Anda di halaman 1dari 68

BAHAN AJAR

MATA KULIAH KIMIA ANALISA

Dra. Sri Wahyu Murni,MT

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UPN “VETERAN”YOGYAKARTA
2010
TEORI DASAR ANALISIS KUALITATIF
1. Teori disosiasi elektrolit
Larutan adalah suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih yang
berada dalam satu fasa. Zat yang dilarutkan disebut “zat terlarut” (atau solute), sedang cairan
lain dimana zat terlarut tersebut larut disebut “zat pelarut” (atau solvent). Pelarut dapat berupa air
atau cairan lain.
Elektrolit dan non elektrolit
Berdasar atas sifat larutannya, suatu zat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Zat elekrolit
Yaitu suatu zat yang apabila dilarutkan, maka larutannya dapat menghantarkan arus
listrik. Misalnya asam, basa dan garam anorganik.
b. zat non elektrolit.
Yaitu suatu zat yang apabila dilarutkan, maka larutannya tidak dapat menghantarkan arus
listrik. Misalnya : glukosa, sukrosa, etanol, urea dll.
Perlu diketahui, suatu zat bersifat elektrolit dalam air, misal NaCl, mungkin tak menghasilkan
larutan yang menghantarkan listrik dalam pelarut lain seperti eter atau heksana.
Dalam larutan, suatu zat elektrolit terurai menjadi bagian-bagian bermuatan listrik yang
disebut ion. Apabila ion tersebut bermuatan listrik positif disebut kation, sedang apabila
bermuatan listrik negatif disebut anion. Proses peruraian suatu zat elektrolit menjadi ion-ion
disebut disosiasi elektrolit atau lazim disebut ionisasi.
Air murni, hanya dapat menghantarkan arus listrik yang sangat lemah. Akan tetapi
apabila ke dalam air tersebut dilarutkan asam, basa atau garam anorganik, maka larutan yang
terbentuk menjadi penghantar arus listrik yang kuat, karena di dalam larutan terdapat ion-ion.
Apabila arus listrik dari suatu bateray dialirkan ke dalam larutan hidrogen klorida HCl
(lihat Gambar 1), maka HCl tersebut akan terionisasi menjadi hidrogen dan klor. Hidrogen
terbebaskan pada elektroda negatif (katoda), sedang klor terbebaskan pada elektroda positif atau
anoda. Jadi dalam larutan, ion yang bermuatan positif menuju ke katoda, sedang ion bermuatan
negatif menuju ke anoda.

Reaksi :
HCl H+ + Cl-
H2O H+ + OH-

Katoda : 2 H+ + 2e- H2 (g)


-
Anoda : 2Cl Cl2 (g) + 2e-

Gambar 1. Elektrolisa larutan HCl

Fenomena elektrolisis tidak selalu sederhana seperti pada larutan HCl. Elektron-elektron
ditangkap oleh ion-ion pada katoda, dan elektron-elektron dilepas oleh ion pada anoda. Kation
atau anion yang bereaksi pada elektroda tidak selalu dari zat terlarut. Dalam larutan air, ion
hidrogen dan hidroksil selalu ada meskipun sangat sedikit, sesuai reaksi : H2O H+ + OH-
Ion-ion dari zat terlarut dan ion hidrogen dan hidroksil bersaing untuk melepas muatan mereka
pada elektroda. Ion yang berhasil (menang) adalah ion yang memerlukan energi paling sedikit
untuk melepaskan muatan. Secara elektrokimia, ion yang memerlukan potensial elektroda
negatif lebih rendah, akan terlebih dahulu melepas muatannya pada katoda; sedangkan ion yang
memerlukan potensial elektroda positif lebih rendah akan terlebih dahulu melepas muatannya

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-1


pada anoda. Persaingan berbagai ion pada elektroda dalam melepaskan muatan dapat
menimbulkan berbagai kombinasi. Sebagai contoh elektrolisa larutan NaCl, ion hidrogen dan
ion klorida akan melepaskan muatannya membentuk gas hidrogen dan gas klor. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
NaCl Na+ + Cl-
H2O H+ + OH-
Katoda : 2 H+ + 2e- H2 (g)
-
Anoda : 2Cl Cl2 (g) + 2e-

Sehingga setelah elektrolisa selesai di dalam larutan akan tertinggal ion Na+ dan ion OH- dan
larutan menjadi bersifat basa. Pada elektrolisa larutan CuSO4, ion tembaga dan ion hidroksil
akan melepaskan muatan mereka, sehingga katoda akan dilapisi oleh tembaga dan gas oksigen
dibebaskan pada anoda. Reaksinya adalah sebagai berikut :
CuSO4 Cu2+ + SO42-
H2O H+ + OH-
Katoda : Cu2+ + 2e- Cu (s)
Anoda :4OH- 2H2O + O2(g) + 4e-

Ion hidrogen dan ion sulfat akan tersisa dalam larutan, dan larutan menjadi bersifat asam.

Teori Disosiasi Elektrolit atau Teori Ionisasi dari Arhenius (1887).


Menurut teori disosiasi elektrolit, semua zat elektrolit apabila dilarutkan dalam air akan
terionisasi menjadi gugusan atom yang bermuatan listrik yang disebut ion. Proses ionisasi
merupakan proses reversibel (dapat balik). Ionisasi ini bertambah besar karena pengenceran,
sehingga dalam larutan yang sangat encer, zat elektrolit tersebut praktis akan terionisasi
sempurna.
Proses ionisasi beberapa senyawa elektrolit dapat dinyatakan sebagai berikut :
NaCl Na+ + Cl-
HCl H+ + Cl-
MgSO4 Mg2+ + SO42-
CaCl2 Ca2+ + 2 Cl-
Na2SO4 2 Na+ + SO42-
Ion-ion membawa muatan positif dan negatif. Karena larutan bersifat netral, maka jumlah
muatan positif harus sama dengan jumlah muatan negatif. Banyaknya muatan pada masing-
masing ion sama dengan valensi ataom atau radikalnya.

Zat Elektrolit
Zat elektrolit Kuat (  1) Zat Elektrolit Lemah ( 1)
1. semua asam halida kecuali HF, HNO3, 1. HF, HNO2, HSO4-, HCN, H2S, H2CO3,
H2SO4 pada tingkat pertama H2C2O4,
2. semua hidroksida logam alkali; Sr(OH)2 2. Semua hidroksida logam alkali tanah kecuali
dan Ba(OH)2 Sr dan Ba
3. sebagian besar garam 3. garam merkuri

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-2


1.3 Sifat-sifat Larutan Berair
Secara eksperimen telah diketahui bahwa apabila sejumlah ekimolekuler zat non
elektrolit dilarutkan dalam pelarut yang sama beratnya, maka larutan-larutan yang terbentuk
akan mempunyai : tekanan osmosis yang sama, penurunan titik beku dan kenaikan titik didih
yang sama. Misalnya, apabila 1 mol suatu zat non elektrolit dilarutkan dalam 1000 gram air,
maka titik beku air akan turun sebesar 1,86oC, sedang titik didihnya akan naik sebesar 0,52oC.
Tetapi apabila yang dilarutkan adalah zat elektrolit , maka hasilnya tidak demikian.
Misalnya NaCl atau MgSO4, maka penurunan titik beku atau kenaikan titik didih larutan adalah
kira-kira dua kalinya. Sedang apabila CaCl2 atau Na2SO4 maka penurunan titik beku atau
kenaikan titik didih larutan adalah kira-kira tiga kalinya. Gejala tersebut dapat dijelaskan dengan
Teori Disosiasi Elektrolit atau Teori Ionisasi dari Arhenius (1887).
Menurut teori disosiasi elektrolit, semua zat elektrolit apabila dilarutkan dalam air akan
terionisasi menjadi gugusan atom yang bermuatan listrik yang disebut ion. Proses`ionisasi
merupakan proses reversibel (dapat balik). Ionisasi ini bertambah besar karena pengenceran,
sehingga dalam larutan yang sangat encer, zat elektrolit tersebut praktis akan terionisasi
sempurna.
Proses ionisasi beberapa senyawa elektrolit dapat dinyatakan sebagai berikut :
NaCl Na+ + Cl-
HCl H+ + Cl-
MgSO4 Mg2+ + SO42-
CaCl2 Ca2+ + 2 Cl-
Na2SO4 2 Na+ + SO42-
Ion-ion membawa muatan positif dan negatif. Karena larutan bersifat netral, maka jumlah
muatan positif harus sama dengan jumlah muatan negatif. Banyaknya muatan pada masing-
masing ion sama dengan valensi ataom atau radikalnya.
Pada proses ionisasi diatas, untuk larutan NaCl dan MgSO4 menghasilkan 2 buah ion,
sehingga penurunan titik beku dan kenaikan titik didihnya menjadi 2 kali besarnya dari pada
yang diukur untuk larutan non elektrolit yang ekimolekuler. Sedangkan untuk garam CaCl 2 dan
Na2SO4 menghasilkan 3 buah ion, sehingga penurunan titik beku dan kenaikan titik didihnya
menjadi 3 kali besarnya dari pada yang diukur untuk larutan non elektrolit yang ekimolekuler

1.4 Reaksi-reaksi Ion.


Sebagian besar reaksi-reaksi yang terjadi pada analisa kualitatif merupakan reaksi ion.
Semua logam klor yang larut dalam air akan menghasilkan endapan putih perak klorida (AgCl)
bila ke dalam larutannya ditambahkan perak nitrat (AgNO3). Hal ini disebabkan dalam larutan
semua klorida akan terurai menjadi ion Cl- yang kemudian akan bereaksi dengan ion Ag+ yang
berasal dari AgNO3. Demikian juga semua garam perak yang larut dalam air akan menghasilkan
endapan putih apabila ke dalam larutannya ditambahkan ion klorida .
Reaksi dalam larutan sebagai berikut :
Na+ + Cl- + Ag+ + NO3- AgCl + Na+ NO3-

Ag+ + C2H3O2- + K+ + Cl- AgCl + K+ + C2H3O2-

atau secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut :


Cl- + Ag+ AgCl

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-3


Jadi endapan AgCl terbentuk karena terjadi penggabungan antara ion Ag+ dengan ion Cl- yang
terdapat dalam larutan; reaksi antara kedua ion tersebut tidak tergantung dari ion-ion lain dari
masing-masing garamnya.
Tetapi apabila ke dalam garam kalium klorat (KClO3) ditambahkan larutan AgNO3, maka
di dalam larutan tidak akan terjadi endapan putih AgCl, hal ini disebabkan garam KClO3
terionisasi menjadi ion K+ dan ion ClO3-; jadi tidak menghasilkan Cl-. Hal ini juga terjadi apabila
AgNO3 dilarutkan dalam etanol (C2H5OH), larutan ini tidak akan menghasilkan endapan AgCl
dengan Kloro benzena (C6H5Cl) atau karbon tetraklorida (CCl4) dalam larutan alkoholis. Hal ini
disebabkan baik C6H5Cl atau CCl4 tidak terionisasi menghasilkan ion Cl-.

2. Teori Asam Basa


2.1 Teori Arhenius
Menurut Arhenius (1887), asam adalah suatu zat yang apabila dilarutkan dalam air akan
terionisasi menghasilkan ion hidrogen (H+) yang merupakan satu-satunya ion positif dalam
larutan, misalnya :
HCl H+ + Cl-
HNO3 H+ + NO3-
Tetapi ion H+ tersebut dalam larutan tidak terdapat dalam keadaan bebas, tetapi bergabung
dengan satu molekul air melalui ikatan kovalen koordinat dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air dan terbentuk ion hidronium (H3O+). H+ + H2O H3O+.
Maka proses ionisasi HCl dan HNO3 di atas dalam larutan dinyatakan sebagai berikut :
HCl + H2O H3O+ + Cl-
HNO3 + H2O H3O+ + NO3-
Asam-asam polibasis yaitu asam-asam yang bervalensi lebih dari satu dalam larutan
mengalami ionisasi beberapa tingkat. Misalnya asam sulfat (H2SO4) , mengalami dua tingkat
ionisasi :
H2SO4 + H2O H3O+ HSO4-
HSO4- + H2O H3O+ SO42-
Asam phospat (H3PO4) mengalami tiga tingkat ionisasi :
H3PO4 + H2O H3O+ + H2PO4-
H2PO4- + H2O H3O+ + HPO42-
HPO42- + H2O H3O+ + PO43-
Ketiga tingkat ionisasi tersebut tidak sama besarnya, tingkat ionisasi pertama selalu lebih besar
dari pada tingkat dua, dan tingkat ionisasi kedua selalu lebih besar daripada tingkat ketiga.
Asam-asam yang dalam larutan terionisasi sempurna atau hampir sempurna disebut
asam kuat, misalnya HCl, HNO3, HIO3 dan H2SO4 pada tingkat ionisasi pertama. Sedangkan
asam-asam yang dalam larutan hanya terionisasi sedikit disebut asam lemah, misalnya : asam
asetat (CH3COOH), asam karbonat (H2CO3) dan hidrogen sulfida (H2S).
Basa adalah suatu zat yang apabila dilarutkan dalam air akan mengalami ionisasi
menghasilkan ion hidroksil (OH-) sebagai satu-satunya ion negatif, misalnya natrium hidroksida
(NaOH), kalium hidroksida (KOH) dan hidroksida-hidroksida logam lainnya yang terionisasi
hampir sempurna;. Hidroksida-hidroksida tersebut disebut basa kuat.
NaOH Na+ + OH-
KOH K+ + OH-.

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-4


Tetapi larutan amonium hidroksida (NH4OH) dalam larutan hanya terionisasi sebagian dan
menghasilkan OH- sangat sedikit sehingga disebut basa lemah. Pembentukan amonium
hidroksida melalui hidrasi amoniak, sebagai berikut :
NH3 + H2O NH4OH NH4- + OH- atau
NH3 + H2O NH4- + OH-
2.2 Teori Bronsted-Lowry
Teori asam-basa Arhenius banyak digunakan, namun penggunaannya terbatas terutama
dalam pelarut bukan air. Sebagai contoh apabila kalium hidroksida (KOH) dilarutkan dalam
etanol (C2H5OH), maka larutan yang terjadi mengandung ion OH- seperti dalam pelarut air.
Demikian juga apabila dilarutkan kalium etoksida (C2H5OK) dalam pelarut yang sama, maka
larutan yang terjadi bersifat basa kuat meskipun mengandung ion etoksida (C2H5O-) sebagai
pengganti ion OH-.
Dari uraian tersebut pada tahun 1923, J.N. Bronsted dan T. M. Lowry memberikan
batasan asam dan basa yang lebih praktis. Menurut Bronsted dan Lowry, asam adalah suatu zat
(baik molekul maupun ion) yang dapat memberikan proton; sedang basa adalah suatu zat (baik
molekul maupun ion) yang dapat menerima proton. Jadi dapat dituliskan :
A B + H+

Dimana A dan B disebut pasangan asam dan basa konjugasi. Dalam hal ini ion H+ menunjukkan
ion hidrogen yang tidak tersolvasi (tidak terikat oleh air).
Jenis-jenis asam menurut Bronsted dan Lowry :
a. Molekul-molekul tidak bermuatan, misalnya : HCl, HNO3, H2SO4, CH3COOH dll.
b. Anion-anion yang terdapat dalam garam asam, misalnya : anion bisulfat (HSO4-), anion
bikarbonat (HCO3-), anion bifosfat (H2PO4-) dll.
c. Ion amonium dan ion hidronium, karena kedua ion tersebut mempunyai kecenderungan
memberikan proton, yaitu : NH4+ NH3 + H+
H3O+ H2O + H+
d. Kation-kation terhidrat, seperti misalnya ion aluminium hidrat :
{Al(H2O)6}3+ {Al(H2O)5(OH)}2+ + H+
Jenis-jenis basa menurut Bronsted dan Lowry :

a. Molekul-molekul tidak bermuatan, seperti misalnya amoniak dan amina-amina, sesuai


persamaan reaksi : NH3 + H+ NH4+
RNH2 + H+ RNH3+
b. Hidroksida-hidroksida logam, karena dapat menghasilkan ion hidroksida yang dapat
menerima proton. OH- + H+ H2O
c. Anion-anion dari semua asam-asam lemah, seperti misalnya : ion sianida (CN-), ion asetat
(CH3COO-), ion karbonat (CO32-) dll.

Zat Elektrolit
Zat elektrolit Kuat (  1) Zat Elektrolit Lemah ( 1)
1. semua asam halida kecuali HF, HNO3, 1. HF, HNO2, HSO4-, HCN, H2S, H2CO3,

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-5


H2SO4 pada tingkat pertama H2C2O4,
2. semua hidroksida logam alkali; Sr(OH)2 2. Semua hidroksida logam alkali tanah kecuali
dan Ba(OH)2 Sr dan Ba
3. sebagian besar garam 3. garam merkuri

3. Hukum Aksi Massa


Hukum aksi mass pertama diterangkan oleh Gulberg dan Waage (1867); yaitu :
kecepatan reaksi kimia pada suhu tetap adalah sebanding dengan hasil kali konsentrasi zat-zat
yang saling bereaksi. Dalam hal ini konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter. Hukum
ini digunakan dalam sistem homogen, yaitu suatu istem dimana semua zat yang saling bereaksi
berada dalam satu fasa, misalnya dalam larutan.
A + B C + D
Maka : v1 = k1 [A] [B]
v2 = k2 [C] [D]
[...] = konsentrasi
Pada saat kesetimbangan maka kecepatan reaksi v1 = v2, maka k1 [A] [B] = k2 [C] [D]
[C] [D] k
 1  K , dimana K disebut tetapan kesetimbangan yang tergantung suhu dan
[A] [B] k 2
tekanan.
Untuk reaksi umum : aA + bB + cC pP + qQ + rR
Maka tetapan kesetimbangannya dinyatakan sebagai berikut :
[P]p [Q]q [R]r
K
[A] a [B] b [C]c
3.1 Pemakaian Hukum Aksi Massa untuk Larutan Elektrolit
Hukum Aksi massa hanya berlaku untuk reaksi reversibel, apabila diterapkan untuk
larutan elektrolit maka berlaku untuk elektrolit lemah. Hukum aksi massa tidak dapat digunakan
pada elektrolit kuat, karena elektrolit terrsebut dalam larutan terionisasi sempurna, sehingga
dalam larutan tidak terdapat kesetimbangan antara molekul yang tidak terionisasi dengan ion-
ionnya.
3.1.1 Ionisasi suatu asam lemah dalam larutan
HA + H2O H3O+ + A-
[H 3 O  ][A  ]
K , karena konsentrasi air sangat besar, maka yang berada dalam larutan dianggap
[HA] [H 2 O]
[H 3 O  ] [A  ]
tetap; maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut : K [H 2 O]   Ka
[HA]
Ka = tetapan ionisasi asam.
[H  ] [CH 3 COO  ]
Contoh : CH3COOH H+ + CH3COO-, maka K a 
[CH 3 COOH]
Contoh 1.
Hitung konsentrasi ion hidrogen dalam larutan 0,1 M asam asetat (CH3COOH)
Penyelesaian:

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-6


[H  ] [CH 3 COO  ] [H  ] 2
Ka  , konsentrasi [H+]=[CH3COO-] maka K a 
[CH 3 COOH] [CH 3 COOH]
maka [H+]= K a [CH 3 COOH]  1,82X10 5 x0,1  1,35x10 3 M

3.1.2 Ionisasi suatu basa lemah dalam larutan


NH3 + H2O NH4+ + OH-
 
[NH 4 ][OH  ] [NH 4 ][OH  ]
K K [H 2 O]   K b Kb = tetapan ionisasi basa
[NH 3 ][H 2 O] [NH 3 ]

3.1.3 Derajat ionisasi ()


banyaknya mol zat yang mengalami ionisasi
derajat ionisasi ( =
banyaknya mol zat mula  mula

Contoh 2.
Hitung konsentrasi ion hidrogen dari larutan 0,1 M asam asetat yang derajat ionisasinya 1,35%.
Penyelesaian:
CH3COOH H+ + CH3COO-,
[H+] = 1,35% x [CH3COOH]
= 1,35% x 0,1 M = = 1,35 x 10-3M.

3.1.4 Hubungan  dengan Ka atau Kb


Misal 1 mol asam lemah HA dilarutkan dalam air hingga volume larutan = V liter.
HA + H2O H3O+ + A-
1
[HA] mula-mula = mol/liter
V
HA yang terionisasi =  mol
(1 α)
HA sisa = a(1-) mol [HA] = mol/liter
V
α
H3O+ yang terbentuk =  mol [ H3O+] = mol/liter
V
α
A- yang terbentuk =  mol [A-] = mol/liter
V
α α
x
[H 3 O  ][A  ] α2 α 2c
Ka  Ka  V V  atau K a 
[HA] (1  α) (1  α)V (1  α)
V
Apabila  <<<< (sangat kecil) maka Ka = 2C, dimana C = konsentrasi asam. Dari persamaan
tersebut di atas terlihat, bahwa apabila V bertambah besar, maka harga  makin bertambah besar.
Rumus tersebut disebut Hukum Pengenceran Oswald.
Contoh 3.
Hitung derajat ionisasi larutan asam asetat 0,1 M. Diketahui Ka= 1,82x10-5.

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-7


Penyelesaian:
α 2c
Ka  karena  sangat kecil maka 1-  1, maka Ka = 2C
( 1  α)

1,82 x105
1,82x10-5 = 2 (0,1) jadi  =  1,35x10 2 atau 1,35%.
0,1

4. Ionisasi Asam Polibasis


Asam polibasis adalah suatu asam yang setiap molekulnya mengandung lebih dari satu
atom H yang dapat dilepaskan. Apabila asam polibasis dilarutkan dalam air, maka atom-atom
hidrogennya akan mengalami ionisasi dengan derajat yang berbeda-beda.
a. Asam dibasis
Suatu asam dibasis H2A maka proses ionisasi tingkat pertama dan ke duanya adalah sebagai
berikut :
H2A H+ + HA- ionisasi tingkat pertama
HA- H+ + A2- ionisasi tingkat ke dua
Apabila asam dibasis tersebut suatu elektrolit lemah, maka dengan hukum aksi massa tetapan
ionisasinya adalah :
[H  ] [HA  ] [H  ] [A 2 ]
K a1  dan K a2  dimana Ka1 dan Ka2 masing –masing adalah
[H 2 A] [HA  ]
tetapan ionisasi tingkat pertama dan ke dua. Harga Ka1 relatif lebih besar daripada harga Ka2
atau derajad ionisasi tingkat pertama relatif lebih besar daripada derajad ionisasi kedua.
b. Asam tribasis
[H  ] [H 2 A  ]
H3A H+ + H2A- dengan K a1 
[H 3 A]

[H  ] [HA 2 ]
H2A -
` +
H + HA 2-
dengan K a2 
[H 2 A  ]
[H  ] [A 3 ]
HA2- H+ + A3- dengan K a3 
[HA 2 ]

Aplikasi dalam analisa kualitatif


Contoh 1. Hitunglah besarnya konsentrasi HS- dan S2- dalam larutan jenuh H2S pada suhu
25oC.
Pada suhu 25oC, larutan jenuh H2S mempunyai konsentrasi 0,1 M dan mempunyai harga Ka1 dan
Ka2 masing-masing adalah 9,1 x 10-8 dan 1,2 x 10-15.
Penyelesaian :
Proses ionisasi H2S adalah sebagai berikut :
[H  ] [HS  ]
H2S H + HS dengan K a1 
+ -
 9,1 x 10 -8
[H 2 S]
[H  ] [HS  ]
HS- H+ + S2- dengan K a1   9,1 x 10 -8
[H 2 S]

Berdasar harga Ka1 dan Ka2, terlihat bahwa harga Ka2 jauh lebih kecil daripada Ka1, hal ini
berarti [S2-] sangat kecil; sehingga untuk menghitung harga [HS-] yang penting adalah pada

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-8


ionisasi tingkat pertama, dan untuk ini [H+] dan [HS-] dianggap mempunyai harga yang sama.
Jadi jika [H+] = [HS-] dan [H2S]=0,1 M, maka :

[H+] = [HS-] = K a1 x [H S] ]  9,1 x 10 8 x 0,1  9,5 x 10 5 M


Apabila harga [H+] dan [HS-] tersebut dimasukkan dalam Ka2, maka :

[HS - ] 9,5 x 10 5
[S 2 ]  K a 2 x 2
 1,2 X 10 5 x 5
 1,2 x 10 15 M
[S ] 9,5 x 10

Apabila Ka1 x Ka2, maka diperoleh :


[H  ] [HS  ] [H  ] [S 2 ]
K a1 x K a 2  x
[H 2 S] [HS  ]
[H  ] 2 [S 2 ]
(9,1 x 10-8) x (1,2 x 10-15) =
[H 2 S]
1,1 x 10 22 ( 0,1 ) 1,1 x 10 23
[S 2 ]  M , atau [S 2 ]  M,
[H  ] 2 [H  ] 2

Berdasarkan persamaan terakhir terlhat, bahwa besarnya konsentrasi ion sulfida (S2-)
berbanding terbalik dengan kuadrat konsentrasi ion hidrogen (H +). Hal ini berarti apabila
ke dalam larutan jenuh H2S ditambahkan asam kuat sedemikian hingga besarnya konsentrasi ion
H+ dalam larutan menjadi dua kali semula, maka konsentrasi ion S2- menjadi seperempat kali
semula.

1.7.2 Ionisasi suatu basa lemah dalam larutan


NH3 + H2O NH4+ + OH NH3 + H2O
[NH 4  ] [OH  ] [NH 4  ] [OH  ]
K K [H 2 O]   K b Kb = tetapan ionisasi basa
[NH 3 ] [H 2 O] [NH 3 ]

1.8 Hubungan  dengan Ka atau Kb


Misal 1 mol asam lemah HA dilarutkan dalam air hingga volume larutan = V liter.
1
[HA] mula-mula = mol/liter
V
HA yang terionisasi =  mol
( 1  α)
HA sisa = a(1-) mol [HA] = mol/liter
V
α
H3O+ yang terbentuk =  mol [ H3O+] = mol/liter
V
α
A- yang terbentuk =  mol [A-] = mol/liter
V
α α
x
[H 3 O  ] [A  ] α2 α 2c
Ka  Ka  V V  atau K a 
[HA] ( 1  α) ( 1  α)V ( 1  α)
V
swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-9
Apabila  <<<< (sangat kecil) maka Ka = 2C, dimana C = konsentrasi asam. Dari persamaan
tersebut di atas terlihat, bahwa apabila V bertambah besar, maka harga  makin bertambah besar.
Ruumus tersebut disebut Hukum Pengenceran Oswald.

