Naqsa
Naqsa
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
1
Sri, mulyan, Mengenal dan memahami tarekat-tarekat mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: prenada media,
2007), hal 92
Sekali pun mereka memiliki sistem perhitungan atau penentuan awal bulan kamariah,
seperti yang ditemukan di daerah Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota,
Maninjau, Agam, Solok dan Padang Pariaman. Hanya saja tidak dijadikan untuk
pedoman bersama yang harus diikuti oleh seluruh pengikutnya.
Pengikut tarekat Naqsabandiyah yang menentukan sendiri penentuan awal
Ramadhan dan awal Syawal adalah seperti yang terdapat di Kota Padang. Mereka
telah berpuasa beberapa hari sebelum pemerintah menetapkan awal Ramadhan, begitu
juga dalam pelaksanaan salat Idul Fitri, mereka telah salat beberapa hari sebelum
keluar ketetapan dari pemerintah.
Metode hisab rukyah yang digunakan oleh tarekat Naqsabandiyah dalam
penentuan awal bulan kamariah, yaitu :
1. Almanak Hisab Munjid
Mursyid tarekat Naqsabandiyah Kota Padang, Syafri Malin Mudo menyatakan
bahwa Almanak Hisab Munjid ini dibawa oleh Syeikh Muhammad Thain dari
Mekah dan ditulis oleh seorang falak dari Mekah. Almanak Hisab Munjid bukan
hanya digunakan oleh tarekat Naqsabandiyah di Padang tetapi juga digunakan
oleh beberapa tarekat Naqsabandiyah di Sumatera Barat. Tarekat Naqsabandiyah
di Payakumbuh, Agam dan Solok juga menggunakan Almanak Hisab Munjid
sebagai pedoman penentuan awal bulan kamariah. Perbedaan yang mendasar
antara tarekat Naqsabandiyah di Padang dengan tarekat Naqsabandiyah lainnya
adalah perbedaan hari dalam mengawali proses perhitungan. Tarekat
Naqsabandiyah di Padang mulai menghitung hari dari Kamis (tarekat
Naqsabandiyah al-Khamsiyah), sedangkan tarekat Naqsabandiyah lainnya mulai
menghitung dari hari Ahad (tarekat Naqsabandiyah Ahadiyah)
Langkah-langkah menentukan awal bulan kamariah dengan Almanak Hisab
Munjid adalah :
a) Tentukan tahun yang akan dicari.
Contoh : 1433 H. Untuk mencari tahun 1433 dibagi dengan 8 Sisa 1.
Berdasarkan Almanak Hisab Munjid urutan ke-1 itu adalah tahun alif.
No urut Tahun Bilangan
1 Alif 1
2 Ha 5
3 Jim 3
4 Zal 7
5 Dal 1 4
6 Ba 2
7 Waw 6
8 Dal 2 4
Rajab Ba 2
Sya’ban Dal 4
Ramadhan Ha 5
Syawak Zal 7
Dzulqa’idah Alif 1
Dzulhijjah Jim 3
c) Lihatlah pada Almanak Hisab Munjid tahun alif dan bulan zal terletak pada
kolom apa. Setelah itu tariklah dari tahun alif ke bawah dan tarik pula dari
bulan zal ke samping kiri. Keduanya akan bertemu pada satu kolom hari.
Tahun alif dan bulan zal akan bertemu pada kolom hari Kamis
2 Safar 29 59
3 Rabi’ul Awal 30 89
4 Rabi’ul Akhir 29 118
5 Jumadil Awal 30 148
6 Jumadil Akhir 29 177
7 Rajab 30 207
8 Sya’ban 29 236
9 Ramadhan 30 266
10 Syawal 29 296
11 Dzulqa’dah 30 325
12 Dzulhijjah 29/30 354/355
Siklus atau daur pada Almanak Hisab Munjid ini adalah selama 8 tahun (1
windu), dengan begitu dapat ditetapkan bahwa pada urutan 2, 5 dan 7
merupakan tahun panjang (355 hari), sedangkan pada urutan ke 1, 3, 4, 6
dan 8 merupakan tahun pendek (354 hari).
Tahun-tahun dalam satu windu (8 tahun) diberi nama dengan huruf jumali
yaitu :
Jika ditelusuri dalam Almanak Hisab Munjid, maka dalam tahun setiap windu
meliputi 354 x 8 + 3 = 2835 hari. Selanjutnya KPK dari 8 (siklus Almanak
Hisab Munjid) dan 30 (siklus penanggalan hijriah) adalah 120. Kemudian
untuk Almanak Hisab Munjid, 120 : 8 = 15 dan 15 x 2835 hari = 42525 hari.
Untuk tahun hijriah, 120 : 30 = 4 dan 4 x 10631 hari = 42524 hari. Hal ini juga
dapat diketahui dengan model perhitungan yang lain, yaitu :
Dalam waktu 120 tahun sistem Almanak Hisab Munjid akan melonjak
1 hari bila dibandingkan dengan sistem hijriah. Oleh karena itu, setiap 120
tahun ada pengurangan 1 hari, yaitu yang seharusnya tahun panjang (kabisat)
dijadikan tahun pendek (basithah).
ayat diatas menjelaskan bahwa dengan adanya matahari, bulan, siang, dan malam,
supaya manusia bisa mengetahui hitungan waktu. Sehingga dengan hitungan tersebut
manusia bisa mengetahui istilah hari, minggu, bulan, dan tahun.
