Anda di halaman 1dari 36

POKOK BAHASAN 2

PENYUSUNAN WICARA PUBLIK

1. RASIONAL

Pengetahuan dan pemahaman tentang penyusunan wicara publik


merupakan modal dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum mereka
melakukan praktik presentasi di depan kelas. Hal ini disebabkan bahwa
pemahaman tentang teori yang berkaitan dengan penyusunan wicara publik
tersebut merupakan penuntun mahasiswa mendalami tahap-tahap penyusunan
wicara publik dan menggunakan diksi yang tepat dalam wicara publik.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti sajian tentang topik wicara publik ini diharapkan


mahasiswa dapat: (1) menyusun wicara publik berdasarkan tahap-tahap
penyusunan wicara publik; (2) mengunakan kata-kata yang tepat dalam
melakukan wicara publik.

3. BAHAN AJAR

Tahap Penyusunan Wicara publik


Kadang-kadang kita mendengar seseorang yang berwicara publik
panjang tanpa memperoleh apa-apa daripadanya selain kelelahan dan
kebosanan. Ini biasanya pembicara mempunyai bahan yang banyak tetapi tidak
mampu mengorganisasikannya. Pakaian yang acak-acakan menjengkelkan
penonton, betapapun mahalnya bahan yang dipergunakan. Wicara publik yang
tidak teratur bukan saja menjengkelkan penonton, tetapi membingungkan
pembicaraannya itu sendiri.
Dalam pokok bahasan ini, kita akan mempelajari berbagai hal dalam
menyusun wicara publik. Kita mungkin sudah memperkirakan strategi
komunikasi lisan. Pokok pembicaraan dan tujuan sudah jelas. Daya tarik motif
sudah ditetapkan. Bahan sudah diperbanyak. Tindakan berikutnya ialah
mengatur semuanya itu dalam komposisi wicara publik yang menarik. Pada

1
pokok bahasan ini akan dibicarakan prinsip-prinsip komposisi wicara publik,
teknik-teknik penyusunan pesan, dan teknik membuat garis-besar wicara
publik. Bila tentara bermain-main dengan peluru, maka orator berkecimpung
dalam kata-kata. Pada pokok bahasan ini akan diuraikan penggunaan bahasa
dan pemilihan kata-kata, untuk memungkinkan kita memperoleh kefasihan yang
memukau.

Prinsip-Prinsip Komposisi Wicara publik


Ada berbagai macam cara menyusun pesan, wicara publik, tetapi
semuanya harus didasari dengan tiga prinsip komposisi. Prinsip-prinsip ini
mempengaruhi seluruh organisasi pesan. Prinsip-prinsip ini ialah kesatuan
(unity), pertautan (coherence) dan titik-berat (empahis).

Kesatuan (unity)
Di dalam tubuh manusia, misalnya, seluruh tubuh manusia harus
merupakan kesatuan yang tidak dapat diceraiberaikan. Anggota yang satu
melengkapi anggota yang lain. Hilangnya satu bagian anggota tubuh
menyebabkan bentuk yang rusak dan tidak lengkap. Komposisi yang baik barus
merupakan kesatuan yang utuh. Ini meliputi kesatuan dalam isi, tujuan dan
sifat. Di dalam isi, harus ada gagasan tunggal yang mendominasi seluruh
uraian, yang menentukan dalam pemilihan bahan-bahan penunjang. Komposisi
juga harus mempunyai satu macam tujuan. Satu di antara yang tiga-menghibur,
memberitahukan, dan mempengaruhi harus dipilih. Dalam presentasi persuasif
boleh saja kita menyampaikan cerita-cerita lucu, sepanjang cerita lucu itu
menambah daya persuasi. Dalam presentasi informatif, anekdot dipergunakan
dengan pertimbangan dapat memperjelas uraian.
Kesatuan juga harus tampak dalam sifat pembicaraan (mood). Sifat ini
mungkin serius, informal, formal, anggun atau bermain-main. Kalau Kita
memilih sifat informal, maka suasana formalitas harus mendominasi seluruh
uraian. Ini menentukan pemilihan bahan, gaya bahasa atau pemilihan kata-
kata. Misalnya dalam suasana informal, gaya wicara publik seperti bercakap-
cakap (conversational) dan akrab (intimate).

2
Untuk mempertahankan kesatuan ini bukan saja diperlukan ketajaman
pemikiran, tetapi juga kemauan kuat untuk membuang hal-hal yang mubazir.
Seringkali orang digoda untuk memasukkan bahan yang menarik, walaupun
kurang berfaedah. Kurangnya kesatuan akan menyebabkan pendengar
menggerutu, “ngawur“ bertele-tele, tidak jelas apa yang dibicarakan, “meloncat-
loncat“.

Pertautan (coherence)
Pertautan menunjukkan urutan bagian uraian yang berkaitan satu sama
lain. Pertautan menyebabkan perpindahan dari pokok yang satu kepada pokok
yang lainnya berjalan lancar. Sebaliknya, hilangnya pertautan menimbulkan
gagasan yang tersendat-sendat atau khalayak tidak mampu menarik gagasan
pokok dari seluruh pembicaraan. Ini biasanya disebabkan perencaaan tidak
memadai, pemikiran yang ceroboh, dan penggunaan kata-kata yang jelek.
Untuk memelihara pertautan dapat dipergunakan tiga cara: ungkapan
penyampung (connective phrases), paralelisme dan gema (echo). Ungkapan
penyampung adalah sebuah kata atau lebih yang digunakan untuk merangkai
bagian-bagian. Berikut ini adalah contoh-contohnya:
Karena itu, walaupun jadi, selain itu, sebaiknya, misalnya sebagai contoh dengan
perkataan lain, sebagai ilustrasi, bukan saja ..., tetapi juga ... tidak berbeda dengan ini ...,
akibat semuanya ini ..., dan yang terpenting dari semuanya ini, .., hal-hal tersebut perlu
diperhatikan..., demikian ... contoh berikutnya ialah ..., dst.

Paralisme ialah menyejajarkan struktur kalimat yang sejenis dengan


ungkapan yang sama untuk setiap pokok pembicaraan. Misalnya, “Pemuka
pendapat memiliki empat ciri: Ia mengetahui lebih banyak, ia berpendidikan
lebih tinggi, ia mempunyai status yang lebih terhormat, dibandingkan dengan
anggota masyarakat yang lain“.
Gema (echo) berarti kata atau gagasan dalam kalimat terdahulu diulang
kembali pada kalimat baru. Pada contoh di bawah ini, yang dicetak miring
adalah “gema“.
Ketiga hal tersebut di atas menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Yang disebut
terakhir, yaitu masyarakat, amat banyak pengaruhnya, tetapi amat sedikit mendapat
perhatian.

3
Gema dapat berupa sinonim, perulangan kata,kata ganti seperti ini, itu,
hal tersebut, ia, mereka, atau istilah lain yang menggantikan kata-kata yang
terdahulu.

Titik-berat (emphasis)
Bila kesatuan dan pertautan membantu pendengar untuk mengikuti
dengan mudah jalannya pembicaraan, titik-berat menunjukkan mereka pada
bagian-bagian penting yang patut diperhatikan. Hal-hal yang harus
dititikberatkan bergantung kepada isi komposisi wicara publik, tetapi pokok-
pokoknya hampir sama. Gagasan utama (centralling ideas), ikhtisar uraian,
pemikiran baru, perbedaan pokok, hal yang harus dipikirkan khalayak adalah
contoh-contoh bagian yang harus dititikberatkan atau ditekankan. Titik berat
dalam tulisan dalam dinyatakan dengan garis bawah, huruf miring atau huruf
besar. Dalam uraian lisan, ini dinyatakan dengan jeda, tekanan suara yang
dinaikkan, perubahan nada, isyarat dan sebagainya
Secara singkat, prinsip-prinsip komposisi ialah. Kesatuan, pertautan dan
titik berat. Kesatuan berarti satunya isi, tujuan dan sifat. Akan tetapi, kesatuan
tanpa susunan gagasan yang teratur akan menimbulkan kebingungan. Oleh
karena itu, diperlukan syarat kedua, yaitu pertautan. Setelah itu, beberapa
gagasan harus ditonjolkan, yang lain dikebelakangkan, sebagian ditekankan
dan sebagian lagi diuraikan sambil lalu inilah yang kita sebut titik berat.

