Anda di halaman 1dari 41

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN Laporan Kasus Neuropsikiatri

DELIRIUM YTT (F05.9) +


NON TRAUMATIC INTRACEREBRAL HEMORRHAGE + CEREBRAL
INFARCTION

Dibawakan oleh:
dr. Ovariadi Anwar
(C155201002)

Pembimbing:
Dr. dr. Sonny T Lisal, Sp.KJ (k)

STASE NEUROPSIKIATRI
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU BAGIAN
ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Didiskusikan Dan Disetujui Untuk Dipresentasikan Laporan Kasus


Neuropsikiatri Dengan Judul “DELIRIUM YTT (F05.9) + NON TRAUMATIC
INTRACEREBRAL HEMORRHAGE + CEREBRAL INFARCTION + AFASIA
MOTORIK + DISFAGIA + HIPERTENSI EMERGENSI”
pada Konferensi Klinik Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada:

Hari : Rabu
Tanggal : 1 November 2023
Jam : 08:00
Tempat : Ruang Pertemuan Psikiatri RSKD Dadi Makassar

Makassar, 1 November 2023

Pembimbing

Dr. dr. Sony T. Lisal, Sp.KJ(K)

2
1. Stroke
1.1 Definisi
Menurut WHO, Stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global, yang dapat memberat
dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.

1.2 Epidemiologi
Angka kejadian stroke yang distandarisasi pada populasi di Eropa juga bervariasi,
namun jika semua kasus stroke diperhitungkan, tampaknya bervariasi antara 100 dan 200 per
100.000. Salah satu penelitian di Inggris bagian utara melaporkan prevalensi stroke sebesar
47 per 1000 orang berusia 55 tahun ke atas, dan 15 per 1000 orang pada semua usia.
Berdasarkan Riskesdas (2018) kejadian stroke di Indonesia angka kejadian penyakit ini terus
bertambah sekitar 15%, sejak tahun 2013 dari 9%. Provinsi paling tinggi yaitu kalimantan
timur sejumlah 15% sedangkan untuk provinsi paling sedikit yaitu Papua sejumlah
4,1%.penyakit stroke di Jawa Tengah tercatat sebanyak 3,8%.

1.3 Mekanisme kerusakan serebrovaskular pada jaringan otak


Pertanyaan pertama yang harus ditanyakan dokter tentang pasien stroke “Apa yang
menyebabkan disfungsi otak?” dan “apa proses patologis aktif pada pasien ini?” Ada dua
kategori utama kerusakan otak pada pasien stroke: (1) ischemia, yaitu kurangnya aliran
darah sehingga jaringan otak tidak dapat bekerja dengan baik. yang membutuhkan nutrisi
dan oksigen; dan (2) perdarahan, yaitu keluarnya darah dari otak ke ruang ekstravaskuler
dalam kepala. Pendarahan merusak otak dengan memutus jalur penghubung dan
menyebabkan tekanan lokal atau umum pada jaringan otak. Zat biokimia yang dilepaskan
selama dan setelah perdarahan juga mungkin terjadi berdampak buruk pada jaringan
pembuluh darah dan otak di dekatnya.

1.4 Iskemia

Iskemia dapat dibagi lagi menjadi tiga mekanisme yang berbeda :: trombosis,
emboli, dan penurunan perfusi atau aliran darah di wilayah otak. Sebuah analogi yang
sederhana Situasi perpipaan menggambarkan perbedaan di antara kedua mekanisme.
Misalkan seorang pemilik rumah memanggil tukang ledeng dan memberitahunya bahwa saat
3
ini keran di kamar mandi lantai dua sebelah kanan menyala, tetapi air tidak mengalir
(Gambar 2.1). tukang ledeng menemukan bahwa pipa yang mengalir ke wastafel sudah
berkarat dan rusak membuat tersumbat. Tukang ledeng memperbaiki pipa lokal dan aliran
air Kembali normal. Proses oklusif lokal di dalam pipa, secara istilah vaskular, akan
memenuhi syarat sebagai trombosis, yang berarti suatu proses yang terjadi di dalam
pembuluh darah. Anggap saja pipa tersebut telah tersumbat oleh material yang berasal dari
dalam tangki air dan tersangkut dan menutup pipa menuju westafel,. penyumbatan ini
disebabkan oleh suatu materi yang berasal dari jauh disebut emboli. Memperbaiki pipa lokal
tidak akan mencegah material tambahan masuk ke dalam sistem dan menghalangi pipa
lainnya. Misalkan saja tukang ledeng menemukan bahwa tekanan air kadang-kadang rendah
dan mengalir ke semua wastafel dan shower kurang karena ada kebocoran di dalamnya
tangki air atau tekanan air rendah di seluruh sistem perpipaan rumah. Situasi ini mirip
dengan hipoperfusi sistemik, aliran darah rendah; tidak ada masalah lokal pada pipa ke satu
wastafel melainkan masalah atau faktor peredaran darah umum membatasi pengiriman aliran
darah. Jelasnya, ketiga
situasi ini
menentukan
pengelolaan yang berbeda
oleh tukang ledeng,
dan memang
demikianlah adanya
alasan utama untuk
memisahkan mereka
ke dalam tiga
mekanisme ini.

4
1.5 Perdarahan intraserebral
Istilah perdarahan intraserebral dan parenkim dijelaskan pendarahan langsung ke
substansi otak. Ini penting untuk membedakan stroke hemoragik primer dengan transformasi
hemoragik, dimana perdarahan terjadi pada suatu area jaringan otak segera setelah stroke
iskemik karena gangguan penghalang darah-otak dan/atau reperfusi. Penyebab dari
perdarahan intraserebral primer paling sering adalah hipertensi, dengan kebocoran darah dari
arteriol kecil intraserebral rusak akibat peningkatan tekanan darah. Pendarahan diatesis,
terutama dari pemberian antikoagulan atau dari trauma, obat-obatan, malformasi vaskular,
dan kelainan vaskuler (seperti angiopati amiloid serebral), juga menyebabkan pendarahan ke
otak. Perdarahan intraserebral terjadi pada wilayah otak yang terlokalisasi. Tingkat
kerusakan tergantung pada lokasi, kecepatan, volume, dan tekanan pendarahan.
Perdarahan intraserebral pada awalnya melewati saluran serat materi putih. Saat
pendarahan masuk ke dalam ventrikel atau ke permukaan otak, darah dimasukkan ke dalam
cairan serebrospinal. Darah di hematoma menggumpal dan mengeras, menyebabkan
pembengkakan jaringan otak di sekitarnya. darah akan diserap, dan setelah makrofag
membersihkan puing-puing, bentuk rongga atau celah yang dapat memutuskan jalur otak.
Rongga intrakranial adalah sistem tertutup. tulang tengkorak dan dura mater berperan
sebagai benteng pelindung otak dari cedera luar.
Dalam situasi yang merugikan, seperti pembengkakan
atau pendarahan yang timbul di dalam benteng,
struktur ini dapat berfungsi sebagai pembatas dan
memaksa herniasi jaringan dari satu kompartemen ke
kompartemen lain.

