Tantangan dan Hambatan Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Oleh Clarissa Putri Monica
Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kehadiran
pancasila dapat dijadikan sebagai landasan bermasyarakat karena sejatinya pancasila adalah jati diri bangsa. Sebagai jati diri bangsa harusnya warga negara memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan. Namun pada kenyataannya nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila mulai tergerus oleh waktu. Tidak sedikit dari warga negara yang bersikap acuh terhadap nilai-nilai pancasila. Hal ini menjadi tantangan dan hambatan bagi perkembangan pancasila. Sesuai dengan sila pertama Negara Indonesia dibangun dengan pondasi nilai luhur yaitu Ketuhanan yang Maha Esa sehingga negara menjamin kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan kebebasan untuk melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan kepercayaannya. Namun ironisnya masih terdapat beberapa oknum yang menghalangi ataupun membatasi sekumpulan warga negara untuk melakukan kegiatan ibadah, sebagai contoh dikutip dari sebuah berita BBC yang diterbitkan pada tanggal 29 Agustus tahun 2019 berjudul, “Setidaknya 200 Gereja Disegel atau Ditolak dalam 10 Tahun Terakhir, Apa yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah?” tentang dibatasinya pembangunan gereja dalam 10 tahun terakhir di Indonesia. Berdasarkan pemaparan contoh kasus yang telah di paparkan, khususnya sila ke satu belum dapat diimplementasikan secara menyeluruh dalam kehidupan bangsa. Pada sila kedua Negara Indonesia dibangun dengan pondasi nilai moral kemanusiaan yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sehingga negara menjamin untuk memanusiakan warga negara namun sekali lagi di dalam kehidupan bermasyarakat seringkali ditemui tindakan yang kurang manusiawi, sebagai contoh dikutip dari sebuah berita CNN Indonesia yang diterbitkan pada tanggal 7 September tahun 2021 berjudul, “17 Tahun Kasus Munir Gelap di Era SBY(Susilo Bambang Yudhoyono) hingga Jokowi” tentang ketidaksigapan pelaku hukum Indonesia dalam memecahkan kasus Munir. Berdasarkan contoh bukti kasus bahwa penerapan nilai sila kedua belum maksimal karena kasus terkait pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) ini tidak dapat terpecahkan hingga saat ini. Menyinggung isi dari pancasila, yaitu sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Sila ketiga mengandung nilai persatuan dan kesatuan bagi seluruh rakyat Indonesia maka sebagai warga negara yang baik kita harus menjaga persatuan bangsa dan negara agar tidak terjadi perpecahan internal bangsa. Akan tetapi masyarakat seringkali melupakan nilai persatuan dan kesatuan serta lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan. Sebagai contoh dikutip dari sebuah berita Okezone.com yang diterbitkan pada tanggal 29 September tahun 2021 berjudul, “Kadensus 88 Antiteror: KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua Sebarkan Rasa Takut dan Memaksa Masyarakat” tentang gerakan sparatis di Papua yang menyangkut ancaman terkait perpecahan internal bangsa. Berdasarkan contoh kasus yang telah dipaparkan, penerapan sila ketiga dari pancasila perlu ditingkatkan agar dapat meminimalisasi terjadinya gerakan perpecahan bangsa. Kemudian isi dari sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” mengandung nilai permusyawaratan dan perwakilan dimana secara praktiknya kerakyatan dalam bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia diwakilkan oleh wakil rakyat yaitu MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Kenyataannya ketika melihat kinerja para wakil rakyat berbeda jauh dengan semestinya dilakukan, tidak sedikit wakil rakyat yang tidak dapat menjalankan tugas yang diamanahkan kepada mereka. Sebagai contoh dikutip dari sebuah berita Kompas.com yang diterbitkan pada tanggal 4 September tahun 2021 berjudul, “Wakil Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Azis Syamsuddin Diduga Beri Suap Rp 3,5 Miliar kepada Eks Penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)” tentang kasus suap KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang menjerat Aziz Syamsuddin. Berdasarkan contoh kasus yang telah dipaparkan, penerapan sila keempat perlu disosialisasikan kepada seluruh tatanan masyarakat tanpa terkecuali. Terakhir sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengandung nilai keadilan secara sosial dalam lingkup kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun pada praktiknya, keadilan sosial belum dapat teraplikasikan secara merata, sebagai contoh terjadi ketidakmerataan pembangunan nasional di luar Pulau Jawa dan contoh lainnya dikutip dari sebuah berita Kompas.com yang diterbitkan pada tanggal 9 Agustus tahun 2018 berjudul, “Pelajar Bertaruh Nyawa di Maros Bentuk Tidak Meratanya Pembangunan” tentang pelajar yang berada di Kabupaten Maros harus mempertaruhkan nyawanya menyebrangi sungai yang deras untuk pergi ke sekolah. Berdasarkan contoh kasus yang telah dipaparkan, penerapan sila kelima perlu dipertanyakan khususnya kepada pemerintah yang memiliki wewenang. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tantangan dan hambatan pancasila sangat banyak. Penerapan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara belum terlaksana sebagaimana semaksimal mungkin, masih banyak terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai yang terkandung pancasila, mulai dari sila pertama sampai dengan sila kelima, padahal pancasila adalah jati diri yang sudah tertanam dalam nilai dan norma berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan nilai pancasila, maka diperlukan program penumbuhan kesadaran diri dalam tiap individu baik dalam masyarakat itu sendiri serta tatanan pemerintahan yang berwewenang dalam negara Indonesia.