Pengaruh Ion Sejenis


Konsentrasi suatu ion yang terdapat dalam suatu larutan elektrolit dapat diperbesar
dengan jalan menambahkan ke dalam larutan tersebut suatu senyawa yang pada proses
ionisasinya dapat menghasilkan ion yang sejenis dengan ion yang telah ada dalam larutan.
Apabila konsentrasi ion sejenis yang ditambahkab hanya sedikit lebih besar dar pada
konsentrasi ion dalam larutan maka pengaruh penambahan tersebut sangat kecil, tetapi apabila
konsentrasi ion sejenis yang ditambahkan tersebut sangat besar, misalnya berasal dari garam
yang terionisasi sempurna, maka pengaruhnya terhadap larutan sangat besar. Hal ini sangat
penting dalam praktek. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut :

Contoh 2.
Hitunglah besarnya konsentrasi ion sulfida (S2-) dalam larutan HCl 0,25 M yang dijenuhkan
dengan H2S.
Penyelesaian :
HCl adalah suatu asam kuat yang dalam larutan mengalami proses ionisasi sempurna
menghasilkan konsentrasi H+ = 0,25 M. Menurut proses ionisasi H2S (lihat materi sebelumnya) :
[H  ] [HS  ] K a1 [H 2 S]
K a1   9,1 x 10 -8 [HS  ] 
[H 2 S] [H  ]
( 9,1 x 10 8 ) x 0,1
  3,6 x 10 8 M
0,25
[H  ] [S 2 ] 2 K a 2 [HS  ]
K a2  
 1,2 x 10 -15 . [S ] 
[HS ] [H  ]
( 1,2 x 10 15 ) x ( 3,6 x 10 8 )
  1,7 x 10 22 M
0,25
Dari contoh ini dapat dilihat bahwa perubahan keasaman (konsentrasi H+) dari 9,5 x 10 5 M
menjadi 0,25 M, menyebabkan konsentrasi ion sulfida (S2-) dalam larutan berkurang dari
1,2 x 10-15 M menjadi 1,7 x 10-22 M.

Contoh 4.
Bagaimana pengaruh penambahan 16,4 gram garam Natrium asetat (Na.C2H3O2) ke dalam 2 liter
larutan Asam asetat 0,1 M, terhadap derajad ionisasinya . Diketahui : Ka = 1,82 x 10-5; BA. Na
=23, O=16, C=12, H=1.
Penyelesaian :
a. Sebelum penambahan garam Na.C2H3O2
Ka 1,82 x 10 5
Rumus : α    1,35 x 10  2 dan [H+] = 0,1 x  = 0,1 x 1,35 x 10-2
C 0 ,1
= 1,35 x 10-3 M.
b. Sesudah penambahan garam Na.C2H3O2
B.M. Na.C2H3O2 =23 + 24 + 3 + 32 = 82
swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-10
16,4
16,4 gram Na.C2H3O2 =  0,2 mol
82
1
Na.C2H3O2 = x 0,2  0,1 mol/lt , karena garam Na.C2H3O2 dalam larutan terionisasi sempurna,
2
maka garam ini dalam larutan akan memberikan konsentrasi ion C2H3O2- = 0,1 mol/lt.
Andaikata karena penambahan garam tersebut, derajad ionisasi asam asetat berubah
menjadi ’, maka besarnya konsentrasi ion H+; ion C2H3O2- dan HC2H3O2 yang tidak terionisasi,
masing-masing adalah : 0,1’ M; 0,1 M dan 0,1 (1-’) M.
[H  ] [C 2 H 3 O 2 -] 0,1α, x 0,1 0,1α,
Ka  , maka 1,82 x 10 5  
[HC 2 H 3 O 2 ] 0,1(1  α' ) 1  α'
Karena ’ sangat kecil, maka (1-’) dapat dianggap 1, sehingga :
’ =1,82 x 10-5/0,1 = 1,82 x 10-4 dan [H+] = 0,1 x ’ = 0,1 x 1,82 x 10-4 = 1,82 x 10-5 M
Jadi karena penambahan 16,4 gram garam Na.C2H3O2 ; maka derajad ionisasi asam tersebut
turun dari 1,35% menjadi 1,82 x 10-2 %. Demikian juha besarnya konsentrasi ion H+ turun dari
1,35 x 10-3 menjadi 1,82 x 10-5 M.

Contoh 5.
Apakah pengaruh penambahan 26,75 gram garam amonium klorida (NH4Cl) ke dalam 1 liter
larutan 0,1 M amoniak. Diketahui Kb NH3 = 1,8 x 10-5 dan BM NH4Cl = 53,5.
Penyelesaian :
a. Sebelum penambahan garam NH4Cl
K 5
Rumus : α  b  1,8 x 10  1,3 x 10 2
C 0,1
b. Setelah penambahan garam NH4Cl
26,75
26,75 gram NH4Cl =  0,5 mol, garam NH4Cl terionisasi sempurna, sehingga dala larutan
53,5
memberikan konsentrasi ion NH4+ sebesar 0,5 mol/lt.
Apabila karena penambahan garam tersebut derajad ionisasi amoniak berubah menjadi ’, maka
: [OH-] = 0,1 ’; [NH4+] = 0,5 M dan [NH3] = 0,1(1-’); maka :
[NH  ] [OH - ]
, maka 1,8 x 10 5 
0,1α, x 0,5
Kb  Karena ’ sangat kecil, maka (1-’) dapat
[NH 3 ] 0,1(1  α)
dianggap = 1, sehingga : ’ =1,85 x 10-5/0,5 = 3,6 x 10-5.
Jadi akibat penambahan garam tersebut, maka derajad ionisasi amoniak turun dari 1,3% menjadi
3,6 x 10-3%.

5. Hasil Kali Kelarutan


Menurut hasil penelitian, elektrolit-elektrolit biner yang sukar larut, yaitu yang
kelarutannya lebih kecil dari 10-3 M, pada suhu tetap hasil kali konsentrasi ion-ionnya adalah
tetap. Hasil kali konsentrasi ion-ion tersebut dinamakan hasil kali kelarutan (atau solubility
product) dan diberi simbol Ksp. Misalnya suatu elektrolit biner AB, maka :

AB A+ + B- Ksp = [A+] x [B- ]


Prinsip hasil kali kelarutan dikemukakan oleh Nerst (1889) sebagai berikut : dalam larutan jenuh
suatu elektrolit sukar larut, pada suhu tetap maka hasil kali konsentrasi ion-ionnya akan tetap,
artinya meskipun konsentrasi suatu ion dapat diubah dengan penambahan elektrolit lain yang

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-11


dapat menghasilkan ion yang sejenis dengan zat padatnya, tetapi hasil kali kelarutannya akan
tetap sama.
Untuk elektrolit ApBq yang terionisasi menjadi pA+ ..... dan qB- .... maka :
ApBq pA+ .... + qB- .... Ksp = [A+]p..... [B-]q....

a. Cara menghitung Ksp


Contoh 6.
Hitung besarnya tetapan hasil kali kelarutan garam perak klorida, apabila kelarutannya
= 1,5 x 10-3 gram per liter. Diketahui berat atom Ag = 108 dan Cl = 35,5.
Penyelesaian :
B.M. AgCl = 108 + 35,5 = 143,5
1,5 x 10 3
Kelarutan AgCl = 1,5 x10-3 gram/lt =  1,05 x 10 5 mol/lt
143,5
Dalam larutan jenuh , ionisasi sempurna AgCl adalah :
AgCl Ag+ + Cl-. Pada ionisasi tersebut setiap 1 mol AgCl menghasilkan 1 mol
ion Ag dan 1 mol ion Cl-, maka : [Ag+] = 1,05 x 10-5 M dan [Cl-] = 1,05 x 10-5 M
+

Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-] = (1,05 x 10-5 ) (1,05 x 10-5) = 1,10 x 10-10 .

Contoh 7.
Hitung besarnya tetapan hasil kali kelarutan garam kromat (Ag2CrO4), apabila kelarutannya =
2,5 x 10-2 gram per liter. Diketahui berat molekul Ag2CrO4 = 332.
Penyelesaian :
2,5 x 10 2
-2
Kelarutan Ag2CrO4 = 2,5 x 10 gram/lt =  7,5 x 10 5 mol/lt
332
Ionisasi Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO42-
Sehingga : [Ag+] = 2 x (7,5 x 10-5) = 15 x 10-5 mol/lt
[CrO42-] = 7,5 x 10-5 mol/lt
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 x [CrO42-] = (15 x 10-5)2 x (7,5 x 10-5) = 1,70 x 10-12

Contoh 8.
Hitung besarnya tetapan hasil kali kelarutan garam kalsium fluorida; apabila konsentrasi ion
fluorida (F-) dalam larutan jenuh CaF2 = 7,8 x 10-3 g/lt. Diketahui berat atom F = 19.
Penyelesaian :
Ionisasi garam CaF2 dalam larutan jenuhnya :
CaF2 Ca2+ + 2 F-
7,8 x 10 3 0,4 x 10 3
[F-] =  0,4 x 10 3 mol/lt; [Ca 2 ]   0,2 x 10 3 mol/lt
19 2
Ksp CaF2 = [Ca2+] x [F-]2 = (0,2 x 10-3) x (0,4 x 10-3)2 = 3,2 x 10-11

b. Cara Menghitung Kelarutan


Contoh 9.
Hitunglah berapa gram per liter kelarutan garam Plumbum ortophospat, apabila diketahui harga
hasil kali kelarutannya (Ksp) = 1,5 x 10-32 dan berat molekulnya =358.
Penyelesaian :
Ionisasi garam Pb3(PO4)2 dalam larutan jenuhnya :
Pb3(PO4)2 3 Pb2+ + 2 PO43-

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-12


Maka, setiap mol Pb3(PO4)2 menghasilkan 3 mol ion Pb2+ dan 2 mol ion PO43-.
Diandaikan kelarutan garam Pb3(PO4)2 = a mol/lt, maka : [Pb2+] = 3a mol/lt; [PO43-] = 2a mol/lt.
Ksp Pb3(PO4)2 = [Pb2+]3 x [PO43-]2
1,5 x 10-32 = (3a)3 x (2a)2 = 108 a5 a  5 1,5 x 10 32 /108  1,7 x 107 mol/lt
Jadi kelarutan garam tersebut = 1,7 x 10-7 x 358 = 6,10 x 10-5 gram/lt.

Contoh 10.
Hitung berapa mol/lt besarnya konsentrasi ion OH- dalam larutan jenuh Mg(OH)2, jika diketahui
Ksp Mg(OH)2 = 3,4 x 10-11.
Penyelesaian :
Ionisasi Mg(OH)2 dalam larutan jenuhnya :
Mg(OH)2 Mg2+ + 2 OH-
Andaikan kelarutan Mg(OH)2 = a mol/lt; maka [OH-] = 2a mol/lt dan [Mg2+] = a mol/lt
Ksp Mg(OH)2 = [Mg2+] x [OH-]2
3,4 x 10-11 = a x (2a)2 = 4a3 a  3 3,4 x 10 11 / 4  2,04 x10 4 mol/lt
Jadi konsentrasi OH- = 2 x 2,04 x 10-4 = 4,08 x 10-4 mol/lt
c. Pemakaian Hasil Kali Kelarutan
Contoh 11.
Berapa mol/lt besarnya konsentrasi ion Ag+ yang tinggal dalam larutan, setelah penambahan
asam klorida (HCl) ke dalam larutan perak nitrat sedemikian sehingga diperoleh konsentrasi ion
Cl- = 0,05 mol/lt. Diketahui Ksp AgCl = 1,5 x 10-10.
Penyelesaian :
Setelah penambahan HCl, dalam larutan akhir :
Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-]
1,5 x 10 -10
1,5 x 10-10 = [Ag+] x 0,05 [Ag+] =  3,0 x10 9 mol/lt
0,05
Jadi Ag+ yang tinggal dalam larutan = 3,0 x 10-9 mol/lt

Contoh 11.
Hitunglah besarnya konsentrasi ion-ion Cd2+ dan Mn 2+ maksimum yang tinggal dalam larutan
setelah pengendapan dengan H2S berlebihan dalam HCl 0,25 M. Diketahui Ksp CdS = 5,5 x 10-
25
; Ksp MnS = 1,4 x 10-15.
Penyelesaian :
Lihat contoh soal (no. 2), besarnya [S2-] dalam larutan HCl 0,25 M yang telah dijenuhkan
dengan H2S adalah = 1,7 x 10-22 mol/lt.
Maka untuk garam CdS : [Cd2+] x [S2-] = Ksp CdS = 5,5 x 10-25
5,5 x 10 -25
Jadi [Cd ] dalam larutan 
2+
- 22
 3,2 x10 3 mol/lt
1,7 x 10
 3,2 x 10 -3 x12,4  3,6 x10 1 gram/lt

Apabila dalam larutan terkandung 10 mg ion Cd2+ per ml (10 gram/lt), maka ion Cd2+ yang
10 - 0,36
mengendap sebesar :  x 100%  96,4%
10
Untuk garam MnS : [Mn2+] x [S2-] = Ksp MnS = 1,4 x 10-15

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-13


1,4 x 10 -15
Jadi [Mn2+] dalam larutan  - 22
 8,2 x 10 6 mol/lt
1,7 x 10
 8,2 x 10 6 x 55  4,5 x 10 8 gram/lt
Ini menunjukkan MnS tidak akan mengendap dalam larutan HCl 0,25 M.

6. Pengendapan Bertingkat
Prinsip hasil kali kelarutan, juga dapat digunakan untuk perhitungan yang menyangkut
pengendapan bersama dua jenis garam sukar larut.
Sebagai contoh, misalnya suatu larutan ion klorida (Cl-) ditambah dengan larutan Perak
nitrat (AgNO3) dan sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Dalam hal ini di
dalam larutan akan terbentuk dua jenis garam sukar larut yaitu gram Perak Klorida (AgCl) dan
Perak kromat (Ag2 CrO4). Ksp AgCl = 1,5 x 10-10 dan Ksp Ag2CrO4 = 2,4 x 10-12.
Dalam larutan, kesetimbangan masing-masing garam tersebut adalah :
AgCl Ag+ + Cl- Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-] = 1,5 x 10-10 ...(i)
Ag2CrO4 2 Ag+ + CrO42- Ksp Ag2CrO4 = [Ag+] 2 x [CrO42-] = 2,4 x 10-12 ...(ii)
Dari persamaan (i) dan (ii) diperoleh hubungan :
[Cl - ] 2 ( 1,5 x 10 -10 ) 2 1 1
 -12
 atau [Cl - ] 2  x [CrO4 2 ] .....(iii)
[CrO4 ] 2,4 x 10 1,1 x 10 8 1,18 x 10 8

Maka garam perak kromat tidak akan terendapkan dalam larutan, sampai konsentrasi ion CrO42-
melebihi besarnya konsentrasi ionkromat dalam persamaan (iii). Maka apabila larutan
mengandung ion Cl- dan CrO42- dalam jumlah yang setara , apabila ditambahkan larutan perak
nitrat secara bertetes-tetes, garam AgCl akan terendapkan sampai konsentrasi CrO42- melebihi
perbandingan dalam persamaan (Iii), baru kemudian garam perak kromat terendapkan bersama
sedikit garam AgCl.

Contoh 12
Suatu larutan mengandung ion Cl- dan CrO42- dengan konsentrasi masing-masing adalah 0,1 mol
dan 0,002 mol. Ke dalam larutan tersebut kemudian ditambahkan bertetes-tetes larutan AgNO3
0,1 M. Pertanyaan :
a. Garam manakah yang akan mengendap lebih dahulu, AgCl atau Ag2CrO4 ?
b. Berapa besarnya konsentrasi ion Cl- yang masih tinggal dalam larutan, pada saat garam
Ag2CrO4 mulai mengendap.
c. Berapa % dari konsentrasi ion Cl- semula yang tinggal dalam larutan setelah garam
Ag2CrO4 terendapakn.
Diketahui : Ksp AgCl = 1,5 x 10-10; Ksp Ag2CrO4 = 2,4 x 10-12.
Penyelesaian :
a. Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-] = 1,5 x 10-10
1,5 x 10 -10
[Ag+] =  1,5 x 10 -9 mol/lt
0,1
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+] 2 x [CrO42-] = 2,4 x 10-12

2,4 x 10 -12
+
[Ag ] =  3,5 x 10 -5 mol/lt
0,002

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-14


Besarnya [Ag+] yang diperlukan untuk mengendapkan ion Cl- lebih kecil dari pada
besarnya [Ag+] yang diperlukan untuk mengendapkan ion CrO42-, maka garam yang akan
terendapkan lebih dulu adalah garam AgCl.
b. Karena besarnya [Ag+] yang diperlukan untuk mengendapkan ion CrO42- sebagai
Ag2CrO4 adalah 3,5 x 10-5 mol/lt, maka besarnya [Cl-] dalam larutan yang masih tinggal
saat garam mulai mengendap adalah :
1,5 x 10 -10
[Cl - ]  -5
 4,3 x 10 -6 mol/lt
3,5 x 10
c. Besarnya konsentrasi Cl- mula-mula =0,1 mol/lt, sedang konsentrasi ion Cl- pada saat
garam Ag2CrO4 mulai mengendap adalah = 4,3 x 10-6 mol/lt. Jadi persentase ion Cl- yang
tinggal dalam larutan adalah :
4,3 x 10 -6
[Cl ] 
-
x 100%  0,0043 %
0,1

1.12 Ion Kompleks


Ion kompleks terbentuk karena interaksi antara suatu ion sederhana dengan ion-ion lain yang
bermuatan berlawanan, atau dengan molekul-molekul netral. Berikut ini adalah contoh
pembentukan ion kompleks.
Apabila garam kalium sianida (KCN) ditambahkan ke dalam larutan garam perak nitrat
(AgNO3), maka akan terbentuk endapan putih dari garam perak sianida (AgCN), karena tetapan
hasil kali kelarutan perak sianida yaitu : [Ag+] x [CN] =Ksp AgCN terlampaui. Reaksi yang
terjadi dituliskan sebagai berikut :
K+ + CN- + Ag+ + NO3- AgCN + K+ + NO3- atau
CN- + Ag+ AgCN
Apabila penambahan KCN dilanjutkan, maka edapan ini akan larut kembali karena ada
kelebihan garam KCN, membentuk ion kolmpleks perak disianida sesuai reaksi sebagai berikut :
AgCN Ag+ + CN- + CN- {Ag(CN)2}- atau
AgCN + KCN K{Ag(CN)2} ( garam kalium perak disianida yang sifatnya larut).
Ion kompleks {Ag(CN)2}- ini dalam larutan akan terionisasi menghasilkan ion Ag+, yang dapat
dibuktikan dengan penambahan ion sulfida (S2-) membentuk endapan perak sulfida (Ag2S) yang
tetapan hasil kali kelarutannya adalah Ksp Ag2S = 1,6 x 10-49.
Proses ionisasi ion kompleks {Ag(CN)2}- dapat dituliskan sebagai berikut :
{Ag(CN)2}- Ag+ + 2 CN-
dengan menggunakan hukum aksi massa, maka tetapan ionisasinya adalah :
[Ag  ] x [CN - ] 2
K inst  ;
[{Ag(CN)2 }  ]
Kinst = Konstanta Instability kompleks (Konstanta Ketidakstabilan Kompleks).
Sebagai contoh lain, adalah pelarutan garam AgCl dalam larutan NH4OH. Reaksi-reaksi
yang terjadi dalam larutan adalah :
AgCl Ag+ + Cl-

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-15


Ag+ + Cl- + NH3 {Ag+(NH3)2}+ + Cl- atau
AgCl + 2 NH3 {Ag+(NH3)2Cl
Sedangkan proses ionisasi ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ adalah :
{Ag+(NH3)2}+ Ag+ + 2 NH3
dan tetapan ketidakstabilan kompleksnya adalah :
[Ag  ] x [NH 3 ] 2
K inst  
 6,8 x 10 -8
[{Ag(NH 3 )2 } ]
Berdasarkan besarnya harga Kinst tersebut, secara jelas menunjukkan bahwa konsentrasi ion Ag+
yang dihasilkan dari proses ionisasi ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ sangat kecil dan besarnya
konsentrasi ion Ag+ yang berada dalam keseimbangan dengan NH3 adalah berbanding terbalik
dengan kuadrat konsentrasi NH3. Sehingga semakin besar konsentrasi NH3 dalam larutan,
semakin kecil konsentrasi ion Ag+.
Konsentrasi ion Ag+ dalam larutan dapat diperbesar dari garam AgCl yang diatur oleh
hubungan tetapan hasil kali kelarutannya, yaitu : Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-]. Konsentrasi ion Ag+
ini jauh lebih besar dari pada yang dapat berada dalam keseimbangan dengan NH3, sehingga ion
Ag+ akan bereaksi dengan NH3 membentuk ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ . Dengan terbentuknya
ion kompleks ini akan menurunkan besarnya konsentrasi ion Ag+ sehingga hasil kali konsentrasi
[Ag+] x [Cl-] menjadi kecil dari tetapan hasil kali kelarutan garam AgCl. Akibatnya akan lebih
banyak garam AgCl yang akan melarut dalam larutan. Peristiwa ini akan terus berlangsung terus-
menerus sampai semua garam AgCl larut, atau secara praktis semua NH3 diubah menjadi ion
kompleks. Jadi kesimpulannya adalah bahwa garam AgCl larut dalam larutan NH4OH
disebabkan karena besarnya [Ag+] yang diatur oleh harga Ksp AgCl lebih besar dari pada
besarnya [Ag+] yang terjadi karena ionisasi ion kompleks{Ag+(NH3)2}+.

Contoh 13.
Larutan NH4OH ditambahkan ke dalam endapan garam perak klorida sampai konsentrasi
NH3OH pada keseimbangan adalah 3 M. Hitunglah berapa gram/lt garam AgCl yang akan larut.
Diketahui : Ksp AgCl = 1,5 x 10-10 ; Kinst kompleks {Ag+(NH3)2}+ = 6,8 x 10-8 dan BM AgCl =
143,5.
Penyelesaian :
Reaksi-reaksi yang terdapat dalam larutan adalah :
AgCl Ag+ + Cl-
Ag+ + Cl- + 2 NH3 {Ag(NH3)2}Cl {Ag(NH3)2}+ + Cl-
{Ag(NH3)2}+ Ag+ + 2 NH3
Dari persamaan reaksi tersebut, terlihat bahwa untuk setiap mol AgCl yang terlarut akan
terbentuk 1 mol ion Cl- dan 1 mol ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ . Meskipun sebenarnya ion
kompleks tersebut dalam larutan juga terionisasi menghasilkan ion Ag+. Tetapi karena harga Kinst
ion kompleks sangat kecil, berarti derajad ionisasinya juga sangat kecil; sehingga besarnya
konsentrasi ion kompleks dianggap sama dengan besarnya konsentrasi ion Cl-. (kesalahannya
akan sangat kecil)
Apabila besarnya [Cl-] = [{Ag+(NH3)2}+] = a mol/lt, maka besarnya [Ag+] dalam keseimbangan
tersebut adalah :
K sp AgCl 1,5 x 10 -10
[Ag+] =  mol/lt
[Cl - ] a

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-16


Jika besarnya konsentrasi ion Ag+ ini kemudian dimasukkan ke dalam harga tetapan
ketidakstabilan kompleks, maka :
[Ag  ] x [NH 3 ] 2
K inst  
 6,8 x 10 -8
[{Ag(NH 3 )2 } ]
1,5 x 10 -10
x 32
 a  6,8 x 10 -8
a
13,5 x 10 -10
a   0,126 mol/lt  0,126 x 143,5  18,0 gram/lt
6,8 x 10 -8
Jadi garam AgCl yang larut sebanyak 18,0 grm/lt

Contoh 14.
Hitunglah besarnya konsentrasi ion Ag+ dalam larutan ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ 0,1 M,
apabila :
a. dalam larutan terdapat kelebihan NH3
b. konsentrasi NH3 dalam larutan 3 mol/lt
Penyelesaian :
a. Proses ionisasi ion kompleks {Ag+(NH3)2}+ adalah :
{Ag+(NH3)2}+ Ag+ + 2 NH3
Dimisalkan derajad ionisasi ion kompleks adalah = .
[{Ag+(NH3)2}+] yang terionisasi = 0,1 
[{Ag+(NH3)2}+] sisa = 0,1(1-)
[Ag+] yang terbentuk = 0,1; [NH3] yang terbentu = 0,2 .
[Ag  ] x [NH 3 ] 2 0,1α x ( 0,2α) )2
K inst  
 6,8 x 10 -8  6,8 x 10 -8
[{Ag(NH 3 )2 } ] 0,1( 1-αα
Karena <<<<<<, maka (1-) dianggap =1; sehingga :
6,8 x 10 -8
0,043 = 6,8 x 10-8. α3  1,9 x 10 -3
0,04
Jadi [Ag+] dalam larutan = 1,9 x 10-4 mol/lt.

b. Dimisalkan [Ag+] dalam larutan = a mol/lt, maka [NH3] = (3 + 2a); tetapi karena a<<<<< 3,
maka [NH3] = 3 mol/lt.
a x 32
Maka  6,8 x 10 -8 a = 7,7 x 10-10
0,1
Jadi [Ag ] dalam larutan = 7,7 x 10-10 mol/lt.
+

7. Hasil kali Ion-ion Air


Kohlrousch dan Heidweller (1894) : Air yang kemurniannya tinggi masih bersifat menghantar
listrik, meskipun sangat kecil Ini menunjukkan bahwa air terionisasi.