5
2. Dekirium

Delirium adalah gangguan neuropsikiatri yang multifaktorial dengan faktor pencetus


dan predisposisi yang telah diketahui. Delirium ditandai dengan penurunan akut pada tingkat
kesadaran dan kognitif serta gangguan pada perhatian. Merupakan keadaan yang mengancam
nyawa, namun merupakan gangguan sistem saraf pusat yang berpotensi reversibel.
Karakteristik delirium adalah gangguan kesadaran yang biasanya muncul bersama-sama
dengan gangguan fungsi kognitif global. Gejala psikiatri yang umum berupa abnormalitas
mood, persepsi dan perilaku. Secara klasik, delirium mempunyai onset yang mendadak (jam
atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, serta penyembuhan cepat bila penyakit
yang mendasarinya dapat diidentifikasi dan dieliminasi, tetapi gambaran karakteristik ini
dapat bervariasi pada tiap individu.2
Kriteria diagnosa delirium berdasarkan DSM-V, yaitu :
A. Gangguan perhatian (yaitu penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian) dan kesadaran (penurunan orientasi
terhadap lingkungan)
B. Gangguan berkembang dalam waktu singkat (biasanya beberapa jam sampai
beberapa hari), menyatakan suatu perubahan dari perhatian dan kesadaran awal dan
cenderung berfluktuasi dalam perjalanan hariannya
C. Gangguan tambahan pada kognitif (misalnya gangguan memory, disorientasi,
bahasa, kemampuan visuospasial, atau persepsi)

6
D. Gangguan pada kriteria A dan C tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
neurokognitif yang telah ada sebelumnya, yang telah ditegakkan, atau yang sedang
timbul dan tidak terjadi dalam konteks penurunan kesadaran seperti koma.
E. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau hasil
laboratorium yang menunjukkan bahwa gangguan disebabkan oleh akibat fisiologis
langsung dari kondisi medis umum, intoksikasi atau withdrawal zat (misalnya
karena penyalahgunaan zat, atau medikasi) atau toksin atau penyebab multipel. 4

7
Tampilan Klinis delirium dapat bervariasi, namun secara umum delirium diklasifikasikan berdasarkan
sifat psikomotorik dalam tiga subtipe, yaitu:5,6,7
1. Delirium Hipoaktif (25%)
Pasien bersikap tenang dan menarik diri, dengan tampilan klinis letargi dan sedasi, berespons lambat
terhadap rangsangan, dan pergerakan spontan minimal. Tipe ini cenderung tidak terdeteksi pada rawat
inap dan menyebabkan peningkatan lama rawat dan komplikasi yang lebih berat.
2. Delirium Hiperaktif (30%).
Pasien memiliki gambaran agitasi, hipervigilansi, dan sering disertai halusinasi dan delusi, yang walaupun
lebih awal dapat terdeteksi, berhubungan dengan peningkatan penggunaan benzodiazepin, sedasi
berlebihan, dan risiko jatuh.
3. Delirium Campuran (Mixed) (45%).
Pasien menunjukkan gambaran klinis baik hiperaktif maupun hipoaktif.
Delirium disebabkan oleh berbagai macam etiologi termasuk metabolik, farmakologi-toksik, infeksi,
vaskular, traumatik, dan kondisi pasca-bedah. Sebagian besar episode delirium tidak disebabkan oleh
penyakit struktural, imaging otak biasanya merupakan evaluasi awal pada pasien delirium. Penyebab
struktural biasanya dari adanya riwayat trauma atau tanda fokal neurologi. 4,5,6

2.1 Instrumen Penilaian Delirium


Deteksi delirium dapat ditingkatkan dengan penggunaan rutin alat skrining oleh staf
perawat. Alat skrining yang ideal harus memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, singkat dan
mudah digunakan dengan pelatihan yang minimal.7 Instrumen skrining yang umum digunakan
adalah confusion assessment method (CAM). Instrumen ini telah divalidasi sehingga dapat
digunakan untuk penilaian delirium. CAM memiliki sensitivitas dan spesifisitas serta tingkat
reliabilitas tinggi apabila digunakan oleh tenaga terlatih.7

Confusion Assessment Method (CAM)

1. Awitan Akut dan Berfluktuasi


a. Apakah ada bukti status mental pasien berubah mendadak (akut) dari
kondisi awalnya?
b. Apakah perilaku tersebut (abnormal) berfluktuasi pada hari itu, dengan
kata lain hilang timbul atau keparahannya meningkat menurun?
8
2. Perhatian Tidak Terfokus
Apakah pasien sulit memusatkan perhatian, misalnya mudah sekali
teralih atau sulit mengikuti pembicaraan?
3. Pikiran Tidak Tertata
Apakah pemikiran pasien tidak tertata atau tidak koheren, misalnya
percakapan melantur atau tidak relevan, aliran gagasan tidak jernih atau tidak
logis, berganti-ganti topik secara tidak terduga?
4. Perubahan Tingkat Kesadaran
Secara keseluruhan, bagaimana anda menilai tingkat kesadaran pasien ini?

