Anda di halaman 1dari 138

POTENSI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN

STROKE ISKEMIK DI RSUD MARDI WALUYO,


KOTA BLITAR TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi
Progam Studi S1 Farmasi, STIKes Karya Putra Bangsa

Oleh:

VIANNY PRAMESWARY
1713206029

PROGAM STUDI FARMASI


STIKES KARYA PUTRA
BANGSA TULUNGAGUNG
2021

i
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi ini bukanlah karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di Perguruan Tinggi dan
sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
diterbitkan dalam daftar pustaka.

Tulungagung, Agustus
2021 Penulis,

Vianny Prameswary

iv
KATA PENGANTAR

Dengan perjuangan berat, akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi


berjudul ―Potensi Drug Related Problems (DRPS) pada Pasien Stroke Iskemik di
RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar Tahun 2019‖ dengan baik. Skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Farmasi di STIKes
Karya Putra Bangsa, Tulungagung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa kontribusi
dari pihak lain. Oleh sebab itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Denok Sri Utami M. H selaku Ketua STIKes Karya Putra Bangsa.
2. apt. Dara Pranidya Tilarso, M. Farm selaku Ketua Program Studi S1
Farmasi STIKes Karya Putra Bangsa.
3. apt. Dhanang Prawira Nugraha, M. Farm, selaku pembimbing utama yang
telah membimbing demi tersusunnya skripsi yang detail dan sistematis.
4. apt. Ana Amalia, M. Farm, selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan masukan demi tersusunnya skripsi yang sistematis.
5. apt. Arif Santoso, S. Farm, selaku Penguji I yang telah memberikan
kritikan atau saran pada skripsi ini.
6. Drs. Ary Kristijono, M. Farm selaku Penguji II yang telah memberikan
petuah untuk skripsi ini.
7. Drs. Yudha Budiono, M.M selaku Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik,
dan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Blitar yang telah memberikan
izin penelitian ini.
8. dr. Ramiadji, Sp. B selaku Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Mardi
Waluyo, Kota Blitar yang telah memberikan izin penelitian ini.
9. Ana Choiriyah, A. Md. selaku Kepala Instalasi Rekam Medik Rumah
Sakit Umum Daerah Mardi Waluyo, Kota Blitar serta jajarannya yang
telah membantu pengumpulan rekam medis untuk penelitian ini.
10. Tim ―Sleep Well‖ yang terdiri dari Prety Liliana, Mbak Meisari
Indah, Ayu Natalia, dan Irna Nur.

v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna. Oleh sebab itu, kritik
atau saran dinantikan. Harapannya, skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca dan pengembangan ilmu farmasi.

Tulungagung, Agustus 2021

Penulis

vi
Potensi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Stroke
Iskemik di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar Tahun 2019

Vianny
Prameswary Prodi
S1 Farmasi

INTISARI
Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif, dan
cepat akibat gangguan peredaran darah otak non-traumatik. Penanganan stroke
adalah kegawatdaruratan sehingga membuat proses pemilihan obat, pemberian
dosis, dan pengawasan harus tepat agar tidak menyebabkan drug related problems.
Drug related problems (DRPs) adalah peristiwa tidak diinginkan yang dialami
pasien yang mempengaruhi atau berpotensi mempengaruhi tujuan terapi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik demografi, jenis, frekuensi,
dan persentase DRPs yang terjadi pada pasien stroke iskemik di RSUD Mardi
Waluyo, Kota Blitar tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif
menggunakan rekam medis. Data dari rekam medis dikumpulkan lalu dianalisis
dan dikategorikan berdasar Pharmaceutical Care Network Europe Association V
9.0 kategori penyebab dan kategori masalah. Hasil penelitian terkait demografi
pasien menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke iskemik berjenis kelamin
perempuan (56,9%). Mayoritas pasien stroke iskemik pada penelitian ini masuk
kelompok umur manula (>65 tahun; 46,2%). Sebagian besar pasien stroke iskemik
memiliki hipertensi sebagai penyakit penyerta (45,4%). Penelitian terkait DRPs
menunjukkan bahwa efek terapi obat tidak maksimal (P1.2) adalah DRPs kategori
masalah yang paling sering terjadi (1.179 kejadian; 76%). Sedangkan, terapi obat
tidak diberikan atau tidak selesai diberikan meski masih ada indikasi (528
kejadian; C1.6) adalah DRPs kategori penyebab yang paling sering terjadi.
Berdasar data, dapat disimpulkan bahwa efek terapi obat tidak maksimal adalah
DRPs yang paling sering terjadi.

Kata kunci: stroke iskemik, drug related problems, pharmaceutical care network
europe association

vii
Potential of Drug Related Problems (DRPs) in Patients with Ischemic Stroke
at Mardi Waluyo General Hospital, Blitar City in 2019

Vianny Prameswary
Bachelor of
Pharmacy

ABSTRACT

Stroke is a blocked cerebral blood flow that suddenly appears, progessive,


and rapidly due to non-traumatic cerebral vascular injury. Stroke is an emergency
so the process of selecting drugs, dosing, and monitoring should be appropriate to
avoid drug related problems. A drug related problems (DRPs) is an event or
circumstance involving drug therapy that actually or potentially interferes with
desired health outcomes. This study were aim to identify demographic
characteristics, frequency, and percentage of DRPs in ischemic stroke patients at
Mardi Waluyo General Hospital, Blitar City in 2019. This study was descriptive
observational study using medical records. Data that collected from medical
records, analyzed then categorized according to problems and causes categories of
Pharmaceutical Care Network Europe Association V 9.0. Result of study revealed
that the majority of ischemic stroke patients were women (56,9%). Most of the
patients in this study were >65 years old (46,2%). Whereas most of ischemic
stroke patients had hypertension (45,4%) as comorbity. Analysis of DRPs
problems category showed that effect of drug treatment is not optimal (P1.2) was
the most common problem (1,179 incidents; 76%). No or incomplete drug
treatment in spite of existing indication (C1.6) was most causes (528 incidents;
28,5%). Data show that the highest percentage of DRP is drug treatment is not
optimal.

Keywords: ischemic stroke, drug related problems, pharmaceutical care network


europe association

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
INTISARI ................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
2.1 Drug Related Problems ....................................................... 5
2.1.1 Epidemiologi Drug Related Problems ............................. 5
2.1.2 Pembagian Drug Related Problems ................................. 5
2.1.3 Dampak Drug Related Problems ...................................... 13
2.2 Stroke ................................................................................ 13
2.2.1 Definisi Stroke .................................................................. 13
2.2.3 Epidemiologi Stroke Iskemik ........................................... 14
2.2.4 Stroke Iskemik .................................................................. 15
2.2.5 Patofisiologi Stroke Iskemik ............................................ 16
2.2.6 Faktor Risiko Stroke Iskemik ........................................... 18
2.2.6.1 Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi ................... 18
2.2.6.2 Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi.......... 23
2.2.7 Tata Laksana Penanganan Stroke Iskemik ....................... 24
2.2.7.1 Terapi Non-farmakologi ......................................... 24
2.2.7.2 Terapi Farmakologi ................................................ 25
2.2.8 Gambaran Klinis Stroke Iskemik ..................................... 30
2.2.9 Diagnosis Stroke Iskemik ................................................. 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................. 33
3.1 Rancangan Penelitian .......................................................... 33
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 33

ix
3.3 Variabel Penelitian .............................................................. 33
3.4 Populasi dan Sampel ............................................................ 33
3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi .................................. 34
3.6 Definisi Operasional Variabel ............................................. 35
3.7 Pengumpulan Data ............................................................... 35
3.8 Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 37
4.1 Karakteristik Demografi ....................................................... 37
4.2 Karakteristik Obat ................................................................ 39
4.3 Drug Related Problems ....................................................... 42
4.3.1 Kategori Masalah ....................................................... 42
4.3.2 Kategori Penyebab ..................................................... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 47
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 47
5.2 Saran .................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 48
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. 52

x
DAFTAR

Tabel 2.1.2.1 Penyebab DRPs menurut Strand et al (dalam Cipole et al) 6


Tabel 2.1.2.2 Pengkategorian DRPs dasar menurut Pharmaceutical Care
Network Europe Association V 9.0 ................................... 8
Tabel 2.1.2.3 Kategori masalah DRPs menurut Pharmaceutical Care
Network Europe Association V 9.0 .................................... 9
Tabel 2.1.2.4 Kategori penyebab DRPs menurut Pharmaceutical Care
Network Europe Association V 9.0 .................................... 9
Tabel 2.1.2.5 Kategori intervensi yang direncanakan menurut Pharmaceutical
Care Network Europe Association V 9.0 ........................... 11
Tabel 2.1.2.6 Kategori intervensi yang dilakukan menurut Pharmaceutical
Care Network Europe Association V 9.0 ........................... 11
Tabel 2.1.2.7 Kategori status DRPs menurut Pharmaceutical
Care Network Europe Association V 9.0 ........................... 12
Tabel 4.1 Karakteristik demografi pasien stroke iskemik di RSUD
Mardi Waluyo, Kota Blitar Tahun 2019 ............................. 37
Tabel 4.2.1 Karakteristik obat yang diberikan pada pasien stroke iskemik
di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar Tahun 2019 ............ 40
Tabel 4.3.1 Drug related problems kategori masalah pada pasien
stroke iskemik di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar
Tahun 2019 ......................................................................... 42
Tabel 4.3.2 Drug related problems kategori penyebab pada pasien
stroke iskemik di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar
Tahun 2019 ......................................................................... 44

x
DAFTAR

Gambar 2.2.4.1 Infract core dan penumbra iskemik pada pasien stroke iskemik
akut .................................................................................. 16

x
DAFTAR

Lampiran 1 Lembar Pengumpul Data ......................................................... 52


Lampiran 2 Data Rekam Medis Pasien Stroke Iskemik.............................. 59
Lampiran 3 Detail DRPs Kategori Masalah ............................................... 64
Lampiran 4 Detail DRPs Kategori Penyebab ............................................. 76
Lampiran 5 Analisis Deskripstif Karakteristik Demografi Pasien
Stroke Iskemik ....................................................................... 117
Lampiran 6 Analisis Deskriptif DRPs Kategori Masalah .......................... 119
Lampiran 7 Analisis Deskriptif DRPs Kategori Penyebab ........................ 120
Lampiran 8 Surat Rekomendasi Permintaan Data oleh Badan Kesatuan
Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Daerah
Kota Blitar................................................................................ 121
Lampiran 9 Lembar Disposisi RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar ............. 122

xi
DAFTAR

aPPT Activated Partial Thromboplastin Time


CT scan Computed tomography scan
CVA Cerebrovascular accident
DOAC Direct oral anticoagulant
DRPs Drug related problems
DWI Diffusion-weighted imaging
ECT Ecarin clotting time
ERDP-ASA Extended-release dipyridamole plus aspirin
HDL-C High-density lipoprotein cholesterol
IGD Instalasi Gawat Darurat
INR International Normalized Ratio
LDL-C Low-density lipoprotein cholesterol
LMWH Low-molecular-weight heparin
MRI Magnetic resonance imaging
NIHSS National Institutes of Health Stroke Scale
Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah
TIA Transient ischemic attack
tPA Tissue plasminogen activator

xi
BAB
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Stroke adalah kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif, dan
cepat akibat gangguan peredaran darah otak non-traumatik (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Penyakit stroke disebut juga
cerebrovascular accident (CVA) atau apoplexy (Wittenauer and Smith, 2012).
Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragi. Jenis stroke
yang paling banyak diderita adalah stroke iskemik (87%) (Ryan and Nestor, 2020;
Virani et al., 2020).
Prevalensi stroke global adalah 104,2 juta orang yang mana 82,4 juta di
antaranya menderita stroke iskemik; 17,9 juta menderita pendarahan intraserebal;
9,3 juta menderita pendarahan subaraknoid (Virani et al., 2020). Data di Indonesia
menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kejadian,
kecacatan, maupun kematian (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,
2011). Prevalensi stroke di Jawa Timur meningkat dari 9,1% pada 2013 menjadi
12,4% pada 2018 (Laksmiarti et al., 2013; Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018) dan prevalensi stroke di Kota Blitar meningkat dari 1,1% pada
2007 menjadi 9,4% pada 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2008; Laksmiarti et al., 2013).
Peningkatan prevalensi stroke disebabkan oleh peningkatan faktor risiko
stroke seperti hipertensi, merokok, diabetes melitus, atrial fibrilasi, dislipidemia,
usia tua, ras, dan faktor genetik (Ryan and Nestor, 2020; Virani et al., 2020).
Banyaknya faktor risiko stroke turut meningkatkan kompleksitas pengobatan
sehingga risiko terjadinya polifarmasi dan drug related problems pun meningkat.
Ditambah konsep ―time is brain‖ yang artinya penanganan stroke
adalah kegawatdaruratan, membuat proses pemilihan obat, pemberian dosis, dan
pengawasan harus tepat agar tidak menyebabkan masalah terapi obat atau
drugrelated problems (Strand et al. dalam Cipolle et al., 2012; Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011).

1
2

Drug related problems atau DRPs adalah peristiwa tidak diinginkan yang
dialami pasien yang mempengaruhi atau berpotensi mempengaruhi tujuan terapi.
DRPs meningkatkan biaya perawatan dengan rerata biaya tambahan 2.500 dolar
Amerika Serikat (Watanabe et al., 2018), berkontribusi pada morbiditas dan
mortalitas dengan menyebabkan 275.689 kematian di Amerika Serikat (Watanabe
et al., 2018), menurunkan kualitas hidup (penelitian oleh Chandrasekhar et al.,
2018), serta memperlama rawat inap hingga 3 kali lebih lama pada pasien stroke
dengan drug related problems (Michaels et al., 2010). Celin et al. (2012)
menyatakan bahwa pasien stroke adalah kelompok risiko tinggi DRPs sebab
polifarmasi, usia tua, dan komorbiditas. Sehingga, mengidentifikasi DRPs penting
untuk meningkatkan keamanan pasien dan outcome terapeutik.
Penelitian mengenai DRPs penyakit stroke iskemik yang dilakukan oleh
Kanagala et al. (2016) di Dr. Pinnamaneni Siddhartha Institute of Medical
Sciences and Research Foundation di India tahun 2016. Hasilnya, sebanyak 120
pasien mengalami DRPs dengan rincian: kategori masalah yang paling banyak
terjadi adalah terapi obat yang salah (35,03%) dan efek terapi obat tidak maksimal
(32,28%). Sedangkan, kategori penyebab yang paling banyak terjadi adalah butuh
obat profilaksis (27,66%) dan kombinasi obat tidak tepat (16,06%). Penelitian lain
dilakukan Nugraha et al. di RSUD dr. Iskak, Tulungagung pada 2018. Hasilnya,
terdapat 32 kejadian pemberian obat tanpa indikasi dan 31 kejadian pemberian
obat tidak diperlukan. Data dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa DRPs
pada pasien stroke iskemik sering terjadi. Peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai DRPs sebab pasien stroke memiliki banyaknya faktor risiko stroke dan
penanganan stroke merupakan kegawatdaruratan sehingga membuat proses
pemilihan obat, pemberian dosis, dan pengawasan harus tepat agar tidak
menyebabkan DRPs. Penyakit stroke iskemik dipilih sebab lebih banyak diderita
dibanding stroke hemoragi (87% dibanding 13%; menurut Virani et al., 2020).
Analisis DRPs pada penelitian ini menggunakan Pharmaceutical Care
Network Europe Association V 9.0 yang belum pernah dilakukan oleh penelitian
sebelumnya. Tempat penelitian dilakukan di RSUD Mardi Waluyo yang mana
karakteristik demografi dan fasilitas kesehatannya berbeda dengan penelitian
3

sebelumnya. Di RSUD Mardi Waluyo pada tahun 2019, penyakit stroke adalah
penyakit nomor satu yang paling banyak diderita sehingga dengan dilakukannya
penelitian ini diharap mampu memberikan gambaran potensi DRPs yang terjadi
dan mampu meningkatkan mutu layanan kesehatan di RSUD Mardi Waluyo, Kota
Blitar. Penelitian jenis ini belum pernah dilakukan di RSUD tersebut sehingga
peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui DRPs pada pasien stroke
iskemik yang dirawat inap di Instalasi Rawat Inap RSUD Mardi Waluyo, Kota
Blitar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
a. Bagaimana karakteristik demografi pasien stroke iskemik yang menjalani
rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar?
b. Bagaimana jenis, frekuensi, persentase DRPs yang muncul pada pasien
stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota
Blitar?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui karakteristik demografi pasien stroke iskemik yang
menjalani rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar.
b. Untuk mengetahui jenis, frekuensi, dan persentase DRPs yang muncul
pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Mardi
Waluyo, Kota Blitar.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat penelitian ini:
a. Bagi Rumah Sakit
Sebagai informasi mengenai jenis, frekuensi, dan persentase DRPs pada
pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota
4

Blitar sehingga bisa menjadi bahan evaluasi dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.

b. Bagi Instansi Pendidikan


Diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagi
kalangan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai DRPs pada
pasien stroke iskemik.
c. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit stroke iskemik dan
mengetahui jenis DRPs yang sering terjadi pada pasien stroke iskemik sehingga
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
d. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti yang melakukan
penelitian mengenai DRPs dan dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih
lanjut.
e. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai stroke iskemik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Drug Related Problems
2.1.1 Epidemiologi Drug Related Problems
Menurut Pharmaceutical Care Network Europe Association (2019), drug
related problems (DRPs) adalah kondisi berkaitan dengan terapi obat yang bisa
atau berpotensi bisa mengintervensi hasil terapi. Cipolle et al. (2012)
mendefinisikan drug related problems sebagai peristiwa tidak diinginkan yang
dialami pasien yang mempengaruhi atau berpotensi mempengaruhi tujuan terapi
dan membutuhkan penilaian profesional untuk menyelesaikannya.
Drug related problems memiliki tiga komponen (Cipolle et al., 2012):
a. Kejadian tidak diinginkan atau potensi kejadian tidak diinginkan yang
dialami pasien. Bisa berupa tanda klinis, gejala, diagnosis, atau sindrom.
b. Terapi obat (produk dan/atau regimen dosis) yang dikaitkan dengan drug
related problems.
c. Hubungan yang ada (atau dicurigai ada) antara kejadian tidak diinginkan
dengan terapi obat.
Asesmen drug related problems didasarkan pada tingkat keparahan dan
pengaruhnya pada kesehatan pasien secara keseluruhan. Saat banyak drug related
problem muncul, prioritaskan drug related problem yang berpengaruh langsung
pada kesehatan pasien (Cipolle et al., 2012).

2.1.2 Pembagian Drug Related Problems


Pembagian drug related probelems (DRPs) dilakukan karena beberapa
alasan. Pertama, sebagai proses penyelesaian masalah secara sistematis. Kedua,
membantu memperjelas dan memberi batasan tanggung jawab profesional.
Ketiga, menggambarkan bagaimana reaksi obat merugikan dipengaruhi oleh
kepatuhan dan ketidakpatuhan pasien. Keempat, memberikan catatan klinis yang
bisa digunakan oleh profesional medis lainnya (Cipolle et al., 2012).

5
6

Terdapat 8 kategori drug related problems yang disusun oleh Strand et al.
(dalam Cipolle et al., 2012):

Tabel 2.1.2.1 Penyebab umum DRPs menurut Strand et al.


(dalam Cipolle et al., 2012)
Permasalahan Penyebab Permasalahan Terapi
Terapi
Terapi obat a. Pasien diberikan banyak obat pada kondisi yang hanya
yang tidak membutuhkan monoterapi.
diperlukan b. Pasien mendapatkan terapi obat yang tidak ada indikasi
medis yang valid.
c. Pasien mendapatkan terapi obat untuk kondisi medis
yang baiknya dirawat tanpa terapi obat.
d. Pasien melakukan penyalahgunaan obat, mengonsumsi
alkohol, atau merokok.
e. Pasien diberikan terapi obat untuk mengindari reaksi
obat merugikan yang disebabkan oleh obat lain.
a. Pasien perlu diberikan terapi preventif untuk
Butuh terapi obat menurunkan risiko munculnya penyakit baru.
tambahan b. Pasien memiliki kondisi medis yang membutuhkan
farmakoterapi tambahan untuk mencapai efek sinergis
atau efek tambahan.
Obat tidak tepat a. Pasien mendapatkan obat yang tidak efektif untuk
kondisi medisnya dan dibutuhkan obat yang berbeda.
b. Pasien tidak memberikan respons pada pengobatan
yang diberikan dan dibutuhkan obat yang berbeda.
c. Pasien mendapat bentuk sediaan obat yang tidak tepat.
d. Pasien mengalami kontraindikasi pada obat yang
diberikan.
e. Pasien mendapatkan obat yang tidak efektif untuk
kondisi medis yang ditangani.
Dosis terlalu a. Pasien mendapatkan dosis terlalu rendah sehingga tidak
rendah memberikan respons pengobatan yang diinginkan.
b. Pasien membutuhkan monitoring parameter klinis dan
laboratorium untuk diputuskan bahwa dosis yang
digunakan terlalu rendah.
c. Pasien mendapatkan interval terapi obat yang jarang
sehingga tidak memberikan respons pengobatan yang
diinginkan.
d. Pasien mendapatkan terapi obat yang rute atau metode
administrasinya tidak tepat.
e. Pasien mengalami interaksi obat yang menurunkan obat
aktif sehingga menurunkan keefektifan terapi.
f. Penyimpanan tidak tepat: obat disimpan dengan tidak
tepat dan menghilangkan potensinya.
7

g. Pasien mendapatkan durasi terapi obat terlalu singkat


sehingga tidak memberikan respons pengobatan yang
diinginkan.
Reaksi obat a. Pasien mengalami efek obat tidak diinginkan yang tidak
merugikan berkaitan dengan dosis obat.
b. Pasien membutuhkan obat yang lebih aman sebab faktor
risiko tertentu.
c. Pasien mendapatkan terapi obat melalui rute atau
metode administrasi yang tidak tepat sehingga
menyebabkan reaksi obat merugikan.
d. Pasien mengalami alergi pada obat yang diberikan.
e. Pasien mendapatkan pengubahan dosis baik dosis lebih
tinggi maupun dosis lebih rendah dalam waktu cepat
sehingga menyebabkan reaksi obat merugikan.
Dosis terlalu a. Pasien mendapatkan dosis terlalu tinggi yang berakibat
tinggi pada toksisitas.
b. Pasien membutuhkan monitoring parameter klinis dan
laboratorium untuk diputuskan bahwa dosis yang
digunakan terlalu tinggi.
c. Pasien mendapatkan frekuensi terapi obat yang terlalu
pendek sehingga tidak memberikan respons pengobatan
yang diinginkan.
d. Pasien mendapatkan durasi terapi obat terlalu lama.
e. Pasien mengalami interaksi obat yang meningkatkan
obat aktif sehingga menyebabkan toksisitas.
Kepatuhan pasien a. Pasien tidak mengerti bagaimana mengambil dan
menggunakan obat dengan baik dan regimen dosisnya.
b. Pasien tidak mampu membeli obat yang
direkomendasikan atau diresepkan.
c. Pasien tidak mau mengonsumsi obat sesuai yang
diinstruksikan.
d. Pasien lupa mengonsumsi obat.
e. Pasien tidak bisa mendapatkan obat yang dibutuhkan.
f. Pasien tidak bisa mengonsumsi atau
mengadministrasikan obat sesuai petunjuk.

Kategori ―terapi obat yang tidak diperlukan‖ dan ―butuh terapi


obat tambahan‖ berkaitan dengan indikasi. Kategori ―obat tidak tepat‖ dan
―dosis terlalu rendah‖ berkaitan dengan efektivitas. Kategori ―reaksi obat
merugikan‖ dan ―dosis terlalu tinggi‖ berkaitan dengan keamanan. Enam
kategori ini berhubungan dengan aksi obat. Kategori terakhir berkaitan dengan
kepatuhan pasien untuk menggunakan obat sesuai yang diinstruksikan (Cipolle et
al., 2012).
8

Pharmaceutical Care Network Europe Association (2019) menyusun 5


kategori dasar DRPs yang terdiri dari 3 domain utama untuk kategori masalah, 9
domain utama untuk kategori penyebab, 5 domain utama untuk kategori intervensi
yang dilakukan, 3 domain utama untuk kategori intervensi yang diterima, dan 4
domain utama untuk status DRPs. Detailnya, terdapat 7 sub-domain untuk
kategori masalah, 43 sub-domain untuk kategori penyebab, 17 sub-domain untuk
intervensi yang direncanakan, 10 sub-domain untuk intervensi yang diterima, dan
7 sub-domain untuk status DRPs.

