Anda di halaman 1dari 82

FAKTOR SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT COMMOND COLD PADA BALITA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS PANAMBUNGAN
KOTA MAKASSAR

Diajukan oleh :

Fransiska Jemiman
519 05 014

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR
TAHUN 2023
Kesling Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Pancasakti Makassar
Skripsi,…November, 2023

‘’Faktor Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Commond Cold Pada Balita


Di Puskesmas Panambungan Kota Makassar’’
Fransiska Jemiman1 Muharti Syamsu2 Nur Hamndani Nur 3

ABSTRAK
Latar belakang Common cold adalah infeksi saluran pernafasan atas yang
ringan yang disebabkan oleh virus yang sering terjadi dalam masyarakat. Gejala
common cold bervariasi di setiap individu tergantung pada daya tahan dan
respons tubuhnya, sehingga common cold merupakan penyakit yang dapat semb
uh dengan sendirinya. Menurut data World Health Organization(WHO), Prevalen
si commond cold secara keseluruhan adalah sebanyak 1.017.290 kasus.
Diperkirakan bahwa balita di Indonesia mengalami penyakit pilek sebanyak 3
hingga 6 kali per tahun, yang berarti mereka rentan terkena batuk pilek sebanyak
3 hingga 6 kali dalam setahun. Pada tahun 2023 jumlah balita yang ada di
puskesmas panambungan kota Makassar berjumlah 218 orang, yang terkena
commond cold sebanyak 55 orang.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui faktor sanitasi rumah yang berhubungan
dengan kejadian commond cold di Puskesmas Panambungan Kota Makassar.
Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode analitik observasional dengan desain Cross Sectional
Study.Penelitian dilakukan pada Bulan agustus-september 2023 di wilayah kerja
Puskesmas Panambungan Kota Makassar dengan jumlah sampel 55 responden
yang dihitung menggunakan rumus khotori. Penarikan sampel dilakukan dengan
teknik purpsive Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
menggunakan kuesioner dan observasi. Data kemudian diolah kemudian
dianalisis dengan uji Chi Square menggunakan SPSS dan selanjutnya disajikan
dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil Penelitian : Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara ventilasi rumah (p-value = 0,000 < 0,05), kepadatan hunian (p-
value = 0,004< 0,05) dengan kejadian commond cold di wilayah kerja
Puskesmas Panambungan Kota Makassar,sedangkan kebiasaan merokok (p-
value = 1.000 < 0,05) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
commond cold di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar.
Kata Kunci : commond cold, ventilasi rumah, kepadatan hunian, kebiasaan
merokok.
1
Jurusan kesling Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Pancasakti Makassar
2
Jurusan kesling Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Pancasakti Makassar
3
Jurasan Kesling Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Pancasakti Makassar.

ii
Public Health
Faculty Of Public
Environmental health
University Of Pancasakti Makassar
Thesis, September 2022

Home sanitation factors with the incidence of commond cold in toddlers At


Puskesmas Panambungan (Panambungan Health Center) Makassar
Helmina Elin Angu1Sumardi Sudarman2Muharti Syamsul3

ABSTRACT

Background: The common cold is a mild upper respiratory tract infection caused
by a virus that often occurs in the community. Common cold symptoms vary from
individual to individual depending on their immune system and response, so
common cold is a disease that can heal on its own. According to data from the
World Health Organization (WHO), the overall prevalence of commond cold is
1,017,290 cases. It is estimated that toddlers in Indonesia experience colds as
many as 3 to 6 times per year, which means they are susceptible to coughing
colds as much as 3 to 6 times a year. In 2023, the number of toddlers in the
panambungan health center in Makassar city will be 218 people, of which 55
people have been affected by the common cold.
Objective: To find out the factors of home sanitation associated with the
incidence of commond cold at the Panambungan Health Center in Makassar.
Method: The type of research used is quantitative research with observational
analytical methods with a Cross Sectional Study design.The study was
conducted in August-September 2023 in the working area of the Panambungan
Health Center in Makassar City with a sample of 55 respondents calculated using
the khotori formula. Sampling is done by purpsive sampling technique. Data
collection was conducted by means of interviews using questionnaires and
observations. The data is then processed then analyzed with the Chi Square test
using SPSS and then presented in the form of tables and narratives.
Result :.
The results of statistical tests showed that there was a significant relationship
between house ventilation (p-value = 0.000 < 0.05), occupancy density (p-value =
0.004< 0.05) with the incidence of commond cold in the working area of the
Panambungan Health Center Makassar City, while smoking habits (p-value =
1,000 < 0.05) did not have a significant relationship with the incidence of
commond cold in the Panambungan Health Center Working Area of Makassar
Keywords:
Stunting, Mother's Knowledge, Family Income, Dietary Patterns.
1. Department of Public Health Nutrition, Faculty Of Public Health, University
of Pancasakti Makassar
2. Department of Public Health Nutrition, Faculty Of Public Health, University
of Pancasakti Makassar
3. Department of Environmental Health, Faculty Of Public Health, University
of Pancasakti Makassar

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia
dan Rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “ Faktor Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit Commond Cold
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar ”
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk
mempelajari cara pembuatan skripsi pada Universitas Pancasakti Makassar dan
untuk memperoleh gelar Serjana Kesehatan Masyrakat Jurusan Kesehatan
Lingkungan.
Pada kesempatan kali ini penulis hendak ucapan terimakasih yang
sedalam- dalamnya penulis hanturkan kepada pembimbing yakni ibu Muharti
Syamsul,S.KM,M.Kes selaku pembimbing I, dan bapak Nur Hamdani Nur,
S.KM.,M.Kes selaku pembimbing II yang penuh ketulusan meluangkan
waktu,tenaga dan pikiran untuk membimbing mengarahkan penulis agar bisa
berkarya sebatas kemampuaan dan menghasilkan yang terbaik oleh karena itu
perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada.
1. Bapak Dr. H. Ampauleng S.E M. Si. selaku Rektor Universitas Pancsakti
Makassar
2. Sumardi sudarman, S.KM.,M.Kes. selaku dekan Fakultas Kesehatan
masyarakat Universitas Pancasakti Makassar.
3. Para pembantu dekan, serta KTU Fakultas Kesehatan masyarakat
Universitas Pancasakti Makassar.
4. Bapak Sumardi Sudarman, S.KM.,M.Kes selaku penasehat akademik
penulis yang telah memberikan motifasi, nasehat dan arahan kepada penulis
selama mengikuti pendidikaan di Universitas Pancasakti Makassar.
5. Bapak dan ibu dosen serta semuah pegawai di lingkungan Universitas
Pancasakti Makassar.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan yang terbaik namun disadari bahwa
karya ini tidaklah sesempurna, oleh karena itu keritik dan saran yang
membanggun sangat penulis harapkan dari parah pembaca sekalian agar
perposal ini dapat lebih baik lagi.

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................II
KATA PENGANTGAR ......................................................................................III
DAFTAR ISI ......................................................................................................IV
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................V
DAFTAR TABLE ...............................................................................................VI
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................VII
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................5
E. Keaslian Penelitian .................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................8
A. Tinjauan Umum Tentang Commond Cold ..............................................8
B. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi ..........................................................16
C. Tinjauan Umum Tentang Kepadatan Hunian ..........................................18
D. Tinjauan Umum Tentang Ventilasi Rumah .............................................20
E. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Merokok Anggota Keluarga ..............22
F. Kerangka Teori.......................................................................................24
BAB III KERANGKA KONSEP .........................................................................25
A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti ...................................................25
B. Kerangka Penelitian ...............................................................................28
C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ..............................................28
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................30
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................31
A. Jenis Penelitian ......................................................................................31
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ..................................................................31
C. Populasi dan Sampel..............................................................................31
D. Cara Pengumpulan Data ........................................................................33
E. Instrumen Penelitian ...............................................................................33
F. Penyajian dan Pengolahan Data ............................................................33
G. Analisis Data ..........................................................................................33
H. Etika Penelitian.......................................................................................34
I. Faktor Pendukung dan Penghambat ......................................................34

v
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................35
a. Hasil .......................................................................................................35
b. Pembahasan ..........................................................................................43
BAB VI PENUTUP ............................................................................................48
a. Kesimpulan ............................................................................................49
b. Saran .....................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................50
LAMPIRAN........................................................................................................

vi
Daftar gambar
Gambar 2.1 kerangka teori ............................................................................
Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian ......................................................

vii
DAFTAR TABEL
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Panambungani Kota Makassar
Table 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian commond cold Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan ventilasi rumah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan kepadatan hunian rumah Di
Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan kebiasaan merokok Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.9 Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Commond Cold pada
Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.10 Hubungan Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian Commond
Cold pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota
Makassar
Table 5.11 Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Commond Cold
pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota
Makassar

viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
2. Hasil Olahan Data
3. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Pancasakti Makassar
4. Surat Izin Penelitian Dari Dinas Penanaman Modal Kota Makassar,
Sulawesi Selatan
5. Surat Izin Penelitian Dari Walikota Makassar, Sulawesi Selatan
6. Surat Izin Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, Sulawesi
Selatan
7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Puskesmas
Panambunga Kota Makassar, Sulawesi Selatan
8. Dokumentasi Penelitian

ix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Common Cold juga dikenal sebagai pilek, adalah salah satu penyakit
infeksius yang paling umum terjadi pada manusia. Penyakit ini ditandai
dengan gejala-gejala seperti hidung tersumbat, bersin, batuk, sakit
tenggorokan, dan demam ringan. Walaupun Common Cold umumnya
dianggap sebagai penyakit ringan, namun dampaknya terhadap individu dan
masyarakat secara keseluruhan cukup signifikan. Common cold adalah
infeksi saluran pernafasan atas yang ringan yang disebabkan oleh virus
yang sering terjadi dalam masyarakat. Gejala common cold bervariasi di
setiap individu tergantung pada daya tahan dan respons tubuhnya, sehingga
common cold merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya
(self-limited) dalam waktu 7-10 hari(Laili .dkk, 2021).
Menurut WHO (2020) Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian paling
tinggi dari penyakit flu biasa (common cold) antara bulan April hingga
September, terutama di daerah dengan iklim sedang. Prevalensi flu biasa
pada anak-anak usia pra-sekolah adalah sekitar 3-8 kasus per tahun, namun
angka ini cenderung meningkat pada anak-anak yang dititipkan di fasilitas
penitipan anak. Pada kelompok remaja dan dewasa di Amerika Serikat,
prevalensi rata-rata commond cold adalah sekitar 2-4 kasus per tahun. Di
Australia, commond cold dilaporkan menjadi alasan dalam 11% konsultasi
dengan dokter umum. Sementara itu, sebuah studi cross-sectional di
Norwegia pada anak-anak usia 4-5 tahun melaporkan bahwa sekitar 48%
anak-anak yang mengalami commond cold juga lebih dari 2 kali dalam
setahun(Syuhada,dkk.2022).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia, prevalensi
common cold di Indonesia sekitar 25%, dan sekitar 13% kasus dapat
terdiagnosis secara pasti oleh dokter. Pada balita di Indonesia, diperkirakan
terjadi 3 hingga 6 kasus penyakit common cold dalam setahun. Penting
untuk menangani common cold dengan cepat guna mencegah komplikasi
yang berpotensi fatal, seperti pneumonia, serta komplikasi lainnya seperti
otitis media akut (OMA) dan mastoiditis(Sunarti, 2020). Prevalensi secara

1
2

keseluruhan adalah sebanyak 1.017.290 kasus. Diperkirakan bahwa balita di


Indonesia mengalami penyakit pilek sebanyak 3 hingga 6 kali per tahun,
yang berarti mereka rentan terkena batuk pilek sebanyak 3 hingga 6 kali
dalam setahun (Kemenkes RI, 2018).
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Selatan, terdapat 6.511.572 kasus Nasofaringitis Akut (Common Cold pada
anak di bawah usia lima tahun pada tahun 2016, dan 6.288 anak di bawah
usia lima tahun dengan Nasofaringitis Akut (Common Cold yang didiagnosis
dan diobati (0,10%), 4.755 kasus pada tahun 2017, dan 10.515 kasus pada
tahun 2018, (Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan dalam(Jeni et al., 2022)
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota makassar tahun 2019,
penyakit terbesar di kota makassar adalah Nasofaringitis Akut (Common
Cold). Prevalensi penderita common cold tahun 2019 sejumlah 67.868
penderita dan 13.413 penderita pada tahun 2020. Tingginya penyakit
menular ini menunjukkan bahwa tingkat kehidupan atau kesejahteraan
masih rendah seperti lingkungan pemukiman yang tidak sehat, perilaku
hidup yang tidak sehat, stamina tubuh yang rentan penyakit karena asupan
gizi yang kurang. Di Kota Makassar penyakit menular yang tinggi merupakan
penyakit-penyakit yang erat dengan kondisi kesehatan lingkungan, air
bersih, jamban keluarga dan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
dan jika dianalisis lebih lanjut berkaitan erat dengan perilaku hidup bersih
dan sehat. Tingginya kasus commonn cold dipengaruhi banyak faktor, salah
satunya yaitu faktor Lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat menjadi
penyebab kejadian commond cold diantaranya kondisi fisik rumah,
kepadatan hunian rumah, polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran
di rumah tangga, pembakaran sampah, gas buangan sarana transportasi,
gas buangan industri, kebakaran hutan dan lain lain (Irawan, 2019).
Menurut Hayati, (2019) salah satu alasan terjadinya commond cold
adalah karena kondisi lingkungan fisik dan pemeliharaan rumah yang tidak
memenuhi standar kesehatan. Beberapa kondisi yang tidak sesuai standar
kesehatan meliputi kurangnya kebersihan di dalam rumah, kurangnya
sirkulasi udara, kurangnya kebersihan lingkungan luar rumah, dan minimnya
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah pada siang hari. Kondisi-kondisi
ini memungkinkan pertumbuhan dan penyebaran kuman yang dapat
3

menginfeksi penghuni rumah. Selain itu, tingkat kepadatan penghuni dalam


sebuah rumah juga dapat meningkatkan risiko terjadinya commond cold .
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2018
menunjukkan bahwa hanya 51,30% rumah tangga di kota Makassar yang
memiliki akses terhadap sanitasi yang layak sesuai standar kesehatan. Hal
ini menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki sanitasi
lingkungan yang sesuai standar kesehatan masih rendah. Situasi ini dapat
memperbesar kemungkinan perkembangan penyakit infeksi di kalangan
masyarakat (Kesehatan & Indonesia, 2018).
Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan erat antara sanitasi lingkungan dan kejadian common cold di
kalangan masyarakat Indonesia, terutama pada anak balita. Beberapa
penelitian telah membuktikan keterkaitan antara sanitasi lingkungan dan
common cold, seperti penelitian yang dilakukan oleh Sri Hayati pada tahun
2014. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar balita
yang menderita ISPA tinggal di tempat dengan kepadatan yang kurang baik
sebesar 67,6%. Hampir semua responden dalam penelitian ini memiliki
ventilasi yang tidak baik, yaitu sebesar 77,9%. Balita yang memiliki ventilasi
yang tidak baik memiliki risiko ISPA 1,262 kali lebih tinggi daripada balita
yang memiliki ventilasi yang baik (Hayati, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Polumulo (2019) bertujuan untuk
menginvestigasi kaitan antara sanitasi rumah dan kejadian penyakit common
cold pada Balita di wilayah kerja puskesmas Tamalate Kota Gorontalo.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa 86% Balita mengalami common
cold, sementara 14% Balita tidak mengalami common cold. Terdapat empat
variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu ventilasi rumah. Sebanyak
37% rumah tidak memenuhi syarat ventilasi, sedangkan 63% rumah
memenuhi syarat ventilasi. Kepadatan hunian yang padat mencapai 55,5%,
sedangkan yang tidak padat sebesar 44,5%. Selain itu, ditemukan bahwa
76,5% responden adalah perokok, sementara 23,5% tidak merokok.
Menurut penelitian Swed et al.( 2022), kesadaran masyarakat di Syria
mengenai penyebab dan pengobatan penyakit commond cold dan influenza
masih rendah. Kehadiran Covid-19 yang memiliki gejala mirip dengan
commond cold dan influenza telah menyebabkan ketakutan di kalangan
4