Waspada (normal), vigilant (waspada berlebihan), letargik, stupor, koma


Pasien harus memenuhi nilai 1 dan 2 ditambah nilai 3 atau 4 diagnosis delirium

Tabel 1. Confusion Assessment Method (CAM) (Bush, Tierney and Lawlor, 2017).
1.3 Delirium pada stroke akut
Tujuh hari pertama stroke, sering disebut sebagai fase akut , memiliki implikasi penting terhadap
hasil jangka panjang, dan komplikasi selama fase ini telah terbukti meningkatkan risiko gejala sisa pasca
9
stroke. Delirium adalah komplikasi umum pada stroke akut dan telah diduga sebagai faktor risiko
potensial terjadinya ketergantungan dan demensia di kemudian hari. Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental, edisi ke-5 (DSM-5), mendefinisikan delirium sebagai gangguan perhatian, kognisi
dan/atau kesadaran yang akut dan berfluktuasi, yang terjadi karena kondisi medis dan tidak dapat
dijelaskan dengan lebih baik oleh penyakit yang sudah ada sebelumnya. gangguan neurokognitif.
Penelitian telah menemukan prevalensi delirium pada fase akut stroke berkisar antara 8 hingga 48%. Unit
stroke Norwegia menemukan bahwa 10% pasien stroke mengalami delirium. 8

1.4 TATALAKSANA
Delirium adalah kedaruratan psikiatri, yang manajemennya memerlukan deteksi yang tepat,
identifikasi penyebab dan pengobatan gejala. Pertama dan terutama adalah membuat diagnosis yang benar
kemudian diberikan manajemen yang melibatkan identifikasi kemungkinan penyebab, koreksi faktor
etiologi dan manajemen gejala delirium dengan menggunakan farmakologis dan nonfarmakologis (Grover
and Avasthi, 2018).

1.4.1 Evaluasi Penyebab Delirium

Delirium yang baru terdiagnosis dapat menandakan keadaan darurat yang mengancam jiwa
sehingga pasien memerlukan evaluasi yang cepat dan tepat untuk mencari etiologi dari delirium yang
bersifat reversibel. Evaluasi ini terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis serta
berbagai pemeriksaan penunjang seperti radiologi dan laboratorium. 9 Evaluasi melalui anamnesis
meliputi riwayat penyakit sebelumnya dan saat ini serta riwayat penggunaan obat-obatan seperti obat
yang mulai dikonsumsi, baru diberhentikan, perubahan dosis obat yang dikonsumsi serta penggunaan
9
obat dengan efek samping delirium. Pemeriksaan fisik lengkap dan menyeluruh dapat
mengidentifikasi gangguan metabolik, infeksi, dan fokalitas neurologis.10

Tanda dan Gejala Evaluasi

Kardiovaskular: nyeri dada, sesak Elektrokardiografi, pengukuran


napas, diaforesis troponin serum dan mioglobin, tes
D- dimer

10
Endokrin: penambahan/ penurunan Pengukuran hormon tiroid dan
berat badan yang tidak disengaja, kadar glukosa serum, pengukuran
intoleransi suhu, kecemasan/ kadar kortisol serum atau hormon
depresi, diaforesis yang tidak dapat adrenokortikotropik.
dijelaskan, disfagia, palpitasi, tanda
dan gejala hipo atau hiperglikemia

Paparan lingkungan: menggigil, Pengukuran suhu pasien


hipo-
atau hipertensi, bradi atau
takikardia,

11
laju pernapasan rendah atau tinggi,
vasokonstriksi
Gastrointestinal: nyeri perut, Tes fungsi hati; pengukuran kadar
distensi abdomen, riwayat sirosis lipase dan amonia

Diduga infeksi Kultur darah, hitung darah lengkap,


radiografi dada, computed
tomography, pungsi lumbal,
urinalisis dengan kultur,
pemeriksaan kulit
Malnutrisi Pengukuran vitamin B12, folat dan
albumin

Neurologis: defisit neurologis fokal, Pemeriksaan neurologis, CT


kejang scan kepala,
elektroensefalografi
Nyeri, trauma atau operasi Skala penilaian nyeri

Farmakologis: penambahan atau Rekonsiliasi obat


perubahan rejimen pengobatan,
pasien atau pengasuh tidak dapat
menyampaikan rincian pemberian
obat

Ginjal: riwayat sugestif gangguan Kimia serum, rasio nitrogen urea


fungsi ginjal atau gangguan darah/ kreatinin
elektrolit
Gangguan pernapasan, hipoksia Pulse oximetry, pengukuran gas
darah arteri

Reumatologi: kelelahan, demam Laju sedimentasi eritrosit,


intermiten, mialgia, artralgia pengukuran protein C-reaktif

Penyalahgunaan zat, bunuh diri Tinjauan riwayat sosial dan


pekerjaan atau lainnya eksposur,
12
skrining obat urin, pengukuran
kadar alkohol, salisilat dan
asetaminofen serum

Deplesi volume Hitung darah lengkap, tes berat


(dehidrasi atau jenis
kehilangan darah): kelelahan, urin, serum pengukuran
kepala osmolaritas,
terasa ringan, jatuh, sinkop, pucat, rasio nitrogen urea darah / kreatinin
melena/hematokezia,
penurunan
asupan, mual/muntah, diare, turgor
kulit menurun, membran
mukosa
kering, ortostasis, takikardia

Tabel 2. Evalusi kondisi medis yang mendasari terjadinya delirium (Kalish, Gillham and Unwin, 2014).

13
1.4.2 Terapi Non Farmakologi

Perawatan non-farmakologis melibatkan penyediaan lingkungan yang tenang dan mendukung


untuk meningkatkan orientasi dan mempertahankan kompetensi pasien (Grover and Avasthi, 2018).
Faktor lingkungan penting dalam manajemen delirium. Bangsal rumah sakit harus cukup terang di
siang hari dan gelap dan tenang di malam hari. Intervensi untuk meningkatkan orientasi dan
mengurangi deprivasi sensorik termasuk jam, kalender, dan dorongan pasien untuk memakai
kacamata dan alat bantu dengar. Anggota keluarga harus didorong untuk mengunjungi dan
memberikan orientasi dan jaminan.8

Komplikasi sering memperpanjang atau memperburuk perjalanan delirium sehingga pengawasan


dan pencegahan penting dilakukan. Pendekatan tersebut termasuk pemantauan buang air besar dan
berkemih, sebaiknya tanpa kateter urin kecuali diperlukan untuk mengatasi retensi urin. Konstipasi
dapat dicegah dengan penggunaan obat pencahar. Memobilisasi pasien dari tempat tidur ke kursi dan
berjalan, dapat mencegah atelektasis dan ulkus dekubitus. Pemantauan asupan makanan dan cairan
dapat mengidentifikasi mereka yang berisiko malnutrisi dan dehidrasi, mungkin dapat membantu
pemberian makanan dengan bantuan (Bush, Tierney and Lawlor, 2017).