Tabel 2.1.2.2 Pengkategorian DRPs dasar menurut Pharmaceutical Care Network


Europe Association V 9.0 (2019)
Kode Domain Utama
Masalah P1 Efektivitas terapi
(termasuk Terdapat masalah atau potensi masalah
potensi masalah) yang disebabkan oleh farmakoterapi yang
tidak maksimal
P2 Keamanan terapi
Pasien menderita atau bisa menderita
karena efek samping obat
P3 Lainnya
C1 Pemilihan obat
Penyebab Penyebab DRPs berkaitan dengan pemilihan
(termasuk potensi obat
penyebab untuk C2 Bentuk sediaan obat
potensi masalah) Penyebab DRPs berkaitan dengan pemilihan
bentuk sediaan
C3 Pemilihan dosis
Penyebab DRPs berkaitan dengan pemilihan
dosis
C4 Durasi terapi
Penyebab DRPs berkaitan dengan durasi terapi
C5 Dispensing
Penyebab DRPs berkaitan dengan logistik
peresepan dan proses dispensing
C6 Proses administrasi obat
Penyebab DRPs berkaitan dengan cara obat
diadministrasikan oleh profesional kesehatan
sesuai dengan label yang ada
C7 Berkaitan dengan pasien
Penyebab DRPs berkaitan dengan sikap pasien
(baik intensional maupun tidak)
9

C8 Pasien pindahan
Penyebab DRPs berkaitan dengan pindahnya
pasien antar fasilitas kesehatan primer,
sekunder, tertier, atau dalam satu fasilitas
kesehatan yang sama
C9 Lainnya
Intervensi yang I0 Tidak ada intervensi
direncanakan I Intervensi pada level pembuat resep
1 Intervensi pada level pasien
I Intervensi pada level obat
2 Intervensi lainnya
I
3
I4
Intervensi yang A1 Intervensi diterima
dilakukan A2 Intervensi tidak diterima
A3 Lainnya
Status DRPs O0 Tidak diketahui
O1 Selesai
O2 Sebagian selesai
O3 Masalah tidak selesai

Tabel 2.1.2.3 Kategori masalah DRPs menurut Pharmaceutical Care Network


Europe Association V 9.0 (2019)
Domain Utama Kode Masalah
Efektivitas terapi P1.1 Terapi obat tidak memberikan efek ke pasien
P1.2 Efek terapi obat tidak optimal
P1.3 Terdapat indikasi yang tidak ditangani
Keamanan terapi P2.1 Reaksi obat merugikan (mungkin) terjadi
Lainnya P3.1 Terdapat masalah dengan cost effectiveness
terapi obat
P3.2 Terapi obat yang tidak diperlukan
P3.3 Problem atau komplain yang tidak jelas

Tabel 2.1.2.4 Kategori penyebab DRPs menurut Pharmaceutical Care Network


Europe Association V 9.0 (2019)
Domain Utama Kode Penyebab
Pemilihan obat C1.1 Obat tidak tepat berdasarkan guideline
C1.2 Obat tidak tepat (dicantumkan dalam guideline
tetapi dikontraindikasikan)
C1.3 Obat tanpa indikasi
C1.4 Kombinasi obat dengan obat atau obat dengan
herbal atau obat dengan suplemen yang tidak
tepat
C1.5 Duplikasi obat dengan bahan aktif atau kelompok
terapi obat yang sama
C1.6 Terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai
diberikan meski masih ada indikasi
1

C1.7 Terlalu banyak obat yang diberikan untuk satu


indikasi
Bentuk sediaan C2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat
obat
Pemilihan dosis C3.1 Dosis terlalu rendah
C3.2 Dosis terlalu tinggi
C3.3 Regimen dosis yang diberikan terlalu jarang
C3.4 Regimen dosis yang diberikan terlalu sering
C3.5 Instruksi waktu pemberian salah atau tidak jelas
Durasi terapi C4.1 Durasi terapi terlalu pendek
C4.2 Durasi terapi terlalu lama
Dispensing C5.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia
C5.2 Informasi yang dibutuhkan tidak disediakan
C5.3 Salah obat atau kekuatan obat
C5.4 Salah obat atau kekuatan yang di-dispensing-kan
Proses administasi C6.1 Waktu administrasi obat yang tidak tepat atau
obat interval dosis yang tidak tepat
C6.2 Jenis obat yang diberikan kurang
C6.3 Jenis obat yang diberikan lebih
C6.4 Obat sama sekali tidak diadministrasikan
C6.5 Obat yang diadministrasikan salah
C6.6 Obat diadministrasikan melalui rute yang salah
Berkaitan dengan C7.1 Pasien mengonsumsi obat lebih sedikit dari yang
pasien diresepkan atau tidak mengonsumsi obat sama
sekali
C7.2 Pasien mengonsumsi obat lebih banyak dari yang
diresepkan
C7.3 Pasien menyalahgunakan obat
C7.4 Pasien mengonsumsi obat-obatan yang tidak
diperlukan
C7.5 Pasien mengonsumsi obat bersama dengan
makanan yang mampu berinteraksi dengan obat
C7.6 Pasien tidak menyimpan obat dengan baik
C7.7 Pasien mengonsumsi obat tidak tepat waktu atau
interval obat tidak tepat
C7.8 Pasien menggunakan obat dengan cara yang
salah
C7.9 Pasien tidak bisa menggunakan obat sesuai
dengan yang dianjurkan
C7.10 Pasien tidak bisa memahami instruksi
penggunaan obat dengan jelas
Pasien pindahan C8.1 Tidak ada obat rujukan pada pasien pindahan
C8.2 Tidak ada daftar pembaruan obat yang tersedia
C8.3 Informasi obat pada pasien pindahan hilang atau
tidak lengkap
C8.4 Informasi mengenai pasien tidak lengkap
1

C8.5 Pasien tidak menerima obat yang dibutuhkan


setelah pindah dari rumah sakit atau klinik
Lainnya C9.1 Tidak ada atau tidak memadainya monitoring
outcome
C9.2 Sebab lain; jelaskan
C9.3 Penyebab tidak jelas

Tabel 2.1.2.5 Kategori intervensi yang direncanakan menurut Pharmaceutical


Care Network Europe Association V 9.0 (2019)
Domain Utama Kode Intervensi
Tidak ada I0.1 Tidak ada intervensi
intervensi
Intervensi pada I1.1 Hanya pembuat resep yang diberi tahu
level pembuat I1.2 Pembuat resep dimintai informasi
resep I1.3 Intervensi ditujukan pada pembuat resep
I1.4 Intervensi didiskusikan dengan pembuat resep
Intervensi pada I2.1 Konseling pada pasien mengenai obat
level pasien I2.2 Hanya disediakan informasi tertulis
I2.3 Pasien dirujuk ke pembuat resep
I2.4 Dibicarakan ke anggota keluarga lain atau
caregiver
Intervensi pada I3.1 Obat diubah menjadi ....
level obat I3.2 Dosis diubah menjadi ....
I3.3 Formulasi diubah menjadi ....
I3.4 Instruksi penggunaan diubah menjadi ....
I3.5 Obat dihentikan sementara atau permanen
I3.6 Obat mulai diberikan
Intervensi lainnya I4.1 Intervensi lainnya; sebutkan
I4.2 Efek samping dilaporkan muncul

Tabel 2.1.2.6 Kategori intervensi yang dilakukan menurut Pharmaceutical Care


Network Europe Association V 9.0 (2019)
Domain Utama Kode Implementasi
Intervensi yang A1.1 Intervensi diterima dan dilakukan secara penuh
dilakukan A1.2 Intervensi diterima dan dilakukan sebagian
A1.3 Intervensi diterima tetapi tidak dilakukan
A1.4 Intervensi diterima, pelaksanaannya tidak
diketahui
Intervensi tidak A2.1 Intervensi tidak diterima; tidak bisa dilakukan
diterima A2.2 Intervensi tidak diterima; tidak ada persetujuan
A2.3 Intervensi tidak diterima; disebabkan alasan lain
(jelaskan)
A2.4 Intervensi tidak diterima; alasan tidak diketahui
Lainnya A3.1 Intervensi diusulkan; penerimaannya tidak
diketahui
1

A3.2 Intervensi tidak diusulkan

Tabel 2.1.2.7 Kategori status DRPs menurut Pharmaceutical Care Network


Europe Association V 9.0 (2019)
Domain Utama Kode Implementasi
Tidak diketahui O1.1 Status masalah tidak diketahui
Selesai O2.1 Masalah telah selesai secara penuh
Sebagian selesai O3.1 Masalah sebagian telah diselesaikan
Masalah tidak O3.1 Masalah tidak selesai, kurangnya kerja sama
selesai pasien
O3.2 Masalah tidak selesai, kurangnya kerja sama
pembuat resep
O3.3 Masalah tidak selesai, intervensi tidak efektif
O3.4 Masalah tidak perlu diselesaikan

Kategori masalah terdiri dari 3 domain: efek klinis terapi obat yang tidak
sesuai dengan tujuan terapi atau tidak adanya terapi obat (pada P1), pasien
mengalami reaksi obat merugikan pada dosis normal atau mengalami reaksi toksik
(pada P2), dan tampak tidak ada kesalahan pada pengobatan tetapi muncul
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (pada P3) (Pharmaceutical Care
Network Europe Association, 2019).
Kategori penyebab menjabarkan penyebab tiap masalah yang muncul atau
berpotensi muncul. Bagian ini terdiri dari 5 domain yaitu penyebab DRPs
berkaitan dengan: pemilihan obat (pada C1), pemilihan bentuk sediaan (pada C2),
jadwal pemberian obat (pada C3), durasi terapi (pada C4), proses dispensing
(pada C5), cara administrasi obat oleh tenaga medis (pada C6), kebiasaan dan
personalitas pasien (pada C7), perpindahan pasien (pada C7), dan penyebab lain
yang tidak disebutkan sebelumnya (pada C9) (Pharmaceutical Care Network
Europe Association, 2019).
Kategori intervensi yang direncanakan menjelaskan rencana intervensi
untuk menyelesaikan drug related problems. Terdapat 5 domain utama: tidak
dibutuhkan intervensi (pada I0), intervensi dilakukan melalui pembuat resep (pada
I1), intervensi dilakukan melalui pasien, anggota keluarganya, atau caregiver
(pada I3), intervensi dilakukan langsung dengan cara mengganti obat yang
1

digunakan (pada I3), dan intervensi lain (pada I4) (Pharmaceutical Care Network
Europe Association, 2019).
Kategori intervensi yang dilakukan menjelaskan intervensi mana yang
diterima dan dilakukan. Kategori ini terdiri dari 3 domain: intervensi diterima
(oleh pembuat resep atau pasien) (pada A1), intervensi tidak diterima (oleh
pembuat resep atau pasien) (pada A2), dan tidak ada intervensi yang diusulkan
atau penerimaan intervensi tidak diketahui (pada A3) (Pharmaceutical Care
Network Europe Association, 2019).
Kategori status DRPs menjelaskan mengenai status DRPs. Kategori ini
terdiri dari masalah telah diselesaikan sepenuhnya (pada O1), masalah sebagian
diselesaikan (pada O2), dan masalah tidak diselesaikan (pada O3)
(Pharmaceutical Care Network Europe Association, 2019).

2.1.3 Dampak Drug Related Problems


Drug related problems (DRPs) meningkatkan biaya perawatan dengan
rerata biaya tambahan 2.500 dolar Amerika Serikat (Watanabe et al., 2018),
berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas dengan menyebabkan 275.689
kematian di Amerika Serikat (Watanabe et al., 2018), menurunkan kualitas hidup
(penelitian oleh Chandrasekhar et al., 2018) dan memperlama rawat inap hingga 3
kali lebih lama pada pasien stroke dengan drug related problems (Michaels et al.,
2010). Drug related problems diketahui sebagai penyebab terbesar reaksi obat
merugikan pada pasien yang setelah keluar dari rumah sakit. Diperkirakan sekitar
13% kejadian reaksi obat merugikan pada pasien keluar rumah sakit menyebabkan
kunjungan gawat darurat atau rehospitalization (Watanabe et al., 2018). Sehingga,
mengidentifikasi DRPs penting untuk meningkatkan keamanan pasien dan
outcome terapeutik (Cipolle et al., 2012).

2.2 Stroke
2.2.2 Definisi Stroke
Penyakit stroke disebut juga cerebrovascular accident (CVA) atau
apoplexy (Wittenauer and Smith, 2012). Wittenauer dan Smith (2012)
1

mendefinisikan stroke sebagai defisit neurologis fokal yang berkembang cepat


dan terjadi lebih dari 24 jam. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute
(2020), stroke terjadi saat aliran darah menuju otak terhambat sehingga bagian
otak yang tidak mendapat oksigen dan nutrisi dari darah akan mengalami infrak
serebal (kematian jaringan otak). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2018) mendefinisikan stroke sebagai kerusakan otak muncul mendadak,
progresif, dan cepat akibat gangguan peredaran darah otak nontraumatik.
Gangguan stroke bisa menyebabkan defisit neurologis total atau parsial seperti
kelumpuhan pada satu sisi wajah atau badan, berbicara tidak lancar, berbicara
tidak jelas, perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lainnya (Wittenauer
and Smith, 2012; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

2.2.3 Epidemiologi Stroke Iskemik


Stroke iskemik lebih sering terjadi dibanding dengan stroke hemoragi (87%
dibanding 13% (Virani et al., 2020). Virani et al. (2020) melaporkan bahwa
prevalensi stroke global adalah 104,2 juta orang yang mana 82,4 juta di antaranya
menderita stroke iskemik. Secara global, terdapat kenaikan stroke iskemik dari
tahun 2007 ke tahun 2017 sebesar 16,1% (Virani et al., 2020). Prevalensi stroke
diperkirakan naik secara global seiring meningkatnya kelompok usia di atas 65
tahun (kelompok usia yang menderita stroke paling banyak) dan terus meningkat
hingga sekitar 9 juta orang per tahun (Wittenauer and Smith, 2012).
Di Indonesia, data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(2011), menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan peningkatan kasus stroke baik
dalam hal kejadian, kecacatan, maupun kematian. Stroke menyerang usia
produktif dan lanjut usia. Angka kematian pasien stroke umur 45—55 tahun

sebesar 15%, umur 55—64 tahun sebesar 26,8%, dan umur 65 tahun sebesar
23,5%.
Stroke di Indonesia umum diderita oleh kelompok usia 55—64 tahun

dengan prevalensi 32,4‰ per mil, usia 65—74 tahun dengan prevalensi 45,3‰
per mil, dan usia ≥75 tahun dengan prevalensi 50,2‰ per mil. Stroke di Indonesia
1

umumnya diderita oleh laki-laki dengan prevalensi 11,0‰ per mil (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

2.2.4 Stroke Iskemik


Stroke iskemik disebabkan oleh penyumbatan arteri serebal yang
menyebabkan turunnya aliran darah ke otak (Ryan and Nestor, 2020).
Penyumbatan arteri serebal disebabkan oleh trombus atau emboli (National Heart,
Lung, and Blood Institute, 2020).
Emboli adalah gumpalan darah dari arteri intrakarnial atau ekstrakarnial
atau dari jantung. Emboli berkontribusi sebagai penyebab 25% dari total stroke
iskemik (Ryan and Nestor, 2020). Emboli akan dibawa menuju otak lalu
menghambat arteri serebal. Menurut Ryan and Nestor (2020), emboli dari jantung
bisa terjadi jika pasien memiliki atrial fibrilasi yang bisa menyebabkan
terbentuknya gumpalan darah.
Pembentukan trombus dipengaruhi oleh plak di arteri serebal. Plak
terbentuk dari lemak, kolesterol, kalsium, dan senyawa lain di darah (National
Heart, Lung, and Blood Institute, 2020).Terbentuknya plak dikaitkan dengan
aterosklerosis. Plak membuat arteri serebal tersumbat, kaku, dan aliran darahnya
berkurang sehingga menghambat suplai oksigen. Ulser yang disebabkan oleh plak
aterosklerosis di arteri serebal memicu agregasi platelet dan koagulasi fibrin untuk
membentuk trombus yang akan menghambat aliran darah. Terdapat kurang dari
20% kasus stroke iskemik yang tidak disebabkan oleh ulser, tetapi oleh progres
obstruksi aliran yang terjadi secara gradual dan mungkin dimanifestasikan sebagai
transient ischemic attack (TIA atau ―mini-stroke‖ atau serangan stroke
selintas) (Wittenauer and Smith, 2012).
TIA adalah hambatan aliran darah sementara ke otak yang terjadi kurang
dari 24 jam, biasanya 30 menit (American Stroke Association, 2020; Ryan and
Nestor, 2020). TIA tidak menyebabkan kerusakan permanen tetapi individu yang
mengalaminya berisiko tinggi mengalami stroke iskemik (Kernan et al., 2014).
Rerata risiko tahunan stroke iskemik setelah TIA adalah ≈3% hingga 4%
(Kernan et al., 2014) dan 9—17% pasien TIA akan mengalami stroke iskemik 90
1

hari setelah TIA (American Stroke Association, 2020). Virani et al. (2020)
menyatakan bahwa pasien yang mengalami TIA memiliki risiko sebesar 19%
untuk mengalami stroke dalam 10 tahun dan risiko kombinasi stroke dengan
serangan jantung atau penyakit vaskular lain dengan risiko kematian sebesar 43%
(4% per tahun). Penelitian oleh Greater Cincinnati/Northern Kentucky Stroke
Study dalam Virani et al. (2020), mortalitas satu tahun setelah TIA adalah 12%.
Perkiraan risiko per pasien dipengaruhi oleh usia, tipe stroke iskemik, penyakit
komorbid, dan kepatuhan terapi preventif.

2.2.5 Patofisiologi Stroke Iskemik


Pembuluh darah otak melakukan dilatasi dan kontriksi sebagai respons
perubahan tekanan darah, tetapi proses ini terganggu oleh aterosklerosis,
hipertensi kronis, dan stroke. Rusaknya arteri menyebabkan reduksi aliran darah
yang bisa menyebabkan infraksi. Jaringan iskemik yang masih memiliki integritas
memban disebut dengan penumbra iskemik. Penumbra iskemik biasanya
dikelilingi oleh infarct core (Ryan and Nestor, 2020). Aliran darah serebal pada
penumbra turun dari nilai normal 60 cm3/100 g per menit menjadi 10—20

cm3/100 g per menit sedangkan aliran darah pada infract core adalah <6—8
cm3/100 g per menit (Kornienko et al., 2009).

Gambar 2.2.4.1 Infract core dan penumbra iskemik pada pasien stroke iskemik
akut (Kornienko et al., 2009)
1

Secara umum, penurunan fungsi otak terjadi saat aliran darah serebal turun
menjadi 15—20 ml/100 g per menit. Penurunan aliran darah serebal menjadi 70—
80% dari level normal (di bawah 50 ml/100 g per menit), diikuti dengan reaksi
penghambatan sintesis albumin. Penurunan aliran darah menjadi 50% dari level
normal (sekitar 35 ml/100 g per menit) menyebabkan aktivasi glikolisis anaerob
dan meningkatnya konsentrasi laktat yang mampu berkembang menjadi laktat
asidosis dan edema sitotoksik. Penurunan aliran serebal lebih lanjut (menjadi 20
ml/100 g per menit), diikuti oleh penurunan sintesis adenosin trifosfat, insufisiensi
energi, ketidakstabilan membran seluler, pelepasan transmiter amino asidergik,
dan kegagalan fungsi kanal transpor ion aktif. Aliran darah serebal di bawah 10
ml/100 g per menit menyebabkan depolarisasi membran dan diketahui sebagai
kerusakan sel permanen (Kornienko et al., 2009).
Penurunan suplai oksigen saat serangan stroke iskemik menyebabkan
deplesi adenosin trifosfat dan akumulasi kalium ekstraseluler, natrium intraseluler,
serta air yang akan menyebabkan sel bengkak dan lisis. Influks kalsium
intraselular mengaktivasi lipase dan protrease yang menyebabkan degradasi
protein dan lepasnya asam lemak bebas dari membran seluler. Asam amino seperti
glutamat dan aspartat yang lepas dari jaringan iskemik akan memperlama
kerusakan saraf dan menginduksi produksi prostaglandin, leukotriene, dan
reactive oxygen species. Proses ini terjadi dalam 2 hingga 3 jam dari onset stroke
iskemik dan mampu menyebabkan apoptosis sel dan nekrosis (Ryan and Nestor,
2020).
Sebagian besar pasien mengalami penumbra iskemik yang bisa diterapi
dalam 3 jam. Waktu ini disebut jendela terapeutik, bisa diberikan obat trombolisis.
Oleh sebab itu, identifikasi pasien perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
pengobatan (Wittenauer and Smith, 2012).
Perubahan pembuluh darah dan perinkem yang disebabkan oleh iskemik,
membuat aliran darah tidak bisa kembali normal bahkan setelah penyebab
obstruksi hilang (―no-reflow phenomenon‖). Disabilitas fungsional tergantung
dari luas dan lokasi iskemik dan komplikasi yang dialami oleh pasien (Wittenauer
and Smith, 2012).
1

2.2.6 Faktor Risiko Stroke Iskemik


Menurut Virani et al. (2020), 91% faktor risiko stroke bisa dimodifikasi
contohnya tekanan darah tinggi, obesitas, dislipidemia, dan hiperglikemia; 74% di
antaranya disebabkan oleh gaya hidup seperti merokok, jarang berolahraga, dan
diet tidak sehat.
Pengendalian faktor risiko penting dilakukan baik sebagai pencegahan
primer maupun sekunder stroke iskemik. Pencegahan primer adalah upaya
perbaikan gaya hidup dan pengendalian faktor risiko pada orang sehat dan
kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2011).

2.2.6.1 Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi


a. Tekanan Darah
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko besar penyebab penyakit
kardiovaskular dan stroke (Virani et al., 2020). Prevalensi hipertensi pada pasien
stroke iskemik ≈70% (Kernan et al., 2014). Penelitian di Indonesia didapatkan
kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9% (Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, 2011).
Hipertensi menyebabkan stroke melalui banyak mekanisme dan
mempercepat terbentuknya aterosklerosis yang merupakan salah satu penyebab
stroke iskemik. Tingginya tekanan intraluminal menyebabkan perubahan pada
fungsi endotelium dan otot polos di arteri intraserebal. Kerusakan endotelium dan
interaksi sel darah dengan endotelium menyebabkan lesi iskemik. Lesi iskemik
akan meningkatkan adesi leukosit dan berpotensi membentuk lokal trombi
(Johansson, 1999).
Tekanan darah sistolik diturunkan perlahan menjadi <140/90 mmHg pada
pasien non-diabetes melitus dan 130/80 mmHg pada pasien diabetes melitus. Tiap
penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg dan diastolik 5 mmHg, risiko stroke
turun 41% (Diener and Hankey, 2020).
1

b. Diabetes melitus
Diabetes melitus meningkatkan kejadian stroke pada semua kelompok
usia, utamanya di bawah usia 65 tahun baik pada orang kulit putih maupun kulit
hitam. Terdapat hingga 28% pasien stroke iskemik yang menderita pre-diabetes
melitus dan 25%—45% yang menderita diabetes melitus (Kernan et al., 2014).
Keseluruhan, pasien stroke dengan diabetes melitus usianya lebih muda dan lebih
mudah menderita hipertensi, serangan jantung, dan kolesterol tinggi dibandingkan
pasien nondiabetes melitus (Virani et al., 2020).
Durasi diabetes melitus adalah prediktor kuat stroke iskemik dibanding
kontrol glikemik untuk pasien diabetes melitus dengan atrial fibrilasi. Durasi
diabetes melitus ≥3 tahun dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke iskemik (2,9
orang/100 orang-tahun) dibandingkan durasi diabetes melitus <3 tahun (1,7
orang/100 orang-tahun) pada pasien diabetes melitus dengan atrial fibrilasi
(Virani et al., 2020).
Vaskulopati yang diinduksi hiperglikemia dikaitkan dengan kerusakan
endotelial akibat akselerasi terbentuknya aterosklerosis oleh diabetes melitus.
Resistansi insulin menyebabkan insulin tidak bisa menghambat lipolisis yang
akhirnya membuat asam lemak bebas lepas. Asam lemak bebas akan
menyebabkan mitokondria sel endotelial pembuluh darah memproduksi reactive
oxygen species yang akan mengaktivasi proses patogenesis sama seperti
hiperglikemia. Peningkatan asam lemak bebas menyebabkan perubahan profil
lipid seperti peningkatan trigliserida, penurunan HDL-C (high-density lipoprotein
cholesterol), dan peningkatan LDL-C (low-density lipoprotein cholesterol) yang
akan terakumulasi di dinding arteri (Tun et al., 2017).
Peningkatan asam lemak bebas dan deaktivasi reseptor insulin
menyebabkan apoptosis oleh makrofag dan pembersihan LDL-C yang rendah oleh
fagositosis. Hasilnya, terjadi nekrosis pada plak kaya lipid akan menyebabkan
kejadian sama seperti lesi aterosklerosis (Tun et al., 2017).
c. Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi non-valvular adalah faktor risiko kuat penyebab stroke,
meningkatkan risiko stroke ≈5 kali pada semua kelompok usia (Virani et al.,
2