masyarakat, sehingga mereka cenderung memilih antibiotik sebagai


pengobatan ketika terkena flu biasa atau influenza, demi menghindari
penularan Covid-19 (Swed et al., 2022).
Hasil penelitian yang dilakukan Ristanti, (2019) mengenai dampak
kondisi sanitasi rumah terhadap kejadian ISPA di Kecamatan Wiyung Kota
Surabaya menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh pada kejadian ISPA
pada penduduk di kecamatan Wiyung Kota Surabaya adalah kepadatan
hunian (p = 0,000 < α = 0,05) dengan Odd Ratio (OR) = 6. Hasil uji Regresi
Logistik Ganda juga menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh,
sebagaimana hasil uji chi square, adalah kepadatan hunian (p = 0,000 < α =
0,05). Oleh karena itu, dari kedua analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
faktor yang memiliki pengaruh dominan terhadap kejadian ISPA adalah
kondisi kepadatan hunian.
Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh (Zulaikhah dkk 2017)
menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), seperti ventilasi, lubang asap
dapur, ruang tidur, dan kepadatan populasi di area hunian. Namun, faktor
yang paling signifikan dan mendominasi adalah kebiasaan merokok anggota
keluarga di Kelurahan Penggaron.
Berdasarkan perolehan data awal yang dilakukan peneliti diwilayah
kerja puskesmas panambungan kota makassar pada Tahun 2020 terdapat
1.686 kasus, pada tahun 2021 terdapat 732 kasus, pada tahun 2022
terdapat 823 kasus, pada tahun 2023 terdapat 218 kasus. Dari data tersebut
terdapat bahwa common cold merupakan penyakit paling umum terjadi
selama tiga tahun terakhir. Tingginya kasus common cold di wilayah kerja
puskesmas panambungan menunjukkan bahwa penyakit yang disebabkan
oleh virus ini mudah menyebar di masyarakat. Untuk memahami faktor risiko
yang berkontribusi terhadap tingginya prevalensi penyakit ini, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul penelitian yang diangkat ada
Faktor Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit Commond cold Pada
Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan kota makassar. Hal ini
penting karena common cold disebabkan oleh virus, dan kualitas lingkungan
perumahan menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan
kemungkinan seseorang terinfeksi virus tersebut. Sejauh yang diketahui
5

peneliti, belum ada penelitian sebelumnya yang dilakukan mengenai topik ini
di Kota makassar. Oleh karena itu, penelitian terhadap permasalahan ini
memiliki potensi yang besar untuk dilakukan.
A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja faktor sanitasi rumah yang
mempengaruhi kejadian penyakit common cold pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Panambungan kota Makassar?
B. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh faktor sanitasi rumah dengan kejadian penyakit
commond cold pada balita diwilaya kerja puseksemas Penambungan kota
makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh faktor kepadatan hunian dengan kejadian
penyakit Commond cold pada balita di Wilayah kerja Puskesmas
Panambungan.
b. Untuk mengetahui pengaruh faktor keberadaan ventilasi rumah terhadap
kejadian penyakit Commond cold pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Panambungan.
c. Untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku merokok dalam rumah
dengan kejadian penyakit Commond cold pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Panambungan.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi instansi terkait
Sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan untuk
mnenurunkan angka kejadian commond cold pada balita
2. Bagi pendidikan
Sebagai acuan bagi peneliti –peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian mengenai kejadian commond cold pada balita
3. Bagi peneliti
Sebagai tambahan ilmu kopotensi dan pengalaman berharga bagi peneliti
dalam melakukan penelitian kesehatan khususnya commond cold pada
balita.
6

E. KEASLIAN PENELITIAN
Nama Judul Jenis Dan Hasil Pemberdayaan
Metode
Penelitian
Syhuda Analisis Analitik Dalam penelitian ini, Variabel
dkk(2021) Determinn deskriptif ditemukan bahwa terdapat penelitian,wakt
Kejadian dengan hubungan yang signifikan u penelitian
Common Cold pendekatan antara variabel status gizi dan lokasi
Pada Balita cross- (ρ=0,000), status imunisasi penelitian
DiWilayah sectional (ρ=0,000), ASI eksklusif
Kerja study (ρ=0,000),dan pengetahuan
Puskesmas (ρ=0,002) dengan kejadian
Katobengke common cold pada balita.
Kota Baubau
Tahun 2021
Musyafak Pengaruh metode Terdapat hubungan yang Waktu
et.al(2022) Perilaku survey,pend kuat dengan nilai P value = penelitian dan
Terhadap ekatan 0,000 < 0,05 dan positif (+) lokasi
Tingkat cross dengan nilai koefisien penelitian
Pengetahuan sectional korelasi sebesar 0,556
Common Cold antara tingkat pengetahuan
Pada dengan model perilaku
Mahasiswa swamedikasi Common cold
Baru Farmasi pada mahasiswa farmasi
angkatan 2021 di Fakultas
Kedokteran Universitas
Tanjungpura.
Ningsih, Survey Survei Hasil penelitian yang Waktu
(2019) Sanitasi Analitik didapat adalah terdapat 74 penelitian dan
Lingkungan Dengan responden (56.06%) yang lokasi
Penderita Pendekatan memiliki Ventilasi rumah penelitian
Common cold Cross yang tidak baik. 70
di Kabupaten Sectional responden (53.03%) yang
Kampar Study. memiliki Kelembaban
rumah yang tidak
Memenuhi syarat. 70
responden (53.03%) yang
memiliki pencahayaan
rumah yang tidak baik, 85
responden (64.39%) yang
memiliki kepadatan hunian
yang baik, 70 responden
(53.03%) yang memiliki
7

SPAL memenuhi syarat. 74


responden (56.06%) yang
memiliki Pembuangan
sampah Memenuhi syarat.
112 responden (84.84%)
yang memiliki ketersediaan
air bersih sehat
snani & Gambaran Observasio hasil dari penelitian ini Lokasi
Muliyani, Pola al berdasarkan karakteristik penelitian dan
(2019) Penggunaan atau noneks subyek penelitian usia anak waktu
Antibiotik Pada perimental yang paling banyak penyak penelitian
Pasien dengan ran itflu biasa dari usia 1 – 5
commond cold cangan tahun dengan jenis kelamin
Anak Di deskriptif anak laki-laki – laki dan
Instalasi berdasarkan jenis antibiotik
Rawat yang paling sering
Jalan Rsud Dr. digunakan pada pasien flu
H.Moch. biasaanak adalah
Ansari Saleh Sepalosporin generasi 2
Banjarmasin yaitu Sefadroxil.

Maftuchah Efektivitas quasy Hasil penelitian menunjukan Lokasi


et al(2020) Aromaterapi experiment bahwa masa penyembuhan penelitian
Tea Tree Oil design with kelompok kontrol dan waktu
dan non- intervensi adalah empat penelitian dan
Eucalyptus Oil equivalent sampai lima hari dan variabel
pada Balita menurut uji coba Mann penelitian
dengan Whitney, diperoleh nilai p
Common Cold sebesar 0,530 (>0,05).
Kesimpulannya, tidak ada
perbedaan masa penyembu
han commond
cold menggunakan
aromaterapi tea tree oil dan
eucalyptus oil pada balita
usia 1 sampai 2 tahun di
TW.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Commond cold


1. Defenisi Commond cold
Menurut WHO (2019) common cold atau pilek adalah salah satu
penyakit infeksi saluran pernapasan yang sering terjadi. Commond cold
adalah suatu kondisi infeksi virus pada saluran pernapasan bagian atas.
Seseorang yang mengalami pilek biasa dapat menunjukkan berbagai gejala
seperti batuk, tenggorokan yang terasa sakit, hidung tersumbat, bersin, dan
suara serak. Ucapan manusia terbentuk saat udara dari paru-paru melewati
pita suara, yang dapat bergetar atau dilewati, kemudian dibentuk oleh mulut
dan hidung. Karena gejala pilek biasa memengaruhi hidung, tenggorokan, dan
juga saluran vokal, karakteristik ucapan seseorang yang mengalami pilek
biasa berbeda dengan ucapan normal. Ketika seseorang mengalami pilek
biasa, pidato atau ucapan mereka cenderung memiliki nada yang lebih
rendah, peningkatan kebisingan akibat suara serak atau batuk, serta
perubahan timbre suara
Commond cold atau nasofaringitis adalah infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) yang termasuk dalam kategori nonspesifik atau "flu biasa".
Penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa jenis virus seperti rhinovirus,
coronavirus, virus influenza, dan lainnya. Mayoritas kasus flu biasa
disebabkan oleh rhinovirus, yang bertanggung jawab atas sekitar setengah
dari semua kasus flu pada orang dewasa. Flu biasa merupakan salah satu
jenis infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dapat menyerang individu
dari segala usia (Musyafak dkk. 2022).
Menurut Yulita (dalam Sunarti, 2020) Common cold, yang juga dikenal
sebagai infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), adalah infeksi utama yang
terjadi di nasofaring dan hidung dan seringkali ditandai dengan keluarnya
cairan. Penyakit ini umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak. Commond
cold juga dikenal sebagai pilek atau flu, adalah infeksi yang disebabkan oleh
masuknya virus ke dalam tubuh. Virus ini terutama menargetkan sistem
pernapasan bagian atas, yang bertanggung jawab untuk mengangkut oksigen
ke paru-paru. Gejala flu biasa biasanya sembuh dalam 7-10 hari, dengan atau

8
9

tanpa pengobatan. Namun, jika tidak diobati, flu biasa dapat memperburuk
kondisi asma dan memicu penyakit yang lebih parahSalah satu alasan utama
pasien datang ke fasilitas medis adalah karena pilek biasa. Dalam konteks
gejala commond cold merujuk pada beberapa gejala yang umum terjadi saat
seseorang mengalami flu, seperti demam ringan yang tiba-tiba, sakit kepala,
batuk, hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan(Nakano dkk, 2022)
Penyakit Common cold terjadi karena infeksi virus dan faktor
pendukung lainnya. Kejadian penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun.
Common Cold adalah infeksi primer yang terjadi di nasofaring dan hidung
yang sering disertai dengan keluarnya cairan. Penyakit ini lebih umum terjadi
pada bayi dan anak-anak. Istilah "nasofaring akut" digunakan untuk
menggambarkan penyakit pada anak, sedangkan "common cold" digunakan
untuk menggambarkan penyakit pada orang dewasa, karena gejala klinisnya
berbeda antara orang dewasa dan anak-anak. Pada anak-anak, infeksi ini
meluas ke daerah sinus paranasal dan telinga tengah, disertai demam yang
tinggi.
2. Epidemiologi Commond cold
Epidemiologi common cold mengacu pada studi tentang penyebaran,
karakteristik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya common cold
dalam populasi. Hal ini melibatkan analisis tentang berapa banyak orang yang
terkena common cold, bagaimana virus menyebar, faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian common cold, serta cara-cara untuk mencegah
penyebaran penyakit ini. Dalam epidemiologi common cold, beberapa faktor
yang dipelajari meliputi jenis virus yang paling umum menyebabkan common
cold, seperti rhinovirus, serta faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
penyebarannya. Misalnya, kontak langsung dengan orang yang terinfeksi,
terutama dalam situasi yang melibatkan kerumunan atau ruangan yang
tertutup, dapat meningkatkan risiko penularan common cold. Selain itu, faktor-
faktor lingkungan seperti tingkat kelembapan dan suhu juga dapat
mempengaruhi penyebaran virus.
Commond cold tidak hanya menjadi masalah di negara berkembang,
tetapi juga menjadi masalah global di negara lain. Di Rusia, ISPA dikenal
dengan sebutan Acute respiratory infections (ARI)), yaitu penyakit yang
menyebabkan kematian dan merupakan penyakit yang sering didiagnosis
10

pada anak-anak 2,5 – 4 kali lebih sering dibandingkan pada orang dewasa.
95% penyebab infeksi saluran pernafasan atas pada anak adalah virus.
Infeksi saluran pernapasan atas yang paling umum adalah nasofaringitis/flu
biasa. Penyebabnya antara lain: rhinovirus, virus influenza, adenovirus (ADV),
enterovirus, dan virus parainfluenza (PIV) (2-4). Lebih dari 200 Rhinovirus
ditemukan. Virus yang menginfeksi terutama commond cold pada anak-anak
dibawah usia 5 tahun (Ningsih, 2019)
Studi epidemiologi common cold juga mencakup upaya untuk
memahami cara mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit ini. Ini
termasuk tindakan seperti menjaga kebersihan pribadi, mencuci tangan
secara teratur, menggunakan masker saat sakit, serta menghindari kontak
dengan orang yang terinfeksi. Selain itu, vaksinasi juga merupakan strategi
yang sedang diteliti untuk melindungi terhadap beberapa jenis virus yang
menyebabkan common cold.
Di negara-negara di belahan bumi utara, kejadian common cold paling
tinggi terjadi mulai bulan September dan berakhir sekitar bulan Maret.
Prevalensi common cold berbeda-beda pada berbagai kelompok usia. Anak-
anak prasekolah, yang berusia 1-5 tahun, memiliki tingkat kejadian common
cold sebanyak 7,4%-8,3% setiap tahunnya. Penyebaran common cold
disebabkan oleh rhinovirus melalui inhalasi atau kontak langsung. Rhinovirus
dapat bertahan di tangan manusia selama 2 jam dan beberapa hari di
permukaan lainnya. Infeksi dapat terjadi ketika individu yang terinfeksi
memindahkan virus ke mukosa hidung atau konjungtiva(Passioti et al., 2014)
3. Penyebab Common Cold
Pada umumnya common cold disebabkan oleh beberapa jenis virus
yang tidak menghasilkan kekebalan yang berlangsung lama setelah infeksi.
Beberapa virus yang tidak menghasilkan kekebalan yang berlangsung lama
antara lain respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus (PIVs), dan
human coronavirus (HCoVs). Sementara itu, virus seperti rhinovirus,
adenovirus, influenza virus, dan enterovirus dapat menyebabkan kekebalan
spesifik yang berlangsung lama. Rhinovirus menjadi penyebab utama
gangguan saluran pernapasan atas. Rhinovirus termasuk dalam genus
Enterovirus yang dapat berkembang biak pada suhu 33-35°C, yang
merupakan suhu yang umumnya ada di saluran pernapasan manusia. Virus
11

ini memiliki masa inkubasi sekitar 48 jam. Beberapa individu, seperti bayi,
lansia, dan mereka yang memiliki gangguan kekebalan tubuh, lebih rentan
terinfeksi rhinovirus (Jacek et al.2021)
Rhinovirus memiliki peran lebih dari 30% dalam penyebab common
cold. Pada setiap musim, rhinovirus berperan dalam terjadinya common cold,
tidak tergantung pada cuaca. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya common cold, termasuk faktor genetik, stres psikologis, merokok,
dan aktivitas fisik yang berat. Sekitar 80% kasus common cold disebabkan
oleh rhinovirus. Lingkungan juga memainkan peran penting dalam
epidemiologi common cold, seperti waktu yang dihabiskan di dalam ruangan
bersama dengan individu yang terinfeksi, tingkat kelembapan lingkungan yang
tinggi atau rendah dapat mendukung kelangsungan hidup sebagian virus
((Passioti dkk.2014)
4. Patofisiologi Common cold
Patofisiologi common cold melibatkan penularan virus penyebab
infeksi saluran pernapasan melalui kontak dengan partikel virus atau kontak
fisik dengan penderita. Proses common cold dimulai ketika rhinovirus
menempel pada reseptor spesifik pada sel epitel ICAM-1, yang merupakan
reseptor utama rhinovirus, serta pada reseptor Low-density Lipoprotein (LDL)
untuk rhinovirus serotipe minor. Setelah itu, rhinovirus memicu peradangan
melalui mekanisme yang melibatkan nuclear factor-kappaB. Meskipun
rhinovirus tidak secara signifikan merusak sel-sel epitel saluran pernapasan
atas, gejala yang muncul pada common cold disebabkan oleh respons
inflamasi. Rhinovirus juga dapat mengganggu fungsi pelindung epitel,
mempermudah paparan sel epitel terhadap bakteri, meningkatkan risiko
infeksi bakteri sekunder, serta merangsang respons terhadap iritan dan
alergen eksternal (Passioti dkk, 2014)
Patofisiologi common cold dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
karakteristik virus seperti jenis dan muatan virus, faktor host seperti faktor
genetik, fungsi kekebalan tubuh, usia, dan kondisi komorbiditas, serta faktor
lingkungan seperti polusi, gaya hidup, dan stres. Gejala dan kemungkinan
komplikasi common cold terjadi karena interaksi dinamis antara karakteristik
virus yang menginfeksi dan respons kekebalan tubuh. Umumnya, common
cold dapat sembuh dengan sendirinya jika sistem kekebalan tubuh kita sehat.
12

