
pendidikan yang mempunyai tugas utama yaitu mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Pada dasarnya, tujuan adanya guru adalah untuk membantu para peserta didik untuk
mengembangkan atau membina segala potensi bakat atau pembawaan yang ada pada diri
anak dan membentuk jiwa, karakter, dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai kehidupan dan
yang paling penting guru harus terpanggil untuk membimbing, melayani, mengarahkan,
menolong, memotivasi, dan memberdayakan sesama, dan bukan karena terkait dengan tugas
formal atau tugasnya sebagai guru.
Dengan demikian, guru benar-benar mampu, ikhlas dan penuh dedikasi dalam
menjalankan tugas keguruannya (Hasyim, 2014:268). Lampiran peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Standar
Kualifikasi Akademik Kompetensi Guru menyatakan bahwa kemampuan menulis karya

4
ilmiah guru merupakan salah satu kompetensi yang dituntut oleh BSNP. Guru harus mampu
melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan pembelajaran dan
keprofesionalan. Hal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan minat para guru terhadap
penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan metode bagi praktisi
pendidikan untuk 3 terlibat dalam penilaian dan peningkatan praktik mereka sendiri.
Metode ini dapat menjadi alat untuk membantu guru menganalisis metode pengajaran di
kelas dan beradaptasi untuk memecahkan masalah (Gorski, 2015:317).
Mengingat akan pentingnya Penelitian Research And Development (R&D),
Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan Kelas, Policy Research dan sudah
seharusnya ada upaya pembimbingan yang sitematis dan berkelanjutan, akan tetapi saat ini
tidak semua guru mendapatkan pendidikan dan pelatihan penelitian tindakan kelas baik dari
LPMP maupun dinas pendidikan. Sebagian besar guru hanya mendapat informasi saja tugas
Penelitian Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian
Tindakan Kelas, dan Policy Research tanpa mendapatkan diklat secara khusus, ini akan
menjadikan sebagian guru tidak memahami arti, manfaat, serta makna dari tugas penelitian
tindakan kelas yang pada akhirnya sebagian guru beranggapan bahwa Kegiatan penelitian
tindakan kelas hanya sebagai proyek formalitas saja, terutama sebagai syarat untuk
kenaikan pangkat golongan.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan guru pada pelaksanaan kegiatan penelitian
Penelitian Penelitian Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan Sekolah,
Penelitian Tindakan Kelas, dan Policy Research sudah seharusnya pelaku pendidikan di
daerah yang berhadapan langsung dengan kondisi riil mengupayakan kegiatan yang bersifat
membantu dan mendorong terciptanya iklim sehat dalam peningkatan kemempuan guru
dalam melaksanakan penelitian, khususnya penelitian tindakan kelas. Sebagai alternatif
peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan R & D salah satunya dengan penerapan
forum diskusi kelompok kecil di sekolah, langkah ini dirasakan sesuai diterapkan karena
guru akan berinteraksi dengan sesama guru sehingga tercipta persamaam persepsi terhadap
Tugas Penelitian Penelitian Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan
Sekolah, Penelitian Tindakan Kelas, dan Policy Research, selain itu guru akan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas baik pada tahap menemukan masalah,
merencanakan tindakan, merefleksi dan merevisi apa yang telah dilakukan.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dalam penulisan
makalah ini akan fokus untuk memahami Research And Development (R&D), Penelitian
Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan Kelas, dan Policy Research.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metode Penelitian Pendidikan dan untuk menjelaskan tentang memahami Penelitian
Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan
Kelas, dan Policy Research.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik. Secara teoritis, makalah
ini dapat menjadi khazanah ilmu dan referensi dalam mempelajari sub bahasan Penelitian
Research And Development (R&D), Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan
Kelas, dan Policy Research pada mata kuliah metodologi penelitian pendidikan.
Penggunaan Interpretivist Paradigms dalam penulisan dan penelitian dapat meningkatkan
kualitas pengetahuan, mendorong pengembangan ilmu pengetahuan, dan memiliki
dampak yang signifikan dalam berbagai bidang. Secara praktis, makalah ini dapat
dijadikan bahan mahasiswa dalam mendukung proses penelitian tugas akhir studinya

6
BAB II
KAJIAN TEORI

A. RESEARCH AND DEVELOPMENT (R & D)


1. PENGERTIAN PENELITIAN PENGEMBANGAN

Menurut Borg and Gall (1989), educational research and development is a


process used to develop and validate educational product. Penelitian dan
pengembangan pendidikan adalah sebuah proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Penelitian Pengembangan juga diartikan sebagai suatu proses atau langkah-


langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk
yang telah ada yang dapat dipertanggung jawabkan (Sujadi, 2003). Penelitian
pengembangan di sini bisa diartikan sebagai evaluasi terhadap penelitian sebelumnya.

Menurut L.R. Gay (1991) penelitian dan pengembangan adalah suatu usaha
untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan
bukanuntuk menguji teori. Selanjutnya, penelitian pengembangan didefinisikan
sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan
evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria
validitas, kepraktisan, dan efektifitas.

Sejalan dengan hal tersebut, Richey and Klein (2007) mengemukakan bahwa
pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik
yang berkaitan dengan desain belajar sistematik, pengembangan dan evaluasi
memproses dengan maksud menetapkan dasar empiris untuk mengkreasikan produk
pembelajaran dan non-pembelajaran yang baru atau model peningkatan
pengembangan yang sudah ada. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan
penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk
tersebut agar dapat berfungsi di masyarakat luas maka diperlukan penelitian untuk
menguji keefektifan produk tersebut. Metode penelitian dan pengembangan juga
didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.

7
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa penelitian dan
pengembangan (R&D) adalah suatu proses kajian sistematik untuk mengembangkan
dan memvalidasi produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang
dikembangkan/dihasilkan antara lain berupa bahan pelatihan untuk guru, materi ajar,
media pembelajaran, soal-soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran.

Produk-produk yang dihasilkan melalui penelitian R&D dalam bidang


pendidikan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pendidikan. Produk
tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti
buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga
perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data,
pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model- model
pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll.

Selanjutnya Borg and Gall (1989) menjelaskan empat ciri utama dalam
penelitian dan pengembangan, yaitu:
a. Studying research findings pertinent to the product to be develop, artinya,
melakukan studi atau penelitian awal untuk mencari temuan-temuan penelitian
terkait dengan produk yang akan dikembangkan.
b. Developing the product base on this findings, artinya, mengembangkan produk
berdasarkan temuan penelitian tersebut.
c. Field testing it in the setting where it will be used eventually, artinya, dilakukannya
uji lapangan dalam seting atau situasi senyatanya dimana produk tersebut nantinya
digunakan.

d. Revising it to correct the deficiencies found in the field-testing stage, artinya,


melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan
dalam tahap-tahap uji lapangan.
Empat ciri utama R&D tersebut, memberikan gambaran bahwa ciri utama R&D
adalah adanya langkah-langkah penelitian awal tekait dengan produk yang akan
dikembangkan. Hasil penelitian tersebut kemudian produk pendidikan dirancang dan
dikembangkan untuk kemudian diuji dan diperbaiki/direvisi.
Pelaksanaan penelitian dan pengembangan, ada beberapa metode yangdigunakan,
yaitu metode: deskriptif, evaluatif, dan eksperimental (Winarti, 2012).
8
Metode penelitian deskriptif, digunakan dalam penelitian awal untuk
menghimpun data tentang kondisi yang ada mencakup: (1) kondisi produk- produk
yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) untuk produk
yang akan dikembangkan, (2) kondisi pihak pengguna, seperti sekolah, guru, kepala
sekolah, siswa, serta pengguna lainnya, (3) kondisi faktor-faktor pendukung dan
penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan,
mencakup unsur manusia, saran-prasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan.
Metode evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan
suatu produk. Produk dikembangkan melalui serangkaian uji coba, dan setiap
kegiatan uji coba diadakan evaluasi, baik evaluasi hasil maupun evaluasi proses.
Berdasarkan temuan-temuan hasil uji coba diadakan penyempurnaan-penyempurnaan.
Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang
dihasilkan. Walaupun dalam tahap uji coba telah ada evaluasi (pengukuran), tetapi
pengukuran tersebut masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada
kelompok pembanding. Dalam eksperimen telah diadakan pengukuran selain pada
kelompok eksperimen juga pada kelompok pembanding atau kelompok kontrol.
Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak atau
random. Pembandingan hasil eksperimen pada kedua kelompok tersebut dapat
menunjukkan tingkat keampuhan dari produk yang dihasilkan.
2. KARAKTERISTIK PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (R&D)
Menurut Santyasa, penelitian pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas
pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan
upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai
pertanggungjawaban profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan
kualitas pembelajaran.
b. Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar
yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
c. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji
coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan
bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan,
validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas,
9
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
d. Proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media
pembelajaran perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporakan secara
sistematis sesuai dengan kaidah penelitian yang mencerminkan originalitas
(Wayan Santyasa, 2009).
Selain karakteristik tersebut, Van Den Akker (1999) mengemukakan beberapa
motif penelitian dan pengembangan,yakni:
a. Motif dasarnya bahwa penelitian kebanyakan dilakukan bersifat tradisional,
seperti eksperimen, survey, analisis korelasi yang fokusnya pada analysis
deskriptif yang tidak memberikan hasil yang berguna untuk desain dan
pengembangan dalam pendidikan.
b. Keadaan yang sangat kompleks dari banyaknya perubahan kebijakan di dalam
dunia pendidikan, sehingga diperlukan pendekatan penelitian yang lebih
evolusioner (interaktif dan siklis).
c. Penelitian bidang pendidikan secara umum kebanyakan mengarah pada reputasi
yang ragu-ragu dikarenakan relevansi ketiadaan bukti.
3. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN R&D
Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat
analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat
berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untukmenguji keefektifan
produk tersebut. Jadi penelitian dan pengembangan bersifat longitudinal (bertahap bisa
multy years). Penelitian Hibah Bersaing, adalah penelitian yang menghasilkan produk,
sehingga metode yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan
(Sugiyono, 2010).
Langkah-langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan yang
dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu dan untuk menguji keefektifan produk
yang dimaksud, adalah:
a. Adanya Potensi Masalah

Apapun jenis penelitiannya selalu dimuali dengan adanya permasalahan atau


ganjalan, yang merupakan suatu kesenjangan yang dirasakan oleh peneliti.
Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya perbedaan kondisi nyata dengan

10
kondisi harapan (Arikunto, 2010). Kesenjangan inilah yang kemudian dielaborasi
dalam sebuah penelitian untuk kemudian ditemukan jawaban atas masalah itu
sendiri.

Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan masalah sebagai sesuatu hal


yang harus dipecahkan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989).
Pengertian lain dalam hal ini adalah sesuatu yang menghalangi tercapainya tujuan
yang harus diupayakan untuk menyelesaikannya melalui suatu proses yang
dilakukan secara sistematis.

Sudarman Danim dalam Uhar Suharsaputra menyatakan bahwa, titik tekan


perumusan masalah adalah pada apa masalah penelitian itu, sedangkanpertanyaan
penelitian lebih teknis sifatnya, yaitu mengacu pada tujuan, asumsi, hipotesis, dan
bahkan instrument secara sangat spesifik, meskipun dalam praktiknya terkadang
tidak dibedakan, karena keduanya mengacu pada tujuan penelitian yang sama
(Suhasaputra, 2012). Indentifikasi masalah sangatlah penting dalam sebuah
penelitian sebelum memulai, karenma masalah adalah titik mulai dan dasar
dalam sebuah penelitian.