H2O H+ + OH-

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-17


Dengan menggunakan Hukum Aksi Massa maka dapat dituliskan kesetimbangannya :

a H  a OH  [H  ] [OH  ] f H  f OH  [H  ] [OH  ]
K  x bila f  1 maka : K 
a H 2O [H 2 O] f H 2O [H 2 O]

Hasil eksperimen berdasar konduktan air menunjukkan K = 1,2 x 10-16 pada suhu 25oC. Nilai
yang sangat rendah ini menunjukkan bahwa derajat disosiasi air boleh diabaikan, maka dalam
praktek air dianggap tak terdisosiasi. Jadi konsentrasi air dianggap tetap; sehingga :
1000
K . [H2O] = [H+] [OH-] ; Kw =[H+] [OH-]; [H2O] =  55,6mol/li ter ;
18
1000
[H2O] =  55,6mol/li ter ; sehingga Kw = K . [H2O] = 1,2 x 10-16 x55,6 = 1,01 x 10-14.
18
Kw  tetapan hasil kali ion-ion air,

Larutan :
1. netral : [H+] = [OH-] = K w = 10-7M
2. asam : [H+] >[OH-] dan [H+]>10-7M
3. basa : [H+] < [OH-] dan [H+] < 10-7M
 Eksponen Ion Hidrogen
Untuk menghindari konsentrasi-konsentrasi ion hidrogen yang rendah maka oleh Sorensen
(1909) diperkenalkan eksponen ion hidrogen (pH).
pH = -log [H+] = log 1 atau [H+] =10-pH; pH  eksponen ion hidrogen.
[H  ]

Sehingga larutan netral : [H+] =10-7 maka pH = 7,0


Larutan asam : [H+] >10-7 maka pH < 7,0
Larutan basa : [H+] <10-7 maka pH > 7,0
Korelasi : Kw = [H+] [OH-] sehingga – log Kw = -log [H+] [OH-]
pKw = pH + pOH;
14 = pH + pOH
 pH larutan Asam Kuat dan Basa Kuat
Asam kuat dan basa kuat terionisasi sempurna dalam larutan, maka konsentrasi ion H+ atau ion
OH- sama dengan konsentrasi larutan yang bersangkutan.
Contoh :
 larutan 0,1 M HCl, maka [H+] = 0,1 M; sehingga pH = -log 0,1 = 1
 larutan 0,1 M NaOH, maka [OH-] = 0,1 M; sehingga pOH = -log 0,1 = 1.
pH =14- pOH =14-1=13
 pH Larutan Asam Lemah
Contoh : CH3COOH CH3COO- + H+
[H3COO-] = [H+], sisa asam yang tidak terurai = [H3COO- - H+]

[H  ] [CH 3 COO ] [H  ] 2
Ka  sehingga K a 
[CH 3 COOH - H  ] [CH 3 COOH]
karena [H+] sangat kecil diabaikan,

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-18


[H  ]2
Apabila ditulis secara umum : K a  1 1
[Asam] pH  log K  log[Asam] atau
2 a 2
[H  ]  K a [Asam]
1 1

1 1 pH pK  log[Asam]
 log[H ]  logK a  log[Asam]
2 2
2 a 2
 pH larutan Basa Lemah
Contoh : NH4OH NH4+ + OH-

[OH  ] K b Basa 

[NH 4 ] [OH  ]
Kb  ,
[NH 4 OH  OH  ] 1 1
pOH  pK b  log[Basa]
karena [OH-] sangat kecil maka diabaikan 2 2
sehingga 1 1
 pH  14  pK b  log[Basa]
[NH 4 ] [OH  ] 2 2
Kb  ,
[NH 4 OH]
[OH  ]2
[NH4+] = [OH-] sehingga K b 
[Basa]

Larutan Buffer
Ada 2 macam larutan buffer atau penahan yaitu larutan :
a. yang mengandung asam lemah dengan garamnya disebut Larutan Buffer Asam.
b. yang mengandung basa lemah dengan garamnya disebut Larutan Buffer Basa.

a. pH Larutan Buffer Asam


Contoh :
Asam : CH3COOH CH3COO- + H+  sangat kecil (<<<<)
Garam : CH3COONa CH3COO- + Na+   1 (terionisasi sempurna}
[H  ] [CH 3 COO ]
Ka 
[CH 3 COOH]
Dalam larutan :
CH3COOH yang tidak terionisasi = [CH3COO- - H+] = [Asam – H+]
CH3COO- hasil ionisasi =[CH3COO- hasil ionisasi garam + CH3COO- hasil ionisasi Asam]
Garam terionisasi sempurna sehingga konsentrasi CH3COO- hasil ionisasi garam dianggap sama
dengan konsentrasi garam  [Garam].
[CH3COO-] hasil ionisasi asam =[H+], maka [Asam]
  [H  ]  K a
[H ] [garam - H ] [Garam]
Ka  
[Asam - H ] [Asam]
+ pH  logKa  log
kareana [H ] sangat kecil sehingga [Garam]
diabaikan, maka [Garam]

[H ] [Garam] pH  pKa  log
Ka  [Asam]
[Asam]

b. pH Larutan Buffer Basa

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-19


Contoh :
Basa : NH4OH NH4+ + OH-  sangat kecil (<<<<<)
Garam : NH4Cl NH4+ + Cl-   1 (terionisasi sempurna)

[NH 4 ] [OH  ] [OH  ]  K b
[Basa]
Kb 
[NH 4 OH] [Garam]
[Basa]
 log[OH  ]  logK b

[NH 4  OH  ] [OH  ] [Garam]
Kb  [Basa]
[NH 4 OH  OH  ] pOH  pK b  log
[Garam]
[Garam  OH  ] [OH  ]
Kb  [Garam]
[Basa  OH  ] pOH  pK b  log
[Basa]
karena [OH-] sangat kecil sehingga
diabaikan,
[Garam]
[Garam] [OH  ] pH  14  pOH  14  pK b  log
sehingga K b  [Basa]
[Basa]

 Hidrolisa Garam
Apabila garam-garam dilarutkan adalam air, tidak selalu bereaksi netral. Kemungkinan sebagian
garam berinteraksi dengan air, proses ini disebut hidrolisa.
Garam-garam dibagi menjadi 4 golongan :
1. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat, misalnya : NaCl, KCl dan lain sebagainya.
2. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, misalnya NH4Cl
3. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat, misalnya CH3COONa
4. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah, misalnya CH3COONH4

 pH larutan garam dari asam kuat dan basa kuat.


Bila dilarutkan dalam air reaksinya netral, hal ini disebabkan anion maupun kationnya masing-
masing tidak ada yang bergabung dengan ion hidrogen maupun ion hidroksil dari air.(tidak
terhidrolisa) Keseimbangan disosiasi air : H2O H+ + OH- tidak terganggu.
Berarti pH larutan = 7
Contoh : NaCl + H2O
Na+ + Cl- + H+ + OH- tidak berinteraksi dengan air (pH = 7)

 pH larutan garam dari asam kuat dan basa lemah


Bila dilarutkan dalam air, reaksinya asam. Hal ini disebabkan karena kation garam bergabung
dengan ion hidroksil membentuk basa lemah. (hidrolisa partial/sebagian). Sehingga ion hidrogen
tertinggal dalam larutan. Ini berarti pH < 7.
Contoh:
NH4Cl + H2O NH4OH + HCl
NH4+ + Cl - + H2O NH4OH + H+ + Cl-
atau secara umum : L+ + H2O LOH + H+
[LOH] [H  ]
K
[L ] [H 2 O]

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-20


[LOH] [H  ] [H  ]
K [H 2 O]  Kh  .....(3).
[L ] [G]
[LOH] [H  ] Dari persamaan 2 dan 3 diperoleh :
atau K h  .......(1) [H  ] 2 K w
[L ] 
[G] Kb
Apabila pers (1) dikalikan [OH-] dan dibagi Kw
[OH-], maka : [H  ]  [G]
Kb
[LOH] [H  ] [OH  ]
Kh   atau Kw
[L ][OH - ]  log[H  ]  log [G]
Kb
K
Kh  w ......(2)
Kb
1 1 1
pH  pK w  pK b  log[G]
2 2 2
Karena [LOH] = [H+] dan [L+] = konsentrasi
garam = G, maka pers (1) menjadi:

 pH larutan garam dari asam lemah dan basa kuat


Bila dilarutkan dalam air reaksinya basa, halini disebabkan anion garam bergabung dengan ion
hidrogen membentuk asam lemah(hidrolisa partial). Sehingga ion hidroksil tertinggal dalam
larutan. Maka pH > 7.
Contoh :
CH3COONa + H2O CH3COOH + NaOH
CH3COO- + Na+ + H2O CH3COOH + Na+ + OH- atau secara umum
A- + H2O HA + OH-

swm/kimia analisis/teori dasar analisis kualitatif/hal-21


[HA] [OH] Kw
K [OH  ]  [G]
[A  ] [H 2 O] Ka
[HA] [OH  ]
K [H 2 O]   Kh ...(4) Kw
[A  ]  log[OH - ]  log [G]
Ka
Apabila pers (4) dikalikan [H+] dan dibagi
pOH   logK w  ( logK a )  logG
[H+], menjadi : 1 1 1
[HA] [OH  ] [H  ] 2 2 2
K h 
pOH  pK w  pK a  logG
1 1 1
[A ] [H  ]
2 2 2
pOH  7  pK a  logG
Kw 1 1
Kh  ....(5)
Ka 2 2
pH  pK w  pOH
Karena [HA] =[OH-] dan [A-] = konsentrasi
garam =G, maka pers (1) menjadi :
[OH  ] 2 pH  7  pK a  logG
1 1
K h ...(6)
[G] 2 2
Dari persamaan 5 dan 6 diperoleh
K w [OH  ] 2

Ka [G ]

 pH larutan garam dari asam lemah dan basa lemah


Garam golongan ini mengalami hidrolisa total. Sifat larutan garam ini, bisa netral, asam atau basa.
Dipengaruhi oleh Ka dan Kb.

1 1
pH  7  pK a  pK b
2 2
 Derajad Hidrolisa
Adalah bagian dari setiap mol ion yang mengalami hidrolisa dalam kesetimbangan.
cx 2
Kh  , Kh = Konstanta hidrolisa. c = konsentrasi garam, x = derajat hidrolisa.
(1  x)

Contoh 16.
Larutan 0,1 M Natrium asetat (CH3COONa) mempunyai harga Ka =1,82 x 10-5 Hitunglah :
a. Konstanta hidrolisa.
b. Derajat hidrolisa
c. pH larutan
Penyelesaian :
K w 1,0 x10 14
a. K h  = 5
 5,5 x10 10
K a 1,82 x10
cx 2 5 10 1 x 2
b. derajat hidrolisa : K h  atau 5,5x10  , x =7,5x10-5 atau 0,0075%.
(1  x) (1  x)
c. pH  7  pK a  logG jadi pH = 7 + 2,37 +1/2 (-1) =8,87.
1 1
2 2
Bersifat basa karena berasal dari basa kuat dan asam lemah.

Contoh 17.
Pada suhu 25oC, 2,675 gram garam NH4Cl dilarutkan dalam 500 ml air. Hitunglah derajad hidrolisa
dan pH larutan garam tersebut. Diketahui Kb NH4OH = 1,8 x 10-5. BM NH4Cl = 53,5
Penyelesaian :
2,675 gram NH4Cl = 2,675/53,5 = 0,05 mol

swm/kimia analisa/teori dasar analisis kualitatif/hal-22


0,05 mol
[NH4Cl] =[G] = = 0,01 mol/liter
(500/1000) liter
Kw 10 -14
Kh   
Kb 1,8 x 10 -5
cx 2 0,1 . x 2
Kh  atau 7,5 x 10 
-5
, maka x = 0,0075%
(1  x) (1  x)

pH  7  pK b  logG  7 - x 4,74 - log 0,1  7 - 2,37  0,5  5,13


1 1 1 1
2 2 2 2
Contoh 18.
Asam benzoat (C6H5COOH) adalah asam lemah monobasis. 6,1 gram asam tersebut dilarutkan ke
dalam 500 ml aiquades, kemudian ke dalam larutan yang terjadi ditambahkan larutan NaOH 0,5 M.
Hitunglah :
i. Berapa pH larutan yang terjadi jika banyaknya larutan NaOH yang ditambahkan = 75 ml
ii. Berapa ml larutan NaOH yang telah ditambahkan ke dalam larutan asam benzoat pada saat
terjadi garam natrium benzoat, dan hitung pula tetapan, derajat hidrolisa dan PH larutan garam
tersebut.
Diketahui Ka asam benzoat = 6,6 x 10-5
Penyelesaian :
BM C6H5COOH = 12 x 7 + 16 x 2 + 6 = 122
6,1 0,05 mol
6,1 gram C6H5COOH =  0,05 mol, maka [C6H5COOH] =  0,1 mol/liter
122 (500 / 1000 ) liter
a. C6H5COOH + NaOH C6H5COONa + H2O
500 ml C6H5COOH 0,1 M = 50 mmol
75 ml NaOH 0,5 M = 37,5 mmol
C6H5COONa yang terbentuk = 37,5 mmol, [C6H5COONa] = 37,5/575 mol/liter
C6H5COOH sisa = (50-37,5) = 12,5 mmol, [C6H5COOH] =12,5/575 mol/liter
Jadi di dalam larutan terdapat campuran asam benzoat dan garan natrium benzoat, campuran ini
membentuk buffer asam.
[G] 37,5 / 575
pH = pKa + log = - log 6,6 x 10-5 + log  4,18  0,48  4,66
[ A] 12,5 / 575
b. Pada saat terbentuk garam natrium benzoat, maka banyaknya larutan NaOH yang telah
50 mmol
ditambahkan adalah =  100 ml, sehingga volume total larutan = 500 +100 = 600 ml
0,5 mmol/ml
Maka [G] =50 mmol/600 ml
K 10 -14
Kh  w  -5
 1,5 x 10 -5
Ka 6,6 x 10
cx 2 (50/600) x 2
Kh  , 1,5 x 10-5 = , maka x  4,24 x 10 -5
(1  x) (1 - x)
pH  7  pKa  logG  7  x 4,18 
1 1 1 1
log 50 / 600  7  2,09  0,504  8,586
2 2 2 2
Contoh 19
Suatu larutan buffer asetat mengandung campuran antara 0,1 M CH3COOH dan 0,1 M CH3COONa.
Hitung berapa pH larutan yang terjadi apabila ke dalam larutan buffer tersebut ditambahkan :
a. 1 ml HCl 10 M
b. 2 ml HaOH 5 M
Diketahui volume larutan buffer mula-mula 1 liter dan perubahan volume larutan diabaikan. Ka =
1,82 x 10-5.
Penyelesaian :
a. pH larutan buffer mula-mula
[G] 0,1
pH =-log Ka + log   log 1,82 x 10 5  log  4,74
[A] 0,1
a. Pada penambahan 1 ml HCl 10M terjadi reaksi sebagai berikut :

swm/kimia analisa/teori dasar analisis kualitatif/hal-23


CH3COONa + HCl NaCl + CH3COOH
1 ml HCl 10 M = 1 ml x 10 mmol/ml = 10 mmol = 0,01 mol
CH3COONa yang bereaksi = jumlah HCl yang ditambahkan = 0,01 mol
CH3COONa mula-mula = 0,1 mol/l x 1 liter = 0,1 mol
CH3COONa sisa = CH3COONa mula-mula - CH3COONa yang bereaksi
= (0,1-0,01) mol = 0,09 mol
[G] = 0,09 mol/l

CH3COOH terbentuk = jumlah HCl yang ditambahkan = 0,01 mol


CH3COOH total = CH3COOH mula-mula + CH3COOH terbentuk
= (0,1 + 0,01) mol = 0,11 mol
[A] = 0,11 mol/l
[G] 0,09
pH =-log Ka + log  4,74  log  4,74  0,08  4,66
[A] 0,11
b. Pada penambahan 2 ml NaOH 5 M terjadi reaksi sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
2 ml NaOH 5 M = 2 ml x 5 mmol/ml = 10 mmol = 0,01 mol
CH3COOH bereaksi = jumlah NaOH yang ditambahkan = 0,01 mol
CH3COOH sisa = CH3COOH mula-mula - CH3COOH bereaksi = (0,1 - 0,01) mol = 0,09 mol
[A] = 0,09 mol/l
CH3COONa terbentuk = jumlah NaOH yang ditambahkan = 0,01 mol
CH3COONa total = CH3COONa mula-mula + CH3COONa terbentuk = (0,1 + 0,01)mol = 0,11 mol
[G] = 0,11 mol/l
[G] 0,11
pH = 4,74 + log  4,74  log  4,74  0,08  4,82
[A] 0,09

Soal
1. Ke dalam larutan asam lemah HA ditambahkan sejumlah berat garam kaliumnya sehingga
diperoleh larutan buffer yang pH nya 6,3979. Apabila harga tetapan ionisasi asam (Ka) = 1,9 x
10-5. Hitung perbandingan konsentrasi asam dan garamnya.

2. Suatu larutan buffer basa yang pH nya 9,0 terdiri dari campuran antara larutan NH 4OH dan
NH4Cl. Apabila konsentrasi masing-masing larutan tersebut =0,25 M dan Kb = 1,8 x 10-5.
Hitung perbandingan volume kedua larutan tersebut.

3. Ke dalam suatu asam lemah HA 0,1 M yang mempunyai pH = 3,0 ditambahkan 0,28 gram
KOH. Hitunglah :
a. konstanta hidrolisa (Kh) dan derajat hidrolisa garam KA
b. berapa pH larutan yang terjadi.

4. Pada 100 ml larutan yang mengandung 8,29 x 10-3 gram ion timbel, ditambahkan 100 ml asam
sulfat 10-3 M. Berapa banyaknya timbel yang tidak diendapkan yang tertinggal di dalam larutan
? Diketahui Ksp PbSO4 = 2,2 x 10-8, BA Pb = 207,2

Pustaka
1. Vogel, 1979, ”Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, edisi ke 5, PT
Kalman Media Pustaka, jakarta, Jilid 1 dan 2
2. Mujiran dan Sayid Achmad, --------, Diktat Kuliah Kimia Analitik I, Jurusan Kimia, FMIPA,
UGM, Yogyakarta

swm/kimia analisa/teori dasar analisis kualitatif/hal-24


ANALISA VOLUMETRI

1. Pendahuluan
Analisa volumetri adalah suatu analisa kimia kuantitatif untuk menentukan banyaknya
suatu zat dalam volume tertentu dengan mengukur volume larutan standart yang dapat bereaksi
secara kuantitatif dengan zat yang akan ditentukan.
Larutan standar adalah suatu larutan yang normalitasnya telah diketahui dengan teliti, biasanya
larutan standar tersebut ditambahkan ke dalam larutan yang akan ditentukan melalui suatu alat yang
disebut buret. Proses penambahan larutan standar ke dalam larutan yang akan ditentukan sampai
terjadi reaksi sempurna disebut proses titrasi; sedang saat reaksi sempurna tercapai disebut saat
ekivalen atau saat stoikiometri atau saat akhir teoritis. Saat akhir tersebut biasanya dapat
diketahui karena terjadinya suatu perubahan dalam larutan yang dapat disaksikan. Perubahan
tersebut antara lain disebabkan karena :
a. larutan standarnya sendiri (misalnya dalam proses permanganometri)
b. pengaruh larutan indikator yang ditambahkan. Artinya apabila terjadi reaksi antara larutan
standar dengan zat yang akan ditentukan telah sempurna, maka indikator tersebut akan
memberikan perubahan warna larutan yang jelas atau terbentuk kekeruhan/endapan dalam
larutan yang dititrasi. Saat ini disebut saat akhir titrasi.
Berdasarkan hukum kesetaran kimia, jika banyaknya larutan standar yang digunakan untuk
titrasi diketahui, maka banyaknya zat yang akan ditentukan yang terdapat dalam volume tertentu
dapat dihitung.
Untuk titrasi yang ideal, saat akhir titrasi akan bersamaan dengan saat akhir teoritis, tetapi dalam
praktek hal ini hampir tidak pernah tercapai, karena selalu terdapat sedikit perbedaan sehingga
mengakibatkan terjadinya suatu kesalahan yang disebut kesalahan titrasi.
Oleh karena karena itu pemilihan indikator dalam proses titrasi merupakan faktor penting, agar
kesalahan titrasi yang terjadi sekecil mungkin.
Alat-alat dan bahan-bahan yang biasanya digunakan dalam analisa volumetri, antara lain :
a. Neraca analitik; buret; pipet dan labu takar. Alat-alat ini semua tidak boleh dipanaskan.
Disamping alat-alat tersebut biasanya digunakan juga : Erlenmeyer, gelas ukur, corong gelas,
gelas pengaduk dan lainnya.
b. Zat-zat murni untuk pembuatan larutan standar dan sebagai standar primer.
c. Zat-zat atau larutan indikator.
2. Persyaratan untuk Reaksi yang digunakan dalam Analisa Volumetri :
Dari berbagai reaksi kimia yang dikenal, hanya sedikit yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
titrasi. Syarat yang harus dipenuhi untuk analisis kuantitatif adalah :
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan persamaan reaksi tertentu atau dengan kata lain zat yang
ditentukaan harus bereaksi kuantitatif dengan larutan standar. Reaksi sederhana dan mudah
dituliskan. Tidak boleh ada reaksi samping.
2. Reaksi harus berjalan sempurna pada titik ekivalen. Reaksi harus dapat terjadi dengan cepat,
bila perlu ditambahkan katalisator.
3. Pada saat titik ekivalen harus terjadi perubahan, baik sifat fisik atau kimia dalam larutan
yang cukup jelas.
4. Harus tersedia indikator yang sesuai, sehingga memberikan ketentuan yang jelas saat titik
ekivalen tercapai.

3. Pembagian dalam Analisa Volumetri


Berdasarkan hasil reaksi yang terjadi antara zat yang akan ditentukan dengan larutan standar, maka
analisa volumetri dibagi menjadi :
1. Titrasi Netralisasi yaitu suatu proses titrasi yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan
valensi maupun terbentuknya endapan dan atau terbentuknya senyawa kompleks dari zat-zat
yang saling bereaksi.
Jenis-jenis titrasi netralisasi :
a. Titrasi Asidimetri, yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas, dan larutan garam-garam
terhidrolisa yang berasal dari asam lemah, dengan larutan standar asam.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-1


b. Titrasi Alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan asam bebas, dan larutan garam-garam
terhidrolisa yang berasal dari basa, dengan larutan standar basa.
Titrasi ini disebut juga titrasi netralisasi karena reaksi yang terjadi adalah netralisasi.
2. Titrasi Pengendapan dan atau pembentukan kompleks, yaitu suatu proses titrasi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya suatu endapan dan atau terjadinya senyawa kompleks dari zat
yang saling bereaksi, yaitu antar zat yang akan ditentukan dengan larutan standarnya.
3. Titrasi Oksidasi-Reduksi atau redoks, yaitu suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan
perubahan valensi atau perpindahan elektron antara zat-zat yang saling bereaksi. Dalam hal
ini larutan standarnya adalah larutan zat-zat pengoksidasi atau zat-zat pereduksi.

4. Konsentrasi Larutan
Molaritas (M)
Larutan yang per liternya mengandung satu mol (gram molekul/grol) zat yang dilarutkan
Contoh: larutan 1 M KCl = 1 mol KCl/liter = 74,5 gram KCl/liter
larutan 1M Na2SO4.10H2O = 322 gram Na2SO4.10H2O /l
Normalitas (N)
Larutan yang per liternya mengandung satu ekivalen (gram ekivalen) zat yang dilarutkan
Berat ekivalen : didefinisikan sebagai berat zat yang dapat bereaksi atau melepaskan 1 gram
hidrogen atau 8 gram oksigen.
5. Berat Ekivalen
Berat ekivalen suatu zat, ditentukan berdasarkan jenis reaksi yang berlangsung pada proses titrasi.
Berat Ekivalen dalam proses Titrasi Netralisasi
a. Berat Ekivalen Asam : adalah banyaknya mol asam tersebut yang dapat melepaskan 1 gram
ion H+.
Untuk asam-asam monobasis, misalnya HCl, HI, HNO3, CH3COOH; berat ekivalennya = 1
mol
Jadi 1 grek HCl=1 mol HCl; 1 grek HNO3 = 1 mol HNO3. sedang untuk asam dibasis ,
misalnya H2SO4, H2CO3, H2C2O4 berat ekivalennya  1 / 2 mol . Untuk asam tribasis H3PO4
berat ekivalennya  1 / 3 mol
b. Berat Ekivalen Basa : adalah banyaknya mol basa tersebut yang dapat melepaskan 1mol ion
OH- atau menerima 1 gram ion H+.
Untuk basa-basa berasam satu, misalnya : NaOH, KOH, NH4OH, berat ekivalennya = 1 mol.
Untuk basa berasam dua , misalnya Ba(OH)2, Ca(OH)2 berat ekivalennya  1 2 mol . Untuk
basa-basa berasam tiga misalnya Al(OH)3 dan sebagainya berat ekivalennya = 1 3 mol .
c. Berat Ekivalen Garam Normal : didasarkan pada valensi kation atau anionnya.
 Untuk garam yang valensi kation atau anionnya sama : sama dengan berat molekul
garam dibagi jumlah valensi kation atau anionnya.
1
Contoh : untuk KCl, NH4Cl, berat ekivalennya = 1 mol ; Na2SO4 berat ekivalennya = mol
2
1
; berat ekivalen AlCl 3  mol .
3
 Untuk garam yang valensi kation atau anionnya tidak sama : sama dengan berat
molekul dibagi hasil kali valensi kation dan anionnya.
1 mol 1
Contoh : Fe2(SO4)3, berat ekivalen Fe2(SO4)3 =  mol
(2) (3) 6
d. Berat Ekivalen Garam rangkap : berat ekivalennya berubah-ubah didasarkan pada
komponen yang diekivalenkan.
Contoh : garam rangkap Na2HAsO4.10H2O yang dapat menghasilkan ion-ion Na+, H+,
HAsO42-, AsO43-. Berat ekivalennya 1 mol bila didasarkan pada Na+ atau HAsO42-, 1 mol bila
2
didasarkan pada H+ dan 1 mol bila didasarkan pada AsO43-.
3

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-2


Berat Ekivalen dalam Proses Pengendapan
Berat ekivalen suatu zat dalam proses titrasi pengendapan, adalah banyaknya mol zat tersebut
yang mengandung atau dapat bereaksi dengan 1 gram atom logam univalen atau ½ gram atom
logam bivalen, sedang untuk logam tersebut, berat ekivalennya sama dengan berat atom dibagi
dengan valensinya.
Contoh : berat ekivalen AgNO3 = 1 mol dan berat ekivalen H2SO4 dalam reaksi pengendapan
sebagai BaSO4 = 12 mol.

Berat Ekivalen dalam Proses pembentukan Kompleks ditentukan dari bentuk persamaan
reaksinya.
Contoh :
Berat ekivalen KCN dalam pembentukan senyawa kompleks KAg(CN)2 adalah = 2 mol.
Ag+ + 2 CN- {Ag+(CN-)2}-.
Sedang untuk molekul NH3 dalam pembentukan kompleks berikut adalah = 2 mol.
Cu2+ + 4 NH3 {Cu(NH3)4}2+
Berat Ekivalen dalam Proses Okdidasi atau Reduksi : dapat ditentukan dengan 3 macam cara.
a. Dengan meninjau banyaknya atom oksigen yang dilepas atau diterima oleh zat tersebut. Berat
ekivalen = banyaknya mol zat tersebut yang dapat melepas atau menerima ½ mol atom O.
Contoh : 2 KMnO4 K2O + 2MnO + 5O
BE KMnO4 = 1/5 mol
b. Dengan meninjau Perubahan bilangan oksidasi yang dialami oleh zat yang tereduksi atau
teroksidasi. Berat ekivalen = banyaknya mol zat tersebt yang dapat mengalami perubahan 1
satuan bilangan oksidasi.
Contoh :
 Reduksi KMnO4 dalam larutan asam sulfat encer menjadi MnSO4.
Perubahan bilangan oksidasi Mn dari +7 menjadi +2 atau berubah 5 unit reduksi, berarti berat
ekivalennya KMnO4  1 mol .
5
 Oksidasi Ferosulfat (FeSO4) menjadi ferisulfat Fe2(SO4)3.
2FeSO4.7H2O + O Fe2(SO4)3 + 15 H2O
Perubahan bilangan oksidasi atam Fe dari +2 menjadi +3, berarti berubah 1 unit oksidasi.
Berarti berat ekivalen FeSO4 = 1 mol.
c. Dengan meninjau banyaknya elektron yang dilepaskan atau diterima zat tersebut.
Contoh : oksidasi ion 2 S2O3= S4O6= + 2e
=
BE S2O3 = 1 mol
Pengertian ekivalen sangat penting selain mempermudah pembuatan larutan standar juga akan
mempermudah pada perhitungan yang terdapat dalam analisa volumetri.
Dalam proses titrasi yang dimaksud titik ekivalen adalah saat dimana banyaknya grek atau mgrek
zat yang dititrasi sama dengan banyaknya grek atau mgrek zat penitrasi, sehingga berlaku rumus :
V1 x N1 = V2 x N2.
dimana : V1 , V2  volume zat penitrasi dan yang dititrasi
N1, N2  normalitas larutan penitrasi dan yang dititrasi.