2020) atau meningkatkan risiko stroke iskemik dari 5% hingga 20% per tahun,
bergantung pada komordibitas yang ada (Ryan and Nestor, 2020).
Persentase stroke yang disebabkan oleh atrial fibrilasi meningkat dari
1,5% pada usia 50—59 tahun menjadi 23,5% pada usia 80—89 tahun. Sebab
atrial fibrilasi sering kali asimptomatik, risiko stroke yang disebabkan oleh atrial
fibrilasi mungkin lebih tinggi dari yang diketahui saat ini (Virani et al., 2020).
Atrial fibrilasi dikaitkan dengan terjadinya darah statis tidak normal,
perubahan struktur atrium, aktivasi platelet dan faktor koagulasi (faktor Xa dan
trombin); disebut dengan Virchow's triad. Atrial fibrilasi mampu menginduksi
pembentukan trombus dan stroke iskemik melalui dilatasi dan kontraksi atrial,
menurunkan lapisan endokarnial normal, dan menyebabkan disfungsi endotelial
(Kim and Roh, 2016). Faktor risiko atrial fibrilasi seperti usia, jenis kelamin laki-
laki, hipertensi, diabetes melitus, dan penggunaan tembakau dikaitkan juga
dengan faktor risiko stroke (Kamel et al., 2016).
d. Dislipidemia
Tingginya kadar kolesterol total, LDL-C, lipoprotein alfa, dan rendahnya
HDL-C meningkatkan risiko stroke (Kernan et al., 2014). Tiap peningkatan 50
mg/dl total kolesterol, meningkatkan risiko stroke iskemik 22% dan penurunan
kadar LDL-C <70 mg/dl menurunkan risiko stroke iskemik 28% (Hackam and
Hegele, 2019).
Analisis oleh Emerging Risk Factors Collaboration dalam Virani et al.
(2020) menunjukkan bahwa risiko stroke iskemik pada pasien dengan nilai HDL-
C rendah lebih tinggi dibanding pasien dengan nilai HDL-C normal (1,12%
dibanding 0,93%). Hal ini karena rendahnya HDL-C tidak mampu menghambat
oksidasi yang dilakukan oleh LDL-C dan tidak mampu melindungi endotelium
pembuluh darah dari aterosklerosis. Penurunan risiko stroke 11—15% didapat
pada tiap kenaikan 10 mg/dl HDL-C (Kernan et al., 2014; Yaghi and Elkind,
2015).
Tingginya kadar nonfasting triglycerides menandakan tingginya kadar
kilomikron dan very low density-lipoprotein. Kedua senyawa ini bisa
menyebabkan stroke iskemik dengan menembus endotelium lalu menginduksi
2

terbentuknya aterosklerosis (Seshadri and Debette, 2016). Tiap 89 mg/dl


peningkatan nonfasting triglycerides dikaitkan dengan 15% peningkatan risiko
stroke iskemik dan aterosklerosis pada arteri besar (Yaghi and Elkind, 2015).
Penelitian Atherosclerosis Risk in Communities dalam Yaghi and Elkind
(2015), kadar lipoprotein alfa ≥30 mg/dl dikaitkan dengan peningkatan risiko
stroke iskemik pada perempuan kulit putih (race-adjusted risk ratio: 2,24),
perempuan kulit hitam (race-adjusted risk ratio: 1,84), dan laki-laki kulit hitam
(race-adjusted risk ratio: 2,42) tetapi tidak pada laki-laki kulit putih (race-
adjusted risk ratio: 1,18). Penelitian case-control study oleh Northern Manhattan
Stroke Study Yaghi and Elkind (2015) menunjukkan bahwa kadar lipoprotein alfa
≥30 mg/dl meningkatkan risiko stroke pada laki-laki hingga 2 kali lipat, utamanya
pada laki-laki kulit hitam (Kernan et al., 2014; Yaghi and Elkind, 2015).
e. Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh ≥30 kg/m2. Obesitas
dikaitkan dengan faktor risiko terjadinya stroke. Peningkatan satu unit indeks
massa tubuh dari normal meningkatkan risiko stroke sebanyak 5% (Kernan et al.,
2014).
Obesitas meningkatkan risiko stroke dengan berbagai mekanisme seperti
meningkatkan risiko menderita diabetes melitus, hipertensi, pemercepat terjadinya
aterosklerosis, dan atrial fibrilasi. Penurunan berat badan 5—10% mampu
menurunkan nilai HbA1C 0,5%, menurunkan tekanan darah sistolik 3 hingga 6
mmHg, dan meningkatkan 3 mg/dl nilai HDL-C (Kernan et al., 2013).
f. Merokok
Merokok adalah faktor risiko independen penting serangan stroke iskemik
pertama dan berkontribusi meningkatkan infraksi otak (Kernan et al., 2014).
Perokok aktif memiliki 2 hingga 4 kali risiko stroke dibanding bukan perokok
atau orang yang sudah berhenti merokok >10 tahun (Virani et al., 2020).
Merokok menyebabkan naiknya kadar trigliserida, menurunnya kadar
HDL-C, merusak sel di pembuluh darah, meningkatkan risiko terbentuknya plak
di pembuluh darah, menyebabkan pembuluh darah menyempit serta kaku, dan
membuat darah menjadi lebih kental serta lebih mudah menggumpal. Jika
2

gumpalan darah ini hancur dan terbawa menuju otak, bisa menyebabkan stroke
iskemik (Center for Disease Control and Prevention, 2020).
g. Aktivitas Fisik
Progam olahraga yang terstruktur menunjukkan peningkatkan mobilitas,
keseimbangan, dan ketahanan pada pasien stroke dan TIA. Olahraga mampu
menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi endotelial, menurunkan
resistansi insulin, meningkatkan metabolisme lipid, dan membantu penurunan
berat badan (Kernan et al., 2014). Rutin berolahraga mampu menurunkan 40%
risiko stroke, serangan jantung, dan kematian karena penyakit kardiovaskular.
Efek ini muncul pada berbagai kelompok etnis baik pada usia tua maupun muda
(Kernan et al., 2014; Kleindorfer et al., 2021).
Pasien stroke dan TIA yang bisa dan bersedia melakukan aktivitas fisik,
disarankan melakukan olahraga intensitas menengah (contoh brisk walking)
dengan total olahraga 150 menit per minggu atau olahraga intensitas tinggi
(contoh lari) dengan total olahraga 75 menit per minggu (Kernan et al., 2014;
Arnett et al., 2019). Jika tidak memungkinkan, aktivitas fisik yang dilakukan bisa
disesuaikan dengan toleransi tubuh pasien, limitasi gerak tubuh pasien, stage of
recovery, dan dukungan sosial pasien (Kleindorfer et al., 2021)
h. Diet Tidak Sehat
Secara global, pola makan adalah faktor risiko stroke yang bisa
dimodifikasi dan faktor penentu beban stroke global yang bisa dimodifikasi.
(Kernan et al., 2014). Rekomendasikan pasien untuk membatasi konsumsi lemak
jenuh, lemak trans, kolesterol, natrium, kalsium, makanan dan minuman
mengandung pemanis buatan (seperti soda dan pastries), minuman beralkohol,
daging olahan serta daging merah. Edukasi pasien untuk mengonsumsi lebih
banyak sayuran (seperti kubis dan root vegetables), buah-buahan (seperti apel, pir,
dan pisang), gandum utuh, susu rendah lemak, ikan, kalium, dan kacang-kacangan
(Ryan and Nestor, 2020; Virani et al., 2020; Kleindorfer et al., 2021).
2

2.2.6.2 Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi


a. Genetik
Riwayat keluarga menderita stroke dikaitkan dengan meningkatnya risiko
terjadinya stroke iskemik dan aterosklerosis (Virani et al., 2020). Penelitian oleh
Family Heart Study dalam Virani et al. (2020) menunjukkan bahwa odd ratio
risiko stroke dari paternal adalah 2,0 dan dari maternal adalah 1,4.
b. Usia
Risiko kejadian stroke meningkat dua kali lipat tiap 10 tahun pada mereka
yang berusia lebih dari 55 tahun (hazard ratio 1,74 tiap 10 tahun) (Rodgers et al.,
2004). Penyakit stroke lebih banyak diderita oleh orang berusia >65 tahun
(Wittenauer and Smith, 2012) dan biasanya mereka memiliki penyakit komorbid
sehingga mempersulit penanganan stroke (Virani et al., 2020). Selain itu,
bertambahnya usia membuat arteri menyempit dan mengeras (berkurang
elastisitasnya). Meski kejadian stroke lebih tinggi pada laki-laki, seiring
bertambahnya usia, perempuan memiliki faktor risiko yang sama atau bahkan
lebih tinggi untuk terserang stroke (Virani et al., 2020). Perempuan menopause
memiliki risiko tinggi stroke sebab adanya perubahan profil lipoprotein yang
berkontribusi pada aterosklerosis (Demel et al., 2018).
c. Jenis Kelamin
Laki-laki berisiko tinggi terserang stroke pada usia muda tetapi tingkat
kematian perempuan terserang stroke lebih tinggi sebab perempuan umumnya
terserang stroke saat tua. Lifetime risk pada rentang usia 55 hingga 75 tahun,
terdapat 1 dari 5 perempuan yang terserang stroke dan ≈1 dari 6 kali laki-laki
yang terserang stroke (Virani et al., 2020).
Indikasi terjadinya penyakit kardiovaskular pada perempuan, meningkat
setelah menopause. Menopause dikaitkan dengan terhambatnya produksi HDL-C,
mengecilnya ukuran partikel HDL-C sehingga kurang mampu memberikan
proteksi kardiovaskular, dan meningkatnya LDL-C. Oleh sebab itu, menurunnya
estrogen saat menopause berefek pada perubahan profil lipoprotein yang
berkontribusi pada aterosklerosis (Demel et al., 2018).
2

Hal lain yang mempengaruhi perempuan terserang stroke adalah menarke;


terapi oral estrogen dengan atau tanpa progrestin pada perempuan pasca-
menopause; hamil dan peripartum (Demel et al., 2018). Pemakaian kontrasepsi
oral terutama pada wanita perokok, usia >35 tahun, riwayat migrain atau riwayat
kejadian tromboemboli, mempunyai risiko tinggi terserang stroke. Oleh karena
itu, pemakaian kontrasepsi oral estrogen dengan atau tanpa progrestin sebaiknya
dihentikan dan dicarikan alternatif lain (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2011; Demel et al., 2018).

2.2.7 Tata Laksana Penanganan Stroke Iskemik


Tujuan dari tata laksana stroke iskemik akut adalah (Ryan and Nestor,
2020):

a. menurunkan kerusakan saraf sehingga menurunkan mortalitas dan


disabilitas jangka panjang,
b. mencegah komplikasi pada imobilitas dan disfungsi neurologis, dan
c. mencegah stroke berulang.

2.2.7.1 Terapi Non-farmakologi


Terapi non-farmakologi yang bisa dilakukan adalah perubahan gaya hidup
seperti konsumsi makanan sehat (banyak buah dan sayuran), mengurangi
konsumsi natrium dan minuman beralkohol, menurunkan berat badan, berhenti
merokok, dan melakukan olahraga rutin (Kernan et al., 2014; 2021, Diener and
Hankey, 2020).
Konsumsi makanan sehat yang terdiri dari kacang-kacangan, minyak
zaitun, ikan, buah-buahan (seperti apel, pir, dan pisang), sayuran (seperti kubis
dan root vegetables), dan gandum utuh. Batasi konsumsi makanan dan minuman
berpemanis buatan (seperti soda dan pantries) sebab mampu meningkatkan risiko
stroke iskemik (Virani et al., 2020; Kleindorfer et al., 2021).
Konsumsi natrium berlebih dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah
yang merupakan faktor risiko stroke. Pengurangan konsumsi natrium dari 3.300
mg/hari menjadi 2.500 mg lalu dikurangi lagi menjadi <1.500 mg/hari mampu
2

menurunkan tekanan darah (Kernan et al., 2014). Konsumsi kalsium berlebihan


(>1.000 mg/hari) dikaitkan dengan artery calcification, tanda utama terbentuknya
aterosklerosis yang dikaitkan dengan penyebab stroke iskemik (Abajo et al.,
2017).
Individu yang berolahraga dengan intensitas sedang memiliki risiko stroke
iskemik yang rendah (Virani et al., 2020). Aktivitas fisik secara reguler
direkomendasikan pada semua orang dewasa. Pada pasien stroke iskemik atau
TIA yang mau dan mampu melakukan aktivitas fisik, direkomendasikan
melakukan olahraga intensitas menengah dengan akumulasi 150 menit per
minggu atau olahraga intensitas tinggi dengan akumulasi 75 menit per minggu.
Contoh olahraga intensitas menengah adalah brisk walking dan contoh olahraga
intensitas tinggi adalah lari (Kernan et al., 2014; Arnett et al., 2019).
Berhenti merokok. Merokok mempengaruhi faktor risiko stroke yang lain,
seperti profil lipid. Eksposur rokok pada non-perokok (perokok pasif) juga
meningkatkan risiko stroke. Berhenti merokok dikaitkan dengan menurunnya
risiko stroke pada semua jenis kelamin, ras, dan usia (Virani et al., 2020).

2.2.7.2 Terapi Farmakologi


Terapi stroke iskemik akut saat ini didasarkan pada dua strategi:
pemberian tPA (tissue plasminogen activator) intravena dalam 4,5 jam dari onset
stroke iskemik dan antiplatelet atau antikoagulan dalam 48 jam dari onset stroke
iskemik (Powers et al., 2019).
2.2.7.2.1 Terapi Trombolisis
tPA adalah agen trombolisis (pemecah gumpalan darah) yang bekerja
dengan melisiskan agregasi platelet menjadi benang-benang fibrin dengan
mengaktifkan plasminogen. Secara spesifik, tPA memecah plasminogen zimogen
pada Arg561-Val562 ikatan peptida untuk membentuk serin protease yang disebut
dengan plasmin. Plasmin, enzim endogenus fibrinolitik, memecah cross-link pada
molekul fibrin yang merupakan pendukung struktural gumpalan darah (Jilani and
Siddiqui, 2021).
2

Disolusi gumpalan dan reperfusi terjadi dengan frekuensi tinggi setelah


dimulainya terapi agen trombolisis pada awal formasi pembentukan trombus.
Pemberian dilakukan pada awal pembentukan trombus sebab seiring berjalannya
waktu, trombus akan semakin susah dilisiskan (Anderson and Cogan, 2015).
Contoh tPA adalah alteplase dan tenekteplase.
Benefit pemberian tPA pada pasien stroke iskemik tergantung waktu. Pada
banyak pasien, pemberian awal saat jendela terapeutik menunjukkan benefit lebih
besar sehingga menunda pemberian harus diminimalisasi (Powers et al., 2019).
tPA diberikan secara intravena dengan dosis 0,9 mg/kg, dosis maksimal 90 mg
dalam 60 menit dengan 10% dosisnya diberikan secara bolus selama 1 menit.
Efek samping umum tPA adalah pendarahan di gigi, luka, dan tempat injeksi serta
demam dan tekanan darah rendah (Wittenauer and Smith, 2012).
Rekomendasi pemberian alteplase intravena pada pasien stroke iskemik
akut (Ryan and Nestor, 2020):
a. Diberikan pada pasien usia ≥18 tahun.
b. Didiagnosis stroke iskemik dengan defisit neurologis.
c. Diberikan dalam <4,5 jam dari onset stroke iskemik.
Kontraindikasi pemberian alteplase intravena pada pasien stroke akut
(Powers et al., 2019):
a. Hasil CT scan menunjukkan pendarahan intrakranial akut atau pendarahan
subarakinoid.
b. Mengalami TIA dalam 3 bulan.
c. Mengalami trauma kepala parah dalam 3 bulan.
d. Kontraindikasi dengan tPA.
e. Merencanakan operasi trombektomi.
f. Riwayat operasi intrakranial atau operasi tulang belakang dalam 3 bulan.
g. Pasien dengan malignasi gastrointestinal atau pasien pendarahan dalam 21
hari.
h. Jumlah platelet <100.000/mm3 (<100 x 1012/l), INR (International
Normalized Ratio) >1,7, aPTT (activated partial thromboplastin time) >40
detik, atau waktu protrombin >15 detik.
2

i. Menerima terapi LMWH (low-molecular-weight heparin) dalam 24 jam.


Mengonsumsi penghambat trombin atau penghambat faktor Xa yang
meningkatkan hasil tes laboratorium (seperti aPTT, INR, jumlah platelet,
dan ECT [ecarin clotting time]).
Hal lain yang perlu diperhatikan (Powers et al., 2019):
a. Jika pasien merasakan sakit kepala hebat, hipertensi akut, mual, muntah,
atau eksaminasi neurologis menunjukkan hasil yang buruk, hentikan infus
alteplase (jika alteplase intravena sudah diberikan). Segera lakukan CT
scan.
b. Lakukan pengukuran tekanan darah dan asesmen neurologis selama
pemberian alteplase intravena tiap 15 menit selama 2 jam. Lalu tiap 30
menit selama 6 jam dilanjutkan tiap jam hingga 24 setelah pemberian
alteplase.
c. Jika terjadi peningkatan tekanan darah >180/105 mmHg selama 24 jam
pertama setelah administrasi alteplase intravena, lakukan terapi untuk
mengontrol tekanan darah.
d. Lakukan CT scan atau MRI setelah 24 jam pemberian alteplase intravena
sebelum dilakukan pemberian antiplatelet atau antikoagulan.
2.2.7.2.2 Terapi Antiplatelet
Antiplatelet atau penghambat agregasi platelet bekerja dengan cara
menghambat siklooksigenase-1 atau menghambat GP IIb/IIIa atau reseptor
adenosin difosfat. Sebab agen-agen ini memiliki mekanisme aksi yang berbeda,
efek sinergis atau aditif bisa dicapai saat dua agen dari kelas yang berbeda
digunakan (Anderson and Cogan, 2015). Contoh antiplatelet adalah aspirin,
klopidogrel, dan dipiridamol.
a. Aspirin
Terapi aspirin menunjukkan reduksi jangka panjang kematian dan
disabilitas pada pasien stroke iskemik. Aspirin tidak boleh diberikan dalam 24 jam
sejak diberikannya terapi tPA sebab meningkatkan risiko pendarahan (Ryan and
Nestor, 2020). Keunggulan aspirin adalah harga terjangkau, mudah dikonsumsi,
dan efek toksik rendah. Efek samping aspirin adalah sakit abdominal, pendarahan,
2

ulser peptik, dan alergi pada aspirin (Wittenauer and Smith, 2012; Anderson and
Cogan, 2015). Pasien yang kontraindikasi aspirin bisa mengonsumsi antiplatelet
alternatif (Powers et al., 2019).
Dosis aspirin yang direkomendasikan adalah 160—300 mg (Powers et al.,
2019). Dosis aspirin 300 mg/hari secara signifikan menurunkan stroke berulang
dalam 2 minggu pertama dan menurunkan dependensi dalam 6 bulan (Wittenauer
and Smith, 2012; Fagan and Hess, 2017). Aspirin 160 mg/hari menurunkan risiko
stroke berulang dalam 28 hari pertama tetapi efek kematian jangka panjang dan
disabilitas tidak berbeda dari plasebo (Fagan and Hess, 2017).
b. Klopidogrel
Pasien yang tidak bisa mengonsumsi aspirin untuk menurunkan risiko
stroke berulang, alternatifnya mengonsumsi klopidogrel (Wittenauer and Smith,
2012). Dosis klopidogrel 75 mg/hari sama efektifnya dengan aspirin 325 mg/hari
dengan klopidogrel memiliki efek pendarahan lebih ringan (Ryan and Nestor,
2020).
c. Dipiridamol
Dipiridamol digunakan sebagai terapi preventif stroke dan umumnya
dikombinasikan dengan aspirin menjadi extended-release dipyridamole plus
aspirin (ERDP-ASA) (Anderson and Cogan, 2015). Monoterapi dipiridamol lepas
lambat 200 mg menunjukkan penurunan risiko stroke (16,3%) meski tidak
sesignifikan terapi ERDP-ASA (37%) (Wittenauer and Smith, 2012).
d. Kombinasi Antiplatelet
Pasien TIA akut non-kardioemboli dan stroke iskemik minor (skor NIHSS
≤3) yang tidak mendapatkan terapi tPA, bisa diterapi dengan dua antiplatelet
(aspirin dan klopidogrel) yang dimulai dalam 24 jam setelah onset stroke dan
dilanjutkan selama 21 hari. Terapi ini dinilai efektif menurunkan stroke iskemik
berulang dalam 90 hari setelah onset dibandingkan monoterapi aspirin (Powers et
al., 2019; Diener and Hankey, 2020).
Pasien yang kontraindikasi atau tidak mau mengonsumsi antikoagulan oral,
diberikan aspirin 81—325 mg/hari atau kombinasi aspirin dengan klopidogrel.
2

Kombinasi ini lebih inferior dibandingkan antikoagulan oral (warfarin) dan


memiliki risiko pendarahan yang lebih parah (Diener and Hankey, 2020).
ERDP-ASA terdiri dari ERDP dengan dosis 200 mg dan ASA 25 mg,
masing-masing dikonsumsi dua kali sehari (Ryan and Nestor, 2020). Reduksi
risiko stroke pada terapi ERDP-ASA lebih tinggi (37%) dibandingkan monoterapi
dipiridamol lepas lambat (16,3%) (Wittenauer and Smith, 2012). Efek samping
utama ERDP-ASA adalah sakit kepala dan pendarahan (Ryan and Nestor, 2020).
2.2.7.2.3 Terapi Antikoagulan
Antikoagulan bekerja dengan cara menghambat faktor koagulasi (contoh
heparin) atau menganggu sintesis faktor koagulasi (contoh antagonis vitamin K
seperti warfarin) (Anderson and Cogan, 2015).
a. Warfarin
Konsumsi warfarin menurunkan risiko tahunan stroke dari 12% menjadi 4%
pada pasien atrial fibrilasi (Kernan et al., 2014). Warfarin lebih superior
dibanding DOAC (direct oral anticoagulant) pada pasien atrial fibrilasi untuk
menurunkan risiko stroke baik pada pasien yang pernah menderita stroke atau
TIA maupun pada pasien yang belum pernah menderita stroke atau TIA (Diener
and Hankey, 2020).
Warfarin adalah obat indeks terapi sempit sehingga penting untuk
memantau nilai INR agar tetap dalam rentang normal. Pendarahan adalah efek
samping utama warfarin. Pendarahan minor bisa ditangani dengan menghentikan
konsumsi warfarin atau mengkonsumsi vitamin K (Anderson and Cogan, 2015).
Pendarahan mayor bisa diterapi dengan pemberian vitamin K intravena (Anderson
and Cogan, 2015). Keseluruhan, pendarahan mayor tahunan yang disebabkan oleh
warfarin adalah 1,3% dibanding plasebo atau aspirin (1%) (Kernan et al., 2014).
b. Heparin dan LMWH
Efek samping utama heparin dan LMWH adalah pendarahan. Heparin dan
LMWH dikontraindikasikan pada pasien hipersensitivitas heparin, gangguan
penggumpalan darah, penyalahgunaan alkohol, dan baru saja operasi otak, mata,
atau spinal cord (Anderson and Cogan, 2015).
3

c. Dabigatran
Dabigatran adalah salah satu DOAC. Obat ini digunakan untuk terapi
preventif stroke dan emboli sistemik pada pasien atrial fibrilasi non-valvular
(Anderson and Cogan, 2015). Dabigatran 150 mg, dua kali sehari dikaitkan
dengan penurunan risiko stroke atau emboli sistemik yang rendah (Kernan, et al.,
2014). Efek samping dabigatran adalah pendarahan, dispepsia, dan sakit
abdominal (Anderson and Cogan, 2015). Dabigatran dieliminasi melalui ginjal
sehingga pemberiannya pada pasien gagal ginjal harus diperhatikan (Diener and
Hankey, 2020).
d. Rivaroksaban dan Apiksaban
Baik rivaroksaban maupun apiksaban adalah DOAC yang digunakan
sebagai terapi dan tindakan preventif pada deep vein thrombosis, edema
pulmonari; sebagai tindakan preventif stroke pada pasien atrial fibrilasi non-
valvular. Obat ini dieliminasi melalui ginjal, sehingga gangguan ginjal akan
menganggu proses eliminasi (Anderson and Cogan, 2015).
Dosis rivaroksaban yang digunakan adalah 20 mg/hari. Dilakukan
penyesuaian dosis dengan menurunkan dosis rivaroksaban menjadi 15 mg/hari
jika pembersihan kreatininnya 30 hingga 49 ml/menit. Apiksaban 5 mg, dua kali
sehari lebih efektif digunakan pada pasien stroke dengan atrial fibrilasi dibanding
aspirin. Baik rivaroksaban maupun apiksaban, efek samping utamanya adalah
pendarahan gastrointestinal (Kernan et al., 2014).

2.2.8 Gambaran Klinis Stroke Iskemik


Gambaran klinis stroke yang muncul, tergantung pada area otak yang
terserang stroke (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2020). Berikut adalah
gambaran klinis stroke yang semuanya terjadi secara tiba-tiba (Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011; Ryan and Nestor, 2020):
a. Hemiparesis (melemahnya otot pada salah satu sisi tubuh) atau
monoparesis (melemahnya otot pada salah satu kaki atau salah satu
tangan) atau hemisensori (hilangnya sensasi pada salah satu sisi tubuh).
3

b. Vertigo (sensasi berputar pada diri sendiri atau lingkungannya) dan


diplopia (gangguan penglihatan yang menyebabkan mata melihat satu
objek sebagai dua objek).
c. Gangguan komunikasi seperti afasia (ketidakmampuan untuk menyusun
atau mengolah kata) atau disartia (gangguan pada sistem saraf sehingga
mempengaruhi otot-otot yang digunakan untuk berbicara).
d. Disfagia yaitu gangguan proses menelan.
e. Kejang dan penurunan kesadaran.
Untuk memudahkan pengingatan, digunakanlah istilah ―SEGERA
KE RS‖ yang merupakan akronim dari (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2019):
a. SEnyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air
minum secara tiba-tiba.
b. GErak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
c. BicaRA pelo atau tiba-tiba tidak bisa berbicara atau tidak mengerti kata-
kata atau bicara tidak nyambung.
d. KEbas atau baal atau kesemutan separuh tubuh.
e. Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba.
f. Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan
sebelumnya. Gangguan fungsi keseimbangan seperti terasa berputar,
gerakan sulit dikoordinasi.

2.2.9 Diagnosis Stroke Iskemik


Diagnosis dilakukan berdasarkan tanda klinis dan gejala, riwayat
pengobatan, serta eksaminasi fisik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jenis
stroke, bagian otak yang terserang stroke, ada atau tidaknya pendarahan di otak,
dan tingkat keparahan stroke (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2020).
Lokasi kerusakan pada sistem saraf pusat dan distribusi arteri di otak
ditentukan melalui eksaminasi neurologis dan dikonfirmasi dengan imaging
studies seperti computed tomography (CT) scanning dan MRI. Diagnosis lebih
lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke dan disusunnya strategi
3

terapeutik yang tepat untuk mencegah terjadinya stroke berulang (Fagan, S. C.


and Hess, 2017).
Penggunaan sensitive imaging techniques (magnetic resonance imaging
[MRI] dengan diffusion-weighted imaging [DWI]) mengungkap bahwa gejala
lebih dari 1 jam dan kurang dari 24 jam dikaitkan dengan infraksi, membuat TIA
dan stroke minor secara klinis tidak bisa dibedakan (Fagan, S. C. and Hess, 2017).
MRI kepala mampu menampilkan area iskemik dengan resolusi lebih tinggi
dibanding CT scan. MRI dengan DWI mampu menampilkan infrak di kepala
dalam beberapa menit setelah onset stroke (Fagan, S. C. and Hess, 2017).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
observasional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien
stroke iskemik yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Mardi Waluyo, Kota
Blitar tahun 2019.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Mardi Waluyo yang terletak di Jalan
Kalimantan Nomor 113, Kota Blitar. Pengambilan data dilakukan dari Januari
hingga Februari 2021.

3.3 Variabel Penelitian


a. Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang keberadaannya
tidak dipengaruhi oleh variabel terikat. Dalam penelitian ini, obat-obat
yang diberikan ke pasien stroke iskemik adalah variabel bebas.
b. Variabel terikat (dependent variable) yaitu variabel yang keberadaannya
dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, DRPs (drug related
problems) kategori penyebab dan kategori masalah adalah variabel terikat.

3.4 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien stroke iskemik
yang menjalani rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik kesimpulan. Sampel penelitian ini
adalah rekam medis pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD
Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019 yang memenuhi kriteria inklusi.

33
3

Untuk mengetahui minimum jumlah sampel yang diambil, dilakukan


perhitungan dengan rumus Slovin:
n= 𝑁
1 + 𝑁 (𝑒2)

n= 192
1 + (192 (0,052))

n = 130

Keterangan:
n : sampel yang diambil
N : banyaknya populasi
𝑒2 : persen kesalahan sebesar 5%

Jumlah sampel minimum yang diambil adalah 130 sampel.