Permasalahan yang akan diteliti hendaknya dapat memenuhi tiga kriteria


penting yaitu:
1) Permasalahan atau problematika sebaiknya merefleksikan dua variabel atau
lebih.
2) Sebaiknya dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang jelas dan tidak
meragukan. Sesuai dengan kemampuan dan keinginan peneliti.
3) Sebaiknya dapat diuji secara empiris (Sukardi, 2014).
Tiga kriteria ini penting sebagai pertimbangan peneliti dalam
mengidentifikasi permasalahan yang ditemui.
Peneliti dalam merumuskan masalah harus menetapkan dua variabel atau
lebih yang akan dijadikan obyek formal penelitian, sehingga arah dan sasaran
penelitian akan menjadi jelas, dan hal ini sangat penting untuk menentukan
instrument penelitian yang akan dipergunakan dalam melakukan pendekatan
untuk memperoleh data maupun untuk pengukuran (Kasiram, 2008). Variabel-
variabel yang dirumuskan nantinya akan dianalisis sesuai dengan kaidah
11
penelitian kausal komparatif.
Suatu permasalahan dikatakan dapat diteliti apabila masalah tersebut dapat
diungkap kejelasannya melalui tindakan koleksi data dan tidak ambigius,
kemudian dianalisis. Untuk memperoleh jawaban atas suatu permasalahan
tersebut dilakukan dengan mencari informasi dengan beberapa cara misalnya
bertanya pada responden dengan melakukan wawancara, melakukan observasi
langsung atau menggunakan angket dan menyebarkannya kepada responden
terkait. Data berkaitan dengan masalah penelitian yang diperoleh tersebut harus
bisa dipecahkan melalui kerangka berpikir ilmiah serta menjangkau banyak hal
dalam proses penyelesaiannya (Kasiram, 2008).
Masalah yang dirumuskan haruslah jelas dan tidak multi tafsir. Sehingga
jawaban yang nanti didapatkan sesuai dan tepat dengan apa yang diharapkan di
awal penelitian.
Sesuai dengan kemampuan dan keinginan peneliti, artinya peneliti perlu
menyesuaikan kemampuan dan keinginannya, peneliti harus mempunyai
kepercayaan bahwa apa yang hendak dilakukan di lapangan akan berhasil, karena
data yang ada di lapangan dan kemampuan peneliti untuk mengumpulkan
kemudian menganalisisnya sampai hasil penelitian dapat diperoleh (Kasiram,
2008). Pelaksanaan penelitian haruslah disesuaikan dengan kapabilitas peneliti,
ada peneliti yang luwes pada metode kualitatif, ada pula kuantitatif, semua
kembali pada peneliti itu sendiri.
Masalah dapat didukung dengan data empiris dan dapat diukur, artinya
fenomena masalah tersebut dapat diukur secara kuantitatif maupun secara
empiris. Ukuran empiris atau ukuran yang didasarkan pada fakta yang dapat
dirasakan oleh orang yang terlibat mempunyai peranan penting. Karena
dukungan data empiris memberikan hubungan yang erat antara fakta dan
konstruk suatu fenomena (Kasiram, 2008). Data empiris di sini adalah fenomena
yang bisadirasakan langsung oleh orang sekitar yang menjadi objek penelitian.
Objek penelitian memberikan penilaian melalui presepsi yang tertuang dalam skor
pada instrumen.
b. Melakukan Studi Literatur
Salah satu komponen penting dalam melakukan penelitian adalah
12
menentukan teori apakah yang akan digunakan untuk mengeksplorasi rumusan
masalah. Peneliti sering kali menguji beberapa teori untuk menjawab rumusan
masalahnya pada penelitian kuantitatif (Cresswell, 2012). Praktisnya peneliti
harus memiliki dasar teori sebelum melakukan penelitian, karena pada dasarnya
penelitian kuantitatif adalah jenis peneliltian yang menguji teori.
Pengertian kajian teori atau pustaka umumnya dimaknai berupa ringkasan
atau rangkuman dan teori yang ditemukan dari sumber bacaan (literatur) yang
ada kaitannya tema yang akan diangkat dalam penelitian. Tujuan utama kajian
pustaka adalah untuk mengorganisasikan penemuan-penemuan peneliti yang
pernah dilakukan. Hal ini penting karena pembaca akan dapat memahami
mengapa masalah atau tema diangkat dalam penelitiannya. Kajian teori juga
bermaksud untuk menunjukkan bagaimana masalah tersebut dapat dikaitkan
dengan hasil penelitian dengan pengatahuan yang lebih luas (Suryabrata, 1989).
Uraian teori yang disusun bisa dengan kata-kata penulis secara bebas dengan
tidak mengurangi makna teori tersebut, dapat juga dalam bentuk kutipan dari
tulisan orang lain, yaitu kutipan langsung tanpa mengubah kata-kata atau tanda
bacaan, kemudian dianalisis.
c. Desain Produk
Produk yang dihasilkan dalam produk penelitian research anddevelopment
bermacam-macam. Sebagai contoh dalam bidang tekhnologi, orientasi produk
teknologi yang dapat dimafaatkan untuk kehidupan manusiaadalah produk yang
berkualitas, hemat energi, menarik, harga murah, bobot ringan, ergonomis, dan
bermanfaat ganda. Desain produk harus diwujudkan dalam gambar atau bagan,
sehingga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya serta
memudahkan fihak lain untuk memulainya (Sugiyono, 2010).Desain sistem ini
masih bersifat hipotetik karena efektivitasya belum terbukti,dan akan dapat
diketahui setelah melalui pengujian-pengujian.
d. Validasi Desain

Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan


produk, dalam hal ini sistem kerja baru secara rasional akan lebih efektif dari yang
lama atau tidak (Sugiyono, 2010. Dikatakan secara rasional, karena validasi disini

13
masih bersifat penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum fakta lapangan.

Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar


atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang
dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut,sehingga
selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya. Validasi desain dapat
dilakukan dalam forum diskusi. Sebelum diskusi peneliti mempresentasikan
proses penelitian sampai ditemukan desain tersebut, berikut keunggulannya.
e. Perbaikan Desain
Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli
lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut
selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain (Sujadi,
2003). Peneliti bertugas memperbaiki desain yang mau menghasilkan produk
tersebut.
f. Uji Coba Produk
Desain produk yang telah dibuat tidak bisa langsung diuji coba dahulu. Tetapi
harus dibuat terlebih dahulu, menghasilkan produk, dan produk tersebut yang
diujicoba. Pengujian dapat dilakukan dengan ekperimen yaitu membandingkan
efektivitas dan efesiensi sistem kerja lama dengan yang baru (Sujadi, 2003). Hasil
uji coba ini kemudian menjadi rujukan bagi peneliti untuk memperbaiki desain
produk sebelumnya.
g. Revisi Produk

Pengujian produk pada sampel yang terbatas tersebut menunjukkan bahwa


kinerja sistem kerja baru ternyata yang lebih baik dari sistem lama. Perbedaan
sangat signifikan, sehingga sistem kerja baru tersebut dapat diberlakukan (Sujadi,
2003).
h. Uji Coba Pemakaian
Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang
tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa sistem kerja baru
tersebut diterapkan dalam kondisi nyata untuk lingkup yang luas. Dalam
operasinya sistem kerja baru tersebut, tetap harus dinilai kekurangan atau
hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut.

14
4. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN PENELITIAN R&D
Seperti yang telah dikemukakan bahwa metode penelitian dan pengembangan
adalah merupaka metode penelitian yang digunakan untuk meneliti sehingga
menghasilkan produk baru, selanjutnya menguji keefektifan produk tersebut.
Laporan penelitian yang dibuat harus selalu dilampiri dengan produk yang
dihasilkan berikut spesifikasi dan penjelasannya. Sistematika laporan peneitian dan
pengembangan menurut Winarti (2012) adalah sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
B. Kajian Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berfikir
BAB III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Model Pengembangan
B. Prosedur Pengembangan
C. Penilaian Produk
1. Desain Penilaian Produk
2. Subjek Penilai
3. Desain Uji Coba
4. Subjek Uji coba
5. Tempat dan Waktu Penelitian
6. Jenis Data
7. Instrumen Pengumpul Data
8. Teknik Analisis Data
15
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pengembangan
1. Validasi Produk Media Pembelajaran
2. Hasil Uji Coba Lapangan Skala Kecil
3. Hasil Uji Coba Lapangan Skala Besar
B. Pembahasan
1. Analisa Data
2. Revisi Produk
3. Produk Akhir
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN PENGGUNAANNYA
A. Kesimpulan
B. Saran Penggunaan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN INSTRUMEN
LAMPIRAN DATA
LAMPIRAN PRODUK

5. MODEL-MODEL PENELIITIAN R&D


a. Model Pengembangan Borg dan Gall
Menurut (Borg & Gall, 1983) model pengembangan ini menggunakan
alur air terjun (waterfall) pada tahap pengembangannya. Model pengembangan
Borg dan Gall ini memiliki tahap-tahap yang relatif panjang karena terdapat 10
langkah pelaksanaan: (1) penelitian dan pengumpulan data (research and
information colleting), (2) perencanaan (planning), (3) pengembangan draft
produk (develop preliminary form of product), (4) uji coba lapangan
(preliminary field testing), (5) penyempurnaan produk awal (main product
revision), (6) uji coba lapangan (main field testing), (7) menyempurnakan
produk hasil uji lapangan (operational product revision), (8) uji pelaksanaan
lapangan (operasional field testing), (9) penyempurnaan produk akhir (final
product revision), dan (10) diseminasi dan implementasi (disemination and
implementation) (Hamdani, 2011). Langkah tersebut ditunjukkan pada bagan
berikut:
16
Gambar 1. Model Penelitian Pengembangan (Borg & Gall, 1983)

Tahap yang dilaksanakan pada pengembangan penelitian ini secara rinci


sebagai berikut.

1) Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data


melalui survei), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan untuk
merumuskan kerangka kerja penelitian.
2) Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini merumuskan
kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan
tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan
melaksanakan studi kelayakan secara terbatas.
3) Develop preliminary form of product (pengembangan bentuk permulaan dari
produk), yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan
dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen
pendukung, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan
evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung.

17
4) Preliminary field testing (ujicoba awal lapangan), yaitu melakukan uji coba
lapangan awal dalam skala terbatas. Dengan melibatkan subjek sebanyak 6-
12 subjek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat
dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket.
5) Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap
produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan ini
sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga diperoleh draft produk
(model) utama yang siap diujicobakan lebih luas.
6) Main field testing (uji coba lapangan), uji coba utama yang melibatkan
seluruh peserta didik.
7) Operational product revision (revisi produk operasional), yaitu melakukan
perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga
produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional
yang siap divalidasi.
8) Operational field testing (uji coba lapangan operasional), yaitu langkah uji
validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan.
9) Final product revision (revisi produk akhir), yaitu melakukan perbaikan
akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir
(final).
10) Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan
produk/model yang dikembangkan dan menerapkannya di lapangan.

Model pengembangan Borg dan Gall ini memiliki kelebihan dan


kekurangannya. Kelebihan dari model ini yaitu mampu menghasilkan suatu
produk dengan nilai validasi yang tinggi dan mendorong proses inovasi produk
yang tiada henti, sedangkan untuk kelemahan dari model ini yaitu memerlukan
waktu yang relatif panjang, karena prosedur realtif kompleks dan memerlukan
sumber dana yang cukup besar.

18
b. Model Pengembangan 4D
Menurut (Thiagarajan, 1974) terdiri dari empat tahap pengembangan.
Tahap pertama Define atau sering disebut sebagai tahap analisis kebutuhan, tahap
kedua adalah Design yaitu menyiapkan kerangka konseptual model dan
perangkat pembelajaran, lalu tahap ketiga Develop, yaitu tahap pengembangan
melibatkan uji validasi atau menilai kelayakan media, dan terakhir adalah tahap
Disseminate, yaitu implementasi pada sasaran sesungguhnya yaitu subjek
penelitian.

Gambar 4. Langkah-langkah Pengembangan 4D


Adapun rincian tahapan pengembangan sebagai berikut:
1) Tahap Define (Pendefinisian)
Tahap awal dalam model 4D ialah pendefinisian terkait sayarat
pengembangan. Sederhananya, pada tahap ini adalah tahap analisis kebutuhan.
Dalam pengembangan produk pengembang perlu mengacu kepada syarat
pengembangan, manganalisa dan mengumpulkan informasi sejauh mana
pengembangan perlu dilakukan.
Tahap pendefinisian atau analisa kebutuhan dapat dilakukan melalui
analisa terhadap penelitian terdahulu dan studi literatur. (Thiagarajan, 1974)

19
menyebut ada lima kegiatan yang bisa dilakukan pada tahap define, yakni
meliputi:
a) Front-end Analysis (Analisa Awal)
Analisa awal dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar
permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran sehingga
melatarbelakangi perlunya pengembangan. Dengan melakukan analisis
awal peneliti/pengembang memperoleh gambaran fakta dan
alternatif penyelesaian. Hal ini dapat membantu dalan menentukan dan
pemilihan perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan.
b) Learner Analysis (Analisa Peserta Didik)
Analisa peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi bagaimana
karakteristik peserta didik yang menjadi target atas pengembangan
perangkat pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud ialah berkaitan
dengan kemampuan akademik, perkembangan kognitif, motivasi dan
keterampilan individu yang berkaitan dengan topik pembelajaran,
media, format, dan bahasa.
c) Task Analysis (Analisa Tugas)
Analisa tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang dikaji
peneliti untuk kemudian dianalisa ke dalam himpunan keterampilan
tambahan yang mungkin diperlukan. Dalam hal ini, pendidik menganalisa
tugas pokok yang harus dikuasai peserta didik agar peserta didik bisa
mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan.
d) Concept Analysis (Analisa Konsep)
Dalam analisa konsep dilakukan identifkasi konsep pokok yang akan
diajarkan, menuangkannya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-
konsep individu ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan. Analisa konsep
selain menganalisis konsep yang akan diajarkan juga menyusun langkah-
langkah yang akan dilakukan secara rasional.
e) Specifying Instructional Objectives (Perumusan Tujuan Pembelajaran)
Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari
analisa konsep (concept analysis) dan analisa tugas (task analysis) untuk
menentukan perilaku objek penelitian.
20
2.) Tahap Design (Perancangan)

Tahap kedua dalam model 4D adalah perancangan (design). Ada 4 langkah


yang harus dilalui pada tahap ini yakni constructing criterion-referenced test
(penyusunan standar tes), media selection (pemilihan media), format
selection (pemilihan format), dan initial design (rancangan awal).

a) Constructing Criterion-Referenced Test (Penyusunan Standar Tes)


Penyusunan standar tes adalah langkah yang menghubungkan
tahappendefinisan dengan tahap perancangan. Penyusunan standar
tes didasarkan pada hasil analisa spesifikasi tujuan pembelajaran dan
analisa peserta didik. Dari hal ini disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes
disesuaikan dengan kemampuan kognitif peserta didik dan
penskoran hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat
penduan penskoran dan kunci jawaban soal.

b) Media Selection (Pemilihan Media)

Secara garis besar pemilihan media dilakukan untuk identifikasi


media pembelajaran yang sesuai/relevan dengan karakteristik materi.
Pemilihan media didasarkan kepada hasil analisa konsep, analisis tugas,
karakteristik peserta didik sebagai pengguna, serta rencana penyebaran
menggunakan variasi media yang beragam. Pemilihan media harus
didasari untuk memaksimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses
pengembanan bahan ajar pada proses pembelajaran.

c) Format Selection (Pemilihan Format)

Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran


bertujuan untuk merumuskan rancangan media pembelajaran, pemilihan
strategi, pendekatan, metode, dan sumber pembelajaran.

d) Initial Design (Rancangan Awal)

Rancangan awal adalah keseluruhan rancangan perangkat pembelajaran


yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilakukan. Rancangan ini

21
meliputi berbagai aktifitas pembelajaran yang terstruktur dan praktik
kemampuan pembelajaran yang berbeda melalui praktik mengajar
(Microteaching).

