Anda di halaman 1dari 6

PANGGUNG SENI DAN PRASMANAN SEBAGAI BUDAYA

PENYAMBUTAN TAMU LAMONGAN


Atikah Azra Wahdah

Email : Atikaazraa@gmail.com

Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang

ABSTRAK

Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan di berbagai kota dan provinsi. Salah
satunya adalah kebudayaan yang berada di Lamongan Jawa Timur. Adat penyambutan tamu di
Lamongan adalah kebudayaan yang banyak mendapat antusias dari masyarakat. Tamu yang
datang ke Lamongan disambut dengan penyelenggaraan pentas seni dan prasmanan.

Kata kunci : penyambutan tamu, pentas seni, prasmanan

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan di berbagai kota dan provinsi. Salah
satunya adalah kebudayaan yang berada di Lamongan Jawa Timur. Lamongan adalah sebuah
kota di Provinsi jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara,
Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta
Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tubandi barat. Pusat pemerintahan Kabupaten Lamongan
terletak 50 km sebelah barat kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur.

Nama Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada zaman dulu,
ada seorang pemuda bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia disebut
Ranggahadi. Ranggahadi kemudian bernama Mbah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh
rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan
mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata
Mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan.
Lamongan sering dijuluki dengan sebutan kota soto. Hal ini dikarenakan salah satu
makanan khas Lamongan yaitu soto yang sering mendapat perhatian dari warga sekitar maupun
luar kota karena rasanya yang terkenal enak. Selain itu Lamongan juga dijuluki sebagai kota tahu
campur dikarenakan makanan khas Lamongan yaitu tahu campur sangat melegenda di sekitar
warga kota Lamongan maupun luar kota Lamongan.

Lambang kota Lamongan adalah ikan bandeng lele. Sejarah dari lambang tersebut ada
berbagai versi. Ada yang mengatakan bahwa dahulu orang Lamongan tidak di perbolehkan
memakan jenis ikan tersebut. Cerita ini berawal ketika Sunan Giri III atau bernama asli
Sedamargo blusukan ke daerah penyebaran Islam dengan menggunakan perahu menelusuri
sepanjang aliran Bengawan Solo, hingga ke desa-desa. Sesampainya di Desa Barang (sekarang
masuk wilayah Kecamatan Glagah, Lamongan), malam sudah larut, sinar terang bulan purnama
menuntun langkah Sunan Giri menyusuri desa ini. Hingga pada suatu tempat Sunan Giri melihat
lampu godog (sejenis oblek) yang menyala dari sebuah gubuk di sudut desa. Sedamargo lantas
menghampiri sumber cahaya tersebut. Di situ didapatilah seorang wanita yang dikenal mbok
rondo sedang menjahit pakaian. Perbincangan antar keduanya terjadi sampai larut malam. Di
akhir perbincangan, akhirnya Sunan Giri berpamitan pergi. Namun dirinya lupa mengambil keris
miliknya yang dia letakkan di bale, selama berbincang dengan mbok rondo tadi. Dia baru sadar
ketika sudah tiba kembali di Giri. Kemudian Sunan Giri memerintahkan salah satu orang dekatya
Ki Bayapati untuk kembali ke Desa Barang, mengambil keris kesayangan Sunan Giri yang
tertinggal di bale gubuk mbok rondo. Keberadaan keris tersebut diketahui oleh mbok rondo,
seketika wanita ini mengambil dan menyimpannya untuk kemudian dikembalikan atau sukur-
sukur Sunan Giri kembali datang mengambilnya sendiri.

Saat ditugasi oleh Sunan Giri ini, Ki Bayapati menggunakan kemampuan ilmu sirepnya
agar cepat menuju gubuk mbok rondo. Sesampainya di lokasi, pesuruh ini mengambil keris
dengan cara sembunyi-sembunyi. Tetapi sepandai apa pun Ki Bayapati, caranya tersebut
diketahui mbok rondo yang disambut dengan teriakan maling. Menganggap utusan Sunan Giri
ini sedang mencuri keris, padahal yang terjadi sebenarnya adalah ingin mengambilnya.Teriakan
mbok rondo membangunkan para tetangganya, dan sejurus kemudian massa mengejar pria yang
diduga mencuri keris pusaka ini. Karena panik dikejar warga, Bayapati memberanikan diri terjun
ke kolam (jublang) untuk menghindari kejaran dan amukan massa. Tanpa disangka, tiba-tiba
kolam dipenuhi oleh ikan lele yang berenang di permukaan. Keberadaan Bayapati tersamarkan
oleh munculnya ikan-ikan lele ini. Warga yang tidak mengira Bayapati bersembunyi di kolam,
segera meninggalkan lokasi. Bayapati selamat, sampai di Giri lantas menceritakan kejadian aneh
tersebut sambil mengantarkan keris ke tuannya. Karena jasanya inilah, akhirnya Sunan Giri
menghadiahkan keris yang sekarang disebut mbah jimat ini kepada Bayapati. Kabarnya keris
saat ini tersimpan di bangunan Dusun Rangge, Lamongan.