Namun, jika sistem kekebalan tubuh lemah, dapat muncul komplikasi dari
common cold. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat common cold
meliputi otitis media akut, rhinosinusitis, gangguan penciuman pasca-infeksi
seperti parosmia, anosmia, phantosmia, bronkiolitis dan pneumonia.
Patogenesis common cold dan infeksi virus pada umumnya memiliki
kesamaan, yaitu melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon
inflamasi tubuh. Namun, patogenesis virus-virus saluran pernapasan dapat
sangat beragam karena perbedaan lokasi utama tempat replikasi virus. Virus
influenza, misalnya, melakukan replikasi di epitel trakeobronkial, sedangkan
rhinovirus utamanya berada di epitel nasofaring(Bagaskara, 2020).
5. Tanda dan Gejala Commond cold
Menurut Gonzales, R. Dkk (2008), tanda dan gejala awal dari common
cold umumnya muncul sekitar 1-3 hari setelah terpapar virus melalui batuk.
Gejala-gejala tersebut meliputi hidung yang berair dan tersumbat, sakit
tenggorokan, batuk, sakit kepala ringan, bersin-bersin, sedikit demam atau
tanpa demam (dewasa: < 39ºC; anak-anak: < 38ºC), serta rasa lelah yang
ringan. Gejala dimulai dengan hidung yang berair, kadang-kadang tersumbat,
kemudian diikuti oleh batuk dan demam ringan. Pada bayi, jika cairan atau
lendir keluar dari hidung dalam jumlah banyak, hal ini dapat menyebabkan
kesulitan bernapas. Cairan yang keluar dari hidung dapat berupa sekret cair
dan jernih yang dapat menjadi kental dan berwarna kuning jika terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri. Sekret ini dapat sangat merangsang anak kecil.
Sumbatan hidung (kongesti) menyebabkan anak bernapas melalui mulut dan
membuatnya gelisah.
Adapun gejala commond cold adalah sebagia berikut:
a. Gejala common cold biasanya muncul dalam rentang waktu 1-3 hari
setelah terinfeksi.
b. Pada awalnya, penderita biasanya merasakan ketidaknyamanan di
hidung atau tenggorokan.
c. Kemudian, penderita akan mengalami bersin-bersin, hidung berair, dan
merasa sakit ringan.
d. Suara penderita dapat menjadi serak.
e. Biasanya, tidak ada demam, namun demam ringan bisa muncul
bersamaan dengan gejala lainnya.
13

f. Hidung akan mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dalam jumlah
yang sangat banyak pada hari-hari awal, yang dapat mengganggu
penderita.
g. Kemudian, sekret hidung akan menjadi lebih kental, berwarna kuning-
hijau, dan jumlahnya tidak terlalu banyak.
h. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 5-10 hari, meskipun
batuk dengan atau tanpa dahak sering kali berlangsung hingga minggu
kedua (Admin, 2011).
6. Gejala dan Perbedaan Common Cold, Influenza dan Covid-19
Gejala dan perbedaan antara Common Cold, Influenza, dan Covid-19
umumnya dapat dikenali melalui ciri-ciri yang muncul setelah terpapar virus.
Pada umumnya, gejala common cold akan muncul dalam rentang waktu 1-3
hari setelah terpapar virus. Beberapa gejala yang dapat terjadi meliputi hidung
tersumbat, sakit tenggorokan, sakit kepala, batuk ringan, bersin-bersin, mata
berair, demam (tidak selalu terjadi), dan merasa kelelahan (Riza Maula &
Rusdiana, 2019)
Commond cold memiliki kesamaan dengan influenza dan COVID-19.
Namun, penyebab dan tingkat keparahan gejala berbeda di antara ketiga
kondisi tersebut. Pilek biasa disebabkan oleh rhinovirus, sedangkan influenza
disebabkan oleh virus influenza, dan COVID-19 disebabkan oleh coronavirus.
Gejala yang dialami mirip, seperti sakit kepala, sakit tenggorokan, batuk, dan
demam. Namun, individu dengan flu biasa tidak selalu mengalami demam
(Jacek dkk.2021a)
Perbedaan gejala antara common cold, influenza dan Covid-19 dapat dilihat
dalam Tabel 1 berikut ini:
Gejala Commond cold Influenza Covidp-19
Demama Tidak sering Sering Sangat
Sakit Sangat sering Sangat sering sering
tenggorokan Sangat sering Sangat sering dan lebih berat
Tidak sering
Sakit kepala Sering sedang Sangat sering
Tidak sering
Batuk Sering sedang Sangat sering dan lebih berat
Sering
Rinorea Sering namun lebih Sering dan lebih berat
Tidak sering
Nyeri otot ringan
Tidak sering
sumber(Jacek et al., 2021a)
14

7. Penatalaksanaan
Common cold adalah penyakit yang disebabkan oleh rhinovirus yang
secara alami akan sembuh dengan sendirinya ketika virus mati karena masa
hidupnya yang terbatas. Hal ini disebut sebagai self-limiting disease yang
bergantung pada daya tahan tubuh individu. Meskipun belum ada antivirus
khusus yang ditemukan untuk rhinovirus ini, pengobatan hanya difokuskan
pada meringankan atau menghilangkan gejala yang dirasakan mengganggu
penderita. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala-gejala yang timbul
akibat common cold.
Penatalaksanaan terapi meliputi:
a. Outcome: Tujuan terapi common cold adalah untuk mengurangi gejala-
gejala yang muncul sebagai akibat dari penyakit common cold.
b. Pengobatan simptomatik: Pengobatan hanya difokuskan pada meredakan
gejala yang dirasakan penderita, seperti penggunaan obat pereda nyeri
dan demam, obat batuk, dan dekongestan nasal untuk mengurangi
sumbatan hidung.
c. Perawatan suportif: Penderita dianjurkan untuk istirahat yang cukup,
minum banyak cairan untuk menjaga hidrasi, dan menjaga kebersihan diri
serta praktik higienis, seperti mencuci tangan secara teratur.
d. Tujuan terapi common cold adalah mengurangi gejala dan membantu
individu merasa lebih baik dan berfungsi dengan lebih baik. Sasaran
terapi common cold adalah mengurangi gejala common cold,
memperbaiki kondisi dan fungsi pasien, serta mencegah penyebaran
penyakit.
e. Strategi terapi utama meliputi istirahat yang cukup dan konsumsi cairan
yang mencukupi. Selain itu, terapi juga bertujuan untuk mengobati gejala
common cold yang melibatkan dua proses. Proses pertama adalah infeksi
virus pada sel hidung, sedangkan proses kedua adalah aktivasi mediator
inflamasi yang secara langsung menyebabkan gejala common cold.
Idealnya, pengobatan dilakukan untuk kedua proses tersebut (Tietze,
2010).
f. Terapi common cold yang dianjurkan oleh Blenkinsopp, dkk. (2009)
meliputi penggunaan dekongestan (simpatomimetik), antihistamin, obat
batuk, analgesik, dan antivirus. Dalam pengobatan common cold tanpa
15

komplikasi, penggunaan antibiotik tidak diperlukan. Antibiotik tidak dapat


membunuh virus, dan hanya digunakan jika muncul komplikasi berupa
infeksi sekunder (Schachter, 2012).
8. Pencegahan Commond cold
Pencegahan penyakit common cold sangat penting karena virus
penyebabnya dapat menyebar dengan mudah, baik melalui kontak langsung
maupun melalui udara atau cairan tubuh. Untuk mencegah penyakit common
cold, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan setiap hari,
seperti berikut:
a. Menjaga kebersihan diri pribadi dengan rajin mencuci tangan, menutup
mulut saat batuk dan bersin, serta mengeluarkan ludah atau dahak
dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.
b. Jika memungkinkan, hindari kerumunan di ruangan tertutup, seperti
ruang keluarga atau tempat tidur. Pastikan ruangan memiliki ventilasi
yang cukup.
c. Hindari merokok di dalam rumah, terutama di dekat anak-anak.
d. Menjalani gaya hidup sehat dengan menghindari minum alkohol,
mengurangi stres, dan istirahat yang cukup.
e. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan.
f. Jika akan menyentuh atau menggendong bayi, pastikan tangan telah
dicuci terlebih dahulu.
g. Mengonsumsi makanan yang bersih, higienis, sehat, dan memiliki gizi
nutrisi yang seimbang. Idealnya, menerapkan prinsip 4 sehat 5
sempurna.
h. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan
sekitar.
i. Sebelum memutuskan untuk menggunakan obat-obatan, jamu,
suplemen, atau herbal untuk mengatasi common cold, sebaiknya
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter (Walker, Roger (Ed).,
2012).
16

B. Tinjauan Umum Tentang Sanitasi


1. Definisi Sanitasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sanitasi merupakan usaha
untuk meningkatkan dan mencapai tingkat kesehatan yang baik, terutama
kesehatan masyarakat. Dapat diartikan juga sebagai cara untuk menjaga
lingkungan manusia, terutama lingkungan fisik seperti lingkungan hidup,
tanah, air, dan udara.
Menurut WHO, sanitasi merupakan usaha untuk mengontrol berbagai
faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi manusia, terutama hal-hal
yang berpotensi membahayakan perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup(Susilawati & Nurzannah, 2023). Lingkungan tersebut
memiliki peran penting dalam kesehatan fisik dan mental individu. Sanitasi
mencakup upaya untuk mengubah perilaku budaya yang bersih dan sehat,
seperti pembuangan kotoran, mencuci tangan dengan sabun, menyediakan
air minum dan makanan yang bersih, mengamankan dan mengelola
pembuangan sampah rumah tangga, serta menangani limbah cair rumah
tangga. Sanitasi merupakan bagian dari upaya kesehatan masyarakat yang
fokus pada pengawasan teknis terhadap faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan manusia(Nanda dkk, 2023)
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Ketidaksempurnaan sanitasi
akan berdampak negatif dalam banyak aspek kehidupan, termasuk
penurunan kualitas lingkungan hidup masyarakat, kebutuhan sandang,
pangan, dan tempat tinggal (rumah). Fungsi rumah tidak hanya sebagai
tempat perlindungan dari cuaca ekstrem, tetapi juga sebagai tempat tumbuh
kembang keluarga. Oleh karena itu, rumah saat ini bukan hanya dianggap
sebagai bangunan semata, melainkan juga diupayakan agar mendukung
kesehatan dan kesejahteraan penghuninya. Lingkungan merupakan faktor
kunci dalam sejarah timbulnya penyakit dalam masyarakat, yang mencakup
sanitasi tempat umum dan sanitasi permukiman. Wilayah memiliki potensi
besar dalam meningkatkan ekonomi bangsa (Farha Assagaff, 2021).
Sedangkan menurut Sitorus dkk (2023) sanitasi adalah perilaku yang
bertujuan untuk mengembangkan gaya hidup sehat dan strategi untuk
mencegah kontak langsung dengan bahan berbahaya dan kotor, sehingga
17

menjaga kebersihan dan meningkatkan kesehatan manusia. Indonesia


merupakan negara dengan peringkat kedua terburuk dalam hal sanitasi di
dunia. Sanitasi yang buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit. Kurangnya
akses ke fasilitas sanitasi dikaitkan dengan penyebaran berbagai jenis
penyakit.
Pengertian sanitasi juga merujuk pada usaha menjaga kebersihan
melalui penanganan sampah dan pengelolaan limbah cair. Sanitasi
berhubungan dengan keadaan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Keadaan sanitasi yang tidak baik akan memiliki dampak negatif
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk menurunnya kualitas lingkungan
tempat tinggal masyarakat, terkontaminasinya sumber air minum, peningkatan
kasus diare, dan munculnya beberapa penyakit(Rahmah & Ganing, 2022)
Sanitasi secara umum merujuk pada rangkaian tindakan dan praktek
yang bertujuan untuk melindungi dan mempromosikan kesehatan manusia
dengan mencegah penyebaran penyakit melalui pengendalian lingkungan.
Dengan kata lain, sanitasi ini merupakan suatu praktek yang disengaja oleh
manusia untuk mengamalkan pola hidup yang bersih dan sehat, dengan
tujuan mencegah kontaminasi manusia langsung oleh bahan-bahan yang
kotor dan berbahaya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan
kesehatan manusia.
2. Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah merupakan langkah untuk menjaga kesehatan
masyarakat dengan memonitor fasilitas fisik yang berhubungan dengan
kesehatan individu, guna melindungi kesejahteraan mereka. Rumah juga
memiliki peran penting dalam mempertahankan tingkat kesejahteraan
manusia, baik secara materiil maupun fisik. Rumah dapat diartikan sebagai
tempat tinggal yang membutuhkan berbagai elemen untuk memenuhi standar
keamanan dan kenyamanan. Selain itu, rumah juga perlu mendukung
kesehatan agar penghuninya dapat bekerja secara optimal dan produktif.
Sebagai tempat istirahat, rumah menjadi tempat perlindungan yang tidak
hanya memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan spiritual dan sosial
sebagai makhluk sosial.
Pengertian sanitasi secara umum merujuk pada upaya untuk
menciptakan dan menjamin kondisi lingkungan yang memenuhi standar
18

kesehatan, termasuk aspek lingkungan fisik, air, tanah/lahan, dan udara.


Masyarakat juga menggunakan istilah sanitasi untuk mengacu pada usaha-
usaha yang dilakukan untuk menyediakan akses ke air minum yang bersih
dan sistem pembuangan limbah yang memadai. Sanitasi bertujuan untuk
mengendalikan faktor-faktor lingkungan fisik yang terkait dengan penyebaran
berbagai penyakit. Dengan kata lain, sanitasi melibatkan praktik-praktik yang
secara sengaja mendorong kehidupan sehat dan bersih guna mencegah
kontaminasi langsung, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan
kesehatan manusia. Faktor lingkungan memiliki peran yang sangat signifikan
dalam memicu penyebaran penyakit menular(Sitorus dkk, 2023)
C. Tinjauan Umum Tentang Kepadatan Hunian
Kepadatan adalah faktor yang penting dalam proses penularan penyakit.
Semakin padat suatu tempat, terutama dalam ruangan, maka penyebaran
penyakit, terutama yang menular melalui udara, akan lebih mudah dan cepat.
Kepadatan penghuni dalam rumah memiliki peran dalam kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atau commond cold (Nuraini, 2015).
Kepadatan penghuni yang berlebihan dalam suatu ruangan dapat
mempengaruhi tingkat kelembaban di dalamnya, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi perkembangan penyakit. Dengan kepadatan penghuni yang
tinggi, penularan penyakit dapat terjadi dengan mudah baik secara langsung
maupun tidak langsung dari satu individu yang sakit ke individu yang sehat
(Dotulong, Sapulete, dan Kandou, 2015).
Menurut Aristatia & Yulyani (2021) definisi kepadatan hunian adalah
perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota kelompok
penghuni. Tingkat kepadatan hunian yang tinggi memiliki potensi untuk
meningkatkan pencemaran di dalam hunian tersebut. Selain itu, jumlah kamar
dengan lebih dari dua penghuni juga cenderung meningkat. Hal ini dapat
menghambat proses pertukaran udara bersih, yang pada gilirannya dapat
menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2019)
menyimpulkan bahwa ketidak proporsionalan antara luas hunian dan jumlah
anggota dapat mengakibatkan kurangnya sirkulasi udara atau udara panas di
dalam ruangan, yang berpotensi mengurangi kualitas udara yang dihirup oleh
anggota keluarga. Keadaan ini dapat menjadi berbahaya. Selain itu,
19

