2.NIM : 2021060029 3.MK : Ibadah Akhlak dan Muamalah 4.Prodi : S1 Kebidanan Reguler B
NO Hari/Tanggal Pemateri Materi Kajian
1 Kamis/ 2 Puji Handoko, S.Ag, M.Pd Konsep Mahram Desember Adalah orang perempuan atau laki-laki yang 2021 masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan,sesusuan atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah diantara keduanya. Dari definisi diatas, dapat diketahui bahwa hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab yaitu: keturunan, susuan, dan perkawinan. Mahram sebab Keturunan Berdasarkan{Q.S. an-Nisa (4): 23} dapat diketahui bahwa orang-orang yang termasuk mahram, yaitu yang tidak boleh dinikahi dengan sebab keturunan ada 7 golongan, yaitu : a. Ibu b. Anak perempuan c. Saudara perempuan d. Saudara perempuan ayah (bibi) e. Saudara perempuan ibu (bibi) f. Anak perempuan dari saudara laki- laki(keponakan) g. Anak peremuan dari saudara perempuan (keponakan) Mahram sebab susuan Mahram sebab susuan ada 7 golongan, sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Katsir. (Tafsir Qur’anil ‘azhim, 1/511). Dari Ibnu ‘Abbas r.a. (diriwayatkan), dia berkata bahwa Nabi saw bersabda tentang putri Hamzah: Dia tidak halal bagiku, darah susuan mengharamkan seperti apa yamh diharamkan oleh darah keturunan. Dan dia adalah putri saudara sepersusuanku (Hamzah) [H.R. al- Bukhari] Al-Qur’an menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan yaitu yang terdapat pada Q.S. an-Nisa (4):23 ‘ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara- saudara perempuan sepersusuan”. Akhirat [H.R. Ibnu Majah] Mahram sebab Perkawinan Mahram sebab perkawinan ada 6 golongan: 1. Pertama : ibu, ibu istrimu (mertua) {Q.S. an-Nisa (4): 23} 2. Kedua : istri, istri anak kandungmu (menantu) {Q.S. an-Nisa (4): 23} 3. Ketiga : anak, anak istrimu yang dalampemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri {Q.S. an-Nisa (4): 23} 4. Keempat : Menurut Jumhun termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaan seseorang mempunyai hubungan mahram dengannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum di campuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya setelah bercerai dengan ibunya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad nikah, walaupun si putri belum dicampuri, kalau sudah akan nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi istrinya. Janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri) {Q.S. an-Nisa (4): 22}”wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya akad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya. 5. Kelima : menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara{Q.S. an- Nisa (4): 23} Rasulullah saw melarang menghimpunkan dalam perkawinan antar perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi saw bersabda: tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya (H.R. Muslim) 6. Keenam: diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami{Q.S. an-Nisa (4): 24}”...dan (dilarang juga menikahi) perempuan-perempuan yang telah bersuami di antara kalian...” Mahram sebab keturunan dan susuan bersifat abadi, sedangkan mahram sebab pernikahan selama sebab pelarangnya masih ada maka masih berlaku status mahramnya. Sebagai contoh, dalam soal menikahi perempuan yang sudah bersuami, selama masih ada ikatan pernikahan dengan orang lain, perempuan itu tidak boleh dinikahi sampai ia bercerai, baik cerai mati maupun cerai hidup. Contoh lain menikahi perempuan yang masih dalam masa iddah, haram hukumnya, dan baru halal dinikahi ketika masa iddahnya telah habis.
Mahram Kaitannya dengan Aurat
Ada beberapa ketentuan dalam agam islam yang berkaitan dengan mahram, selain dari larangan menikahi. Diantaranya batasan aurat perempuan bagi mahram abadi adalah seluruh badan selain wajah, kepala, leher dan betis (dibawah lutut). Sedangkan untuk mahram mu’aqqad (tidak abadi) adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Adapun aurat laki-laki bagi mahrom dan selain mahrom antara pusar dan lutut. Hadis Nabi Muhammad saw: Rasulullah saw bersabda kepada Asma: Wahai Asma sesungguhnya perempuan yang sudah haid tidak boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini, dan beliau mengisyaratkan kepada wajah dan kedua telapak tangannya [H.R. Abu Dawud]. Disamping itu, pada dasarnya setiap orang tidak dilarang berduaan dengan mahramnya. Namun akan lebih baik jika dia mengusahakan untk tidak berduaan dalam satu kamar, khususnya dengan mahram mu’aqqad (ipar atau bibi istri) untuk suatu hal yang tidak penting demi menyelamatkan diri dari fitnah. Yang diperbolehkan melihat aurat selain yang memiliki hubungan mahram adalah wanita- wanita islam, budak-budak dan pelayan laki- laki yang tidak mempunyai keinginannterhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Adapun batasan auratnya yaitu sebagaimana tercantum diatas, aurat perempuan bagi mahram abadi adalah seluruh badan selain wajah, kepala, leher dan betis (dibawah lutut) sedangkan untuk mahram mu’aqqad (tdak abadi) adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Aurat laki- laki bagi mahram dan selain mahram adalah antara pusat dan lutut. Etika Interaksi Orang Tua Asuh dengan Anak Asuh Adapun mengenai anak asuh yang sama sekali tidak dimungkinkan untuk terjadi hubungan mahram antara orang tua dan anak asuhnya, maka tentu hukumnya mengikuti hukum bukan mahram atau seperti orang lain pada umumnya. Namun, karena orang tua dan anak asuh tinggal bersama sangat lama, sebagai contoh bayi yang diterlantarkan oleh orang tuanya dan tidak ditemukan identitas orang tuanya sehingga terpaksa dirawat sejak bayi hingga dewasa, maka jika seluruh hukum “mahram” diterapkan akan terjadi kesusahan. Dalam hal ini perlu diberikan solusi terbaik agar tidak menjadi masyaqqah (memberatkan) bagi orang tua asuh maupun anak asuhnya terutama pada masalah menutup aurat dan yang sejenis dengan itu seperti orang tua asuh menjabat tangan anak asuh, anak asuh mencium tangan orang tua asuh, orang tua dan anak asuh saling bercengkerama sesuai aturan kesopanan anak- orang tua dan lain-lainnya yang tidak mengarah kepada “zina”.