Menyusun Pesan Wicara publik


Wicara publik perlu adanya ketertiban seperti halnya baris-berbaris,
seperti barisan tentara dalam suatu pawai. Ini memerlukan organisasi yang
baik. Wicara publik yang tersusun tertib (well organized) akan menciptakan
suasana yang favorabel, membangkitkan minat, memperlihatkan pembagian
pesan yang jelas sehingga memudahkan pengertian, mempertegas gagasan
pokok dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran secara logis.
Pengorganisasian pesan dapat dilihat menurut isi pesan itu sendiri atau dengan
mengikuti proses berpikir manusia. Yang pertama kita sebut organisasi pesan
(message organization) dan yang kedua pengaturan pesan (message
arrangement).

4
Organisasi Pesan
Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam (sequence): deduktif,
induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal.
Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama,
kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang, penyimpulan dan
bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian
dan kemudian menarik kesimpulan. Bila Kita menyatakan dulu mengapa perlu
menghentikan merokok, lalu menguraikan alasan-alasannya, Kita
menggunakan urutan deduktif. Tetapi bila Kita menceritakan sekian banyak
contoh dan pernyataan dokter dan Kita menyimpulkan bahwa rokok berbahaya,
urutan iduktif Kita ikuti.
Dalam urutan kronologis pesan disusun berdasarkan waktu terjadinya
peristiwa. Mungkin Kita memulainya dari satu waktu tertentu kemudian maju ke
muka atau kebelakang. Bila Kita diminta berbicara tentang perkembangan ilmu
pengetahui pada zaman dulu, Kita membagi pesan sebagai berikut:
1. Ilmu pengetahuan di Mesir dan Mesopotamia
2. Ilmu pengetahuan di Yunani
3. Ilmu pengetahuan dalam zaman Romawi
Walaupun pembagian itu kelihatannya menurut tempat, tetapi
sebenarnya Kita mengikuti uraian waktu ; karena kebudayaan Mesir dan
Mesopotamia mendahului kebudayaan Yunani dan seterusnya.
Dalam urutan logis, pesan disusun berdasarkan sebab-ke-akibat atau
akibat ke sebab. Bila seorang dokter menjelaskan arterioclerosis dari sebab-
sebabnya kepada gejala-gejalanya, ia mengikuti urutan pertama. Tetapi bila ia
berangkat dari gejala-gejala arterioclerosis seperti adanya deposit cholesterol,
menyempitan saluran drahm permukaan saluran yang kasar, dan menjelujuri
penyebab-penyebabnya, ia mulai dari akibat ke sebab.
Dalam urutan spasial, pesan disusun berdasarkan tempat. Cara ini
dipergunakan kalau pesan berhubungan dengan subjek geografis atay keadaan
fisik lokasi. Wicara publik tentang Distribusi pendapatan di Indonesia, dapat
disusun sebagai berikut :
1. Rata-rata pendapatan penduduk di Ibukota
2. Rata-rata pendapatan penduduk di Jawa

5
3. Rata-rata pendapatan penduduk di luar Jawa
Dalam urutan tipikal, pesan disusun berdasarkan topik pembicraan
klasifikasinya, dari yang penting kepada yang kurang penting, dari yang mudah
kepada yang sukar, dari yang dikenal kepada yang asing. Menguraikan
komunikasi kelompok, komunikasi massan (klasifikasi topik). Menjelaskan suatu
organisasi biasanya diawali dengan keadaan pimpinan, pembantu-
pembantunya dan lalu anak buahnya (penting ke tidak penting). Berbicara
tentang teori Quantum dapat menggunakan urutan : pengertian quantum,
mekanika quantum, elektrodinamika quantum (mudah ke sukar). Musik vokal
dapat diuraikan dari lagu yang dikenal khalayak sampai kepada aria, himne
crol, chorale, chorus, madrigal, oratorio dan seterusnya (dikenal ke asing).

Pengaturan Pesan
Bila pesan sudah terorganisasi dengan baik, kita masih perlu
menyesuaikan organisasi ini dengan cara berpikir khalayak. Urutan pesan yang
sejalan dengan proses berpikir manusia disebut Alam H. Monroe sebagai
motivated sequence (urutan bermotif).
Bagaimana kita berpikir dikemukakan dari James William James dalam
pokok bahasannya, How We think. Proses berpikir dari James ini diterjemahkan
oleh Raymond S. Ross dalam susunan sebagai berikut:
1. Perhatian dan kesadaran akan adanya kesulitan
2. Pengenalan masalah atau kebutuhan
3. Pemisahan keberatan dan sanggahan dalam mencari penyelesaian terbaik
4. Penjajagan dan visualisasi pemecahan yang ditawarkan
5. Penilaian rencana yang menghasilkan diterima atau ditolaknya pemecahan
masalah.
Suatu hari Kita mendengar adanya hubungan antara mental wiraswasta
(enterpreneurship) dengan kemajuan bangsa. Perhatian Kita mulai timbul.
Kemudian terbukti bahwa mental wiraswasta itu amat perlu dibina (tahap
berpikir kedua). Tetapi bagaimana caranya hal-hal apa yang merintanginya,
bagaimana cara pemecahannya dirumuskan dalam beberapa alternatif (tahap
berpikir ketiga). Ada membayangkan dalam beberapa alternatif (tahap berpikir
ketiga). Kita membayangkan akibat-akibat alternatif itu (tahap berpikir

6
keempat). Alternatif yang paling baik Kita terima dan yang lain Kita tolak (tahap
berpikir kelima). Dari proses berpikir di atas, sarjana-sarjana retorika
merumuskan sistem penyusunan pesan dengan corak yang berlainan tetapi
maksud yang hampir sama (lihat skemanya di bawah ini).
Hollingsworth dalam The Psyshology of the Audience menyebutkan lima
tugas pokok yang harus diperhitungkan komunikator dalam mempengaruhi
khalayak: perhatian, minat, kesan, keyakinan, dan pengarahan. Tahap pertama
yang dilakukan pembicara ialah merebut perhatian khayalak dengan
menggunakan berbagai macam daya tarik. Perhatian harus dipertahankan
dengan membangkitkan minat khalayak. Di sini digunakan cerita lucu,
penggunaan bahasa yang baik, dan hal-hal lainnya yang menimbulkan
tambahan perhatian. Tahap berikutnya ialah menanamkan kesan yang kuat dan
merebut keyakinan melalui manipulasi emosi yang ditampilkan dalam bentuk
argumentasi logis. Pada tahap terakhir khayalak harus ditunjukkan kepada arah
tindakan dengan sifat, waktu, tempat, dan cara yang telah ditentukan.

Sistem Penyusunan Pesan


Hollingsworth Ross Hovland Miller & Monroe
Dollard
Introduction Attention Attention Attention Drive Attention
Body Interest Need Plan
Impressien Comprehensio Satisfaction
n Stimulus Visualization
Conviction Objection Response
Reinforcement
Action
Conclusion Acceptance Reward Action
Direction

(Raymond S. Ross : 1974: 185),

Raymond S. Ross menganjurkan sistem penyusunan pesan sebagai berikut:


1. Perhatian. Timbulkan perhatian sehingga khalayak memiliki perasaan yang
sama tentang masalah yang dihadapi.
2. Kebutuhan. Bangkitkan minat dan terangkan perlunya masalah tersebut
diatas dengan menghubungkan pada kebutuhan pribadi dan daya tarik motif