kekurangan oksigen di dalam rumah juga dapat meningkatkan risiko terkena


common cold.
Menurut laporan Zhafirah & Susanna (2020) terdapat temuan penelitian
serupa yang menyatakan bahwa ruangan yang sempit dengan jumlah
penghuni yang terlalu banyak dapat menyebabkan kekurangan oksigen yang
harus dihirup oleh anggota keluarga lainnya. Kepadatan penghuni dalam satu
kamar juga dapat berdampak pada kesehatan, karena dalam kamar yang
padat penghuninya, penularan penyakit antarindividu dapat terjadi lebih
mudah. Kepadatan penghuni yang berlebihan dalam ruangan juga dapat
mempengaruhi perkembangan penyakit di dalamnya. Kepadatan penghuni
dalam rumah merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kejadian
penyakit commond cold dan penyakit menular lainnya. Kepadatan penghuni
dihitung dengan membagi luas lantai kamar dengan jumlah anggota keluarga
yang tinggal di dalamnya.
Kondisi kamar tempat tinggal dapat mempengaruhi penghuninya. Jika
luas kamar tidak sebanding dengan jumlah penghuninya, maka akan terjadi
kepadatan yang berlebihan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena selain
menyebabkan kekurangan oksigen, jika ada anggota keluarga yang menderita
penyakit infeksi, terutama commond cold, penyakit tersebut dapat dengan
mudah menular kepada anggota keluarga lainnya. Kepadatan penghuni
merupakan faktor risiko commond cold. Semakin padat rumah, penyebaran
penyakit, terutama penyakit menular melalui udara, akan lebih mudah dan
cepat.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 829/ MENKES/SK/VII/1999 tentang
kesehatan perumahan, disebutkan bahwa luas minimal ruang tidur adalah 8
𝑚2 , dan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh lebih dari dua orang tidur
dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah usia 5 tahun.
Menurut Kemenkes RI (2017) tentang Persyaratan Kesehatan
2
Perumahan, luas minimal kamar adalah 4 𝑚 per orang dengan usia di atas
10 tahun. Kepadatan hunian kamar dianggap padat jika lebih dari 2 orang
dewasa per luas 8 𝑚2 , dan tidak padat jika tidak melebihi 2 orang dewasa per
luas 8 𝑚2 .
Menurut Kepmenkes RI No. 829 tahun 1999, cara mengukur kepadatan
hunian kamar tidur dapat dilakukan dengan membandingkan luas lantai kamar
20

tidur dengan jumlah anggota keluarga yang tidur di kamar tersebut (Arsyad,
2011).
1. Kamar tidur dianggap memenuhi syarat jika hasil pembagian luas lantai
kamar tidur dengan jumlah penghuni menghasilkan lebih dari 8 𝑚2 luas
lantai per orang.
2. Kamar tidur dianggap tidak memenuhi syarat kesehatan jika hasil
pembagian luas lantai kamar tidur dengan jumlah penghuni menghasilkan
kurang dari 8 𝑚2 luas lantai per orang.
D. Tinjauan Umum Tentang Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses yang memperbaharui atau mengganti udara di
dalam suatu ruangan atau bangunan dengan udara segar dari luar. Tujuan
utama ventilasi adalah menjaga kualitas udara dalam ruangan agar tetap
sehat dan nyaman bagi penghuninya. Udara segar yang masuk melalui
ventilasi membantu mengurangi kelembapan berlebih, menghilangkan bau
yang tidak sedap, serta mengurangi konsentrasi polutan di dalam ruangan.
Ventilasi memainkan peran yang sangat penting dalam memungkinkan
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah penderita. Kehadiran cahaya
matahari di dalam rumah penderita dapat memiliki efek yang menguntungkan,
membantu membunuh baktteri.
Menurut Jeni dkk.(2022) Ventilasi rumah didefinisikan sebagai proses
alami atau mekanis untuk memasukkan udara segar ke dalam ruangan dan
menghilangkan udara yang terasa pengap. Proses ini, yang dikenal sebagai
ventilasi rumah, melibatkan aliran udara segar dan penghilangan udara
tercemar, baik melalui mekanisme alami maupun mekanis. Tujuannya adalah
menjaga keseimbangan kadar oksigen (O2) yang dibutuhkan oleh penghuni
rumah. Jika ventilasi tidak memadai, kadar oksigen di dalam rumah akan
menurun dan tingkat karbon dioksida (CO2) yang berbahaya akan meningkat
(Mukono dalam(Jeni dkk, 2022)).
Sementara menurut Aristatia & Yulyani( 2021), ventilasi udara
memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan anak,
terutama balita. Kebersihan ventilasi udara harus dijaga agar udara yang
dihirup tetap bersih. Dengan udara yang bersih dan kaya oksigen, penghuni
rumah akan terhindar dari risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) atau
gangguan kesehatan lainnya.sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
21

Nur.dkk.(2021) juga mendukung hal ini, menunjukkan bahwa ventilasi rumah


memiliki peran penting dalam menjaga aliran udara yang konsisten di dalam
ruangan. Jika tidak ada ventilasi yang memadai, ruangan akan kekurangan
oksigen dan dapat menyebabkan penghuninya merasa sesak akibat
peningkatan karbon dioksida. Syarat-syarat untuk ventilasi yang baik adalah
sebagai berikut Luas lubang ventilasi tetap harus minimal 5% dari luas lantai
ruangan, sementara luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimal 5% dari luas lantai. Jumlah dari keduanya harus mencapai 10% dari
luas lantai ruangan(mukono dalam (Nur, 2019)
Ventilasi rumah adalah proses sirkulasi udara segar di dalam rumah
untuk menjaga kualitas udara yang baik dan kesehatan penghuni. Ventilasi
yang efektif membantu menghilangkan polusi dalam ruangan, mengurangi
kelembaban berlebih, dan mengontrol suhu di dalam rumah.
Ada dua jenis ventilasi utama dalam rumah:
1. Ventilasi Alamiah: Ventilasi alamiah terjadi secara alami melalui celah,
jendela, pintu, atau lubang ventilasi yang memungkinkan masuknya udara
segar dan sirkulasi di dalam rumah. Ventilasi alamiah dapat diatur dengan
bijaksana dengan memanfaatkan arah dan kecepatan angin untuk
mengoptimalkan aliran udara dalam rumah.
2. Ventilasi Mekanis: Ventilasi mekanis menggunakan perangkat atau
sistem mekanis untuk mengatur aliran udara dalam rumah. Ini bisa
berupa kipas ventilasi, kipas atap, kipas langit-langit, atau sistem ventilasi
mekanis yang lebih kompleks seperti sistem ducted (berbentuk saluran)
yang menghubungkan berbagai ruangan dalam rumah.
Manfaat dari ventilasi rumah yang baik termasuk:
1. Kualitas Udara yang Lebih Baik: Ventilasi yang baik membantu
menghilangkan polutan dalam ruangan seperti debu, asap, uap kimia,
dan zat-zat yang bisa berbahaya bagi kesehatan. Udara segar yang
terus-menerus dipasok akan memperbaiki kualitas udara di dalam rumah.
2. Mengurangi Kelembaban: Ventilasi yang tepat membantu mengurangi
kelembaban berlebih di dalam rumah, yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan seperti pertumbuhan jamur, kerusakan struktural, dan
memperburuk alergi.
22

3. Mengontrol Suhu: Ventilasi yang baik membantu mengatur suhu di dalam


rumah, terutama saat musim panas. Udara segar yang masuk dapat
membantu menjaga suhu yang nyaman dan mengurangi kebutuhan
penggunaan pendingin udara.
4. Menghilangkan Bau dan Gas Berbahaya: Ventilasi yang baik membantu
menghilangkan bau tak sedap, uap, dan gas berbahaya seperti karbon
monoksida yang dapat timbul dari peralatan dapur, alat pemanas, dan
peralatan lainnya yang menggunakan bahan bakar.
Penting untuk merencanakan ventilasi rumah dengan baik, termasuk
menentukan jumlah dan letak jendela, pintu, atau lubang ventilasi, serta
mempertimbangkan penggunaan perangkat ventilasi mekanis jika diperlukan.
Ini akan membantu memastikan bahwa udara segar dan sirkulasi yang
memadai terjaga di dalam rumah untuk kesehatan dan kenyamanan
penghuninya.
E. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Merokok Anggota Keluarga
Merokok adalah suatu tindakan membakar tembakau dan menghisap
asapnya, baik melalui rokok maupun pipa. Asap yang dihirup langsung melalui
mulut disebut sebagai asap utama (mainstream smoke), sedangkan asap
yang terbentuk di ujung rokok yang sedang terbakar dan asap yang
dikeluarkan ke udara oleh perokok disebut sebagai asap samping (sidestream
smoke). Paparan terhadap asap samping (sidestream smoke) ini dapat
membuat seseorang menjadi perokok pasif. Rokok adalah substansi beracun
yang dapat menyebabkan dampak yang sangat berbahaya bagi perokok aktif
maupun perokok pasif, terutama pada balita yang secara tidak sengaja
terpapar asap rokok(Sarina Jamal et al., 2022)
Rokok adalah salah satu produk industri yang mengandung sekitar
3.000 bahan kimia. Beberapa zat kimia penting yang terdapat dalam rokok
meliputi tar, nikotin, benzopiren, metilklorida, aseton, amonia, dan karbon
monoksida. Sekitar 1 hingga 5% dari asap rokok mengandung karbon
monoksida yang berpotensi membahayakan kesehatan, terutama pada
saluran pernapasan. Praktik merokok anggota keluarga di dalam rumah dapat
menyebabkan polusi udara dalam rumah yang dapat berdampak pada
kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita (Bustan dalam
(Nur et al., 2021)
23

Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditas


internasional yang mengandung sekitar 3.000 bahan kimia. Beberapa unsur
penting dalam rokok meliputi tar, nikotin, benzopyrene, metil-klorida, aseton,
amonia, dan karbon monoksida. Perokok dapat didefinisikan sebagai
seseorang yang secara teratur atau tidak teratur menghirup asap rokok.Dari
banyaknya zat berbahaya tersebut, terdapat tiga zat yang paling signifikan,
terutama dalam hal karakteristiknya, yaitu: Tar, Nikotin dan Karbon
Monoksida(Prayata et al., 2023)
Menurut WHO (2020) menunjukkan bahwa merokok memiliki efek
samping yang berbahaya baik bagi perokok aktif maupun pasif. Temuan
tersebut mengindikasikan bahwa faktor risiko terbesar dalam paparan asap
rokok berbahaya terhadap kesehatan adalah baik bagi individu yang merokok
aktif maupun bagi mereka yang terpapar secara pasif dan memiliki dampak
negatif yang tinggi.Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah berdampak
pada kondisi di mana balita menjadi perokok pasif yang terus-menerus
terpapar asap rokok. Jika orang tua balita merokok di dalam rumah,
kemungkinan terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita
akan meningkat sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah di mana orang
tua balita tidak merokok di dalamnya(Setiani et al., 2023).
Perilaku merokok dapat menyebabkan iritasi pada saluran napas karena
paparan langsung atau tidak langsung terhadap asap rokok, terutama jika
merokok dilakukan di dalam rumah. Dampaknya adalah peningkatan kadar
karboksihemoglobin (COHb) dalam darah. Anak-anak lebih rentan terkena
pneumonia dan masalah pernapasan lainnya jika mereka tinggal di lingkungan
yang terpapar asap rokok dan memiliki anggota keluarga yang merokok,
karena faktor ini menjadi risiko terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada bayi. Anggota keluarga yang sering terpapar asap rokok memiliki
risiko yang lebih tinggi terhadap suatu penyakit dibandingkan dengan perokok
itu sendiri. Hal ini berkontribusi pada tingginya angka kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut pada balita yang disebabkan oleh paparan asap(Hasni et
al., 2022)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lebuan & Somia dalam
(Oktaviani dkk. 2022) asap rokok memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan
anggota keluarga. Jika mereka terpapar asap rokok, dapat merusak sistem
24

kekebalan saluran pernapasan dan menyebabkan munculnya tanda dan


gejala ISPA pada balita. Dalam konteks merokok, terdapat dua istilah yang
dikenal yaitu perokok pasif dan perokok aktif. Perokok pasif merujuk pada
orang yang secara tidak sengaja menghirup asap rokok orang lain, sedangkan
perokok aktif merujuk pada orang yang secara aktif melakukan kegiatan
merokok.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian dalam landasan teori maka disusun kerangka teori
mengenai commond cold sebagai berikut:

Commond cold

Balita

Gangguan yang ditimbulkan


Faktor Sanitasi lingkungan pada Balita
rumah yang mempengaruhi: 1) Kesulitan bernafas
1) Kepadatan hunian rumah 2) Tidur tidak nyenyak/
2) Ventilasi rumah susah tidur
3) Perilaku merokok anggota 3) Aktivitas balita menjadi
keluarga terhambat
4) Anak menjadi gelisah
dan nampak lelah
5) Nafsu makan menurun

penatalaksana

Pengobatan Farmakologi
1) Dekongestan
(Simpatomitetik)
2) Antihistamin
3) Obat Batuk
4) Analgesik
5) Antivirus

Gambar 2.1 (Maula dan Rusdiana, 2016)


BAB III
KERANGAKA KONSEP

A. DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI


Beberapa variabel yang dapat didefinisikan dan dianggap memiliki
keterkaitan internal maupun eksternal dengan kejadian commond cold adalah
kepadatan hunian, keberadaan ventilasi rumah, dan pengunaan saluran
pembuangan air limbah. Dalam tinjauan ini, variabel-variabel tersebut secara
sistematis dijelaskan sebagai berikut.
1. Commond cold
Commond cold juga dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan atas
virus, adalah penyakit ringan yang mempengaruhi hidung dan tenggorokan.
Ini adalah kondisi yang sangat menular yang disebabkan oleh berbagai jenis
virus, paling sering rhinovirus. Commond cold lazim dan dapat terjadi
sepanjang tahun, tetapi lebih sering terjadi selama musim dingin. Gejala
Commond cold dapat bervariasi dari orang ke orang tetapi umumnya
termasuk pilek atau tersumbat, bersin, sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala
ringan, kelelahan, nyeri tubuh ringan, dan kadang-kadang demam ringan.
Gejala ini biasanya muncul 1-3 hari setelah terpapar virus flu dan biasanya
sembuh dalam 7-10 hari. Commond cold menyebar melalui tetesan
pernapasan ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara. Hal ini
juga dapat menyebar dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi
dengan virus dan kemudian menyentuh wajah. Virus memasuki tubuh
melalui hidung, mata, atau mulut.
2. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian rumah mengacu pada jumlah penduduk yang
tinggal dalam unit perumahan atau wilayah tertentu dibandingkan dengan
ukuran atau kapasitas ruang tersebut. Kepadatan hunian rumah memiliki
dampak yang kompleks dan bervariasi. Keuntungan dari kepadatan hunian
rumah yang tinggi dapat mencakup efisiensi penggunaan lahan, akses yang
lebih mudah ke fasilitas, dan potensi interaksi sosial yang lebih besar.
Namun, kepadatan yang sangat tinggi juga dapat menyebabkan tantangan
seperti kemacetan, tekanan pada infrastruktur, dan kurangnya privasi.