1.4.3 Terapi Farmakologi

Berbagai macam agen farmakologis telah dievaluasi untuk pengelolaan delirium. Faktor yang
mempengaruhi pemilihan obat, termasuk jenis perawatan (bangsal medis-bedah/ ICU/ perawatan
paliatif), pemberi pengobatan dan kebutuhan klinis (delirium hiperaktif/hipoaktif). Penggunaan agen
farmakologis juga harus mempertimbangkan efek samping yang mungkin terjadi. Manajemen
farmakologis tidak diindikasikan pada semua pasien, hanya diberikan ketika non farmakologis telah
gagal untuk mengelola pasien dengan mudah atau ada indikasi khusus untuk penggunaannya (Grover
and Avasthi, 2018). Dua gejala utama delirium yang memerlukan farmakoterapi adalah psikotik dan
insomnia. Obat yang biasanya digunakan adalah antipsikotik dan obat golongan benzodiazepin
(Sadock and Sadock, 2015).

a. Antipsikotik

Secara umum, antipsikotik dianggap sebagai obat pilihan dalam pengelolaan delirium. Studi yang
mengevaluasi kemanjuran antipsikotik pada delirium masih sedikit sehingga sebagian besar ahli

14
sepakat tentang penggunaan antipsikotik untuk durasi pendek dalam pengelolaan delirium. Dosis rata-
rata diperlukan untuk mengontrol gejala delirium secara signifikan kurang dari dosis yang biasanya
digunakan dalam pengelolaan gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, setiap kali antipsikotik digunakan,
harus dimulai dari dosis yang lebih rendah dan perlahan-lahan dititrasi ke atas. Beberapa penulis
menyarankan bahwa antipsikotik harus dihentikan segera setelah resolusi delirium, sedangkan yang
lain merekomendasikan pengurangan antipsikotik setelah 1 minggu periode bebas tanpa gejala
(Grover and Avasthi, 2018).

Anti psikotik yang umum digunakan adalah haloperidol. Namun, dalam dekade terakhir ini,
beberapa data telah dihasilkan mengenai kemanjuran atau efektivitas antipsikotik atipikal. Studi ini
menyarankan bahwa antipsikotik atipikal seperti olanzapine, risperidone dan quetiapine sama
manjurnya dengan haloperidol dalam mengurangi keparahan delirium. Selain itu, juga meningkatkan
fungsi kognitif dan berhubungan dengan efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan
haloperidol (Grover and Avasthi, 2018).

b. Benzodiazepin

Benzodiazepin dapat memperburuk fungsi kognitif dan menyebabkan sedasi berlebihan.


Karenanya, benzodiazepin tidak dianggap sebagai agen lini pertama untuk manajemen delirium.
Benzodiazepin mungkin digunakan ketika delirium disebabkan oleh obat penenang atau pemakaian
alkohol atau dikaitkan dengan kejang. Lorazepam merupakan golongan benzodiazepin lebih disukai
karena waktu paruhnya yang pendek, kurangnya zat aktif metabolit utama dan bioavailabilitas yang
relatif dapat diprediksi ketika diberikan secara intramuskular. Saat digunakan, benzodiazepin harus
dimulai dalam dosis rendah, terutama di antara orang tua, mereka dengan gangguan pernapasan dan
hati (Grover and Avasthi, 2018).

15
Tabel 3. Terapi farmakologi pada delirium2.

16
Laporan Kasus
Dibawakan dalam Rangka Tugas Stase psikiatri MPPDS neurologi
Oleh: dr. Ovariadi Anwar
Pembimbing:
Dr. dr. Sonny T Lisal, Sp.KJ (K)
Dr.dr Jumraini Tammasse Sp.S (K)

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama ::Tn. Y. P
No. RM : 759384
Umur / TTL : 57 tahun (07-07-1966)
Agama : kristen
Suku : toraja
Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : Profesi kedokteran
Pekerjaan : PNS

Pasien masuk UGD RSWS pada tanggal 06-10-2023 dengan rujukan dari RSUD nabire
dengan diagnosa hemiparese sinistra e.c. Susp. Stroke hemmorhagik second attack

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama: lemah sisi tubuh kiri
keluhan lemah tubuh sisi kiri sejak 5 hari yang lalu, dialami secara tiba-tiba, disertai tidak
dapat berbicara dan sulit menelan makanan. Nyeri kepala saat kejadian ada. Mual dan muntah
tidak ada. Penglihatan ganda tidak ada. Demam tidak ada.

Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Riwayat stroke perdarahan tahun 2016 gejala sisa
tidak ada, pasien dapat beraktivitas normal. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Riwayat
hipertensi ada, pasien minum amlodipin 10mg.