7
3. Rencana. Jelaskan pemecahan masalah tersebut dengan melihat
pengalaman masa lalu, pengetahuan dan kepribadian khalayak.
4. Keberatan. Kemukakan keberatan-keberatan, kontra argumentasi atau
pemecahan lainnya.
5. Penegasan kembali. Bila arah tindakan yang diusulkan telah terbukti paling
baik, tegaskan kembali pesan tersebut dengan ikhtisar, tinjauan singkat,
kata-kata pengingat dan visualisasi.
6. Tindakan. Tunjukkan secara jelas tindakan yang harus mereka lakukan.
Hovlan, Janis dan Kelley beranggapan bahwa penerimaan suatu opini
merupakan hasil rangkaian pengalaman belajar. Dan dalam belajar manusia
mengalami tiga aspek pokok: perhatian, pengertian, dan penerimaan. Mulaa-
mula mereka tertarik dengan pesan, kemudian membentuk konsep dan
mengartikan lambang-lambang itu. Perhatian dan pengertian khalayak
menentukan apa yang akan mereka pelajari dari isi pesan komunikator. Proses
penerimaan merupakan proses yang lebih kompleks, karena meliputi faktor
predisposisional seperti siatusi komunikasi, bentuk pesan dan kredibilitas
komunikator.
Miller dan Dollard juga menghubungkan proses penerimaan gagasan ini
dengan teori belajar dalam psikologi. Timbulkan dulu motivasi untuk belajar,
berikan rangsangan tertentu dan respon positif yang diharapkan, dan jelaskan
imbalan positif yang akan mereka peroleh bila menerima gagasan itu.
Dalam pokok bahasan ini kita akan mengambil sistem penyusunan
pesan dari Alan H. Monroe sebab betapa pun klasiknya sistem ini tetap
merupakan sistem yang lengkap, terurai dan praktis untuk diterapkan dalam
penyusunan pesan wicara publik. Monroe menyebutkan lima tahap urutan
bermotif: perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi dan tindakan.
Jadi, perhatian pendengar ditimbulkan lebih dahulu, selanjutnya ia harus
merasakan adanya kebutuhan tertentu, ia harus diberikan petunjuk bagaimana
cara memuaskan tersebut, ia harus diberikan petunjuk bagaimana cara
memuaskan kebutuha tersebut. Ia harus dapat menggambarkan dalam
pikirannya penerapan usul yang dianjurkan kepadanya. Akhirnya, saran
tindakan yang tegas harus dinyatakan. Bila kita berkata pada teman kita,“Lihat
rambutmu! Kita berada pada tahap pertama. Bila kemudian kita menyatakan

8
bahwa rambut itu sudah perlu dipotong, Kita berusaha menyakinkan dia akan
kebutuhannya sendiri. Kita tentu akan menjelaskan bahwa bila tidak dipotong
cepat-cepat, rambut tentu akan mengganggunya, menyebabkan dia kelihatan
tidak rapi; sedangkan bila dipotong, ia akan tampak gagak, sopan, rapi dan
tampan. Ini usaha visualisasi, “Ayo, cukurlah rambutmu serkarang, adalah
perintah untuk bertindak.
Tidak seluruh tahap itu terdapat dalam setiap jeis wicara publik. Dalam
wicara publik rekreatif, pembicara hanya berada terus menerus pada tahap
perhatian. Di sini khalayak diharapkan memberikan respons, „Saya ingin
mendengarkannya dan saya akan terus mendengarkan, sebab saya
menyenanginya“. Dalam wicara publik informatif, pembicara menggunakan tiga
tahap: tahap perhatian, tahap kebutuhan, dan tahap pemuasan. Perhatian
kepada pokok pembicaraan dibangkitkan dahulu. Kemudian ditunjukkan hasrat
ingin tahu, sehingga khalayak memerlukan informasi itu. Barulah terakhir
disajikan informasi itu sendiri. Dalam wicara publik persuasif, semua tahap itu
harus dilalui. Apa yang harus dilakukan pada tiap tahap tersebut akan diuraikan
di bawah.
Tahap perhatian. Khalayak dapat memperhatikan pesan wicara publik
secara sengajar, karena ia berkeinginan untuk mendengarnya. Tetapi seorang
juru wicara publik harus berusaha membuatnya menaruh perhatian, walaupun
sebelumnya khalayak tertarik dengan hal-hal yang lain. Tahap perhatian
terdapat pada pembukaan wicara publik. Karena itu hal-hal yang harus
dilakukan pada tahap ini dapat dilihat pada bagian Cara Membuat Wicara
publik.
Tahap Kebutuhan. Jenis tahap kebutuhan disesuaikan dengan tujuan
wicara publik. Dalam wicara publik persuasif yang ditujukan untuk menimbulkan
perubahan, pada tahap ini pembicara membangkitkan rasa tidak puas pada
keadaan. Persoalan penting harus ditunjukkan dengan jelas. Dalam wicara
publik informatif, khalayak, harus merasakan kurangnya pengetahuan tentang
pokok yang dibicarakan dan menyadari betapa pentingnya informasi yang
bakal diterimanya. Walaupun terdapat perbedaan seperti diatas, tahap
kebutuhan mempunyai satu pola pengembangan yang sama. Pada tahapini kita
dapat menggunakan empat macam teknik pengembangan: (1) Pernyataan

9
(statement): pernyataan masalah tertentu atau pentingnya informasi yang akan
disampaikan, (2) Ilustrasi (illustration): menceritakan beberapa buah contoh
untuk menggambarkan kebutuhan, (3) Ramifikasi (ramification): penambahan
contoh tambahan dan teknik-teknik lainnya dalam mengembangkan bahasan,
untuk menambah kesan dan keyakinan, (4) Penunjukkan (pointing):
menunjukkan hubungan antara itu dengan orang lain yang diajak bicara. Dalam
kenyataannya pernyataan dan penunjukkan harus selalu ada, tetapi ilustrasi
dan ramifikasi dapat diadakan sesuai dengan situasi atau keperluan.
Tahap pemuasan. Pada tahap ini kita berusaha agar khayalak
menyetujui gagasan yang kita kemukakan atau memahami pokok yang kita
sampaikan. Menyetujui dalam wicara publik persuasif dan memahami dalam
wicara publik informatif. Sesuai dengan kedua jenis wicara publik itu, tahap ini
mengenal dua macam pola pengembangan. Dalam wicara publik persuasif kita
menggunakan lima macam teknik pengembangan:
1. Pernyataan: Menyatakan dengan tegas sikap, keyakinan dan tindakan yang
diharapkan dari khayalak.
2. Penjelasan: Mengusahakan agar gagasan yang ditawarkan itu dapat
dimengerti benar.
3. Demonstrasi teoritis. Tunjukkan bagaimana keyakinan atau tindakan yang
diusulkan secara logis mengatasi masalah yang diajukan pada tahap
kebutuhan.
4. Pengalaman praktis. Memberikan contoh-contoh aktual yang menunjukkan
bahwa gagasan kita itu terbukti benar dan bermanfaat.
5. Penolakan keberatan. Menunjukkan jawaban-jawaban gagasan kita bila
terdapat penolakan atau keberatan dan memperlihatkan bagaimana
gagasan kita mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Dalam wicara publik informatif, tahap ini merupakan tahap yang paling
penting dan merupakan bagian-bagian terbesar dari seluruh wicara publik. Di
sini terdapat tiga teknik pengembangan: ikhtisar, pendahuluan (initial summary),
informasi terinci (detailed information), dan ikhtisar akhir (final summary).
1. Ikhtisar pendahuluan: di sini diterangkan pokok-pokok pembicaranya, suatu
tinjauan singkat dari seluruh pembahasan. Biasanya dikemukakan bagian-
bagian penting yang berfungsi seperti daftar isi, dalam penulisan pokok

10
bahasan. Dari ikhtisar pendahuluan khayalak sudah dapat mengetahui arah
pembicaraan.
2. Informasi terinci: pokok-pokok di atas dijelaskan satu persatu. Setiap
perincian (details) dikelompokkan dalam satuan-satuan uraian. Di sini kita
harus menggunakan sistem organisasi pesan yang konsisten.
3. Ikhtisar akhir. Pikiran-pikiran pokok direkapitulasi, ditambah dengan
kesimpulan.
Tahap visualisasi. Tahap ini umumnya terdapat pada wicara publik persuasif.
Visualisasi berarti membayangkan pelaksanaan gagasan pada waktu
mendatang. Karena, itu tahap visualisasi disebut juga tahap proyeksi.
Gambaran yang disajikan mungkin positif, negatif, kontras antara positif dan
negatif. Dengan metode positif, kita menggambarkan keadaan yang
menyenangkan bila gagasan kita dilaksanakan. Dengan metode negatif, kita
melukiskan keadaan yang menyulitkan bila gagasan kita tidak dilaksanakan.
Kedua metode ini digabung dalam metode kontras. Mula-mula efek negatif
akibat penolakan gagasan dikemukakan, kemudian dijelaskan situasi yang
menyenangkan bila gagasan diterima.
Tahap tindakan. Tahap ini biasanya terdapat pada wicara publik
persuasif juga. Fungsinya ialah merumuskan tahap visualisasi dalam bentuk
sikap dan keyakinan tertentu, atau tindakan yang nyata. Tahap ini tidak boleh
terlalu panjang. Dan karena tahap ini merupakan penutup wicara publik,
tekniknya dapat dibaca pada Cara menutup Wicara publik.
Sebagai kesimpulan, wicara publik yang baik haruslah disusun sejalan
dengan proses berpikir manusia. Susunan yang seperti itu disebut urutan
bermotif (motivated sequence) oleh Alam H. Monroe. Perkembangan pesan
melewati tahap-tahap: perhatian kebutuhan, pemuasaan, visualisasi dan
tindakan.