25
26

Penting untuk merencanakan dan mengelola kepadatan hunian rumah


secara bijaksana dengan mempertimbangkan kebutuhan sosial, ekonomi,
dan lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan, aman,
dan nyaman bagi penduduknya. Bangunan yang terlalu sempit dan tidak
sesuai dengan jumlah penghuninya akan mengakibatkan kurangnya oksigen
di dalam ruangan, yang pada gilirannya akan menurunkan daya tahan tubuh
penghuninya. Hal ini dapat menyebabkan munculnya penyakit saluran
pernapasan seperti ISPA. Ruangan yang sempit akan menyebabkan sesak
nafas dan meningkatkan risiko penularan penyakit kepada anggota keluarga
lainnya. Kepadatan hunian juga akan meningkatkan suhu ruangan karena
produksi panas tubuh, yang pada akhirnya akan meningkatkan kelembaban
akibat uap air dari pernapasan.
Kepadatan hunian dalam satu rumah minimal melibatkan luas rumah
sebesar 9 𝑚2 dan luas ruang tidur minimal 8 𝑚2 . Disarankan agar tidak ada
lebih dari dua orang yang tinggal dalam satu ruang tidur, kecuali jika mereka
adalah anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun, untuk mencegah
penyebaran penyakit, termasuk ISPA, dan menjaga kelancaran aktivitas di
dalam rumah. Tingkat kepadatan tempat tinggal yang tinggi dapat
meningkatkan polusi udara di dalam rumah. Jika rumah yang dihuni padat,
sirkulasi udara di dalam rumah menjadi tidak sehat karena jumlah penghuni
yang banyak dapat mempengaruhi kadar oksigen di dalam rumah. Hal ini
menyebabkan peningkatan mikroorganisme di udara dalam rumah, terutama
mikroorganisme yang menular melalui saluran pernapasan. Oleh karena itu,
semakin banyak jumlah penghuni dalam rumah tersebut, semakin banyak
pula mikroorganisme penyebab penyakit yang dapat menyebar(Zairinayati &
Putri, 2020)
3. Ventilasi Rumah
Ventilasi rumah adalah proses aliran udara segar yang masuk dan
udara kotor yang keluar dari dalam rumah. Tujuan dari ventilasi rumah
adalah untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan, menghilangkan
kelembaban berlebih, mengurangi polusi dalam ruangan, dan memastikan
kesehatan dan kenyamanan penghuni rumah. Penting untuk memiliki
ventilasi yang memadai dalam rumah guna menjaga udara segar dan
kualitas udara yang baik. Ventilasi yang baik membantu mengurangi
27

kelembaban berlebih, menghilangkan bau tidak sedap, mengurangi


konsentrasi polutan seperti karbon dioksida, dan menjaga suhu yang
nyaman di dalam rumah.
Ventilasi rumah memiliki berbagai fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga aliran udara dalam rumah agar tetap segar dan optimal. Selain itu,
ventilasi rumah juga berfungsi untuk menghilangkan bau, asap, debu, dan
zat pencemar lainnya dengan cara pengenceran udara, sehingga terjadi
pertukaran udara bersih yang lancar. Fungsi ini menjaga keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah. Kurangnya ventilasi dalam
rumah dapat menyebabkan kekurangan oksigen di dalam rumah, yang pada
gilirannya meningkatkan kadar CO2 yang bersifat beracun. Fungsi kedua
dari ventilasi rumah adalah menghilangkan bakteri, terutama bakteri
patogen, dari udara(Zairinayati & Putri, 2020).
4. Perilaku Merokok Anggota Keluarga
Perilaku merokok merujuk pada kebiasaan atau tindakan seseorang
yang menghisap atau mengkonsumsi produk tembakau seperti rokok,
cerutu, atau cerutu rokok. Merokok adalah kegiatan yang dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif bagi kesehatan individu yang
melakukannya, serta bagi orang-orang di sekitarnya. Rokok adalah suatu zat
adiktif yang, jika digunakan, dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi
individu maupun masyarakat. Dari hasil analisis, sebagian besar orang
masih merokok di dalam rumah dan di dekat balita. Ketika seseorang
menghirup asap rokok meskipun tidak merokok sendiri, hal tersebut disebut
sebagai perokok pasif. Menghisap asap rokok dari orang lain memiliki
dampak yang lebih berbahaya daripada menghisap rokok sendiri(Astuti &
Siswanto, 2022)
Paparan asap rokok juga dapat mengakibatkan peningkatan produksi
lendir, yang pada akhirnya menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
dan kerusakan pada sel-sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan.
Kondisi-kondisi ini akan mempermudah terjadinya infeksi saluran
pernapasan pada balita yang terpapar asap rokok. Kebiasaan merokok
anggota keluarga juga meningkatkan risiko balita yang tinggal bersama
mereka terpapar asap rokok yang mengandung banyak bahan kimia
berbahaya. Balita yang terpapar asap rokok juga memiliki risiko yang lebih
28

tinggi terhadap berbagai masalah kesehatan, termasuk infeksi saluran


pernapasan akut(asriati dalam (Astuti & Siswanto, 2022)
B. Kerangka Penelitian

Kepadatan
Hunian

Ventilasi Commond
Rumah cold pada
Balita

Perilaku Merokok
Anggota Keluarga

Keterangan:

: Variabel Bebas

: Variabel Terikat

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Commond cold
Definisi Operasional
Commond cold juga dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan atas
virus, adalah penyakit ringan yang mempengaruhi hidung dan tenggorokan.
Ini adalah kondisi yang sangat menular yang disebabkan oleh berbagai jenis
virus, paling sering rhinovirus
Keriteria objektif
Ya : Apabila terinfeksi commond cold sesuai hasil diagnosa
dokter
Tidak : Apabila tidak terinfeksi commond cold
29

2. Kepadatan Hunian
Definisi operasional
Banyaknya penghuni kamar dibandingkan luas lantai kamar, memenuhi
syarat jika luas ≥ 8𝑚2 untuk 2 orang
Kriteria objektif
Memenuhi syarat : Apabila luas kamar tidur ≥ 8 𝑚2 untuk dua orang
Tidak memenuhi syarat : Apabila luas kamar tidur< 8 𝑚2 untuk dua orang
3. Ventilasi Rumah
Definisi operasional
Ventilasi pada rumah adalah segala celah atau lubang yang
memungkinkan udara masuk dan keluar, baik dalam kondisi tetap maupun
dapat dibuka dan ditutup
Kriteria objektif
Memenuhi syarat : Apabila luas ventilasi ≥10% dari luas lantai
rumah
Tidakmemenuhi syarat : Apabila luas ventilasi <10% dari luas
lantai rumah

4. Perilaku Merokok Anggota Keluarga


Definisi operasional
Merokok adalah kegiatan yang dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif bagi kesehatan individu yang melakukannya, serta bagi orang-orang di
sekitarnya Paparan asap rokok juga dapat mengakibatkan peningkatan
produksi lendir, yang pada akhirnya menyebabkan penyempitan saluran
pernapasan dan kerusakan pada sel-sel pembunuh bakteri di saluran
pernapasan
Kriteria objektif
Ya : Jika total jawaban responden dengan nilai ≥ 60%
Tidak : Jika total jawaban responden dengan nilai < 60%
30

D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis alternatif (HA)
a) Ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian commond cold di
wilayah kerja Puskesmas Panambungan kota Makassar
b) Ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian commond cold di
wilayah kerja Puskesmas Panambungan kota makassar
c) Ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian
commond cold di wilayah kerja Puskesmas Panambungan kota
Makassar
2. Hipotesis nul (Ho)
a) Tidak ada hubungan kepadatan hunian dengan kejadian commond cold
di wilayah kerja puskesmas Panambungan Kota Makassar
b) Tidak ada hubungan pola makan dengan kejadian commond cold di
wilayah kerja puskesmas Panambungan Kota Makassar
c) Tidak ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga dengan
kejadian commond cold di wilayah kerja puskesmas Panambungan Kota
Makassar
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain study
cross sectional. pengumpulan data informasi serta pengukuran antar variabel
independen dan dependen dilakukan pada waktu yang sama. Desain study
cross sectional ini cocok digunakan untuk menganalisis subjek penelitian
pada jumlah yang besar karena mudah dilaksanakan, sederhana, ekonomis
dalam hal waktu serta hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diwilayah kerja Puskesmas Panambungan
Kecamatan Mariso Kota Makassar
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 01 Agustus 2023 - 01 September
2023.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Menurut sogiyono (2019) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang
tertentu yang diteteapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik
kesimpulanya. Populasi merujuk pada semua subjek yang menjadi focus
penelitian atau objek yang sedang diteliti (Aryani & Syapitri, 2018). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua balita yang berobat di wilayah kerja
Puskesmas Panambungan kota makassar periode Januari – April 2023
sebanyak 218 orang balita.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadiakn subjek penelitian
dan dianggap mewakili keseluruhan populasi(Prof. DR.Dr. Sudigdo
Sastroasmoro,2002). Dalam penelitian ini jumblah sampel yang diperoleh
adalah 55 balita.

31
32

3. Jumlah sampel
Untuk menentukan besarnya sampel dapat menggunakan rumus Khotori :
n= N.Z²- α/2. P .q
d²(N-1) Z²-α/zP.q
Keterangan :
n = Besar Sampel sampel
N = Besar Populasi
Z² -α/2= Statistik Z (Z=1,95 untuk α 0,05
P = Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada
populasi (95%)
d = Delta presesi absolut atau margin of eror yang
diinginkan dikedua sisi proporsi (±5%)
q = 1-P
n= 218. (1,96) ². (0,96).(0,05)
(0,05)²(218-1)+(1,96)²(0,95) (0,05)
N= 40.18
0,72
= 55

4. Teknik pengambilan sampel


Untuk penelitian ini, digunakan metode pengambilan sampel yang
disebut purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu metode
pengambilan sampel dalam penelitian yang dilakukan dengan sengaja dan
berdasarkan pertimbangan tertentu(Zolendo dkk, 2022). Dalam purposive
sampling, peneliti memilih sampel berdasarkan kriteria atau karakteristik
yang relevan dengan tujuan penelitian. dengan kriteria sebagai berikut:
Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup:
a) Balita yang berobat di puskesmas panambungan

b) Balita yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Panambungan


c) Balita yang pernah berobat ke Puskesmas Panambungan
Sementara itu, kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:
a) Menolak menjadi responden.
b) Responden yang tidak berada di lokasi saat penelitian dilakukan.
33

D. Cara Pengumpulan Data


1. Data primer
Data perimer diperoleh dengan melakukan observasi dan kuisioner
berupa daftar pertanyaan pada ibu yang mempunyai anak balita
sehubungan dengan variabel-variabel yang diteliti
2. Data skunder
Data yang diperoleh dari wilayah kerja Puskesmas Panambungan kota
Makassar dan instansi yang terkait mengenai judul penelitian
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan pada saat
pengumpulan data penelitian (Soekidjo Notoatmodjo, 2005 :48). Penelitian
ini menggunakan penelitian kuantitatif dimana kualitas pengumpulan data
sangat ditentukan oleh kualitas instrumen. Adapun instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Lembar Kuesioner
2. Alat tulis
3. Hand phone
4. Roll meter(alat ukur)
F. Penyajian dan Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer melalui
program SPSS 25 for window dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan
tabel analisis serta narasi.
G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel penelitian secara
terpisah dengan tujuan untuk memberikan gambaran keseluruhan tentang
setiap variabel dalam bentuk tabel. Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang sedang
diteliti. Hasil data penelitian ini disajikan dalam bentuk proporsi dan
presentase pada tabel untuk setiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan
dalam analisis ini adalah uji chi-square dengan tingkat signifikansi α=
0,05. Uji kemaknaan hubungan dilakukan dengan membandingkan nilai
34

uji (value) dengan nilai α= 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Berikut
adalah rumus yang digunakan untuk menghitung nilai chi-square: x²=
Ʃ(0-∈)∈
keterangan:
X² = Hasil perhitungan yang di konfirmasikan dengan tabel chi-
square
0 = Observasi (nilai yang di peroleh)
∈ = Expected (nilai yang di harapkan)
Ʃ = Jumlah (sigma)
0,05 = Nilai ketetapan
Intrerprestasi: berhubungan bila nilai p Value lebih kecil dari α= 0,05 dan
berarti Ho ditolak dan Ha diterima
H. Etika Penelitian
1. Mengajukan dan menyerahkan surat permohonan izin kepada
penanggung jawab di Wilayah kerja puskesmas Panambungan Kota
Makassar dan memohon kerja sama kepada pihak Puskesmas selama
peroses penelitian berlangsung.
2. Anonymiti (tanpa nama) menjelaskan bentuk penulisan questionnaire
dengan tidak perlu mencantum nama pada lembar pengumpulan data,
hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan), semua informasi yang telah dikumpulkan
dijamin kerahasiaanya oleh para peneliti, hanya kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil riset. Kerahasiaan yang diberi subjek
penelitian dijamin oleh peneliti dan tidak akan disampaikan ke pihak lain
yang tidak berkaitan dengan penelitian tersebut.
I. Faktor Pendukung dan Penghambat
1. Faktor pendukung
Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah adanya fasilitas yang
membantu dalam teknik penulisan, meliputi laptop, dan HP
2. Faktor penghambat
Faktor penghambat dalam penelitian yaitu kesulitan dalam melakukan
wawancara karena masih ada responden yang susah dihubungi atau
masih sibuk dengan kerja
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Panambungan Kota
Makassar. Secara geografis, Puskesmas Panambungan terletak di wilayah
Kelurahan Panambungan, Kecamatan Mariso, Kota Makassar Sulawesi
Selatan. Penelitian dilakukan untuk memahami kesehatan masyarakat di
wilayah ini, termasuk tantangan dan masalah kesehatan yang dihadapi.
Informasi ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan program
kesehatan yang lebih efektif dan relevan bagi penduduk setempat .Wilayah
ini memiliki luas sekitar 77 hektar, sementara seluruh wilayah Kecamatan
Mariso memiliki luas sekitar 1,82 kilometer persegi, yang meliputi tiga
kelurahan sebagai wilayah kerjanya, yaitu:
a. Kelurahan Penambungan
b. Kelurahan Kunjung Mea
c. Kelurahan Mario
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Panambungan adalah sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Mario dan Kelurahan
Lette
3) Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar
Secara keseluruhan, Puskesmas Panambungan memiliki 19 titik lokasi
Posyandu. Alamat Puskesmas Panambungan adalah di Jalan rajawali Lorong
300, Kelurahan Penambungan, Kecamatan Marisso, Kota Makassar,
Sulawesi Selatan.
2. Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini karakteristik umum subjek penelitian meliputi data
seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan responden.
Responden penelitian ini adalah ibu balita atau pengasuh balita yang yang
berada di wilayah kerja puskesmas panambungan kota makassar yang
berjumlah 55 responden.

35
36

Balita responden merupakan balita berusia 0-59 bulan. Berdasarkan


penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai karakteristik
responden.Informasi tentang karakteristik umum responden diuraikan dalam
bentuk tabel utuk mempermudah dalam mendeskripsi dan menganalisisinya.
a. Jenis Kelamin Balita
Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 5.1
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Responden
Jenis Kelamin
n %
Laki-Laki 28 50.9
Perempuan 27 49.1
Total 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin balita diperoleh jenis kelamin laki-laki yang paling banyak yaitu 28
Balita (50,9% ), Sedangkan jenis kelamin perempuan yaitu 27 Balita
(49,1%).
b. Umur Balita.
Umur balita dalam penelitian ini adalah diambil dari balita yang
usianya 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Panambungan Kota
Makassar.
Karakteristik responden berdasarkan kelompok umur balita disajikan pada
tabel 5.2
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Responden
Umur
N %
0-1 Tahun 33 60.0
2- 4 Tahun 22 40.0
Total 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi responden
berdasarkan umur balita paling banyak adalah umur 0-4 tahun dengan
37

jumlah 33 (60.0%) dan paling sedikit berada pada kelompok umur 2-4 tahun
dengan jumlah 22 (40.0%).
c. Tingkat Pendidikan `
Adapun Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidkan Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Responden
Pendidikan
N %
SMP 14 25.5
SMA 24 43.6
Sarjana 17 30.9
Total 55 100
Sumber : Data Primer, 2022

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa tingkat pendidikan responden


paling banyak adalah tamatan SMA yaitu terdapat 24 (43.6%) dan paling
sedikit dengan tingkat pendidikan SMP yaitu terdapat 14 (25.5%) responden.

d. Jenis Pekerjaan
Adapun Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan disajikan
pada tabel 5.4
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Pekerjaan Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Responden
Pekerjaan
N %
IRT 38 69.1
Wiraswasta 17 30.9
Total 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukaan bahwa berdasarkan jenis
pekerjaan responden paling banyak adalah responden Ibu Rumah Tangga
(IRT) yaitu terdapat 38 (69.1%) responden dan paling sedikit bekerja
sebagai pegawai swasta yaitu terdapat 17(30.9%) responden.
38