3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi


a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh anggota populasi
agar bisa diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien
didiagnosis stroke iskemik oleh dokter di RSUD Mardi Waluyo dan menjalani
rawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria yang digunakan untuk mengeluarkan
sampel terpilih dari penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah data rekam
medis yang tidak lengkap (tidak tercantum nomor rekam medis, umur pasien,
jenis kelamin pasien, berat badan pasien, penyakit penyerta, diagnosis penyakit,
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis, serta terapi obat yang diberikan
[nama obat, rute pemberian obat, dosis obat, frekuensi pemberian obat]).
3

3.6 Definisi Operasional Variabel


a. Stroke iskemik adalah jenis stroke yang disebabkan oleh penyumbatan
arteri serebal yang menyebabkan turunnya aliran darah ke otak (Ryan and
Nestor, 2020).
b. Drug related problems (DRPs) adalah peristiwa tidak diinginkan yang
dialami pasien yang mempengaruhi atau berpotensi mempengaruhi tujuan
terapi. Dalam penelitian ini, digunakan Pharmaceutical Care Network
Europe Association V 9.0 dengan kategori masalah dan kategori penyebab.
c. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter
gigi (PERMENKES RI Nomor 269/2008). Dalam penelitian ini, pasien
adalah subjek yang didiagnosis stroke iskemik dan dirawat inap di RSUD
Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019.
d. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan atau dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 269/2008). Dalam penelitian ini, rekam medis yang digunakan
adalah rekam medis pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria
inklusi.

3.7 Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan adalah data sekunder berupa rekam medis pasien
stroke iskemik di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar. Data rekam medis lalu
disortir berdasarkan kriteria inklusi. Data rekam medis yang sesuai lalu dipindah
ke lembar pengumpul data yang telah disiapkan.
Alur pengumpulan data:
a. Dikumpulkan data rekam medis pasien rawat inap stroke iskemik di
RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar.
b. Disortir data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi lalu
dipindahkan data rekam medis yang sesuai ke lembar pengumpul data.
3

Lembar pengumpul data yang digunakan terdapat pada Lampiran 1 di


halaman 52.
c. Dilakukan pengolahan dan analisis data rekam medis untuk
mengidentifikasi karakteristik demografi jenis, frekuensi, dan persentase
DRPs.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data


Karakteristik demografi pasien stroke iskemik seperti usia, jenis kelamin,
dan penyakit penyerta diolah menggunakan perangkat lunak bernama IBM
Stastitical SPSS versi 25 dengan analisis deskriptif.
Literatur yang digunakan untuk menganalisis DRPs adalah Guidelines for
the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: 2019 Update to
the 2018 Guidelines for the Early Management of Acute Ischemic Stroke oleh
American Heart Association/American Stroke Association, Guideline Stroke
Tahun 2011 oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, American Geriatric
Society Updated AGS Beers Criteria® for Potentially Inappropriate Medication
Use in Older Adults oleh American Geriatric Society, The Renal Drug Handbook
Fourth Edition oleh Ashley dan Dunleavy, atau sumber reliabel lainnya. DRPs
lalu dikategorikan berdasarkan Pharmaceutical Care Network Europe Association
V 9.0 kategori penyebab dan kategori masalah. DRPs yang ada, diubah menjadi
tabel yang menyajikan frekuensi dan persentase lalu diuraikan secara deskriptif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan data
sekunder berupa rekam medis. Rekam medis pasien stroke iskemik di RSUD
Mardi Waluyo tahun 2019 dikumpulkan, disortir, lalu dianalisis guna mengetahui
karakteristik demografi, jenis, frekuensi, dan persentase drug related problems
(DRPs) yang terjadi. Diambil 130 rekam medis pasien stroke iskemik yang
dirawat inap di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019 untuk dianalisis.

4.1 Karakteristik Demografi


Karakteristik demografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah usia,
jenis kelamin, dan penyakit penyerta. Frekuensi dan persentase karakteristik
demografi pasien stroke iskemik dapat dilihat di Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik demografi pasien stroke iskemik di


RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019
Jumlah Persentase
Karakteristik
Pasien n = 130 (%)
Usia
36-45 tahun 1 0,8
46-55 tahun 30 23,1
56-65 tahun 39 30,0
>65 tahun 60 46,2
Jenis Kelamin
Laki-laki 56 43,1
Perempuan 74 56,9
Penyakit Penyerta
Tidak ada 15 11,5
Hipertensi 59 45,4
Dislipidemia 20 15,4
Diabetes melitus 19 14,6
Hipertensi dan batu ginjal 1 0,8
Hipertensi dan diabetes melitus 11 8,5
Hipertensi dan dislipidemia 1 0,8
Hipertensi dan penyakit jantung 1 0,8
Diabetes melitus dan epilepsi 1 0,8
Diabetes melitus dan dislipidemia 1 0,8
Diabetes melitus dan penyakit jantung 1 0,8

37
3

Karakteristik usia pasien dikategorikan berdasarkan kelompok umur yang


dibuat oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009 (dalam Amin
and Juniati, 2017) yakni usia 5—11 tahun (masa kanak-kanak), 12—16 tahun

(masa remaja awal), 17—25 tahun (masa dewasa awal) 26—35 tahun (masa

dewasa akhir), 36—45 (masa dewasa akhir), 46—55 tahun (masa lansia awal), 56

—65 tahun (masa lansia akhir), dan >65 tahun (masa manula). Berdasar Tabel
4.1, diketahui stroke iskemik paling banyak diderita oleh kelompok umur >65
tahun. Indikasi menderita stroke berlipat ganda pada usia >55 tahun (hazard ratio:
1.74 tiap 10 tahun) (Rodgers et al., 2004). Hal ini karena usia tua mengubah
metabolisme tubuh, menurunkan drug clearance, meningkatkan prevalensi
transcient ischemic stroke (hazard ratio: 1,87), penyakit kardiovaskular (hazard
ratio: 1,55), hipertensi (peningkatanan tekanan darah sistolik per 10 mmHg
dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke dengan hazard ratio: 1,15), dan atrial
fibrilasi (hazard ratio 2,03) (Dagli and Sharma, 2014; Rodgers et al., 2004). Hasil
penelitian ini selaras dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(2018) yang menunjukkan bahwa stroke diderita lebih banyak oleh kelompok
umur >65 tahun dibanding kelompok umur lainnya.
Sebagian besar pasien stroke iskemik pada penelitian ini, berjenis kelamin
perempuan. Hasil penelitian ini berbeda dengan data dari Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (2018; 45,08% pasien stroke berjenis kelamin laki-laki) dan
penelitian Nugraha et al (2018) (57% pasien stroke iskemik berjenis kelamin laki-
laki). Indikasi stroke iskemik 33% lebih tinggi pada laki-laki dibanding
perempuan (Appelros et al., 2009) tetapi per 10 tahun setelah menopause, risiko
perempuan mengalami stroke meningkat dua kali lipat (Lisabeth and Bushnell,
2012). Menopause dikaitkan dengan terhambatnya produksi HDL-C, mengecilnya
ukuran partikel HDL-C sehingga kurang mampu memberikan proteksi
kardiovaskular, dan meningkatnya LDL-C. Oleh sebab itu, menurunnya estrogen
saat menopause berefek pada perubahan profil lipoprotein yang berkontribusi
pada aterosklerosis (Demel et al., 2018). Perbedaan proporsi jenis kelamin
penderita stroke iskemik pada penelitian ini dibanding data dari Kementrian
3

Kesehatan Republik Indonesia (2018) dan penelitian Nugraha et al (2018),


mungkin disebabkan jumlah pasien stroke iskemik berjenis kelamin perempuan di
RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019 lebih banyak dibanding laki-laki.
Penyakit penyerta yang paling banyak diderita pada penelitian ini adalah
hipertensi (59 pasien; 45,4%). Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nugraha et al (2018) yakni 50,91% pasien stroke iskemik
menderita hipertensi. Penelitian Li et al. (2005) menunjukkan indikasi stroke pada
penderita hipertensi tidak terkontrol adalah 363/100.000 orang-tahun. Tekanan
darah yang tinggi pada waktu lama menyebabkan lapisan endotelium rusak.
Kerusakan endotelium menginduksi interaksi sel darah dengan endotelium
sehingga menyebabkan lesi iskemik. Lesi iskemik akan meningkatkan adesi
leukosit dan berpotensi membentuk lokal trombi (Johansson, 1999; Yu et al.,
2011). Hipertensi mempercepat terbentuknya aterosklerosis di arteri serebal dan
arteriol hingga menyebabkan oklusi arteri dan luka iskemik (Yu et al., 2011).

4.2 Karakteristik Obat


Karakteristik obat stroke yang diberikan pada pasien stroke iskemik yang
dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019
tercantum di Tabel 4.2.1. Pembagian kelas terapi dilandaskan pada Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011) dan American Hospital Formulary
Service (2019).
4

Tabel 4.2.1 Karakteristik obat yang diberikan pada pasien stroke iskemik di
RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun 2019
Kelas Nama Jumlah
Terapi Obat Penggunaan
Penghambat agregrasi platelet Aspirin 103
Klopidogrel 31
Antagonis histamin H-2 Ranitidin 89
Neuroprotektan Pirasetam 101
Sitikolin 42
Penghambat pompa proton Omeprazol 29
Suplemen Vitamin B Cernevit 60
Neurobion 1
Neurodex 23
Neugain 3
Neurosanbe 22
Mersibion 48
Sohobion 2

Terapi stroke iskemik akut menggunakan alteplase (salah satu tPA [tissue
plasminogen activator]) dosis 0,9 mg/kg, dosis maksimal 90 mg dalam 60 menit
dengan 10% dosisnya diberikan secara bolus selama 1 menit, mampu menurunkan
mortalitas hingga 28% dalam 5 tahun dan 37% dalam 10 tahun. Pemberian tPA
dalam 3 jam memberikan hasil yang lebih baik yakni menurunkan mortalitas
hingga 32% dalam 5 tahun dan 42% dalam 10 tahun (Wittenauer and Smith, 2012;
Muruet et al., 2018).
Pada penelitian ini, pasien stroke iskemik tidak diterapi menggunakan tPA
tetapi aspirin atau klopidogrel. Pemberian aspirin 160 mg/hari menurunkan risiko
stroke berulang dalam 28 hari pertama tetapi efek kematian jangka panjang dan
disabilitas tidak berbeda dari plasebo (Ryan and Nestor, 2020). Efek samping
utama aspirin adalah pendarahan (Wittenauer and Smith, 2012; Anderson and
Cogan, 2015). Pasien yang tidak bisa mengonsumsi aspirin, alternatifnya
mengonsumsi klopidogrel (Wittenauer and Smith, 2012). Penggunaan klopidogrel
75 mg/hari memiliki efektivitas sama dengan aspirin 325 mg dengan efek
pendarahan yang lebih ringan (Ryan and Nestor, 2020).
Pemberian ranitidin dan omeprazol pada penelitian ini dilakukan sebagai
profilaksis pendarahan gastrointestinal. Pendarahan gastrointestinal umum terjadi
4

pasca-stroke akut dan mempengaruhi mortalitas serta independensi pasien


(Batubara et al., 2018). Penelitian oleh Batubara et al. (2018) menyatakan bahwa
pemberian ranitidin dan omeprazol sebagai profilaksis pendarahan gastrointestinal
tidak memiliki perbedaan signifikan yang artinya kedua obat tersebut memiliki
efektivitas sama.
Neuroprotektan adalah obat yang bertujuan mengurangi kerusakan otak
dan meningkatkan aliran darah ke otak. Contoh neuroprotektan adalah pirasetam
dan sitikolin. Pirasetam bekerja pada level neuronal dan vaskular. Pada level
neuronal, pirasetam memodulasi neurotransmiter kolinergik, serotonergik, dan
glutamatergik. Selain itu, pirasetam meningkatkan densitas reseptor pos-sinapsis
dan/atau mengembalikan fungsinya dengan menstabilkan fluiditas membran. Pada
level vaskular, pirasetam bekerja dengan meningkatkan deformabilitas eritrosit,
menurunkan agregasi platelet, menurunkan adesi eritrosit pada endotelium
pembuluh darah, dan vasospasme kapiler (Drug Bank, 2021). Sedangkan sitikolin
bekerja dengan menstabilkan membran sel dengan meningkatkan kadar
fosfatidilkolin dan sintesis spingomelin serta menghambat pelepasan asam lemak
bebas. Dengan melindungi membran sel, sitikolin akan menghambat glutamat
yang keluar saat terjadi iskemik. Sitikolin juga menstimulasi sistesis asam nukleat,
protein, asetilkolin, dan neurotransmiter lainnya serta menurunkan pembentukan
radikal bebas. Oleh sebab itu, sitikolin mampu menghambat ishemic cascade pada
jaringan yang rusak sehingga kerusakan otak tidak semakin parah (Álvarez-Sabín
and Román, 2013).
Suplemen vitamin B (riboflavin [vitamin B2], piridoksin [vitamin B6],
asam folat [vitamin B9], dan sinokobalamin [vitamin B12]) diberikan guna
mencegah peningkatan homosistein (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2011). Pemberian suplemen vitamin B (vitamin B6, B9, dan B12)
mampu menurunkan konsentrasi homosistein sekitar 25% dan secara relatif
menurunkan risiko stroke sekitar 10% dibanding plasebo (Hankey, 2018).
4

4.3 Drug Related Problems


Drug related problems (DRPs) dianalisis menggunakan Guidelines for the
Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke: 2019 Update to the
2018 Guidelines for the Early Management of Acute Ischemic Stroke oleh
American Heart Association/American Stroke Association, Guideline Stroke
Tahun 2011 oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, American Geriatric
Society Updated AGS Beers Criteria® for Potentially Inappropriate Medication
Use in Older Adults oleh American Geriatric Society, The Renal Drug Handbook
Fourth Edition oleh Ashley dan Dunleavy, atau sumber reliabel lainnya.
Pengkategorian DRPs didasarkan pada Pharmaceutical Care Network Association
V 9.0 kategori masalah dan kategori penyebab. Analisis pada 130 rekam medis,
didapatkan 1.552 potensi DRPs kategori masalah dan 1.854 potensi DRPs
kategori penyebab.

4.3.1 Kategori Masalah


Drug related problems (DRPs) kategori masalah menurut Pharmaceutical
Care Network Europe Association V 9.0 (2019) terdiri dari tidak ada efek terapi
obat (P1.1), efek terapi obat yang tidak maksimal (P1.2), terdapat indikasi yang
tidak ditandatangani (P1.3), reaksi obat merugikan (mungkin) terjadi (P2.1),
masalah dengan cost effectiveness terapi obat (P3.1), terapi obat yang tidak
diperlukan (P3.2). DRPs kategori masalah yang terjadi pada penelitian ini bisa
dilihat di Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1 Drug related problems kategori masalah pada pasien stroke iskemik
di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun
Jumlah 2019
Kejadian
Kode Domain Utama Persentase
n = 1.552 (%)
P1.2 Efek terapi obat tidak optimal 1.179 76
P1.3 Terdapat indikasi yang tidak 123 7,9
ditangani
P3.1 Terdapat masalah dengan cost 104 9,4
effectiveness terapi obat
P3.2 Terapi obat yang tidak diperlukan 146 9,4
4

Efek terapi obat tidak optimal (P1.2) merupakan DRPs kategori masalah
yang paling sering terjadi (1.179 kejadian; 76%). Efek terapi obat tidak optimal
terjadi saat terapi obat tidak memberikan efek terapeutik yang tidak adekuat. Pada
penelitian ini, efek terapi obat tidak optimal disebabkan tidak diberikan atau tidak
selesai diberikan meski masih ada indikasi (C1.6) dan dosis obat yang diberikan
terlalu rendah (C3.1). Terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai diberikan
meski masih ada indikasi adalah DRPs kategori penyebab yang paling sering
terjadi (528 kejadian). Penyebabnya adalah indikasi yang tidak ditangani (P1.3;
123 kejadian, 7,9%) dan durasi terapi yang terlalu pendek (C4.1; 405 kejadian,
21,8%).
Terapi obat yang tidak diperlukan (P3.2; 146 kejadian, 9,4%) terjadi saat
pasien mendapatkan terapi obat yang tidak sesuai dengan indikasi yang ada. Pada
penelitian ini, pemberian pirasetam intravena 3x3.000 mg adalah pemberian obat
tidak diperlukan paling banyak terjadi (103 kejadian). Penggunaan neuroprotektan,
selain sitikolin intravena 2x1.000 mg, pada pasien stroke, tidak direkomendasikan
oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011).
Frekuensi dan persentase DRPs kategori masalah pada penelitian ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2018) dan Kanagala
et al (2016). Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan karena penelitian ini
dilakukan di tempat dengan karakteristik demografi yang berbeda. Selain itu,
analisis DRPs pada penelitian ini menggunakan Pharmaceutical Care Europe
Network V.9 yang lebih detail dibanding edisi sebelumnya sehingga
memungkinkan lebih banyak DRPs yang diidentifikasi dan dihitung.

4.3.2 Kategori Penyebab


Drug related problems (DRPs) kategori masalah menurut Pharmaceutical
Care Network Europe Association V 9.0 (2019) terdiri dari domain pemilihan
obat (C1), bentuk sediaan obat (C2), pemilihan dosis (C3), durasi terapi (C4),
dispensing (C5), proses administrasi obat (C6), berkaitan dengan pasien (C7),
pasien pindahan (C8), dan lainnya (C9). DRPs kategori penyebab yang terjadi
pada penelitian ini bisa dilihat di Tabel 4.3.2.
4

Tabel 4.3.2 Drug related problems kategori penyebab pada pasien stroke iskemik
di RSUD Mardi Waluyo, Kota Blitar tahun
Jumlah 2019
Kejadian
Kode Domain Utama Persentase
n = 1.854 (%)
C1.1 Obat tidak tepat berdasarkan 116 6,3
guideline
C1.3 Obat tanpa indikasi 146 7,9
C1.4 Kombinasi obat dengan obat atau 17 0,9
obat dengan herbal atau obat
dengan suplemen yang tidak tepat
C1.5 Duplikasi obat dengan bahan aktif 67 3,6
atau kelompok terapi obat yang
sama
C1.6 Terapi obat tidak diberikan atau 528 28,5
tidak selesai diberikan meski
masih ada indikasi
C1.7 Terlalu banyak obat yang 70 3,8
diberikan untuk satu indikasi
C3.1 Dosis terlalu rendah 152 8,2
C3.2 Dosis terlalu tinggi 13 0,7
C3.3 Regimen dosis yang diberikan 144 7,8
terlalu jarang
C3.4 Regimen dosis yang diberikan 12 0,6
terlalu sering
C4.1 Durasi terapi terlalu pendek 405 21,8
C4.2 Durasi terapi terlalu lama 45 2,4
C6.6 Obat diadministrasikan melalui 70 3,8
rute yang salah
C9.1 Tidak ada atau tidak memadainya 69 3,7
monitoring outcome

Terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai diberikan meski masih ada
indikasi adalah DRPs kategori penyebab yang paling sering terjadi (528 kejadian).
Penyebabnya adalah indikasi yang tidak ditangani (P1.3; 123 kejadian, 7,9%) dan
durasi terapi yang terlalu pendek (C4.1; 405 kejadian, 21,8%). Indikasi yang tidak
ditangani adalah kondisi saat pasien tidak mendapatkan perawatan yang memadai
untuk indikasi tersebut. Berdasar penelitian ini, tekanan darah tinggi yang tidak
mendapat antihipertensi (21 kejadian) dan profil lipid tidak normal yang tidak
mendapat obat hipolipidemik (21 kejadian) adalah indikasi tidak ditangani yang
paling banyak terjadi. Terapi pada hipertensi pada stroke iskemik akut (tekanan
darah ≤220/120 mmHg) tidak dianjurkan sebab bisa memperburuk iskemik
4

serebral kecuali terdapat komorbiditas. Pemberian antihipertensi pada pasien


stroke iskemik yang tidak menerima alteplase intravena dan memiliki
komorbiditas bisa dilakukan dengan target penurunan 15% selama 24 jam pertama
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011). Target terapi tekanan
darah menjadi lebih rendah (<130/80 mmHg) pada pasien gagal ginjal kronis atau
diabetes melitus (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011; Virani et
al., 2020). Inisiasi terapi statin bisa dilakukan pada pasien stroke iskemik akut
selama di rumah sakit (Powers et al., 2019). Terapi perbaikan profil lipid
dilakukan guna menurunkan risiko transcient ischemic stroke, stroke dan penyakit
kardiovaskular lainnya (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2011).
Durasi terapi terlalu pendek terjadi saat obat diberikan dengan durasi lebih pendek
dari yang seharusnya. Pada penelitian ini, pemberian suplemen vitamin B
mendominasi DRPs durasi terlalu pendek dengan 151 kejadian. Dilanjutkan
dengan pemberian pirasetam intravena 3x3.000 mg (104 kejadian) lalu antiplatelet
(aspirin atau klopidogrel; 61 kejadian). Suplemen vitamin B diberikan guna
mencegah peningkatan homosistein (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2011). Pemberian suplemen vitamin B (vitamin B6, B9, dan B12)
mampu menurunkan konsentrasi homosistein sekitar 25% dan secara relatif
menurunkan risiko stroke sekitar 10% dibanding plasebo (Hankey, 2018). Pada
penelitian ini, pasien mendapatkan berbagai merek suplemen vitamin B dengan
pengadministrasian tidak kontinu. Hal ini berpotensi menimbulkan permasalahan
biaya dan tidak maksimalnya efektivitas terapi. Pada penelitian ini, pirasetam
hanya diadministrasikan saat pasien pasien di instalasi gawat darurat. Penggunaan
pirasetam sebagai neuroprotektan baiknya diberikan secara kontinu selama pasien
stroke iskemik menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada penelitian ini, terdapat
38 administrasi aspirin dan 23 administrasi klopidogrel dengan durasi pemberian
terlalu pendek. Pemberian antiplatelet seperti aspirin dan klopidogrel dilakukan
dalam 24—48 jam setelah onset stroke iskemik (Powers et al., 2019).
Dosis obat terlalu rendah membuat terapi obat tidak adekuat. Berdasar
penelitian ini, dosis obat terlalu rendah paling banyak terjadi adalah pemberian
insulin (85 kejadian). Pemberian insulin eksogen pada pasien diabetes melitus
4

bertujuan untuk menggantikan insulin basal (untuk mengontrol kadar glukosa


darah saat puasa) atau insulin prandial (untuk mengontrol kadar glukosa darah
saat makan). American Diabetes Association (2020) merekomendasikan
penggunaan insulin basal 0,1—0,2 unit/kg berat badan/hari. Pemberian insulin
prandial, seperti insulin aspart dan glulisin, didasarkan pada 4 unit atau 10% dari
total insulin basal yang diberikan. Insulin prandial diberikan pada saat pasien
makan besar. Penderita diabetes melitus tipe 2 umumnya memiliki resistansi
insulin lebih tinggi sehingga memutuhkan dosis insulin yang lebih tinggi (~1
unit/kg berat badan). Titrasi bisa dilakukan hingga pasien mencapai target HbA 1C
(American Diabetes Association, 2020). American Diabetes Association
merekomendasikan target HbA1C <6,5% pada pasien yang tidak mengalami
hipoglikemia parah atau efek samping lain dari terapi penurunan kadar glukosa
darah, <7% pada orang dewasa tidak hamil, <7,5% pada pasien geriatrik dengan
komorbiditas yang tidak banyak dan tidak mengalami gangguan kognitif, dan
<8,5%—8,0% pada pasien geriatrik dengan banyak komorbiditas, mengalami
gangguan kognitif, atau mengalami ketergantungan fungsional. Monitoring kadar
glukosa darah secara rutin perlu dilakukan guna mengetahui efektivitas insulin
dan mencegah hipoglikemia (kadar gula darah <90 mg/dl) (American Diabetes
Association, 2020).
Frekuensi dan persentase DRPs kategori penyebab pada penelitian ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2018) dan
Kanagala et al (2016). Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan karena penelitian
ini dilakukan di tempat dengan karakteristik demografi yang berbeda. Selain itu,
analisis DRPs pada penelitian ini menggunakan Pharmaceutical Care Europe
Network V. 9 yang lebih detail dibanding edisi sebelumnya sehingga
memungkinkan lebih banyak DRPs yang diidentifikasi dan dihitung.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diambil kesimpulan sebagai


berikut:
a. Dari 130 data rekam medis pasien stroke iskemik di RSUD Mardi Waluyo
tahun 2019, terdapat 74 (56,9%) pasien perempuan dan 56 (43,1%) pasien
laki-laki. Usia pasien stroke iskemik pada penelitian ini didominasi oleh
usia >65 tahun (60 pasien; 42,2%). Penyakit penyerta yang paling banyak
diderita adalah hipertensi (59 pasien; 45,4%).
b. Analisis drug related problems menunjukkan bahwa efek terapi tidak
maksimal (P1.2) adalah DRPs kategori masalah yang paling banyak terjadi
dengan total 1.179 kejadian (76%). Terapi obat tidak diberikan atau tidak
selesai diberikan meski masih ada indikasi (C1.6) adalah DRPs kategori
penyebab yang paling banyak terjadi dengan total 528 kejadian (28,5%).

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, disarankan:
a. Disarankan pada dokter untuk lebih memperhatikan jenis, dosis, frekuensi,
durasi pemberian, dan cara pemberian obat pada pasien.
b. Disarankan pada dokter untuk lebih teliti melihat hasil laboratorium agar
pemberian obat tanpa indikasi bisa diminimalisasi dan terapi obat yang
diberikan bisa dioptimalkan.