Membuat Garis-Garis Besar Wicara publik


Garis-garis besar (outline) pidato merupakan pelengkap yang amat
berharga bagi pembicara yang berpengalaman dan keharusan bagi pembicara
baru. Garis besar adalah peta bumi bagi komunikator yang akan memasuki
daerah kegiatan retorika. Peta ini memberikan petunjuk dan arah yang akan

11
dituju. Garis besar yang salah akan mengacaukan “perjalanan” pembicaraan,
seperti juga garis besar yang teratur akan menertibkan “jalannya” wicara publik.

Ciri-ciri Garis Besar yang Baik


Bentuk garis besar bermacam-macam, tetapi ada pedoman yang sama
untuk membuat garis besar yang baik, yaitu sebagai berikut ini.
1. Garis besar tediri dari tiga bagian: pengantar, isi dan penutup. Dengan
menggunakan urutan bermotif dari Alan H. Monroe, kita dapat membaginya
menjadi lima bagian : perhatian, kebutuhan, pemuasan, visualisasi, dan
tindakan. Perhatian ditempatkan pada pengantar, kebutuhan, pemuasaan
dan visualisasi pada isi ; tindakan pada penutup wicara publik.
2. Lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian tidak boleh
membingungkan. Sistem lambang yang tidak tertib akan mengaburkan
pikiran pokok dan pikiran penunjang. Ada dua macam sistem lambang-
lambang : sistem angka dan sistem kombinasi.

Sistem angka :
1. ---------------------------------------------------------------------------------
1.1. ---------------------------------------------------------------------------
1.1.1 -------------------------------------------------------------------
1.2. ---------------------------------------------------------------------------
1.2.1 -------------------------------------------------------------------
1.2.2 -------------------------------------------------------------------
2. ---------------------------------------------------------------------------------
2.1. --------------------------------------------------------------------------- ..... dst.
Sistem kombinasi
I.
A.
1.
a.
(1)
(a)
(b)
(2)
b.
2.
B.
II.
... dst.

12
3. Pikiran pokok dan penunjang dibedakan dengan penulisan yang
menjorok ke dalam. Pernyataan yang mempunyai kedudukan sama
berada pada garis yang sama pula.

Contoh :
1. Jurnalistik mencakup bermacam-macam pekerjaan :
A. Dalam media surat kabar :
1) Reporter
2) Penyunting
3) Pembaca naskah
4) dst

B. Dalam kantor berita :


1) Reporter
2) Juru potret
3) Penyunting
4) dst

2. Jurnalistik memerlukan kualifikasi yang bermacam-macam :


A. Kualifikasi teknik
B. Kualifikasi teoretis

Macam-macam Garis Besar


Sesuai dengan tahap persiapan atau pengalaman pembicara, Alan H.
Monroe menunjukkan tiga macam garis besar: garis besar lengkap (full content
outline), garis besar singkat (key-word outline), garis besar alur teknik (outline
of technical plot).
Garis besar lengkap diperlukan dalam proses pengembangan wicara
publik dan digunakan pembicara yang bukan ahli dalam penyajiannya. Pikiran-
pikiran pokok ditulis dengan kalimat-kalimat yang sempurna, dan dibawahnya
disertakan lengkap bahan-bahan yang digunakan untuk memperjelas uraian.
Dengan membaca garis besar lengkap, orang lain pun dapat mengetahui
gambaran isi wicara publik itu secara keseluruhan.
Garis besar singkat diperlukan hanya sebagai pedoman atau pengingat
saja; digunakan oleh pembicara ahli dalam proses penyampaian wicara publik.
Di dalamnya hanya ditulis inti-inti pembicaraan saja. Orang lain mungkin tidak
dapat membacanya. Garis besar alur teknik dipergunakan untuk memeriksa
dan meneliti teknik-teknik wicara publik.

13
Garis besar alur teknis dapat ditulis sejajar dengan garis besar lengkap
diletakkan pada kertas lain, seperti contoh berikut ini.

Garis Besar Lengkap Garis Besar Singkat


Tahap Perhatian Tahap Perhatian
I. Seorang pejabat tiba-tiba meninggal I. Korban darah tinggi
dunia karena darah tinggi
II. Kejadian seperti itu dapat menimpa II. Hubungannya dengan diri pendengar
kita semua
Tahap Kebutuhan Tahap Kebutuhan
I. Orang sering tidak merasa menderita I. Kurangnya kesadaran
A. Mereka mengobatinya dengan A. Pengobatan dengan obat yang salah
Bodrex, Aspirin
B. Mereka tidak menjaga makanan, B. Tidak menjaga kesehatannya
ketentraman, dan kondisi kerja
Tahap Pemuasan Tahap Pemuasan
I. Orang perlu diperiksa secara kontinu I. Perlunya pemeriksaan
A. Pasien dapat berhubungan A. Melalui dokter
dengan dokter pribadi
B. Pasien dapat berhubungan B. Melalui Puskesmas
dengan Puskesmas
II. Kita harus menyebarluaskan II. Perlunya penyebarluasan informasi
informasi darah tinggi
A. Kampanye dilakukan melalui A. Melalui media massa
media massa
B. Kampanye dijalankan melalui B. Melalui komunikasi formal dan
komunikasi formal dan informal informal
Tahap Tindakan Tahap Tindakan
I. Kita semua tidak boleh I. Tidak ada penangguhan
menangguhkan kontrol dokter
II. Kita harus membantu kampanye II. Bantuan KAmpanye
melawan darah tinggi

Garis Besar Alur Teknis

Tahap Perhatian
I. Peristiwa yang mengejutkan
II. Pernyataan yang dihubungkan dengan khalayak
Tahap Kebutuhan:
I. Penilaian situasi sekarang
A. Pernyataan pokok
1. Statistik
2. Permisalan
3. Testimoni
B. Pernyataan pokok
1. Penjelasan

14
2. Permisalan
3. Ilustrasi hipotesis
4. Testimoni

II. Penilaian situasi sekarang


A. Pernyataan pokok
1. Contoh
2. Statistik
3. Ilustrasi hipotesis
4. Ilustrasi faktual
B. Pernyataan pokok
1. Contoh
2. Penjelasan
3. Analogi
4. Ilustrasi faktual
Tahap Pemuasan
I. Gagasan utama yang dikemukakan
A. Rencana yang pertama
1. Ilustrasi hipotesis
B. Rencana kedua
1. Ilustrasi faktual
II. Gagasan lainnya yang diajukan
A. Rencana pertama
1. Penjelasan
2. Permisalan
B. Rencana pertama
1. Penjelasan
2. Perulangan
3. Testimoni

15
Tahap Visualisasi
I. Metode positif (positive appeal)
II. Metode negatif (threat appeal)
A. Penjelasan
B. Ilustrasi hipotesis
Tahap Tindakan
I. Pentingnya tindakan pertama dan bentuk tindakan
II. Pentingnya dan bentuknya tindakan kedua
A. Contoh
B. Hubungannya dengan khalayak

Memilih Kata-Kata
Bila pembicara berwicara publik dengan baik, pendengar jarang
menyadari manipulasi daya tarik motif yang digunakan, tidak mengetahui
organisasi dan sistem penyusunan pesan, tidak pula mengerti teknik-teknik
pengembangan pokok bahasan. Tetapi setiap pendengar mengetahui pasti
pembicara yang baik selalu pkitai dalam memilih kata-kata. Pernyataan yang
sama dapat menimbulkan kesan yang berbeda, karena perbedaan kata yang
mengungkapkannya. Penduduk desa akan tersinggung bila disebut ”bodoh dan
terbelakang”, tetapi mereka hanya tersenyum kecil bila dikatakan” kurang
memahami persoalan dan belum mencapai tingkat pendidikan yang tinggi”.
Jadi, kata-kata bukan saja dapat mengungkapkan, tetapi juga memperhalus
dan bahkan menyembunyikan “kelaparan”, seperti “dimintai keterangan” dapat
melembutkan kata “ditahan”.
Selain itu, kata-kata juga dapat mencerminkan tingkah laku dan struktur
sosial pembicara. Karena itu penelitian linguistik membuktikan bahwa “tidak ada
dua orang yang menggunakan bahasa dengan cara yang betul-betul sama, dan
beberapa orang bahkan dengan cara yang sangat berbeda dengan kelompok
manusia lain”. Pembicara harus menyadari bahwa kata-kata yang
diucapkannya tidak selalu diartikan sama oleh orang lain atau pada waktu yang
lain, atau pada tempat yang lain. Kata “pembangunan”, dapat berarti:
pembuatan jalan atau jembatan, pendirian kantor, peningkatan GNP,
pembinaan mental, dan sebagainya. Seorang mahasiswa dapat mengambil
“jurusan” jurnalistik atau “jurusan” Cicaheum.
Dengan menyadari hal-hal tersebut diatas sebagai dasar, Kita dapat
memahami lebih baik ketentuan-ketentuan retorika dalam pemilihan kata-kata.