Pasien dirawat di RSUD nabire selama 4 hari diberikan obat mannitol, ceftriakson, sistenol,
piracetam, omeprazole, ketorolac,amlodipine,candesartan,mecobalamin dan KSR

1
III. PEMERIKSAAN FISIK (06-10-2023)
1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 200/110 mmHg
Nadi : 106 x/ menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,7°C

NPRS : 1-3

2. Status Internus
Kepala : Simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor
+2 mm ODS
Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax : Jantung : dalam batas normal
Pulmo : suara napas bronkovesikular, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Hepar dan lien dalam batas normal

Ekstremitas : Tidak ada deformitas


3. Status Neurologis :
 Glasgow Comma Scale : E4M6Vx
 Fungsi kortikal luhur : Sulit dievaluasi
 Leher :Rangsang meningeal : tidak ada
Kaku kuduk dan kernig sign (-)/(-)
 Columna Vertebralis/Badan : Tidak ada kelainan
 Nn. Craniales : Pupil bulat isokor, Ø 2 mm / 2 mm

Refleks cahaya langsung : positif bilateral

Refleks cahaya tidak langsung : positif bilateral

Nn. Craniales Lainnya : parese nervus VII dan XII tipe sentral

 Motorik :

2
- Sensorik : normal
 SSO : kesan normal

V. DIAGNOSIS KERJA

- Klinis : hemiparese sinistra, disfagia dan afasia motorik

- Topis : pons dan hemisfer cerebri bilateral

- Etiologi : Non traumatic intracerebral hemoragik + cerebral infarction

V. PENATALAKSANAAN AWAL
1. Nicardipine 0.5mcg/kgbb/jam
2. Asam tranexamat 500mg/8jam/intravena
3. citicolin 500mg/12 jam/intravena
4. Mecobalamin 500 mcg/24 jam/intravena
5. Ranitidin 50 mg/12 jam/intravena
6. Ketorolac 30mg/ intravena bila nyeri
7. Ceftriakson 2gr/24jam/intravena (h6 lanjutan dari rs sebelumnya)
8. Atorvastatin 20mg/24jam/oral
9. Pasang NGT

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 6/10/2023
Darah Rutin
WBC 20,7 10^3/uL]
RBC 5.75*
5,75
HGB 14.1
HCT 51 [%]*
PLT 252 [10^3/uL]
Kimia Darah
Ureum 115 mg/dl Natrium 159
Kreatinin 2.97 mg/dl Klorida 119
SGOT 68 Kalium 3.6
SGPT 54
GDS 115

3
2. Pemeriksaan MSCT scan Kepala tanpa kontas ( 02 Oktober 2023) RS nabire
Kesan:

- perdarahan pons

- Old cerebral infarct

VII. DIAGNOSIS AKHIR NEUROLOGI


- Klinis : hemiparese sinistra, disfagia dan afasia motorik
- Topis : pons dan hemisfer cerebri bilateral

- Etiologi : Non traumatic intracerebral hemoragik 2nd attack + cerebral infarction

Terapi dan anjuran tambahan


1. curcuma 400mg/8jam/oral
Konsul TS kardiologi
Konsul TS GH

4
Tanggal 7/10/23 8/10/23 12/10/23
Keluhan
Lemah sisi tubuh kiri, Pasien Lemah sisi tubuh kiri, Pasien tampak Lemah sisi tubuh kiri, Pasien tampak
tampak gelisah, Demam tidak ada gelisah, Demam tidak ada gelisah, Demam tidak ada
Mual, muntah tidak Mual, muntah tidak, cenderung
Mual, muntah tidak, cenderung gelisah
gelisah
dan sulit tidur
Objective TD = 150/100 mmHg TD = 165 / 80 mmHg N = 90 TD = 146 / 90 mmHg N = 8 5 x/menit,
N = 1 0 2 x/menit, x/menit, reguler P = 32 x/mnt, reguler P = 32 x/mnt,
reguler P = 20 x/mnt, S = 36,7 º C S = 36,7 º C GCS :
S = 36,8 º C GCS : E4M6Vx E4M6Vx
GCS : E4M6Vx FKL : sulit dinilai FKL : sulit dinilai
FKL : sulit dinilai RM : KK(-), KS(-)/(-) RM : KK(-), KS(-)/(-)
RM : KK(-), KS(-)/(-) N. craniales : pupil bundar isokor N. craniales : pupil bundar isokor
N. craniales : pupil bundar isokor diameter 2,5 mm ODS, RCL/RCTL diameter 2,5 mm ODS, RCL/RCTL
diameter 2,5 mm ODS, RCL/RCTL +/+ +/+
+/+ Nn Cr lain : : parese N. VII dan XII Nn Cr lain : : parese N. VII dan XII
Nn Cr lain : parese N. VII dan XII sinistra tipe sentral sinistra tipe sentral
sinistra tipe sentral
Motorik

Motorik Motorik
Sensorik :
normal
SSO : normal

Hasil laboratorium
Sensorik : n o r m a l Sensorik : n o r m a l
Urinalisa :
SSO : normal SSO : normal
Protein 2+, blood 3+. Leukosit 2+
(proteinuria,hematuria,leukosituria)
Hasil laboratorium
Ur : 93, cr : 1.96 (9/10/23)
Ur : 96, cr : 1.92 (12/10/23)
Assesmen 1. Non traumatic ICH 1. Non traumatic ICH 1. Non traumatic ICH
t 2. Cerebral infarction 2. Cerebral infarction 2. Cerebral infarction
3. Afasia motoric 3. Afasia motoric 3. Afasia motoric
4. Disfagia following ICH 4. Disfagia following ICH 4. Disfagia following ICH
5. HHD 5. HHD 5. HHD
6. AKI dd/ CKD 6. AKI dd/ CKD 6. AKI dd/ CKD
Planning 1. Nicardipine
1. Nicardipine 1. Nicardipine0.7mcg/kgbb/ 1mcg/kgbb/jam
0.5mcg/kgbb/jam jam 2. Asam tranexamat
500mg/8jam/intravena
2. Asam tranexamat 2. Asam tranexamat 3. citicolin 500mg/12
500mg/8jam/intravena 500mg/8jam/intravena jam/intravena
4. Mecobalamin 500
3. citicolin 500mg/12 3. citicolin 500mg/12 mcg/24 jam/intravena
jam/intravena jam/intravena 5. Ranitidin 50 mg/12
jam/intravena
4. Mecobalamin 500 mcg/24 4. Mecobalamin 500 mcg/24 6. Ketorolac 30mg/
jam/intravena jam/intravena intravena bila nyeri
7. Ceftriakson
5. Ranitidin 50 mg/12 5. Ranitidin 50 mg/12 2gr/24jam/intravena
jam/intravena jam/intravena 8. Atorvastatin
20mg/24jam/oral
6. Ketorolac 30mg/ intravena 6. Ketorolac 30mg/ intravena 9. Furosemide
5
40mg/24jam/iv
bila nyeri bila nyeri 10.Curcuma
400mg/8jam/ngt
7. Ceftriakson 7. Ceftriakson
2gr/24jam/intravena 2gr/24jam/intravena Terapi TS kardiologi
1. carvedilol 2x3,125
8. Atorvastatin 8. Atorvastatin 2. Atorvastatin
20mg/24jam/oral 20mg/24jam/oral 20mg/24jam/oral
9. Furosemide 40mg/24jam/iv 9. Furosemide 40mg/24jam/iv Terapi TS GH
1. Diet rendah natrium <
10. Curcuma 400mg/8jam/ngt 10. Curcuma 400mg/8jam/ngt 2gr/hari
Terapi TS kardiologi 2. Hidrasi adekuat RL
1. carvedilol 2x3,125 Terapi TS kardiologi 1500-2000cc
2. Atorvastatin 20mg/24jam/oral 1. carvedilol 2x3,125 3. Resfar 5gr/12jam/iv
2. Atorvastatin 20mg/24jam/oral
Terapi TS GH
1. Diet rendah natrium < 2gr/hari Terapi TS GH Rencana DSA 13/10/2023 dengan
2. Hidrasi adekuat RL 1500-2000cc 1. Diet rendah natrium < 2gr/hari pendampingan anestesi
3. Resfar 5gr/12jam/iv 2. Hidrasi adekuat RL 1500-2000cc
3. Resfar 5gr/12jam/iv