Contoh 1.
Berapa ml larutan HCl 1 N dibutuhkan untuk mengendapkan 1 gram AgNO3 ?
Penyelesaian :
Reaksi : AgNO3 + HCl AgCl (s) + HNO3
1 x 1000
1 g AgNO3 = mmol  5,886 mgrek
169,9
Jumlah mgrek HCl = mgrek AgNO3 = 5,886 mgrek; sehingga volume HCl = 5,886/1 = 5,889 ml
Contoh 2.
Hitunglah berat ekivalen Na2C2O4 dan K2Cr2O7 dalam reaksi berikut ini :
3C2O42- + Cr2O72- + 14H+ 2Cr3+ + 6CO2 + 7H2O

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-3


Penyelesaian :
Perubahan bilangan oksidasi C dari +6 dalam ion oksalat menjadi +4 dalam CO2, jadi berubah 2 unit
oksidasi. Berarti berat ekivalen Na2C2O4 = ½ mol = BM/2 = 134,0/2 = 67,00 gram
Perubahan bilangan oksidasi Cr dari +12 dalam ion kromat menjadi +6 dalam 2Cr3+, jadi berubah 6
unit oksidasi. Berarti berat ekivalem =1/6 mol = BM/6 = 294,2/6 = 49,03 gram.

Contoh 3.
Hitung berat ekivalen AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi berikut :
2Ag+ + BaCl2 AgCl(s) + Ba2+
penyelesaian :
1 mol AgNO3 memberikan 1 mol kation univalen, Ag+; 1 mol BaCl2 bereaksi dengan 2 mol Ag+.
Maka :
berat ekivalen AgNO3 = 1 mol = BM = 169,9 gram
berat ekivalen BaCl2 = ½ mol = 208,2/2 = 104,1 gram
Contoh 4.
Dalam suasana asam sulfat encer, 25 ml larutan garam Ferro sulfat (FeSO4) dapat teroksidasi
sempurna oleh 30 ml larutan KMnO4 0,125 N. Hitunglah berapa gram FeSO4 terkandung dalam
larutan tersebut. Diketahui BM FeSO4 = 152
Penyelesaian :
Dengan memakai persaman : V1 x N1 = V2 x N2
25 x N = 30 x 0,125 N = 0,15
Dalam titrasi redoks , 1 grek FeSO4 = 1 mol. Jadi banyaknya FeSO4 yang terkandung dalam larutan
tersebut = 25 x 0,15 x 152 mgram = 57 mgram

5. Larutan Standar
Larutan standar yaitu suatu larutan yang mengandung suatu zat dengan berat ekivalen
tertentu dalam volume tertentu. Larutan standar biasanya dinyatakan dalam besaran normal, dimana
satu normal (1 N) adalah larutan yang mengandung 1 grek suatu zat tetentu dalam volume 1 liter.
Pada pembuatan larutan standar, perlu diperhatikan jenis titrasi yang akan menggunakan larutan
standar tersebut, dan pada prinsipnya suatu larutan standar dapat dibuat dari zat berbentuk cair
maupun padat (kristal).
a. Pembuatan Larutan Standar dari zat yang Berbentuk Cair
Pembuatan larutan standar dari zat yang berbentuk cair, biasa disebut dengan proses
pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih encer. Cara pengenceran dapat
dilakukan dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya, maupun zat cair yang belum diketahui
normalitasnya.
 Apabila larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya, maka untuk
menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus : V1 x N1 = V2 x N2.
dimana : V1 , V2  volume zat cair sebelum dan sesudah pengenceran
N1, N2  normalitas larutan sebelum dan sesudah pengenceran.
V x N2
Sehingga : V1  2
N2
 Apabila larutan standar dibuat dari zat cair yang belum diketahui normalitasnya, maka untuk
menentukan volume zat yang akan diencerkan, digunakan persamaan :
N x V x BM
Vx 
10 x n x K x L
dimana :
Vx  volume zat yang akan diencerkan
n  valensi zat yang akan diencerkan
K  kadar zat yang akan diencerkan
L  densitas zat yang akan diencerkan
BM  berat molekul zat yang akan diencerkan
V  volume larutan hasil pengenceran
N  Normalitas larutan hasil pengenceran
swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-4
Contoh 5:
Berapa ml larutan H2SO4 4 N harus diencerkan untuk membuat larutan 500 ml H2SO4 0,1 N ?
Penyelesaian :
Dengan menggunakan : V1 x N1 = V2 x N2.
V1 x 4 = 500 x 0,1 V1 = 12,5
Jadi volume H2SO4 4 N yang harus diencerkan sebanyak = 12,5 ml.
Contoh 6.
Jika 3,9 ml HCl pekat yang densitasnya 1,2 g/ml dan kadarnya 39,1% diencerkan hingga volume
500 ml, berapa normalitas larutan HCl yang dihasilkan.
Penyelesaian :
N x V x BM
Rumus : V x 
10 x n x K x L
N x 500 x 36,5
3,9  N = 0,1.
10 x 1 x 39,1 x 1,2
Jadi normalitas larutan HCl yang dihasilkan = 0,1N
b. Pembuatan Larutan Standar dari zat yang Berbentuk Padat
Zat padat yang dapat digunakan pada pembuatan larutan standar dibedakan menjadi zat padat
dengan kemurnian tinggi dan zat padat dengan kemurnian rendah.
Larutan standar yang dibuat dari zat padat dengan kemurnian tinggi disebut larutan standar
primer. Larutan ini dapat dibuat dengan melarutkan zat padat tersebut sebanyak berat tertentu
dalam volume tertentu sesuai dengan dengan volume dan normalitas yang dikehendaki.
Zat-zat yang dapat digunakan sebagai zat standar primer, antara lain adalah : Na2CO3,
Na2B4O7.10H2O, Na2C2O4.2H2O, NaCl, KBrO3, K2Cr2O7 dan lain-lain.
Apabila zat padat yang digunakan pada pembuatan larutan tersebut kemurniannya rendah
misalnya : NaOH, Ba(OH)2, KMnO4, Na2S2O3 dan lain-lain. Maka setelah larutan standar tersebut
dibuat, sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih dahulu dengan zat atau larutan standar
primer, untuk menentukan normalitas yang sesungguhnya. (menentukan faktor normalitasnya).
Faktor normalitas = perbandingan antara normalitas yang sesungguhnya dengan normalitas yang
dikehendaki. Larutan standar yang dibuat dari zat dengan kemurnian rendah disebut juga larutan
standar sekunder.
Syarat-syarat zat standar primer adalah :
1. Harus mempunyai kemurnian tinggi, atau mudah dimurnikan dengan jalan dipanaskan pada
suhu 110-120oC.
2. Zat harus stabil, mudah dikeringkan dan tidak higroskopis, tidak mudah menyerap CO2 dan
tidak mudah teroksidasi oleh udara, sehingga dapat ditimbang dengan berat tetap.
3. Berat ekivalen harus tinggi, agar kesalahan dalam penimbangan dapat diminimalkan.
4. Harus mudah dan cepat larut dalam pelarut yang sesuai.
Dalam titrasi netralisasi (asam-basa), zat standar primer yang sering digunakan adalah : Na2CO3,
Na2B4O7.10H2O (boraks), asam benzoat, asam oksalat kristal (H2C2O4.2H2O) dan lain-lain. Dalam
titrasi pengendapan perak (Argentometri) digunakan NaCl dan KCl. Dalam proses titrasi reduksi
okasidasi digunakan K2Cr2O7, KBrO3, Na2C2O4.2H2O.
Contoh 7.
Untuk standarisasi larutan KMnO4, sejumlah 0,2856 g natrium oksalat murni dilarutkan dalam air,
ditambahkan asam sulfat, dan larutan dititrasi pada 70oC, diperlukan larutan KMnO4 45,1 ml.
Hitung normalitas larutan KMnO4.
5C2O42- + 2MnO4- + 16 H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
Penyelesaian :
grek KMnO4 = grek Na2C2O4
perubahan bilangan oksidasi C dari +6 dalam C2O42- menjadi +4 dalam CO2, sehingga berat
ekivalen Na2C2O4 = ½ mol = 134,0/2 = 67,00 gram
g Na 2 C 2 O 4 0,2856 285,6
grek Na2C2O4 =  grek  mgrek
Berat Ekivalen Na 2 C 2 O 4 67,0 67,0
4,2627 mgrek
VKMnO4 x NKMnO4 = 285,6 mgrek  4,2627 mgrek. NKMnO4 =  0,0945 N
67,0 45,1 ml

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-5


6. Titrasi Netralisasi
Titrasi Netralisasi meliputi : Titrasi Asidimetri terhadap larutan basa atau Titrasi Alkalimetri
terhadap larutan asam. Bertujuan menentukan banyaknya asam atau basa yang ekivalen dengan
banyaknya basa atau asam dalam larutan. Saat hal tersebut tercapai disebut titik ekivalen. Dalam
proses titrasi ini, apabila baik asam maupun basanya kedua-duanya adalah elektrolit kuat, maka pada
titik ekivalen larutan hasil titrasi bersifat netral dan mempunyai pH = 7. Tetapi jika salah satu asam
atau basanya adalah elektrolit lemah, maka garam hasil titrasi yang terjadi akan mengalami
hidrolisa, sehingga larutan garamnya tidak bersifat netral, tetapi bersifat sedikit asam atau sedikit
basa tergantung dari asam atau basanya yang merupakan elektrolit kuat. Besarnya pH larutan garam
pada titik ekivalen dihitung dengan rumus :
 Jika basanya merupakan elektrolit kuat : pH  12 pKw  12 pKa  1
2
log [G ]

 Jika asamnya merupakan elektrolit kuat : pH  12 pKw  12 pKb  1


2
log [G]
Untuk menentukan tercapainya titik ekivalen digunakan zat yang disebut indikator. Zat ini
mempunyai warna yang berbeda dalam larutan tergantung dari besarnya konsentrasi H+ dalam
larutan. Perubahan warna indikator tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan dalam suatu interval pH
yang kecil. Indikator ini disebut indikator asam-basa, yang setiap indikator mempunyai interval pH
tertentu yang besarnya tidak sama dengan indikator yang lain. Beberapa indikator dan interval
pHnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Indikator yang sering dipakai dalam proses titrasi asidi-alkalimetri
Nama Indikator Warna dalam Warna dalam Interval pH
Larutan Asam Larutan Basa
Thymol blue Merah Kuning 1,2 - 2,8
Bromophenol blue Kuning Biru 2,8 - 4,6
Methyl orange Merah Kuning 3,1 - 4,4
Bromo-cresol green Kuning Biru 3,8 - 5,4
Methyl red Merah Kuning 4,2 - 6,3
Bromo-thymol blue Kuning Biru 6,0 – 7,6
Phenol-pthalein Tak berwarna Merah 8,3 - 10,0

Menurut Oswald (1891), semua indikator umumnya adalah asam atau basa organik lemah
yang berbeda warnanya dalam bentuk molekul dan dalam bentuk ionnya. Suatu contoh sederhana
adalah p-nitrofenol, yang merupakan asam lemah dengan disosiasi sebagai berikut :
O
OH

+ H2O + H3O+

NO2
N
OH O O

tak berwarna kuning


(asam) (basa)
Apabila untuk indikator asam dinyatakan sebagai HIn dan untuk indikator basa dinyatakan
dengan InOH; maka dalam larutan encer indikator tersebut akan berada dalam keseimbangan
sebagai berikut :
HIn H+ + In- .............(1)
Warna A Warna B
[H  ] [In - ]
K ina 
[HIn]

 [HIn] [In - ]
maka : [H ]  K ina x ; sehingga pH  pK ina  log
[In  ] [HIn ]

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-6


InOH In+ + OH- ..........(2)
[In  ] [OH - ]
K inb 
[InOH]
[InOH] [In  ]
maka : [OH - ]  K inb x ; sehingga pOH  pK  log
[In  ]
inb
[InOH]

Letak kesetimbangan tergantung dari pH lingkungannya. Untuk indikator asam (lihat


persamaan 1): dalam larutan asam, ionisasi akan terhambat oleh adanya ion H+ dalam larutan asam
tersebut sehingga lebih banyak molekul HIn yang terdapat dalam larutan dari pada ion In-; maka
warna larutan lebih banyak ditentukan warna bentuk molekulnya (A) dari pada warna ion (B).
Dalam larutan basa, terdapat banyak ion OH-, ion-ion ini akan mengikat ion H+ dalam
kesetimbangan di atas, sehingga kesetimbangan bergeser ke arah kanan. Jadi dalam larutan basa
terdapat jauh lebih banyak ion In- dari pada molekul HIn dan warna larutan basa tersebut lebih
banyak ditentukan warna B.
Pada setiap pH terdapat kesetimbangan yang berbeda-beda, tergantung letak kesetimbangan
itu, maka perbandingan konsentrasi [HIn] : [In-] bermacam-macam. Artinya warna larutan
sesungguhnya merupakan warna campuran pula, yaitu campuran warna A dan B. Warna dalam
keadaan asam disebut warna asam, sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut
warana basa.
Misalnya : indikator bromotimol blue, warna asam adalah kuning, warna basa adalah biru.
Karena pada setiap pH, warna merupakan campuran dari kuning dan biru, maka di dalam trayek pH
warna bromotimol blue bervariasi menurut pHnya, dari kuning sampai biru. Tetapi mengapa diluar
trayek warna bukan warna campuran? Mengapa di bawah pH 6 warna bromotimol blue adalah
kuning sedangkan pada pH di atas 7,6 warnanya adalah biru?
[Trayek pH = interval pH dimana terjadi perubahan warna larutan indikator]
Sebabnya adalah keterbatasan kemampuan mata manusia untuk menangkap warna campuran. Kalau
salah satu warna jauh lebih kuat dari warna yang lain, maka hanya sanggup melihat yang lebih kuat.
Pada umumnya perbandingan [HIn] : [In-] = 10 atau lebih mata kita tidak sanggup melihat warna
biru , sehingga terlihat warna kuning saja. Sebaliknya pada pH lebih tinggi, perbandingan menjadi
kebalikannya yaitu [In-] : [HIn] = 10 dan warna yang terlihat adalah biru. Pada perbandingan yang
lebih besar lagi warna tetap biru yang sama.
Di dalam trayek, perbandingan [HIn] : [In-] berkisar dari 0,1 sampai 10 dan warna yang
terlihat adalah campuran kuning dan biru. Makin besar perbandingannya makin kuat warna
kuningnya, sedang perbandingan 1:1, maka warna kuning dan biru sama kuat dan kelihatan hijau.
Contoh : Suatu indikator yang bersifat asam mempunyai Ka = 10-5, warna asam merah dan warna
basa kuning. Bagaimana warnanya di dalam larutan yang pH nya berbeda-beda? Menurut uraian di
atas, warna merah tampak sewaktu [HIn] =[In-] = 10:1 dan kuning bila perbandingan 1:10. Lihat
Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh pH terhadap Warna larutan dari suatu Indikator (Ka = 10-5)
pH larutan Perbandingan [HIn] : [In-] Warna
1 10.000 : 1 Merah
2 1.000 : 1 Merah
3 100 : 1 Merah
4 10 : 1 Merah
5 1:1 Jingga trayek
6 1 : 10 Kuning
7 1 : 100 Kuning
8 1 : 1000 Kuning
9 1 : 10.000 Kuning
Dari uraian tersebut dapat diketahui, pada umumnya trayek pH indikator adalah dua satuan pH,
sebab berdasarkan kesetimbangan ionisasinya :

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-7


[H  ] [In - ] [In - ]
K ina  atau pH  pK ina  log
[HIn] [HIn ]
pada batas bawah, [HIn] : [In ] = 10, maka p{[HIn] :[In-]} = -1
-

pada batas atas, [HIn] : [In-] = 0,1, maka p{[HIn] :[In-]} = 1


Jadi batas atas trayek : pH = pKa + 1
batas bawah trayek : pH = pKa – 1
pH = dua satuan pH

6.1 Kurva Titrasi Asam-Basa


Dalam titrasi asam-basa perubahan konsentrasi ion H+ dalam larutan selama berlangsungnya
proses titrasi adalah sangat penting, terutama di daerah sekitar titik ekivalen. Dengan mengetahui
besarnya perubahan konsentrasi ion H+ disekitar titik ekivalen, maka dapat digunakan untuk
memilih jenis indikator yang paling sesuai untuk suatu proses titrasi; agar kesalahan titrasi sekecil
mungkin sehingga dapat diabaikan.
Untuk menentukan besarnya konsentrasi ion H+ atau pH larutan selama berlangsungnya titrasi,
digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
[G]
1. untuk larutan Buffer dari asam lemah dan garamnya : pH  pKa  log
[A]
[G]
2. untuk larutan Buffer dari basa lemah dan garamnya : pH  pKw - pKb - log
[B]
3. untuk larutan garam terhidrolisa dari asam lemah dan basa kuat :
pH  12 pKw  12 pKa  12 log[G]
4. untuk larutan garam terhidrolisa dari basa lemah dan asam kuat :
pH  12 pKw  12 pKb  12 log[G]
5. untuk larutan garam terhidrolisa dari asam lemah dan basa lemah :
pH  12 pKw  12 pKa  12 pKb

6.1.1 Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat


Urut-urutan dalam pembuatan Kurva titrasi netralisasi adalah sebagai berikut :
a. Menentukan besarnya pH larutan sebelum mulai titrasi.
b. Menentukan besarnya pH larutan pada setiap penambahan larutan pereaksi (larutan standar),
sampai sebelum titik ekivalen tercapai.
c. Menentukan besarnya pH larutan pada saat terjadi titik ekivalen.
d. Menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen, artinya di dalam larutan telah terdapat
kelebihan pereaksi.

Contoh : pembuatan Kurva titrasi antara 100 ml larutan HCl 0,1 N dengan larutan NaOH 0,1 N.
a. menentukan besarnya pH larutan sebelum mulai titrasi.
[HCl] = 0,1 grel/lt, maka [H+] = 0,1 grel/lt
pH = -log[H+] = - log (0,1) = 1,000
b. menentukan besarnya pH larutan pada setiap penambahan larutan pereaksi (larutan standar),
sampai sebelum titik ekivalen tercapai.
Disini, akan diberikan beberapa contoh pada penambahan NaOH sebanyak :
1) 10 ml

100 ml HCl 0,1 N = (100 ml) x (0,1 mgrek/ml) = 10 mgrek


10 ml NaOH 0,1 N = (10 ml) x (0,1 mgrek/ml) = 1 mgrek
HCl sisa = (10-1) mgrek = 9 mgrek
Volume total larutan = (100 + 10) ml = 100 ml
9 9 9 9
[HCl]sisa = mgrek/ml = mmol/ml = mol/lt, maka pH = - log = 1,088
110 110 110 110

2). 25 ml
HCl sisa = (10 – 2,5) mgrek = 7,5 mgrek

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-8


7,7 7,7
[HCl] sisa = mol/l, maka pH = - log = 1,222
125 125
3) 50 ml
HCl sisa = (10-5) mgrek = 5 mgrek
5 5
[HCl] sisa = mol/lt, maka pH = -log = 1,477
150 150
4) 75 ml
HCl sisa = (10-7,5) mgrek = 2,5 mgrek
2,5 2,5
[HCl] sisa = mol/lt, maka pH = -log = 1,845
175 175
5) 90 ml
HCl sisa = (10-9) mgrek = 1 mgrek
1 1
[HCl] sisa = mol/lt, maka pH = -log = 2,279
190 190
6) 99 ml
HCl sisa = (10-9,9) mgrek = 0,1 mgrek
0,1 0,1
[HCl] sisa = mol/lt, maka pH = -log = 3,299
199 199
7) 99,9 ml
HCl sisa = (10-9,99) mgrek = 0,01 mgrek
0,01 0,01
[HCl] sisa = mol/lt, maka pH = -log = 4,301
199,9 199,9

c. Menentukan besarnya pH larutan pada saat terjadi titik ekivalen


Pada titik ekivalen, banyaknya mgrek HCl adalah sama banyaknya dengan mgrek NaOH.
Karena baik HCl maupun NaOH keduanya adalah elektrolit kuat, maka larutan garam NaCl yang
terjadi bersifat netral dan pHnya tepat = 7,0. Volume larutan NaOH yang ditambahkan = 100 ml.
d. Menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen.
Disini akan diberikan contoh, pada penambahan NaOH sebanyak :
1) 101 ml
100 ml HCl 0,1 N = 10 mgrek
101 ml NaOH 0,1 N = 10,1 mgrek
Maka kelebihan NaOH = (10,1 – 10) mgrek = 0,1 mgrek.
0,1
[NaOH] sisa = mol/lt, maka pOH = 3,303. Jadi pH = 14- 3,303 = 10,697
201
2) 110 ml
100 ml HCl 0,1 N = 10 mgrek
110 ml NaOH 0,1 N = 11 mgrek
Maka kelebihan NaOH = (11 – 10) mgrek = 1 mgrek.
1
[NaOH] sisa = mol/lt, maka pOH = 2,322. Jadi pH = 14- 2,322 = 11,678
210
Dari besarnya harga-harga pH larutan terhadap perubahan volume larutan, kemudian disusun tabel
seperti terlihat pada Tabel 3 dan selanjutnya dibuat Kurva titrasinya. Agar supaya Kurva cukup baik
maka harga-harga pH larutan yang dihitung harus cukup banyak, terutama harga-harga pH larutan
disekitar titik ekivalen.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-9


Tabel 3. Besarnya harga pH pada titrasi 100 ml larutan HCl dengan larutan NaOH yang
normalitasnya sama.
NaOH yang pH larutan pH larutan pH larutan
ditambahkan untuk 1,0 N untuk 0,1 N untuk 0,01 N
(ml)
0 0.000 1.000 2.000
10 0.088 1.088 2.088
25 0.222 1.222 2.222
50 0.477 1.477 2.477
75 0.845 1.845 2.845
90 1.279 2.279 3.279
95 1.591 2.591 3.591
99 2.299 3.299 4.299
99.5 2.601 3.601 4.601
99.9 4.301 5.301 6.301
100 7.000 7.000 7.000
101 11.697 10.697 9.697
105 12.387 11.387 10.387
110 12.678 11.678 10.678
125 13.046 12.046 11.046

14

12

10

8
pH

0
0 50 100 150 200
NaOH yang ditam bahkan (m l)

Gambar 1. Grafik titrasi 100 ml larutan HCl


dengan larutan NaOH pada konsentrasi yang sama

Dari Tabel 3 dan Gambar 1, terlihat bahwa pada permulaan titrasi pH larutan bertambah sangat
lambat, tetapi setelah penambahan pereaksi 99 ml sampai 101 ml bertambahnya pH larutan
sangat cepat, yaitu kira-kira 9 satuan pH untuk larutan 1 N; 7 satuan pH untuk larutan 0,1 N dan
5 satuan pH untuk larutan 0,01N.
Berarti pada titrasi tersebut dapat digunakan indikator-indikator dengan trayek pH = 4 sampai
10. Indikator tersebut antara lain : bromo-cresol green, methyl red dan phenol pthalein.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-10


6.1.2 Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
Pembuatan Kurva titrasi ini pada prinsipnya sama dengan pembuatan Kurva titrasi antara asam
kuat dan basa kuat, artinya urut-urutannya sama seperti yang telah disebutkan pada hal (8),.
meskipun cara perhitungan sedikit berbeda.
Untuk lebih jelasnya, diberikan contoh cara perhitungan dan cara pembuatan Kurva titrasi
netralisasi antara 100 ml larutan H.C2H3O2 0,1 N yang Ka nya = 1,82 x 10-5 dengan larutan basa
kuat NaOH 0,1 N.
a. menentukan besarnya pH larutan sebelum mulai titrasi
pH larutan H.C2H3O2 0,1 N sebelum titrasi dimulai.
-3
Rumus : [H+] = Ka x C  1,82 x 10 -5 x 0,1  1,35 x 10
pH = - log 1,35 x 10-3 = 2,873

b. menentukan besarnya pH larutan pada setiap penambahan larutan pereaksi (larutan standar),
sampai sebelum titik ekivalen tercapai.
Akan diberikan bbeberapa contoh perhitungan pada penambahan NaOH sebanyak :
1) 10 ml
100 ml H.C2H3O2 0,1 N = (100 ml) x (0,1 mgrek/ml) = 10 mgrek
10 ml NaOH 0,1 N = (10 ml) x (0,1 mgrek/ml) = 1 mgrek
NaC2H3O2 terbentuk = 1 mgrek
H.C2H3O2 sisa = (10-1) mgrek = 9 mgrek
Volume total larutan = (100 + 10) ml = 110 ml
Jadi di dalam larutan terdapat campuran asam lemah (H.C2H3O2) dan garamnya
(Na.C2H3O2). campuran ini disebut larutan buffer. Sehingga untuk menghitung ph
[G]
digunakan rumus : pH  pKa  log
[A]
1
= - log 1,82 x 10-5 + log 110
9
110
= 4,7399 -0,9542 = 3,786
2) 25 ml
2,5
pH = 4,7399 + log
7,5
= 4,2799 – 0,4771 = 4,263
3) 50 ml ( disebut juga saat larutan setengah netral)
5
pH = 4,7399 + log , jadi pH = 4,7399 ( atau pH = pKa)
5
4) 90 ml
9
pH = 4,7399 + log = 4,7399 + 0,9542 = 5,694
1
c. menentukan besarnya pH larutan pada saat terjadi titik ekivalen
pada titik ekivalen banyaknya mgrek adam adalah sama dengan banyaknya mgrek basa yang
ditambahkan. Oleh karenanya baik H.C2H3O2 maupun NaOH habis bereaksi dan membentuk
10
garam Na.C2H3O2. Konsentrasi Na.C2H3O2 = mgrek/ml  0,05 mol/lt
200
pH  12 pKw  12 pKa  12 log[G]
pH = 1
2
x 14  1
2
x 4,7399  1
2
x log 0,05  8,7195

d. menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen, artinya di dalam larutan telah terdapat
kelebihan pereaksi.
Disini akan diberikan contoh, pada penambahan NaOH sebanyak :
1) 101 ml
100 ml H.C2H3O2 0,1 N = 10 mgrek
101 ml NaOH 0,1 N = 10,1 mgrek

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-11


Maka kelebihan NaOH = (10,1 – 10) mgrek = 0,1 mgrek.
0,1
[NaOH] sisa = mol/lt, maka pOH = 3,303. Jadi pH = 14- 3,303 = 10,697
201
2) 110 ml
100 ml H.C2H3O2 0,1 N = 10 mgrek
110 ml NaOH 0,1 N = 11 mgrek
Maka kelebihan NaOH = (11 – 10) mgrek = 1 mgrek.
1
[NaOH] sisa = mol/lt, maka pOH = 2,322. Jadi pH = 14- 2,322 = 11,678
210

Tabel 4. Besarnya harga pH pada titrasi 100 ml


larutan H.C2H3O2 0,1 N (Ka = 1,82 x 10-5 )
dengan larutan NaOH 0,1 N

NaOH yang
pH larutan
ditambahkan (ml) 14
0 2.873
10 3.786 12

25 4.263
10
50 4.740
75 5.217 8
pH

90 5.694
95 6.019 6

99 6.736
4
99.5 7.039
99.9 7.739
2
100 8.719
101 10.697 0
105 11.387 0 50 100 150 200
110 11.678 NaOH yang ditambahkan (ml)

125 12.046
Gambar 2. Grafik titrasi 100 ml larutan
150 12.301
H.C2H3O2 0,1 N (Ka = 1,82 x 10-5 )
175 12.436 dengan larutan NaOH 0,1 N
200 12.523

Dari Tabel.4 dan Gambar 2, dapat diketahui bahwa besarnya pH pada titik ekivalen
tercapai adalah 8,719; sedangkan besarnya pH larutan pada saat penambahan NaOH 99 ml dan
101 ml adalah 6,736 dan 10,697. Ini berarti bahwa dalam titrasi antara H.C2H3O2 dengan NaOH
yang normalitasnya masing-masing 0,1 N, maka indikator-indikator yang dapat digunakan
adalah indikator yang perubahan warnanya pada pH sedikit basa yaitu : phenolphtalein (8,3-
10), timol pthalein (8,3-10,5) atau timol blue (8,0-9,6). Apabila digunakan indikator methyl
orange (3,1-4,4) atau metil merah (4,2-6,3), maka kesalahan titrasi yang terjadi lebih dari 1%.