16
Glen R. Capp dan Richard Capp, Jr. merumuskan ketentuan-ketentuan retorika
itu sebagai berikut: Bahasa lisan harus menggunakan kata-kata yang jelas,
tepat, dan menarik.

Kata-Kata Harus Jelas


Ini berarti kata-kata yang dipilih tidak boleh menimbulkan arti gkita
(ambigues), tetapi dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk
mencapai kejelasan seperti, hal-hal berikut harus diperhatikan.
1. Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)
Ada kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang tafsiran
bermacam-macam. Ada pula kata-kata yang artinya sudah tertentu. Ia
mengajar saya bahasa Inggris“ lebih spesifik daripada “Ia mendidik saya“.
Pernyataan “Uang ini dapat diambil secara teratur“, lebih baik diganti
dengan uang ini dapat diambil sekali sebulan“. Tetapi “sekali sebulan“ lebih
tepat lagi diganti dengan “setiap tanggal 1 tiap bulan“. Pengadilan sering
direpotkan oleh bunyi-bunyi undang-undang yang tidak jelas, begitu pula
pendengar sering salah paham karena kata-kata yang tidak jelas pula.
2. Gunakan kata-kata yang sederhana
Berwicara publik adalah berkomunikasi dan bukan “unjuk gigi“. Karena nilai
komunikasinya, kata-kata yang diucapkan harus dapat dipahami dengan
cepat. Konsep-konsep kaum politisi yang sarat dengan fantasi dan delusi
adalah kalimat yang sulit dicerna.

3. Hindari istilah-istilah teknis


Ciri dunia modern ialah berkembangnya spesialisasi yang mempertinggi
kemampuan, tetapi juga mengkotakkotak manusia dalam dunianya sendiri.
Masing-masing mengembangkan kata-kata yang dipahami oleh merekja
sendiri. Bila seorang ahli ilmu jiwa berkata, Katharsis digunakan dalam
usaha terapi dan bukan untuk diagnosis, maka publisis dapat pula
berceloteh tentang, Komunikasi yang tdiak setela, karena adanya
perbedaan kerangka acuan dan medan pengalaman. Untuk khayalak yang
sama, pernyataan-pernyataan di atas tidak menjadi persoalan. Untuk orang
lain, ini membingungkan.

17
4. Berhemat dalam penggunaan kata-kata
Seringkali kalimat yang panjang menjadi jelas setelah kata-kata yang
berlebih-lebihan dibuang. Adalah suatu keharusan bagi seorang guru untuk
menaruh perhatian yang tinggi kepada siswa-siswanya. Kalimat ini menjadi
jelas setelah diganti seperti ini. Guru harus memperhatikan sekali siswa-
siswanya. Termasuk penghematan kata adalah menghindari gejala
kerancuan (kontaminasi). Kalimat ’Bagi seluruh mahasiswa baru diharuskan
mendaftar lagi’ tidak berubah arti bila kata ’bagi’ dibuang.

5. Gunakan perulangan atau pernyataan kembali gagasan yang sama dengan


kata yang berbeda
Dalam komunikasi tulisan, orang dapat melihat pokok pembicaraan dari
judul atau subjudul. Dalam komunikasi lisan, gagasan utama hanya dapat
diketahui dari perulangan. Yang berikut ini adalah contoh perulangan,
Kemalasan saudara menjengkelkan dosen, mendongkolkan orang tua, dan
mengecewakan pimpinan saudara.

Kata-kata Harus Tepat


Ini berarti kata-kata yang digunakjan harus sesuai dengan kepribadian
komunikator, jenis pesan, keadaan khayalak, dan situasi komunikasi. Kata-kata
dalam pertemuan resmi lebih “kaku“ dibandingkan dalam pertemuan informal.
Pembicara yang bersemangat menggunakan kata-kata yang berapi-api, tetapi
juru wicara publik yang kalem memilih kata-kata yang biasa. Walaupun ada
perbedaan seperti itu untuk memperoleh ketepatan kata-prinsip-prinsip berikut
ini selalu harus diperhatikan.

1. Hindari kata-kata klise


Kata klise ialah kata yang sudah terlalu sering dipergunakan atau tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Lukisan gadis cantik seperti
“Alisnya bak semut beriring, dagunya lebih bergantung’, dam sebagainya
sekarang sudah dianggap klise. Banyak kata yang semula ramai digunakan
sekarang hilang dari pasaran. Termasuk kata klise ialah kata yang terlalui
sering diucapkan pejabat atau pembicara.

2. Gunakan bahasa pasaran secara hati-hati

18
Bahasa pasaran (slang) ialah bahasa yang dipergunakan bukan oleh orang
yang terpelajar, tetapi diterima dalam percakapan sehari-hari. Dalam
perkembangan banyak kata pasaran yang sudah diterima dalam bahasa
baku seperti: bisa (dapat), dimengerti, diberhentikan. Tetapi dalam
pertemuan resmi kata-kata ini masih belum dapat diterima; bilang (berkata),
berkoar, terenyuh, ketimbang, dan sebagainya. Bahasa pasaran dapat
dipergunakan dalam acara-acara sosial yang santai, walaupun pembicara
harus membatasi diri untuk tidak menggunakan bahasa tersebut secara
berlebih-lebihan.

3. Hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut


Kata-kata asing sebaiknya dihindari, kalau tidak ditemukan istilah
Indonesianya. Seringkali kata-kata asing itu hanya dapat dipahami dalam
lingkungan yang amat terbatas. Seorang sarjana berbicara di depan para
petani. Di antara ucapannya banyak kata-kata asing seperti “Modernisasi
dan pembaharuan mentalitas merupakan faktor utama dalam akselerasi
pembangunan“. Pendengar memuji wicara publik sarjana itu, tetapi tidak
seorang pun yang memahaminya. Banyak menggunakan kata-kata asing
dapat “menghebatka“ Kita, tetapi juga menyebabkan komunikasi Kita tidak
ada gunanya.

4. Hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan


Vulgarisme ialah kata-kata kampungnya yang hanya digunakan oleh
masyarakat rendahan. Vulgarisme mungkin cocok dipakai di hadapan
kelompok urakan, pemuda yang dipenuhi hasrat memberontak. Tetapi
vulgarisme lebih baik dihindari dalam situasi apapun. Pendengar cenderung
menganggap orang vulgarisme sebagai orang yang berwatak jelek,
sehingga akan menolak pesan yang disampaikannya.

5. Jangan menggunakan penjulukan


Penjulukan (nama calling) adalah pemberian nama jelek pada sesuatu atau
seseorang yang tidak kita senangi. Penjulukan biasanya membangkitkan
respon emosional, menghambat proses berpikir, walaupun kadang-kadang
dapat memperoleh hasil yang cepat. Pada zaman Orde Lama lawan-lawan
politik dijuluki ” kotra revolusi”, unsur subversif”, agen nekolim”, komunis-

19
fotobi”, dan sebagainya. Pada zaman Orde Baru muncul istilah”, Komando
jihad”, Golongan Ekstrem”, urakan”, si cebol”, dan sebagainya.

6. Jangan menggunakan eufemisme yang berlebih-lebihan


Eufemisme ialah ungkapan pelembut yang biasanya menggantikan kata-
kata yang “terasa“ kurang enak. Eufemisme biasanya digunakan karena
takut menyinggung perasaan, tetapi terlalu banyak eufemisme juga
mengaburkan pengertian.

20
Kata-kata Harus Menarik
Selain harus jelas dan pantas (clear and approriate), kata-kata juga
harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup dan merebut perhatian. Untuk itu,
di bawah kita tuturkan beberaka petunjuk:

1. Pilihlah kata-kata yang menyentuh langsung diri khalayak


Bahasa lisan sebaiknya bergaya percakapan, langsung dan komunikatif.
Kata-katanya menyangkut pengalaman dan menyentuh kepentingan
mereka. Dengan penduduk desa, gunakan kata-kata yang digunakan
mereka dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menambah keakraban,
gunakan kata ganti orang pertama “seseorang“, “orang“, manusia“, dan lain-
lain. Kalimat kedua lebih pendek dan lebih menyentuh khayalak.