3.) Tahap Develop (Pengembangan)

Tahap ketiga dalam pengembangan perangkat pembelajaran model 4D


adalah pengembangan (develop). Tahap pengembangan merupakan tahap
untuk menghasilkan sebuah produk pengembangan. Tahap ini terdiri dari
dua langkah yaitu expert appraisal (penilaian ahli) yang disertai revisi
dan delopmental testing (uji coba pengembangan).

a) Expert Appraisal (Penilaian Ahli)

Expert appraisal merupakan teknik untuk mendapatkan saran


perbaikan materi. Dengan melakukan penilaian oleh ahli dan
mendapatkan saran perbaikan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan selanjutnya direvisi sesuai saran ahli. Penilaian ahli
diharapkan membuat perangkat pembelajaran lebih tepat, efektif, teruji,
dan memiliki teknik yang tinggi.

b) Delopmental Testing (Uji Coba Pengembangan)

Uji coba pengembangan dilaksanakan untuk mendapatkan masukan


langsung berupa respon, reaksi, komentar peserta didik, para pengamat
atas perangkat pembelajaran yang sudah disusun. Uji coba dan revisi
dilakukan berulang dengan tujuan memperoleh perangkat pembelajaran
yang efektif dan konsisten.

4.) Tahap Disseminate (Penyebarluasan)

Tahap terakhir dalam pengembangan perangkat pembelajaran model


4D ialah tahap penyebarluasan. Tahap akhir pengemasan akhir, difusi, dan
adopsi adalah yang paling penting meskipun paling sering diabaikan.

Tahap penyebarluasan dilakukan untuk mempromosikan produk hasil


pengembangan adar diterima pengguna oleh individu, kelompok, atau

22
sistem. Pengemasan materi harus selektif agar menghasilkan bentuk yang
tepat. Terdapat tiga tahap utama dalam tahap disseminate yakni validation
testing, packaging, serta diffusion and adoption.

Dalam tahap validation testing, produk yang selesai direvisi pada tahap
pengembangan diimplementasikan pada target atau sasaran sesungguhnya.
Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan yang
bertujuan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan.
Selanjutnya setelah diterapkan, peneliti/pengembang perlu mengamati hasil
pencapaian tujuan, tujuan yang belum dapat tercapai harus dijelaskan
solusinya agar tidak berulang saat setelah produk disebarluaskan.

Pada tahap packaging serta diffusion and adoption, pengemasan


produk dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan yang
selanjutnya disebarluaskan agar dapat diserap (difusi) atau dipahami orang
lain dan dapat digunakan (diadopsi) pada kelas mereka.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalm melaksanakan


diseminasi/penyebarluasan adalah analisa pengguna, strategi dan tema,
pemilihan waktu penyebaran, dan pemilihan media penyebaran.

Kelebihan model 4D yaitu tidak membutuhkan waktu yang realtif


lama, karena tahapan relatif tidak terlalu kompleks. Kelemahan Model 4D
yaitu di dalam model 4D hanya sampai pada tahapan penyebaran saja, dan
tidak ada evaluasi, dimana evaluasi yang dimaksud adalah mengukur
kualitas produk yang telah diujikan, uji kualitas produk dilakukan untuk hasil
sebelum dan sesudah menggunakan produk.

c. Model Pengembangan ADDIE


Menurut Dick et al. (2005) mengembangkan model model
pengembangan yaitu model ADDIE, model tersebut terdiri dari lima tahapan
pengembangan.

23
Gambar 5. Langkah-langkah Pengembangan ADDIE
Model yang melibatkan tahap-tahap pengembangan model dengan lima
langkah/fase pengembangan meliputi: Analysis, Design, Development or
Production, Implementation or Delivery dan Evaluations

Model Penelitian Pengembangan ADDIE

1. Analysis

Dalam model penelitian pengembangan ADDIE tahap pertama adalah


menganalisis perlunya pengembangan produk (model, metode, media, bahan
ajar) baru dan menganalisis kelayakan serta syarat-syarat pengembangan
produk. Pengembangan suatu produk dapat diawali oleh adanya masalah
dalam produk yang sudah ada/diterapkan. Masalah dapa muncul dan terjadi
karena produk yang ada sekarang atau tersedia sudah tidak relevan dengan
kebutuhan sasaran, lingkungan belajar, teknologi, karakteristik peserta didik
dan sebagainya.

2. Design

Kegiatan desain dalam model penelitian pengembangan ADDIE merupakan


proses sistematik yang dimulai dari merancang konsep dan konten di dalam
produk tersebut. Rancangan ditulis untuk masing-masing konten produk.
Petunjuk penerapan desain atau pembuatan produk diupayakan ditulis secara
jelas dan rinci. Pada tahap ini rancangan produk masih bersifat konseptual
dan akan mendasari proses pengembangan di tahap berikutnya.
24
3. Development

Development dalam model penelitian pengembangan ADDIE berisi kegiatan


realisasi rancangan produk yang sebelumnya telah dibuat. Pada tahap
sebelumnya, telah disusun kerangka konseptual penerapan produk baru.
Kerangka yang masih konseptual tersebut selanjutnya direalisasikan menjadi
produk yang siap untuk diterapkan. Pada tahap ini juga perlu dibuat
intrumen untuk mengukur kinerja produk.

4. Implementation

Penerapan produk dalam model penelitian pengembangan ADDIE


dimaksudkan untuk memperoleh umpan balik terhadap produk yang
dibuat/dikembangkan. Umpan balik awal (awal evaluasi) dapat diperoleh
dengan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan pengembangan
produk. Penerapan dilakukan mengacu kepada rancangan produk yang telah
dibuat.

5. Evaluation

Tahap evaluasi pada penelitian pengembangan model ADDIE dilakukan


untuk memberi umpan balik kepada pengguna produk, sehingga revisi dibuat
sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat dipenuhi
oleh produk tersebut. Tujuan akhir evaluasi yakni mengukur ketercapaian
tujuan pengembangan

25
6. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PENELITIAN R&D
Adapun kelebihan penelitian R&D yaitu:
a. Pendekatan R & D mampu menghasilkan suatu produk / model yang
memiliki nilai validasi tinggi, karena produk tersebut dihasilkan melalui
serangkaian uji coba di lapangan dan divalidasi oleh ahli.
b. Pendekatan R & D akan selalu mendorong proses inovasi produk/ model
yang tiada henti / memiliki nilai suistanibility yang cukup baik sehingga
diharapkan akan ditemukan produk-produk / model-model yang selalu
actual sesuai dengan tuntutan kekinian.
c. Pendekatan R & D merupakan penghubung antara penelitian yang bersifat
teoritis dengan penelitian yang bersifat praktis.
d. Metode penelitian yang ada dalam R & D cukup komprehensif , mulai dari
metode deskriptif, evaluatif, dan eksperimen.
Adapun kelemahan penelitian R&D yaitu:

a. Pada prinsipnya pendekatan R & D memerlukan waktu yang relatif panjang;


karena prosedur yang harus ditempuhpun relatif kompleks.

b. Pendekatan R & D dapat dikatakan sebagai penelitian “here and now” ,


Penelitian R & D tidak mampu digeneralisasikan secara utuh, karena pada
dasarnya penelitian R & D pemodelannya pada sampel bukan pada
populasi.

26
B. PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH

1. PENDAHULUAN
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para praktisi pendidikan dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan, di antaranya adalah melalui
penelitian. Jenis penelitian yang sesuai untuk para pelaku pendidikan seperti
guru, Kepala Sekolah, atau Pengawas Sekolah adalah penelitian yang bersifat
praktis dan performatif, yaitu penelitian tindakan (action research). Hal ini
disebabkan karena persoalan-persoalan yang muncul di kelas atau di sekolah
adalah masalah-masalah yang membutuhkan penyelesaian dengan segera,
melalui tindakan-tindakan terencana dan berulang. Penelitian tindakan adalah
penelitian alternatif yang strategis dalam menjawab persoalan-persoalan
lapangan di kelas atau di sekolah. Di samping jenis penelitian ini dapat dilakukan
oleh para praktisi, juga jenis penelitian ini memecahkan masalah-masalah praktis
yang hasilnya dapat dengan segera diketahui.

Bebarapa jenis penelitian tindakan yang umum diterapkan di dunia


pendidikan, di antaranya adalah, Penelitian Tindakan Kelas (Classrom Action
Research), dan Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research). Karena
kedua jenis penelitian ini memiliki spesifikasi yang praktis dan bersifat
performatif, sehingga cocok diterapkan di sekolah atau di kelas.

Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah keduanya


berasal dari Penelitian Tindakan (PT) yang bertujuan untuk meningkatkan
kinerja sebuah organisasi. Alur kerja PT dalam meningkatkan kinerja sebuah
organisasi bermula dari mendiagnosis elemen-elemen penghambat, kemudian
merumuskan alternatifalternatif pemecahannya, sesuai target-target yang
dikehendaki. Langkah berikutnya adalah melakukan tindakan-tindakan sebagai
alternatif pemecahan, sambil diamati dan dinilai, untuk mengetahui pengaruh
dari tindakan-tindakan tersebut. Selanjutnya pelaku tindakan bersama dengan
pimpinan melakukan refleksi terhadap dampak dan pengaruh dari tindakan-
tindakan yang dilakukan. Hasil refleksi tersebut sebagai bahan untuk melakukan
tindakan-tindakan perbaikan berikutnya.

27
2. PENGERTIAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH
Bila kita kembali mengingat makna tentang esensi penelitian adalah sebuah
proses pencarian kebenaran, maka begitu pula halnya dengan PTS. PTS adalah
salah satu metode untuk menemukan, atau mencari kebenaran dari sebuah
dugaan. Walaupun selama ini kita mengenal ada 6 teori kebenaran (theories of
thruth), yaitu 1) kebenaran korespondensi, 2) kebenaran konsistensi, 3)
kebenaran koherensi, 4) kebenaran pragmatis, 5) kebenaran performatif, dan 6)
kebenaran konsensus (Wayan AS, I, 2010). Diantara enam teori kebenaran di
atas, nampaknya PTS atau PTK lebih cenderung mengarah kepada teori
kebanaran pragmatis dan performatif. Kebenaran pragmatis adalah kerangka
berpikir yang mengarah kepada kebenaran yang praktis, atau kebutuhan-
kebutuhan yang sifatnya harus segera terselesaikan. sedangkan kebenaran
performatif adalah kerangka berpikir tentang kebenaran yang harus diupayakan
melalui tindakan nyata, terencana dan sistematis (Setyadien dan Burhanudin,
2005).

PTS maupun PTK masuk dalam rumpun penelitian tindakan (action


research) yang dikembangkan oleh Kurt Lewin sekitar kurang lebih tahun 1940
an. Langkah-langkah penelitian tindakan yang dikembangkan Kurt Lewin ketika
itu hingga sekarang masih menggunakan tahapan, plan, action, observation, dan
reflection. Langkah-langkah ini berulang dan berkelanjutan hingga sampai pada
batas keadaan yang diinginkan. Yang kemudian langkah-langkah ini disebut
sebagai siklus.

PTS adalah penelitian yang dilakukan oleh Kepala Sekolah atau Pengawas
Sekolah. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Kepala Sekolah sekitar supervisi
klinis, menyangkut aspek akademik seperti proses pembelajaran yang
diselenggarakan oleh guru-guru. Meningkatkan kemampuan guru dalam
membelajarkan siswa di kelas, termasuk dalam hal membuat perencanaan,
penggunaan media, membuat alat tes, implementasi pembelajaran inovatif dan
lainlain. Sedangkan PTS yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah sasarannya
adalah tugas-tugas manajerial Kepala Sekolah dan yang berkenaan dengan
tugas-tugas akademik guru-guru.

28
Atas dasar paparan di atas, maka PTS dapat diartikan sebagai sebuah
penelitian tindakan, atas hal-hal yang ada dalam ruang lingkup pendidikan dalam
hal ini sekolah, sifatnya memerlukan tindakan segera, dilakukan oleh Kepala
Sekolah atau Pengawas Sekolah secara berulang-ulang melalui langkah-langkah,
membuat perencanaan (plan), melaksanakan (action), observasi (observation),
dan refleksi (reflection), sampai pada batas keadaan yang telah ditentukan. PTS
dilakukan oleh Kepala Sekolah, atau Pengawas Sekolah, atau berkolaborasi
dengan pihak lain. PTS sebenarnya mirip dengan PTK, hanya kalau PTK
dilaksanakan oleh guru, sedangkan PTS oleh Kepala Sekolah atau Pengawas
Sekolah.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari PTS, diantaranya adalah,


untuk memperbaiki situasi akademik guru dan manajerial kepala sekolah, seiring
dengan kebutuhan tugas kepala sekolah atau pengawas sekolah di bidang
supervisi klinis, melalui tindakan-tindakan, dan bersifat praktis. Hal tersebut
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wayan, AS. (2010), bahwa PTS memiliki
karakteristik sebagai berikut.

a. Berorientasi untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas akademik


melalui kegiatan supervisi kepala sekolah atau pengawas sekolah.
b. Dikerjakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah sebagai pelaku
supervisi.
c. Dilakukannya tindakan-tindakan perbaikan secara terencana dan sistematis
serta berulang-ulang.
d. Bersifat praktis dan hasilnya dapat segera diketahui, tidak seperti penelitian
formal yang lain.
Selanjutnya menurut Setyadien dan Burhanudin (2005), agar PTS dapat
berjalan dengan baik maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut.

a. Problem emergence, maksudnya PTS diarahkan untuk memecahkan


persoalanpersoalan yang memerlukan pemecahan segera.
b. Problem oriented, maksudnya PTS berpusat pada masalah-masalah yang
memerlukan penanganan mendesak.

29
c. Multy-ways, maksudnya masalah-masalah yang ditemukan dapat
dipecahkan melalui berbagai macam cara.
d. Continues repeatedly, maksudnya masalah-masalah dipecahakan secara
berulang dan terus-menerus sampai selesai dan tuntas.
e. Therapeutics evaluation, maksudnya peneliti melakukan tindakan dalam
rangka evaluasi dan refleksi.
f. Collaborative, maksudnya penelitian dapat dilakukan secara berkolaborasi
dengan pihak-pihak terkait yang menguasai permasalahan.
Untuk dapat melaksanakan dan memperoleh hasil PTS sesuai yang
diharapkan, maka pelaksanaan PTS harus memperhatikan prinsip-prinsip di atas.