4
DAFTAR PUSTAKA

Abajo, F. J. De, Rodr, S., et al. (2017) ‗Risk of Ischemic Stroke Associated With
Calcium Supplements With or Without Vitamin D: A Nested Case-Control
Study‘, Journal of the American Heart Association.
Álvarez-Sabín, J. and Román, G. C. (2013) ‗The Role of Citicoline in
Neuroprotection and Neurorepair in Ischemic Stroke‘, Brain Sciences.
American Diabetes Association (2020) ‗Standars of Medical Care in Diabetes -
2020‘, Diabetes Care.
American Hospital Formulary Service (2019) AHFS Drug Information. American
Society of Health System Pharmacists.
American Stroke Association (2020) TIA (Transient Ischemic Attack).
Amin, M. Al and Juniati, D. (2017) ‗Klasifikasi Kelompok Umur Manusia
Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting Dari Citra Wajah
Dengan Deteksi Tepi Canny‘, Jurnal Ilmiah Matematika.
Anderson, K. V. and Cogan, P. (2015) ‗Anticoagulants and Antiplatelet Agents‘,
in Whalen, K., Finkel, R., and Panavelil, T. A. (eds) Lippincott Illustrated
Reviews: Pharmacology. 6th edn. Wolters Kluwer Health.
Appelros, P., Stegmayr, B. and Terent, A. (2009) ‗Sex differences in stroke
epidemiology: A systematic review‘, Stroke.
Arnett, D. K., Blumenthal, R. S., et al. (2019) 2019 ACC/AHA Guideline on the
Primary Prevention of Cardiovascular Disease: Executive Summary: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Clinical Practice Guidelines, Circulation.
Circulation.
Ashley, C. and Dunleavy, A. (2014) The Renal Drug Handbook. 4th Ed. Florida:
CRC Press.
Batubara, C. A., Ritarwan, K. and Rambe, A. S. (2018) ‗Effectiveness differences
of ranitidine and omeprazole in prevention of stress ulcer and its effect on
pneumonia occurrence and outcome of acute stroke patients‘, IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science.
Bazroon, A. A. and Alrashidi, N. F. (2021) Bisoprolol, StatPearls Publishing.
Celin, A., Seuma, J. and Adepu, R. (2012) ‗Assessment of Drug Related
Problems in Stroke Patients Admitted to a South Indian Tertiary Care
Teaching Hospital‘, Indian Journal of Pharmacy Practice.
Center for Disease Control and Prevention (2020) Smoking and Heart Disease
and Stroke.
Chandrasekhar, D., Pradeep, A., et al. (2018) ‗Impact of intensified
pharmaceutical care on health related quality of life in patients with stroke
in a tertiary care hospital‘, Clinical Epidemiology and Global Health.
Cipolle, R. J., Strand, L. M. and Morley, P. C. (2012) Pharmaceutical Care
Practice: The Patient• Centered Approach to Medication Management
Services. 3rd edn. McGraw-Hill Education.
Dagli, R. J. and Sharma, A. (2014) ‗Polypharmacy: a global risk factor for elderly
people.‘, Journal of International Oral Health.
Demel, S. L., Kittner, S., et al. (2018) ‗Stroke risk factors unique to women‘,

4
4

American Heart Association.


Diener, H. C. and Hankey, G. J. (2020) ‗Primary and Secondary Prevention of
Ischemic Stroke and Cerebral Hemorrhage‘, Journal of the American
College of Cardiology.
Digoxin: serious drug interaction (2010) Perscrire Int.
Drug Bank (2021) Piracetam.
European Medicines Agency (2018) Metamizole containing medicinal products.
Fagan, S. C. and Hess, D. C. (2017) ‗Stroke‘, in DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee,
G. and C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M. (eds)
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 10th edn. McGraw-Hill
Education.
Fauchier, L., Laborie, G., et al. (2016) ‗Clinical Evaluation Novel Imaging
Techniques for Heart Failure‘.
Fick, D. M., Semla, T. P., et al. (2019) ‗American Geriatrics Society 2019
Updated AGS Beers Criteria® for Potentially Inappropriate Medication
Use in Older Adults‘, Journal of the American Geriatrics Society.
Grundy, S. M., Stone, N. J., et al. (2019) ‗2018 Guideline on the Management of
Blood Cholesterol: Updated June 2019‘, Journal of the American College
of Cardiology.
Hackam, D. G. and Hegele, R. A. (2019) ‗Cholesterol Lowering and Prevention
of Stroke: An Overview‘, Stroke.
Hankey, G. J. (2018) ‗B vitamins for stroke prevention‘, Stroke and Vascular
Neurology.
Isola, S., Hussain, A., et al. (2021) Metoclopramide, StatPearls Publishing.
Jilani, T. N. and Siddiqui, A. H. (2021) Tissue Plasminogen Activator, StatPearls
Publishing LLC.
Johansson, B. B. (1999) ‗Hypertension Mechanisms Causing Stroke‘, Clinical
and Experimental Pharmacology and Physiology.
Johnston, S. C., Easton, J. D., et al. (2018) ‗Clopidogrel and Aspirin in Acute
Ischemic Stroke and High-Risk TIA‘, New England Journal of Medicine.
Kamel, H., Okin, P. M., et al. (2016) ‗Atrial Fibrillation and Mechanisms of
Stroke: Time for a New Model‘, Stroke.
Kanagala, V., Anusha, A., et al. (2016) ‗A study of medication-related problems
in stroke patients: A need for pharmaceutical care‘, Journal of Research in
Pharmacy Practice.
Karachalios, G. N., Charalabopoulos, A., et al. (2005) ‗Withdrawal syndrome
following cessation of antihypertensive drug therapy‘, International
Journal of Clinical Practice.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008) Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Timur Tahun 2007. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) Laporan Nasional
RISKESDAS 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019) Kenali slogan ‘SeGeRa Ke RS’
untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda Stroke.
Kernan, W. N., Inzucchi, S. E., et al. (2013) ‗Obesity: A stubbornly obvious target
5

for stroke prevention‘, Stroke.


Kernan, W. N., Ovbiagele, B., et al. (2014) Guidelines for the prevention of stroke
in patients with stroke and transient ischemic attack, AHA/ASA Guideline.
Kim, Y. H. and Roh, S. Y. (2016) ‗The mechanism of and preventive therapy for
stroke in patients with atrial fibrillation‘, Journal of Stroke.
Kleindorfer, D. O., Towfighi, A., et al. (2021) 2021 Guideline for the Prevention
of Stroke in Patients With Stroke and Transient Ischemic Attack: A
Guideline From the American Heart Association/American Stroke
Association, Stroke.
Kornienko, Valiery N. and Pronin, I. N. (2009) Diagnostic Neuroradiology.
Moscow: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Laksmiarti, T., Rachmawati, T., et al. (2013) Riset Kesehatan Dasar 2013 Dalam
Angka Provinsi Jawa Timur. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Lawrensia, S. and Raja, A. (2021) Bisacodyl, StatPearls Publishing.
Lee, E. M. (2015) ‗Palliative Care of Nausea and Vomiting‘, Arizona Aging
Center.
Li, C., Engstrom, G., et al. (2005) ‗Blood pressure control and risk of stroke: A
population-based prospective cohort study‘, Stroke.
Lilja, M., Jounela, A. J., et al. (1982) ‗Abrupt and Gradual Change from
Clonidine to Beta Blockers in Hypertension‘, Acta Medica Scandinavica.
Lisabeth, L. and Bushnell, C. (2012) ‗Stroke risk in women: The role of
menopause and hormone therapy‘, The Lancet Neurology. doi:
10.1016/S1474-4422(11)70269-1.
Mahmoodi, A. N. and Kim, P. Y. (2021) Ketorolac, StatPearls Publishing.
Medscape (2021a) Metoclopramid.
Medscape (2021b) Nitroglycerin.
Medscape (2021c) Omeprazol.
Michaels, A. D., Spinler, S. A., et al. (2010) ‗Medication errors in acute
cardiovascular and stroke patients: A scientific statement from the
American Heart Association‘, Circulation.
Muruet, W., Rudd, A., et al. (2018) ‗Long-term survival after intravenous
thrombolysis for ischemic stroke: A propensity score-matched cohort with
up to 10-year follow-up‘, Stroke.
National Heart, Lung, and Blood Insitute (2020) Stroke.
Newman, C. B., Preiss, D., et al. (2019) Statin Safety and Associated Adverse
Events: A Scientific Statement from the American Heart Association,
Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology, 39(2).
Ng, T. M. H., Ackerbauer, K. A., et al. (2012) ‗Comparative Effects of
Nesiritideand Nitroglycerin on Renal Function, andIncidence of Renal
Injury by Traditionaland RIFLE Criteria in Acute Heart Failure‘, Journal
of Cardiovascular Pharmacology and Therapeutics.
Nugraha, D. P., Setiadi, A. A. P. and Wibowo, Y. I. (2020) ‗Correlation between
geriatric ischemic stroke patient characeteristic and drug related problems‘,
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015) ‗Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung‘.
5

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011) Guideline Stroke 2011.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
Pharmaceutical Care Network Europe Association (2019) ‗The PCNE
Classification V 9.0‘.
Powers, W. J., Rabinstein, A. A., et al. (2019) Guidelines for the early
management of patients with acute ischemic stroke: 2019 update to the
2018 guidelines for the early management of acute ischemic stroke, Stroke.
Republik Indonesia (2008) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia RI
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta.
Rodgers, H., Greenaway, J., et al. (2004) ‗Risk Factors for First-Ever Stroke in
Older People in the North East of England: A Population-Based Study‘,
Stroke.
Rodriguez, B. S. Q. and Correa, R. (2021) Gemfibrozil, StatPearls Publishing.
Ryan, M. and Nestor, M. (2020) ‗Stroke‘, in DiPiro, J. T. et al. (eds)
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 11 st. McGraw-Hill
Education.
Schwartz, E., Friedman, E., et al. (1988) ‗Sinus arrest associated with clonidine
therapy‘, Clinical Cardiology.
Seshadri, S. and Debette, S. (2016) Risk Factor for Cerebrovascular Accident.
Oxford University Press.
So, C. H. and Eckman, M. H. (2017) ‗Combined aspirin and anticoagulant
therapy in patients with atrial fibrillation‘, Journal of Thrombosis and
Thrombolysis.
Talreja, O. and Cassagnol, M. (2021) Diltiazem, StatPearls Publishing.
Thour, A. and Marwaha, R. (2021) Amitriptyline, StatPearls Publishing.
Tun, N. N., Arunagirinathan, G., et al. (2017) ‗Diabetes mellitus and stroke: A
clinical update‘, World Journal of Diabetes.
Virani, S. S., Alonso, A., et al. (2020) Heart Disease and Stroke Statistics— 2020
Update: A Report From the American Heart Association, Circulation.
Watanabe, J. H., McInnis, T. and Hirsch, J. D. (2018) ‗Cost of Prescription Drug–
Related Morbidity and Mortality‘, Annals of Pharmacotherapy.
Wittenauer, B. R. and Smith, L. (2012) Background Paper 6.6 Ischaemic and
Haemorrhagic Stroke. World Health Organization.
Yaghi, S. and Elkind, M. S. V. (2015) ‗Lipids and Cerebrovascular Disease:
Research and Practice‘, American Heart Association.
Ye, Z., Reintam Blaser, A., et al. (2020) ‗Gastrointestinal bleeding prophylaxis
for critically ill patients: A clinical practice guideline‘, The BMJ.
Yu, J. G., Zhou, R. R. and Cai, G. J. (2011) ‗From Hypertension to Stroke:
Mechanisms and Potential Prevention Strategies‘, CNS Neuroscience and
Therapeutics.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pengumpul Data
DATABASE PASIEN
Nomor Rekam Medis
MRS / Ruang Rawat Inap
KRS
Usia
Jenis Kelamin
Berat Badan
Alergi
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Keluhan

Riwayat Penyakit

Riwayat Pengobatan

Riwayat Sosial

Diagnosis

52
5

KONDISI KLINIS PASIEN


TANGGAL
KONDISI

TANDA-TANDA VITAL
TANGGAL
PARAMETER

Tekanan Darah (mmHg)


(normal: 140/90)
Suhu (oC)
(normal: 36 – 37°C)
Heart Rate
(normal: 60-100 kali/menit)
Saturasi Oksigen
(normal: >95%)
Respiratory Rate
(normal: 20x)
Glasgow Coma
Scale (normal: 4-5-6)
5

DATA LABORATORIUM

TANGGAL
PARAMETER NILAI NORMAL

Profil Darah
Hemoglobin P: 11,5 – 16 g/dl
L: 13 – 17 g/dl
Leukosit 4.000 – 11.000/Cmm
Trombosit 150.000 – 450.000
Eritrosit P: 3.000.000 –
6.000.000/Cmm
L: 4.500.000 –
6.500.000/Cmm
Asam urat P: <6,0 mg/dl
L: <7,0 mg/dl
Faal Ginjal
Serum kreatinin P: <1,2 mg/dl
L: <1,4 mg/dl
Natrium (Na) 136 – 145 mmol/l
Kalium (K) 3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida (Cl) 98 – 106 mmol/l
Kalsium (Ca) 8,8 – 10,5 mg/dl
Ureum/BUN
BUN <23,4 mg/l
5

Ureum <45 mg/dl


Faal Hati
SGOT P: <37 µ/l
L: <31 µ/l
SGPT P: <31 µ/l
L: <40 µ/l
Albumin 3,8 – 5,1 g/dl
Bilirubin total General: <1,00 mg/dl
Neo (3-5 hari): <12 mg/dl
Neo (2 hari): <7 mg/dl
Neo (1 hari): <6 mg/dl
Bilirubin direct <0,25 mg/dl
Alkaline Anak-anak: <645 µl
phosphate Dewasa: 100-290 µl
Gula Darah
GDA <200mg/dl
HbA1C 4,8 – 5,9%
Urin Lengkap
Warna urin Kuning muda jernih
Albumin urin Negatif
Reduksi urin Negatif
Bilirubin urin Negatif
Keton urin Negatif
Nitrit urin Negatif
5

Berat jenis urin 1.010 – 1.020


Eritrosit 0-1
sedimen
Leukosit 0-1
sedimen
Epitel sedimen 0-2
Silinder Negatif
sedimen
Profil Lipid
Kolesterol Total <200 mg/dl
Trigliserida <150 mg/dl
HDL P: >50 mg/dl
L: >40 mg/dl
LDL <130 mg/dl
5

TERAPI OBAT
ATURAN TANGGAL
NAMA OBAT RUTE
PAKAI
5

SOAP
Problem Plan/ Monitoring
Subject Object Asessment
Medis Rekomendasi Efektivitas ESO
5

Lampiran 2 Data Rekam Medis Pasien Stroke Iskemik


Tinggi Berat
Nomor Usia Jenis
Badan badan Penyakit Penyerta Diagnosis
Pasien (tahun) Kelamin
(cm) (kg)
1 71 Laki-laki 158 60 Hipertensi CVA dan hipertensi
2 75 Laki-laki 160 59 Tidak ada CVA
3 67 Laki-laki 154 67 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
4 60 Perempuan 157 60 Hipertensi dan diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
5 58 Laki-laki 167 59 Diabetes melitus dan riwayat stroke CVA kedua
6 76 Perempuan 146 50 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
7 62 Laki-laki 167 67 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
8 65 Perempuan 148 62 Hipertensi CVA
9 69 Perempuan 156 69 Diabetes melitus dan riwayat stroke CVA kedua dan diabetes melitus
10 73 Laki-laki 157 58 Riwayat stroke CVA kedua dan hipertensi
11 52 Perempuan 153 49 Hipertensi CVA dan hipertensi
12 68 Perempuan 158 56 Hipertensi CVA, hipertensi, gagal jantung
13 47 Perempuan 156 58 Hipertensi CVA dan diabetes melitus
14 46 Laki-laki 163 56 Hipertensi dan riwayat stroke CVA kedua
15 55 Perempuan 150 53 Hipertensi CVA
16 45 Perempuan 154 56 Hipertensi dan riwayat stroke CVA kedua dan hipertensi
17 48 Laki-laki 163 55 Hipertensi dan riwayat stroke CVA kedua dan hipertensi
18 60 Perempuan 161 57 Hipertensi CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
19 70 Perempuan 158 68 Hipertensi dan diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
20 57 Laki-laki 170 65 Hipertensi CVA dan hipertensi
21 65 Perempuan 159 52 Dislipidemia CVA
22 67 Laki-laki 164 58 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
6

23 62 Laki-laki 160 60 Hipertensi CVA dan hipertensi


24 70 Perempuan 155 55 Dislipidemia CVA, hipertensi, anemia, dislipidemia
25 82 Perempuan 156 56 Hipertensi CVA
26 84 Laki-laki 155 57 Hipertensi CVA dan CAD
27 65 Laki-laki 159 54 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
28 48 Laki-laki 158 58 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
29 67 Perempuan 156 45 Hipertensi CVA dan hipertensi
30 55 Perempuan 156 59 Diabetes melitus dan riwayat stroke CVA dan diabetes melitus
31 47 Perempuan 157 54 Hipertensi dan riwayat stroke CVA dan hipertensi
32 51 Laki-laki 160 59 Hipertensi dan riwayat stroke CVA kedua
33 60 Perempuan 159 56 Hipertensi CVA, diabetes melitus, dan hipertensi
34 60 Laki-laki 167 65 Hipertensi CVA dan hipertensi
35 67 Laki-laki 156 67 Hipertensi CVA dan hipertensi
36 56 Laki-laki 156 57 Riwayat stroke CVA kedua
37 70 Perempuan 155 55 Dislipidemia CVA, hipertensi, dan dislipidemia
38 67 Perempuan 153 59 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
39 57 Perempuan 153 54 Hipertensi CVA
40 49 Laki-laki 167 54 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
41 53 Perempuan 158 57 Hipertensi dan penyakit jantung CVA dan CAD
42 60 Perempuan 158 60 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
43 63 Laki-laki 158 60 Tidak ada CVA
44 76 Laki-laki 159 65 Hipertensi CVA, CKD stage IV, Dislipidemia, HF, dan AF
45 61 Perempuan 155 50 Diabetes melitus dan penyakit jantung CVA, diabetes melitus, dan HF
46 57 Laki-laki 163 56 Hipertensi CVA
47 55 Perempuan 159 56 Hipertensi CVA dan hipertensi
48 70 Laki-laki 160 58 Riwayat stroke CVA kedua dan hipertensi
49 70 Perempuan 156 69 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
50 52 Perempuan 156 54 Hipertensi CVA dan hipertensi
6

51 56 Laki-laki 154 53 Hipertensi CVA, hipertensi, dan CAD


52 60 Perempuan 156 56 Diabetes melitus CVA
53 63 Laki-laki 160 56 Riwayat stroke CVA kedua
54 51 Laki-laki 161 51 Diabetes melitus dan dilipidemia CVA, diabetes melitus, dan hipertensi
55 57 Perempuan 150 56 Hipertensi CVA, diabetes melitus, dan hipertensi
56 77 Perempuan 155 51 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
57 55 Perempuan 156 60 Hipertensi CVA dan hipertensi
58 78 Perempuan 156 78 Hipertensi CVA dan hipertensi
59 69 Perempuan 158 65 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
60 54 Laki-laki 165 60 Hipertensi CVA dan hipertensi
61 59 Laki-laki 158 53 Hipertensi CVA dan hipertensi
62 70 Perempuan 167 56 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
63 66 Perempuan 156 45 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
64 72 Laki-laki 155 54 Hipertensi CVA dan hipertensi
65 47 Laki-laki 156 57 Riwayat stroke CVA kedua
66 49 Laki-laki 157 56 Hipertensi dan diabetes melitus CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
67 63 Laki-laki 160 56 Tidak ada CVA
68 68 Perempuan 155 52 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
69 72 Perempuan 158 57 Hipertensi dan diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
70 59 Laki-laki 166 62 Riwayat stroke CVA kedua
71 68 Perempuan 153 58 Hipertensi CVA, diabetes melitus, dan hipertensi
72 50 Perempuan 155 49 Hipertensi CVA dan hipertensi
73 80 Perempuan 156 55 Hipertensi CVA
74 72 Perempuan 158 55 Hipertensi dan diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
75 61 Laki-laki 163 62 Diabetes melitus CVA, diabetes melitus, dan dislipidemia
76 70 Perempuan 146 54 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
77 66 Laki-laki 158 60 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
78 47 Perempuan 154 56 Hipertensi CVA dan hipertensi
6

79 70 Perempuan 157 68 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus


80 60 Perempuan 161 57 Hipertensi CVA, diabetes melitus, dan hipertensi
81 48 Perempuan 156 58 Hipertensi CVA, dislipidemia, diabetes melitus
82 67 Perempuan 155 45 Hipertensi CVA
83 69 Perempuan 150 48 Hipertensi CVA dan hipertensi
84 47 Laki-laki 165 56 Hipertensi CVA dan hipertensi
85 48 Laki-laki 159 58 Hipertensi dan riwayat stroke CVA kedua dan hipertensi
86 72 Laki-laki 156 53 Hipertensi CVA dan hipertensi
87 57 Laki-laki 170 65 Hipertensi CVA dan hipertensi
88 83 Perempuan 157 57 Hipertensi CVA
89 70 Perempuan 157 55 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
90 66 Laki-laki 160 60 Hipertensi CVA
91 66 Laki-laki 160 54 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
92 66 Laki-laki 160 54 Riwayat stroke CVA
93 76 Perempuan 156 54 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
94 67 Laki-laki 159 56 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
95 55 Perempuan 150 53 Hipertensi CVA
96 57 Laki-laki 160 58 Hipertensi dan diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
97 54 Perempuan 154 56 Hipertensi CVA dan hipertensi
98 80 Perempuan 154 58 Hipertensi CVA, hipertensi, dan demensia
99 57 Laki-laki 161 57 Hipertensi CVA
100 66 Laki-laki 156 50 Diabetes melitus dan epilepsi CVA, diabetes melitus, dan status epilepticus
101 57 Laki-laki 157 53 Hipertensi CVA dan hipertensi
102 66 Perempuan 156 54 Diabetes melitus CVA
103 66 Laki-laki 160 56 Riwayat stroke CVA
104 59 Perempuan 151 56 Hipertensi CVA, hipertensi, dan diabetes melitus
105 70 Perempuan 160 58 Dislipidemia CVA, dislipidemia, dan hiperurisemia
106 74 Perempuan 156 53 Hipertensi CVA dan hipertensi
6

107 57 Laki-laki 169 57 Hipertensi CVA dan hipertensi


108 58 Perempuan 160 57 Hipertensi CVA dan hipertensi
109 59 Perempuan 156 52 Diabetes melitus CVA
110 70 Perempuan 157 61 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
111 68 Perempuan 158 50 Dislipidemia CVA dan diabetes melitus
112 47 Laki-laki 156 57 Riwayat stroke CVA kedua
113 55 Perempuan 155 54 Hipertensi dan riwayat stroke CVA dan selulitis
114 55 Laki-laki 166 54 Hipertensi CVA, PPOK, HHD, dan aortic regurgitation
115 68 Perempuan 151 55 Dislipidemia CVA, hipertensi, dan dislipidemia
116 73 Laki-laki 158 59 Dislipidemia CVA, hipertensi, dan dislipidemia
117 66 Perempuan 159 58 Hipertensi CVA dan hipertensi
118 79 Perempuan 155 58 Tidak ada CVA, CAD, dan AV block derajat 1
119 76 Laki-laki 161 55 Diabetes melitus CVA, diabetes melitus, hipertensi, OMI
120 57 Perempuan 156 65 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
121 49 Perempuan 158 52 Riwayat stroke CVA dan AF
122 54 Laki-laki 159 57 Batu ginjal, hipertensi, dan CVA kedua, hipertensi, dan SIRS
riwayat stroke
123 61 Perempuan 155 50 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
124 62 Laki-laki 159 49 Dislipidemia CVA
125 67 Perempuan 157 63 Hipertensi dan dislipidemia CVA, hipertensi, dan dislipidemia
126 58 Laki-laki 160 58 Hipertensi CVA dan hipertensi
127 68 Perempuan 160 58 Diabetes melitus CVA dan diabetes melitus
128 66 Perempuan 156 45 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
129 61 Perempuan 158 53 Tidak ada CVA dan diabetes melitus
130 69 Perempuan 149 45 Dislipidemia CVA dan dislipidemia
6

Lampiran 3 Detail DRPs Kategori Masalah

Kode Domain Utama Detail Masalah


P1.2 Efek terapi obat tidak Efek terapi obat tidak maksimal disebabkan oleh obat tidak tepat berdasarkan guideline (C1.1), kombinasi obat dengan obat atau
optimal obat dengan herbal atau obat dengan suplemen yang tidak tepat (C1.4), duplikasi obat dengan bahan aktif atau kelompok terapi
obat yang sama (C1.5), terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai diberikan meski masih ada indikasi (C1.6), terlalu banyak
obat yang diberikan untuk satu indikasi (C1.7), dosis terlalu rendah (C3.1), dosis terlalu tinggi (C3.2), regimen dosis yang
diberikan terlalu jarang (C3.3), regimen dosis yang diberikan terlalu sering (C3.4), durasi terapi terlalu pendek (C4.1), durasi
terapi terlalu lama (C4.2), obat diadministrasikan melalui rute yang salah (C6.6), dan tidak ada atau tidak memadainya
monitoring outcome (C9.1).