P : konsul neurointevensi
(rencana DSA)
Konsul TS rehabilitasi medik

Tanggal 13/10/23 14/10/23 20/10/23


Keluhan
Lemah sisi tubuh kiri, Pasien Lemah sisi tubuh kiri, Pasien Lemah sisi tubuh kiri, Pasien
tampak gelisah, Demam tidak ada tampak gelisah, Demam tidak tampak gelisah, Demam tidak
Mual, muntah tidak, cenderung ada ada
gelisah dan sulit tidur Mual, muntah tidak, cenderung
Mual, muntah tidak,
gelisah
cenderung gelisah dan sulit
tidur
Objective TD = 152/92 mmHg TD = 165 / 80 mmHg N = 90 TD = 146 / 90 mmHg N =
N = 1 0 0 x/menit, x/menit, reguler P = 32 8 5 x/menit, reguler P = 32
reguler P = 20 x/mnt, x/mnt, x/mnt,
S = 36,8 º C GCS : E4M6Vx S = 36,7 º C S = 36,7 º C
FKL : sulit dinilai GCS : E4M6Vx GCS :
RM : KK(-), KS(-)/(-) FKL : sulit dinilai E4M6Vx
N. craniales : pupil bundar RM : KK(-), KS(-)/(-) FKL : sulit dinilai
isokor diameter 2,5 mm ODS, N. craniales : pupil bundar RM : KK(-), KS(-)/(-)
RCL/RCTL isokor diameter 2,5 mm ODS, N. craniales : pupil bundar
+/+ RCL/RCTL isokor diameter 2,5 mm ODS,
Nn Cr lain : parese N. VII dan XII +/+ RCL/RCTL
sinistra tipe sentral Nn Cr lain : : parese N. VII dan +/+
Motorik XII sinistra tipe sentral Nn Cr lain : : parese N. VII
Motorik dan XII sinistra tipe sentral
Motorik

Sensorik : normal
Sensorik : n o r m a l
SSO : normal Sensorik : n o r m a l
SSO : normal
SSO : normal
Hasil laboratorium
Hasil DSA : Wbc : 19.8 (15/10/23)
- Multiple stenosis cabang
6
distal MCA kanan dan Ur : 113, cr : 1.94, na: 157, cl :
kiri 124, prokalsitonin 0.11
- Stenosis VA dan BA (16/10/23)
- Stenosis LICA
Assesmen 1. Non traumatic ICH 1. Non traumatic ICH 1. Non traumatic ICH
t 2. Cerebral infarction 2. Cerebral infarction 2. Cerebral infarction
3. Afasia motoric 3. Afasia motoric 3. Afasia motoric
4. Disfagia following ICH 4. Disfagia following 4. Disfagia following
5. HHD ICH ICH
6. AKI dd/ CKD 5. HHD 5. HHD
6. AKI dd/ CKD 6. AKI dd/ CKD
7. Delirium YTT DD/ 7. Delirium YTT DD/
Gangguan mental YDT Gangguan mental
akibat kerusakan dan YDT akibat
disfungsi otak dan kerusakan dan
penyakit fisik lainyya disfungsi otak dan
penyakit fisik
lainyya
Planning
1. Nicardipine 1. Nicardipine 1. Amlodipine 10mg/24
0mcg/kgbb/jam 0.7mcg/kgbb/jam jam/intravena
2. Asam tranexamat 2. Asam tranexamat 2. Mecobalamin 500
500mg/8jam/intrave 500mg/8jam/intravena mcg/24 jam/intravena
na
3. citicolin 500mg/12 3. Ranitidin 50 mg/12
3. citicolin 500mg/12 jam/intravena jam/intravena
jam/intravena
4. Mecobalamin 500 4. Ketorolac 30mg/
4. Mecobalamin 500 mcg/24 jam/intravena intravena bila nyeri
mcg/24
5. Ranitidin 50 mg/12 5. Atorvastatin
jam/intravena
jam/intravena 20mg/24jam/oral
5. Ranitidin 50 mg/12
6. Ketorolac 30mg/ 6. Furosemide
jam/intravena
intravena bila nyeri 40mg/24jam/iv
6. Ketorolac 30mg/
7. Ceftriakson 7. Meropenem 1g/8jam/iv
intravena bila nyeri
2gr/24jam/intravena
7. Ceftriakson Terapi TS kardiologi
8. Atorvastatin 1. carvedilol 2x3,125
2gr/24jam/intravena 2. Atorvastatin
20mg/24jam/oral
8. Atorvastatin 20mg/24jam/oral
9. Furosemide 3. Irbesartan150mg/12jam/
20mg/24jam/oral oral
40mg/24jam/iv
9. Furosemide 4. Spironolactone
10. Curcuma400mg/8jam/ 12.5mg/24jam/oral (pagi)
40mg/24jam/iv
ngt
10. Curcuma Terapi TS GH
Terapi TS kardiologi 1. Diet rendah natrium <
400mg/8jam/ngt 2gr/hari
3. carvedilol 2x3,125
11. Alprazolam 4. Atorvastatin 20mg/24jam/oral 2. Nefrosteril
250cc/24jam/IV
0.5mg/ekstra/ngt 3. Post koreksi
Terapi TS GH
(malam bila sulit 1. Diet rendah natrium < hypernatremia dengan
tidur) 2gr/hari d5%
2. Nefrosteril 250cc/24jam/IV
Terapi TS rehab medik
Terapi TS kardiologi Terapi TS rehab medik 1. Positioning saat
1. carvedilol 2x3,125 1. Positioning saat makan makan dan minum
2. Atorvastatin
7
20mg/24jam/oral dan minum 2. AAROM exercise
2. AAROM exercise AGA/AGB
Terapi TS GH AGA/AGB 3. Deep breathing
1. Diet rendah natrium < 3. Deep breathing exercise exercise
2gr/hari 4. Oromotor exercise 4. Oromotor exercise
2. Hidrasi adekuat RL
1500-2000cc