3. ALASAN MEMILIH MENGAPA PTS


Sekolah adalah lembaga formal yang memiliki akuntabilitas publik atas apa
yang diselenggaraannya, oleh sebab itu sekolah memiliki kewajiban untuk selalu
meningkatkan layanannya terhadap masyarakat. Salah satu bentuk layanan yang
wajib diberikan sekolah adalah meningkatkan kualitas proses dan hasil dari yang
dilakukan oleh sekolah. Pemerintah dalam upaya meningkatkan layanan
pendidikan kepada masyarakat telah mengeluarkan kebijakan tentang 8 standar
pendidikan. Kedelapan standar pendidikan tersebut sebagai acuan minimal setiap
pemangku jabatan, dalam melaksanakan layanan pendidikan terhadap
masyarakat, baik di level atas maupun di tingkat sekolah. Kepala Sekolah atau
Pengawas Sekolah berkepentingan melaksanakan semua standar yang telah
digariskan oleh pemerintah tersebut. Oleh karenanya, dalam upaya meningkatkan
layanan kepada masyarakat tidak cukup hanya sebatas mengacu kepada rambu-
rambu atau pedoman dari pemerintah, namun harus didukung oleh upaya-upaya
kajian berupa penelitian, terutama yang menyangkut standar proses.

Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah adalah praktisi pendidikan yang


harus memiliki jiwa dan semangat penelitian dalam bidang pendidikan. Kebijakan
atau program garapannya tidak sebatas hanya bersandar kepada pedoman dan
acuan yang datang dari atas, namun yang lebih penting adalah yang berakar dan
muncul dari temuan-temuan di lapangan. Hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan seorang Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah dari sekolah binaannya

30
sangat berharga dan bermanfaat untuk kemajuan dan pengembangan sekolah
tersebut ke depan. Kebijakan atau program yang berbasiskan hasil riset pragmatis
seperti PTS, menjadi lebih terfokus dan mengena karena sesuai kebutuhan
sekolah. Program kerja Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah berbasis
penelitian PTS sangat strategis untuk pengembangan dan peningkatan kualitas
sekolah. Oleh karena itu, sebagai kelengkapan tugas Kepala Sekolah dan
Pengawas Sekolah, PTS adalah instrument yang amat berharga dalam menuntun
tugas jabatannya, untuk menciptakan dan melaksanakan kabijakan-kebijakan
berbasiskan penelitian.

4. IMPLEMENTASI DARI PTS


Pelaksanaan PTS mirip dengan PTK, yaitu bermula dari permasalahan
akademik dalam ruang lingkup supervisi klinis, yang membutuhkan segera
pemecahan. Dari permasalahan tersebut disusun perencanaan, termasuk di
dalamnya alternative pemecahan masalahnya dan penyiapan berbagai instrument
pengumpul data yang diperlukan. Kemudian dilakukan tindakan, sesuai rencana
yang telah ditetapkan pada bagian perencanaan. Ketika dilakukan tindakan
dilakukan pula observasi menggunakan instrumen-instrumen yang telah disiapkan
ketika perencanaan dilakukan, misalnya pedoman observasi, catatan lapangan,
mungkin pedoman wawancara, photo atau video camera, dan lain sebagainya.

Setelah dilakukan tindakan yang diobservasi selanjutnya diadakan refleksi,


yaitu diskusi antara pelaku tindakan (guru/kepala sekolah), observer, dan kepala
msekolah atau pengawas sekolah, untuk melakukan evaluasi, bagian mana yang
sudah memenuhi harapan, mana yang belum, dan apakah masih perlu dilakukan
tindakan berikutnya. Apabila masih dipandang perlu untuk dilakukan tindakan
berikutnya maka hasil refleksi direvisi untuk bahan pelaksanaan tindakan
berikutnya, dan begitu seterusnya secara berulang-ulang, sampai diperoleh hasil
yang maksimal sesuai harapan. Hopkins dan Mc Tagaart (Wayan, AS., 2010)
menggambarkan alur/siklus PTS sebagai berikut.

31
Gambar 1. Alur/Siklus PTS
Diagram gambar di atas menjelaskan langkah-langkah PTS menurut
alur/siklus yang berulang dan berkelanjutan hingga membentuk spiral. Berikut
penjelasan setiap tahapan.

a. Tahap Perencanaan Tindakan


Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan menyusun perencanaan yang
meliputi,

a) Menetapkan sasaran serta subyek penelitian yang berada di wilayah


binaannya.
b) Menetapkan aspek-aspek yang akan diobservasi dan yang akan dievaluasi.
c) Manetapkan bentuk pedoman observasi dan alat pengumpul data yang
lain, serta teknik pengumpulan datanya.
d) Menetapkan jenis data yang dikumpulkan serta cara menganalisisnya.
e) Menetapkan siapa pengumpul datanya, apakah oleh peneliti atau dibantu
oleh orang lain sebagai observer.
f) Menetapkan cara-cara melakukan refleksi dan siapa saja yang terlibat
ketika melakukan refleksi.
g) Menetapkan tindakan yang akan dilakukan, dan dengan tindakan tersebut
diduga mampu memberikan dampak perbaikan atau peningkatan.
h) Menetapkan kriteria keberhasilan dari tindakan yang dilakukan, melalui
penetapan indikator-indikator keberhasilan.

32
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan adalah fase lanjutan setelah tahap
perencanaan dianggap telah memadai untuk diimplementasikan. Tahap
pelaksanaan adalah bagian pelaksanaan dari perencanaan tindakan yang
disusun sebelumnya. Tahap pelaksanaan tindakan ini meliputi langkah-langkah
treatmen/perlakuan yang direncanakan di tahap perencanaan, yang diduga
dapat mengakibatkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih
meningkat.

c. Observasi

Observasi adalah kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan


pelaksanaan tindakan. Ketika pelaksanaan tindakan dilakukan maka dilakukan
pula kegiatan observasi. Observer dapat mengumpulkan semua jenis data yang
diperlukan, atau hanya mengumpulkan sebagaian data yang berkenaan dengan
data pengamatan saja, sementara pengumpulan data yang lain, oleh peneliti,
misalnya. Namun yang jelas, ketika tindakan dilakukan, maka observasi atau
pengamatan juga dilakukan. Pengamatan dilakukan berdasar kepada
kesepakatan semula yang telah tertuangkan dalam perencanaan. Oleh karena
itu pedoman pengamatan menggunakan instrument yang telah disepakati di
awal ketika perencanaan tindakan dibuat. Seorang observer harus mengerti
benar apa yang harus dilakukannya ketika melakukan pengamatan, seperti
bagaimana cara mengisi pedoman observasi, apakah dengan tally, dengan
deskripsi, atau mencentang/ceklist. Itu semua sesuai dengan yang telah
disepakati pada penetapan perencanaan tindakan.

d. Tahap Refleksi
Biasanya sebelum dilakukan refleksi, terlebih dahulu dilakukan analisis
terhadap data kualitatif atau data kuantitatif. Analisis terhadap data kualitatif
dapat digunakan prinsip-prinsip analisis data kualitatif, misalnya berdasar
kepada pendapat Miles dan Huberman (Wayan, AS., 2010) yang terdiri dari,
reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan data. Sedangkan untuk data
kuantitatif dapat dilakukan analisis menggunakan teknik analisis deskriptif,
seperti, gejala memusat (tendensi central), menghitung modus (yang sering

33
muncul), median (nilai tengah), atau mean (nilai rerata). Bisa pula dilakukan
menggunakan analisis deskriftif dengan prosentase. Ketika terjadi keraguan
terhadap beberapa data yang terkumpulkan, atau terhadap sumber-sumber data
yang diragukan, maka dapat dilakukan triangulasi ke pihak atau sumber lain.
Triangulasi adalah proses memvalidasi data apabila terdapat keraguan dari data
atau sumber data tersebut. Selanjutnya hasil analisis data ini dijadikan bahan
untuk melakukan refleksi, yaitu dengan mendiskusikan perolehan data yang
telah dianalisis tadi, apakah telah mencapai ketentuan yang diharapkan sesuai
yang disepakati pada perencanaan, atau belum sama sekali.

C. PENELITIAN TINDAKAN KELAS


1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classrom
Action Research, yang berarti penelitian dengan melakukan tindakan yang
dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa
menjadi menjadi meningkat. Pertama kali penelitian tindakan kelas
diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya
dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave
Ebbutt dan lainnya. Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan beberapa
pengertian PTK berikut:
Pada awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model penelitian
yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu dimana peneliti melakukan
pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan
sumber daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang
pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan
mengelola sekolah. Dengan demikian yang menjadi subyek penelitian adalah
situasi di kelas, individu siswa atau di sekolah. Para guru atau kepala sekolah
dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain seperti
para peneliti konvensional pada umumnya.
Secara lebih luas penelitian tindakan diartikan sebagai penelitian yang
berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan peningkatan mutu atau
pemecahan masalah pada sekelompok subyek yang diteliti dan mengamati

34
tingkat keberhasilan atau akibat tindakannya, untuk kemudian diberikan
tindakan lanjutan yang bersifat penyempurnaan tindakan atau penyesuaian
dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
Dengan semakin mantapnya psikologi kognitif yang mengedepankan
aspek konstruktivisme, para guru tidak lagi dianggap sekedar sebagai penerima
pembaharuan yang diturunkan dari atas, tetapi guru bertanggung jawab dan
berperan aktif untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri
melalui penelitian tindakan kelas dalam proses pembelajaran yang dikelolanya.
Latar belakang itulah yang melahirkan konsep PTK (Basuki 2009:2).
Dalam konteks pekerjaan guru, maka penelitian tindakan yang
dilakukannya disebut Penelitian Tindakan Kelas, dengan demikian Penelitian
Tindakan Kelas adalah suatu kegiatan penelitian dengan mencermati sebuah
kegiatan belajar yang diberikan tindakan, yang secara sengaja dimunculkan
dalam sebuah kelas, yang bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan
mutu pembelajaran di kelas tersebut. Tindakan yang secara sengaja dimunculkan
tersebut diberikan oleh guru atau berdasarkan arahan guru yang kemudian
dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini arti Kelas tidak terikat pada pengertian ruang
kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu kelas adalah sekelompok
siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru
yang sama juga.
Kasihani (1999), yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan PTK
adalah penelitian praktis, bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan
dalam pembelajaran di kelas dengan cara melakukan tindakan-tindakan. Upaya
tindakan untuk perbaikan dimaksudkan sebagai pencarian jawab atas
permasalahan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Pada pelaksanaannya, setiap masalah yang diungkap dan dicarikan jalan keluar
haruslah masalah yang benar-benar ada dan nyata dialami oleh guru.
Sedangkan menurut Suyanto (1997) secara singkat PTK dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu, untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.

35
Oleh karena itu PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-
hari yang dialami guru.
PTK secara lebih sistematis dibagi menjadi tiga kata yaitu penelitian,
tindakan, dan kelas. Peneletian yaitu kegiatan mengamati suatu objek tertentu
dengan menggunakan prosedur tertentu untuk menemukan data dengan tujuan
meningkatkan mutu. Kemudian tindakan yaitu perlakuan yang dilakukan dengan
sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Dan kelas adalah tempat di mana
sekelompok peserta didik menerima pelajaran dari guru yang sama.
(Suyadi,2012:18).
Secara bahasa ada tiga istilah yang berkaitan dengan penelitian tindakan
keleas (PTK), yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Pertama, penelitian adalah
suatu perlakuan yang menggunakan metologi untuk memecahkan suatu masalah.
Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan yang dilakukan oleh guru
untuk memperbaiki mutu. Ketiga kelas menunjukkan pada tempat
berlangsungnya tindakan. (Sanjaya,2010:25).
Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu pengamatan
yang menerapkan tindakan didalam kelas yang bersifat reflektif dengan
melakukan tindakan-tindakan tertentu atau dengan menggunakan aturan sesuai
dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau
siklus agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik
pembelajaran yang dilakukan bersama dikelas secara professional sehingga
diperoleh peningkatan pemahaman atau kualitas atau target yang telah
ditentukan.
2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya
permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi
pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik
terhadap proses dan atau hasil belajar pserta didik, dan atau implementasi
sesuatu program sekolah. Bertolak dari kesadaran mengenai adanya
permasalahan tersebut, yang besar kemungkian masih tergambarkan secara
kabur, guru kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam kalau

36
perlu dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis
dan atau melakukan kajian pustaka yang relevan.
Kunandar (2008), dalam bukunya “Langkah Mudah Penelitian Tindakan
Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru”, menyatakan bahwa tujuan dari
PTK adalah sebagai berikut:
a. Untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas yang
dipahami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang
belajar, meningkatkan profesinalisme guru, dan menumbuhkan budaya
akademik dikalangan guru.
b. Peningkatan kualitas praktik pembelajaran dikelas secara terus-menerus
mengingat masyarakat berkembang secara cepat.
c. Peningkatan relevansi pendidikan, hal ini mulai dicapai melalui peningkatan
proses pembelajaran.
d. Sebagai alat training in service, yang memperlengkapi guru dengan skill dan
metode baru, mempertajam kekuatan analitisnya dan mempertinggi
kesadaran dirinya.
e. Sebagai alat untuk lebih inovatif terhadap pembelajaran.
f. Peningkatan mutu hasilpendidikan melalui perbaikan praktik pembelajaran
di kelas dengan mengembangkan berbagai jenis keterampilan dan
meningkatkan motivasi belajar siswa.
g. Meningkatkan sifat profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
h. Menubuh kembangkan budaya akademik dilingkungan akademik.
i. Peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan dan perbaikan
proses pembelajaran disamping untuk meningkatkan relevansi dan mutu
hasil pendidikan juga untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber-
sumber daya yang terintegrasi di dalamnya (Kunandar 2008:63).
Jika perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran dapat terwujud
dengan baik berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, menurut Suyanto
(1999) ada tujuan penyerta yang juga dapat dicapai sekaligus dalam kegiatan
penelitian itu. Tujuan penyerta yang dapat dicapai adalah terjadinya proses
latihan dalam jabatan oleh guru selama proses penelitian tindakan kelas

37
dilakukan. Ini dapat terjadi karena tujuan utama dari penelitian tindakan kelas
adalah perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran.
Artinya, dengan penelitian tindakan kelas itu guru sekaligus banyak
berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif yang telah dipilihnya
sebagai upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran. Di sini guru akan
lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktik pembelaj
aran secara reflektifdaripada ilmu baru dari penelitian tindakan kelas yang
dilakukan itu. Dalam konteks pengalaman latihan guru ini, Borg (1996)
menegaskan bahwa tujuan utama penelifian tindakan adalah untuk
pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan
pembelajaranyang dihadapi guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan
untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan (Suharsimi
2011:106).
McNiff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya
PTK adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dengan memiliki
konteks dengan proses pembelajaran. Jika tujuan utama PTK adalah untuk
perbaikan dan peningkatan layanan professional pendidik dalam menangani
proses belajara mengajar, bagaimana tujuan ituudapat di capai ? Tujuan itu dapat
dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternative dalam memecahkan
berbagai persoalan pembelajaran. Oleh karena itu, fokus penelitian penelitian
tindakan kelas terletak pada tindakan tindakan alternatif yang direncanakan oleh
pendidik, kemudian dicobakan dan selanjutnya dievaluasi.
Adapun tujuan penyerta penelitian tindakan kelas yang dapat dicapai
adalah:
a. terjadinya proses latihan dalan jabatan selama proses penelitian itu
berlangsung.
b. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka dan jujur dalam
pembelajaran.
c. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan
tindakan pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan
sasarannya (Mulyasa 2009:90).