Kode Domain Utama Indikasi Nomor Pasien Nilai Laboratorium


Nilai Normal Nilai Pasien
P1.3 Terdapat indikasi Batuk Nomor pasien 10
yang tidak ditangani berdahak
Demam Nomor pasien 30 Suhu tubuh 36—37oC Suhu tubuh pada 12/10: 39 oC dan pada
13/10: 38 oC
Nomor pasien 113 Suhu tubuh 36—37oC Suhu tubuh pada 24/6: 38,5 oC dan pada
28/6: 38,1 oC
Nomor pasien 119 Suhu tubuh 36—37oC Suhu tubuh pada 31/3: 38oC dan pada
1/4: 38 oC
Nomor pasien 106 Suhu tubuh 36—37oC Suhu tubuh pada 31/10: 38oC
Nomor pasien 121 Suhu tubuh 36—37oC Suhu tubuh pada 22/4: 38oC
Diabetes Nomor pasien 15 GDA normal: <200 mg/dl GDA pasien: 207 mg/dl
melitus
Nomor pasien 44 GDA normal: <200 mg/dl GDA pasien: 216 mg/dl
Dislipidemia Nomor pasien 73 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 174 mg/dl
6

Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 100 mg/dl


HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 57 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 173 mg/dl
Nomor pasien 91 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 183 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 201 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 48 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 134 mg/dl
Nomor pasien 92 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 221 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 167 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 42 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 141 mg/dl
Nomor pasien 96 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 110 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 65 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 56 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 134 mg/dl
Nomor pasien 3 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 200 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 142 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 31 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 174 mg/dl
Nomor pasien 14 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 260 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: - mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 45 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 196 mg/dl
Nomor pasien 18 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 216 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 159 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 36 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 164 mg/dl
Nomor pasien 22 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 194 mg/dl
6

Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 144 mg/dl


HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 33 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 132 mg/dl
Nomor pasien 25 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 184 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 99 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 47 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 153 mg/dl
Nomor pasien 122 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 195 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 118 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 39 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 173 mg/dl
Nomor pasien 27 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 183 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 201 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 48 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 134/dl
Nomor pasien 29 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 132 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 120 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 47 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 145 mg/dl
Nomor pasien 33 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 230 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 169 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 50 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 176 mg/dl
Nomor pasien 40 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 221 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 100 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 40 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 191 mg/dl
Nomor pasien 46 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 248 mg/dl
6

Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 56 mg/dl


HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 45 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 177 mg/dl
Nomor pasien 50 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 190 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 74 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 45 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 149 mg/dl
Nomor pasien 53 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 185 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 221 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 40 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 121 mg/dl
Nomor pasien 54 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 211 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 131 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 39 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 191 mg/dl
Nomor pasien 66 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 210 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 154 mg/dl
HDL laki-laki:>40 mg/dl HDL pasien: 45 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 174 mg/dl
Nomor pasien 72 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 198 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 83 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 43 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 150 mg/dl
Nomor pasien 80 Kolesterol total: <200 mg/dl Kolesterol total pasien: 254 mg/dl
Trigliserida: <150 mg/dl Trigliserida pasien: 121 mg/dl
HDL perempuan >50 mg/dl HDL pasien: 32 mg/dl
LDL <130 mg/dl LDL pasien: 187 mg/dl
6

Gagal ginjal Nomor pasien 6 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,35 mg/dl
kronis
Nomor pasien 7 Serium kreatinin laki-laki: <1,4 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,55 mg/dl
Nomor pasien 9 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 2,92 mg/dl
Nomor pasien 27 Serium kreatinin laki-laki: <1,4 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,4 mg/dl
Nomor pasien 30 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 2,9 mg/dl
Nomor pasien 49 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 2,9 mg/dl
Nomor pasien 63 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,51 mg/dl
Nomor pasien 66 Serium kreatinin laki-laki: <1,4 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,4 mg/dl
Nomor pasien 75 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,6 mg/dl
Nomor pasien 76 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,35 mg/dl
Nomor pasien 79 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 2,92 mg/dl
Nomor pasien 91 Serium kreatinin laki-laki: <1,4 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,4 mg/dl
Nomor pasien 123 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,3 mg/dl
Nomor pasien 128 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,51 mg/dl
Nomor pasien 130 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,8 mg/dl
Nomor pasien 41 Serium kreatinin perempuan: <1,2 mg/dl Serium kreatinin pasien: 2,1 mg/dl
Nomor pasien 51 Serium kreatinin laki-laki: <1,4 mg/dl Serium kreatinin pasien: 1,4 mg/dl
Gangguan hati Nomor pasien 41 Nilai bilirubin total: <1,00 mg/dl Nilai bilirubin total pasien: 2,32 mg/dl
Nilai bilirubin direct normal: <0,25 mg Nilai bilirubin direct pasien: 1,76 mg/dl
Gelisah Nomor 45
Hiperurisemia Nomor pasien 68 Nilai urat normal perempuan: <6,0 Nilai urat pasien: 6,1 mg/dl
mg/dl
Nomor pasien 63 Nilai urat normal perempuan: <6,0 Nilai urat pasien: 6,5 mg/dl
mg/dl
Nomor pasien 128 Nilai urat normal perempuan: <6,0 Nilai urat pasien: 6,5 mg/dl
mg/dl
Nomor pasien 120 Nilai urat normal perempuan: <6,0 Nilai urat pasien: 8,3 mg/dl
6

mg/dl
Nomor pasien 84 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 9,5 mg/dl
Nomor pasien 111 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 6,0 mg/dl
<6,0 mg/dl
Nomor pasien 51 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 8,5 mg/dl
Nomor pasien 41 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 8,0 mg/dl
<6,0 mg/dl
Nomor pasien 107 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 7,0 mg/dl
Nomor pasien 6 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 6,9 mg/dl
<6,0 mg/dl
Nomor pasien 59 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 6,2 mg/dl
<6,0
mg/dl dan laki-laki: <7,0 mg/dl

Nomor pasien 61 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 9,1 mg/dl
Nomor pasien 32 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 13,2 mg/dl
Nomor pasien 14 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 10,2 mg/dl
Nomor pasien 103 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 7,4 mg/dl
Nomor pasien 125 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 7,2 mg/dl
<6,0 mg/dl
Nomor pasien 76 Nilai urat normal perempuan: Nilai urat pasien: 6,9 mg/dl
<6,0 mg/dl

Nomor pasien 53 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 7,4 mg/dl
Nomor pasien 101 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 9,5 mg/dl
Nomor pasien 28 Nilai urat normal laki-laki: <7,0 mg/dl Nilai urat pasien: 7,0 mg/dl
Hipertensi Nomor pasien 124 Tekanan darah normal <140 mmHg 25/8: 180/100 mmHg
26/8: 130/90 mmHg
27/8: 140/90 mmHg
28/8: 160/100 mmHg
29/8: 150/90 mmHg
7

Nomor pasien 96 Tekanan darah normal <140 mmHg 27/7: 160/80 mmHg
28/7: 150/90 mmHg
29/7: 150/80 mmHg
30/7: 150/100 mmHg
31/7: 150/90 mmHg
Nomor pasien 75 Tekanan darah normal <140 mmHg 11/12: 160/80 mmHg
12/12: 170/100 mmHg
13/12: 160/100 mmHg
14/12: 160/100 mmHg
15/12: 150/90 mmHg
16/12: 140/100 mmHg
Nomor pasien 84 Tekanan darah normal <140 mmHg 18/5: 160/70 mmHg
19/5: 150/80 mmHg
20/5: 150/90 mmHg
21/5: 160/80 mmHg
22/5: 140/80 mmHg
23/5: 150/80 mmHg
Nomor pasien 3 Tekanan darah normal <140 mmHg 27/7: 160/100 mmHg
28/7: 140/90 mmHg
29/7: 130/90 mmHg
30/7: 130/90 mmHg
31/7: 140/80 mmHg
1/8: 120/80 mmHg
Nomor pasien 72 Tekanan darah normal <140 mmHg 5/4: 180/100 mmHg
6/4: 150/90 mmHg
7/4: 150/100 mmHg
8/4: 150/100 mmHg
9/4: 150/90 mmHg
7

Nomor pasien 58 Tekanan darah normal <140 mmHg 31/5: 190/80 mmHg
1/6: 170/90 mmHg
2/6: 160/90 mmHg
3/6: 160/80 mmHg
4/6: 140/90 mmHg
Nomor pasien 7 Tekanan darah normal <140 mmHg 11/10: 150/80 mmHg
12/10: 170/90 mmHg
13/10: 160/100 mmHg
14/10: 160/90 mmHg
15/10: 140/90 mmHg
16/10: 140/100 mmHg
Nomor pasien 11 Tekanan darah normal <140 mmHg 5/3: 180/100 mmHg
6/3: 150/90 mmHg
7/3: 150/90 mmHg
8/3: 150/100 mmHg
9/3: 150/90 mmHg
Nomor pasien 17 Tekanan darah normal <140 mmHg 21/5: 170/120 mHg
22/5: 180/90 mmHg
Nomor pasien 21 Tekanan darah normal <140 mmHg 15/10: 150/100 mmHg
16/10: 160/70 mmHg
17/10: 170/90 mmHg
18/10: 140/80 mmHg
Nomor pasien 33 Tekanan darah normal <140 mmHg 15/6: 170/100 mmHg
16/6: 150/80 mmHg
17/6: 160/80 mmHg
Nomor pasien 38 Tekanan darah normal <140 mmHg 3/10: 190/100 mmHg
4/10: 170/100 mmHg
5/10: 130/90 mmHg
7

6/10: 150/90 mmHg


7/10: 150/80 mmHg
Nomor pasien 2 Tekanan darah normal <140 mmHg 21/7: 180/100 mmHg
22/7: 120/80 mmHg
23/7: 120/80 mmHg
24/7: 160/100 mmHg
25/7: 150/90 mmHg
26/7: 140/90 mmHg
Nomor pasien 50 Tekanan darah normal <140 mmHg 5/4: 180/100 mmHg
6/4: 150/90 mmHg
7/4: 150/90 mmHg
8/4: 150/100 mmHg
9/4: 150/90 mmHg
Nomor pasien 63 Tekanan darah normal <140 mmHg 18/11: 160/100 mmHg
19/11: 150/70 mmHg
20/11: 150/100 mmHg
Nomor pasien 79 Tekanan darah normal <140 mmHg 7/11: 150/70 mmHg
8/11: 130/80 mmHg
9/11: 140/70 mmHg
10/11: 150/90 mmHg
11/11: 150/100 mmHg
Nomor pasien 85 Tekanan darah normal <140 mmHg 21/10: 170/120 mmHg
22/10: 180/90 mmHg
23/10: 170/100 mmHg
24/10: 150/90 mmHg
25/90: 160/90 mmHg
Nomor pasien 102 Tekanan darah normal <140 mmHg 19/12: 160/100 mmHg
20/12: 150/70 mmHg
7

21/12: 170/100 mmHg


Nomor pasien 116 Tekanan darah normal <140 mmHg 25/8: 190/110 mmHg
26/8: 150/90 mmHg
27/8: 120/80 mmHg
28/8: 160/100 mmHg
29/8: 150/90 mmHg
30/8: 140/90 mmHg
Nomor pasien 130 Tekanan darah normal <140 mmHg 4/1: 170/110 mmHg
5/1: 150/90 mmHg
6/1: 160/100 mmHg
7/1: 160/80 mmHg
8/1: 150/80 mmHg
Mual Nomor pasien 16
Penurun Nomor pasien16, 17, 21,
homosistein 26, 31, 37, 38, 42, 47,
52, 55, 57, 59, 63, 71,
78, 85, 88, 102, 104,
108, 110, 117, 119, 122,
125, 128, 130
Pusing Nomor pasien 13, 38, 78,
120, 123

Kode Domain Utama Nomor Pasien Detail


P3.1 Terdapat masalah Nomor pasien 1, 3, 4, 98, 5, 6, 7, 9, 11, 36, 13, 14, 16, 17, 18, Penggunaan pirasetam, intravena, 3x3.000 mg sebagai
dengan cost 19, 20, 15, 8, 21, 22, 23, 24, 25, 43, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, neuroprotektan pada stroke iskemik tidak efektif. Perhimpunan
effectiveness terapi 34, 35, 37, 67, 39, 40, 41, 44, 45, 46, 47, 49, 50, 52, 53, 54, Dokter Spesialis Saraf Indonesia merekomendasikan
obat 57, 59, 62, 63, 64, 112, 66, 69, 70, 72, 74, 75, 76, 78, 79, 80, penggunaan sitikolin 2x1.000 mg sebagai neuroprotektan pada
7

81, 84, 85, 87, 88, 77, 89, 90, 73, 91, 92, 82, 94, 95, 96, 97, pasien stroke iskemik.
98, 100, 102, 103, 106, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 117, Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2011)
118, 119, 121, 122, 123, 125, 126, 127, 128, 68, 129, 130

Domain Obat yang Diberikan


Kode Rute Regimen Nomor Pasien Keterangan
Utama Nama Obat
Administrasi Dosis
P3.2 Terapi obat Alopurinol Oral 1x100 mg Nomor pasien 30 Pasien tidak ada indikasi hiperurisemia
yang tidak Pasien tidak ada indikasi gangguan
Alprazolam Oral 1x0,5mg Nomor pasien 120
diperlukan kecemasan atau gangguan panik
Antasida Oral 3x1 Nomor pasien 114 Pasien tidak ada indikasi gastroesophageal
reflux disease
Amitriptilin Oral 0-0-12,5 mg Nomor pasien 16 Pasien tidak ada indikasi depresi, gangguan
cemas, gangguan stres pasca-trauma,
Amitriptilin Oral 25-0-25 mg Nomor pasien 3, 66 insomnia, atau sindrom iritasi usus besar
Bisakodil Oral 2x5 mg Nomor pasien 42 Pasien tidak ada indikasi susah buang air
Bisakodil Supositoria 1x10 mg Nomor pasien 120, 43 besar
Braxidin Oral 3x1 Nomor pasien 42, 52, 119 Pasien tidak ada indikasi gangguan
kecemasan
Deksametason Oral 3x0,5 mg Nomor pasien 5, 23 Pasien tidak ada indikasi asma, dermatitis,
atau membutuhkan imunosupresan
Domperidon Oral 1x10 mg Nomor pasien 57 Pasien tidak ada indikasi mual atau muntah
Diazepam Oral 0-5-5 mg Nomor pasien 20 Pasien tidak ada indikasi gangguan
kecemasan, spasme otot, atau epilepsi
Gabapentin Oral 0-300 mg Nomor pasien 4 Pasien tidak ada indikasi neuropati diabetes
atau kejang
7

Ketokonazol Intravena 3x30 mg Nomor pasien 23 Pasien tidak ada indikasi infeksi jamur
Laktulosa Oral 1x15 mg Nomor pasien 52, 119 Pasien tidak ada indikasi hipertensi portal
Levofloksasin Intravena 1x500 mg Nomor pasien 119 Pasien tidak ada indikasi infeksi bakteri
Metoklopramid Intravena 1x10 mg Nomor pasien 108 Pasien tidak ada indikasi mual atau muntah
Metoklopramid Intravena 3x10 mg Nomor pasien 26, 38, 42, 45, 60, 88,
Pasien tidak ada indikasi mual atau muntah
113, 119, 121, 123
Metronidazol Oral 3x500 mg Nomor pasien 52 Pasien tidak ada indikasi infeksi bakteri
Nistatin Oral 3x2 ml Nomor pasien 18, 24 Pasien tidak ada indikasi infeksi jamur
Ondansetron Intravena 3x4 ml Nomor pasien 121 Pasien tidak ada indikasi mual atau
muntah
Pirasetam Intravena 3x3.000 mg Nomor pasien 1, 3, 67, 98, 5, 6, 7, 9, 11, Penggunaan pirasetam pada pasien stroke
36, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 15, 8, 21, iskemik sebagai neuroprotektan, tidak
22, 23, 24, 25, 43, 26, 27, 28, 30, 31, menunjukkan benefit nyata
32, 33, 34, 35, 37, 67, 39, 40, 41, 44,
45, 46, 47, 49, 50, 52, 53, 54, 57, 59,
62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 72, 74,
75, 76, 78, 79, 80, 81, 84, 85, 87, 88,
77, 89, 90, 73, 91, 92, 82, 94, 95, 96,
97, 98, 100, 102, 103, 106, 108, 109,
110, 111, 112, 113, 117, 118, 119, 121,
122, 123, 125, 126, 127, 128, 129, 130
Propafenon Oral 2x150 mg Nomor pasien 119 Pasien tidak ada indikasi aritmia
Seftriakson Intravena 2x1.000 mg Nomor pasien 9, 42 Pasien tidak ada indikasi infeksi bakteri
Sukralfat Oral 3x500 mg Nomor pasien 119, 42, 45 Pasien tidak ada indikasi ulser duodenal atau
luka epitel
7

Lampiran 4 Detail DRPs Kategori Penyebab


a. Obat tidak tepat berdasarkan guideline (C1.1)
Obat dan
Nomor Pasien
Regimen Dosis Keterangan Rekomendasi
Penggunaan metoklopramid pada pasien geriatri (>65 Hindari penggunaan
tahun) tidak direkomendasikan sebab meningkatkan metoklopramid pada pasien geriatri
risiko ekstrapirimidal yakni efek samping (>65 tahun). Gunakan antiemetik
Metoklopramid, metoklopramid yang menyebabkan dystonia (spasme lain seperti ondansetron.
Nomor pasien 26, 38, 88, 119, 21 Intravena, kontinu dan kontraksi otot), akathisia, gejala mirip Sumber: Lee (2015) dan Fick et al.
2x10 mg parkinson (seperti rigiditas dan gerak lambat), (2019)
gemetar, dan tardive dyskinesia (gerak tidak
beraturan dan gerak bersentak-sentak).
Sumber: Fick et al. (2019)
Nomor pasien 1, 3, 67, 98, 5, 6, 7, 9, 11, 36, 13,
14, 16, 17, 18, 19, 20, 15, 8, 21, 22, 23, 24, 25, 43, Perhimpunan Dokter Spesialis
26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 67, 39, 40, Saraf Indonesia merekomendasikan
Penggunaan pirasetam sebagai neuroprotektan pada
41, 44, 45, 46, 47, 49, 50, 52, 53, 54, 57, 59, 62, Pirasetam, penggunaan sitikolin 2x1.000 mg
stroke iskemik tidak menunjukkan benefit nyata.
63, 64, 65, 66, 69, 70, 72, 74, 75, 76, 78, 79, 80, Intravena, sebagai neuroprotektan pada pasien
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
81, 84, 85, 87, 88, 77, 89, 90, 73, 91, 92, 82, 94, 3x3.000 mg stroke iskemik
Indonesia (2011)
95, 96, 97, 98, 100, 102, 103, 106, 108, 109, 110, Sumber: Perhimpunan Dokter
111, 112, 113, 117, 118, 119, 121, 122, 123, 125, Spesialis Saraf Indonesia (2011)
126, 127, 128, 68, 129, 130
Simvastatin, Penggunaan simvastatin pada pasien pasien Gunakan atorvastatin 40—80 mg
Nomor pasien 75, 44, 13, 7 Oral, dengan kadar LDL ≥190 mg/dl, tidak atau rosuvastatin 20—40 mg
1x20 mg direkomendasikan sebab tidak menunjukkan sebagai high-intensity statin
7

Simvastatin, perbaikan profil lipid dan mampu meningkatkan therapy


Nomor pasien 128, 63, 6 Oral, risiko miopati termasuk rhabdomyolysis. Sumber: Grundy et al. (2019)
1x40 mg Sumber: Grundy et al. (2019)

b. Obat tanpa indikasi (C1.3)


Pemberian obat tanpa indikasi bisa dilihat di kolom ―P3.2: Terapi obat yang tidak diperlukan‖.
c. Kombinasi obat dengan obat atau obat dengan herbal atau obat dengan suplemen yang tidak tepat (C1.4)
Nomor Pasien Obat yang Berinteraksi Keterangan
Nomor pasien 121 Aspirin 1x80 mg dengan Aspirin menekan konsentrasi protrombin di plasma darah sehingga meningkatkan risiko
enoksaparin 2x0,6 ml pendarahan jika diberikan bersamaan dengan klopidogrel atau enoksaparin atau
rivaroksaban. Pada kasus tertentu, aspirin diadministrasikan bersamaan dengan klopidogrel
Nomor pasien 1 Aspirin 1x80 mg diubah ke untuk meningkatkan kemampuan antiplateletnya. Efek samping utama dari kombinasi ini
1x160 mg dengan klopidogrel adalah pendarahan. Penggunaan aspirin bersamaan dengan antikoagulan pada atrial fibrilasi
1x75 mg mampu meningkatkan risiko pendarahan dan tidak menunjukkan benefit nyata.
Nomor pasien 41, 45, 95 Aspirin 1x160 mg Evaluasi: Gunakan asesmen cost versus benefit saat memberikan aspirin bersamaan dengan
dengan klopidogrel klopidogrel, enoksaparin, atau rivaroksaban. Perhatikan risiko pendarahan, utamanya pada
1x75 mg pasien geriatrik (>65 tahun).
Sumber: So and Eckman (2017) dan Johnston et al. (2018)
Nomor pasien 114 Aspirin 1x160 mg Penggunaan digoksin bersamaan dengan bisoprolol (beta-blocker) meningkatkan risiko
dengan rivaroksaban barikardi dan complete heart block. Penggunaan ini juga tidak sesuai dengan ―Pedoman
1x20 mg Tatalaksana Gagal Jantung‖ yang dibuat oleh Persatuan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Nomor pasien 45 Digoksin 1x0,5 mg tahun 2016.
dengan bisoprolol Evaluasi: Evaluasi penggunaan digoksin dengan bisoprolol, sesuaikan dengan kondisi
1x2,5 mg pasien dan pedoman yang berlaku.
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015)
dan Fauchier et al. (2016)
7

Nomor pasien 55, 71, 104 Gemfibrozil 1x300 mg dengan Penggunaan statin bersamaan dengan gemfibrozil meningkatkan risiko miopati parah pada
atorvastatin 1x20 mg pasien.
Evaluasi: Jika pasien yang sedang terapi statin membutuhkan terapi fibrat,
Nomor pasien 124 Gemfibrozil 1x300 mg dengan direkomendasikan untuk menggunakan fenofibrat dibanding gemfibrozil sebab efek
simvastatin 20 mg miopatinya lebih ringan.
Sumber: Grundy et al. (2019)
Nomor pasien 24, 37, 42 Klonidin 3x0,15 mg dengan Penggunaan klonidin (alpha-agonist) bersamaan dengan bisoprolol (beta blocker).bisa
bisoprolol 1x5 mg menyebabkan barikardi parah dan additive hypotension.
Evaluasi: Jika bisoprolol dan klonidin diberikan bersamaan, bisoprolol dihentikan lebih
dulu selama beberapa hari sebelum menghentikan klonidin.
Sumber: Lilja et al. (1982) dan Karachalios et al. (2005)
Nomor pasien 24, 37 Klonidin 3x0,15 mg dengan Penggunaan klonidin (alpha-agonist) bersamaan dengan nifedipin (calcium channel
nifedipin 1x30 mg blocker) meningkatkan risiko barikardi dan atrioventricular block.
Evaluasi: Hentikan penggunaan dengan menurunkan dosis klonidin perlahan guna
menghindari rebound effect.
Sumber: Schwartz et al. (1988) dan Karachalios et al. (2005)
Nomor pasien 45 Sukralfat 3x500 mg dengan Penggunaan sukralfat oral dengan digoksin oral mampu menurunkan serum digoksin di
digoksin 1x0,25 mg darah antara 20%—40%.
Evaluasi: Lakukan evaluasi serum digoksin sebelum dan selama digoksin oral dan
sukralfat oral diadministrasikan.
Sumber: (Digoxin: serious drug interaction, 2010)

d. Duplikasi obat dengan bahan aktif atau kelompok terapi obat yang sama
(C1.5)
Duplikasi Obat Keterangan
Nomor Pasien atau Suplemen
7
Nomor pasien 1, 41, 45, 95 Aspirin dengan Aspirin menekan konsentrasi protrombin di plasma darah sehingga meningkatkan risiko
klopidogrel pendarahan jika diberikan bersamaan dengan klopidogrel.
8

Evaluasi: Gunakan asesmen cost versus benefit saat saat memberikan aspirin bersamaan dengan
klopidogrel. Perhatikan risiko pendarahan, utamanya pada pasien geriatrik (>65 tahun).
Sumber: So and Eckman (2017) dan Johnston et al. (2018)
Nomor pasien 6, 7, 76, 101 Atorvastatin dengan Pemberian atorvastatin dan simvastatin secara bersamaan meningkatkan risiko hepatotoksisitas
simvastatin dan tidak menunjukkan benefit nyata memperbaiki profil lipid.
Evaluasi: Berikan simvastatin 1x40 mg atau atorvastatin 1x20 mg lalu evaluasi profil lipid
pasien.
Sumber: Grundy et al. (2019) dan Newman et al. (2019)
Nomor pasien 4, 120 Insulin glargin dengan Baik insulin glargin maupun insulin detemir adalah insulin kerja panjang yang mencapai darah
insulin detemir beberapa jam setelah injeksi. Administrasi insulin glargin dengan insulin detemir secara
bersamaan meningatkan risiko hipoglikemia.
Evaluasi: Pilih satu insulin kerja panjang, entah insulin glargin entah insulin detemir lalu
evaluasi kadar glukosa darah pasien.
Nomor pasien 120 Insulin aspart dengan Baik insulin aspart maupun insulin glulisin adalah insulin kerja pendek yang bekerja 15 menit
insulin glulisin setelah injeksi. Administrasi insulin aspart dengan insulin glulisin secara bersamaan
meningatkan risiko hipoglikemia.
Evaluasi: Pilih satu insulin kerja pendek, entah insulin aspart entah insulin glulisin lalu evaluasi
kadar glukosa darah pasien.
Nomor pasien 9, 30, 49, 2, 23, 24, 35, Ranitidin dengan Ranitidin (antagonis reseptor H2) dan omeprazol (penghambat pompa proton) diberikan pada
37, 89, 90, 92, 113, 121 omeprazol pasien critically ill untuk mencegah pendarahan gastrointestinal. Baik ranitidin maupun
omeprazol memiliki efektivitas sama sebagai profilaksis pendarahan gastrointestinal.
Evaluasi: Pilih salah satu dari ranitidin dan omeprazol, administrasikan ke pasien critically ill.
Sumber: Batubara et al. (2018) dan Ye et al. (2020)
Nomor pasien 1, 3, 4, 5, 6, 10, 11, 6, 10, Suplemen vitamin B Pemberian suplemen vitamin B dilakukan untuk menurunkan kadar homosistein pada pasien
11, 12, 13, 14, 18, 23, 28, 33, 35, 40, stroke iskemik.
48, 50, 53, 54, 60, 61, 62, 66, 72, 74, Evaluasi: Pilih salah satu suplemen vitamin B (Cernevit, Neurobion, Neurodex, Neugain,
76, 80, 81, 83, 90, 97, 98, 100, 101, Neurosanbe, Mersibion, Sohobion) lalu administrasikan melalui rute dan regimen obat yang
103, 111, 113, 118, 68 tepat hingga pasien keluar dari rumah sakit.
8

e. Terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai diberikan meski masih ada indikasi (C1.6)
Terapi obat tidak diberikan atau tidak selesai diberikan meski masih ada indikasi disebabkan oleh indikasi yang tidak
ditangani (P1.3) dan durasi terapi yang terlalu pendek (C4.1).
f. Terlalu banyak obat yang diberikan untuk satu indikasi (C1.7)
Nomor Pasien Indikasi Nilai Laboratorium Obat yang Diberikan
Nomor pasien 1, 41, Antiplatelet Aspirin 1x160 mg dengan klopidogrel 1x75 mg
45, 95
Nomor pasien 4 Hiperglikemia GDA normal (<200 mg/dl) GDA pasien: 260 mg/dl Insulin glulisin dengan insulin detemir
Nomor pasien 120 GDA normal (<200 mg/dl) GDA pasien: 221 mg/dl Insulin glulisin dengan insulin detemir
Nomor pasien 120 GDA normal (<200 mg/dl) GDA pasien: 221 mg/dl Insulin glargine dengan insulin aspart
Nomor pasien 37 Hipertensi Tekanan darah normal: Tekanan darah pasien: Bisoprolol 1x5 mg dengan nifedipin 1x30 mg
<140/90 mmHg 19/9: 180/100 mmHg dengan klonidin 3x0,5 mg
20/9: 170/100 mmHg
21/9: 170/100 mmHg
22/9: 180/90 mmHg
23/9: 150/90 mmHg
24/9: 170/100 mmHg
Nomor pasien 24 Hipertensi Tekanan darah normal: Tekanan darah pasien: Bisoprolol 1x5 mg dengan nifedipin 1x30 mg
<140/90 mmHg 20/10: 190/120 mmHg dengan klonidin 3x0,5 mg
21/10: 180/100 mmHg
22/10: 170/80 mmHg
23/10: 180/100mmHg
24/10: 170/100 mmHg
25/10: 170/90 mmHg
Nomor pasien 42 Hipertensi Tekanan darah normal: Tekanan darah pasien: Bisoprolol 1x5 mg dengan klonidin 3x0,5 mg
82