3. N-acetylsistein
600mg/8jam/oral TS psikiatri TS psikiatri
(sebelum dan setelah1. Risperidone 3. Risperidone
Tindakan DSA) 0.5mg/24jam/oral 0.5mg/24jam/oral
2. Lorazepam Lorazepam
Terapi TS rehab medik
1. Positioning saat makan 0.5mg/24jam/oral 0.5mg/24jam/oral
dan minum (malam) (malam)
2. AAROM exercise
AGA/AGB
3. Deep breathing exercise
4. Oromotor exercise

DSA hari ini


Konsul TS psikiatri

20/10/23
Lemah sisi tubuh kiri, Pasien tampak gelisah, Demam tidak ada
Mual, muntah tidak, cenderung gelisah dan sulit tidur
TD = 146 / 90 mmHg N = 8 5 x/menit, reguler P = 32 x/mnt,
S = 36,7 º C GCS : E4M6Vx
FKL : sulit dinilai
RM : KK(-), KS(-)/(-)
N. craniales : pupil bundar isokor diameter 2,5 mm ODS, RCL/RCTL
+/+
Nn Cr lain : : parese N. VII dan XII sinistra tipe sentral

Motorik

Sensorik : n o r m a l
SSO : normal

1. Non traumatic ICH


2. Cerebral infarction
3. Afasia motoric
4. Disfagia following ICH
5. HHD
6. AKI dd/ CKD
7. Delirium YTT (perbaikan) DD/ Gangguan mental YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit
fisik lainyya
1. Amlodipine 10mg/24 jam/NGT Terapi TS kardiologi
1. carvedilol 2x3,125
2. Mecobalamin 500 mcg/24 jam/NGT 2. Atorvastatin 20mg/24jam/oral
3. Irbesartan150mg/12jam/oral
3. Ranitidin 150 mg/12 jam/NGT 4. Spironolactone 12.5mg/24jam/oral (pagi)
4. Fluoxetine 1 tab/12jam/oral Terapi TS GH
1. KSR 600mg/12jam/oral
8
5. Atorvastatin 20mg/24jam/NGT
6. Kapsul nyeri/12jam/NGT Terapi TS psikiatri

1. Risperidone 0.5mg/24jam/oral
2. Lorazepam 2mg/24jam/oral (malam)

9
X. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XI. PEMERIKSAAN PSIKIATRI


A. Keluhan
Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dikonsulkan ke bagian psikiatri dengan keluhan gelisah sejak 2 minggu yang
lalu pasien mulai gelisah setelah serangan stroke kedua kalinya Pasien gelisah membolak-
balikan badan, dan mencoba melepas infus dan alat yang yang menempel pada dirinya.
Pasien kadang ingin memukul dan menggigit keluarga yang menjaga dan menatap keluarga
dengan mata tajam. Pasien lemah sisi tubuh kiri, kelemahan dirasakan mendadak saat
pasien sedang beraktivitas. Keluhan disertai pasien tidak dapat berbicara, dan tidak
mengeluarkan suara tetapi dapat mengikuti perintah. Pasien kesulitan menelan makanan
padat dan minuman.
Keluarga mengatakan pasien lebih banyak tertidur pada pagi sampai sore hari,
keluhan gelisah dirasakan memberat pada malam hari, pasien tidur sebentar dan terbangun
lalu gelisah membolak balikan badan. Intake per NGT.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Medis Umum
Riwayat stroke perdarahan tahun 2016 dirawat di RSWS, gejala sisa tidak ada dan
pasien Kembali beraktivitas normal
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol, maupun obat-obatan
terlarang.
3. Riwayat Gangguan Psikiatrik Sebelumnya
Riwayat penanganan jiwa pada tahun 2016 saat serangan stroke pertama kali, di
rawat selama 10 hari dan dikonsul ke Ts. Psikiatri karena keluhan gelisah namun pasien
tidak pernah kontrol kembali di Psikiater setelah pulang dari rumah sakit.

10
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal di RS pada tanggal 07-07-1966. Berat badan lahir tidak
diketahui. Ibu kandung pasien saat mengandung pasien tidak mengalami suatu kondisi
stress kehidupan. Ibu pasien juga tidak pernah mengalami perdarahan dan penyakit fisik
selama kehamilan. Tidak ada penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau jamu selama
kehamilan ibu. Pada saat bayi, pasien tidak pernah mengalami demam tinggi maupun
kejang.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Di usia ini, pasien diasuh oleh ibu dan ayahnya. Pasien tumbuh dan berkembang
seperti anak lain seusianya. Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
Imunisasi pasien lengkap.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)
Pada masa ini, tumbuh kembang pasien seperti anak pada umumnya. Pasien
bersekolah SD di toraja
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (12-18 tahun)

Setelah tamat SD pasien melanjutkan ke SMP di toraja kemudian SMA di manado


hingga tamat. Pasien dikenal pribadi yang ramah dan mudah bergaul. Pada masa ini pasien
ayah meninggal karena sakit
5, Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien adalah lulusan Fakultas kedokteran di manado