38
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Ada tiga komponen yang harus menjadi sasaran utama PTK, yaitu
siswa/pembelajaran, guru dan skolah. Tiga komponen itulah yang akan
menerima manfaat dari PTK.
a. Manfaat bagi siswa dan pembelajaran
Dengan adanya pelaksanaan PTK, kesalahan dan kesulitan dalam
proses pembelajaran (baik strategi, teknik, konsep dan lain-lain) akan
dengan cepat dianalisis dan didiagnosis, sehingga kesalahan dan kesulitan
tersebut tidak akan berlarut-larut. Jika kelasalahan yang terjadi dapat segera
diperbaiki, maka pembelajaran akan mudah dilaksanakan, menarik dan hasil
belajar siswa diharapkan akan meningkat.
Ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara pembelajaran
dan perbaikan haisl belajar siswa. Kuduanya akan dapat terwujud, jika guru
memiliki kemampuan dan kemauan untuk melakukan PTK.
b. Manfaat bagi guru
Beberapa manfaat PTK bagi guru antara lain:
1) Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses pembelajaran melalui
suatu kajian yang mendalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya.
Keberhasilan dalam perbaikan ini akan menimbulkan rasa puas bagi
guru, karena ia telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi siswanya
melalui proses pembelajaran yang dikelolanya.
2) Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan meningkatkan
kinerjanya secara professional, karena guru mampu menilai, merefleksi
diri dan mampu memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. Dalam
hal ini, guru tidak lagi hanya seorang praktisi yang sudah merasa puas
terhadap apa yang dikerjakan selama ini, namun juga sebagai peneliti
dibidangnya yang selalu ingin melakukan perbaikan-perbaikan
pembelajaran yang inovatif dan kreatif.
3) Melakukan PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan aktif
dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sendiri. Guru
tidak hanya menjadi penerima hasil perbaikan dari orang lain, namun
guru itu sendiri berperan sebagai perancang dan pelaku perbaikan

39
tersebut, sehingga diharapkan dapat menghasilkan teori-teori dan
praktik pembelajaran.
4) Dengan PTK, guru akan merasa lebih percaya diri. Guru yang selalu
merefleksi diri, melakukan evaluasi diri dan menganalisis kinerjanya
sendiri dalam kelas, tentu saja akan selalu menemukan kekuatan,
kelemahan dan tantangan pembelajaran dan pendidikan masa depan dan
mengembangkan alternative masalah / kelemahan yang ada pada
dirinya dalam pembelajaran. Guru yang demikian adalah guru yang
memiliki kepercayaan diri yang kuat (Daryanto 2006:18).
c. Manfaat bagi sekolah
Sekolah yang para gurunya memiliki kemampuan untuk melakukan
perubahan atau perbaikan kinerjanya secara professional, maka sekolah
tersebut akan berkembang pesat. Sekolah tidak akan berkembang, jika
gurunya tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. Kaitannya
dengan PTK, jika sekolah yang para gurunya memiliki keterampilan dalam
melaksanakan PTK tentu saja sekolah tersebut akan memperoleh manfaat
yang besar, karena meningkatkan kualitas pembelajaran mencerminkan
kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk
memperbaiki layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam
konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah
secara keseluruhan. Hal itu dapat dilakukan meningkatkan tujuan Penelitian
Tindakan Kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik dan
pembelajaran di kelas secara berkesinambungan.
Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melaksanaan
penelitian tindakan kelas itu terkait komponen pembelajaran antara lain:
1) Inovasi pembelajaran.
2) Pengembangan kurikulum ditingkat sekolah dan tingkat kelas.
3) Peningkatan profesionalisme guru (Zainal 2006:18).
Dari beberapa penjelasan diatas, maka adapun manfaat Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) Secara umum, yaitu:

40
1) Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan bahan panduan
guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK
yang dilaporkan dapat menjadi bahan artikel ilmiah atau makalah untuk
berbagai kepentingan, antara lain disajikan dalam forum ilmiah dan
dimuat di jurnal ilmiah.
2) Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau tradisi meneliti dan
menulis artikel ilmiah di kalangan guru. Hal ini telah ikut mendukung
profesionalisme dan karir guru.
3) Mampu mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau sinergi antar-guru
dalam satu sekolah atau beberapa sekolah untuk bersama-sama
memecahkan masalah pembelajaran dan meningkatkan mutu
pembelajaran.
4) Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam menjabarkan kurikulum
atau program pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal,
sekolah, dan kelas. Hal ini memperkuat dan relevansi pembelajaran bagi
kebutuhan siswa.
5) Dapat memupuk dan meningkatkan keterlibatan , kegairahan,
ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan guru. Hasil belajar siswa
pun dapat meningkatkan.
6) Dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang menarik,
menantang, nyaman, menyenangkan, dan melibatkan siswa karena
strategi, metode, teknik, dan atau media yang digunakan dalam
pembelajaran demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.
4. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki karakterlistik tersendiri
sebagai pembeda dengan penelitian-penelitian lainya. Adapun beberapa
karakteristik tersebut adalah:
a. PTK hanya dilakukan oleh guru yang memahami bahwa proses pembelajaran
perlu diperbaiki dan ia terpanggil jiwanya untuk memberikan tindakan-
tindakan tertentu untuk membenahi masalah dalam proses pembelajaran
dengan cara melakukan kolaborasi. Menurut Usman (dalam

41
Daryanto,2011:2) guru dengan kompetensi tinggi merupakan seorang yang
memiliki kemampuan dan keahlian serta keterampilan dalam bidangnya.
Sehingga Ia dapat melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengajar dan
pendidik dengan maksimal.
b. Refleksi diri, refleksi merupakan salah satu ciri khas PTK yang paling
esensial. Dan ini sekaligus sebagai pembeda PTK dengan penelitian lainnya
yang menggunakan responden dalam mengumpulkan data, sementara dalam
PTK pengumpulan data dilakukan dengan refleksi diri. (Tahir,2012:80).
c. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di dalam “kelas” sehingga interaksi
antara siswa dengan guru dapat terfokuskan secara maksimal. “Kelas” yang
dimaksud di sini bukan hanya ruang yang berupa gedung, melainkan
“tempat” berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan murid.
(Suyadi,2012:6).
d. PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran secara terus
menerus. PTK dilaksakan secara berkesinambungan di mana setiap siklus
mencerminkan peningkatan atau perbaikan. Siklus sebelumnya merupakan
patokan untuk siklus selanjutnya. Sehingga diperoleh model pembelajaran
yang paling baik. (Daryanto,2011:6).
e. PTK merupakan salah satu indikator dalam peningkatan profesionalisme
guru, karena PTK memberi motivasi kepada guru untuk berfikir Kritis dan
sistematis, membiasakan guru untuk menulis, dan membuat catatan yang
dapat. Di mana semua itu dapat menunjang kemampuan guru dalam
pembelajaran. (Daryanto,2011:6).
f. PTK bersifat fleksibel sehingga mudah diadaptasikan dengan keadaan kelas.
Dengan demikian proses pembelajaran tidak monoton oleh satu model
saja.(Tahir,2012:81).
g. PTK menggunakaan metode kontekstual. Artinya variable-variable yang akan
dipahami selalu berkaitan dengan kondisi kelas itu sendiri. Sehingga data
yang diperoleh hanya berlaku untuk kelas itu saja dan tidak dapat
digeneralisasikan dengan kelas lain. (Tahir,2012:81).
h. PTK dalam pelaksanaannya terbagi dalam beberapa pembagian waktu atau
siklus. (Sukardi,2011:212).

42
i. PTK tidak diatur secara khusus untuk memenuhi kepentingan penelitian
semata. melainkan harus disesuaikan dengan program pembelajaran yang
sedang berjalan di kelas tersebut. (Sanjaya,2010:34)
Menurut Ibnu (dalam Aqib, 2009:16) memaparkan bahwa PTK memiliki
karakteristik dasar yaitu:
a. Dalam pelaksanaan tindakan berdasarkan pada masalah yang dihadapi guru;
b. Adanya perpaduan dalam pelaksanaanya;
c. Peneliti sebagai media yang melakukan refleksi;
d. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional;
e. Dalam pelaksanaannya terbagi beberapa siklus atau periode.
Ada juga yang menyatakan bahwa PTK berbeda dengan penelitian formal
pada umumnya. PTK memilki karateristik sebagi berikut:
a. Fokus peneliti Tindakan yang Praktis
Tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah untuk menangani suatu
problematika actual pada setting pendidikan. Dengan demikian,para peneliti
penelitian tindakan mengkaji isu-isu praktis yang akan menghasilkan
keuntungan bagi pendidikan.
Isu-isu ini dapat merupakan masalah dari seorang guru di dalam kelas
atau sebuah problematika yang melibatkan banyak pendidik dalam gedung
lembaga pendidikan.Ini biasa merupakan suatu kebutuhan bagi suatu isu
antara sekolah dan masyarakat, sebuah isu dengan suatu kebijakan sekolah
atau stuktur yang menghambat kebebasan individu dan tindakan, atau suatu
urusan individu di kota-kota kecil dan kota-kota besar. Para peneltian
tindakan tidak melakasanakan benuk penelitian ini untuk memajukan
pengetahuan untuk kepentingan ilmu pengetahuan akan tetapi untuk
memecahkan suatu problem tersebut sifatnya terapan.
b. Pendidik- Peneliti memiliki kegiatan Praktis
Dalam hal ini para peneliti tindakan terjun ke dalam penelitian
partisipatori atau penelitian self reflektif di mana mereka mengalihkan
pendangan pengamatan mereka pada ruang kelas, sekolah , atau praktik-
praktik pendidikan mereka sendiri. Karena mereka mengkaji situasi mereka
sendiri, mereka merefleksikan tentang apa yang telah mereka pelajari suatu

43
bentuk pengembangan diri serta apa yang dapat mereka lakukan untuk
memperbaiki praktik-praktik pendidikan mereka. Dalam refleksi ini para
peneliti tindakan menimbang solusi yang berbeda- beda pada problema
mereka dan belajar dari menguji ide. Penelitian tindakan yang demikian telah
disebut “suatu self refleksi spiral”.
c. Kolaborasi
PTK dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra deng pihak lain,
seperti teman sejawat. Jadi dalam PTK perlu ada partisipasi dari pihak lain
yang berperan sebagai pengamat. Hal ini diperlukan untuk mendukung
objektivitas dari hasil PTK. Kolabborasi dalam pelaksanaanny, seperti antara
guru dengan rekan sejawat, guru dengan kepala sekolah,guru dengan dosen
ataupun guru dengn pengawas (Kunandar, 2008:61-62)
d. Suatu proses yang dinamis
Para peneliti PTK yang terjun ke dalam suatu proses yang dinamis
meliputi pengulangan kegiatan, seperti suatu ”spiral” dari beberapa kegiatan.
Ide penting ialah bahwa peneliti “spiral” kembali maju mundur diantara
refleksi atau merenungkan suatu problema, pengumpulan data, dan tindakan
suatu team school-based, misalnya biasa mencoba beberapa tindakan setelah
merefleksikan atau merenungkan waktu yang paling baik bagi sekolah
menengah atas untuk memulai.
e. Suatu rencana Tindakan
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi suatu rencana tindakan.
Pada bebrapa poin di dalam proses kegiatan penelitian tersebut,peneliti PTK
merumuskan suatu rencana tindakan untuk merespon terhadap problema.
Perencanaan ini mungkin penting karena penyajian data terhadap penyandang
dana,membangun suatu program sebagai pilot proyek atau sebagai perintis,
menyediakan beberapa program yang sifatnya berkompetensi, atau
mengimplementasikan suatu agenda penelitian yang sedang berjalan untuk
menyelidiki praktik kegiatan yang baru. Ini bias merupakan suatu
perencanaan tertulis, formal atau diskusi-diskusi informal tentang bagaimana
menjalankan, dan ini mungkin melibatkan beberapa orang individu atau
melibatkan seluruh komunitas.