Karena peristiwa aneh inilah, akhirnya muncul pantangan bagi warga Lamongan
memakan lele. Karena menganggap lele adalah ikan bertuah yang pernah berjasa melindungi
Bayapati. Tetapi, sepertinya pantangan ini sudah tidak berlaku untuk saat ini. Buktinya, warga
Lamongan yang mengadu nasib di luar kota banyak berjualan pecel lele. Tidak sedikit dari
mereka sukses berkat lele..
Selain makanan khas yang terkenal di Lamongan, masih banyak budaya-budaya khas
lamongan yang akan di bahasa dalam artikel ini. Salah satunya adalah adat penyambutan tamu di
Lamongan juga beberapa karya seni yang ada di Lamongan.

PEMBAHASAN

Kebuayaan-kebudayaan yang ada di Lamongan kebanyakan telah terdengar di berbagai


kota. Namun tidak dengan adat penyambutan tamu di Lamongan. Adat penyambutan tamu
dilaksanakan saat ada tamu kenegaraan atau tamu-tamu penting. Penyambutan tamu
dilaksanakan dengan merayakan beberapa pentas seni dan prasmanan. Tempat pelaksanaannya
tidak jauh dari tempat warga sekitar. Seperti di alun-alun kota Lamongan atau di balai kota
Lamongan. “kalau ada tamu biasanya acara rutin menampilkan tarian-tarian khas dan suguhan
makanan khas lamongan” ujar Ibu Husna Ketua Organisasi Dharma Wanita Lamongan.

Dalam kasus ini penulis menggunakan teori sosiologi sastra. Mengutip sosiolog Wendy
Griswold, Sarah menuliskan bahwa sosiologi sastra seperti amoeba, tak mempunyai struktur
yang jelas dalam analisisnya. Secara historis, sosiologi sastra telah menjadi area studi yang
cukup terpinggirkan dalam disiplin sosiologi.

Secara umum, sosiologi sastra bisa didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara karya
sastra dan masyarakat. Hubungan ini bisa dua arah, yakni bagaimana konteks sosial
memengaruhi penulis sastra dalam membangun imajinasinya dan bagaimana implikasi karyanya
terhadap kehidupan sosial secara luas.

Pendekatan sosiologi mengindikasikan bahwa sastra tidak lagi bersifat otonom sebagai produk
imajiner seorang penulis. Melainkan ada kaitan erat, hubungan saling memengaruhi dan timbal
balik antara sastra dan masyarakat.

Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat serta usaha
manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Adaptasi
manusia di masyarakat, merupakan makanan empuk sastrawan dalam berkreasi secara imajinatif.
Itulah sebabnya, sosiologi dan sastra selalu memiliki titik temu yang signifikan. Dalam hal isi,
sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi masalah yang sama. Dari pandangan ini, nampak
bahwa sastra tidak akan lepas dari masalah sosial. Sastra sering berurusan dengan hal-hal lain di
luar sastra. Maka studi sosiologi sastra, merupakan jawaban tepat atau bahkan dapat disebut
sebuah alternatif untuk melacak hubungan tersebut.

Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah
yang objektif, sedangkan sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan
menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat serta perasaannya. Seandainya ada dua
orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama, hasilnya cenderung berbeda sebab
cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan
orang-seorang. Kondisi ini tentu akan menantang sosiologi sastra, agar mampu meramu sekian
perbedaan menjadi temuan yang relevan.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sastra merupakan pencerminan
masyarakat. Melalui karya sastra, seorang pengarang mengungkapkan problema kehidupan.
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh
terhadap masyarakat. Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis
tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya
yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan orientasi kepada
pengarang. Abrams via internet (1981 :178) mengatakan sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-
tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra yang utamanya ditujukan pada cara-cara seseorang
pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi
yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju. Kesemuanya itu
terangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek yang membangun
keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Ciri-ciri perwatakan
seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang dan lingkungan di mana ia hidup. Demikian
juga menyangkut tipe orang atau tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa
tokoh, dalam hal inilah pengetahuan sosiologi berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra.

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang
pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi
dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh
masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari
kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat
tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra
dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya.