3. ANALISIS UNIVARIAT

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari


variabel atau proporsi masing-masing variabel yang diteliti.
a. Kejadian Commond Cold Pada Balita
Gambaran kejadian kejadian commond coold pada balita diwilayah
kerja puskesmas panambungan didapat dari hasil kuesioner terhadap
responden. Adapun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian commond cold
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Kejadian Commond Responden
Cold N %
Ya 35 63,6
Tidak 20 36,4
Total 55 100
Sumber:Data primer, 2023
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa balita yang mengalami
commond cold terdapat 35 (63,6%) responden dan terdapat 20 (36,4%)
balita tidak mengalami commond cold.
b.Ventilasi Rumah
Hasil penelitian mengenai ventilasi rumah dapat dilihat pada table 5.6
berikut:
Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan Ventilasi Rumah
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Ventilasi Rumah Responden
N %
Tidak Memenuhi Syarat 39 70,9
Memenuhi Syarat 16 29,1
Total 55 100
Sumber: data primer, 2023
Berdasrkan table 5.6 menunjukan bahwa rumah yang memiliki
ventilasi tidak memenuhi syarat sebanyak 39 (70,9%) dan rumah yang
memiliki ventilasi yang memenuhi syarat sebanyak 16 (29,1%)
39

c. Kepadatan hunian
Adapun Hasil penelitian mengenai kepadatan hunian dapat dilihat
pada table distribusi 5.7 berikut:
Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan Kepadatan Hunian
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Kepadatan Hunian Responden
N %
Tidak Memenuhi Syarat 38 69.1
Memenuhi Syarat 17 30.9
Total 55 100
Sumber: data primer, 2023
Berdasrkan table 5.7 menunjukan bahwa rumah yang tergolong padat
dan tidak memenuhi syarat sebanyak 38 (69,1%) dan rumah yang tergolong
tidak padat dan memenuhi syarat sebanyak 17 (30,9%)
d. Kebiasaan merokok
Hasil penelitian mengenai kebiasaan merokok dapat dilihat pada table 5.8
berikut:
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan merokok
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Kebiasaan Merokok Responden
N %
Ya 33 60,0
Tidak 22 40,0
Total 55 100
Sumber: data primer, 2023
Berdasrkan table 5.8 menunjukan bahwa responden yang merokok
didalam rumah terdapat 33(60,0%) dan responden yang tidak merokok
terdapat 22(40,0%).
40

4. ANALISIS BIVARIAT
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji Chisquare. Adanya
hubungan variabel independen dengan kejadian commond cold ditunjukkan
dengan nilai p kurang dari (< ) 0,05.
a. Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Commond Cold pada
Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar
Table 5.9
Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Commond Cold
pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar

Kejadian Commond Cold


Pada Balita Total
Ventilasi
Ya Tidak
Rumah
n % n % n %
P
Tidak Memenuhi Value
32 58.2 7 12,7 39 70,9 0,000
Syarat
Memenuhi 3 5,5 13 23,6 16 29,1
Syarat
Total 35 63,6 20 36,4 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Berdasarkan Tabel 5.9 menunjukan bahwa dari 39 (70,9%)
responden dengan kategori yang ventilasi rumah tidak memenuhi syarat
terdapat 32 (58,2%) balita yang mengalami kejadian commond cold dan
terdapat 7 (12,7%) balita yang tidak mengalami kejadian commond cold,
sedangkan dari 16 (29,1%) balita dengan kategori ventilasi rumah memenuhi
syarat terdapat 3 (5,5%) balita yang mengalami kejadian commond cold dan
13 (23,6%) balita yang tidak mengalami gejala commond cold.
Dari hasil analisis statistik dan uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,000.
Karena nilai p kurang dari (<) 0,05 maka,ada hubungan antara ventilasi
rumah dengan kejadian commond cold pada balita di Wilayah Puskesmas
Panambungan. Dengan demikian ventilasi yang tidak memenuhi syarat lebih
mudah dan cepat dalam peroses penyebaran penyakit’
41

b. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian Commond Cold


pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar

Table 5.10
Hubungan Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian Commond Cold
pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar

Kejadian Commond Cold


Pada Balita Total
Kepadatan
Ya Tidak
Hunian
n % n % n %
P
Tidak Memenuhi Value
29 52,7 9 16,4 38 69,1 0,004
Syarat
Memenuhi 6 10,9 11 20,0 17 30,9
Syarat
Total 35 63,6 20 36,4 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukan bahwa dari 38 (69,1%)
responden dengan kategori kepadatan hunian rumah tidak memenuhi syarat
terdapat 29 (52,7%) balita yang mengalami kejadian commond cold dan
terdapat 9 (16,4%) balita yang tidak mengalami kejadian commond cold,
sedangkan dari 17 (30,9%) responden dengan kategori kepadatan hunian
rumah memenuhi syarat terdapat 6 (10,9%) balita yang mengalami kejadian
commond cold dan 11 (20,0%) balita yang tidak mengalami kejadian
commond cold.
Dari hasil analisis statistik dan uji Chi Square diperoleh nilai p =
0,004.Karena nilai p kurang dari (<) 0,05 maka, dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian commond cold
pada balita di Wilayah Puskesmas Panambungan. Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa rumah yang tidak memenuhi syarat (yang tergolong padat)
lebih berpeluang dalam peroses penyebaran penyakit.
42

c. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Commond Cold pada


Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar

Table 5.11
Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Commond Cold
pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Panambungan
Kota Makassar
Kejadian Commond Cold
Pada Balita Total
Kebiasaan
Ya Tidak
Merokok
n % n % n % P
Value
Tidak 14 25,5 8 14,5 22 40.0 1,000
Ya 21 38,2 12 21,8 33 60.0
Total 35 63,6 20 36,4 55 100
Sumber : Data Primer, 2023
Berdasarkan Tabel 5.11 menunjukan bahwa dari 22(39,9%)
responden dengan kategori tidak merokok terdapat 14 (25,5%) balita yang
mengalami kejadian commond cold dan terdapat 8 (14,5%) balita yang tidak
mengalami kejadian commond cold, sedangkan dari 33 (60,0%) responden
dengan kategori merokok terdapat 21 (38,2%) balita yang mengalami
kejadian commond cold dan 12 (21,8%) balita yang tidak mengalami
kejadian commond cold
Dari hasil analisis statistik dan uji Chi Square diperoleh nilai p =
1,000.Karena nilai p lebih besar dari (>) 0,05 maka, dapat disimpulkan tidak
ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
commond cold pada balita di Wilayah Puskesmas Panambungan.
43

B. PEMBAHASAN
Berdasrkan analisis data yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan tujuan
penelitian, maka pembahasan hasil penelitian diuraikan sebagai berikut:
1. Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Commond Cold Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar

Ventilasi adalah proses yang memperbaharui atau mengganti udara di


dalam suatu ruangan atau bangunan dengan udara segar dari luar. Tujuan
utama ventilasi adalah menjaga kualitas udara dalam ruangan agar tetap
sehat dan nyaman bagi penghuninya. Udara segar yang masuk melalui
ventilasi membantu mengurangi kelembapan berlebih, menghilangkan bau
yang tidak sedap, serta mengurangi konsentrasi polutan di dalam ruangan.
Ventilasi memainkan peran yang sangat penting dalam memungkinkan
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah penderita. Kehadiran cahaya
matahari di dalam rumah penderita dapat memiliki efek yang menguntungkan,
membantu membunuh baktteri.Ventilasi berfungsi sebagai tempat di mana
udara bisa aliran masuk dan keluar, entah secara alami atau dengan bantuan
perangkat mekanis. Fungsi ventilasi ini sangat krusial untuk rumah, karena
menjaga agar aliran udara di dalamnya tetap segar dan menjaga
keseimbangan oksigen (O2) yang diperlukan oleh penghuni rumah.
Kurangnya ventilasi dapat mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen
(O2), yang pada gilirannya meningkatkan kadar karbon dioksida (CO2) yang
bersifat beracun bagi mereka yang tinggal di dalamnya (Hanifah, 2011).
Selain itu, dalam ruang yang kurang memiliki sirkulasi udara yang memadai,
dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mengganggu
kesehatan manusia.
Hal ini sesuai dengan panduan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI, 2011) yang menyatakan bahwa kurangnya
pertukaran udara dalam ruangan yang tidak memenuhi standar dapat menjadi
faktor penyebab berkembangnya mikroorganisme yang berpotensi
mengganggu kesehatan manusia.Ventilasi rumah dalam penelitian ini
mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999
yang mengatur bahwa ventilasi rumah yang dibutuhkan adalah sebanyak 10%
dari luas lantai.
44

Hasil peneltian ini diperoleh dari 55 sampel didapat hasil persentase


kategori ventilasi yang memenuhi syarat dari 16 (29,1%) responden,yang
mengalami kejadian commond cold terdapat 3 (5.5%) balita dan yang tidak
mengalami kejadian commond cold sebanyak 13 (23.6%). Sedangkan
persentase kategori ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dari
39(70,9%) responden, yang mengalami kejadian commond cold terdapat 32
(58.2%) balita dan yang tidak mengalami kejadian commond cold sebanyak 7
(12.7%) balita. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ventilasi
rumah dengan kejadian commond cold pada balita.
Berdasarkan analisis uji chi-square, dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kondisi ventilasi rumah dan penyakit
commond cold pada balita di wilayah kerja puskesmas panambungan kota
makassar, dengan nilai p p-value = 0,000 (p kurang dari (<) 0,005). Balita
yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan
memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami commond cold dibandingkan
dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi yang memenuhi
persyaratan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan dalam penelitian Medhyna
(2019), yang mendapati bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara
ventilasi rumah dan kejadian ISPA, dengan nilai p-value sebesar 0,04 (p
kurang dari (<) 0,05). Hal ini juga serupa dengan hasil penelitian oleh Putri &
Mantu (2019), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ventilasi
rumah dan kejadian ISPA pada balita, dengan p-value sebesar 0,01 (p
kurang dari (< )0,05).
Selain itu, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Medhyna (2019) dan Putri & Mantu (2019), yang juga menunjukkan
keterkaitan antara ventilasi rumah dan ISPA(commond cold) pada balita. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa betapa pentingnya ventilasi rumah sebagai
faktor yang signifikan dalam risiko timbulnya ISPA (comond cold) pada anak-
anak.
Ventilasi di dalam rumah memiliki berbagai fungsi penting, termasuk
menjaga agar pertukaran udara tetap optimal, menghilangkan bau, asap,
debu, dan polutan lainnya dengan mengencerkan udara, serta menjaga
keseimbangan kadar oksigen (O2) di dalam ruangan. Kekurangan ventilasi
45

akan mengakibatkan penurunan kadar oksigen (O2) di dalam rumah, yang


pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan kadar karbon dioksida (CO2),
(Zairinayati & Putri 2020). Selain itu, ventilasi juga berperan dalam
menghindari kehadiran bakteri patogen di dalam ruangan. Ketika ventilasi
kurang memadai, kelembaban udara dalam ruangan dapat meningkat karena
penguapan cairan dari permukaan kulit dan penyerapan kelembaban. Kondisi
ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan bakteri patogen.
Berdasarkan Hasil observasi di Wilayah kerja Puskesmas
Panambungan Kota Makassar dari 39(70,9%) responden dengan ventilasi
rumah yang tidak memenuhi syarat, terdapat 32(58,2%) balita yang
mengalami kejadian commond cold dan 7(12,7%) balita yang tidak mengalami
commond cold. Hal ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi kondisi
ventilasi rumah adalah jenis hunian. Diketahui bahwa sebagian besar rumah
yang ditempati oleh warga adalah rumah kosan atau kontrakan.Ini dapat
menjelaskan mengapa ventilasi rumah tidak memenuhi syarat karena pemilik
rumah kurang memperhatikan kualitas ventilasi rumah. Oleh karena itu perlu
dilakulan upaya untuk meningkatakn kualitas ventilasi rumah terutama yang
ditempati oleh keluarga yang memiliki balita. Sedangkan dari 16(29,1%)
responden dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat, terdapat 3(5,5%)
balita yang mengalami kejadian commond cold dan 13(23,6%) balita yang
tidak mengalami kejadian comond cold. Hal di sebabkan hunian rumah yang
padat meskipun ventilasi rumah memenuhi syarat.
2. Hubungan Kepadatan Hunian Rumah Dengan Kejadian Commond Cold
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar

Kepadatan hunian merupakan parameter yang diukur dengan


memperbandingkan luas lantai suatu kamar dengan jumlah individu yang
menghuninya. Dalam konteks penelitian ini, konsep kepadatan hunian terbagi
menjadi dua kategori, yakni yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi
syarat. Yang memenuhi syarat didefinisikan sebagai kondisi di mana terdapat
dua orang atau kurang yang tinggal dalam satu ruang dengan luas minimal 8
meter persegi (m²), sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Sebaliknya, kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat terjadi ketika
lebih dari dua orang tinggal dalam ruang yang sama dengan luas yang sama,
46

yaitu lebih dari 2 orang per 8 m². Keputusan Menteri Kesehatan tersebut juga
menegaskan bahwa tidak dianjurkan bagi lebih dari dua orang dewasa untuk
berbagi satu kamar tidur, kecuali dalam kasus balita.
Hasil peneltian ini diperoleh dari 55 sampel didapat hasil persentase
kategori kepadatan hunian yang memenuhi syarat dari 17 (30,9%)
responden,yang mengalami kejadian commond cold terdapat 6 (10,9%) balita
dan yang tidak mengalami kejadian commond cold sebanyak 11 (20,0%).
Sedangkan persentase kategori kepadatan hunian rumah yang tidak
memenuhi syarat dari 38(69,1%) responden, yang mengalami kejadian
commond cold terdapat 29 (52.7%) balita dan yang tidak mengalami kejadian
commond cold sebanyak 9 (16.4%) balita. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian commond
cold pada balita.
Berdasarkan analisis uji chi-square, ditemukan adanya korelasi yang
signifikan antara kepadatan hunian kamar dan kejadian commond cold (ISPA)
pada balita di wilayah kerja puskesmas panambungan kota makassar. Nilai p-
value yang dihasilkan adalah 0,004 (p kurang dari (< )0,005). Dalam konteks
ini, balita yang tinggal dalam kondisi hunian kamar yang tidak memenuhi
syarat memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami commond cold
dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam hunian kamar yang memenuhi
syarat.
Hasil dari penelitian ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Putri & Mantu (2019), yang juga mengidentifikasi adanya
hubungan signifikan antara kepadatan penghuni dan kejadian commond cold
pada balita, dengan nilai p-value sebesar 0,001 (p kurang dari (<) 0,005).
Hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agungnisa
(2019), yang menemukan bahwa kepadatan hunian kamar memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kejadian commond cold (ISPA) pada balita, dengan
nilai p-value sebesar 0,004 (p kurang dari (<) 0,05). Dengan demikian, hasil
dari penelitian dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya untuk
memperhatikan kepadatan hunian sebagai faktor yang berpotensi
memengaruhi risiko commond cold(ISPA) pada balita.
Adanya hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian rumah
dengan kejadian commond cold karena kepadatan hunian rumah merupakan
47

pencetus awal dan proses penularan penyakit. Semakin padat tingkat hunian,
maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin
mudah dan cepat terjadi
Berdasarkan observasi lapangan, dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden tinggal dalam kondisi kepadatan hunian yang tidak memenuhi
syarat. Penelitian ini berhubungan erat dengan kenyataan bahwa sebagian
besar hunian kamar di wilayah kerja puskesmas panambungan kota makassar
dikategorikan sebagai hunian yang padat. Dalam kondisi ini, banyak anak dan
orang tua yang berbagi satu kamar dengan luas kurang dari 4 m² per orang.
Selain itu, luas bangunan rumah juga tidak sebanding dengan jumlah
penghuni yang tinggal di dalamnya. Terdapat kasus di mana beberapa
keluarga tinggal dalam satu rumah yang seharusnya digunakan oleh satu
keluarga.
Dalam konteks rumah sehat, penting untuk memastikan bahwa luas
lantai rumah sesuai dengan jumlah penghuninya agar terhindar dari masalah
kelebihan beban dan kekurangan oksigen, sesuai dengan pandangan yang
dinyatakan oleh Suryo (2010). Semakin banyak penghuni dalam suatu
ruangan, semakin cepat tingkat karbon dioksida (CO2) dalam udara akan
meningkat, yang pada gilirannya dapat mengurangi kadar oksigen (O2) yang
tersedia(Yuslinda dkk.(2017). Untuk mencegah penyakit pernapasan,
diperlukan jarak minimal 90 cm antara tempat tidur satu dengan yang lain, dan
langit-langit setidaknya harus memiliki tinggi minimal 2,75 m, sesuai dengan
rekomendasi Suryo (2010).
Berdasarkan Hasil observasi di Wilayah kerja Puskesmas
Panambungan Kota Makassar dari 38(69,1%) responden dengan kepadatan
hunian rumah yang tidak memenuhi syarat, terdapat 29(52,7%) balita yang
mengalami kejadian commond cold dan 9(16,4%) balita yang tidak mengalami
commond cold.hal ini dapat disimpulakan bahw kepadatan rumah yang tinggi
memiliki korelasi dengan peningkatan resiko commond cold pada balita.
Sejumlah faktor mungkin menyebabkan tingginya kepadatan hunian rumah di
Wilayah Puskesmas Panambungan Kota Makassar. Pertama, keterbatasan
sumber daya ekonomi dapat mendorong banyak keluarga untuk tinggal dalam
ruang yang terlalu kecil untuk kebutuhan mereka. Kedua, urbanisasi yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan populasi di daerah perkotaan, yang
48

pada gilirannya dapat mengakibatkan kepadatan hunian rumah yang lebih


tinggi.
Kepadatan hunian rumah yang tinggi memiliki dampak serius pada
kesehatan, terutama balita. Ruang yang penuh sesak dapat mengganggu
ventilasi, meningkatkan penyebaran infeksi pernafasan, dan menciptakan
lingkungan yang kurang higienis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk
meningkatkan kualitas hunian rumah, mengurangi kepadatan, dan
menyediakan akses yang lebih baik ke perumahan yang layak bagi penduduk
di Wilayah kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar. Dengan
demikian, akan ada potensi untuk mengurangi angka kejadian common cold
dan masalah kesehatan lainnya yang disebabkan oleh kepadatan hunian
rumah yang tinggi. Sedangkan dari 17(30,9%) responden yang mengalami
kejadian commond cold terdapat 6 (10,9%) balita dan yang tidak mengalami
kejadian commond cold sebanyak 11 (20,0%). Hal ini juga dapat disebabkan
karena seringkali balita memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum
sepenuhnya berkembang, sehinggah mereka rentan terhadap infeksi
termasuk commond cold.
3. Hubungan Kebiasaan Merokok Rumah Dengan Kejadian Commond Cold
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar

Kebiasaan merokok merupakan perilaku yang sulit untuk dihentikan.