44
f. Penelitian Bersama
Tidak seperti penelitian tradisional bahwa para investigator melaporkan
dan diplubikasikan dalam juranl dan buku-buku para peneliti PTK
melaporakn hasil kegiatan penelitian mereka kepada para pendidi, yang
selanjutnya segera dapat menggunakan hasilnya.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009), sedikitnya ada dua hal yang
menjadi karakteristik umum PTS. Pertama, masalah yang diangkat untuk
dipecahkan, harus berangkat dari praktik pendidikan nyata di sekolah
tersebut. Kedua, Kepala Sekolah atau pengawas dapat meminta bantuan
orang lain untuk mengenal serta mengelaborasi masalah yang akan dijadikan
topik penelitian (Mulyasa, 2009:12).
5. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Secara umum ada 4 prinsip kunci penelitian tindakan kelas, yaitu:
a. Kritik Reflektif, yaitu suatu perhitungan situasi, seperti
catatan atau dokumen pejabat, digunakan untuk membuat tuntutan
tersembunyi menjadi lebih baik.
b. Kritik Dialektika, digunakan untuk memahami antara fenomena dan
konteksnya.
c. Sumber Daya Kolaboratif, prinsip ini mempersyaratkan bahwa setiap gagasan
seseorang sama penting dengan sumber daya potensial.
d. Ambil Resiko, proses perubahan mengancam semua cara yang telah
ditetapkan sebelumnya,maka diperlukan kejelian untuk mengambil resiko
(Emzir, 2011:237)
Sedangkan Menurut Hopkins ada enam prinsip dalam penelitian tindakan
kelas (PTK), yaitu:
a. PTK tidak mengganggu kegiatan guru mengajar di kelas. Pekerjaan utama
seorang guru adalah mengajar, sehingga dalam melakukan penelitian
tindakan kelas seyogyanya tidak berpengaruh pada komitmennya sebagai
pengajar. Ada tiga kunci utama yang harus diperhatikan, pertama guru harus
menggunakan berbagai pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya
dalam menemukan jalan keluar jika pada awal penelitian didapatkan hasil
yang kurang maksimal. Kedua interaksi siklus yang terjadi harus

45
mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Ketiga,
acuan pelaksanaan tiap siklus harus berdasarkan pada tahap perancangan
bukan pada kejenuhan informasi.
b. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan dari guru sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran.
Dengan kata lain, sejauh mungkin harus menggunakan prosedur
pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia tetap
aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.
c. Metode yang digunakan harus bersifat andal (reliabel), sehingga guru dapat
mengidentifikasikan serta merumuskan hipotesis dengan penuh keyakinan.
Pada dasarnya, penelitian ini memperbolehkan “kelonggaran-kelonggaran”
namun penerapan asas-asas dasar telaah taat kaidah tetap harus diperhatikan.
d. Peneliti adalah guru dan untuk kepentingan guru yang bersangkutan. Jadi
masalah penelitian diusahakan berupa masalah yang merisaukan dan bertitik
tolak dari tanggung jawab profesionalnya, hal ini bertujuan agar guru tersebut
memiliki komitmen terhadap pengembangan profesinya.
e. Konsisten dengan prosedur dan etika. Dalam penyelenggaraan penelitian
tindakan kelas, guru harus bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi
terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Prakarsa
penelitian harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada
rekan-rekan serta dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
f. Menggunakan wawasan yang lebih luas daripada perspektif kelas. Meskipun
kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun dalam
pelaksanaan penelitian sejauh mungkin harus menggunakan wawasan yang
lebih luas dari tindakan perspektif, tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas
atau pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan
(Zainal, 2006:17).
Dalam melakukan penelitian ada beberapa hal yang tidak boleh
dilupaka,yang mena menurut Nana Syaodih itu sangat pokok, yaitu:
a. Objektivitas.
b. Ketepatan.
c. Verifikasi.

46
d. Penjelasan ringkas.
e. Empiris.
f. Penalaran logis.
g. Kesimpulan kondisional.
h. Langkah- langkah penelitian.
i. Identifikasi masalah.
j. Merumuskan dan membatasi masalah.
k. Melakukan studi kepustakaan.
l. Merumuskan hipotesis
m. Menentukan desain dan metode penelitian.
n. Menyusun instrumen dan mengumpulkan data.
o. Menginterpretasikan temuan, membuat kesimpulan dan rekomendasi
(Nana, 2009:7-11).
6. Langkah-langka Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian melalui sistem
berdaur atau siklus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Kemmis dan Mc
Taggart, (1992) menyatakan prosedur PTK dilaksanakan dengan 4 kegiatan
utama atau tahapan yaitu Plan (perencanaan). Action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Secara ringkas tahapan kegiatan di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Planning (Rencana)
Rencana merupakan kegiatan pokok pada tahap awal yang harus
dilakukan guru sebelum melakukan PTK. Dengan perencanaan yang baik
guru pelaksana PTK akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitan dan
mendorong guru untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian dari
perencanaan, guru sebagai peneliti harus berkolaborasi (bekerja sama) dan
berdiskusi dengan teman sejawat untuk membangun kriteria dan kesamaan
bahasa dan persepsi dalam merancang tindakan perbaikan. Tahapan yang
dilaksaksanakan pada tahap perencanaan meliputi Identifikasi masalah,
analisis masalah, perumusan masalah, dan formulasi tindakan dalam bentuk
hipotesis tindakan.

47
1) Identifikasi Masalah
Pertanyaan yang mungkin timbul bagi guru pemula PTK adalah :
bagaimana memulai Penelitian Tindakan Kelas ? Untuk dapat menjawab
pertanyaan tersebut, pertama-tama yang harus dimiliki guru adalah
perasaan ketidak puasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini
dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan
terhadap proses pembelajaran di kelasnya. Meskipun sebenarnya
terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses
pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan
seperti di atas, yang kemudian dapat memicu dimulainya sebuah PTK.
Oleh sebab itu, agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya
untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan layanan pembelajaran secara
lebih professional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara
jujur khususnya kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah masih
terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya.
Dengan kata lain guru harus mampu merefleksi, merenung, serta berfikir
balik, mengenai apa saja yang telah dilakukan dalam proses
pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang
mungkin ada. Dalam proses perenungan itu terbuka peluang bagi guru
untuk menemukan kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang
selama ini dilakukan secara tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk
memanfaatkan secara maksimal potensi PTK bagi perbaikan proses
pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia
merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, permasalahan yang diangkat dalam PTK harus
benar-benar merupakan masalah-masalah yang dihayati oleh guru dalam
praktek pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahanyang
disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan tersebut
dapat berangkat (bersumber) dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum,
interaksi, pembelajaran dan hasil belajar siswa. Menurut Hopkins (1993)
guru dapat menemukan permasalahan tersebut bertitik tolak dari
gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang

48
perlu diperbaiki, untuk mendorong pikiran dalam mengembangkan fokus
permasalahan, kita dapat bertanya pada diri sendiri.
Berbekalkan kejujuran dan kesadaran untuk mengidentifikasi
masalah, beberapa contoh pertanyaan yang diajukan guru pada diri
sendiri (Wardani, dkk, 2007).
a) Apa yang sedang terjadi di kelas saya ?
b) Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu ?
c) Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?
d) Apa yang terjadi jika masalah tersebut saya biarkan?
e) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Pada tahap ini, yang paling penting adalah menghasilkan gagasan-
gagasan awal mengenai permasalahan aktual yang dialami oleh guru di
kelas. Dengan berangkat dari gagasan-gagasan awal tersebut, guru dapat
berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan PTK.
Masalah dalam PTK terkait dengan proses pembelajaran yang pada
gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku guru, mitra peneliti
dan siswa.
Contoh permasalahan yang di-PTK-kan:
a) metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan
metode penemuan;
b) strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada
pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar;
c) prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian
kontinyu/otentik;
d) penanaman atau perubahan sikap dan nilai, mungkin mendorong
timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek
kehidupan;
e) pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan
keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang
baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran
diri;

49
f) pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik
modifikasi perilaku; dan
g) administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi
sekolah (Cohen dan Manion, 1980: 181).
Kriteria dalam penentuan masalah:
a) Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan
sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau
program;
b) Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan
sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar
dari pihak para penelitinya dan waktunya terlalu lama;
c) Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi
fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga
pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental ini
daripada berdasarkan fenomena dangkal,.
Contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan:
a) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan
Siswa Kelas IX;
b) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa
Inggris;
c) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa;
d) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan
mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa
tersebut.
2.) Analisis Masalah
Setelah memperoleh permasalahan-permasalahan melalui proses
identifikasi tersebut, maka guru peneliti selanjutnya melakukan analisis
terhadap masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi
penyelesaiannya. Dalam hubungan ini, akan ditemukan permasalahan
yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguasaan materi
pelajaran pada topik pewarisan sifat, sikap siswa dalam berdiskusi atau
sikap siswa dalam melakukan percobaan. Permasalahan tersebut jika

50
tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak negatif yang besar
(Tidak tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal, kurang kerjasama
dalam diskusi dan eksperimen). Walaupun demikian, tidak semua
permasalahan dalam pembelajaran yang dapat diatasi dengan PTK
(seperti kesalahan-kesalahan faktual dan/atau konseptual yang terdapat
dalam buku paket).
Beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan bagi guru dalam
menganalisis permasalahan adalah sebagai berikut:
Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan
siswanya, atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas
yang memang diprogramkan oleh sekolah; Jangan memilih masalah yang
berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya;
Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas;
Usahakan untuk bekerja sama dalam pengembangan fokus penelitian;
dan Kaitkan PTK yang akan dilaksanakan dengan prioritas-prioritas yang
ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.
3.) Perumusan Masalah
Setelah mengidentifikasi dan menganalisisnya, maka guru
selanjutnya perlu merumuskan permasalahan secara lebih jelas, spesifik,
dan operasional. Perumusan masalah yang jelas akan membuka peluang
bagi guru untuk menetapkan tindakan perbaikan ( anya ative solusi) yang
perlu dilakukannya, jenis data yang perlu dikumpulkan termasuk
prosedur pengumpulan data serta cara menginterpretasikannya.
Disamping itu, penetapan tindakan perbaikan yang akan dicobakan
itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan berbagai
persiapan. Termasuk yang berbentuk latihan guna meningkatkan
keterampilan untuk melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud.
Perumusan permasalahan yang lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis
kemungkinan- kemungkinan penyebab yang lebih cermat, sehingga
terbuka peluang untuk menjajaki pertanyaan alternatif tindakan
perbaikan yang diperlukan. Perumusan Masalah harus jelas, dinyatakan

51
dengan kalimat tanya. (dijelaskan lebih lanjut pada bagian penyusunan
proposal PTK).
Inti suatu masalah adalah kesenjangan antara keadaan nyata dan
keadaan yang diinginkan. Oleh karena itu rumusan masalah harus
mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang
diinginkan.
No Masalah Rumusan
1. Rendahnya kemampuan Siswa SMKN Kelas X mestinya telah
mengajukan pertanyaan mampu mengajukan pertanyaan yang
kritis dikalangan Siswa kritis, tetapi dalam kenyataannya
SMKN Kelas X petanyaan mereka lebih bersifat
klarifikasi
2. Rendahnya keterlibatan Siswa kelas bahasa Inggris mestinya
siswa dalam proses terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran bahasa belajar menggunakan bahasa Inggris
Inggris lewat kegiatan yang menyenangkan,
tetapi dalam kenyataan mereka sangat
pasif.
3. Rendahnya kualitas Pengelolan interaksi guru-siswa-
pngelolaaninteraksi siswa mestinya memungkinkan setiap
guru-siswa-siswa siswa untuk aktif terlibat dalam
proses pembelajaran, tetapi dalam
kenyataan interaksi hanya terjadi
antara guru dengan beberapa siswa.
4. Rendahnya kualitas Proses pembelajaran bahasa Inggris
proses pembelajaran mestinya memberi kesempatan
bahasa Inggris ditinjau kepada siswa untuk belajar
dari tujuan menggunakan bahasa tsb. secara
mengembangkan komunikatif, tetapi dalam
keterampilan kenyataannya kegiatan pembelajaran
berkomunikasi dalam terbatas pada kosakata, lafal dan
bahasa tersebut struktur.

4.) Formulasi Solusi dalam Bentuk Hipotesis Tindakan


Alternatif perbaikan yang akan ditempuh dirumuskan dalam
bentuk hipotesis tindakan yaitu dugaan mengenai perubahan perbaikan
yang akan terjadi jika suatu tindakan dilakukan. Jadi hipotesis adalah
alternative yang diduga dapat memecahkan masalah yang ingin diatasi
dengan penyelenggaraan PTK. Bentuk rumusan hipotesis tindakan
berbeda dengan rumusan hipotesis ”penelitian formal”. Jika hipotesis
penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua kelompok

52
atau lebih, maka hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara
terbaik untuk mengatasi masalah.
Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, guru
sebagai peneliti perlu melakukan :
a) Merefleksikan pengalaman sendiri sebagai guru.; Diskusi dengan
rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti dsb; Kajian pendapat dan
saran pakar pendidikan khususnya yang telah disampaikan dalam
kegiatan ilmiah.; Kajian teoritik di bidang pelajaran pendidikan;
Kajian hasil- hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan; dan
Hasil kajian tersebut, dapat dijadikan landasan untuk membangun
hipotesis.
b) Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan
hipotesis tindakan.
c) Rumusan alternative tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian.
Dengan kata lain, alternative tindakan perbaikan hendaknya
mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.; Setiap
alternative tindakan perbaikan yag dipertimbangkan, perlu dikaji
ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya dengan tujuan, kelayakan
teknis serta keterlaksanaannya. Disamping itu juga perlu ditetapkan
cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta
analisis data secara cepat namun tepat, selama program perbaikan ini
diimplementasikan; Pilih alternative tindakan serta prosedur
implementasi yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal, namun
tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melaksanaannya
dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual; Pikirkan dengan
seksama perubahan-perubahan (baca: perbaikan-perbaikan) yang
secara implisit dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang
berupa proses dan hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.
d) Setelah diperoleh gambaran awal hipotesis tindakan, maka
selanjutnya perlu dilakukan pengkajian terhadap kelayakan dari
masing-masing hipotesis tindakan itu dari segi ”jarak” antara situasi
nyata dengan situasi idel yang dijadikan rujukan. Oleh karena itu,