2. Gunakan kata yang padat warna


Kata yang padat warna (colorfull word) ialah kata yang dapat melukiskan
sikap, perasaan, atau keadaan secara tepat. Warna kata dipengaruhi oleh
asosiasi dengan pengalaman tertentu. Jadi pemakaian kata dapat
meninggikan atau merendahka warna kata, bahkan dapat membangkitkan
asosiasi emosional. Kata-kata “kuli“, „“jongos“, “kacung“, “buruh“, “pegawai“,
“karyawan“, “babu“, abdi“, dan “asisten“, masing-masing mempunyai warna
emosional yang berlainan. Warna kata juga ditentukan oleh gambaran
keadaan yang ditimbulkannya. Kata “menangis“ tidak mempunyai warna.
Tetapi “terisak-isak“, tersedu-sedu“, „merintih“, menjerit, dan meraung,
memberikan warna tertentu.
3. Gunakan bahasa yang figuratif
Bahasa figuratif ialah bahasa yang dibentuk begitu rupa sehingga
menimbulkan kesan yang indah. Untuk itu biasanya digunakan gaya bahasa
(figure of specech). Banyak jenis gaya bahasa, sehingga tulisan ini hanya
membatasinya pada beberapa buah saja sebagai contoh. Gaya bahasa
yang paling sering dipergunakan ialah asosiasi, metafora, personifikasi, dan
antitesis. Tiga yang pertama disebut gaya bahasa perbandingan. Bila kita
menggunakan kata “seperti“, bagaikan“, seakan-akan, dan sebagainya, kita
mengambil asosiasi. Misalnya, Tubuhnya kurus kering berjalan seperti
kerangka hidup. Bila perbandingan itu tersirat, dengan tidak menyebut kata
pembandingnya, ini disebut metafora. Misalnya, Aku ini binatang jalang.

21
Personifikasi ialah memperlakukan benda-benda mati seperti makhluk
hidup. Misalnya, “Nyiur melambai-lambai, ombak berkejar-kejaran“, dan
sebagainya. Antitesis ialah mendampingkan kata-kata atau kalimat yang
berlawanan artinya. Misalnya, “Bukan kamu yang memilih aku, tetapi
akulah yang memilih kamu supaya kamu dapat mengabdikan ilmumu“.

4. Gunakan kata-kata tindak (action words)


Kata tindak menggunakan kata-kata aktif. Kalimat, Diharapkan dari
pertemuan ini gagasan baik dapat dirumuskan oleh semua peserta akan
lebih baik diganti dengan “Kita berharap dengan pertemuan ini semua
peserta dapat merumuskan gagasan baik“. Agar kata tindak dapat
digunakan, penggunaan kalimat nominal dapat dikurangi. Kesengsaraan
adalah penyebab kerusakan mental“ dapat diganti dengan kesengsaraan
menyebabkan kerusakan mental.
Dari uraian tersebut dapat diaimpulkan bahwa kita harus dapat memilih
kata-kata yang jelas, tepat, dan menarik. Agar jelas, kita harus menggunakan
istilah yang berarti khusus, kata-kata sederhana, menghindari kata-kata teknis,
berhemat dan mengulang gagasan dengan baik. Agar tepat, kita menghindari
kata klise, bahasa pasaran, kata pungut, vulgarisme, penjulukan dan
eufemisme yang berlebih-lebihan. Agar menarik, hendaknya kita memilih kata-
kata yang langsung menyentuh khayalak, kata yang penuh warna, bahasa
figuratif, dan kata-kata tindak. Untuk memiliki keterampilan di atas, kita harus
banyak berlatih menambah perbendaharaan kata dengan membaca dengan
baik, mendengarkan pembicaraan yang fasih, belajar mengarang atau menulis,
dan membiasakan diri berbahasa Indonesia yang benar dan baik.

Cara Membuka Wicara publik


Memulai berbicara dalam wicara publik adalah bagian penting dan
menentukan. Kegagalan dalam membuka wicara publik akan menghancurkan
seluruh komposisi dan wicara publik. Tujuan utama pembukaan wicara publik
ialah membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan, dan
menciptakan kesan yang baik mengenai komunikator. Kesan pertama akan
menentukan sikap. Oleh karena itu, seorang pembicara harus memulai
pembicaraannya dengan penuh kesungguhan, sehingga ia kelihatan mantap,

22
berwibawa, dan mampu. Ucapan-ucapan apologetis, berupa minta maaf atau
sikap merendahkan diri semua kita hindari. Walaupun demikian, tidak baik pula
kita menepuk dada dan menyombongkan diri.
Yang pertama kali harus kita lakukan dalam tahap ini ialah mengesankan
agar pendengar siap untuk memperhatikan kita. Perhatian itu mungkin timbul
karena pengantar yang dilakukan orang lain sebelum kita, atau karena situasi
yang menunjang atau karena kepentingan pendengar sendiri. Akan tetapi,
komunikator sepatutnya berhasil menimbulkan perhatian atas usahanya sendiri.
Setelah perhatian terpusat, pendengar harus dirangsang untuk memperhatikan
pokok pembicaraan itu sendiri. Kemudian barulah kita memperinci gagasan
utama kita dan menjelaskannya.
Bagaimana cara-cara membuka wicara publik dan berapa banyak waktu
yang dibutuhkan amat bergantung kepada topik, tujuan, situasi, khalayak, dan
hubungan antara komunikator dengan komunikan. Sebagai pedoman, Kita
dapat memilih satu di antara cara-cara di bawah ini:
1. Langsung menyebutkan pokok persoalan
Komunikator menyebutkan hal yang akan dibicarakannya dan memberikan
kerangka pembicaraannya. Cara ini biasanya dilakukan bila topik adalah
pusat perhatian khalayak.
2. Melukiskan latar belakang masalah
Komunikator menerangkan sejarah topik, membatasi pengertian, dan
menyatakan masalah-masalah utamanya. Mengapa timbul persoalan itu,
apa hubungannya dengan khayalak, dan mengapa dipilih masalah itu.

3. Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah


menjadi pusat perhatian khalayak
Dengan menambatkan pembicaraan kepada fokus perhatian khalayak, kita
mempunyai peluang yang baik untuk memasukkan ide-ide kita dan
menimbulkan kesan yang kuat.

23
4. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati
Ini biasanya dilakukan dalam wicara publik untuk memperingati hari
bersejarah, bangunan baru, atau orang besar yang sudah tiada. Cara ini
dapat pula dipakai pada pesta kelahiran, perkawinan, selamatan, atau
upacara kematian. Dalam wicara publik 17 Agustus 1961 terkenal dengan
RESOPIM-Sukarno memulai wicara publiknya sebagai berikut:
Saudara-saudara sekalian!
Alangkah bahagianya kita pada hari ini
Pada hari ini, kita merayakan hari ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan kita yang
ke-17. Pada hari ini Republik kita genap berusia dua windu. Pada hari ini, kita boleh
menyebut angka keramat 17 dua kali. Dua kali!Sebab pada hari ini, kita mengalami
17x17 Agustus! Dua, pada hari ini, kita mengalami 17 Agustus tingkat mahakeramat!

Bung Karno (Orator Penuh Vitalitas)

5. Menghubungkan dengan tempat komunikator berwicara publik


Tempat berlangsungnya pertemuan seperti bangunan, lapang, aman, di
depan patung dan sebagainya. Dapat dijadikan dasar pembukaan wicara
publik. Yang dihubungkan ialah historis, fungsi, atau hal-hal lain yang

24
relevan dengan pokok pembicaraan. Di hadapan kawan-kawan separtainya,
Moh. Natsir mengawali wicara publiknya sebagai berikut:

Saudara-saudara.
Saudara-saudara sekarang ini berkumpul dalam satu gedug yang bersejarah.
Sekiranya dinding-dinding dari gedung ini dapat berbicara, maka banyaklah kisah
yang dapat kita dengarkan. Kisah yang tempo-tempo menggembirakan hati dan
kadang-kadang menyedihkan pula. Memang demikianlah sunatulah dalam hidup
duniawi ini dalam semua bidang kehidupan. Kisah Khair dan Syar silih berganti.