Hasil peneltian ini diperoleh dari 55 sampel didapat hasil persentase kategori
yang tidak merokok dari 22 (40,0%) responden,yang mengalami kejadian
commond cold terdapat 14 (25,5%) balita dan yang tidak mengalami kejadian
commond cold sebanyak 8 (14,5%). Sedangkan persentase yang merokok
dari 33(60,0%) responden, yang mengalami kejadian commond cold terdapat
21 (38,2%) balita dan yang tidak mengalami kejadian commond cold
sebanyak 12 (21,8%) balita.
Berdasarkan analisis uji chi-square, tidak ditemukan hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok dan kejadian commond cold (ISPA) pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar. Nilai p-
value yang dihasilkan adalah 1.000 (p lebih dari (>) 0,005). Dengan kata lain,
tidak terdapat bukti statistik yang cukup untuk mendukung hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian commond cold (ISPA) pada balita dalam
konteks penelitian ini.
49

Hasil penelitian ini berbanding lurus dengan hasil penelitian Fillacano


(2013) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok
dengan penyakit commond cold (ISPA) pada balita dimana nilai p value =
0,409 (p lebih dari (>) 0,05). Namun berbanding terbalik dengan hasil
penelitian yang dilakukan Putri & Mantu (2019) yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian
commond cold (ISPA) pada balita dimana nilai p value = 0,006 (p < 0,005).
Paparan asap rokok juga dapat mengakibatkan peningkatan produksi
lendir, yang pada akhirnya menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
dan kerusakan pada sel-sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan.
Kondisi-kondisi ini akan mempermudah terjadinya infeksi saluran pernapasan
pada balita yang terpapar asap rokok. Kebiasaan merokok anggota keluarga
juga meningkatkan risiko balita yang tinggal bersama mereka terpapar asap
rokok yang mengandung banyak bahan kimia berbahaya. Balita yang terpapar
asap rokok juga memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berbagai masalah
kesehatan, termasuk infeksi saluran pernapasan akut(asriati dalam (Astuti &
Siswanto, 2022)
Sebagai pencemaran dalam ruangan, asap rokok mempunyai kuantitas
paling banyak dibandingkan dengan pencemar lain. Asap rokok mengandung
zat-zat beracun yang bersifat karisnogenik dan berbahaya bagi penghuni
dalam suatu ruangan.asap rokok merupakan campuran yang kompleks dari
kamia dan partikel diudara.orang yang banyak merokok (perokok aktif) dan
orang yang banyak menghisap asap rokok ( perokok pasif) dapat berakibat
paru-paru lebih banyak mengandung karbon monoksida dibandingakn
oksigen, sehingga oksigen dalam darah kurang lebih 15% dari pada kadar
oksigen normal (Setiani et al., 2023).
Berdasarkan teori, bayi dan anak-anak yang orangtuanya perokok
mempunyai risiko lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan
gejala sesak napas, batuk, dan lendir berlebihan (Kemenkes RI, 2011).
Dengan terpaparnya bahan polutan pada balita maka polutan tersebut akan
mudah menyebabkan gangguan kesehatan. Efek sebab pada jalan napas
balita lebih parah daripada orang dewasa. Satu milimeter edema jalan napas
balita akan mengurangi diameter jalan napas sebesar 56% sedangkan pada
orang dewasa hanya sebesar 19% (Mukono, 2014).
50

Berdasarkan Hasil observasi di Wilayah kerja Puskesmas


Panambungan Kota Makassar dari 33(60,0%) responden merokok, yang
mengalami kejadian commond cold terdapat 21 (38,2%) balita dan yang tidak
mengalami kejadian commond cold sebanyak 12 (21,8%) balita. Hal ini
disebabkan karena anak-anak balita yang tinggal bersama orang dewasa
yang merokok,terutama dalam ruangan tertutup lebih rentan terhadap
masalah pernapasan. Asap rokok mengandung berbgai zat beracun yang
dapat mengiritasi saluran pernapasan anak,membuat mereka lebih rentan
terhadap infeksi commond cold.kadar polutan dalam ruangan yang dihasilkan
dari merokok dapat mempengaruhi kesehatan anak terutam balita yang
sistem kekebalanya masih berkembang.oleh karena itu penting untuk
meningkatkan ksadaran bahaya merokok didekat anak-anak terutama balita.
Sedangkan dari 22 (40,0%) responden dengan kategori tidak merokok,
yang mengalami kejadian commond cold terdapat 14 (25,5%) balita dan yang
tidak mengalami kejadian commond cold sebanyak 8 (14,5%). Hal ini
disebabkan walaupun dalam satu rumah tidak ada yang merokok akan tetapi
ada faktor lain yang menyebabkan balita mengalami kejadian commond cold.
Dapat disimpulkan kebiasan merokok tidak menyebabkan kejadian commond
cold karen mayoritas responden merokok di tempat yang berbeda dengan
balita.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang di lakukan mengenai
faktor sanitasi rumah dengan kejadian penyakit commond cold pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Panambungan Kota Makassar yang diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan ventilasi rumah dengan kejadian commond cold pada
balita diwilayah kerja puskesmas panambungan kota makassar pada
tahun 2023 (p value =0.000)
2. Ada hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian commond
cold pada balita diwilayah kerja puskesmas panambungan kota
makassar pada tahun 2023 (p value =0.004)
3. Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
commond cold pada balita diwilayah kerja puskesmas panambungan
kota makassar pada tahun 2023 (p value =1.000)
B. SARAN
1. Diharapkan kepada pemerintahan atau dinas kesehatan kota Makassar
atau instalansi – instalansi lain yang berkaitan dengan memberikan atau
membuat kebijakan-kebijakan dalam rangka memperbaiki status
kesehatan pada balita terlebih khususnya kesehatan pernafasan
2. Diharapkan kepada pihak Puskesmas selaku tempat penelitian untuk
dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang
pentingnya sanitasi rumah agar tidak mudah terinfeksi khususnya infeksi
saluran pernapasan
3. Diharapkan kepada masayarakat .untuk selalu memperhatikan keberadan
ventilasi rumah agar sirkulasi udara tetap lancar dan juga harus tetap
memperhatikan jumlah penghuni dalam satu rumah agar terhindar dari
kepadatan hunian

51
DAFTAR PUSTAKA
Aristatia, N., & Yulyani, V. (2021). Analisis Faktor - Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di
Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2021. 1(4).
Aryani, N., & Syapitri, H. (2018). Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota
Keluarga Di Dalam Rumah Dengan Ispa Pada Balita Di Puskesmas
Helvetia Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan
Hidup, 3(1),Article 1.
Astuti, W. T., & Siswanto, S. (2022). Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga
dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita
Usia15Tahun.Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, 8(2), Article 2. https://doi.
org/10.56186/jkkb.10
Bagaskara, G. (2020). LITERATURE REVIEW : Pengetahuan Masyarakat
Tentang Pencegahan Nasofaringitis Akut (Common Cold).
Czubak J, Stolarczyk K, Orzel A, Frączek M, Zatoński T. 2021. Comparison of
the clinical differences between Covid-19, SARS, influenza, and the
common cold: a systematic literature review.
Hasni, H., Nurleny, & Kontesa, M. (2022). Hubungan Kebiasaan Merokok
Anggota Keluarga Dan Penggunaan Obat Nyamuk Dengan Kejadian Ispa
Pada Bayi Dan Balita. Jurnal Kesehatan Pijar, 1(1), Article 1.
Hayati, S. (2019). Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung.
Isnani, N., & Muliyani, M. (2019). Gambaran Pola Penggunaan Antibiotik Pada
Pasien Common Cold Anak Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. H. Moch.
Ansari Saleh BanjarmasiN. Jurnal Insan Farmasi Indonesia,
Jacek, C., Karolina, S., Orzeł, A., Frączek, M., & Tomasz, Z. (2021b).
Comparison of the clinical differences between COVID-19, SARS,
influenza, and the common cold: A systematic literature review.
Jeni, E., Syamsul, M., & Wijaya, I. (2022). Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Puskesmas Panambungan
Kota Makassar. Jurnal Promotif Preventif, 4(2), 116 123. https://doi.org/10
.47650/jpp.v4i2.372
Keman, S., & Safitri, A. (2019). Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah dengan
Kejadian Ispa pada Anak Balita di Desa Labuhan. https://www.neliti.com/p
ublications/3929/hubungan-tingkat-kesehatan-rumah-dengan-kejadian-
ispa-pada-anak-balita-di-desa-l
Laili, N. F., Restyana, A., Probosiwi, N., Savitri, L., Megasari, E., A, T. S., Sari, E.
L., & Maula, L. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Perilaku
Swamedikasi Common Cold di Apotek X Kabupaten Nganjuk. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 21(3), 1164.
Maftuchah, M., Christine, P. I., & Jamaluddin, M. (2020). The Effectiveness of
Tea Tree Oil and Eucalyptus Oil Aromaterapy for Toddlers with Common
Cold. JURNAL KEBIDANAN, 10(2), 131-137.
Musyafak, S. N., Yuswar, M. A., & Purrwanti, N. U. (2022). Swamedikasi:
Pengaruh Perilaku Terhadap Tingkat Pengetahuan Common Cold Pada
Mahasiswa Baru Farmasi.

52
53

Nakano, Y., Watari, T., Adachi, K., Watanabe, K., Otsuki, K., Amano, Y., Takaki,
Y., & Onigata, K. (2022). Survey of potentially inappropriate prescriptions
for common cold symptoms in Japan: A cross-sectional study.
Nanda, M., Anasti, A., Andini, C., Ramadhani, D. F., Ayuanda, T. H., & Tanjung,
H. Y. (2023). Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Lingkungan
Masyarakat di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan.
Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), Article 1.
Ningsih, N. F. (2019). Survey Sanitasi Lingkungan Penderita Common cold di
Kabupaten Kampar.Nur, N. H. (2019). Pengaruh Kondisi Fisik Rumah
Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Usia 1-12 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo Kota Makassar. 1(2).
Nur, N. H., Muharti Syamsul, & Genoveva Imun. (2021). Faktor Risiko
Lingkungan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Panambungan. Journal of Health Quality Development, 1(1), 10-22.
Oktaviani, S., Fujiana, F., & Ligita, T. (2022). Hubungan Perilaku Meroko
Keluarga Di Dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan
Akut (Ispa) Pada Balitai Wilayah Kerja Puskesmas Rasau Jaya. Jurnal Vo
kasi Keperawatan (JVK), 5(1), Article1.
Pappas DE. 2017.The common cold. Elsevier Public Health Emergency
Collection, 2018, 199–202.
Passioti, M., Maggina, P., Megremis, S., & Papadopoulos, N. G. (2014). The
Common Cold: Potential for Future Prevention or Cure. Current Allergy
and Asthma Reports, 14(2), 413. https://doi.org/10.1007/s11882-013-
0413-5
Polumulo, S. Z. (2019). Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Penyakit
Common Cold Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Kota
Gorontalo Tahun 2019.
Prayata, R. H., Mahendra, A. I., Indraswara, I.& Sriwijayanti, N. (2023).
Hubungan Paparan Asap Rokok pada Perokok Pasif dengan Angka
Kejadian Ispa pada Usia 18-65 Tahun di Dusun Krajan Desa Sidodadi,
Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Malahayati Nursing Journal,
5(1), Article 1.
Rahmah, S., & Ganing, A. (2022). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perbaikan
Sarana Sanitasi Dalam Pencegahan Stunting Di Lingkungan Kadolang
kelurahan Mamunyu. 2(1).
Ristanti, F. F. (2019). Pengaruh Kondisi Sanitasi Rumah Terhadap Kejadian
ISPA Di Kecamatan Wiyung Kota Surabaya.
Riza Maula, E., & Rusdiana, T. (2019). Terapi Herbal dan Alternatif pada Flu
Ringan atau ISPA non-spesifik. Farmasetika.com (Online), 1(2),7. https://
doi.org/10.24198/farmasetika.v1i2.9709
Sarina Jamal, Henni Kumaladewi Hengky, & Amir Patintingan. (2022). Pengaruh
Paparan Asap Rokok Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita
Dipuskesmas Lompoe Kota Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan
Kesehatan, 5(1),
Setiani, E. M., Mirasa, Y. A., & Winarti, E. (2023). Determinasi Pengetahuan Ibu
dan Pengaruh Rokok terhadap Kejadian ISPA pada Balita: Karakteristik
responden berdasarkan pengetahuan. Sci-Tech Journal (STJ), 2(2),
Article 2. https://doi.org/10.56709/stj.v2i2.105
54

Sitorus, C. S., Lengkong, F. D. J., & Palar, N. R. (2023). Pengelolaan Sanitasi


Pada Fasilitas Publik Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota
Manado.
Sugiyono. (2019). METODE PENELITIAN KUANTITATIF (2nd ed.). ALFABETA.
Sunarti, A. (2020). Hubungan Pemberian Asi dan Paparan Asap Rokok Dengan
Kejadian Common Cold Pada Bayi Usia 7-12 Bulan Di Puskesmas
Dangia Kolaka Timur. 2
Swed, S., Alibrahim, H., Alzabibi, M. A.,. Ghozy, S. (2022). Knowledge and
attitudes about influenza and the common cold in Syria post COVID 19: A
qualitative study. Annals of Medicine & Surgery, 80.
Zairinayati, Z., & Putri, D. H. (2020). Hubungan Kepadatan Hunian Dan Luas
Ventilasi Dengan Kejadian Ispa Pada Rumah Susun Palembang.
Indonesian Journal for Health Sciences, 4(2), 121.
Zhafirah, N., & Susanna, D. (2020). Kejadian Gangguan Pernapasan pada Balita
di Kawasan Pesisir Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Karawang, Jawa
Barat Tahun 2018. 1(1).
Zolendo, N. S., Felizita, E., & Suyanto, J. (2022). Hubungan Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat Dan Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Beriang Tinggi Kabupaten Kaur Tahun 2021.
Journal
Hygeia Public Health, 1(1), Article 1. https://doi.org/10.37676/jhph.v1i1.35
11
L
A
M
P
I
R
A
N
LEMBAR OBSERVASI
FAKTOR SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMOND
COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANAMBUNGAN
KOTA MAKASSAR