6.1.3 Kurva Titrasi Basa Lemah dengan Asam Kuat


Pembuatan Kurva titrasi ini pada prinsipnya sama dengan pembuatan Kurva titrasi antara asam
lemah dengan basa kuat. Perbedaannya terletak pada penggunaan rumus-rumuss yang
digunakan. Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah :
a. sebelum titrasi dimulai : pH = pKw – pOH
pH = pKw –(-log Kb x C )
b. pada setiap saat sebelum titik ekivalen tercapai, terbentuk larutan buffer :

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-12


[G]
pH = pKw –pKb – log
[B]
c. pada saat titik ekivalen tercapai, terbentuk larutan garam terhidrolisa :
pH  12 pKw  12 pKb  12 log[G]
d. setelah titik ekivalen tercapai, atau kelebihan pereaksi. Maka dengan menghitung
kelebihan asamnya. Karena asamnya adalah elektrolit kuat, maka untuk menentukan pH
larutan adalah : pH = - log [H+].

Tabel 5. Harga pH larutan pada titrasi 100 ml


larutan NH4OH 0,1 N (Kb = 1,80 x 10-5)
dengan larutan HCl 0,1 N.

HCl yang 14
ditambahkan pH
(ml)
0 11.127 12

10 10.214
10
25 9.737
50 9.260
8
75 8.783
pH

90 8.306
6
95 7.981
99 7.264
4
99.5 6.961
99.9 6.261
2
100 5.281
101 3.303 0
102 3.004 0 50 100 150 200
105 2.613 HCl yang ditambahkan (ml)
110 2.322
125 1.954 Gambar 3. Grafik titrasi 100 ml larutan
150 1.699 NH4OH 0,1 N (Kb = 1,80 x 10-5) dengan
175 1.564 larutan HCl 0,1 N.
200 1.477

Dari Tabel.5 dan Gambar 3, dapat diketahui bahwa besarnya pH pada titik ekivalen tercapai adalah
5,281; sedangkan besarnya pH larutan pada saat penambahan HCl 99 ml dan 101 ml adalah 7,264
dan 3,303. Ini berarti bahwa dalam titrasi antara NH4OH dengan HCl yang normalitasnya masing-
masing 0,1 N, maka indikator-indikator yang dapat digunakan adalah indikator yang perubahan
warnanya pada pH sedikit asam, seperti misalnya : metil orange (3,1-3,4); bromo-cresol green (3,8-
5,4); methyl red (4,2-6,3).

6.2 Titrasi Asam Polibasis dengan Basa Kuat


Gambar 6 menunjukkan kurva titrasi asam oksalat dengan NaOH. Terlihat dua buah titik
ekivalen; yang pertama tampak kurang jelas, yang kedua sangat curam kurvanya. Dua titik ekivalen
ini sesuai dengan adanya dua buah ion H+ yang dilepaskan oleh asam oksalat. Satu ion H+
dinetralkan sampai hampir semua molekul kehilanagn ion H+ pertama, baru ion H+ yang kedua
bereaksi, sesuai persamaan reaksi :
H2C2O4 + NaOH H2O + NaHC2O4 ( titik ekivalen pertama)
NaHC2O4 + NaOH H2O + Na2C2O4 (titik ekivalen kedua)
Bila asam sulfat dititrasi dengan NaOH dan dibuat kurva titrasi (Gambar 8) maka tidak diperoleh
dua titik ekivalen, melinkan hanya satu, serupa dengan kurva titrasi HCl oleh NaOH (lihat Gambar

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-13


1). Ini bukan karena H2SO4 hanya dinetralkan satu ion-nya, tetapi karena H2SO4 adalah asam kuat
sehingga ion H kedua sudah dilepaskan sebelum yang pertama habis dititrasi. Jadi yang menentukan
bentuk kurva titrasi buka semata-mata jumlah ion H+ yang dapat dinetralkan, tetapi kekuatan asam
yang bersangkutan dan perbedaan harga Ka1 dan Ka2nya. Bila Ka1/Ka2 besarnya 10-4 atau lebih,
maka baru terdapat dua buah titik ekivalen yang jelas terpisah satu dari yang lain. Disamping itu
kecuraman kurva pada titik ekivalen juga jelas.
Untuk titrasi asam lemah dibasis dengan basa kuat, Besarnya pH larutan pada :
1 1
 titik ekivalen pertama : pH = pK a1  pK a2 , (3)
2 2
1 1 1
 titik ekivalen kedua : pH = pK w  pK a2  log[G] (4)
2 2 2

Persamaan (3) tidak hanya berlaku untuk menentukan besarnya pH larutan pada titik ekivalen
pertama pada titrasi asam lemah dibasis tetapi dapat juga digunakan untuk menghitung besarnya pH
larutan pada titik ekivalen pertama dan kedua asam lemah tribasis dengan basa kuat. Sebagai contoh,
apabila larutan 0,1 N asam phospat (H3PO4) yang harga Ka1, Ka2 dan Ka3 berturut-turut : 7,5 x 10-
3
, 6,2 x 10-8 dan 5,0 x 10-13 ditirasi dengan 0,1 N larutan basa kuat, maka besarnya pH larutan pada
saat tercapai titik ekivalen adalah sebagai berikut :
1 1 1
a. titik ekivalen pertama, pH = pK a1  pK a2 = (2,1249  7,2076 )  4,66
2 2 2
1 1 1
b. titik ekivalen pertama, pH = pK a2  pK a3 = (7,2076  12,301)  9,754
2 2 2
1 1 1
c. titik ekivalen kedua adalah : pH = pK w  pK a3  log[G]
2 2 2
1
= 7 + 6,15 + log( 0,025) = 12,3489
2
adapun grafiknya titrasinya disajikan pada Gambar (8) dan indikator yang dapat digunakan pada
proses titrasi tersebut antara lain : methyl orange (titik ekivalen pertama), timol pthalein atau phenol
pthalein (titik ekivalen kedua) sedang untuk titik ekivalen ketiga misalnya trapaeolin O.

14
14

12
12

10 10

8 8
pH

pH

6 6

4
4

2
2

0
0 50 100 150 0
0 50 100 150
Volume NaOH (ml) volume NaOH (ml)

Gambar 6 Kurva titrasiAsam oksalat Gambar 7. Kurva titrasi H2SO4


dengan NaOH dengan NaOH

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-14


14 14

12 12

10 10

8 8

pH
pH

6 6

4 4

2 2

0 0
0 50 100 150 0 50 100 150
volum e NaOH (m l) volum e HCl (m l)

Gambar 8. Kurva titrasi H3PO4 dengan Gambar 9 Kurva titrasi Na2CO3 dengan HCl
NaOH

6.3.1 Titrasi Na2CO3 dengan HCl


Kalau Na2CO3 dititrasi dengan HCl, maka akan terjadi dua tahap reaksi juga dan kurva titrasinya
menunjukkan dua bagian yang curam yang cukup terpisah satu sama lain (lihat Gambar 9.). Reaksi
yang terjadi adalah :
Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3 (titik ekivalen pertama, pH =8,35)
NaHCO3 + HCl NaCl + H2CO3 (titik ekivalen kedua, pH = 3,9)
Besarnya pH larutan pada :
1 1
 titik ekivalen pertama : pH = pK a1  pK a2 ,
2 2
1 1
 titik ekivalen kedua : pH = pK a1  log C asam .
2 2
Titik ekivalen pertama dapat ditunjukkan dengan indikator pheenolphtalein, yaitu warna merah
hilang, sedang titik ekivalen kedua dapat ditunjukkan dengan metil jingga.

6.3.2 Titrasi Campuran NaOH dan Na2CO3


Apabila dalam suatu larutan terdapat campuran antara NaOH dan Na2CO3, maka banyaknya masing-
masing komponen tersebut dapat ditentukan dengan cara titrasi menggunakan HCl sebagai larutan
standarnya. Dalam hal ini akan terjadi dua titik ekivalen, sesuai reaksi berikut :
Pada titik ekivalen pertama : NaOH + HCl NaCl + H2O. (indikator pp)
Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3 (indikator pp)
Pada titik ekivalen kedua : NaHCO3 + HCl NaCl + H2CO3 (indikator metil jingga)
Titik ekivalen pertama pada pH = 8,31 dan pada titik ekivalen kedua pH = 3,84.
Titrasi ini menunjukkan jumlah bersama dua komponen campuran. Mula-mula titrasi dilakukan
menggunakan indikator pp, kalau setelah warna merah hilang(titik ekivalen pertama) dan ditambah
metil jingga dan titrasi dilanjutkan sampai terjadi perubahan warna metil jingga (titik ekivalen
kedua), volume titran untuk mencapai titik ekivalen kedua ini adalah jumlah yang diperlukan untuk
merubah NaHCO3 menjadi H2CO3. Maka apabila titran yang dipakai pada titik ekivalen pertama = a
ml dititrasi dan untuk mencapai titik ekivalen kedua = b ml. Maka banyaknya :
NaOH = (a-b) x N mgrek = (a-b) x N mmol
Na2CO3 = 2 x b x N mgrek = b x N mmol
6.3.3 Titrasi Campuran NaHCO3 dan Na2CO3

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-15


Banyaknya masing-masimg komponen yang terdapat dalam larutan yang mengandung NaH CO3
dan Na2CO3 dapat dilakukan dengan cara titrasi menggunakan larutan standar HCl. Reaksi yang
terjadi adalah :
Pada titik ekivalen pertama : Na2CO3 + HCl NaCl + NaHCO3 (indikator pp)
Pada titik ekivalen kedua : NaHCO3 + HCl NaCl + H2CO3 (indikator metil jingga)

NaHCO3 (asli) + HCl NaCl + H2CO3 (indikator metil jingga)

Besarnya pH pada titik ekivalen pertama = 8,31 dan pada titik ekivalen kedua = 3,84. Apabila
titran yang dipakai pada titik ekivalen pertama = a ml dan titik ekivalen kedua = b ml. Maka
banyaknya masing-masing komponen adalah :
2a x N mmol
Na2CO3 = 2a ml x N mgrek =
2

NaHCO3 = (b-a) x N mgrek = (b-a) x N mmol

Zat standar primer untuk titrasi netralisasi (asidi-alkalimetri)


Beberapa zat standar primer yang paling banyak digunakan.
Standar Asam
a. Natrium karbonat kristal, Na2CO3 (BM =105,96)
b. Borax atau natrium tetraborat dekahidrat, Na2B2O7.10H2O (BM = 381,4)
Standar basa
a. Asam oksalat kristal, H2C2O4 (BM = 126)
b. Asam sulfamat, HSO3.NH2 (BM = 97,09)
c. Kalium Ftalat asam, C6H4(COO)(COOK), (BM = 204,2)

Contoh 7.
Asam benzoat adalah suatu asam lemah monobasis, mempunyai Ka = 6,6 x 10-5 pada suhu kamar.
Apabila 61 mg asam tersebut dilarutkan dalam 50 ml aquadest, kemudian larutannya dititrasi dengan
larutan basa standar 0,05 N, hitunglah :
a. molaritas dan pH asam tersebut
b. pH larutan pada saat setengah netral dan pada saat titik ekivalen
c. volume NaOH yang ditambahkan sehingga pH larutan menjadi 11,301
Penyelesaian :
a. 61 mg C6H5COOH = 61/122 = 0,5 mmol
1000
molaritas larutan asam benzoat = x 0,5 mmol/ml = 0,01 mmol/ml = 0,01 mol/lt
50
[H+] = Ka x [C 6 H 5 COOH]  6,6 x 10 -5 x 0,01  8,124 x 10 -4 mol/lt
pH = -log [H+]
= -log 8,124 x 10-4 = 3,0902

b. pada saat setengah netral, jumlah asam = jumlah garam, sehingga : pH = pKa
pH = - log 6,6 x 10-5 = 4,1805
pada titik ekivalen pH  12 pKw  12 pKa  12 log[G]
(50 x 0,01)
pH = 7 + ½ x 4,1805 + ½ log
60
= 7 + 2,09025 -1,0396 = 8,0507
c. andaikan banyaknya larutan NaOH yang ditambahkan = a ml , maka :
50 ml C6H5COOH 0,01 M = 0,5 mol
a ml NaOH 0,05 N = 0,05 a mgrek
NaOH sisa dalam (50 + a) ml larutan = (0,05a – 0,5)mgrek
(0,05a  0,5)
Konsentrasi ion OH- dalam (50 + a) ml larutan = mol/lt
(50  a)
(0,05a  0,5)
pOH = -log , pH = 14- pOH
(50  a)

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-16


(0,05a  0,5)
11,301 = 14 + log , sehingga a = 12,5 ml
(50  a)
jadi volume NaOH yang telah ditambahkan = 12,5 ml
Contoh 8.
Kristal NaOH murni diampur dengan serbuk NaHCO3 murni dengan perbandingan 2:1. Campuran
dilarutkan dalam aquades sampai homogen. Selanjutnya larutan dititrasi dengan HCl standar, mula-
mula dengan indikator pp; kemudian dengan indikator m.o. Hitunglah perbandingan volume larutan
HCl yang digunakan untuk titrasi dengan indikator pp dan dengan indikator m.o.
Penyelesaian :
Diandaikan banyaknya kristal NaOH = 2a gram dan NaHCO3 = a gram. Maka : 2a gram NaOH =
2000a/40 mmol = 50 mmol; a gram NaHCO3 = 1000a/84 mmol = 11,9 mmol.
Di dalam larutan terjadi reaksi sebagai berikut :
NaOH + NaHCO3 Na2CO3 + H2O
Menurut reaksi di atas maka maka di dalam larutan terkandung :
Na2CO3 = 11,9a mmol dan NaOH = (50a – 11,9a) = 38,1a mmol.
Bial banyaknya volume larutan HCl yang digunakan dengan indikator pp = x ml dan dengan
indikator m.o = y ml, maka :
(x-y) : y = 38,1 : 11,9; jadi : 11,9 x = 50 y sehingga x : y = 50 : 11,9.
Jadi perbandingan volume larutan HCl untuk p. p dan m.o = 50 : 11,9.

6.4 Penerapan Titrasi Asam-Basa


6.4.1 Penentuan Nitrogen secara Kjeldahl
Cara ini penting untuk penentuan kadar protein dan sudah merupakan prosedur baku. Pada
prinsipnya, bahan dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut
sebagai tahap digestion. Disini nitrogen diubah menjadi ion amonium. Pada tahap berikutnya,
larutan ditambah basa kuat sehingga bereaksi basa lalu didestilasi. Proses ini membebaskan gas
amoniak serta memindahkannya ke dalam destilat. Hasil destilasi tersebut ditampung dalam larutan
HCl standar yang jumlahnya sudah diketahui untuk mengikat NH3 tersebut dan setelah destilasi
selesai, destilat dititrasi dengan NaOH standar untuk menentukan kelebihan asam. Selisih HCl yang
ditambahkan dengan yang dititrasi merupakan jumlah yang diikat oleh NH3 sehingga dapat dihitung
berapa NH3 yang terdestilasi, dan dengan demikian berapa N di dalam bahan yang dianalisa dapat
dihitung. Untuk memperoleh % protein, nilai % N tersebut dikalikan dengan suatu faktor empiris
6,25. Kebanyakan protein mengndung kadar N hampir sama yaitu sekitar 16%.
Dalam metoda modifikasi Winkler, NH3 ditangkap dengan asam borat yang tidak perlu
diukur tepat volumenya. Garam amonium borat yang terbentuk kemudian dititrasi dengan larutan
HCl standar.
Reaksi-reaksi :
a. protein + oksidator NH4- + CO2 + H2O + lain-lain [digestion]
- -
b. NH4 + OH H2O + NH3 [destilasi]
c. NH3 + HCl berlebih NH4Cl [penampungan]
d. HCl sisa + NaOH NaCl + H2O [titrasi]
atau
c. NH3 + HBO2 NH4BO2 [penampungan]
d. NH4BO2 + HCl HBO2 + NH4Cl [titrasi]

6.4.2 Penentuan Bilangan Asam dalam Minyak


Bilangan asam menyatakan jumlah miligram alkali (KON atau NaOH) yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak.
Prosedurnya meliputi melarutkan sejumlah minyak/lemak dalam pelarut alkohol, kemudian
campuran dipanaskan dampai mendidih selama  10 menit untuk melarutkan asam lemak bebas
dalam pelarutnya. Setelah dingin, larutan tersebut dititrasi dengan larutan KOH standar. Reaksi
yang terjadi pada proses titrasi adalah :
RCOOH (asam lemak bebas) + KOH RCOOK + H2O
6.4.3 Penentuan Bilangan Penyabunan Minyak

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-17


Bilangan penyabunan menyatakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan
sejumlah minyak atau lemak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam jumlah miligram KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak.
Prosesnya berturut-turut adalah menyabunkan sejumlah minyak menggunakan larutan KOH
alkoholis yang jumlahnya diketahui, penyabunan dilakukan dengan mendidihkan campuran tersebut
selama  2 jam sampai diperoleh larutan yang jernih dan homogen. Setelah larutan dingin kemudian
dititrasi dengan HCl standar untuk menentukan kelebihan KOH. Selisih KOH yang ditambahkan
dengan yang dititrasi merupakan jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak. Reaksi
– reaksi :
a. reaksi penyabunan
CH2 OOCR CH2OH
CH OOCR + 3KOH 3 RCOOK + CH OH
CH2 OOCR CH2OH
Minyak sabun gliserol
b. titrasi
KOH sisa + HCl KCl + H2O

6.4.4 Campuran Karbonat


Apabila dibuat campuran antara natrium hidroksida, natrium karbonat dan natrium
bikarbonat, maka dengan titrasi dapat diketahui, apakah terdapat zat tunggal atau campuran. Dalam
hal ini hanya dua zat yang dapat ditemukan dalam campuran, karena kemungkinan adanya zat-zat
yang bereaksi diantara zat-zat yang dicampur. Misalnya : bila NaOH dan NaHCO3, pasti terjadi
reaksi membentuk Na2CO3. maka hasil akhir dapat merupakan zat tunggal yaitu Na2CO3 atau
NaOH bercampur dengan NaHCO3 dan Na2CO3, tergantung dari zat manakah yang lebih banyak
ketika dicampurkan. Cara titrasi campuran ini sudah dibicarakan.

7. Titrasi Pengendapan dan Pembentukan Kompleks


Titrasi Pengendapan yaitu suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya suatu
endapan. Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak sebanyak titrasi yang melibatkan reaksi
netralisasi (asam-basa). Titrasi ini terbatas pada pengendapan ion perak dengan anion halogen dan
tiosianat Salah satu alasan mengapa penggunaan reaksi ini terbatas adalah kurangnya indikator
yang cocok.
Suatu proses titrasi yang menggunakan garam Argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan
standar disebut proses titrasi Argentometri. Dalam titrasi Argentometri, larutan AgNO3 digunakan
untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida. Kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dapat
membentuk suatu endapan dan atau senyawa kompleks, sesuai dengan reaksi berikut :
NaHal + Ag+ AgHal(s) + Na+
Zat standar primer dalam titrasi Argentometri : AgNO3, NaCl atau KSCN.

7.1 Kurva Titrasi


Kurva titrasi pengendapan dibuat untuk megetahui perubahan konsentrasi ion Cl- selama proses
titrasi. Urut-urutannya sama dengan pembuatan kurva titrasi asam-basa. Perhitungan didasarkan
pada tetapan hasil kali kelarutan.
Sebagai contoh : pembuatan Kurva titrasi antara larutan NaCl 0,1 N sebanyak 50 ml yang dititrasi
dengan larutan AgNO3 0,1 N.
a. menentukan besarnya pCl sebelum titrasi
larutan NaCl = 0,1 N
[Cl-] = 0,1 N = 0,1 M
pCl = - log [Cl-] = - log 0,1 = 1
b. menentukan besarnya pCl pada setiap penambahan AgNO3 sebelum titik ekivalen
1) 10 ml AgNO3
50 ml NaCl 0,1 N = 5 mgrek
10 ml AgNO3 0,1 N = 1 mgrek

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-18


4 4
NaCl sisa = (5-1) = 4 mgrek, maka [NaCl] sisa = mmol/ml = mmol/ml
(50  10) 60
4
[Cl-] = mmol/ml
60
4
pCl = - log  1,17
60
2) 49 ml
(5  4,9)
[Cl  ]  mmol/ml = 1,0 x 10-4
99
pCl = 4.
c. Pada saat titik ekivalen, dicapai pada penambahan 50 ml AgNO3.
Pada saat titik ekivalen tercapai, terjadi pengendapan AgCl secara sempurna, sehingga diperoleh
larutan jenuh AgCl, dimana besarnya konsentrasi ion Ag+ sama dengan besarnya konsentrasi
ion Cl-.
[Cl-] = [Ag+] = KspAgCl = 1,0 x 10 -10  10 -5
pCl = 5.
d. Setelah titik ekivalen tercapai atau kelebihan pereaksi. Konsentrasi ion Ag+ berlebih.
1) 60 ml AgNO3
50 ml NaCl 0,1 N = 5 mgrek
60 ml AgNO3 0,1 N = 6 mgrek
Kelebihan AgNO3 = (6-5) mgrek = 1 mgrek
1
[Ag+] = mgrek/ml
110
pAg = 2,04
pCl + pAg = 10
pCl = 10-2,04 = 7,96

Tabel 6. Titrasi 50 ml NaCl 0,10 M dengan


AgNO3 0,10 M
-
AgNO3 [Cl ] pCl 9
0.0 0.1 1.00 8
10.0 0.067 1.17
7
20.0 0.043 1.37
6
30.0 0.025 1.60
5
pCl

40.0 0.011 1.96


4
49.0 0.0001 4.00
3
50.0 0.00001 5.00
2
50.1 0.000001 6.00
1
51.0 0.0000001 7.00
0
60.0 0.000000011 7.96
0 20 40 60 80 100
70.0 0.0000000060 8.22
m l AgNO3
80.0 0.0000000043 8.36
90.0 0.0000000035 8.46 Gambar 10. Kurva titrasi NaCl 0,1 M
100.0 0.0000000030 8.52 dengan AgNO3 0,1 M

7.2 Cara menentukan/memilih indikator dalam titrasi Argentometri.


Untuk menentukan tercapainya titik ekivalen dalam titrasi Argentometri dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya :
a. pembentukan endapan berwarna
b. pembentukan ion kompleks berwarna
c. menggunakan indikator adsorbsi

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-19


Pada bagian ini hanya akan dibahas cara a dan b.

7.2.1 Pembentukan Endapan Berwarna


Metoda ini dikemukakan oleh Mohr (1856), sehingga cara ini lebih dikenal dengan proses
titrasi Argentometri Metoda Mohr.
Dengan cara ini, ke dalam larutan netral yang mengandung ion Halogen, misalnya Cl- ditambahkan
sedikit larutan kalium kromat (K2Cr2O4) sebagai indikator, baru kemudian dititrasi dengan larutan
AgNO3 standar. Pada saat titik akhir titrasi ion kromat (CrO42-) akan bereaksi dengan ion Ag+
membentuk endapan berwarna merah dari garam Ag2Cr2O4, sesuai reaksi berikut :
Cr2O42- + 2 Ag+ Ag2Cr2O4(s)
Pada saat ini di dalam larutan terdapat dua jenis garam sukar larut, yaitu AgCl dengan Ksp = 1,2 x
10-10 dan Ag2Cr2O4 dengan Ksp = 1,7 x 10-12. Untuk mengetahui berapa besarnya konsentrasi
larutan K2Cr2O4 yang harus digunakan sebagai indikator, perhatikan perhitungan berikut ini :
Misalnya pada titrasi larutan NaCl 0,1 N dengan larutan AgNO3 standar 0,1 N; sebelum titrasi
dimulai, ke dalam larutan NaCl ditambahkan beberapa ml larutan K2Cr2O4 encer. Karena [Cl-]
dalam larutan relatif cukup besar, yaitu 0,1 N, sehingga pada saat penambahan ion Ag+, yang akan
mengendap adalah garam AgCl. Pada saat garam Ag2Cr2O4 mulai mengendap, di dalam larutan
terdapat dua jenis garam sukar larut dalam keadaan setimbang.
Karena Ksp AgCl = [Ag+] x [Cl-] = 1,2 x 10-10, dan Ksp Ag2Cr2O4 = [Ag+]2 x [Cr2O42-] = 1,7 x 10-12,
jadi perbandingan [Cl-] dan [Cr2O42-] adalah :
[Cl  ] 2 1,44 x 10 -20 [Cl  ] 2
  8,47 x 10 9 atau [Cr2 O 4 2- ] 
[CrO 4 2- ] 1,7 x 10 -12 8,47 x 10 -9
pada titik ekivalen, besarnya [Cl-] = Ksp AgCl  1,1 x 10 -5 mol/lt. Sehingga seandainya ion CrO42-
terendapkan tepat pada titik ekivalen, maka besarnya konsentrasi ion CrO42- adalah : [CrO42-] =
(1,1 x 10 -5 ) 2 1,7 x 10 -12
 1,40 x 10 -2
mol/lt.  0,02 M  1,40 x 10 -2 mol/lt.
8,47 x 10 -9 (1,1 x 10 -5 ) 2
Tetapi dalam praktek tidak dapat digunakan konsentrasi setinggi itu, karena endapan Ag2CrO4 tidak
dapat terlihat jelas (karena terganggu warna kuning dari ion kromat (CrO42-)). Biasanya konsentrasi
yang diguankan adalah 0,005 – 0,01 M. Kesalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan konsentrasi
ini sangat kecil.

Titrasi metoda Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH 6 - 10. Dalam larutan asam, konsentrasi
ion kromat akan sangat terkurangi sesuai reaksi berikut :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4- Cr2O72- + H2O
Sehingga Ksp Ag2CrO4 tidak terlampaui.
Sebaliknya pada kondisi basa, akan terjadi endapan AgOH, yang Ksp nya = 2,3 x 10-8.
2Ag+ + 2OH- 2 AgOH(s) Ag2O(s) + H2O

Pembentukan Ion Kompleks Berwarna


Metoda ini dikemukakan oleh Volhard (1878), untuk menitrasi kelebihan ion Ag+ dalam
larutan bersifat asam, dengan larutan garam kalium thiosianat standar menggunakan ion besi (III)
sebagai indikator.
Ag+ + SCN- AgSCN(s)
Fe3+ + 6 SCN- {Fe(SCN)6}3+ (merah)
Dengan metoda ini, ke dalam larutan garam halogen yang akan ditentukan ditambahkan larutan
AgNO3 standar berlebih. Untuk menentukan banyaknya kelebihan ion Ag+, ke dalam larutan
ditambahkan garan feri sebagai indikator, kemudia larutan dititrasi dengan larutan KCNS standar.
Titik ekivalen ditandai dengan terbentuknya warna merah larutan karena tebentuk ion kompleks
{Fe(SCN)6}3+. Dengan mengetahui banyaknya mgrek larutan AgNO3 standar yang ditambahkan,
dan banyaknya mgrek larutan KCNS yang diperlukan dalam titrasi, maka banyaknya garam halogen
dapat dihitung.
Apabila garam halogen tersebut adalah dari ion Cl-, reaksi yang terjadi dalam larutan adalah :

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-20


Cl- + Ag+ AgCl
Ag+ + SCN- AgSCN
Dengan terjadinya reaksi-reaksi tersebut dalam larutan terdapat dua jenis endapan sukar larut yaitu
AgCl dan AgSCN dalam keadaan seimbang, sehingga perbandingan antara ion Cl- dan ion SCN-
adalah :
[Cl  ] Ksp AgCl 1,2 x 10 -10
   170
[SCN ] Ksp AgSCN 7,1 x 10 -13
Karena hasil perbandingan kedua ion tersebut cukup besar, ketika kelebihan ion Ag+ telah bereaksi
dengan ion CSN-, maka kelebihan ion SCN- akan bereaksi dengan endapan AgCl; sedemikian
sehingga perbandingan antara [Cl-] dengan SCN- dalam larutan = 170. hal ini disebabkan karena
AgSCN relatif sukar larut dibandingkan dengan AgCl.
AgCl + SCN- AgSCN + Cl-
Peristiwa ini menimbulkan kesalahan yang cukup serius. Maka reaksi antara ion SCN- dengan AgCl
harus dicegah dengan cara, antara lain
1. Endapan AgCl disaring, kemudian filtrat yang mengandung kelebihan ion Ag+ dititrasi
dengan larutan SCN- standar.
2. Ke dalam larutan yang telah mengandung endapan AgCl ditambahkan sedikit cairan
pelindung nitrobenzena dan digojog untuk mengumpulkan endapan; selanjutnya larutan
dititrasi dengan laritan SCN- standar.
Pada penetapan bromida dan iodida kesulitan tersebut di atas tidak terjadi, karena Ksp AgBr hampir
sama dengan AgSCN.
[Br  ] Ksp AgBr 3,5 x 10 -13
   0,5.
[SCN  ] Ksp AgSCN 7,1 x 10 -13
Untuk iodida Ksp AgI lebih kecil dari pada Ksp AgSCN, sehingga tidak terdapat kesukaran dalam
menentukan titik akhir titrasi.

Contoh 1.
Suatu sampel seberat 0,8165 g yang mengandung ion klorida dianalisis dengan metoda Volhard.
Sampel dilarutkan dalam air dan ditambahkan 50,0 ml AgNO3 0,1214 M untuk mengendapkan ion
klorida. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KSCN 0,1019 memerlukan 11,7 ml. Hitung persentase
klorida dalam sampel.Diketahui BM NaCl = 58,5
Penyelesaian :
Reaksi yang terjadi dalam larutan :
Cl- + Ag+ AgCl
Ag+ + SCN- AgSCN
Sehingga : mmol AgNO3 = mmol Cl- + mmol KSCN
50,0 x 0,1214 mmol = mmol Cl- + 11,7 x 0,1019 mmol
mmol Cl- = 4,872
berat Cl- = 4,872 mmol x 35,5 mg/mmol
4,872 mmol x 35,5 mg/mmol
% Cl -  x 100%
816,5 mg
% Cl -  21,15%

Contoh 2.
Ke dalam larutan yang mengandung 0,5 gram campuran LiCl dan BaBr2, ditambahkan 37,6 ml
larutan AgNO3 0,2 N. Kelebihan Ag+nya dapat dititrasi dengan 18,5 ml larutan standar KCNS
0,11 N. Hitunglah % berat Ba dalam larutan tersebut. BM LiCl = 42,5; BaBr2 = 297 ; BA Ba = 137
Penyelesaian :
Diandaikan banyaknya LiCl = a mgram = a/42,5 mmol = a/42,5 mgrek,
maka banyaknya BaBr2 = (500-a) mgram = (500-a)/297 mmol = 2 x (500-a)/297 mgrek
AgNO3 yang ditambahkan = 37,6 ml AgNO3 0,2 N = 7,52 mgrek;

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-21


AgNO3 sisa = 18,5 ml KCNS 0,11N = 2,053 mgrek
Jumlah AgNO3 0,2 N yang digunakan untuk mengendapkan LiCl dan BaBr2 adalah
= Jumlah AgNO3 0,2 N yang ditambahkan - AgNO3 0,2 N sisa
= (7,52 -2,053) mgrek = 5,467 mgrek. Ini sama dengan banyaknya LiCl dan BaBr2.
 
Maka : 42a,5  1000297 2a  5,467
297a + 42500 – 85a = 5,467 x 42,5 x 297 = 69045,075
112a = 26545,075
a = 125,213
Jadi BaBr2 = (500-125,213) = 374,787 mgram.
% berat Ba dalam campuran = 137297x374 ,787
x 500
x100%  34,576%.
Contoh 3
Pada analisa silikat, dari 0,8 gram sampel diperoleh campuran NaCl dan KCl yang beratnya 0,24
gram. Garam-garam klorida tersebut kemudian dilarutkan dalam air, kemudian ke dalam larutannya
ditambahkan 50 ml AgNO3 0,1 N. Jika kelebihan AgNO3 dapat dititrasi dengan 14,5 ml KCNS
0,1003 N, hitunglah %K2O dan Na2O dalam sampel tersebut. BM NaCl = 58,5; KCl = 74,5
Penyelesaian :
Diandaikan banyaknya NaCl = a mgram = a/58,5 mmol = a/58,5 mgrek,
maka banyaknya KCl = (240-a) mgram = (240-a)/74,5 mmol = (240-a)/74,5 mgrek
50 ml AgNO3 0,1 N = 5,0 mgrek, 14,5 ml KCNS 0,1003 N = 1,45034 mgrek
AgNO3 yang digunakan untuk mengendapkan NaCl dan KCl = 5-1,45034 mgrek = 3,54966 mgrek

maka : 58a,5  240 
a
74,5
 5  1,45034  3,54966
74,5a +14049-58,5a = 3,54966 x 58,5 x 74,5
16a = 1430,306
a = 89,39
Jadi berat NaCl = 89,39 mgram dan KCl =240 - 89,39 mgram = 150,61 mgram
% berat Na 2 O  5862,5 x 89,39 x 100
800
%  11,84% ; % berat K 2 O  7494,5 x 150,61 x 100
800
%  23,754 %

8. Titrasi Oksidasi dan Reduksi


Yang dimaksud dengan titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat reduktor dengan larutan
zat oksidator sebagai standarnya ; demikian juga sebaliknya. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan
oksidasi-reduksi sangat banyak dalam analisa volumetri dari pada reaksi asam basa, pengendapan
dan pembentukan kompleks. Hali ini disebabkan oleh karena ion-ion dapat memiliki beberapa
bentuk oksidasi, sehingga kemungkinan terjadi oksidasi reduksi sangat banyak.
Sistem redoks secara umum :
Reduktor I + Oksidator II Reduktor II + Oksidator I
Reaksi dapat dipecah menjadi sistem redoks tunggal :
(1) Oksidator II + ne Reduktor II
(2) Reduktor I Oksidator I + ne
Contoh :
(1) 5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
dipecah menjadi : MnO4- + 8 H+ + 5e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 V
5Fe2+ 5Fe3+ + 5e Eo = -0,77 V
E = 2,28 V
3+ - 2+
(2) Fe + I Fe + ½ I2
3+
dipecah menjadi : Fe + 1e Fe2+ Eo = 0,77 V
I- ½ I2 + 1e Eo = -0,27 V
E = 0,94 V
Besarnya perbedaan potensial sistem oksidasi dan reduksi (E) menunjukkan kesempurnaan reaksi.
Pada contoh (1) beda potensial besar, reaksi ini berjalan sempurna. Reaksi (2) beda potensial kecil
reaksi ini tidak sempurna.
Indikator dalam Titrasi Oksidasi Reduksi

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-22


Indikator redoks adalah indikator yang memiliki warna berbeda dalam bentuk teroksidasi dan
tereduksi.
Inoks + ne Inred.
Secara kualitatif persyaratan indikator untuk titrasi redoks harus memiliki potensial oksidasi terletak
diantara potensial oksidasi larutan yang dititrasi dan larutan titran. [ mempunyai potensial oksidasi
lebih besar dari reduktor dan lebih kecil dari oksidatornya] Jika tidak maka indikator akan
teroksidasi pada permulaan atau tidak teroksidasi sama sekali. Beberapa contoh indikstor redoks
adalah : fenosalfranina, indigo tetrasulfonat, feroin, difenilamina dan lain-lain.
Disamping itu ada beberapa tipe indikator yang lain, yaitu :
1. Own Indikator
Zat berwarna yang bertindak sebagai indikator sendiri. Misal : larutan KMnO4
2. Indikator Spesifik
Zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu reagensia dalam suatu reaksi titrasi
menghasilkan suatu warna. Misal : larutan kanji yang membentuk warna biru tua dengan iod dan
ion tiosianat membentuk warna merah dengan ion besi (III)
3. Indikator Eksternal atau Uji Bercak
Misalnya : ion ferisianida untuk mengetes kelebihan besi(II) membentuk fero-ferisianida (warna
biru) pada lempeng bercak diluar tabing titrasi.
4. Potensiometri
Perubahan potensial /voltase selama titrasi diamati kemudia dibuat grafik titrasi, disebut titrasi
potensiometri.

Pembagian Proses Titrasi Oksidasi dan Reduksi


Berdasarkan perbedaan jenis larutan standarnya, proses titrasi oksidasi dan reduksi dapat dibedakan
menjadi :
1. Proses Titrasi Permanganometri
2. Proses Titrasi Iodo dan Iodimetri
3. Proses Titrasi Bikromatometri
4. Proses Titrasi Bromatometri dan lain-lain.
Pada bagian ini akan disajikan Proses Titrasi Permanganometri dan Titrasi Iodo dan Iodimetri.
8.1. Proses Titrasi Permanganometri
Yang dimaksud dengan proses titrasi permanagnometri adalah suatu proses reduksi - oksidasi
menggunakan garam Kalium permanganat (KMnO4) standar.
Garam Kalium permanganat tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni, karena banyak
mengandung oksidanya (MnO dan Mn2O3) Sehingga tidak dapat digunakan sebagai zat standar
primer.
Pembuatan Larutan KMnO4
Larutan standar KMnO4 dibuat tidak hanya dengan melarutkannya dalam aquades, karena adanya
sedikit zat organik dalam air menyebabkan terjadinya peruraian ion MnO4- menjadi oksidanya,
sesuai persamaan reaksi berikut :
4 MnO4- + 2 H2O 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH-
Larutan standar KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan garam tersebut dalam air panas, kemudian
larutan dididihkan beberapa saat. Setelah larutan menjadi agak dingin kemudian disaring
menggunakan glass-wall dan selanjutnya ditempatkan dalam botol berwarna gelap.
Larutan KMnO4 standar dapat digunakan dalam suasana asam, basa maupun netral.
 Dalam suasana asam yaitu H2SO4 berat ekivalen KMnO4 = 1/5 mol ( atau 1 grek KMnO4 =
31,6 gram).
Reaksi dalam asam : MnO4- Mn2+
 Dalam suasana Basa, bera ekivalen KMnO4 = 1/3 mol ( atau 1 grek KMnO4 = 52,7 gram)
Reaksi dalam basa : MnO4- MnO2
Perlu diketahui bahwa dalam proses titrasi permanganometri untuk mengetahui saat tercapai titik
ekivalen tidak diperlukan penambahan indikator. Hal ini disebabkan karena larutan KMnO4 yang
berwarna ungu telah berfungsi sebagai indikator sendiri. Sehingga apabila dalam titrasi
permanganometri di dalam larutan telah timbul warna ungu muda berarti titik ekivalen telah
tercapai.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-23


Standarisasi Larutan KMnO4
Karena larutan standar KMnO4 bukan merupakan larutan standar primer, maka setelah
larutan tersebut dibuat, sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih dulu dengan zat-zat standar
primer. Zat-zat standar primer yang dapat digunakan untuk menstandarisasi larutan KMnO4 adalah
zat-zat reduktor seperti : As2O3, Na2C2O4, Besi (Fe), K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2 dan H2C2O4.
Cara Standarisasi
Sebagai contoh misalnya standarisasi larutan standar KMnO4 dengan garam Na2C2O4. Mula-
mula panaskan garam Na2C2O4.2H2O dalam oven listrik pada suhu 105-110oC selama  2 jam,
kemudian didinginkan dalam eksikator. Timbanglah 0,3 gram garam Na2C2O4 kering, masukkan ke
dalam labu ukur dan larutkan dalam dalam 250 ml H2SO4 2N; dinginkan sampai suhu 25-30oC
sambil diaduk sampai semua garam oksalat tersebut larut.
Ambilah dengan pipet gondok 25 ml larutan oksalat tersebut, masukkan ke dalam erlenmeyer 250
ml, panaskan larutan tersebut pada suhu 55-60oC, kemudian titrasilah larutan sampai larutan
berwarna ungu muda tidak hilang selama  30 detik. Ulangi pekerjaan ini sampai 3 kali, kemudian
rata-ratakan volume larutan KMnO4 yang digunakan.
Cara Perhitungan :
Reaksi : 5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
mgrek Na2C2O4 = mgrek KMnO4
Volume larutan KMnO4 rata-rata yang digunakan = V ml
0,3
 0,3 gram Na 2 C 2 O 4  mol  2,239mmol
134
 2 x 2,39 mgrek
 4,478 mgrek
25
dalam 25 ml banyaknya ion C2O42- =  x 4,478  0,4478mgrek
250
Normalitas KMnO4 = N.
0,4478 grek
Maka : N 
V lt
Penerapan Titrasi Permanganometri
1. Penetapan Besi
Penetapan besi dalam bijih besi merupakan salah satu penerapan paling penting dari titrasi
permanganometri. Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida terhidrasi. Hematit (Fe2O3),
magnetit (Fe3O4), geotit (Fe2O3.H2O) dan limonit (2Fe2O3.3H2O). Asam terbaik untuk melarutkan
bijih-bijih tersebut adalah asam klorida. Oksida terhidrasi mudah larut, sedangkan magnetit dan
hematit melarut agak lambat.
Sebelum titrasi dengan permanganat, maka besi (III) harus direduksi terlebih dahulu menjadi besi
(II). Reduksi dapat dilakukan menggunakan reduktor Jones atau dengan timah (II) klorida. Reduktor
Jones disukai jika larutan mengandung asam sulfat. Jika larutan mengandung asam klorida, reduksi
dilakukan dengan timah(II) klorida. Timah klorida dimasukkan ke dalam larutan sampel yang panas
dan proses reduksi dapat diamati dari menghilangnya warna kuning ion besi (III), sesuai reaksi
berikut :
Sn2+ + 2Fe3+ Sn4+ + 2Fe2+
Penambahan timah(II) klorida sedikit berlebih untuk memastikan reduksi berjalan sempurna.
Kelebihan ini harus dihilangkan agar tidak bereaksi dengan permanganat pada proses titrasi. Untuk
itu larutan didinginkan dan dengan cepat ditambahkan merkurium(II) klorida untuk mengoksidasi
kelebihan ion timah(II), sesuai reaksi berikut :
2HgCl2 + Sn2+ Hg2Cl2(s) + Sn4+ + 2 Cl-
Besi (II) tidak dioksidasi oleh merkurium(II) klorida. Endapan merkurium(I) klorida jika hanya
sedikit tidak mengganggu titrasi, tetapi jika kelebihan timah(II) klorida yang ditambahkan terlalu
banyak, mekurium(I) klorida dapat direduksi lebih lanjut menjadi merkuri bebas, sesuai reaksi
berikut :
2Hg2Cl2 + Sn2+ 2Hg(l) + 2Cl- + Sn4+

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-24


Merkuri yang dihasilkan dalam keadaan sangat halus, akan menyebabkan endapan berwarna abu-
abu atau hitam. Jika endapan berwarna hitam sampel harus dibuang karena merkurium dalam
keadaan butiran halus akan teroksidasi selama titrasi.
Timah(II) klorida biasanya digunakan untuk mereduksi besi dalam sampel yang dilarutkan
dalam asam klorida. Selanjutnya ditambahkan larutan pencegahan Zimermann- Reinhardt
(Zimermann- Reinhardt preventive solution), sebelum dilakukan titrasi dengan permanganat.
Larutan Zimermann- Reinhardt adalah campuran : larutan MnSO4, H2SO4 dan H3PO4 yang berfungsi
melindungi ion klorida agar tidak dioksidasi oleh permanganat.

2. Penetapan MnO2 dalam Pirolusit


Di alam MnO2 terdapat sebagai mineral pirolusit. Untuk menentukan banyaknya MnO2 yang
terkandung dalam mineral tersebut dapat dilakukan secara titrasi permanganometri. Untuk ini
mineral dilarutkan terlebih dahulu, kemudian ke dalam larutannya ditambahkan zat pereduksi seperti
misalnya : FeSO4, Na2C2O4 atau As2O3 berlebih, kemudian kelebihan reduktor dititrasi dengan
larutan KMnO4 standar. Reaksi - reaksi reduksi MnO2 menjadi Mn2+ dengan beberapa pereduksi
adalah sebagai berikut :
MnO2 + 2Fe2+ + 4H+ Mn2+ + Fe3+ + 2H2O
MnO2 + C2O42- + 4H+ Mn2+ + 2CO2 + 2H2O
2MnO2 + 2H3AsO3 + 4H+ 2Mn2+ + 2H3AsO4 + 2H2O
Reaksi titrasi kelebihan reduktor adalah sebagai berikut :
5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
2H3AsO3 + 2 MnO4- 4H+ 2Mn2+ + 2H3AsO4 + 2H2O
Dengan mengetahui banyaknya reduktor yang ditambahkan dan banyaknya kelebihan reduktor ( dari
volume larutan KMnO4 yang diperlukan untuk titrasi), dapat dihitung % MnO2 yang terkandung
dalam mineral tersebut.
Berikut ini diberikan contoh dengan menggunakan reduktor As2O3. caranya :
Sampel pirolusit dkeringkan terlebih dahulu dalam oven listrik pada suhu 120oC sampai berat tetap.
Timbang kira-kira 0,2 gram serbuk sampel kering tersebut, masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
dan tambahkan 50 ml larutan reduktor 0,1 N dan 10 ml H2SO4 pekat. Didihkan larutan tersebut
sampai semua serbuk pirolusit larut (tidak terdapat butiram warna coklat atau hitam). Dinginkan
larutan dan tambahkan 1 tetes larutan KI 0,0025N, kemudian titrasi kelebihan As2O3 dengan larutan
KMnO4 standar 0,1 N. Ulangi pekejaan ini sebnyak 3 kali.
1 ml KMnO4 0,1 N = 1 ml As2O3 0,1 N = 4,346 gram MnO2. Maka % MnO2 dalam pirolusit dapat
dihitung.

Tabel 7 meringkaskan beberapa penetapan yang lazim yang dapat dilakukan dengan titrasi langsung
dengan permanganat dalam suasana asam.
Tabel 7. Penerapan Titrasi Langsung dengan Larutan Permanganat dalam Asam
Analit Setengah Reaksi dari zat yang dioksidasi
Stibium (III) HsbO2 + 2H2O HSbO4 + 2H+ + 2e-
Arsen (III) HAsO2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2e-
Hidrogen peroksida H2O2 O2 + 2H+ + 2e-
Besi (II) Fe2+ Fe3+ + e-
Nitrit HNO2 + H2O NO3- + 3H+ + 2e-
Oksalat H2C2O4 2CO2 + 2H+ + 2e-
Timah (II) Sn2+ Sn4+ + 2e-
Titanium (III) Ti3+ + H2O TiO2+ + 2H+ + e-
Uranium (IV) U4+ + 2H2O UO22+ + 4H+ + 2e-
Vanadium (IV) VO2+ + 3H2O V(OH)4+ + 2H+ + e-

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-25


8.2 Proses Titrasi Iodo dan Iodimetri
Yang dimaksud proses Iodometri adalah proses titrasi terhadap Iodium bebas dalam larutan, disebut
juga proses iodometri tidak langsung. Dalam proses ini sebagai larutan standarnya/tritran adalah
Na2S2O3. Sedang proses Iodimetri adalah proses titrasi menggunakan larutan I2 sebagai
standar/titran disebut juga proses iodometri langsung.
8.2.1 Proses Iodimetri
Zat-zat penting yang merupakan zat pereduksi yang cukup kuat untuk dititrasi dengan Iod adalah
tiosulfat, arsen (III), stibium (III), sulfida, sulfit, timah (II) . Daya mereduksi dari beberapa zat ini
bergantung konsentrasi ion hidrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH yang tepat reaksi dengan
ion Iodida dapat dibuat kuantitatif.
Penyediaan larutan Iod
Iod hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol/lt pada 25oC), namun sangat larut dalam larutan yang
mengandung ion iodida. Iod membentuk kompleks triiodida dengan iodida,
I2 + I- I3-
Dengan tetapan kesetimbangan sekitar 710 pada 25oC. Maka untuk melarutkan dilakukan dengan
menambahkan KI berlebih untuk meningkatkan kelarutan dan menurunkan volatilitas iod. Biasanya
ditambahkan 4-4% berat KI ke dalam larutan 0,1 N. Berat ekivalen I2 = ½ mol = 127 g.
Berikut contoh pembuatan larutan 0,1 N I2 :
Larutkan 20 g KI bebas dari Iodat dalam 30-40 ml aquades dalam labu takar 1 L yang tertutup.
Timbang 12,7 g I2, kemudian masukkan kristal tersebut ke dalam labu takar yang telah berisi larutan
KI di atas, gojog sampai semua kristal I2 larut, dan diamkan beberapa saat sampai larutan menjadi
dingin pada suhu kamar. Selanjutnya tambahkan aquades sampai batas dan gojog sampai homogen.
Simpan dalam botol berwarna gelap.
Standarisasi larutan I2
Untuk menstandarisasi larutan I2 dapat dilakukan dengan beberapa jenis zat reduktor anatara lain :
As2O3, Na2S2O3 dan BaS2O3. H2O.

Standarisasi menggunakan BaS2O3. H2O


Larutkan 40 gram garam BaCl2.2H2O dan 50 gram garam Na2S2O3.5H2O masing-masing dalam 300
ml aquades. Panaskan kedua larutan sampai suhu 50oC, kemudian sambil diaduk tuangkan sedikit
demi sedikit larutan BaCl2 ke dalam larutan Na2S2O3 maka akan terbentuk kristal putih BaS2O3.
H2O. Saring dan cuci kristal tersebut dengan alkohol 95% dan akhirnya dengan ether, selanjutnya
keringkan.
Timbang dengan tepat 1 gram kristal BaS2O3.H2O dan masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml,
kemudian tambahkan 100 ml aquades dan 2 ml indikator kanji. Titrasi larutan tersebut dengan
larutan I2 standar sampai larutan menjadi berwarna biru permanen. Ulangi sebanyak 3 kali. 1 ml
larutan I2 1N setara dengan 0,2675 gram BaS2O3. H2O.

Indikator dalam Proses Iodo dan Iodimetri


Larutan I2 dalam KI encer berwarna coklat muda, apabila 1 tetes larutan 0,1 N I2 dimasukkan ke
dalam 100 ml aquades akan memberikan warna kuning muda, sehingga dengan demikian I2 dapat
bertindak sebagai indikatornya sendiri. Namun demikian warna yang terjadi dalam larutan tersebut
akan lebih sensitif dengan menggunakan larutan kanji, karena kanji dengan I2 dalam larutan KI akan
bereaksi menjadi kompleks iodium yang berwarna biru, meskipun konsentrasi I2 sangat kecil.
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, proses ini dapat dihambat dengan penambahan suatu
pengawet. Kekurangan penggunaan kanji sebagai indkator adalah :
a. kanji tidak larut dalam air dingin
b. suspensinya dalam air tidak stabil
c. dengan I2 membentuk kompleks iod-amylum yang tidak larut dalam air, ini akan terjadi jika
penambahan larutan kanji dilakukan pada permulaan titrasi. Oleh karenanya jika digunakan
larutan kanji sebagai indikator, maka larutan ini ditambahkan setelah mendekati titik
ekivalen.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-26


Penerapan Iodimetri
Beberapa penetapan yang dapat dilakukan dengan titrasi langsung dengan suatu larutan iod standar
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerapan Iodimetri (Iodometri langsung)
Analit Reaksi
Stibium(III) HSbOC4H6O6 + I2 + H2O HSbO2C4H4O6 + 2I- + 2H+
Arsen(III) HAsO2 + I2 + H2O HAsO4 + 2I- + 2H+
Ferosianida 2Fe(CN)64- + I2 2Fe(CN)63- + 2I-
Hidrogen sianida HCN + I2 ICN + I- + H+
Hidrazina N2H4 + 2I2 N2 + 4I- + 4H+
Belerang (sulfida) H2S + I2 24I- + 2H+ + S
Belerang(sulfit) H2SO3 + H2O + I2 H2SO4 + 2I- + 2H+
Tiosulfat 2S2O3 + I2 S4O62- + 2I-
Timah(II) Sn2+ + I2 Sn 4+ + 2I-

8.2.2 Proses Iodometri


Dalam proses Iodometri, zat-zat oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam/netral ditambah
dengan KI berlebih, maka zat oksidator akan tereduksi secara kuantitatif dan da akan membebaskan
I2 dalam larutan yang setara dengan oksidator. I2 bebas ini kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 standar.

Pembuatan larutan Natrium Tiosulfat


Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium tiosulfat dapat diperoleh
dalam keadaan murni), namun kandungan air kristalnya tidak diketahui dengan tepat, sehingga
larutannya tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Selain itu natrium tiosulfat tidak
stabil dala waktu lama. Bakteri yang memakan belerang yang masuk ke larutan, dan proses
metabolismenya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan belerang koloid. Belerang ini
menyebabkan kekeruhan, bila kekeruhan timbul maka larutan tidak dapat digunakan lagi. Dalam
suasana asam, tiosulfat terurai membentuk belerang bebas, meskipun peruraian sangat lambat.
S2O32- + 2 H+ H2SO3 + S(S).
Oleh karenanya pembuatan larutan standar natrium thiosulfat dilakukan sebagai berikut :
a. larutkan garam kristalnya dalam air yang mendidih.
b. Tambahkan boraks sebagai pengawet
c. Simpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari, untuk mencegah peruraian ion thiosulfat
Dalam proses iodometri, larutan tiosulfat di dalam larutan dioksidasi oleh iod menjadi tetrationat.
I2 + S2O32- 2I- + S4O62-
Reaksi ini berlangsung cepat dan tidak ada reaksi samping. Berat ekivalen Na2S2O3. 5H2O adalah =
1 mol = 248,17 gram.
Jadi larutan 0,1 N natrium tiosulfat standar dibuat dengan melarutkan 24,817 gram kristal Na2S2O3.
5H2O dalam 1 liter aquades dalam labu takar 1 liter. Tetapi sebelum digunakan harus distandarisasi
dahulu untuk menentukan faktor normalitasnya.

Standarisasi larutan Natrium tiosulfat


Sejumlah zat dapat digunakan sebagai standar primer untuk larutan tiosulfat. Diantaranya adalah :
KBrO3, K2Cr2O7, Cu dan I2.
Standarisasi larutan tiosulfat dengan larutan K2Cr2O7.
Senyawa ini diperoleh dengan derajat kemurnian yang tinggi. Berat ekivalennya cukup tinggi, tidak
higroskopis dan zat padat serta larutannya sangat satabil. Reaksi K2Cr2O7 dengan iodida
dilaksanakan dalam suasana asam (0,2-0,4M) :

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-27


Cr2O72- + 6 I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Berat ekivalen K2Cr2O7 adalah 1/6 berat molekulnya atau 49,03 gram.
Proses standarisasi dilakukan sebagai berikut :
Ambilah dengan pipet gondok, 25 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N dan masukkan ke dalam erlenmeyer
250 ml. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 25 ml asam asetat glasial, 5 ml larutan CuSO4 0,001
M (untuk mempercepat reaksi) dan 30 ml larutan KI 10%. Setelah larutan menjadi homogen, titrasi
dengan larutan Na2S2O3 sampai warna kuning kemudian tambahkan indikator kanji dan titrasi lagi
sampai larutan berwarna biru, catat volume tiosulfat yang digunakan. Ulangi pekerjaan tersebut
sebanyak 3 kali.
Perhitungan :
Bila volume tiosulfat rata-rata = V ml. Maka dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2, diperoleh :
25 x 0,1 grek
N tio 
V lt

Penerapan Titrasi Iodometri


Banyak penerapan proses iodometri dalam kimia analisa. Beberapa diantaranya disajikan dalam
Tabel 9. Penerapan iodometri untuk penentuan tembaga dilakukan untuk bijih maupun aliase.
Biasanya bijih tembaga mengandung besi, arsen dan stibium. Unsur-unsur mengganggu, dan dapat
dicegah dengan penambahan amonium bifluorida NH4HF2 yang mengubah ion Fe3+ menjadi
kompleks FeF63- yang stabil. Stibium dan arsen tidak akan mengoksidasi ion iodida kecuali dalam
larutan yang sangat asam. Gangguan ini dapat diatasi dengan mengatur pH sekitar 3,5 dengan suatu
buffer. Buffer yang digunakan yaitu buffer ftalat.

Tabel 9. Penerapan Iodometri tidak langsung


Analit Reaksi
Arsen(V) H3AsO4 + 2H+ + 2I- HAsO2 + I2 + 2H2O
Brom Br2 + 2I- 2Br- + I2
Bromat BrO3- + 6H+ + 6I- Br- + 3I2 + 3H2O
Klor Cl2 + 2I- 2Br- + I2
Klorat ClO3- + 6H+ + 6I- Cl- + 3I2 + 3H2O
Tembaga(II) 2 Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2
Dikromat Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Hidrogen Peroksida H2O2 + 2H+ + 2I- 3I2 + 2H2O
- + -
Iodat IO3 + 6H + 5I 3I2 + 3H2O
+ -
Nitrit HNO2 + 2H + 2I 2NO + I2 + 2H2O
Oksigen O2 + 4 Mn(OH)2 + 2H2O 4Mn(OH)3
- +
2 Mn(OH)3 + 2I + 6H Mn2+ + I2 + 3H2O
Ozon O3 + 2H+ + 2I- O2 + I2 + 2 H2O
Periodat IO4- + 7I- + 8H+ 4I2 + 4H2O
Permanganat 2MnO4 + 10I- + 16H+ 2Mn2+ + 5I2 + 8H2O

Contoh Soal
1. Pada analisa pirolusit, sampel sebanyak 0,5 gram yang mengandung MnO2 direduksi dengan
garam fero 0,1 N sebanyak 50 ml sampai semua mangan direduksi menjadi Mn(II). Reduktor
yang berlebih kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,0982 N sebanyak 30 ml. Hitunglah % MnO2
dalam sampel tersebut. Diketahui : BA Mn = 55, O =16.
Penyelesaian :
Reaksi MnO2 dengan reduktor :

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-28


MnO2 + 2Fe2+ + 4H+ Mn2+ + Fe3+ + 2H2O
Reaksi kelebihan reduktor dengan KMnO4 :
5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Banyaknya reduktor mula-mula = 50 ml x 0,1 N = 5 mgrek
Banyaknya reduktor sisa = banyaknya KMnO4 = 30 ml x 0,0982 N = 2,946 mgrek
Banyaknya MnO2 = Banyaknya reduktor yang bereaksi
= Banyaknya reduktor mula-mula - Banyaknya reduktor sisa
= (5 – 2,946) mgrek = 2,054 mgrek
= ½ x 2,054 mmol = 1,027 mmol
= 1,027 mmol x 87 mmgram/mmol
= 89,349 mgram
89,349
% MnO2 = x 100% 17,8698 %
500

2. Batu kapur mengandung 41% CaO. Setelah dilarutkan menggunakan HCl, kalsiumnya
diendapkan sebagai CaC2O4; endapan ini dilarutkan dalam H2SO4 dan larutannya dititrasi
dengan KMnO4 standar 0,5 N. Jika batu kapur yang dianalisa sebanyak 2,5 gram, berapa ml
KMnO4 yang dibutuhkan untuk titrasi ? Diketahui : BA Ca = 40, H =1, O = 16.
Penyelesaian :
Reaksi pelarutan endapan CaC2O4 :
CaC2O4 + H2SO4 CaSO4 + H2C2O4
Reaksi titrasi :
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
41
banyaknya CaO = x 2500 mgram 1025 mgram
100
1025
= mmol 18,30357 mmol
56
= 2 x 18,30357 mgrek
= 36,60714 mgrek
mgrek CaO = mgrek CaC2O4 = mgrek H2C2O4 = mgrek KMnO4
KMnO4 yang dibutuhkan untuk titrasi = 36,60714 mgrek
36,60714 mgrek
Jadi volume KMnO4 0,5 N yang dibutuhkan untuk titrasi =  73,21428 ml
0,5 N

3. Sebanyak 0,31 gram garam kalium iodida kotor setelah dilarutkan dalam aquades ditambahkan 1
mmol K2CrO4 dan 20 ml H2SO4 6N. Kemudian larutan dididihkan untuk menghilangkan I2 yang
terjadi. Larutan yang mengandung kelebihan ion CrO42- setelah didinginkan kemudian
ditambahn KI berlebih dan akhirnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 standar 0,1 N, diperlukan
sebanyak 12 ml. Hitunglah kemurnian garam KI tersebut. BM KI = 166
Penyelesaian :
6 KI + 2 K2CrO4 + 8 H2SO4 5 K2SO4 + Cr2(SO4)3 + 8 H2O + 3I2
2- - + 3+
CrO4 + 2I + 8 H Cr + I2 + 4H2O
2-
I2 + 2S2O3 2I + S4O62-
-

12 ml Na2S2O3 standar 0,1 N = 1,2 mgrek , berarti kelebihan ion CrO42- = 1,2 mgrek
K2CrO4 yang ditambahkan = 1 mmol = 3 mgrek.
Banyaknya K2CrO4 yang bereaksi dengan garam KI adalah 3-1,2 = 1,8 mgrek.
KI dalam sampel = 1,8 mgrek
= 1,8 x 166 = 298,8 mgram
298,8
% KI = x 100 %  96,39%
310

4. Dalam suasana asam, 40 ml larutan KMnO4 dapat mengoksidasi sempurna garam kalium
tetraoksalat dihidrat (KHC2O4.H2C2O4.2H2O). Berapakah konsentrasi larutan KMnO4 tersebut.

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-29


Ketentuan : garam kalium tetraoksalat tersebut dapat dinetralkan dengan 30 ml larutan KOH
0,5 N
Penyelesaian :
jumlah KOH = 30 ml KOH 0,5 N = 15 mgrek.
Jumlah garam kalium tetraoksalat dihidrat = 15 mgrek = 5 mmol.
Sebagai reduktor berat ekivalen garam kalium tetraoksalat dihidrat = ½ mol . jadi 5 mmol = 10
mgrek. Jika normalitas KMnO4 = a grek/l. Maka 40a = 10 mgrek; a = 0,25 mgrek/ml = 0,25/5
mmol/ml = 0,05 mmol/ml. Jadi konsentrasi larutan KMnO4 = 0,05 M.

Pustaka
1. Day, R. A. dan Underwood, A. L., 1986, Quantitative Analysis, Terjemahan oleh A. H. Pudjatmaka :
Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke 5, Erlangga, Jakarta
2. Mujiran dan Sayid Achmad, --------, Diktat Kuliah Kimia Analitik II, Jurusan Kimia, FMIPA,
UGM, Yogyakarta

swm/kimia analisa/analisa vlumetri/hal-30


KIMIA ANALISA KUANTITATIF
GRAVIMETRI

1. Pendahuluan
Gravimetri adalah suatu metode analisa kimia kuantitatif untuk penentuan jumlah zat
berdasarkan pada penimbangan. Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang
dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa : sisa bahan atau suatu gas yang terjadi atau
suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Berdasarkan hasil yang ditimbang, cara-
cara gravimetri dapat dibedakan menjadi cara evolusi dan cara pengendapan.
1. Cara Evolusi
Pada cara evolusi, bahan direaksikan, sehingga timbul suatu gas. Caranya dapat memanaskan
bahan tersebut atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang dicari adalah
banyaknya gas yang terjadi. Cara menentukan jumlah gas tersebut dapat dilakukan secara :
a. tidak langsung : dalam hal ini zat ditimbang sebelum dan setelah bereaksi. Berat gas
diperoleh sebagai selisih berat sebelum dan setelah bereaksi.
b. langsung : gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus
untuk gas yang bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang adalah bahab penyerap sebelum
dan sesudah penyerapan, sedangkan berat gas diperoleh sebagai selisih kedua penimbangan.
2. Cara Pengendapan
Pada cara pengendapan, zat direaksikan sehingga menjadi suatu endapan dan endapan tersebut
ditimbang. Berdasarkan cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
a. Endapan dibentuk dengan reaksi antara zat yang dianalisa dengan suatu pereaksi; endapan
biasanya berupa senyawa. Endapan kemudian ditimbang. Baik kation maupun anion dapat
diendapkan; bahan pengendapnya mungkin anorganik, mungkin pula organik.. Inilah yang
disebut gravimetri.
b. Endapan dibentuk secara elektrokimia. Zat dielektrolisa, sehingga terjadi endapan logam.
Cara ini disebut elektrogravimetri. Umumnya yang diendapkan adalan kation.
Pada tulisan ini hanya akan dibahas gravimetri dengan cara pengendapan.

2. Gravimetri berdasar Pengendapan sebagai Senyawa


Tahap-tahap dalam proses gravimetri terdiri dari :
1. melarutkan analitnya (bahan yang dianalisa)
2. mengatur keadaan larutan, misal : pH
3. membentuk endapan
4. menumbuhkan kristal endapan (digestion atau aging)
5. menyaring dan mencuci endapan
6. memanaskan atau memijarkan, untuk memperoleh endapan kering dan dengan susunan
tertentu.
7. Mendinginkan dan menimbang endapan.

Dasar Teori terjadinya Endapan


Pengendapan terbentuk jika larutan dalam kondisi lewat jenuh yaitu suatu keadaan dimana
larutan mengandung zat yang melebihi konsentrasi larutan jenuh. Tahap pertama pada proses
pengendapan adalah nulkeasi (pembentukan inti). Tahap berikutnya adalah pertumbuhan kristal,
yaitu inti menarik molekul-molekul lain sehingga tumbuh menjadi beberapa molekul, selanjutnya
menjadi butiran yang lebih besar sampai diperoleh ukuran koloid (diameter 0,001-0,1 m),
selanjutnya menjadi butiran kristal halus (diameter 0,1-10m), lebih lanjut hingga butiran kristal
kasar (>10m.) Endapan akan tumbuh menjadi kristal halus atau kasar, bergantung pada kondisi
pembentukan endapan.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-121
Kondisi yang terpenting, menurut von Weimarn adalah derajat kelewat jenuhan, dimana:
QS
kelewat jenuhan  
S
Q= konsentrasi larutan lewat jenuh yang akan membentuk endapan
S= kelarutan endapan
Maka:
□ Makin besar Q, maka  makin besar, maka makin besar kristal halus atau bahkan koloid
□ Makin kecil , atau makin kurang lewat jenuh , makin besar kemungkinan kristal endapan
kasar.
Maka dalam proses pembentukan endapan :
a. pereaksi harus encer
b. pereaksi ditambahkan sedikit demi sedikit untuk menghindari terbentuknya senyawa
kompleks
c. bila pengendapan perlu pemanasan harus dilakukan dibawah titik didihnya untuk
menghindari kenaikan kelarutan.

catatan
 digestian atau aging adalah membiarkan endapan terendam dalam larutan induknya untuk waktu
lama.
 peptisasi adalah pelarutan endapan ke dalam cairan sebagai koloid

3. Syarat-syarat endapan dalam analisa gravimetri


Agar hasil analisa baik dan benar maka, syarat yang harus dipenuhi dalam pengendapan adalah :
1. kesempurnaan endapan, dalam hal ini endapan harus sukar larut (kelarutan kurang dari 10-4
g/liter)
2. kemurnian endapan, hal ini terkait dengan pemisahan endapan harus sempurna
3. endapan yang ditimbang punya susunan yang pasti dan murni

Kesempurnaan Endapan
Yang dimaksud adalah, apakah semua zat terlarut telah diubah menjadi endapan. Bila belum
maka hitungan hasil analisa akan kurang dari sebenarnya (kesalahan negatif). Jadi pada pembuatan
endapan harus diusahakan kesempurnaan pengendapan. Dengan kata lain kelarutan endapan harus
sekecil mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur faktor-faktor kelarutan zat. Diantaranya :
a. Sifat endapan itu sendiri, yang dapat dilihat dari Ksp nya. Sebagai contoh adalah endapan
klorida, PbCl2 lebih mudah larut dari pada AgCl (bisa dihitung dari harga Kspnya). Oleh
karenanya klorida lebih baik diendapkan sebagai AgCl, tidak sebagai PbCl2 atau lebih baik lagi
jika dapat diendapkan sebagai garam klorida lain yang kelarutannya lebih kecil dari pada AgCl.
b. Pemberian ion pengendap yang berlebih; sebagai contoh NaCl diberi Ag+ melebihi dari pada
yang diperlukan untuk mengendapkan semua Cl-. Berdasarkan teori kesetimbangan maka Cl-
yang tidak terendapkan makin berkurang. Ag+ + Cl- AgCl (s)
c. Pada umumnya pada suhu tinggi, kelarutan endapan makin besar dari pada pada suhu rendah.
Bila perbedaan kelarutan pada kedua suhu tersebut besar, maka pengendapan dilakukan pada
suhu rendah. Contohnya adalah pengendapanMg2+ sebagai MgNH4PO4 dalam air es. Tetapi bila
kelarutan pada suhu tinggi hanya sedikit berbeda kelarutannya dari pada pada suhu rendah
misalnya Fe(OH)3 dan BaSO4 tidak perlu diendapkan dalam air es malah sebaiknya diendapkan
dalam larutan mendidih. Sebab reaksi berlangsung cepat dan kemurnian endapan lebih baik.

Kemurnian Endapan
Endapan yang murni, adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-
molekul lain (zat-zat lain yang disebut pengotor atau kontaminan). Pengotoran (kontaminasi oleh
zat-zat lain mudah terjadi, karena pengendapan terjadi dari larutan yang berisi macam-macam zat.
Pada pengendapan AgCl di atas, setidaknya mengandung ion-ion Na+, Cl-, Ag+ dan NO3- dan
bahan-bahan lain yang terdapat dalam garam dapur kotor. Setelah AgCl mengendap, larutan larutan
masih berisi komponen-komponen tadi kecuali Cl-, dan zat-zat yang mudah terbawa oleh endapan
AgCl, misalnya karena diadsorbsi (diserap pada permukaan butir-butir endapan) atau teroklusi
(terkurung diantara butir-butir endapan yang menggumpal).

swm/kimia analis/gravimetri/hal-122
Endapan yang kotor beratnya akan lebih besar dari pada semestinya, maka senyawa yang
dihitung berdasar endapan kotor juga lebih besar dari sebenarnya (kesalahan positif). Jadi harus
diusahakan memperoleh endapan semurni mungkin (100% murni tidak mungkin). Usaha-usaha itu
dilakukan baik sewaktu membentuk endapan (dalam proses pengendapan) maupun sesudahnya.
Susunan Endapan
Pada contoh pengendapan NaCl, Berat AgCl tidak boleh kurang ataupun lebih dari berat yang
semestinya diperoleh dari NaCl dalam sampel. Kemungkinan kesalahan sudah dijelaskan pada
uraian sebelumnya, tetapi masih ada kemungkinan kesalahan karena sebab lain, yaitu susunan
endapan yang tidak tetap. AgCl kurang baik untuk menjelaskan persoalan ini; lebih mudah bila
ditinjau analisa besi. Pada pengendapan besi diperoleh Fe(OH)3. Hidroksida ini mempunyai
susunan tertentu tetapi mengandung air kristal yang tidak tertentu jumlahnya atau Fe(OH)3.nH2O; n
tidak tertentu, berat Fe tidak dapat dihitung berdasar endapan tersebut.
Jadi harus dicari endapan yang susunannya tetap atau endapan yang terbentuk dapat diubah
menjadi zat yang komposisinya tertentu. Untuk endapan Fe(OH)3.nH2O, kalau dipanaskan pada
suhu tinggi (900-1000oC) maka terjadi perubahan berikut :
2 Fe(OH)3.nH2O Fe2O3 + m H2O
Kemudian yang ditimbang adalah Fe2O3, suatu oksida dengan susunan tertentu dan tetap.

Syarat Endapan Secara Praktek


Syarat-syarat tersebut diatas bersumber pada syarat-syarat teoritis, masih ada persoalan lain
berdasar tuntutan praktis sekaligus teoritis, yaitu mempermudah atau mempercepat penyelesaian
pengendapan. Persoalan tersebut adalah : bentuk fisik endapan yang diinginkan kasar, endapan yang
voluminous atau bulky dan endapan yang spesifik.
Endapan yang kasar
Yaitu endapan yang butir-butirnya tidak kecil dan halus melainkan besar. Hal ini penting
untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Endapan yang disaring akan menutupi pori-
pori kertas saring; bila endapan halus, maka butir-butir endapan dapat masuk ke dalam pori-pori
kemudian lolos, hilang atau masuk menyumbat pori-pori. Kedua hal ini sangat merugikan :kalau
lolos maka endapan tidak kuantitatif lagi karena berkurang; bila menyumbat pori-pori maka cairan
sukar lewat sehingga cairan tidak lekas habis, dengan perkataan lain penyaringan menjadi lama.
Bila endapan kasar, maka penyumbatan atau lolos dapat dihindarkan, penyaringan cepat
selesai. Disamping itu pencucian endapan lebih mudah dan cepat.
Untuk mendapatkan endapan yang kasar dilakukan usaha-usaha, baik sewaktu endapan
dibentuk maupun sesudahnya, seperti mengusahakan kemurnian endapan. Pada prinsipnya yang
dilakukan adalah : (a). Mengatur agar endapan tidak terlalu cepat. (b). Menumbuhkan kristal
endapan. (a). dan (b). tercakup dalam tahap 2,3 dan 4 tersebut di atas. Pada umumnya endapan yang
kasar juga lebih murni dari pada endapan yang halus. Jadi selain punya arti praktis juga punya arti
teoritis seperti disebutkan di muka.
Endapan yang Bulky
Yaitu endapan yang bervolume besar atau beratnya besar, tetapi berasal dari zat yang hanya
sedikit. Hal ini dimaksudkan, kalau selama pencucian, pengeringan dan sebagainya ada endapan
yang tercecer atau tertinggal sehingga tidak ikut ditimbang, maka kesalahan yang timbul relatif
kecil.
Endapan spesifik
Yang dimaksud adalah bahwa pereaksi yang digunakan hanya dapat mengendapkan
komponen yang dianalisa. Dengan demikian, maka setelah sampel dilarutkan maka pembentukan
endapan tidak perlu didahului pemisahan komponen-komponen yang mungkin ikut mengendap bila
dipakai pereaksi lain yang tidak spesifik. Sehingga analisa lebih singkat, karena berkurang satu
tahap, bahkan tahap pemisahan ini adalah tahap yang sering sangat sulit. Selain itu kemungkinan
terjadi kesalahan juga berkurang, sebab setiap tahap mengandung sumber kesalahan.
4. Pengotoran Endapan
Secara garis besar kotoran dibedakan menjadi dua yaitu karena:
a. Pengendapan sesungguhnya (true precipitation)
Terjadi reaksi yang membentuk endapan zat pengotor itu disamping endapan yang memang
dikehendaki. Jadi pengotoran terjadi oleh zat pengendap, karena Ksp zat tersebut ikut terlampaui.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-123
Misalnya suatu larutan yang berisi ion-ion Al3+dan Fe3+. Dianalisa untuk penentuan jumlah Fe3+
dengan mengendapkannya sebagai Fe(OH)3. Karena Al(OH)3 juga sukar larut, maka ion-ion OH-
yang diberikan untuk membentuk Fe(OH)3 juga mengendapkan Al(OH)3. Maka endapan endapan
yang diinginkan yaitu Fe(OH)3 terkotori oleh Al(OH)3.
a.1. Pengendapan bersama (simultaneous precipitation): kotoran mengendap bersamaan dengan
analit. Contohnya Al(OH)3 sebagai pengotor Fe(OH)3. Cara mengatasi pengotoran semacam ini
adalah mencegah terbentuknya endapan tersebut dengan memisahkan atau mengkompleksnya.
Bila hal itu tidak mungkin, maka perlu pengendapan dengan pereaksi lebih selektif. Pencucian
dan pengendapan ulang (reprecipitation) jarang berhasil menyingkirkan bahan-bahan pengotor
tersebut.
a.2. Pengendapan susulan (post precipitation): pada kasus ini kotoran mengendap selang beberapa
waktu dengan endapan analit terbentuk, karena reaksinya lamabt. Suatu contoh ialah campuran
Ca2+ dan Mg2+, untuk analisa Ca2+ dengan mengendapkan sebagai garam oksalat, CaC2O4.
Karena MgC2O4 juga sukar larut, garam ini juga mengendap, akan tetapi baru kemudian,
kadang-kadang setelah berhari-hari. Bila endapan analit segera disaring, maka pengotoran tidak
terlalu banayak; dan karena kotoran yang terbaaw sedikit, pengendapan ulang sangat
menguranginya.
b. Terbawa oleh Endapan (coprecipitation)
Pengotor ini tidak mengendap, melainkan hanya terbawa oleh endapan analit. Andaikata
larutan Fe3+ di atas selain berisis Al3+ juga berisi Na+ dan Mg2+ dan pH diatur dengan larutan buffer
agar tidak membentuk endapan Mg(OH)2, ternyata dalam endapan Fe(OH)3 terdapat ion Mg2+.
Pengotoran ini tidak terjadi karena pengendapan, melainkan karena Mg2+ terbawa serta. Awal
terjadinya pengotoran ini ialah adsorpsi suatu ion oleh endapan analit, kemudian ion lawannya ikut
terbawa.
Usaha Mengurangi Pengotoran
a. sebelum membentuk endapan dengan jalan menyingkirkan bahan-bahan yang akan mengotori
b. selama membentuk endapan. Tekniknya macam-macam, tetapi semua berdasar prinsip bahwa
pembentukan endapan dipersulit (bukan dihalangi) atau secara teoritis : diusahakan agar derajat
lewat jenuh larutan menjadi sekecil mungkin.
c. Setelah endapan terbentuk
1. sebelum disaring dengan digestion
2. sesudah disaring dengan mencuci
3. ada kalanya dengan pengendapan ulang

5. Pencucian Endapan
Tujuannya adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun
yang terbawa secara mekanis.
Efisiensi pencucian tergantung dari cara membagi cairan yang tersedia. Pencucian berkali-kali
meggunakan volume kecil lebih efektif dibanding volume besar hanya 1-2 kali. Contoh : 100 ml
dipakai mencuci 5 x masing-masing 20 ml lebih baik hasilnya dari pada 2x mencuci masing-masing
50 ml. Secara matematik dapat ditunjukkan hubungan berikut :
n
 u 
X n  Xo  
u v
di mana : X0, Xn = konsentrasi pengotor sebelum dan sesudah dicuci
u = volume cairan yang tinggal setelah pencucian
v = volume cairan yang digunakan tiap kali pencucian
Contoh :
Suatu campuran sebanyak 2 g. Berisi 0,1 g kotoran dan 0,5 ml cairan. Dicuci dengan 20 ml pencuci
a. dipakai 2 x 10 ml dan b. 4 x 5 ml.
n 2
 u   0,5 
a. X n  X o   =  0,1   = 2,3 x 10-4 g
u v  10  0,5 
4
 0,5 
.b. X n  0,1   = 6,8 x 10-6 g
 5  0,5 

swm/kimia analis/gravimetri/hal-124
Kapan pencuian sudah selesai?
Andaikan analisa Ag+ dibentuk endapan AgCl, maka pengendapnya adalah Cl-. Artinya
kelebihan Cl- merupakan pengotor. Maka untuk menyatakan apakah pencucian dapat dihentikan
dapat dilakukan dengan mengetes cairan pencuci yang menetes dari saringan menggunakan AgNO 3.
pada awal pencucian pertama dan kedua pasti terlihat ada Cl-. Pada pencucian ketiga berkurang, dan
keempat sudah tidak terlihat Cl- lagi. Bila demikian maka pencucian dapat dihentikan. Sebenarnya
kalau Cl- sudah habis belum tentu pengotor-pengotor lain habis pula, tetapi kalau tidak ada jalan
untuk menunjukkannya, terpaksa dianggap selesai.
Ion mana yang dipilih sebagi penunjuk selesainya pencucian? Tergantung dari larutan yang
menghasilkan endapan : ion mana yang ada didalamnya dan mana yang mudah ditunjukkan ada-
tidaknya dengan reaksi yang cukup spesifik dan sensitif.