Moh. Natsir (Mantan Menteri Penerangan RI)

6. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang tengah meliputi


khalayak
Suasana riang dan suasana sedih memerlukan cara pembukaa yang
berbeda. Dengan mendasari wicara publik kita pada suasana emosi
khalayak, mereka dapat dibawa dengan mudah kepada gagasan kita sendiri

7. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu


Bila kita ingin menunjukkan pentingnya persoalan yang dikemukakan, atau
perkembangan yang telah dicapai, alusio historis menanamkan kesan yang
kuat. Contoh terbaik adalah permulaan wicara publik Martin Luther King, Jr;
di hadapan 210.000 demostran, di muka gedung Lincoln Memorial, 28
Agustus1963:

25
Seratus tahun lalu, seorang Amerika yang dalam bayangan simbolisnya kita
berdiri, menkitatangani pernyataan pembebasan perbudakan. Dekrit penting ini muncul
sebagai sinar besar pelita harapan bagi jutaan Negro yang sudah dibakar dalam nyala
kezaliman yang menghanguskan. Ia datang sebagai fajar bahagia yang mengakhiri
malam panjang penindasan.
Tetapi seratus tahun kemudian, kita harus menghadapi kenyataan tragis, Negro
masih belum bebas. Seratus tahun kemudian, kehidupan Negro dengan sedih masih
dipasung oleh belenggu pemisahan dan rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudia,
orang Negro hidup di pulau kemiskinan yang sepi, di tengah-tengah samudera luas
kemakmuran duniawi. Seratus tahun kemudia, orang Neggro masih terlempar di sudut
masyarakat Amerika dan hidup sebagai orang buangan di negerinya sendiri.

Abraham Lincoln

8. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar


Dengan menghubungkan pokok pembicaraan pada hal-hal penting dalam
kehidulan pendengar atau pada kepentingan tertentu yang khas bagi
pendengar Kita, maka khalayak akan terlibat langsung dalam pembicaraan.
Mereka merasa bahwa topik berkenaan dengan kepentingan mereka saja,
serta bukan kepentingan kelompok lain. DI bawah ini adalah wicara publik
Franklin Delano Roosevelt dalam situasi Perang Dunia II:
Hari ini adalah hari keramat nasional, dan saya yakin rakyat Amerika sekarang
berharap dalam pelantikan saya sebagai Presiden saya akan berwicara publik
kepada mereka dengan jujur dan dengan suatu keputusan yang didesak oleh situasi
bangsa kita sekarang ini. Sekarang saatnya kita kemukakan kebenaran, seluruh
kebenaran dengan jujur dan berani. Tidak perlu kita mengkeret menghadapi secara

26
jujur kondisi-kondisi negara kita dewasa ini. Bangsa besar ini akan tetap tegak
seperti dulu, akan hidup kembali, dan akan jaya. Karena itu pertama-ama izinkanlah
saya menyatakan keyakinan saya yang teguh bahwa satu-satunya yang harus kita
takuti adalah ketakutan itu sendiri ....

Franklin Delano Roosevelt

9. Memberikan pujian pada khalayak atas prestasi mereka


Bila khayalak memiliki keistimewaan tertentu atau telah melakukan usaha
yang dapat dibanggakan, pembukaan dengan menyebut keistimewaan
tersebut akan menyenangkan mereka. Ketika menaklukkan Milan, Napoleon
memuji tentaranya sebagai berikut:
Para prajurit: Kalian menyerbu membahana bagaikan hujan badai dari puncak.
Apenina; kalian sudah menghancurbinasakan dan memporakporkitakan siapa saja
yang menentang perjalananmu. Piedmont, yang direbut dari tirani Austria, sekarang
menikmati rasa damai dan persahatan dengan Prancis. Milan milikmu, dan panji-
panji Republik berkibar di seluruh Lombardy. Bangsawan-bangsawan Parna dan
Modena hanya dapat hidup secara politik pada belas kasihan kalian saja.

Napoleon Bonaparte

27
10. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan
Cara ini disebut juga the shock technic. Khalayak dikejutkan dengan
pernyataan fakta atau opini yang luas biasa. Keluarbiasaan ini dapat dilihat
dari segi isinya atau bentuk penyusunan.

11. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan


Pertanyaan yang baik dapat mendorong khayalak untuk memikirkan
jawabannya. Pertanyaan itu haruslah yang erat kaitannya baik dengan
kepentingan khalayak maupun dengan isi wicara publik. Rentetan
pertanyaan dapat pula menjadi pedoman pembicara dan menyatukan
seluruh uraian.

12. Menyatakan kutipan


Yang dikutip dapat berupa ucapan pejabat atau orang terkemuka, syair,
puisi, tulisan pengarang ternama atau ayat-ayat kitab suci.

13. Menceritakan pengalaman pribadi

Pengalaman pembicara yang menarik dapat membuka minat pendengar.


Pengalaman tersebut akan dapat membuka minat pendengar.
Pengalalaman tersebut akan terasa dekat dan nyata, sebab orang yang
mengalaminya hadir di tengah khayalak.

14. Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis


Beberapa waktu yang lalu seorang dongeng atau dibawa untuk
membayangkan situasi rekaan di masa kini atau masa yang akan datang

15. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya


Supaya menarik, selain harus relevan dengan pokok pembicaraan, teori itu
harus pula luar biasa dan disajikan secara dramatis.

16. Membuat humor


Pembukaan jenis ini adalah yang paling sukar. Beberapa penulis bahkan
tidak menganjurkan sama sekali. Bila berhasil, pembukaa seperti ini amat
berkesan bagi pendengar. Bila gagal, bukan saja khalayak, pembicara pun
akan diganggu oleh kekecewaan. Gus Dur dalam wawancara di televisi dan
pidatonya sering menciptakan humor. Sering Gus Dur memulai
pembicaraanya dengan anekdot (cerita lucu) dan kadang-kadang

28
melontarkan teka-teki lucu dan plesetan. Ungkapan lucu yang yang selalu
dikenang masyarakat adalah “begitu saja kok repot”.

Gus Dur
(Mantan Presiden RI Yang Humoris)

Cara Menutup Wicara publik


Permulaan dan akhir wicara publik adalah bagian-bagian yang paling
menentukan. Kalau permulaan wicara publik harus dapat mengantarkan pikiran
dan menambatkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutup wicara
publik harus dapat memfokuskan pikiran dan perasaan khalayak pada gagasan
utama atau kesimpulan penting dari seluruh isi wicara publik. Oleh karena itu,
penutup harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya
persuasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan
klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif.
Ada dua macam penutup yang buruk: berhenti tiba-tiba tanpa
memberikan gambaran komposisi yang sempurna, atau terlarut-larut tanpa
pengetahuan di mana harus berhenti. Untuk menghindari hal seperti ini,
penutup wicara publik harus direncanakan sebelumnya lebih baik dihapal di luar
kepala. Di bawah ini ada bebeberapa cara menutup wicara publik:

1. Menyimpan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan


Orang sulit mengingat banyak hal, tetapi hanya sanggup mengingat jelas
beberapa hal saja. Oleh karena, itu pokok-pokok utama disebutkan kembali.

29
Cara yang paling mudah ialah meringkasnya dengan urutan bilangan
nominal dan ordinal, misalnya: satu, dua, tiga, dan seterusnya atau: pertama,
kedua, ketiga, dan seterusnya. Contoh: Pada garis besarnya ada tiga hal di
dalam badan kekuasaan negara, yaitu: pertama ialah eksekutif, kedua ialah
legestatif, dan ketiga adalah yudikatif.

30
2. Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda
Ini dapat dilakukan setelah menyebutkan ikhtisar wicara publik atau tanpa
ikhtisar wicara publik. Presiden Jonh F. Kennedy mengakhiri wicara publik
pelantikannya sebagai berikut:
Karena itu, saudara-saudaraku orang Amerika, jangan bertanya apa yang dapat
dilakukan negara untukmu, tetapi tanyakanlah apa yang dapat kamu lakukan untuk
negaramu.
Saudara-saudara warga dunia, jangan tanya apa yang dapat dilakukan Amerika
untukmu, tetapi apa yang dapat kita sumbangkan bersama bagi kemerdekaan umat
manusia. Akhirnya , apakah saudara warga Amerika atau warga dunia, mintalah dari
kami stkitart kekuatan dan pengorbanan yang sama tingginya dengan yang kami
minta dari saudara-saudara.
Dengan hati nurani sebagai satu-satunya imbalan yang pasti dengan sejarah
sebagai hakim terakhir bagi perbuatan kita, marilah kita maju terus membawa
negara yang kita cintai, seraya memohon rahmat-Nya dan bantuan-Nya, sambil
menyakini pula bahwa di bumi ini karya Tuhan haruslah menjadi karya kita sendiri.