Dalam perayaan pentas seni penyambutan tamu Lamongan, beberapa tarian ditampilkan sebagai
acara pembuka dan penutup. Salah satu tarian khas Lamongan adalah tari Mayang Madu. Tari Mayang
Madu merupakan tari pendidikan yang diciptakan oleh Arif Anshori. Dalam perkembangannya,
secara fungsional Tari Mayang Madu sering dijadikan sebagai tari penyambutan tamu daerah
maupun pembukaan suatu acara yang bersifat kenegaraan atau kepemerintahan di Kabupaten
Lamongan. Selain itu, Tari Mayang Madu juga sering dipentaskan pada berbagai acara di
sekolah-sekolah tingkat menengah pertama dan menegah atas di Kabupaten Lamongan.
Dalam perkembangan eksistensinya, keberadaan Tari Mayang Madu lambat laun diakui
sebagai salah satu ikon tari Islami di Kabupaten Lamongan. Salah satu bukti mengenai hal itu,
adalah Tari Mayang Madu selalu menjadi pilihan materi yang dibawakan oleh peserta Duta
Penari dari Kabupaten Lamongan dalam program “Pemilihan Duta Penari Jawa Timur ” yang
diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Propinsi Jawa Timur tahun 2007, 2008,
2009, dan 2010. Dalam program “Pemilihan Duta Penari Jawa Timur ” tersebut persyaratan bagi
peserta calon Duta Penari adalah membawakan tari tradisional daerah masing-masing dan tari
dari daerah lain yang ada di Jawa Timur. Para peserta yang menjadi duta sebagai wakil dari
Kabupaten Lamongan selalu membawakan Tari Mayang Madu sebagai bentuk tari tradisional
daerah khas Kabupaten Lamongan. Dipilihnya Tari Mayang Madu sebagai pelengkap
persyaratan tersebut tentu bukan tanpa alasan, tentu karena sebagai produk kreativitas dari
seorang seniman Kabupaten Lamongan, dan mungkin memiliki nilai-nilai estetika yang
menyiratkan nilai-nilai Islami dan budaya tradisional daerah Lamongan.

Tari Mayang Madu menceritakan tentang syiar agama Islam yang dilakukan oleh
Kanjeng Sunan Drajat beserta santri-santrinya di daerah Lamongan, utamanya di pesisir utara.
Tari ini diciptakan pada tahun 2006, atas permintaan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
untuk melestarikan kesenian-kesenian yang ada di daerah Lamongan.

Selain tari Mayang Madu tari Tayub juga menjadi salah satu tarian yang sering
dipentaskan dalam berbagai acara. Tari Tayub atau acara Tayuban, merupakan salah satu
kesenian Jawa Tengah yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip
dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penaridalam
melakonkan tari yang dibawakan. Tari tayub mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer
dari Jawa Tengah. Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran
misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan dalam pemilihan kepala
desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari sinden,
penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau
bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan pada
tengah malam antara jam 9.00-03.00 pagi. Penari tarian tayub lebih dikenal dengan
inisiasi ledhek.
Tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial
masyarakat. beberapa tokoh agama islam menganggap tari tayub melanggar etika agama ,
dikarenakan tarian ini sering dibarengi dengan minum minuman keras. pada saat menarikan tari
tayub sang penari wanita yang disebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan
selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut. serinng terjadi
persaingaan antara penari pria yang satu dengan penari pria lainnya, persaingan ini ditunjukkan
dengan cara memberi uang kepada Tledek (istilah penari tayub wanita).persaingan ini sering
menimbulkan perselisihan antara penari pria.
Setelah acara pementasan tamu akan disuguhi beberapa makanan khas Lamongan.
Diantaranya adalah soto Lamongan, tahu campur dan nasi boran. Beberapa tamu ada yang lebih
tertarik pada nasi boran. Nasi boran adalah salah satu makanan khas lamongan yang sering di
jumpai di berbagai penjuru kota lamongan terutama pada saat pagi. Nasi boran adalah makanan
berupa nasi jagung dan beberapa lauk pauk seperti lele, mendol, telur dan masih banyak lagi.
Namun yang membuat nasi boran beda dengan nasi jagung pada umumnya adalah nasi jagung
diletakkan pada sebuah wadah nasi yang terbuat dari sulaman bambu yang disebut boran.
Saat diadakan acara penyambutan tamu masyarakat lamongan antusias ikut memeriahkan
acara penyambutan tamu. Anak-anak kecilpun ikut memeriahkan dengan menjadi penari tarian
mayang madu.

KESIMPULAN

Tamu yang datang ke Lamongan disambut dengan penyelenggaraan pentas seni dan
prasmanan. Pentas seni menampilkan beberapa tarian khas lamongan salah satunya adalah tari
mayang madu. Juga tari tayub yang berasal dari Jawa Tengah. Selain itu tamu juga disuguhi
prasmanan dengan berbagai macam makanan khas Lamongan seperti soto, tahu campur dan nasi
boran. Masyarakat Lamongan ikut antusias dalam penyambutan tamu.

DAFTAR PUSTAKA

Suwardi. 2011. Sosiologi Sastra. Yogyakarta: FBS UNY.

http://ul102.ilearning.me/2015/04/30/artikel-kebudayaan-adat-jawa/. Kebudayaan Jawa Timur.

Lihawa,Kartini. 2013. Pemertahanan Bahasa dan Budaya Gorontalo Melalui Pembuatan Kamus
Istilah Adat Daerah Dengan Bantuan Komputasi Linguistik. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai