Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ENY SETYORINI

NIM : 192 123 576


FAKULTAS/JURUSAN : EKONOMI / AKUNTANSI (SORE)
MATA KULIAH : KEWIDYAMATARAMAN
DOSEN : H. HERU WAHYUKISMOYO, S.SOS., M.Si

EKSISTENSI KAWULA MUDA DALAM SOSIAL, PENDIDIKAN DAN


BUDAYA MATARAM

Saya bangga menjadi warga Ngayogyakarta Hadiningrat, bangga menjadi bagian civitas
akademika Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Masih membekas dengan jelas dalam
ingatan saya di penghujung tahun 2010, berbagai elemen masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat
turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya. Berpusat di Titik Nol Kota Yogyakarta, lautan
massa memenuhi hingga keempat penjuru mata angin, sepanjang Jalan Malioboro, Jalan KH.
Ahmad Dahlan, Jalan Pangeran Senopati hingga ke Alun-alun Utara. Hal tersebut merupakan
pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya. Perasaan bangga, haru, sedih berkecamuk dalam
hati saya pada saat itu. Bangga dan haru terhadap sikap warga Ngayogyakakarta Hadiningrat
yang menyatakan pendapatnya demi membela Sang Raja, membela Keistimewaan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Sedih karena saya tak dapat turut andil bersama ribuan warga
Ngayogyakarta Hadiningrat karena saat itu saya masih bertugas di luar pulau Jawa yang jaraknya
ribuan kilometer dari Kota Yogyakarta. Hanya lantunan do’a dari hati sanubari terdalam yang
dapat saya panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa membersamai perjuangan masyarakat
Nagayogyakarta Hadiningrat. Itulah istimewanya Ngayogyakarta Hadiningrat. Ribuan orang
tanpa memandang usia tua maupun muda, tanpa memandang kelas jabatan, tanpa memisahkan
strata kedudukan, tanpa memandang strata pendidikan berbaur menjadi satu, namun tetap aman
dan damai, tanpa kerusuhan dan kericuhan sedikitpun. Bahkan berlomba-lomba untuk turut andil
dalam aksi tersebut. Baik dari segi konsumsi, keamanan dan kenyamanan peserta aksi. Seakan
tak peduli tentang berapa rupiah yang dikeluarkan, demi membela keistimewaan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Polemik pada saat itu berkaitan dengan Rancangan Undang-undang (RUU)
Keistimewaan Yogyakarta, berawal dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
terkait RUU Keistimewaan Yogyakarta. "Tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan
dengan konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi,". Bahkan dinyatakan dalam draft RUU Pasal 11,
menempatkan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Sri Paduka Paku Alam IX hanya sebagai
simbol dan penjaga budaya serta pemersatu warga Kota Yogyakarta. Sedangkan kepala
pemerintahan, yaitu gubernur dan wakil gubernur, dipilih sesuai perundang-undangan.
Sedangkan ciri keistimewaan Kota Yogyakarta terletak pada kepemimpinannya, yaitu Sri