Jonh F. Kennedy

3. Mendorong khalayak untuk bertindak (Appeal for Action)


Wicara publik persuasif selalu ditujukan untuk memperoleh tindakan tertentu
dari khalayak. Tindakan itu dapat berupa respon fisik seperti mencoblos
partai tertentu, mengikuti program KB, menyumbangkan dana, dan
sebagainya. Tindakan itu dapat berupa hal-hal abstrak seperti penerimaan
usul atau gagasan. Mochtar Lubis mengakhiri ceramahnya seperti ini:

31
Akhirnya kita harus sampai pada kesimpulan betapa pentingnya kita mengembangkan
sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan-tantangan dunia masa kini. Melihat
banyaknya laporan dan tulisan mengenai ilmu dan teknologi di Amerika Serikat, Rusia,
Prancis, Jerman, jelas betapa banyaknya informasi yang senantiasa harus kita kejar, kita
sistimatisasi kita pahami dan untuk kita perlu orang-orang yang berpengetahuan, punya
pengertian, punya hati nurani, punya kejujuran dan dedikasi. Saya usulkan supaya kita di
Indonesia bersikap lebih manusia terhadap sesama manusia kita.

Mochtar Lubis

4. Mengakhiri dengan klimaks


Akhir wicara publik merupakan puncak seluruh uraian. Menuju penutup
wicara publik uraian menjadi lebih penting dan lebih patut mendapat
perhatian. Klimaks diperlihatkan dalam akhir wicara publik Mohammad Hatta
di bawah ini:
Camkanlah Negara Republik Indonesia belum lagi berdasarkan Pancasila, apabila
pemerintah dan masyarakat belum sanggup menaati Undang-Undang Dasar 1945,
terutama belum dapat melaksanakan pasal 27 ayat 2, pasal 31 pasal 33 dan pasal 34.
Dan camkanlah pula, bahwa Pancasila itu adalah kontrak Rakyat Indonesia untuk
menjaga persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Angkatan muda sekarang tidak
boleh melupakan ini dan mengabaikannya! Sekian.

Mohammad Hatta

32
5. Mengatakan kutipan sajak, kitab suci, peribahasa, atau ucapan ahli!
Kutipan dapat menambah keindahan komposisi, asalkan kutipan itu ada
kaitannya dengan tema yang dibicarakan atau menunjukkan arah tindakan
yang harus dilakukan. Inilah akhir wicara publik Moh. Natsir dalam
ceramahnya di depan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa IKIP Bandung
1977:
Dalam sebuah pokok bahasan yang berjudul” Islam its Meaning and Message” (Islam,
Arti dan Risalahnya)… Prof Muhammad Qutb mengakhiri uraiannya dengan: … (Masa
perjalanan Islam baru mulai, tidak berakhir bukan suatu kekuatan yang kaku, tetapi
suatu kekuatan dinamis yang hidup. Masa depannya gemilang seperti kejayaannya di
masa sejarah lampaunya yang besar ketika ia menyinari wajah dunia tatkala Eropa
masih merangkak-rangkak di dalam masa kegelapan abad pertengah yang mandek).
Optimisme seperti ini haruslah tertanam dalam setiap jiwa pemuda Islam, dalam setiap
calon pemimpin, yang di kemudian hari dapat membawa keseimbangan kembali
kepada manusia dan dunia yang telah kehilangan keseimbangannya.

Moh. Natsir

6. Menceritakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan


Ilustrasi itu haruslah berbentuk cerita yang menarik perhatian dan
menghidupkan jalannya uraian. Panjang pendeknya cerita dapat
disesuaikan dengan waktu yang tersedia.

7. Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara


Ini akan efektif sekali, bila pembicara memiliki prestise yang tinggi di mata
khayalak.

33
8. Memuji dan menghargai khalayak
Pujian efektif tentu saja adalah pujian yang wajar ikhlas dan tidak berlebih-
lebihan. Dengan pujian, pembicara akan meninggalkan pendengar dalam
keadaan puas dan bahagia. Perhatikan penutup wicara publik Soekarno di
bawah ini. Setelah menyebutkan bangsa Indonesia sebagai ”bangsa yang
jiwanya jiwa besar, suatu bangsa yang ulet laksana baja, suatu bangsa yang
mempunyai daya tahan yang luar biasa”, Soekarno berkata:
Dengan rakyat seperti rakyat Indonesia ini, aku berani meningkatkan Revolusi
Indonesia itu menjadi suatu revolusi yang benar-benar multicomplex, atau berani
memimpinnya, aku berani mensenapatinya, karena aku merasa mampu untuk
dengan rida Tuhan meningkatkan segala tenaganya, meningkatkan segala
pikirannya, menggegapgempitakan segala romantik dan dinamiknya, mendentam-
dentamkan segala hantaman-hantamannya, menggelegarkan segala pembantingan
tulangnya, mengangkasanya segala daya kreasinya, menempa menggembleng
segala otot kawat-balung-wesinya! Sungguh: kamu bukan bangsa cacing, kamu
adalah bangsa berkepribadian banteng! Hayo, maju terus! Jebol terus! Tanam terus!
Vivere Pericoloso! Ever onward, never retreat! Kita pasti menang.

Ir. Soekarno
9. Membuat pernyataan yang humoris atau anekdot lucu
Kalau bukan ahlinya, penutup cara ini adalah yang paling sukar. Bila
berhasil, kita akan meninggalkan mereka dalam keadaan tertawa.

4. METODE DAN KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR

Metode yang dipergunakan dalam pembelajaran materi penyusunan


wicara publik ini adalah metode penugasan, presentasi kelompok. dan diskusi
kelompok. Adapun kegiatan belajar-mengajar dalam pembelajaran penyunan
wicara publik ini adalah: (1) dosen memberikan tugas kepada salah satu

34
kelompok (yang terdiri atas 5 orang) untuk mendiskusikan dan merangkum
materi yang ada dalam bahan ajar dalam format presentasi (power point); (2)
mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas
dengan menggunakan media laptop dam LCD; (3) mahasiswa mendiskusikan
materi pembelajaran yang dipresentasikan kelompok tersebut dalam diskusi
kelas; (4) dosen memberikan balikan kepada mahasiswa terhadap hasil
diskusi kelas.

5. EVALUASI

1. Sebutkan tahap-tahap penyusunan wicara publik. Jelaskan masing-masing


tahap penyusunan wicara publik itu.

2. Coba Anda jelaskan dengan contoh-contoh cara-cara menggunakan diksi


dengan tepat dalam melakukan wicara publik.

6. SUMB ER DAN MEDIA PEMBELAJARAN

6.1 Sumber Bacaan

Anderson, Martin P. dkk. 1964. The Speaker and His Audience. New York:
Harper and Row.

Baker, Virgil L. and Eubanks, Ralp T. 1978. Speech in Personal and Public
Affairs. New York: David McKay Company, Inc.

Barnhart, Claurence L. 1953. The American College Dictionary. New York:


Harper and Brothers Publishers.

Brigance, William Norwood. 1955. Speech Communication. New York:


Applenton Century-Crafts, Inc.

Bryant, Donald C. and Wallace, Karl R. 1947. Fundamental of Public Speaking.


New York: Appleton Century-Crafts, Inc.

Capp, Glenn R. 1961. How to Communicate Orally. N.J.: Prentice Hall, Inc.

35
Cannolly, James E. 1973. Public Speaking as Communication. Minniapolis,
Minnesota: Burgess Publishing Company.

De Vito, Joseper A. 1987. The Elemen of Public Speaking. New York: Holt,
Rinehart, and Winston Inc.

Elson, E.F. Peck Alberta. 1970. The Art of Speaking. Lexington,


Massachusettts: Ginn and Company.

Jeffrey, Robert and Owen Peterson. 1976. Speech: A Basic Text. New York:
Harper and Row Publisher.

Logan, Lillian M and Logan, Virgil G. 1972. Creative Communication, Teaching


The Language Art. Toronto: McGraw Hill Ryerson Limited.

Monroe, Alan H. 1955. Principles of Speech. Chicago: Scottt, Foresman and


Company.

Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Retorika Modern. Bandung: PT Remaja


Kosdakarya.

6.2 Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran


penyusunan wicara publik ini berupa sajian bahan presentasi dalam format
power point, laptop, dan LCD yang digunakan untuk menampilkan rinkasan
teori yang berkenaan dengan pokok bahasan penyusunan wicara publik

36

Anda mungkin juga menyukai