<140/90 mmHg 3/3: 190/110 mmHg dengan kandesartan 0-10 mg


4/3: 170/100 mmHg
5/3: 130/90 mmHg
6/3: 150/80 mmHg
7/3: 140/90 mmHg
8/3: 140/90 mmHg
Nomor pasien 6 Dislipidemia Kolesterol : <200 mg/dl Kolesterol : 260 Atorvastatin 20 mg bersamaan dengan
Total mg/dl Total simvastatin 40 mg
Trigliserida : <150 mg/dl Trigliserida : 394 mg/dl
HDL P: >50 mg/dl HDL : 61 mg/dl
LDL : <130 mg/dl LDL : 205 mg/dl
Nomor pasien 7 Dislipidemia Kolesterol : <200 mg/dl Kolesterol : 205 Atorvastatin 20 mg bersamaan
Total mg/dl Total dengan simvastatin 20 mg
Trigliserida : <150 mg/dl Trigliserida : 136 mg/dl
HDL L: >40 mg/dl HDL : 55 mg/dl
LDL : <130 mg/dl LDL : 209 mg/dl
Nomor pasien 76 Dislipidemia Kolesterol : <200 mg/dl Kolesterol : 230 Atorvastatin 20 mg bersamaan
Total mg/dl Total dengan simvastatin 20 mg
Trigliserida : <150 mg/dl Trigliserida : 234 mg/dl
HDL L: >40 mg/dl HDL : 34 mg/dl
LDL : <130 mg/dl LDL : 187 mg/dl
Nomor pasien 101 Dislipidemia Kolesterol : <200 mg/dl Kolesterol : 186 Atorvastatin 20 mg bersamaan
Total mg/dl Total dengan simvastatin 20 mg
Trigliserida : <150 mg/dl Trigliserida : 150 mg/dl
8

HDL L: >40 mg/dl HDL : 54 mg/dl


LDL : <130 mg/dl LDL : 223
Nomor pasien 9, 30, mg/dl
49, 2, 23, 35, 90, 92, Profilaksis Ranitidin 2x50 mg dengan omeprazol 1x40 mg
113, 121 pendarahan
gastrointestinal
Ranitidin 2x50 mg dengan omeprazol 2x20 mg
Nomor pasien 24,
37, 89,
Nomor pasien 1, 3,
4, 5, 6, 10, 11, 6, 10,
11, 12, 13, 14, 18,
23, 28, 33, 35, 40, Penurun Suplemen vitamin B (Cernevit, Neurobion, Neurodex,
48, 50, 53, 54, 60, homosistein Neugain, Neurosanbe, Mersibion, Sohobion)
61, 62, 66, 72, 74,
76, 80, 81, 83, 90,
97, 98, 100, 101,
103, 111, 113, 118,
68

g. Dosis obat terlalu rendah (C3.1)


Rute
Nomor Pasien Obat Regimen dosis
Pemberian
Nomor pasien 59 Atorvastatin 1x10 mg Oral
Nomor pasien 6, 7, 21, 52, 61, 71, 81, 84, 102, 106, 109, Atorvastatin 1x20 mg Oral
110, 125, 68, 115
Nomor pasien 1, 121, 114, 83, 12 Aspirin 1x80 mg Oral
Nomor pasien 41, 44, 45, 101, 118 Bisoprolol 1x2,5 mg Oral
8

Nomor pasien 12 Bisoprolol 2x2,5 mg Oral


Nomor pasien 121 Enoksaparin 2x0,6 ml (10.000 IU/ml) Intravena
Nomor pasien 44 Furosemid 1x10 mg Intravena
Nomor pasien 45 Furosemid 1x20 mg Intravena
Nomor pasien 57 dan 108 Furosemid 3x10 mg Intravena
Nomor pasien 24, 37, 42, 55, 71, 89, 103, 104, 122, 124 Gemfibrozil 0-300 mg Oral
Nomor pasien 7, 27, 40, 54, 71, 75, 91, 96, 119, 120, 122 Insulin aspart Subkutan
Nomor pasien 7, 27, 40, 54, 75, 91, 119, 120, 3, 4, 13, 18, Insulin detemir Subkutan
19, 22, 28, 33, 38, 42, 45, 55, 62, 66, 69, 74, 80, 81, 94,
100, 104, 123, 127, 129, 115
Nomor pasien 3, 4, 9, 13, 18, 19, 22, 28, 30, 33, 38, 42, Insulin glulisin Subkutan
45, 49, 55, 62, 66, 69, 74, 79, 80, 81, 94, 100, 104, 111,
120, 123, 127, 129, 115
Nomor pasien 71, 96, 120, 4, 9, 30, 49, 79, 111, 120 Insulin glarglin Subkutan
Nomor pasien 26, 88, 125 Lisinopril 1x5 mg Oral
Nomor pasien 86 Lisinopril 2x5 mg Oral
Nomor pasien 18, 24 Nistatin 3x2 ml Oral
Nomor pasien 12, 29, 83 Sitikolin 1x500 mg Intravena
Nomor pasien 36, 25, 43, 67, 65, 77, 73, 99, 112, 114 Sitikolin 2x250 mg Intravena
Nomor pasien 93, 119 Sitikolin 2x500 mg Intravena
Nomor pasien 17, 85, 17, 85 Sitikolin 3x250 mg Intravena
8

h. Rekomendasi perbaikan dosis obat terlalu rendah


Rekomendasi perbaikan dosis obat ini disadur dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011), Ashley
and Dunleavy (2014), Powers et al. (2019), dan Rodriguez and Correa (2021).
Obat Rute Regimen Dosis Rekomendasi
Atorvastatin Oral 1x10 mg Powers et al: High-intensity statin therapy:
Atorvastatin 1x20 mg 1x40—80 mg
Aspirin Oral 1x80 mg PERDOSSI: 325 mg
Powers et al.: 160—300 mg
Bisoprolol Oral 1x2,5 mg Ashley and 1x5 mg
Bisoprolol Oral 2x2,5 mg Dunleavy:
Enoksaparin Intravena 2x0,6 ml Ashley and Profilaksis deep vein trombosis moderat:
(10.000 IU/ml) Dunleavy: 1x20 mg. Profilaksis deep vein trombosis
tinggi: 1x40 mg
Terapi deep vein trombosis dan edema
paru: 1,5 mg/kg berat badan tiap 24 jam
Sindrom koroner akut: 1 mg/kg berat
badan tiap 12 jam
Furosemid Intravena 3x10 mg Ashley and Oral: 20 mg—1.000 mg
Dunleavy: Intravena: 20 mg—1.500 mg
Gemfibrozil Oral 0-300 mg Rodriguez and 2x600 mg
Correa (2021):
Insulin aspart Subkutan Pemberian insulin aspart dan glulisin, didasarkan pada 4 unit
atau 10% dari total insulin basal yang diberikan. Insulin
Insulin detemir Subkutan prandial diberikan pada saat pasien makan besar. Penderita
diabetes melitus tipe 2 umumnya memiliki resistansi insulin
Insulin glulisin Subkutan lebih tinggi sehingga memutuhkan dosis insulin yang lebih
8

Insulin glarglin Subkutan tinggi (~1 unit/kg berat badan). Titrasi bisa dilakukan hingga
pasien mencapai target HbA1C (American Diabetes
Association, 2020).
Nistatin Oral 3x2 ml Ashley and 100.0 —1.000.000 unit tiap 6 jam
(tiap ml mengandung Dunleavy:
1.000 IU)
Sitikolin Intravena 1x500 mg PERDOSSI: 2x1.000 mg
Sitikolin Intravena 2x250 mg
Sitikolin Intravena 2x500 mg
Sitikolin Intravena 3x250 mg

i. Dosis obat terlalu tinggi (C3.2)


Estimated glomerular filtration rate (eGFR) dihitung menggunakan rumus Cockcroft-Gault:
(140 − usia) x berat badan (kg) x 1,23 (untuk laki − laki) x 1,04 (untuk perempuan)
𝑒𝐺𝐹𝑅 =
Serum kreatinin (mg/dl)
Nilai Laboratorium Obat yang
Nomor Pasien eGFR
Keterangan
Nilai Normal Nilai Pasien Diberikan
Nomor pasien 1 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 33,82 Ketorolak, Asesmen fungsi ginjal diperlukan sebab ketorolak
P: <1,2 mg/dl 1,35 mg/dl ml/menit Intravena, diekskresikan melalui ginjal. Administrasi ketorolak
3x30 mg dosis tinggi dalam jangka waktu lama (>5 hari) bisa
Nomor pasien 7 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 46,83 Ketorolak, menyebabkan atau memperparah gangguan ginjal
L: <1,4 mg/dl 1,55 mg/dl ml/menit Intravena, (Mahmoodi and Kim, 2021).
3x30 mg
Nomor pasien 27 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 40,18 Ketorolak, Dosis maksimal ketorolak pada pasien gagal ginjal
L: <1,4 mg/dl 1,4 mg/dl ml/menit Intravena, kronis dengan GFR 20—50 mg/dl adalah 60 mg/hari.
3x30 mg Sedangkan pada GFR <20 mg/dl direkomendasikan
8

Nomor pasien 45 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 35,87 Ketorolak, untuk menghindari penggunaan ketorolak (Ashley and
P: <1,2 mg/dl 1,35 mg/dl ml/menit Intravena, Dunleavy, 2014).
3x30 mg
Nomor pasien 64 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 30 Ketorolak,
L: <1,4 mg/dl 1,7 mg/dl ml/menit Intravena,
3x30 mg
Nomor pasien 75 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 42,52 Ketorolak,
L: <1,4 mg/dl 1,6 mg/dl ml/menit Intravena,
3x30 mg
Nomor pasien 91 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 39,64 Ketorolak,
L: <1,4 mg/dl 1,4 mg/dl ml/menit Intravena,
3x30 mg
Nomor pasien 119 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 28,76 Ketorolak,
L: <1,4 mg/dl 1,7 mg/dl ml/menit Intravena,
3x30 mg
Nomor pasien 123 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 35,87 Ketorolak,
P: <1,2 mg/dl 1,3 mg/dl ml/menit Intravena,
3x30 mg
Nomor pasien 45 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 35,87 Metoklopramid, Pasien dengan gangguan ginjal, direkomendasikan
P: <1,2 mg/dl 1,3 mg/dl ml/menit Intravena, melakukan penyesuaian dosis metoklopramid guna
3x10 mg menghindari akumulasi obat (Isola et al., 2021).
Nomor pasien 119 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 28,76 Metoklopramid,
L: <1,4 mg/dl Pada pasien dengan pembersihan kreatinin <40
1,7 mg/dl ml/menit Intravena,
ml/min, dosis metoklopramid diturunkan 50% dari
3x10 mg
Nomor pasien 123 Serum kreatinin: Serum kreatinin: dosis awal. Sedangkan, pada pasien dengan
35,87 Metoklopramid, pembersihan kreatinin <10 mL/min, dosis
P: <1,2 mg/dl 1,3 mg/dl ml/menit Intravena, metoklopramid diturunkan 75% dari dosis awal
3x10 mg (Medscape, 2021a).
8

Nomor pasien 41 Serum kreatinin: Serum kreatinin: 27,88 Nitrogliserin, Nitrogliserin memperlambat glomerular filtration rate
P: <1,2 mg/dl 2,1 mg/dl ml/menit Oral, dan meningkatkan blood urea nitrogen (Ng et al.,
3x2,5 mg 2012). Oleh sebab itu, penyesuaian dosis perlu
dilakukan pada pasien gagal ginjal yang menerima
nitrogliserin. Pada pasien dengan pembersihan
kreatinin 10—50 ml/menit, nitrogliserin
diadministrasikan 24—72 jam. Sedangkan pada pasien
dengan pembersihan kreatinin <10 ml/menit,
nitrogliserin diadministrasikan 72—96 jam
(Medscape, 2021b).

j. Regimen dosis yang diberikan terlalu jarang (C3.3)


Nomor Pasien Obat Rute Pemberian Regimen Dosis
Nomor pasien 119 Akarbosa Oral 2x50 mg
Nomor pasien 24, 37, 42, 55, 71, 89, 103, 104, 122, Gemfibrozil Oral 1x300 mg
124
Nomor pasien 38, 42, 53, 92, 103 Ketorolak Intravena 2x30 mg
Nomor pasien 1, 7, 10, 11, 36, 14, 16, 20, 8, 43, 27, Ketorolak Intravena 3x30 mg
31, 32, 34, 67, 45, 46, 47, 48, 50, 64, 65, 72, 75, 78,
84, 86, 87, 77, 91, 82, 96, 97, 98, 99, 100, 112, 118,
119, 123,
Nomor pasien 9, 24, 30, 37, 49, 79, 89, 113 Metamizol Intravena 2x500 mg
Nomor pasien 108 Metoklopramid Intravena 1x30 mg
Nomor pasien 6, 76 Ranitidin Intravena 1x50 mg
Nomor pasien 4, 5, 7, 9, 11, 12, 36, 14, 13, 16, 17, 19, Ranitidin Intravena 2x50 mg
20, 22, 23, 24, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 40, 41,
42, 45, 46, 47, 49, 50, 53, 54, 58, 59, 60, 2, 65, 69, 70,
8

72, 74, 75, 78, 79, 81, 83, 84, 85, 87, 89, 90, 92, 94,
97, 99, 100, 103, 116, 106, 106, 107, 109, 110, 112,
113, 118, 119, 121, 123, 125, 126, 115
Nomor pasien 12, 29, 83 Sitikolin Intravena 1x500 mg

k. Rekomendasi perbaikan regimen dosis yang diberikan terlalu jarang


Rekomendasi perbaikan regimen obat ini disadur dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011),
Ashley and Dunleavy (2014), European Medicines Agency (2018), Mahmoodi and Kim (2021), dan Rodriguez and Correa
(2021).
Obat Rute Pemberian Regimen Dosis Rekomendasi
Akarbosa Oral 2x50 mg Ashley and 3x50 mg
Dunleavy:
Gemfibrozil Oral 1x300 mg Rodiguez and 2x600 mg
Correa:

Ketorolak Intravena 2x30 mg Mahmoodi and Kim: 1x30 mg


Ketorolak Intravena 3x30 mg atau 4x30 mg
Metamizol Intravena 2x500 mg European Medicine 500—1.000 mg mg tiap 6-8
Agency: jam. Dosis maksimal 8.000
mg/hari
Metoklopramid Intravena 1x10 mg Ashley and 3x10 mg
Dunleavy:
Ranitidin Intravena 1x50 mg Ashley and 50 mg tiap 6—8 jam
Ranitidin Intravena 2x50 mg Dunleavy:
Sitikolin Intravena 1x500 mg PERDOSSI: 2x1.000 mg
9

l. Regimen dosis yang diberikan terlalu sering (C3.4)


Nomor Pasien Obat Rute Pemberian Regimen Dosis
Nomor pasien 3, 66 Amitriptilin Oral 2x25 mg
Nomor pasien 42 Bisakodil Oral 2x5 mg
Nomor pasien 54 Diltiazem Oral 2x100 mg
Nomor pasien 21, 24, 37, 89 Omeprazol Intravena 2x20 mg
Nomor pasien 52, 102 Omeprazol Intravena 2x40 mg
Nomor pasien 17, 85 Sitikolin Intravena 3x250 mg

m. Rekomendasi perbaikan regimen dosis yang diberikan terlalu sering


Rekomendasi perbaikan regimen obat ini disadur dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011),
Ashley and Dunleavy (2014), Bazroon and Alrashidi (2021), Lawrensia and Raja (2021), Mahmoodi and Kim (2021),
Medscape (2021c), Rodriguez and Correa (2021), Talreja and Cassagnol (2021), dan Thour and Marwaha (2021).
Obat Rute Pemberian Regimen Dosis Rekomendasi
Amitriptilin Oral 2x25 mg Thour and Marwaha: Untuk depresi pada orang dewasa:
1x25 mg
Bisakodil Oral 2x5 mg Lawrensia and Raja: 1x5—10 mg
Bisoprolol Oral 2x2,5 mg Bazroon and Alrashidi: 1x5—10 mg
Diltiazem Oral 2x100 mg Talreja and Cassagnol: Untuk hipertensi: 1x120—540 mg
Omeprazol Intravena 2x20 mg Medscape: 1x40 mg
Omeprazol Intravena 2x40 mg
Sitikolin Intravena 3x250 mg PERDOSSI: 2x1.000 mg
9

n. Durasi terapi terlalu pendek (C4.1)


Lama
Rute Regimen
Nomor Pasien Pemberian Obat Keterangan
Pemberian Dosis
Obat
Nomor pasien 27 24/10/2019 Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
21/10/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 45 26/6/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
4/7/2019 24/6/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 46 20/5/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
23/5/2019 18/5/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 79 8/11/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
12/11/2019 7/11/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 73 13/9/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
14/9/2019 12/9/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 91 17/8/2019 Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
14/8/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
9

Nomor pasien 92 14/5/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
16/5/2019 11/5/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 93 15/9/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
17/9/2019 13/9/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 105 9/9/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
11/9/2019 7/9/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 122 9/7/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
11/7/2019 8/7/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 123 26/6/2019— Alopurinol Oral 1x100 mg Pemeriksaan asam urat pasien dilakukan pada
4/7/2019 24/6/2019, sebaiknya administrasi alopurinol
dilakukan segera setelah nilai asam urat pasien
diketahui.
Nomor pasien 16 2/5/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
6/5/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 19 28/6/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
2/7/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
Nomor pasien 15 9/8/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
12/8/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 39 4/7/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
7/7/2019
9

Nomor pasien 40 8/3/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg


24/3/2019
Nomor pasien 44 27/6/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
30/6/2019
Nomor pasien 47 2/4/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
6/4/2019
Nomor pasien 55 7/11/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
8/11/2019
Nomor pasien 62 4/11/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
6/11/2019
Nomor pasien 71 18/4/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
21/4/2019
Nomor pasien 74 28/9/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
2/10/2019
Nomor pasien 78 2/8/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
6/8/2019
Nomor pasien 86 21/2/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
29/2/2019
Nomor pasien 97 28/12/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
31/12/2019
Nomor pasien 104 7/1/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
8/1/2019
Nomor pasien 111 3/4/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
5/4/2019
Nomor pasien 113 27/6/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
6/7/2019
Nomor pasien 120 30/11/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg
2/12/2019
9

Nomor pasien 127 3/4/2019— Amlodipin Oral 1x10 mg


5/4/2019
Nomor pasien 1 5/8/2019 Aspirin Oral 1x80 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
5/8/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(12/8/2019).
Nomor pasien 121 22/4/2019— Aspirin Oral 1x80 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
26/4/2019 21/4/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(26/4/2019).
Nomor pasien 114 6/10/2019 Aspirin Oral 1x80 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
6/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(12/10/2019).
Nomor pasien 83 7/10/2019— Aspirin Oral 1x80 mg Sejak dua hari lalu, tubuh pasien lemas. Administrasi
11/10/2019 aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan sejak
3/10/2019 hingga keluar rumah sakit (11/10/2019).
Nomor pasien 12 6/6/2019— Aspirin Oral 1x80 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
9/6/2019 3/6/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(10/6/2019).
Nomor pasien 3 29/7/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
1/8/2019 28/7/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(1/8/2019).
Nomor pasien 4 18/7/2019 Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
18/7/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/7/2019).
Nomor pasien 9 7/10/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
8/10/2019 7/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(12/10/2019).
Nomor pasien 12 3/6/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
5/6/2019 3/6/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
9

(10/6/2019).
Nomor pasien 14 20/4/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 2 hari ini, pasien tampak lemas.
23/4/2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
sejak pasien masuk IGD (18/4/2019) hingga keluar
rumah sakit (23/4/2019).
Nomor pasien 19 28/6/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 2 minggu lalu, sulit bicara dan badannya
2/7/2019 lemas. Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya
diberikan sejak pasien masuk IGD (27/6/2019)
hingga keluar rumah sakit (2/7/2019).
Nomor pasien 15 7/8/2019 Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
pasien masuk IGD (7/8/2019) hingga pasien keluar
rumah sakit (12/8/2019).
Nomor pasien 24 21/10/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari lalu, tangan dan kaki lemas.
25/20/2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
sejak pasien masuk IGD (20/10/2019) hingga keluar
rumah sakit (25/10/2019).
Nomor pasien 30 10/10/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Dua hari lalu, tersedak saat makan dan susah
14/10/2019 mengegrakkan tangan. Aspirin (antiplatelet) baiknya
diadministrasikan sejak pasien masuk IGD
(10/10/2019) hingga pasien keluar rumah sakit
(15/10/2019).
Nomor pasien 32 26/4/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak beberapa hari, tangan dan kaki pasien lemas.
29/4//2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
sejak pasien masuk IGD (24/4/2019) hingga keluar
rumah sakit (29/4/2019).
Nomor pasien 37 2/9/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 4 hari lalu, tangan dan kaki pasien lemas dan
6/9/2019 susah diajak bicara. Administrasi aspirin
(antiplatelet) baiknya diberikan sejak pasien masuk
9

IGD (1/9/2019) hingga keluar rumah sakit


(9/9/2019).
Nomor pasien 40 14/3/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan dari
21/3/2019 pasien masuk IGD (13/3/2019) hingga pasien keluar
rumah sakit (23/3/2019).
Nomor pasien 45 25/6/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari lalu, anggota gerak kiri pasien lemas.
4/7/2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
sejak pasien masuk IGD (24/6/2019) hingga keluar
rumah sakit (4/7/2019).
Nomor pasien 46 20/5/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari lalu, pasien mengeluh badannya lemas.
23/5/2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
sejak pasien masuk IGD (18/5/2019) hingga keluar
rumah sakit (23/5/2019).
Nomor pasien 47 2/4/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak kemarin lusa, anggota gerak kanan pasien
6/4/2019 lemas. Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya
diberikan sejak pasien masuk IGD (1/4/2019) hingga
keluar rumah sakit (6/4/2019).
Nomor pasien 52 21/11/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
23/11/2019 20/11/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(6/4/2019).
Nomor pasien 54 15/5/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
23/5/2019 15/5/2019 hingga keluar rumah sakit (24/5/2019).
Nomor pasien 60 22/7/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
25/7/2019 18/7/2019 hingga keluar rumah sakit (25/7/2019).
Nomor pasien 66 29/5/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
1/6/2019 28/5/2019 hingga keluar rumah sakit (1/6/2019).
Nomor pasien 74 28/9/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak seminggu lalu, pasien lemas dan sulit bicara.
2/10/2019 Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan
9

sejak 27/9/2019 hingga keluar rumah sakit


(2/10/2019).
Nomor pasien 84 20/5/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Selama 3 hari ini, tubuh pasien lemas dan wajahnya
23/5/2019 merot. Administrasi aspirin (antiplatelet) baiknya
diberikan sejak 18/5/2019 hingga keluar rumah sakit
(23/5/2019).
Nomor pasien 89 6/8/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 4 hari lalu, badan pasien lemas dan susah
9/8/2019 diajak komunikasi oleh keluarga. Administrasi
aspirin (antiplatelet) baiknya diberikan sejak pasien
masuk IGD (5/8/2019) hingga keluar rumah sakit
(9/8/2019).
Nomor pasien 90 15/12/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 2 hari lalu, tubuh pasien lemas dan kemarin
20/12/2019 susah bicara. Administrasi aspirin (antiplatelet)
baiknya sejak pasien masuk IGD (14/12/2019)
hingga keluar rumah sakit (20/12/2019).
Nomor pasien 95 7/9/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
9/9/2019 hingga pasien keluar rumah sakit (12/9/2019).
Nomor pasien 98 1/11/2019 Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
hingga pasien keluar rumah sakit (7/11/2019).
Nomor pasien 100 15/10/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari lalu, badan pasien lemas, afasia, pelo,
18/10/2019 dan tidak mau makan. Administrasi aspirin
(antiplatelet) baiknya diberikan sejak pasien masuk
IGD (13/20/2019) hingga keluar rumah sakit
(18/10/2019).
Nomor pasien 102 21/12/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
23/12/2019 20/12/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(23/12/2019).
Nomor pasien 107 21/2/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
9

25/2/2019 18/2/2019 hingga pasien keluar rumah sakit


(25/2/2019).
Nomor pasien 111 31/3/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari ini, kaki pasien lemas sehingga susah
5/4/2019 berjalan. Administrasi aspirin (antiplatelet)
baiknya diberikan sejak pasien masuk IGD
(30/3/2019) hingga keluar rumah sakit (5/4/2019).
Nomor pasien 118 11/9/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
15/9/2019 11/9/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(18/9/2019).
Nomor pasien 123 25/6/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Sejak 3 hari lalu, kepala pusing. Administrasi aspirin
26/6/2019 (antiplatelet) baiknya diberikan sejak pasien masuk
IGD (24/6/2019) hingga keluar rumah sakit
(4/7/2019).
Nomor pasien 124 29/8/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
31/8/2019 26/8/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(31/8/2019).
Nomor pasien 126 18/8/2019— Aspirin Oral 1x160 mg Aspirin (antiplatelet) baiknya diadministrasikan sejak
21/8/2019 14/8/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(21/8/2019).
Nomor pasien 59 15/7/2019— Atorvastatin Oral 0-0-10 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
20/7/2019 14/7/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 6 23/11/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
28/11/2019 22/11/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 7 12/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
16/10/2019 11/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
9

Nomor pasien 9 7/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
9/10/2019 8/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
diteruskan hingga pasien keluar rumah sakit.
Nomor pasien 21 17/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
19/10/2019 15/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 23 15/9/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
20/9/2019 14/9/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 38 4/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
10/10/2019 3/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 52 21/11/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
23/11/2019 19/11/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 55 3/11/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
4/11/2019 3/11/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 61 20/3/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
25/3/2019 19/3/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 71 16/4/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
17/4/2019 16/4/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
diteruskan hingga pasien keluar rumah sakit.
Nomor pasien 76 23/9/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
28/9/2019 22/9/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 81 16/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
1

22/10/2019 15/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin


dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 84 20/5/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
23/5/2019 18/5/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 93 14/9/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
17/9/2019 13/9/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 99 2/5/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
4/5/2019 31/3/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 102 21/12/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
23/12/2019 19/12/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 104 4/1/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
8/1/2019 3/1/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 109 14/4/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
17/4/2019 13/4/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 110 15/6/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
20/6/2019 14/6/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 114 5/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
6/10/2019 5/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
diteruskan hingga pasien keluar rumah sakit.
Nomor pasien 120 25/11/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
2/12/2019 24/11/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
10

dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.