No.Responden :
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
IDENTITAS BALITA
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :

No Pertanyaan

Memenuhi Syarat Tidak


Memenuhi
Syarat
1 Ventilasi rumah
a. <10% luas lantai
b. ≥10% luas lantai

luas lantai rumah


a. panjang =
b. lebar =

luas ventilasi rumah


a. Panjang =
b. lebar =

2 Kepadatan hunian

a. ≥ 8 𝑚2 untuk dua orang


b. ≤ 8 𝑚2 untuk dua orang

Jumlah penghuni rumah =

Luas lantai rumah


a. Panjang =
b. lebar =
KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT COMMOND
COLD PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANAMBUNGAN
KOTA MAKASSAR
No.Responden :
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
IDENTITAS BALITA
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
B. KRITERIA COMMOND COLD
lingkari pada jawaban responden
1. Apakah balita Anda pernah mengalami common cold (pilek) dalam 6 bulan
terakhir?
a) Ya b) Tidak
2. Apakah balita Anda memiliki gejala pilek seperti hidung tersumbat atau berair,
bersin, atau batuk?
a) Ya b) Tidak
3. Berapa lama biasanya gejala pilek pada balita Anda berlangsung?
a) Kurang dari 1 minggu b) 1-2 minggu
4. Apakah balita Anda mengalami demam selama pilek?
a) Ya b) Tidak
5. Apakah Anda memberikan obat pereda gejala pilek kepada balita Anda?
a) Ya b) Tidak
6. Jika ya, jenis obat apa yang biasanya Anda berikan kepada balita Anda?
a) ya. Obat resep dari dokter c).Tidak memberikan obat
7. Apakah Anda mencari bantuan medis saat balita Anda mengalami pilek?
a) Ya, kami mengunjungi dokter b) Tidak, kami merawatnya sendiri
di rumah
8. Apakah Anda telah melakukan tindakan pencegahan, seperti menjaga
kebersihan tangan balita, saat pilek muncul di sekitar?
a) Ya b) Tidak
9. Bagaimana Anda menjaga kebersihan hidung balita saat pilek?
a) Menggunakan tisu saat balita bersin atau hidung berair
b) Tidak melakukan apa pun
10. Apakah Anda membatasi interaksi balita dengan anak-anak lain saat pilek?
a) Ya b) Tidak
C. PERILAKU MEROKOK DALAM RUMAH
Lingkari pada setiap jawaban responden
1. Apakah ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah?
a.Ya b.Tidak
2. Berapa jam dalam sehari anggota keluarga merokok di dalam rumah?
a. Kurang dari 1 jam b. 1-3 jam
3. Apakah balita sering terpapar asap rokok di dalam rumah?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah ada perbedaan gejala common cold pada balita yang terpapar
asap rokok dibandingkan yang tidak?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anggota keluarga yang merokok menghindari merokok di dekat
balita?
a. Selalu b. Tidak pernah
6. Apakah balita mengalami kesulitan dalam bernapas saat terpapar asap
rokok di dalam rumah?
a.Ya b.Tidak
7. Apakah Anda atau anggota keluarga lain sering merokok di dalam rumah?
a. Ya, sering b.Tidak sama sekali
8. Apakah Anda menganggap ada hubungan antara perilaku merokok
anggota keluarga dengan kejadian penyakit common cold pada balita?
a. Ya, saya yakin ada hubungannya b. Tidak ada hubungan sama
sekali
9. Apakah Anda sudah mengambil langkah-langkah untuk melindungi balita
dari asap rokok?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah balita Anda lebih sering mengalami penyakit common cold ketika
terpapar asap rokok di dalam rumah?
a. Ya, lebih sering b. Tidak ada perbedaan yang
signifikan
HASIL OLAH DATA SPSS
Analisis univariat
Frequencies

Statistics
Jenis Usia
Kelami Balit Pekerjaa Common Ventilasi Kepadatan Kebiasaan
n Pedndidikan a n d Cold Rumah Hunian Merokok
N Valid 55 55 55 55 55 55 55 55
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid L 28 50.9 50.9 50.9
P 27 49.1 49.1 100.0
Total 55 100.0 100.0

Pedndidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SMP 14 25.5 25.5 25.5
SMA 24 43.6 43.6 69.1
SARJANA 17 30.9 30.9 100.0
Total 55 100.0 100.0

Usia Balita
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-1 tahun 33 60.0 60.0 60.0
2-4 tahun 22 40.0 40.0 100.0
Total 55 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT 38 69.1 69.1 69.1
WIRASWASTA 17 30.9 30.9 100.0
Total 55 100.0 100.0
Commond Cold
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 20 36.4 36.4 36.4
Ya 35 63.6 63.6 100.0
Total 55 100.0 100.0

Ventilasi Rumah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 39 70.9 70.9 70.9
Memenuhi Syarat 16 29.1 29.1 100.0
Total 55 100.0 100.0

Kepadatan Hunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 38 69.1 69.1 69.1
Memenuhi Syarat 17 30.9 30.9 100.0
Total 55 100.0 100.0

Kebiasaan Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 22 40.0 40.0 40.0
Ya 33 60.0 60.0 100.0
Total 55 100.0 100.0
Analisis bivariat

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Ventilasi Rumah * 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%
Commond Cold
Kepadatan Hunian * 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%
Commond Cold
Kebiasaan Merokok * 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%
Commond Cold

Ventilasi Rumah * Commond Cold

Crosstab
Commond Cold Total
Tidak Ya
Ventilasi Rumah Tidak Memenuhi Syarat Count 7 32 39
% of Total 12.7% 58.2% 70.9%
Memenuhi Syarat Count 13 3 16
% of Total 23.6% 5.5% 29.1%
Total Count 20 35 55
% of Total 36.4% 63.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
Pearson Chi-Square 19.646a 1 .000
Continuity Correctionb 17.006 1 .000
Likelihood Ratio 19.953 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear 19.289 1 .000
Association
N of Valid Cases 55
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Kepadatan Hunian * Commond Cold

Crosstab
Commond Cold Total
Tidak Ya
Kepadatan Hunian Tidak Memenuhi Syarat Count 9 29 38
% of Total 16.4% 52.7% 69.1%
Memenuhi Syarat Count 11 6 17
% of Total 20.0% 10.9% 30.9%
Total Count 20 35 55
% of Total 36.4% 63.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
Pearson Chi-Square 8.541a 1 .003
Continuity Correctionb 8.425 1 .004
Likelihood Ratio 6.861 1 .009
Fisher's Exact Test .006 .005
Linear-by-Linear 8.386 1 .004
Association
N of Valid Cases 55
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.18.
b. Computed only for a 2x2 table
Kebiasaan Merokok * Commond Cold

Crosstab
Commond Cold Total
Tidak Ya
Kebiasaan Merokok Tidak Count 8 14 22
% of Total 14.5% 25.5% 40.0%
Ya Count 12 21 33
% of Total 21.8% 38.2% 60.0%
Total Count 20 35 55
% of Total 36.4% 63.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
Pearson Chi-Square .000a 1 1.000
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 1.000
Fisher's Exact Test 1.000 .614
Linear-by-Linear .000 1 1.000
Association
N of Valid Cases 55
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
b. Computed only for a 2x2 table
TABULASI DATA

DATA TABULASI HASIL KUISIONER PENELITIAN


No No Nama Jk Usia Pendidika Pekerjaan Common Ventilasi Kepadatan Kebiasaa
Code Ibu Balita Balita n d Cold Hunian n
Usia Merokok
1 0 Jum Nur Arfan L 1 Thn Sma Irt 1 0 0 1
2 0 Supyiati Muh.Alfis L 1 Thn Sarjana Wiraswasta 0 0 1 0
3 0 Dg.Baji Faris L 1 Thn Sma Irt 1 0 0 0
4 0 Nini Asisah P 1 Thn Sma Irt 1 0 0 1
5 0 Dewi Alsyah P 1 Thn Sma Irt 1 0 0 1
6 0 Kurnia Sulkitar L 1 Thn Smp Irt 0 0 1 0
7 0 Sahria Fala P 1 Thn Sarjana wiraswasta 0 1 0 1
8 0 Sahria Rafatar L 1 Thn Sarjana wiraswasta 1 0 0 0
9 0 Darsi Saidah P 1 Thn Sarjana Wiraswasta 1 0 1 1
10 0 Sadarlani Usair L 1 Thn Sarjana wiraswasta 0 1 0 0
11 0 Sleriani Nisan L 1 Thn Sarjana wiraswasta 1 0 0 1
12 0 Nurdayat Ayana P 1.2 Thn Sarjana wiraswasta 1 0 0 1
13 0 Putri Akila P 11 Bln Sarjana wiraswasta 1 1 0 0
14 0 Pipi Mahrani P 9 Bln Sarjana wirasasta 0 1 1 1
15 1 Haulia Abisar L 4 Thn Sma Irt 1 0 0 0
16 1 Salmawat Fina P 3.5 Thn Smp Irt 1 1 0 0
i
17 1 Dian Kenso L 2.8 Thn Sma Irt 1 0 0 1
18 0 Anti Ikram L 1 Thn Sma Irt 0 1 1 0
19 0 Dewi Fatan L 1.11 Thn Sarjana Wiraswasta 0 0 0 1
20 0 Bunga Raisyah P 11 Bln Sarjana Wiraswasta 1 0 0 1
21 1 Arni A. Syah P 1.9 Thn Sarjana Wiraswasta 1 0 1 0
22 1 Rahmawa Nur Alita P 3.2 Thn Smp Irt 1 1 1 1
ti
23 1 Fitri Izza L 2 Thn Smp Irt 1 0 0 1
24 1 Darma Dela P 2.8 Thn Sarjana Guru 1 0 0 1
25 1 Oni Ailah P 3.5 Thn Sarjana Wiraswasta 0 1 1 0
26 1 Adelia Alisah P 2 Thn Smp Irt 1 0 0 1
27 1 Ramlah Muh.Abizar L 4.3 Thn Sma Irt 1 0 0 0
28 1 Sultri Janni L 3 Thn Sma Irt 0 1 0 1
29 1 Arisah Zulfi P 2 Thn Sarjana Wiraswasta 1 0 1 1
30 0 Darmi Indah P 1 Thn Sma Irt 1 0 0 0
31 0 Sulastri Geizah P 1.9 Thn Smp Irt 1 0 0 1
32 1 Ayu Inara P 2 Thn Sarjana Wiraswasta 0 1 1 1
33 0 Nur Ainn P 1.1 Thn Sma Irt 1 0 0 0
34 0 Satriani Muh. L 1.9 Thn Sma Irt 0 0 0 1
Haidar
35 0 Pramita Alkafi L 1.6 Thn Sarjana Wiraswasta 1 0 1 0
Sari
36 0 Lina Haikal. L L 1 Thn Sma Irt 1 0 0 1
37 0 Anita Azizael L 1 Thn Smp Irt 0 0 0 0
38 1 Sahria Adann L 2.Thn Sma Irt 0 1 1 1
39 1 Ria Gania P 2.8 Thn Smp Irt 0 0 0 0
40 1 Wahyuni Almira P 2.9thn Sma Irt 1 0 0 1
41 1 Astuti Aqifa P 3.1 Thn Sma Irt 0 1 1 1
42 1 Riskyi Dvann L 3.2 Thn Smp Irt 0 0 0 0
43 0 Kristina Desfranda P 11 Bln Sma Irt 1 0 0 1
44 0 Asi Putri P 1.9 Thn Sma Irt 0 1 0 1
45 0 Berta Faina P 1.8 Thn Smp Irt 1 0 1 0
46 0 Indah Muh.Qiflyi L 1.4 Thn Sma Irt 1 0 0 1
47 1 Nini Amirah P 2.8 Thn Smp Irt 1 0 0 0
48 0 Mustiana Noval L 1 Thn Sma Irt 0 1 1 1
49 1 Halima Rahmat L 2 Thn Smp Irt 1 0 0 0
50 1 Ayu Muh.Yusril L 3 Thn Smp Irt 0 1 1 1
51 0 Tuti Muh.Syawal L 1.5 Thn Sma Irt 1 0 0 0
52 0 Kartina Andi Aska L 1.3 Thn Sma Irt 1 0 0 1
53 0 Nurhanisa Muh.El L 1.2 Thn Smp Irt 0 1 1 1
54 1 Nuraeni Muh.Fadil L 2.4 Thn Sma Irt 1 0 0 1
55 0 Kartini Amirah P 1 Thn Sma Irt 1 0 0 1
keteranga Balita Pendidikan Pekerjaan 0=tidak 0=tdk 0=tidak
n 0-2 thn= Smp= Irt= 1=ya 0=tdk memenuhi memenuhi 1=ya
2-5thn= Sma Wiraswasta= syarat syarat
Sarjana= 1=memenuhi syarat 1=memenu
hi syarat
Kode Pertanyaan(Kebiasaan Merokok) Jumlah Presentase Kategori Kode
Sampel p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 Kategoti
1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 6 60 1
2 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 7 70 1
3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 4 40 0
4 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 5 50 0
5 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 6 60 1
6 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 6 60 1
7 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 6 60 1
8 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7 70 1
9 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6 60 1
10 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6 60 1
11 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 7 70 1
12 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
13 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 7 70 1
14 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 7 70 1
15 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 4 40 0
16 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 5 50 0
17 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 6 60 1
18 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 4 50 0
19 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6 60 1
20 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 6 60 1
21 0 0 1 0 1 1 1 0 1 0 5 50 0
22 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8 80 1
23 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 6 60 1
24 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
25 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 4 40 0
26 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 6 60 1
27 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 4 40 0
28 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 6 60 1
29 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 5 50 0
30 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 5 50 0
31 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 6 60 1
32 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7 70 1
33 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 5 50 0
34 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 5 50 0
35 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 6 60 1
36 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
37 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 4 40 0
38 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 7 70 1
39 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 3 30 0
40 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 5 50 0
41 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 6 60 1
42 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 4 40 0
43 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6 60 1
44 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 6 60 1
45 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 4 40 0
46 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8 80 1
47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
49 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 5 50 0
50 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7 70 1
51 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 5 50 0
52 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 6 60 1
53 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 90 1
54 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 4 40 0
55 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 4 40 0
Kode Pertanyyan Commond Cold
Sampel p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 Jumlah Persentase(%) Kode
1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 4 40 0
2 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 5 50 0
3 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 7 70 1
4 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 6 60 1
5 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 6 60 1
6 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 4 40 0
7 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 8 80 1
8 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 5 50 0
9 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5 50 0
10 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 5 50 0
11 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 90 1
12 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
13 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 5 50 0
14 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 7 70 1
15 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 6 60 1
16 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 4 40 0
17 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8 80 1
18 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 7 70 1
19 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6 60 1
20 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 7 70 1
21 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 7 70 0
22 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 6 60 1
23 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 6 60 1
24 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 5 50 0
25 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 6 60 1
26 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 6 60 1
27 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 6 60 1
28 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 5 50 0
29 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 7 70 1
30 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 5 50 0
31 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 6 60 1
32 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 100 1
33 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8 80 1
34 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 3 30 0
35 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 4 40 1
36 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
37 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 4 40 0
38 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 7 70 1
39 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 5 50 0
40 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 4 40 0
41 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 4 40 0
42 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 5 50 0
43 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8 80 1
44 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 60 1
45 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 8 80 1
46 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9 90 1
47 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 3 30 0
48 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 4 40 0
49 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 3 30 0
50 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 90 1
51 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8 80 1
52 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 4 40 0
53 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 7 70 1
54 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 6 60 1
55 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 5 50 0
DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Pengukuran Ventilasi Rumah

Gambar. 2: Pengisian Kusioner Dan Wawancara Responden


Gambar.3 : Pengukuran Luas Lantai Rumah

Gambar 4.: Wamancara Responden


Gambar.5: Pengukuran Luas Lantai Rumah

Gambar 6 :Wawancara Responden Gambar. 7: Wawancara Responden

Gambar.8; Alat Ukur

Anda mungkin juga menyukai