6. Penyaringan
Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, dapat dilakukan dengan
sentrifuga atau penyaringan. Alat-alat penyaringan :yang paling banyak dipakai adalah kertas
saring, selain itu dapat dipakai cawan gelas atau cawan porselen berpori.
Kertas saring mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
a. tidak inert, yaitu dapat dirusak oleh asam atau basa pekat dan macam-macam oksidator yang
dapat berakibat bocor
b. kekuatan mekanisnya kurang, daapt sobek dan ambrol, sehingga bocor dan mengotori endapan
karena seratnya terbawa terutama penyaringan dengan vacum
c. dapat mengadsorpsi bahan-bahan dari larutan yang disaring
d. untuk gravimetri perlu dibakar habis karena tidak dapat dikeringkan sampai berat tetap
Keuntungan pemakaian kertas saring adalah : mudah diperoleh, murah, efisiensi penyaringan tinggi.
Untuk kecepatan penyaringan tersedia kertas dengan pori-pori halus, medium dan kasar.

7. Pemanasan dan Pengeringan


Tujuan pemanasan dan pengeringan adalah :
1. menghilangkan air dari endapan
2. menguapkan elektrolit pencuci
3. merubah endapan menjadi bentuk penimbangan yang stabil dengan rumus molekul yang pasti.
Suhu pemanasan bergantung pada macam endapan. Contoh:
AgCl dipanaskan pada 120oC dalam oven.
MgNH4PO4.6.H2O dipanaskan pada pada 900oC menjadi Mg2P2O7

8. Pendinginan dan Penimbangan


Endapan yang sudah dikeringkan harus didinginkan hingga mencapai suhu neraca sebelum
ditimbang. Perbedaan suhu yang terlalu besar dapat mengakibatkan : (a). kerusakan neraca, dan (b).
penimbangan tidak teliti karena konveksi udara. Pendinginan harus dilakukan dalam eksikator yang
berisi bahan pengering yang masih baik. Pendinginan di udara terbuka menyebabkab endapan dan
cawan yang sangat kering capat menyerap uap air dari udara dalam jumlah yang tidak tertentu,
tergantung dari luas permukaan maupun lamanya terkena udara. Di dalam eksikatorpun terdapat uap
air, ada juga penyerapan tetapi sangat sedikit asalkan eksikator tidak terlalu lama terbuka dan bahan
pengering masih aktif. Maka penimbangan harus secepat mungkin dilakukan setelah bahan dingin
dan penimbangan juga harus selesai dengan cepat. Selama menunggu giliran ditimbang, cawan
harus tetap dalam eksikator.
Beberapa bahan selain mengikat H2O dapat juga bereaksi dengan CO2, misalnya CaO. Bahan
seperti ini sebaiknya didinginkan dan ditimbang dalam botol tertutup.
Memanaskan/memijarkan bahan satu kali tidak menjamin bahwa endapan sudah benar
kering atau mencapai berat tetap. Maka setelah ditimbang, cawan dan isinya harus
dipanaskan/dipijarkan lagi pada suhu seperti pertama kali mengerjakannya dan didinginkan lagi,
ditimbang lagi. Bila selisih endapan menurut kedua penimbangan masih terlalu besar (0,2-0,3) mg,
maka pemanasan dan sebagainya diulang sampai diperoleh berat tetap.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-125
9. Perhitungan Gravimetri
Pada proses gravimetri, sampel (cuplikan) dengan suatu pereaksi sehingga terbentuk senyawa yang
mengendap, endapan ditimbang dan dari berat endapan dapat dihitung banyaknya senyawa yang
dicari.
Untuk menghitung berat zat yang dicari dari berat endapan, digunakan faktor gravimetri.
berat formula zat yang dicari
Faktor gravimetri 
berat formula zat yang ditimbang

Berat zat yang dicari = berat zat yang ditimbang (berat endapan) x faktor gravimetri

berat zat yang dicari ( gram)


kadar (%) berat zat yang dicari  x100 %
berat cuplikan ( gram)

berat endapanx faktor gravimetri


 x100 %
berat cuplikan

Beberapa faktor gravimetri


Zat yang ditimbang (berat endapan ) Zat yang dicari Faktor gravimetri
AgCl Cl Cl/AgCl
BaSO4 S S/BaSO4
Fe2O3 Fe 2Fe/Fe2O3
Fe2O3 FeO 2FeO/Fe2O3
Mg2P2O7 Mg 2 Mg/ Mg2P2O7

Contoh : Misalnya ingin diketahui kadar NaCl dalam garam dapur kotor : maka NaCl direaksikan
dengan AgNO3, sehingga mengendap sebagai AgCl. Endapan AgCl disaring, dibersihkan,
dikeringkan dan ditimbang.
berat NaCl dihitung sebagai berikut :
Berat NaCl = berat endapan AgCl x faktor gravimetri
BM NaCl
= berat endapan AgCl x
BM AgCl
BM NaCl
berat endapan AgCl x
BM AgCl
% NaCl = x 100%
berat sampel

Contoh Soal :
1. Sampel seberat 0,6025 g dari suatu garam klorida dilarutkan dalam air dan kloridanya
diendapkan dengan menambahkan AgNO3 berlebih. Endapan AgCl disaring, dicuci dan
dikeringkan, beratnya diperoleh 0,7134 g. Hitung % Cl dalam sampel.
Penyelesaian :
Reaksi : Ag+ + Cl- AgCl
1 mol 1 mol 1 mol
berat Cl  berat endapanx faktor gravimetri
berat atom Cl
berat Cl  0,7134 x
berat AgCl
35,5
berat Cl  0,7134 x
143,32
berat Cl
% Cl  x 100 %
berat sampel
35,5
0,7134 x
143,32
 x 100 % jadi % Cl  29,29%.
0,6025

swm/kimia analis/gravimetri/hal-126
2. Suatu sampel bijih besi beratnya 0,48 g, dilarutkan dalam asam, besinya dioksidasi ke keadaan
oksidasi +3 dan kemudian diendapkan sebagai oksida berair Fe(OH)3. Endapan disaring, dicuci
dan dipijarkan menjadi Fe2O3 diperoleh berat 0,2481 g. Hitung % Fe dalam sampel.
Penyelesaian :
Reaksi : 2 Fe3+ + 6 OH- 2 Fe(OH)3
2 Fe(OH)3 Fe2O3 + 3 H2O(g)

berat Fe  berat endapanx faktor geavimetri


2 x BA Fe
berat Fe  berat endapanx
BM Fe2 O3
2 x 55,85
berat Fe  0,2481 x gram 
159,69
0,1735
% Fe  x 100% jadi % Fe  35,77%
0,48

3. Sebanyak 0,5428 gram sampel batuan fosfat diendapkan sebagai MgNH4PO4.6H2O dan
dipijarkan menjadi MgP2O7. Jika berat hasil pemijaran sebesar 0,2234 g, hitunglah a. Persentase
P2O5 dalam sampel b. kemurnian dalam persen dinyatakan sebagai P.
Penyelesaian :
a. Persentase P2O5
berat endapan x ( P2O5 / Mg2 P2O5 )
P2O5 = x 100
berat sampel
0,2234 x (141,95 / 222,55)
= x 100 % = 26,25%
0,5428
b. Persentase P
berat endapan x (2 P / Mg 2 P2 O7 )
P= x 100%
(berat sampel)
0,2234 x (2 x 30,974 / 222,55)
= x 100%
0,5428
= 11,46%.

4. Dalam gravimetri terhadap belerang, kadang-kadang endapan BaSO4 yang sudah dipanggang
sebagian tereduksi menjadi BaS.
Andaikan sampel mengandung 32,3% SO3 dianalisis dan 20% endapan akhir yang ditimbang
adalah BaS dan 80% BaSO4. Berapa SO3 hitungan hasil analisis, jika endapan diandaikan
seluruhnya BaSO4.
Penyelesaian :
Misal : f = fraksi SO3 hasil hitungan
100 f = persen SO3
Wp = berat campuran BaSO4 dan BaS yang diperoleh dari 1 gram sampel
SO3
Wp x
BaSO4
Maka : x 100 100 f
1,0
BaSO4
Wp  f x (1)
SO3
Endapan : 20% BaS dan 80% BaSO4, maka % SO3 yang benar adalah :
SO3 SO3
0,8W x  0,2Wp x  32,3 (2)
BaSO4 BaS
Persamaan (1) dimasukkan ke (2) :
BaSO4
0,8 f  0,2 f x
BaS x 100  32,3 diperoleh : f = 0,3
1
Jadi analisis menghasilkan %SO3 = 100 x 0,3 = 30%

swm/kimia analis/gravimetri/hal-127
5. Suatu sampel yang hanya mengandung CaCO3 dan MgCO3 dipanggang menjadi CaO dan MgO.
Campuran oksida mempunyai berat setengah berat sampel aslinya. Hitunglah persentase CaCO3
dan MgCO3 dalam sampel
Penyelesaian :
Misal : berat sampel = 1 gram maka berat campuran oksida = 0,5 gram.
Jika W = berat CaCO3 (gram) maka berat MgCO3 = (1-W) gram
banyaknya CaCO3 dalam gram + banyaknya MgCO3 dalam gram = 0,5
CaO MgO
Wx  (1  W )  0,5
CaCO3 MgCO3
56 40
W x  (1  W )  0,5
100 84
W  0,267 g CaCO3
Karena berat sampel 1 g, maka persentase CaCO3 = 26,7% dan persentase MgCO3 =100 – 26,7
= 73,3.

6. Dalam analisa 0,5 g sampel Feldspar, didapatkan campuran KCl dan NaCl yang beratnya =
0,118 g. Apabila dari campuran klorida tersebut direaksikan dengan AgNO3, menghasilkan
endapan AgCl yang beratnya = 245,1 mg. Hitunglah % berat Na2O dan K2O dalam sampel
tersebut.
Penyelesaian :
a (118  a)
Diandaikan bera KCl = a mg = mmol ; maka bera NaCl = (118-a)mg = mmol
74,5 58,5
a (118  a) a (118  a)
Maka jumlah endapan AgCl = ( + ) mmol = 143,5 x ( + ) mg
74,5 58,5 74,5 58,5
a (118  a)
Persamaan : 143,5 x ( + ) = 245,1
74,5 58,5
Persamaan tersebut diselesaikan diperoleh a = 84,1905
Maka berat KCl = 84,1905 mg dan berat NaCl = 118-84,1905 = 33,8095 mg.
97 x 84,1905
% berat K2O = x 100%  10,62%
149 x 500
62 x 33,8095
% berat Na2O = x 100%  3,58 %
117 x 500
7. Dua komponen dalam suatu campuran dapat ditetapkan dari dua macam data analisis. Dua
persamaan dengan dua variabel dipecahkan secara serempak. Berikut ini satu contoh data
gravimetri digabung dengan data titrasi.
Suatu sampel seberat 0,7500 g yang mengandung NaCl dan NaBr dititrasi dengan AgNO3
0,1043 M, ternyata menghabiskan 42,23 ml. Sampel kedua yang sama berat ditambah dengan
AgNO3 berlebih dan campuran AgCl serta AgBr disaring, dikeringkan dan diperoleh berat
0,8042 g. Hitung persentase NaCl dan NaBr dalam sampel tersebut.
Penyelesaian :
Andaikan : NaCl = x mmol dan NaBr = y mmol, maka :
x + y = total mmol = 42,23 ml x 0,1043 mmol/ml
x + y = 4,405
Akan dihasilkan juga : AgCl = x mmol dan AgBr = y mmol. Jadi :
AgCl x + AgBr y = 804,2
143,32x + 187,77y = 804,2
Kedua persamaan setelah diselesaikan diperoleh : x = 0,516 dan y = 3,889
0,516 mmol x 58,44 mg/mmol
Maka : NaCl = x 100%  4,02%
750,0 mg
3,889 mmol x 102,89 mg/mmol
NaBr = x 100%  53,35%
750,0

swm/kimia analis/gravimetri/hal-128
10. Penerapan Analisa Gravimetri
1. Besi(III) Hidroksida
Penerapan gravimetri besi dilakukan mengendapkannya sebagai besi(III) hidroksida, Fe(OH)3 atau
Fe2O3.nH2O atau disebut oksida berair. Kemudian pemanaskan/memanggang pada suhu tinggi
menjadi Fe2O3. Metode ini jarang digunakan untuk penentuan besi dalam baja atau paduan logam,
karena metode volumetri lebih baik. Metode ini digunakan dalam analisis batuan, yang mana besi
dipisahkan dari unsur-unsur seperti kalsium dan magnesium dengan pengendapan. Bijih besi
biasanya dilarutkan dalam asam klorida, dan asam nitrat digunakan untuk mengoksidasi besi
sehingga keadaan oksidasinya +3.
Reaksi :
a. pelarutan bijih besi
bijih besi + HCl Fe2+ atau Fe3+
b. oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+
Fe2+ + HNO3 Fe3+ + NO + H2O
c. pembentukan endapan
Fe3+ + 3NH4OH Fe(OH)3 + 3NH4+
1000oC
2 Fe(OH)3 Fe2O3 + H2O
Sifat Endapan
Oksida berair dari besi merupakan endapan mirip gelatin yang sangat tidak larut dalam air (Ksp = 1
x 10-36). Koagulasi dilakukan pada kondisi larutan panas. Endapan dicuci dengan air yang
mengandung sedikit amonium nitrat untuk mencegah peptisasi. Penyaringan dilakukan dengan
kertas saring. Kertas dibakar habis dan endapan dipijarkan/dipanggang pada suhu yang tinggi untuk
menghilangkan air.
Kesalahan-kesalahan
Endapan berbentuk gelatin, sehingga mempunyai kecenderungan menyerap ion-ion asing selama
pengendapan

2. BaSO4
Endapan BaSO4 dapat digunakan untuk menentukan Ba atau sulfat (SO42-) atau belerang (S).
Ba2+ + SO42- BaSO4
Sifat endapan
 Kelarutan dalam air kecil : 3 mg/L pada suhu 26oC.
 Kelarutan BaSO4 dalam asam besar, tetapi pengendapan dilakukan pada 0,01 N HCl dengan
alasan :partikel endapan besar, endapan hasil lebih murni dan mencegah endapan lain, misal :
BaCO3. Bertambahnya kelarutan endapan dalam asam karena : SO42- + H+ HSO4-
 Endapan BaSO4 berbentuk kristal, harus diusahakan endapan berbentuk partikel besar dan
sesedikit mungkin terjadi kopresipitasi.
Kesalahan
 Jangan sampai ada garam-garam alkali dan amonium dan konsentrasi asam yang tinggi karena
memperbesar kelarutan BaSO4.
 Jika BaSO4 disaring dengan kertas filter biasa dan dicuci dengan air panas. Kertas saring harus
dibakar dengan udara sebanyak-banyaknya, karena SO42- mudah tereduksi oleh C yang berasal
dari kertas saring. BaSO4 + C BaS + 4CO(g). Untuk menghindari hal ini dapat dipakai
krus porselin.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-129
10. ANALISA BATUAN (ROCK)
Untuk analisa batuan, sebagai standar dipakai batu kapur (lime stone). Batu kapur adalah
satu jenis batuan yang sederhana dalam penanganan analisanya, tetapi langkah-langkah yang
ditempuh untuk analisanya berlaku untuk semua jenis batuan.
Analisa batuan kapur meliputi determinasi (penentuan) beberapa konstituen di dalam
campuran yang kompleks. Konstituennya dipisahkan satu sama lainnya dengan prosedur
gravimetri. Kandungan utama batuan kapur adalah kalsium karbonat, tetapi yang terdapat di alam
umumnya mengandung bermacam-macam konstituen. Konstituen-konstituen ini berupa oksida-
oksida basa (logam) dan oksida-oksida asam (non logam).
 Oksida basa : CaO, MgO, Fe2O3, Al2O3, MnO, TiO2, Na2O, K2O.
 Oksida asam : CO2, SiO2, P2O5, SO3.
Batuan yang kandungan CO2 nya tinggi disebut batuan karbonat. Bila kandungan Silika (SiO2) nya
tinggi, disebut batuan silikat, P2O5 tinggi disebut batuan phospat.
Batuan kapur adalah batuan karbonat. Biasanya kandungan CO2 nay lebih dari 40%.
Umumnya batuan karbonat mudah terurai oleh asam. Tidak demikian halnya dengan batuan silikat
yang baru dapat terurai oleh asam setelah sebelumnya harus dilebur terlebih dahulu dengan alkali
misalnya Na2CO3.
Garam rangkap kalsium dan magnesium karbonat CaCO3. MgCO3 disebut dolomit, yang
mengandung MgO 10-20%. Jadi kandungan utamanya adalah CaO, MgO dan CO2.
Komposisi batuan Kapur Secara Umum
Komponen Prosentase
Kehilangan akibat pemijaran 40-4
Silika tidak murni 0-7
Oksida Campuran 0-6
Oksida Kalsium 30-35
Oksida Magnesium 14-21
Umumnya untuk analisa batuan, dilakukan secara analisa pendekatan (analisa proksimat). Pada
analisa ini sampel dipecah menjadi lima (5) komponen untuk dilakukan determinasi seperti pada
tabel di atas. Kuantitas yang dideterminasi adalah sebagai berikut :
(1) Kehilangan akibat pemijaran : terutama CO2, sedikit hilang akibat volatilisasi dari air dan
zat-zat organik.
(2) Silika tidak murni : silika yang mengandung Fe2O3, Al2O3 dan sebagainya sebagai kotoran.
(3) Oksida campuran : Fe2O3, Al2O3, TiO2, Mn3O4, P2O3 dan sedikit silika yang lepas dari (2).
(4) Oksida kalsium
(5) Oksida magnesium.
Meskipun analisanya secara pendekatan, pelaksanaannya tetap akurat dan hasil akhir kuantitas yang
dideterminasi harus mendekati 100%.

KEHILANGAN AKIBAT PEMIJARAN


Langkah pertama analisa batuan kapur (lime stone) adalah sampel dipanaskan pada suhu
tinggi (900-1000oC). Kalsium karbonat dan Magnesium karbonat akan terurai dan kehilangan CO2,
sesuai reaksi berikut :
CaCO3 CaO + CO2 (g)
MgCO3 MgO + CO2 (g)
Uap air (moisture) juga akan teruapkan.
Bila sampel mengandung zat organik akan mengalami oksidasi. Sulfida akan teroksidasi dan sulfat
akan terurai (zat-zat minor). Kehilangan berat dianggap terutama Karbon dioksida (CO2).
Proses pemijaran sangat membantu dalam analisa silika. Silikat karena pemijaran dapat
berubah dalam bentuk larut, hingga tidak perlu dilakukan proses peleburan (fusion) dengan alkali.

SILIKA TIDAK MURNI


Bila % silika lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa basanya (CaO, MgO dsb), maka sampel
tidak dapat diurai oleh asam HCl. Perlu kandungan basanya ditinggikan dengan melebur memakai
alkali, biasanya Na2CO3. Reaksinya : SiO2 + Na2CO3 Na2SiO3 + CO2. Untuk lime stone
peleburan ini tidak diperlukan.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-1210
Pemijaran juga membantu merubah sifat silikat dalam bentuk “larut” . CaO + SiO2 CaSiO3.
Kalsium silikat terurai oleh asam.
Sebagian besar silika akan tertinggal sebagai residu bila lime stone yang telah dipijarkan
direaksikan dengan asam HCl. Sebagian silika terkonversi menjadi asam silikat yang terdispersi
sebagai koloid SiO2 x H2O. Pada waktu disaring koloid ini ikut dalam filtrat (tapisan). Untuk
mengambil kembali silika, perlu dikenakan proses dehidrasi untuk menghilangkan airnya dan
mengkoagulasikan koloidnya. Proses dehidrasi dilakukan dengan evaporasi larutannya sampai
kering dengan bantuan HCl, dilanjutkan dengan pemanasan residunya pada suhu 110-120oC.
Dehidrasi dapat juga dengan asam sulfat atau asam perklorat.
Setelah proses pemanasan selesai, HCl encer ditambahkan untuk melarutkan sampelnya dan
setelah itu disaring. Maka silika dalam koloid sebagian besar terambil kembali. Meskipun demikian
tetap masih ada silika yang terdispersi, maka perlu dehidrasi ulangan. Silika yang telah terkoagulasi
harus dipijarkan pada suhu tinggi, sebab air terikat sangat kuat oleh SiO2 nya. Pemijaran dilakukan
dengan menggunakan cawan platina. Endapan ditimbang sebagai SiO2.
Endapan final silika tidaklah murni, sebab masih dikotori oleh kation-kation Fe, Al, dan
sebagainya. Kesalahan berat SiO2 terkompensasi dengan berat kation-kationnya.
Bila dikehendaki analisa eksak SiO2nya, maka SiO2 tidak murni tersebut direaksikan dengan
HF dan H2SO4 pada suhu tinggi. Setelah itu silikanya akan terkonversi menjadi Silika tetra flourida
yang volatil. SiO2 + 4 HF SiF4 + 2 H2O. Konversi Fe dan Al aksida menjadi fluorida
dicegah dengan H2SO4. Kemudian pemijaran suhu tinggi menguraikan Fe dan Al sulfat kembali
menjadi oksida. Endapan yang diperoleh ditimbang, maka berat yang hilang adalah berat silika.

OKSIDA GABUNGAN
Fitrat dari determinasi silika terutama mengandung kalsium, magnesium, besi dan
aluminium dan sedikit fosfat. Larutannya dibuat alkalis dengan NH4OH untuk mengendapkan
terutama hidroksida besi dan aluminium dan meninggalkan kalsium dan magnesium di dalam
larutan. Endapannya masih dikotori oleh konstituen minor seperti hidroksida titanium dan mangan
(Mn), juga fosfor. Sebelum proses pengendapan dilakukan perlu Mn dioksidasi dengan brom supaya
tidak mengganggu kemudian.
Endapan disaring, dicuci dan biasanya dimurnikan dengan repretipitasi. Terakhir dipijarkan
dan residunya ditimbang sebagai oksida macam-macam unsur atau disebut “oksida campuran”.
Kemungkinan kesalahan dalam determinasi ini cukup banyak.
(1) Endapan Fe(OH)3 yang menyerupai gelatin mengikut sertakan mengendap (ko-presipitasi), ion-
ion Ca2+ dan Mg2+. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan memberikan konsentrasi tinggi garam-
garam amonium. Dapat juga dengan proses represipitasi.
(2) Ca dan Mg sebagian ikut mengendap sebagai karbonat, bila larutannya dibuat basa. Karbonat
dapat berasal dari amonium hidroksidanya atau akibat penyerapan CO2 dari udara. Kesalahan ini
dapat dikurangi dengan re-presipitasi.
(3) Pemberian ekses amonia harus dihindari, supaya Al(OH)3 yang bersifat amfoter dapat
mengendap sempurna dan Mg(OH)2 tidak ikut mengendap. Kesalahan dapat dikurangi dengan
pemberian garam-garam amonium, akibat ion sejenis.
Bila dikehendaki analisa eksak, endapan oksida campuran dipijarkan, kemudian dilarutkan
dengan asam, silikanya akan tertinggal sebagai residu. Selanjutnya Fe dideterminasi secara
volumetrik dengan titrasi memakai KMnO4. Ti dideterminasi secara kolorimetri, sedangkan Al
dihitung dari sisanya.

KALSIUM
Filtrat dari pengendapan oksida campuran terutama mengandung garam-garam Ca dan Mg,
juga garam-garam amonium yang memang ditambahkanpada analisa sebelumnya dan ion Na bila
sebelumnya diadakan proses peleburan. Permasalahan pokok adalah memisahkan Ca dari Mg. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengendapkan Ca sebagai kalsium oksalat, dengan catatan jumlah Ca
nya sedikit lebih besar dari pada Mg nya. Hal ini terjadi pada lime stone.
Kalsium oksalat adalah garam asam lemah, hingga kelarutannya lebih kecil dalam larutan
netral atau alkalis dibandingkan dalam asam. Meskipun demikian bila oksalatnya ekses, endapannya
kuantitatif pada pH 5. Pengendapan dilakukan pada keadaan panas, disusul netralisasi dengan
amonia.
Kelemahannya, endapan kalsium oksalat mengikutsertakan mengendap (ko-presipitasi) Na,
K dan Mg-oksalat. Mg-oksalat mengendapnya pasca (post-presipitasi). Hal ini dapat dihindari,

swm/kimia analis/gravimetri/hal-1211
endapan tidak terlalu lama kontak dengan larutan induk. Lalam praktek endapan kalsium oksalat
selalu dikotori oleh Mg-oksalat.
Endapan Ca-oksalat dipijarkan menjadi CaCO3 atau menjadi CaO untuk penimbangan akhir.
CaCO3 stabil pada suhu 420-600oC dan tidak higroskopis.

MAGNESIUM
Filtrat dari pengendapan Ca mengandung Mg2+, NH4+ dan kation alkali, juga sejumlah anion
oksalat dan klorida. Kedua anion ini dapat dihilangkan dengan evaporasi memakai HNO3 dan HCl
sampai kering. Oksalat terkonversi menjadi CO2 dan H2O, NH4+ menjadi N2, NO dan H2O.
Residunya dilarutkan dan Mg nya diendapkan sebagai Mg NH4PO4.6H2O
Mg2+ + NH4+ + PO43- + 6 H2O Mg NH4PO4 .6H2O
Mg NH4PO4. 6 H2O MgP2O7 + 2 NH3 + 13 H2O

KARBON DIOKSIDA
Bila dikehendaki analisa CO2 secara murni, caranya adalah sebagai berikut: sampel batu
kapur direaksikan dengan HCl dalam alat khusus, maka akan melepaskan CO2. Gas yang dibebaskan
berturut-turut dialirkan dalam deretan penyerap dan CO2 nya ditentukan dari selisih bertambahnya
berat alat penyerap dengan berat CO2.
Gas yang lepas mengandung uap air, CO2, dan H2S bila sampel mengandung sulfida dan gas
HCl, bila reaksi menggunakan HCl. H2S dan HCl diserap menggunakan CuSO4 anhidrous. Uap air
diserap dengan Mg(ClO4)2 atau drierite CaSO4. CO2 diserap dalam ascarite yaitu suatu bahan padat
yang dibuat dari hasil dispersi NaOH dalam asbestos (bahan ini berpori banyak).
Reaksi : 2 NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O

Keterangan :
A : tabung
dekomposisi bahan
K B : HCl
H I J C : pendingin
D : NaOH -asbestos
E : H2SO4
F : CuSO4
G : Mg(ClO4)2
H, I : NaOH
J : Mg(ClO4)2
K : kran

Gambar 1. Alat penentuan CO2 Secara Langsung

CuSO4 berfungsi menyerap HCl dan H2S. Mg(ClO4)2 untuk menyerap H2O. H2SO4 menyerap air.

swm/kimia analis/gravimetri/hal-1212
Skema Analisa Batuan Kapur

Pustaka
1. Day, R. A. dan Underwood, A. L., 1986, Quantitative Analysis, Terjemahan oleh A. H. Pudjatmaka :
Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke 5, Erlangga, Jakarta
2. Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, edisi ke 3, Gramedia, Jakarta
3. Kholtof, I.M., E.B. Sande., E.J.Mechan dan Stanley B.,1980, Quantitative Chemical Analysis, edisi ke 4,
The Macmillan Company

swm/kimia analis/gravimetri/hal-1213

Anda mungkin juga menyukai