53
kondisi dan situasi yang diprasyaratkan untuk penyelenggaraan suatu
tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian
rupa sehingga masih dalam batas-batas kemampuan siswa. Dengan
kata lain, sebagai actor PTK guru hendaknya cukup realistis dalam
menghadapi kenyataan keseharian dunia sekolah dimana ia berada
dan melaksanakan tugasnya.
e) Untuk melakukan tindakan agar menghasilkan dampak/hasil
sebagaimana yang diharapkan, diperlukan kelayakan hipotesis
tindakan terlebih dahulu. Menurut Soedarsono (1997), ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelayakan hipotesis
tindakan adalah sebagai berikut;
f) Implementasi suatu PTK akan berhasil, apabila didukung oleh
kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Dipihak
lain, untuk melaksanakan PTK kadang-kadang masih diperlukan
peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan
sebagai komponen penunjang. Selain itu keberhasilan pelaksanaan
PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang tergugah untuk
melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain, PTK dilakukan
bukan karena ditugaskan oleh atasan atau bukan karena didorong oleh
imbalan finansial.; Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan baik
dari segi fisik, psikologis, sosial dan budaya, maupun etik. Dengan
kata lain seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan
berdampak merugikan siswa;
g) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau di sekolah
juga perlu diperhitungkan. Sebab pelaksanaan PTK dengan mudah
dapat terganggu oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan.
Oleh karena itu, demi keberhasilan PTK, maka guru dituntut untuk
dapat mengusahakan/ memilih fasilitas dan sarana yang diperlukan;
h) Selain kemampuan siswa sebagai perseorangan, keberhasilan PTK
juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau di sekolah.
Namun pertimbangan ini tidak dapat diartikan sebagai kecendrungan
untuk mempertahankan status kuo. Dengan kata lain, perbaikan iklim

54
di kelas dan di sekolah justru dapat dijadikan sebagai salah satu
sasaran PTK;
i) dan Karena sekolah juga sebuah organisasi, maka selain iklim belajar
sebagaimana dikemukan di atas, iklim kerja sekolah juga menentukan
keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain, dukungan dari
kepala sekolah serta rekan-rekan sejawat guru, dapat memperbesar
peluang keberhasilan PTK.
Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan
atau hubungan,melainkan hipotesis tindakan. Rumusan hipotesis
tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan
perbaikan yang diinginkan.
Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah
kelas yang siswa- siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan.
Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-
siswa tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam
memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan pengalaman’
untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis
tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah
dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan kesiapan
pengalaman untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para
siswa akan meningkat kecepatan membacanya.”
5.) Persiapan Pelaksanaan Tindakan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan
berbagai persiapan sehingga komponen yang direncanakan dapat
dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh
adalah sebagai berikut:
Menentukan Jadwal dan Materi pembelajaran; Membuat perangkat
dan cenario pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dll) yang berisikan
langkah-langkah yang dilakukan guru, disamping bentuk-bentuk
kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi tindakan
perbaikan yang telah direncanakan; Mempersiapkan fasilitas dan sarana
pendukung yang diperlukan di kelas seperti gambar-gambar dan alat-alat

55
peraga, dll.; Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis mengenai
proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk
pelatihan-pelatihan; Melakukan simulasi pelaksanaan, sehingga dapat
menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan
yang sebenarnya. Dan Sebagai pelaku PTK, guru harus terbebas dari rasa
gagal dan takut berbuat kesalahan.
b. Action (Pelaksanaan Tindakan)
Jika semua perencanaan tindakan telah disiapkan, maka langkah
selanjutnya adalah melaksanakan ocus o tindakan perbaikan yang telah
direncanakan dalam situasi yang ocus. Kegiatan pelaksanakan tindakan
dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan dan pada saat yang bersamaan
kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan kegiatan observasi.
c. Observation (Pengamatan)
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan
pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil
pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan
yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya.
Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari
tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang
muncul.
Secara umum observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan
kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung (dalam hal ini
pada saat pembelajaran berlangsung). Observasi dapat dilakukan secara
terbuka dan tertutup. Pada observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan
lembar observasi, melainkan hanya menyiapkan kertas kosong untuk
merekam kegiatan pembelajaran yang diamati. Pada observasi tertutup,
pengamat telah menyiapkan dan menggunakan lembar observasi untuk
merekam aktivitas pembelajaran yang diamati. Bagi guru pelaksana PTK
disarankan melaksanakan observasi tertutup dengan menggunakan lembar
observasi, mengapa? Coba diskusikan! Pelaksanaan Observasi perlu
memperhatikan prinsip: perencanaan bersama, ocus observasi, kriteria,
keterampilan observasi, dan balikan.

56
Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak
mencampur adukkan antara fakta dan interprestasi, namun juga tidak terseret
oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interprestasi dalam
pelaksanaan observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan sehingga yang
direkam hanyalah fakta tanpa interprestasi, maka akan dapat menimbulkan
resiko, bahwa makna dari perangkat fakta karena proses erosi yang terjadi
dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat hasil observasi yang telah secara
utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila
pengamat adalah juga pelaksana tindakan. Observasi kelas akan memberikan
manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Hasil diskusi
diinterprestasikan secara bersama-sama oleh pelaksana tindakan dan
pengamat. Diskusi mengacu kepada penerapan sasaran serta pengembangan
strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutrnya
d. Reflection (Refleksi)
Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sistesis, penafsiran
(penginterprestasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi
adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan,
yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan
selanjutnya. Refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah
terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum
berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil
refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut dalam upaya
mencapai tujuan PTK . Dengan kata lain, refleksi merupakan kajian terhadap
keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk
menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan
sementara lainnya.
Dengan demikian, penelitian tindakan tidak dapat dilaksanakan dalam
sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk
melakukannya. Sebagai planning untuk siklus selanjutnya untuk memperjelas
fase-fase dalam penelitian tindakan siklus spiralnya dan bagaimana
pelaksanaannya, seperti pada Gambar di bawah ini.

57
Gambar 2. Alur/Siklus PTK
Selanjutnya dapat dilakukan analisis data dalam rangka refleksi setelah
implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan dampak
seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai keseluruhan.
Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi,
menyederhanakan, memfokuskan, mengorganisasikan, dam
mengabstraksikan data secara sistematis danrasional untuk menampilkan
bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan
PTK.
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, paparan
data dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang
dilakukan melalui seleksi, pemfokusan dan pengabstraksian data mentah
menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan
data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi grafis
dan sebagainya. Sedangkan menyimpulkan adalah proses pengambilan inti
sari dari sajian data yang telah terorganisasikan tersebut dalam bentuk
pernyataan kalimat dan /atau formula yang singkat dan padat tapi
mengandung pengertian luas.
Jika dari hasil analisis dan refleksi, hasil yang didapat menunjukkan
keberhasilan dan menurut peneliti (sebaiknya setelah berdiskusi dengan
sejawat) permasalahan sudah dapat diatasi, maka PTK diselesaikan pada

58
siklus 1. Jika dari hasil analisis dan refleksi, indikator keberhasilan belum
tercapai, maka dirancang kembali rencana perbaikan yang akan dilaksanakan
pada siklus 2 dengan tahapan kegiatan yang sama dengan siklus 1. Penelitian
dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya (siklus 3), jika hasil siklus 2 juga
belum memuaskan, dilanjutkan lagi dengan siklus berikutnya. Mungkin anda
bertanya-tanya berapa siklus PTK dilaksanakan? Pada dasarnya tidak ada
ketentuan berapa siklus harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung pada
ketercapaian indikator kinerja (keberhasilan) yang sudah direncanakan.
Tetapi sebaiknya PTK dilaksanakan tidak kurang dari 2 siklus.

D. POLICY RESEARCH
Menurut Tohardi (2020) penelitian kebijakan pada hakekatnya adalah
penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan atau
rekomendasi alternatif kebijakan. Rekomendasi tersebut selanjutnya digunakan
sebagai bahan untuk membuat Kebijakan Publik (public policy) guna memecahkan
berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh pemerintah khususnya.
Fakta empirik menunjukkan bahwa banyak orang mampu membuat kebijakan
dengan ”baik”, namum banyak pula kebijakan-kebijakan yang dibuat tersebut gagal
untuk diimplementasikan. Sebuah kebijakan yang baik seharusnya bukan hanya baik
dalam bentuk substansi kebijakan, tetapi yang lebih penting adalah dapat tidak
kebijakan tersebut diimplementasikan. Apabila sebuah kebijakan gagal untuk
diimpelementasikan, maka kebijakan tersebut dikategorikan sebagai sebuah
kebijakan yang buruk, walaupun secara substansi kebijakan yang bersangkutan
masuk dalam kategori kebijakan yang baik.
Hal itu disebabkan karena esensi dari sebuah kebijakan adalah untuk
menyelesaikan masalah, sementara sebuah kebijakan yang masih dalam bentuk
dokumen tentu tidak akan dapat berbuat banyak dalam menyelesaikan masalah.
Karena efektif tidak sebuah kebijakan baru akan terlihat setelah diimplementasikan.
Analogi sebuah kebijakan adalah Resep Masakan, kita baru dapat menilai
keistimewaan sebuah Resep Masakan tersebut setelah dipraktekkan dalam proses
pemasakan menjadi makanan, selama Resep Masakan tersebut masih dalam bentuk

59
catatan di kertas, maka selama itu pula kita tidak bisa menilai apakah Resep Masakan
itu istimewa atau tidak (Tohardi, 2020).
1. Konsep Penelitian Kebijakan
Pada makalah ini lebih khusus membahas tentang penelitian kebijakan
pendidikan. Proses kerja penelitian kebijakan Pendidikan (education policy
research) merefer pada proses kerja penelitian pada umumnya, yang
mengkhususkan pada bidang pendidikan. Disamping itu penelitian kebijakan
pendidikan merupakan bagian dari kajian kebijakan publik yang sudah
berkembang pesat dan keilmuan yang sudah mapan. Konsep penelitian kebijakan
pendidikan adalah penelitian yang dilakukan apabila sedang dan atau sudah
selesai diimplementasikan kebijakan pendidikan. Apabila sedang
diimplementasikan kebijakan pendidikan yang diteliti, maka tujuannya untuk
meningkatkan kualitas, efektivitas, efisiensi dari kebijakan pendidikan tersebut.
Sedangkan penelitian kebijakan pendidikan dilakukan pada saat kebijakan
pendidikan itu sudah selesai diterapkan atau diimplementasikan, maka tujuannya
untuk menilai kebijakan pendidikan tersebut secara menyeluruh berhasil atau
gagal, menemukan masalah yang fundamental untuk diselesaikan bagi para
pengambil kebijakan pendidikan.
Penelitian kebijakan pendidikan juga diterjemahkan sebagai tindakan untuk
memecahkan masalah pendidikan, atas dasar rekomendasi yang dibuat oleh policy
researcher berdasarkan hasil penelitiannya. (Arwildayanto, dkk, 2018). Penelitian
kebijakan pendidikan dalam hal ini tidak dipersepsikan dari sudut pandang politik
pemerintah semata, tetapi juga sebagai objek studi ilmiah (field of study). Dalam
konteks penelitian kebijakan pendidikan sebagai field of study mengacu pada dua
hal, apa yang dikerjakan peneliti dan apa yang diusulkan atau dikehendaki
pengguna (user) bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah (kelimuan).
2. Fungsi dan Manfaat Penelitian Kebijakan Pendidikan
Fungsinya penelitian kebijakan pendidikan bisa dikategorikan sebagai
berikut; 1) memberikan layanan dalam bentuk fakta (evidensi), masukan yang
bersifat verifikasi-afirmatif sebagai penyempurnaan untuk seluruh tahapan dalam
proses penelitian kebijakan dan dapat digunakan di setiap tahapan atau unsur
kebijakan serta terhadap seluruh unsur kebijakan pendidikan; 2) memberikan krtik

60
berupa perspektif, alternatif bersifat falsifikasi atau kritik-konstruktif terhadap
peningkatan mutu (quality) kebijakan pendidikan melalui perumusan kebijakan,
3) membantu pembuat kebijakan (policymaker) dalam menyusun rencana
kebijakan, dengan jalan memberikan pendapat atau informasi yang mereka
perlukan untuk memecahkan masalah pendidikan yang fundamental
(Arwildayanto, dkk, 2018: 127).
Adapun manfaat penelitian kebijakan pendidikan masih menurut
Arwildayanto, dkk: (2018: 128) adalah untuk merumuskan, mengevaluasi,
memperbaiki, dan meningkatkan kualitas baik yang sedang berjalan maupun
sudah berjalan, serta mengukur dampak yang ditimbulkan dari kebijakan yang
ada.
3. Karakteristik Penelitian Kebijakan Pendidikan
Menurut Ann Majchrzah dalam Arwildayanto, dkk (2018: 133) penelitian
kebijakan memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Diselenggarakan atas permintaan pengguna penyandang dana dan pengguna
hasil studi kebijakan pendidikan.
b. Penelitian kebijakan pendidikan berfokus pada perumusan atau pemecahan
masalah pendidikan.
c. Penelitian kebijakan pendidikan juga sebagai kajian terhadap setting organisasi
yang memberikan layanan pendidikan.
d. Penelitian kebijakan di bidang pendidikan sebagai kajian ilmu peneliti.
e. Fokus penelitian bersifat multidimensi.
f. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif,
g. Menggabungkan dimensi masa depan dan masa kini.
h. Merespons kebutuhan pemakai hasil studi
i. Menonjolkan dimensi kerja sama secara eksplisit.
4. Langkah-Langkah Penelitian Kebijakan Pendidikan
Manajemen penelitian kebijakan pendidikan atau tata kelolanya bisa
dilaksanakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut: 1) persiapan, 2)
konseptualisasi studi, 3) analisis teknikal, 4) pelaksanaan penelitian, 5) perumusan
rekomendasi (Ann Majchrzak dalan Arwildayanto, 2018:135)
a. Persiapan