Diantara perhitungan waktu yang saat ini muncul, adalah perhitungan penanggalan
yang didasarkan pada matahari dan bulan. Dari perhitungan tersebut muncullah beberapa
penanggalan, dimana salah satunya merupakan penanggalan yang saat ini dijadikan pedoman
oleh umat Islam. Sehingga, bulan-bulan yang berada didalamnya dikatakan sebagai bulan
Islam.
Bulan Qamariyah sendiri diartikan dengan perhitungan bulan yang berlandaskan peredaran
bulan mengelilingi bumi. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat 12 nama bulan yang
tergolong sebagai bulan Qamariyah. Masing-masing diantaranya adalah bulan Muharram,
Shafar, Rabî‟ul Awwal, Rabî‟ul Akhir, Jumâdil Ula, Jumâdil Âkhirah, Rajab, Sya‟ban,
Ramadlân, Syawwal, Dzulqa‟dah, Dan bulan Dzulhijjah. Kedua belas bulan tersebut
tersusun secara urut sebagaimana penulisan diatas dan terangkum kedalam sebuah
penanggalan yang disebut dengan Kalender Hijriyah, Sehingga hitungan tahunnya dikenal
sebagai tahun Hijriyah. Sebutan kalender Hijriyah muncul karena perhitungan kalender
tersebut dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Namun dalam
keterangan lain dijelaskan, bulan Qamariyah yang ada di Indonesia, tidak hanya bulan-bulan
yang terangkum kedalam kalender Hijriyah saja, melainkan juga yang terkumpulkan menjadi
Kalender Jawa Islam. Kalender Jawa Islam juga dikenal dengan sebutan kalender Sultan
Agung dan kalender Huruf. Kalender Jawa Islam dimulai saat Penobatan Prabu Syaliwahono
(Adji Soko) yang bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 14 Maret tahun 78 M. Awalnya
penanggalan ini dinamai dengan penanggalan Hindu Jawa dan biasa disebut dengan Tahun
Hindu Jawa atau Tahun Soko yang didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari.
Namun pada tahun 1633 M, tahun Soko disenyawakan, disambungkan, atau disatukan dengan
tahun Hijriyah. Sehingga acuan tahun Soko yang sebelumnya menggunakan matahari,
berpindah kepada peredaran bulan mengelilingi bumi. Perubahan ini dilakukan oleh Sultan
Muhammad atau yang lebih dikenal dengan Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo karena
beliau ingin memperluas pengaruh agama islam waktu itu. Hanya saja hitungan tahunnya
tetap 1555 dengan daur atau windunya berumur 8 tahun. Sesuai dengan dihitungnya awal
tahun soko, yaitu satu tahun setelah dimulainya hari pertama dalam penanggalan ini. Dengan
demikian, sejak saat itu penanggalan tahun soko menjadi penanggalan jawa islam. Mengingat
kalender Jawa Islam tergolong kedalam penanggalan bulan Qamariyah, maka nama bulan
yang ada didalamnya berjumlah sama dengan namabulan yang terdapat dalam kalender
Hijriyah. Hanya saja nama-nama bulan dalam kalender Jawa Islam sedikit berbeda dengan
yang ada didalam kalender hijriyah
1. Awal Bulan Qamariyah
Hisâb
Metode hisab awal bulan Qamariyah dapat diklasifikasikan terhadap dua
jenis berikut:
a. Hisâb ‘Urfi.
Hisab „Urfi adalah metode atau cara perhitungan penanggalan yang
didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan
secara konvensional. Peredaran bulan mengelilingi bumi, dalam satu putaran bisa
mencapai 29 hari 12 jam 44 menit 2, 8 detik. Apabila dilipatkan 12 kali, maka
lamanya menjadi 354 hari 8 jam 48,5 menit
Perhitungan hisab ini dapat dilakukan dengan mengacu pada empat hal
berikut:
1) 1 tahun Basithah = 354 hari. Pada tahun ini Bulan dzulhijjah = 29
hari. Sedangkan dalam 1 tahun Kabisat = 355 hari. Pada tahun ini
bulan Dzulhijjah = 30 hari.
2) Jika hisab “Urfi digunakan untuk menghitung kalender hijriyah,
maka 1 daur tahun hijriyah = 30 tahun
3) Jika hisab “Urfi digunakan untuk menghitung kalender Jawa
Islam, maka 1 daur tahun hijriyah = 8 tahun.
4) Tahun-tahun kabisat dalam kalender Hijriyah jatuh pada urutan
tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29. Sedangkan tahun-
tahun kabisat dalam kalender Jawa Islam jatuh pada urutan tahun ke 2,
5,
dan 8.
b. Hisâb Haqîqi
Hisâb haqîqi adalah perhitungan sesungguhnya yang dilakukan dengan
seakurat mungkin terhadap peredaran bumi dan bulan, dengan menggunakan
kaedah-kaedah ilmu ukur segitiga bola (Spherical trigonometri