Kewidyamataraman 1
Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paduka Paku Alam sebagai kepala daerah atau gubernur dan
wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut mengundang reaksi masyarakat Kota
Yogyakarta, yang menilai bahwa pemerintahan Republik Indonesia seakan-akan melupakan jasa-
jasa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sri
Sultan Hamengku Buwana IX berjasa besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Beliaulah yang setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan dengan
kebesaran hati menyatakan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan bagian
dari Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin Indonesia
dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Selama masa
Agresi Belanda II, Sultan juga menyumbangkan kekayaannya untuk membiayai pemerintahan,
kebutuhan hidup para pemimpin dan para pegawai pemerintah lainnya agar roda pemerintahan
Republik Indonesia tetap berjalan. Bahkan untuk mengenang jasa-jasa besar dan perjalanan
hidup Sang Sultan, di Komplek Keraton Yogyakarta didirikan sebuah museum yang diberi nama
Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Saat saya telah kembali ke Kota Yogyakarta tercinta, muncul keinginan untuk
melanjutkan studi saya di Kota Pendidikan ini, pilihan saya jatuh pada Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntasi Univertas Widya Mataram Yogyakarta. Salah satu Perguruan Tinggi Swasta di
Kota Yogyakarta yang didirikan pada tahun 1982 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
KGPH Mangkubumi. Universitas Widya Mataram Yogyakarta merupakan yang berbasis
budaya/kultural dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu keunggulan komparatif
Univertas Widya Mataram Yogyakarta adalah memperkenalkan mata kuliah Filsafat Budaya
Mataram. Seperti yang telah disampaikan oleh Bapak Heru Wahyukismoyo, S.Sos., M.Si,
Budayawan sekaligus pengampu mata kuliah Kewidyamataraman pada Universitas Widya
Mataram dalam perkenalan materi kuliah Filsafat Budaya Mataram, bahwa Universitas Widya
Mataram diharapkan mampu menjadi Universitas Kehidupan yang berbasis Multikulturalisme,
Humanisme & Spiritualisme bagi Bangsa Indonesia, sehingga pada suatu saat nanti mampu
melakukan transfer of knowledge dari peradaban masa lalu untuk menjawab tantangan masa
depan serta mampu melakukan enlightment/pencerahan terhadap peradaban baru (globalisasi)
yang serba maya, abstrak & absurd (virtualisme).

Pada saat ini Rencana Undang-Undang Keistimewaan Yogykarta telah disahkan dan
tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kewidyamataraman 2
Pepatah jawa mengatakan Sugih tanpa Bandha, Digdaya tanpa Aji, Nglurug tanpa
Bala, Menang tanpa Ngasorake. Secara harafiah dapat diartikan: Kaya tanpa Harta, memiliki
Kesaktian tanpa Ilmu/benda pusaka, Menyerang tanpa bala Pasukan, Menang tanpa
Merendahkan. Pepatah tersebut menjadi salah satu pedoman dalam hidup saya pribadi dan
berharap bahwa dengan menempuh pendidikan di Universitas Widya Mataram Yogyakarta, saya
tidak hanya mendapatkan gelar sarjana akuntansi tetapi juga saya dapat memenuhi harapan
pendiri Universitas Widya Mataram Yogyakarta dan meneladani semangat perjuangan Sri Sultan
Hamengku Buwana IX.

Referensi :
 https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Daerah_Istimewa_Yogyakarta, Di akses pada tanggal
31 Oktober 2019 pukul 12.03 WIB
 https://pustaka-makalah.blogspot.com/2011/03/problematika-keistimewaan-
yogyakarta.html, Di akses pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 12.03 WIB
 https://www.liputan6.com/news/read/309484/polemik-ruu-keistimewaan-yogyakarta-terus-
bergulir, Di akses pada tanggal 31 Oktober 2019 pukul 12.03 WIB
 https://www.tribunnews.com/travel/2015/11/16/berkunjung-ke-museum-sri-sultan-hb-ix-
raja-yogya-itu-ternyata-hobi-memasak-dan-fotografi. Di akses pada tanggal 06 November
2019 pukul 04.01
 https://id.wikipedia.org/wiki/Hamengkubuwana_IX, Di akses pada tanggal 06 November
2019 pukul 04.01
 Materi I Mata Kuliah KEWIDYA MATARAMAN, Pengantar Filsafat Budaya Mataram,
UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA, H. HERU WAHYUKISMOYO,
S.SOS., M.Si., 2019
 https://id.wikiquote.org/wiki/
Sugih_tanpa_bandha,_digdaya_tanpa_aji,_nglurug_tanpa_bala,_menang_tanpa_ngasorake,
Di akses pada tanggal 06 November 2019 pukul 05.59

Kewidyamataraman 3

Anda mungkin juga menyukai