61
Proses persiapan penelitian kebijakan pendidikan mengisyaratkan
pentingnya keterlibatab peneliti lebih beragam pada penyusunan rencana
penelitian, implementasi metodologi dan analisis data, serta draf rekomendasi.
Banyak aktivitas dilakukan dalam proses penelitian kebijakan pendidikan,
perhatian utama dan merupakan prekuisit bagi proses berikutnya terfokus pada
kegiatan persiapan dan konseptualisasi studi penelitian kebijakan. Akurasi
rancangan penelitian, pengumpulan dan analisis data serta perumusan hasil dan
penyusunan rekomendasi sangat ditentukan oleh kegiatan awal yang menjadi
prasyarat: persiapan dan konseptualisasi studi penelitian kebijakan pendidikan.
b. Konseptualisasi Studi
Tahapan kedua yaitu konseptualisasi studi yang merupakan proses
pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada kajian-kajian kepustakaan
yang relevan dari masalah yang diteliti. Dalam tahapan konseptualisasi studi
penelitian kebijakan pendidikan, informasi yang diperlukan dimanfaatkan
untuk kepentingan: a) mengembangkan preliminary model (paradigm
penelitian), misalnya masalah pendidikan yang akan menjadi focus penelitian,
b) merumuskan pertanyaan penelitian secara spsifik, c) memilih tenaga peneliti
atau research investigators yang memenuhi kriteria dengan masalah utama.
Tim peneliti yang menyelenggarakan kerja penelitian dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok yaitu: 1) tim inti, yang terdiri atas ketua tim dan anggota
peneliti serta asisten peneliti, 2) tenaga pengumpul data atau inumerator dan
tenaga lain, seperti tenaga teknis, tenaga administrasi, petugas lapangan atau
sebutan lain yang relevan.
c. Analisis Teknikal
Bila aktivitas-aktivitas preliminari pada tahap konseptualisasi studi telah
ditempuh secara baik, berarti peneliti kebijakan telah sampai kepada fase siap
memutuskan penyelenggaraan penelitian kebijakan pendidikan dengan
merancang hal-hal teknis. Adapun analisis teknikal yang perlu dilakukan
mencakup penggunaan metodologi.
Adapun beberapa metodologi penelitian dan analisis data yang dapat
digunakan pada penelitian kebijakan pendidikan bisa dimulai dengan
penelitian kuantitatif mulai dari perhitungan sederhana, menggunakan analisis

62
t-test, korelasi sederhana, dan multivariat. Serta metode kualitatif
menggunakan metode sintesis terfokus, metode analis data sekunder, dan
metode eksperimen lapangan. Bisa juga menggunakan metode survey,
penelitian kasus, metode analisis biaya-keuntungan (cost-benefit analysis),
metode analisis keefektifan biaya (cost-effectiveness analysis), metode
kombinasi (mix method), dan penelitian tindakan (action research).
Idealnya penelitian kebijakan pendidikan mengkombinasikan beberapa
metode penelitian yang berbeda, misalnya metode kualitatif dan kuantitatif .
kombinasi (mixing method) mempunyai banyak keuntungan, seperti validitas
lebih tajam, hasil lebih mantap, dan menambah keluasan wawasan .
Analisis teknikal adalah salah satu proses kerja penelitian kebijakan
pendidikan yang melibatkan aktivita-aktivitas yang secara analogi sama saja
dengan proses kerja penelitian tradisional, walaupun tidak identik. Hal ini
karena dalam hal proses dan produk penelitian kebijakan pendidikan berbeda
dengan penelian tradisional
d. Pelaksanaan
Pada tahap ini tim peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data.
Proses pelaksanaannya mengikuti metodologi penelitian yang telah ditetapkan
Kemudian diolah sesuai analisis data yang telah ditentukan.
e. Perumusan Rekomendasi
Informasi yang telah dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan
kemuadian akan dikomunikasikan dengan pembuat kebijakan (study user).
Beberapa saran ditawarkan untuk membantu peneliti kebijakan dalam rangka
mendapatkan kesimpulan dan hasil penelitian. Saran ini harus mendapatkan
perhatian serius bagi peneliti kebijakan, agar hasil, kesimpulan, dan
rekomendasi studi menjadi bermakna.
Peneliti kebijakan disarankan dapat menyajikan hasil riset sesedehana
mungkin, mudah dipahami, dan apa yang tersurat itulah adanya. Perumusan
hasil dan kesimpulan penelitian kebijakan pendidikan pun harus dikaitkan
dengan isu-isu etik, sebagaimana yang disarankan Nagel dalam dalan
Arwildayanto (2018:142). Menurut Nagel, bahwa peneliti berkewajiban
terhadap subjek kesimpulannya, terhadap analisis kesensitifan yang

63
menentukan bahwa kesimpulan mereka akan berubah sehubungan dengan
aneka perubahan seperti: (a) data masukan; (b) nilai-nilai dan asumsi, (c)
pengukuran-pengukuran; (d) sampling; dan (e) analisis.
5. Contoh Rancangan Penelitian Kebijakan Pendidikan
Judul penelitian: Analisis Dampak Kebijakan Pendidikan Inklusif Terhadap
Kualitas Pembelajaran Siswa
Latar Belakang: Pendidikan inklusif adalah salah satu isu penting dalam
sistem pendidikan saat ini. Tujuan dari pendidikan inklusif adalah memastikan
bahwa semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, dapat
mengakses pendidikan yang berkualitas. Namun, implementasi kebijakan
pendidikan inklusif masih menghadapi sejumlah tantangan dan pertanyaan,
terutama terkait dengan dampaknya terhadap kualitas pembelajaran siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi dampak kebijakan pendidikan
inklusif terhadap kualitas pembelajaran siswa.
Tujuan Penelitian:
a. Menganalisis apakah kebijakan pendidikan inklusif telah meningkatkan
aksesibilitas pendidikan bagi siswa dengan kebutuhan khusus.
b. Menilai dampak kebijakan pendidikan inklusif terhadap kualitas pembelajaran
siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus.
c. Menyelidiki persepsi guru, siswa, dan orang tua terhadap implementasi
kebijakan pendidikan inklusif.
Metode Penelitian:
a. Studi literatur: Melakukan tinjauan Pustaka untuk mengidentifikasi kerangka
kerja konseptual dan temuan terkait dengan pendidikan inklusif dan
dampaknya.
b. Analisis data sekunder: Mengumpulkan data dari lembaga pendidikan, seperti
hasil ujian, tingkat kelulusan, dan data kehadiran, sebelum dan setelah
implementasi kebijakan inklusif.
c. Survei dan Wawancara: Melakukan survei dan wawancara dengan guru, siswa,
dan orang tua untuk memahami persepsi mereka terhadap implementasi
kebijakan inklusif.

64
d. Analisis Data: Menganalisis data yang dikumpulkan menggunakan teknik
statistik dan metode kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Hasil yang Diharapkan:
a. Mengidentifikasi apakah kebijakan pendidikan inklusif telah meningkatkan
akses pendidikan bagi siswa dengan kebutuhan khusus.
b. Menyajikan bukti empiris mengenai dampak kebijakan pendidikan inklusif
terhadap kualitas pembelajaran siswa.
c. Mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang persepsi dan tanggapan dari
stakeholder kunci dalam implementasi kebijakan inklusif.
Implikasi Kebijakan: Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan yang berharga bagi pembuat kebijakan pendidikan untuk memutuskan
perlu tidaknya penyesuaian atau peningkatan dalam implementasi kebijakan
pendidikan inklusif. Penelitian ini juga dapat membantu meningkatkan
pemahaman masyarakat terkait dengan pendidikan inklusif dan dampaknya
terhadap kualitas pendidikan.

65
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
1. Research and Development (R&D) adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan metode tersebut.
Dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan atau Research and
Development (R&D), merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam
pendidikan dan pembelajaran. Dari uraian tersebut makadapat ditarik kesimpulan
bahwa Research and Development adalah metode penelitian yang bertujuan untuk
menghasilkan produk-produk tertentu serta menguji validitas dan keefektifan
produk tersebut dalam penerapannya.
2. Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah keduanya berasal dari
Penelitian Tindakan (PT) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja sebuah
organisasi. Alur kerja PT dalam meningkatkan kinerja sebuah organisasi bermula
dari mendiagnosis elemen-elemen penghambat, kemudian merumuskan alternatif-
alternatif pemecahannya, sesuai target-target yang dikehendaki. Langkah
berikutnya adalah melakukan tindakan-tindakan sebagai alternatif pemecahan,
sambil diamati dan dinilai, untuk mengetahui pengaruh dari tindakan-tindakan
tersebut. Selanjutnya pelaku tindakan bersama dengan pimpinan melakukan
refleksi terhadap dampak dan pengaruh dari tindakan-tindakan yang dilakukan.
Sejalan dengan konsep di atas, PTS seyogyanya dilaksanakan oleh setiap
pimpinan sekolah guna meningkatkan mutu layanan, peningkatan kualitas proses
dan hasil pendidikan.
3. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu langkah nyata yang dilakukan oleh
guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran yang dilaksanakannya. Hal
ini didasari pada permasalahan yang dihadapi oleh guru saangat beragam
dalamkegiatan belajar mengajar. Permasalahan harus diidentifikasi dan
diformulasiuntuk dicarikan upaya pemecahan dalam wadah penelitian tindakan
kelas sehinggakegiatan belajar mengajar dapat berjalan secara efektif.

66
4. Kebijakan merupakan suatu ketentuan yang menunjukkan arah dan pedoman
untuk bertindak. Salah satu indikator kebijakan yang baik adalah dibuat secara
ilmiah, yaitu suatu kebijakan dibuat secara rasional dan berdasarkan data yang
lengkap, akurat dan up to date. Untuk memperoleh data yang lengkap, akurat dan
up to date, maka diperlukan penelitian. Untuk dapat melakukan penelitian yang
baik, maka diperlukan pemahaman terhadap metode penelitian yang digunakan
untuk penelitian kebijakan.
B. SARAN.
Berdasarkan pemaparan materi diatas, maka disarankan untuk Pembaca
memahami materi dengan membaca beberapa referensi lainnya, Setiap setelah selesai
penyajian materi, hendaknya diberikan latihan agar dapat memahami materi secara
menyeluruh.

67
DAFTAR PUSTAKA

Ambiyar, Muharika D, (2019). Metodologi Penelitian dan Evaluasi Program. Bandung:


Alfabeta

Arikunto, Suharsimi, & Jabar, Cepi Safruddin Abdul. (2010). Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksar

Arwidayanto, Arifin Suking, dan Warni Tuner Semar. 2018. Analisis Kebijakan
Pendidikan: kajian Teoritik, Eksploratif, dan Aplikatif. Bandung: Cendekia Press.
Ary, D., Jacobs, L., C., Razavieh, A. (1985).Inteoduction to Researchin Education. (2nd
Ed.).Halt,Rinehart and Winston.

Boonchom, S., Nuchwana, L. and Amorn, M. (2012) ‘The Development of Standards ,


Factors , and Indicators for Evaluating the Quality of Classroom Action
Research’, Procedia - Social and Behavioral Sciences. Elsevier B.V.,
69(Iceepsy), pp. 220–226. doi: 10.1016/j.sbspro.2012.11.402.
Borg, W.R. & Gall, M.D. Gall. (1989). Educational Research: An Introduction,Fifth
Edition. New York: Longman.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

Evaluasi Program: Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional


Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kurikulum,
Perpustakaan dan Buku Teks. Jakarta: Rajawali Pers.

Gay, L.R. (1991). Educational Evaluation and Measurement: Com-petencies forAnalysis


and Application. Second edition. New York: Macmillan Publishing Company.

Gorski, P. . (2015) ‘Teacher Action reserach. Critical Multicultural Pavilion, an edchange


Project’, Teaching and Teacher education

Hasyim, M. (2014) ‘Penerapan fungsi guru dalam proses pembelajaran’, AULADUNA,


1(36), pp. 265–276. Available at:
http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/auladuna/article/download/556/557

68
Jennifer, Patricia S., & Scherer. (2008). Special issue on the Math and Science Partnership
program. Peabody Journal

Richey, Rita C. Klein. (2007). Design and Development Research. London:Lawrence


Erlbaum Associates. Inc.

Santyasa, I Wayan. (2009). Metode Penelitian Pengembangan dan Teori


Pengembangan Modul. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Setyadien, B. dan Burhanudin (2005). Manajemen Waktu. Dalam Tim Pakar Manajemen
Pendidikan FIP UM (Ed). Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan
Aflikasinya dalam Institusi Pendidikan. Malang: Penerbit UM.
Sudijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Sugiyono, Prof. Dr.. (2010). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R & D, Cet. XI; Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2021. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhasaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.


Bandung: Refika Aditama.

Sujadi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

SukardI. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta:


Bumi Aksara.

Suryabrata, Sumandi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011.

Tayibnafis, Farida Yusuf. (2008) Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta:
Rineka Cipta

Tohardi, Ahmad. 2020. Metode Penelitian Kebijakan Kualitatif “Tohardi”. JPASDEV.


Vol.1 No.1
Tyler, R.W. (1942). General statement of evaluation, Journal of Educational
Research,35(4), 492-501

Van Den Akker J. (1999). Principles and Methods of Development Research. Design
Approaches and Tools in Education and Training. Dortrech: Kluwer Academic
Publishers.

69
Widoyoko, Eko Putro. (2012). Evaluasi Program Pembelajaran, Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Winarti. (2012). Penelitian Pengembangan Research and Development (R&D). Yogyakarta:


Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Wirawan. (2011) Evaluasi, Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Contoh Aplikasi
Evaluasi Program: Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kurikulum,
Perpustakaan dan Buku Teks. Jakarta: Rajawali Pers.

Wayan, AS., I. (2010). Akuntabilitas Kinerja Kepala Sekolah Dan Penelitian Tindakan
Sekolah Untuk Kepala Sekolah Dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran
Serta Bahan Belajar Mandiri Dimensi Kompetensi Kepala Sekolah. Jakarta: Az-
Zahra Books 8

70

Anda mungkin juga menyukai