Nomor pasien 125 11/4/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
16/4/2019 10/4/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 68 22/5/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
25/5/2019 21/5/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 115 7/11/2019— Atorvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
11/11/2019 6/11/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 26 22/10/2019— Atorvastatin Oral 0-0-40 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
24/10/2019 21/10/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 130 5/1/2019— Atorvastatin Oral 0-0-40 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
8/1/2019 4/1/2019, sebaiknya administrasi atorvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 41 20/3/2019— Bisoprolol Oral 1x2,5 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
23/3/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 44 29/6/2019— Bisoprolol Oral 1x2,5 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
30/6/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
Nomor pasien 45 28/64/2019— Bisoprolol Oral 1x2,5 mg antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
7/7/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 101 1/8/2021— Bisoprolol Oral 1x2,5 mg
6/8/2021
Nomor pasien 118 11/9/2019— Bisoprolol Oral 1x2,5 mg
15/9/2019
Nomor pasien 24 21/10/2019— Bisoprolol Oral 1x5 mg
25/10/2019
10

Nomor pasien 26 22/10/2019— Bisoprolol Oral 1x5 mg


24/10/2019
Nomor pasien 37 2/9/2019— Bisoprolol Oral 1x5 mg
6/9/2019
Nomor pasien 114 6/10/2019— Bisoprolol Oral 1x5 mg
12/10/2019
Nomor pasien 119 2/4/2019 Bisoprolol Oral 1x5 mg
Nomor pasien 122 10/7/2019— Bisoprolol Oral 1x5 mg
11/7/2019
Nomor pasien 12 4/6/2019— Bisoprolol Oral 2x2,5 mg Bisoprolol baiknya terus diadministrasikan sebab
10/6/2019 riwayat pengobatan pasien adalah konsumsi
bisoprolol untuk penyakit gagal jantung
Nomor pasien 54 19/5/2019— Diltiazem Intravena 2x100 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
23/5/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
Nomor pasien 122 8/7/2019 Diltiazem Intravena 1x50 mg penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
pasien terkontrol.
Nomor pasien 24 21/10/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
25/10/2019 20/10/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 37 2/9/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
6/9/2019 1/9/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 55 5/11/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
8/11/2019 3/11/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 71 18/4/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
10

21/4/2019 16/4/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil


dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 89 6/8/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
9/8/2019 5/8/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 103 24/3/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
26/3/2019 21/3/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 104 5/1/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
8/1/2019 3/1/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 122 9/7/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
11/7/2019 8/7/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 124 27/8/2019— Gemfibrozil Oral 0-300 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
31/8/2019 25/8/2019, sebaiknya administrasi gemfibrozil
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 1 10/8/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0 Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
12/8/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 10 22/1/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0 memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
29/1/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
Nomor pasien 16 4/5/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0 antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
6/5/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 31 16/5/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0
18/5/2019
Nomor pasien 40 19/3/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0
24/3/2019
Nomor pasien 59 20/7/2019 Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0
10

Nomor pasien 64 8/8/2019— Hidroklorotiazid Oral 25 mg-0-0


13/8/2019
Nomor pasien 7, 27, 40, 54, 71, 75, Insulin aspart Subkutan Pemberian insulin baiknya dilakukan setelah kadar
91, 96, 119, 120, 122 glukosa darah pasien diketahui lalu dilanjutkan
hingga pasien keluar rumah sakit.
Nomor pasien 7, 27, 40, 54, 75, 91, Insulin detemir Subkutan Pemberian insulin baiknya dilakukan setelah kadar
119, 120, 3, 4, 13, 18, 19, 22, 28, glukosa darah pasien diketahui lalu dilanjutkan
33, 38, 42, 45, 55, 62, 66, 69, 74, hingga pasien keluar rumah sakit.
80, 81, 94, 100, 104, 123, 127, 129,
115
Nomor pasien 71, 96, 120, 4, 9, 30, Insulin glarglin Subkutan Pemberian insulin baiknya dilakukan setelah kadar
49, 79, 111, 120 glukosa darah pasien diketahui lalu dilanjutkan
hingga pasien keluar rumah sakit.
Nomor pasien 3, 4, 9, 13, 18, 19, Insulin glulisin Subkutan Pemberian insulin baiknya dilakukan setelah kadar
22, 28, 30, 33, 38, 42, 45, 49, 55, glukosa darah pasien diketahui lalu dilanjutkan
62, 66, 69, 74, 79, 80, 81, 94, 100, hingga pasien keluar rumah sakit.
104, 111, 120, 123, 127, 129, 115
Nomor pasien 23 14/9/2019 Irbesartan Oral 1x300 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
yang tidak menerima alteplase intravena dan
memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan
Nomor pasien 90 14/12/2019 Irbesartan Oral 1x300 mg target penurunan 15% selama 24 jam pertama.
Pemberian
antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
pasien terkontrol.
Nomor pasien 87 4/11/2019— Kandesartan Oral 0-0-16 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
6/11/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 69 19/8/2019— Kandesartan Oral 0-0-16 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
20/8/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
10

Nomor pasien 4 19/7/2019— Kandesartan Oral 0-0-16 mg antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
20/7/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 20 4/8/2019— Kandesartan Oral 0-0-16 mg
6/8/2019
Nomor pasien 55 4/11/2019— Kandesartan Oral 0-0-16 mg
8/11/2019
Nomor pasien 8 6/9/2019 Kaptopril Oral 1x25 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
Nomor pasien 29 22/6/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg yang tidak menerima alteplase intravena dan
27/6/2019 memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
Nomor pasien 47 2/4/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
6/4/2019 antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
Nomor pasien 61 20/3/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg pasien terkontrol.
25/3/2019
Nomor pasien 82 4/2/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg
6/2/2019
Nomor pasien 95 9/9/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg
12/9/2019
Nomor pasien 98 2/11/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg
7/11/2019
Nomor pasien 106 2/11/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg
4/11/2019
Nomor pasien 68 22/5/2019— Kaptopril Oral 1x25 mg
25/5/2019
Nomor pasien 114 6/10/2019 Kaptopril Oral 3x12,5 mg
Nomor pasien 1 5/8/2019— Kaptopril Oral 2x25 mg
9/8/2019
Nomor pasien 13 22/4/2019 Kaptopril Oral 3x25 mg
Nomor pasien 20 28/7/2019— Kaptopril Oral 3x25 mg
10

3/8/2019
Nomor pasien 34 1/8/2019— Kaptopril Oral 3x25 mg
7/8/2019
Nomor pasien 35 19/12/2019 Kaptopril Oral 3x25 mg

Nomor pasien 81 20/10/2019— Kaptopril Oral 3x25 mg


22/10/2019
Nomor pasien 87 28/10/2019— Kaptopril Oral 3x25 mg
3/11/2019
Nomor pasien 83 8/10/2019— Karvedilol Oral 2x25 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
11/10/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
pasien terkontrol.
Nomor pasien 24 24/10/2019— Klonidin Oral 3x0,15 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
25/10/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
Nomor pasien 37 5/9/2019— Klonidin Oral 3x0,15 mg penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
6/9/2016 antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
pasien terkontrol.
Nomor pasien 1 8/8/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
12/8/2019 sejak pasien masuk IGD (6/8/2019) hingga pasien
keluar rumah sakit (12/8/2019).
Nomor pasien 36 21/8/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
22/8/2019 sejak 19/8/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/8/2019).
10

Nomor pasien 13 18/4/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
22/4/2019 sejak 16/4/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/4/2019).
Nomor pasien 20 1/8/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak 3 hari lalu, kepala pusing dan setengah badan
6/8/2019 lemas. Administrasi klopidogrel (antiplatelet)
baiknya dilakukan sejak pasien masuk IGD
(28/7/2019) hingga keluar rumah sakit (6/8/2019).
Nomor pasien 8 3/9/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak seminggu lalu, anggota gerak kanan lemas dan
6/9/2019 sejak kemarin susah bicara. Administrasi klopidogrel
(antiplatelet) baiknya dilakukan sejak pasien masuk
IGD (1/9/2019) hingga keluar rumah sakit
(6/9/2019).
Nomor pasien 43 25/10/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
27/10/2019 sejak 22/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(27/10/2019).
Nomor pasien 34 5/8/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak seminggu lalu, susah bicara dan sejak kemarin
10/8/2019 susah beraktivitas. Administrasi klopidogrel
(antiplatelet) baiknya dilakukan sejak pasien masuk
IGD (1/8/2019) hingga keluar rumah sakit
(10/8/2019).
Nomor pasien 67 7/10/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
10/10/2019 sejak 5/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(10/10/2019).
Nomor pasien 45 26/6/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak 3 hari lalu, anggota gerak kiri lemas.
4/7/2019 Administrasi klopidogrel (antiplatelet) baiknya
dilakukan sejak pasien masuk IGD (24/6/2019)
hingga keluar rumah sakit (4/7/2019).
Nomor pasien 59 18/7/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
10

20/7/2019 sejak 15/7/2019 hingga pasien keluar rumah sakit


(20/7/2019).
Nomor pasien 2 24/7/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
26/7/2019 sejak 22/7/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(26/7/2019).
Nomor pasien 65 21/1/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
22/1/2019 sejak 19/1/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/1/2019).
Nomor pasien 81 18/10/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
22/10/2019 sejak 16/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/10/2019).
Nomor pasien 87 1/11/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
6/11/2019 sejak 29/10/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(6/11/2019).
Nomor pasien 77 25/4/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
27/4/2019 sejak 22/4/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(27/4/2019).
Nomor pasien 82 3/2/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
6/2/2019 sejak 2/2/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(6/2/2019).
Nomor pasien 95 9/9/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
12/9/2019 sejak 8/9/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(12/9/2019).
Nomor pasien 98 2/11/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
7/11/2019 sejak 1/11/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(7/11/2019).
Nomor pasien 116 28/8/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
30/8/2019 sejak 26/82019 hingga pasien keluar rumah sakit
10

(30/8/2019).
Nomor pasien 110 16/6/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
20/6/2019 sejak 15/6/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(20/6/2019).
Nomor pasien 112 21/1/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Klopidogrel (antiplatelet) baiknya diadministrasikan
22/1/2019 sejak 19/1/2019 hingga pasien keluar rumah sakit
(22/1/2019).
Nomor pasien 119 1/4/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak 2 hari lalu, tubuh bagian kiri lemas.
2/4/2019 Administrasi klopidogrel (antiplatelet) baiknya
dilakukan sejak pasien masuk IGD (28/3/2019)
hingga keluar rumah sakit (2/4/2019).
Nomor pasien 123 27/6/2019— Klopidogrel Oral 1x75 mg Sejak 3 hari lalu, badan lemas. Administrasi
4/7/2019 klopidogrel (antiplatelet) baiknya dilakukan sejak
pasien masuk IGD (24/6/2019) hingga keluar rumah
sakit (4/7/2019).
Nomor pasien 26 24/20/2019 Lisinopril Oral 1x5 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
Nomor pasien 88 24/6/2019 Lisinopril Oral 1x5 mg yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 125 13/4/2019— Lisinopril Oral 1x5 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
16/4/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
Nomor pasien 86 22/2/2019— Lisinopril Oral 2x5 mg antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
29/2/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 71 17/4/2019— Lisinopril Oral 1x10 mg
21/4/2019
Nomor pasien 92 12/5/2019— Lisinopril Oral 1x10 mg
16/5/2019
Nomor pasien 104 4/1/2019— Lisinopril Oral 1x10 mg
8/1/2019
Nomor pasien 117 22/8/2019— Lisinopril Oral 1x10 mg
11

29/8/2019
Nomor pasien 24 22/10/2019— Nifedipin Oral 1x30 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
23/20/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 31 14/5/2019— Nifedipin Oral 2x20 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan target
18/5/2019 penurunan 15% selama 24 jam pertama. Pemberian
Nomor pasien 37 3/9/2019— Nifedipin Oral 1x30 mg antihipertensi dilanjutkan hingga tekanan darah
6/9/2019 pasien terkontrol.
Nomor pasien 89 6/8/2019— Nifedipin Oral 1x30 mg
9/8/2019
Nomor pasien 118 16/9/2019— Parasetamol Oral 4x500 mg Gejala sakit kepala dialami pasien sejak 14/9/2019—
18/9/2019 18/9/2019. Administrasi parasetamol (analgesik
antipiretik) baiknya dilakukan 14/9/2019—
18/9/2019.
Nomor pasien 123 25/6/2019 Parasetamol Oral 3x1.000 mg Gejala pusing dialami pasien sejak 25/6/2019 hingga
26/6/2019. Administrasi parasetamol (analgesik
antipiretik) baiknya dilakukan 25/6/2019—
26/6/2019.
Nomor pasien 1, 3, 67, 98, 5, 6, 7, Pirasetam Intravena 3x3.000 mg Pemberian pirasetam sebagai neuroptrotektan, tidak
9, 11, 36, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, dianjurkan oleh Persatuan Dokter Spesialif Saraf
15, 8, 21, 22, 23, 24, 25, 43, 26, 27, Indonesia sebab tidak menunjukkan benefit.
28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 67,
39, 40, 41, 44, 45, 46, 47, 49, 50,
52, 53, 54, 57, 59, 62, 63, 64, 65,
66, 69, 70, 72, 74, 75, 76, 78, 79,
80, 81, 84, 85, 87, 88, 77, 89, 90,
73, 91, 92, 82, 94, 95, 96, 97, 98,
100, 102, 103, 106, 108, 109, 110,
11

111, 112, 113, 117, 118, 119, 121,


122, 123, 125, 126, 127, 128, 68,
129, 130
Nomor pasien 12 4/6/2019— Ramipril Oral 1x5 mg Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
10/6/2019 yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 16 4/5/2019— Ramipril Oral 1x5 mg memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan
6/5/2019 target penurunan 15% selama 24 jam pertama.
Nomor pasien 78 4/8/2019— Ramipril Oral 1x5 mg Pemberian antihipertensi dilanjutkan hingga
6/8/2019 tekanan darah pasien terkontrol.
Nomor pasien 97 30/12/2019— Ramipril Oral 1x5 mg
31/12/2019
Nomor pasien 2 22/7/2019— Simvastatin Oral 0-0-10 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
26/7/2019 21/7/2019, sebaiknya administrasi simvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 116 26/8/2019— Simvastatin Oral 0-0-10 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
30/8/2019 25/8/2019, sebaiknya administrasi simvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 7 15/10/2019— Simvastatin Oral 0-0-20 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
16/10/2019 11/10/2019, sebaiknya administrasi simvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 6 25/11/2019— Simvastatin Oral 0-0-40 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
28/11/2019 22/11/2019, sebaiknya administrasi simvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 76 25/9/2019— Simvastatin Oral 0-0-40 mg Pemeriksaan profil lipid pasien dilakukan pada
28/9/2019 22/9/2019, sebaiknya administrasi simvastatin
dilakukan segera setelah profil lipid pasien diketahui.
Nomor pasien 12 3/6/2019 Sitikolin Intravena 1x500 mg Pemberian sitikolin sebagai neuroprotektan, baiknya
Nomor pasien 29 21/6/2019 Sitikolin Intravena 1x500 mg dilakukan selama setidaknya 2 hari dihitung sejak
11

Nomor pasien 83 3/10/2019 Sitikolin Intravena 1x500 mg pasien masuk rumah sakit.
Nomor pasien 14 31/5/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Nomor pasien 58 31/5/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Nomor pasien 61 19/3/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Nomor pasien 84 20/5/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Nomor pasien 101 31/7/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Nomor pasien 106 31/10/2019 Sitikolin Intravena 2x1.000 mg
Suplemen Pemberian suplemen vitamin B baiknya diberikan
vitamin B saat pasien di instalasi gawat darurat hingga keluar
rumah sakit.
Nomor pasien 12 10/6/2019 Spironolakton Oral 25-0-0 Pemberian antihipertensi pada pasien stroke iskemik
yang tidak menerima alteplase intravena dan
Nomor pasien 45 28/6/2019— Spironolakton Oral 25-0-0
memiliki komorbiditas bisa dilakukan dengan
4/7/2019
target penurunan 15% selama 24 jam pertama.
Nomor pasien 83 8/10/2019— Spironolakton Oral 25-0-0 antihipertensi
Pemberian dilanjutkan hingga tekanan darah
11/10/2019
pasien terkontrol.
Nomor pasien 110 17/6/2019— Spironolakton Oral 25-0-0
20/6/2019
Nomor pasien 119 1/4/2019— Spironolakton Oral 25-0-0
2/4/2019
Nomor pasien 121 23/4/2019— Spironolakton Oral 25-0-0
24/4/2019
Nomor pasien 122 10/7/2019— Spironolakton Oral 25-0-0
11/7/2019
Nomor pasien 12 10/6/2019 Spironolakton Oral 25-0-0

Nomor pasien 45 28/6/2019— Spironolakton Oral 25-0-0


4/7/2019
11

o. Durasi terapi terlalu lama


(C4.2)
Obat yang Rut Regimen
Lama e
Nomor Pasien Pemberian Keterangan
Obat Diberikan Pemberian Dosis
Nomor pasien 24 19/9/2019— Metamizol Intravena 2x500 mg Obat antiinflamasi non-steroid, seperti metamizol,
21/9/2019 diberikan hanya saat stroke iskemik akut.
Nomor pasien 37 1/9/2019— Metamizol Intravena 2x500 mg Administrasi metamizol lebih lama, baiknya
3/9/2019 dilakukan hanya saat pasien memiliki indikasi jelas.
Nomor pasien 89 5/8/2019— Metamizol Intravena 2x500 mg
8/8/2019
Nomor pasien 113 24/6/2019— Metamizol Intravena 2x500 mg
6/6/2019
Nomor pasien 24 21/10/2019— Omeprazol Intravena 2x20 mg Pemberian omeprazol (penghambat pompa proton)
25/10/2019 sebagai profilaksis pendarahan gastrointestinal
Nomor pasien 37 2/9/2019— Omeprazol Oral 2x20 mg baiknya hanya dilakukan saat pasien critically ill (di
6/9/2019 instalasi gawat darurat).
Nomor pasien 89 6/8/2019— Omeprazol Oral 2x20 mg
9/8/2019
Nomor pasien 52 19/11/2019— Omeprazol Oral 2x40 mg
23/11/2019
Nomor pasien 102 19/12/2019— Omeprazol Oral 2x40 mg
23/12/2019
Nomor pasien 9 7/10/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
10/10/2019
Nomor pasien 43 21/10/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
22/10/2019
Nomor pasien 30 10/10/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
13/10/2019
11

Nomor pasien 33 16/6/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg


17/6/2019
Nomor pasien 67 4/10/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
5/10/2019
Nomor pasien 49 7/3/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
10/3/2019
Nomor pasien 51 4/1/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
6/4/2019
Nomor pasien 77 21/4/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
22/4/2019
Nomor pasien 92 12/5/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
16/52019
Nomor pasien 113 26/6/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
30/6/2019
Nomor pasien 114 5/10/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
6/10/2019
Nomor pasien 121 22/6/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
26/4/2019
Nomor pasien 124 25/8/2019— Omeprazol Intravena 1x40 mg
31/8/2019
Nomor pasien 87 28/10/2019— Parasetamol Oral 3x500 mg Pada 30/10/2019, pasien sudah tidak mengeluh
30/10/2019 pusing, sebaiknya pemberian parasetamol dihentikan.
Nomor pasien 14 14/8/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg Pemberian ranitidin (antagonis reseptor H2) sebagai
15/8/2019 profilaksis pendarahan gastrointestinal baiknya
Nomor pasien 17 21/5/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg hanya dilakukan saat pasien critically ill (di instalasi
22/5/2019 gawat darurat).
Nomor pasien 20 28/7/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
29/7/2019
11

Nomor pasien 32 24/4/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg


25/4/2019
Nomor pasien 42 19/3/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
26/3/2019
Nomor pasien 45 24/6/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
4/7/2019
Nomor pasien 46 18/5/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
19/5/2019
Nomor pasien 60 17/7/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
20/7/2019
Nomor pasien 84 18/5/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
19/5/2019
Nomor pasien 85 21/10/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
22/10/2019
Nomor pasien 87 28/10/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
29/10/2019
Nomor pasien 107 17/2/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
20/2/2019
Nomor pasien 113 24/6/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
6/7/2019
Nomor pasien 119 28/3/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
31/3/2019
Nomor pasien 126 13/8/2019— Ranitidin Intravena 2x50 mg
16/8/2019
Nomor pasien 43 21/10/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg Obat antiinflamasi non-steroid, seperti metamizol,
22/10/2019 diberikan hanya saat stroke iskemik akut.
Nomor pasien 32 24/4/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg Administrasi ketorolak lebih lama, baiknya dilakukan
25/4/2019 hanya saat pasien memiliki indikasi jelas.
11

Nomor pasien 67 4/10/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg


5/10/2019
Nomor pasien 46 18/5/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg
19/5/2019
Nomor pasien 84 18/5/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg
19/5/2019
Nomor pasien 87 28/10/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg
29/10/2019
Nomor pasien 77 21/4/2019— Ketorolak Intravena 3x30 mg
22/4/2019

p. Obat diadministrasikan melalui rute yang salah (C6.6)


Obat yang
Nomor Pasien Rute
Diberikan Keterangan
Pemberian
Nomor pasien 1, 3, 4, 5, 6, 10, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 29, 32, 40, Mersibion Intravena Mersibion diadministrasikan
41, 45, 48, 51, 53, 54, 56, 58, 60, 66, 69, 70, 72, 74, 76, 79, 80, 81, melalui intramuskular
83, 92, 93, 96, 97, 98, 100, 101, 103, 106, 107, 111, 113, 118, 68
Nomor pasien 1, 4, 10, 18, 43, 27, 28, 33, 67, 40, 45, 50, 53, 61, Neurosanbe Intravena Neurosanbe diadministrasikan
62, 64, 80, 86, 77, 91, 99, 103 melalui intramuskular

j. Tidak ada atau tidak memadainya monitoring outcome (C9.1)


Nomor Pasien Monitoring Keterangan
Nomor pasien 3, 4, 7, 9, 13, 18, 19, 22, Kadar glukosa darah pada pasien Pemantauan kadar glukosa darah pada pasien
28, 30, 33, 38, 40, 42, 45, 49, 54, 55, 62, diabetes melitus yang mendapatkan diabetes melitus yang mendapat insulin atau obat
66, 69, 71, 74, 75, 79, 80, 81, 94, 96, 100, insulin atau obat hipoglikemik oral hipoglikemik oral baiknya dilakukan rutin untuk
11

104, 111, 119, 120, 123, 127, 129, 115 menghindari hipoglikemia dan mengetahui
efektivitas pengobatan yang dilakukan.
Nomor pasien 1, 12, 40, 59, 64, 4, 45, 53, Serum kreatinin pada pasien Pemantauan serum kreatinin pada pasien gagal
60, 69, 92, 107, 110, 119, 120, 125, 19 gagal ginjal yang mendapatkan ginjal yang mendapat obat antihipertensi baiknya
terapi antihipertensi dilakukan rutin untuk mengetahui efektivitas
pengobatan yang dilakukan.
Nomor pasien 9, 27, 45, 46, 49, 79, 73, Serum urat pada pasien Pemantauan serum urat pada pasien
91, 92, 93, 105, 122, 123 hiperurisemia yang mendapatkan hiperurisemia yang mendapat alopurinol
alopurinol baiknya dilakukan rutin untuk mengetahui
efektivitas pengobatan yang dilakukan.
Nomor pasien 45 Serum digoksin pada pasien Penggunaan sukralfat oral dengan digoksin oral
yang mendapatkan digoksin oral mampu menurunkan serum digoksin di darah
dan sukralfat oral secara antara 20%--40%. Evaluasi serum digoksin
bersamaan sebelum dan selama digoksin oral dan sukralfat
oral diadministrasikan baiknya dilakukan rutin.
Lampiran 5 Analisis Deskriptif Demografi Pasien Stroke Iskemik

11
11
Lampiran 6 Analisis Deskriptif DRPs Kategori

11
Lampiran 7 Analisis Deskriptif DRPs Kategori

12
Lampiran 8 Surat Rekomendasi Permintaan Data oleh Badan Kesatuan
Politik, dan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Blitar

12
Lampiran 9 Lembar Disposisi RSUD Mardi Waluyo, Kota

12
12

Anda mungkin juga menyukai