11
Riwayat Pekerjaan

Setelah lulus kuliah pasien bekerja di RS papua


b. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah dengan istrinya yang merupakan pilihan pasien pada tahun 1988.
Kehidupan keluarga pasien cukup harmonis dan dikaruniai 1 orang anak dan
mengangkat 3 anak
c. Riwayat Kehidupan Spiritual
Pasien memeluk agama kristen dan menjalankan ibadah dengan baik.
d. Riwayat Militer
Tidak pernah mengikuti kegiatan militer
e. Riwayat Hukum
Tidak pernah terlibat pelanggaran hukum
f. Riwayat Kehidupan Sosial
Pasien aktif bersosialisasi baik di rumah, di lingkungan sekitar. Pasien dikenal pribadi
yang ramah, aktif dalam berbagi kegiatan.
6. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak keenam dari 11 bersaudara (P, L, P, L, P, L, L, P, P, P, P).
Hubungan dengan saudara baik. Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.
Pasien memiliki 1 orang anak kandung, dan 3 anak angkat. Anak pertama perempuan
berusia 30 tahun dan anak kedua laki-laki berusia 25 tahun dan anak ketiga perempuan
berusia 22 tahun.

12
GENOGRAM

Keterangan :

= Laki-laki = Perempuan

= Meninggal = Pasien
= Tinggal serumah = anak angkat

8. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal bersama istri dan keempat anaknya. Pasien masih aktif bekerja di
rumah sakit sebagai dokter fungsional.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (Tanggal 13 Oktober 2023)


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki wajah tampak sesuai dengan umurnya (57 tahun), perawakan
tubuh sedang, kepala rambut sudah di cukur botak, tampak tertutup selimut, terpasang
infus di tangan kiri. Perawatan diri kesan cukup.
2. Kesadaran
berkabut
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Selama wawancara pasien terkadang ingin bangun dari tempat tidurnya, dapat
melakukan kintak mata, tampak agak gelisah
4. Pembicaraan
Tidak dapat di evaluasi (afasia motorik)
5. Sikap terhadap pemeriksa
13
Kurang kooperatif

B. Keadaan Afektif

1. Mood : Sulit dinilai


2. Afek : Tumpul
3. Keserasian : sulit dinilai
4. Empati : sulit dinilai

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

1. Taraf Pendidikan : sulit dinilai


2. Orientasi
a. Waktu : sulit dinilai
b. Tempat : sulit dinilai
c. Orang : sulit dinilai
3. Daya Ingat
a. Jangka Panjang : masih sulit dinilai
b. Jangka Sedang : masih sulit dinilai
c. Jangka Pendek : masih sulit dinilai
d. Jangka Segera : masih sulit dinilai
4. Konsentrasi dan Perhatian
Sulit dinilai
5. Pikiran Abstrak
Sulit dinilai
6. Bakat Kreatif
Tidak ada
7. Kemampuan Menolong diri sendiri
terganggu
D. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri

1. Halusinasi : sulit dinilai


2. Ilusi : sulit dinilai
3. Depersonalisasi : sulit dinilai
4. Derealisasi : sulit dinilai

14
E. Proses Berpikir
1. Produktivitas : sulit dinilai
2. Kontinuitas : sulit dinilai
3. Hendaya berbahasa : sulit dinilai
4. Isi Pikiran :
Preokupasi : sulit dinilai
Gangguan isi pikir : sulit dinilai

F. Pengendalian Impuls
Terganggu

G. Daya Nilai dan Tilikan


1. Norma Sosial : sulit dinilai
2. Uji daya nilai : sulit dinilai
3. Penilaian Realitas : sulit dinilai
4. Tilikan : sulit dinilai

H. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya


Sulit dinilai
I. Tilikan : Sulit dinilai
J. Taraf Dapat Dipercaya
Belum dapat ditentukan
K. Pemeriksaan Psikometrik (Tanggal 13-10- 2023)

CAM (Confusion Assesment Method) Versi Indonesia: Delirium disarankan

RASS : +1 (restless)

X. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Seorang laki-laki 57 tahun dikonsul dengan keluhan gelisah sejak 2 minggu yang lalu
pasien mulai gelisah setelah serangan stroke kedua kalinya Pasien gelisah membolak-
balikan badan, dan mencoba melepas infus dan alat yang yang menempel pada dirinya.
Pasien kadang ingin memukul dan menggigit keluarga yang menjaga dan menatap keluarga
dengan mata tajam. Keluarga mengatakan pasien lebih banyak tertidur pada pagi sampai
sore hari, keluhan gelisah dirasakan memberat pada malam hari, pasien tidur sebentar dan
15
terbangun lalu gelisah membolak balikan badan. Intake per NGT. Riwayat penanganan
jiwa pada tahun 2016 saat serangan stroke pertama kali,
Pemeriksaan status mental wajah tampak sesuai dengan umurnya (57 tahun),
perawakan tubuh sedang, kepala rambut rapih, tampak tertutup selimut, terpasang infus di
tangan kiri. Perawatan diri kesan cukup. berkabut, aktivitas psikomotor gelisah. mood sulit
dinilai, afek Tumpul, fungsi kognitif sulit dinilai, orang dan waktu, gangguan persepsi dan
isi pikir sulit dinilai, pengendalian impuls sulit dinilai, daya nilai sulit dinilai, tilikan sulit
dinilai dan taraf dipercaya Belum dapat ditentukan.

XI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL PSIKIATRIK

Aksis I :

Berdasarkan alloanamnesa didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu: Gelisah


mencoba melepas infus, bangun dari tempat tidur, kadang ingin memukul dan menggigit
keluarga pasien sambil menatap dengan tajam yang menimbulkan penderitaan (distress)
maupun hendaya (disability) dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita Gangguan Jiwa.

Pada pemeriksaan fisik neurologis dan pemeriksaan penunjang ditemukan adanya gangguan
fungsi neurologis yaitu Hemiparese Sinistra dengan karakteristik upper motor neuron dan parese N
VII dan XII sinistra tipe sentral yang terjadi secara tiba-tiba dengan CT Scan kepala non kontras
ditemukan pons hemoorhage, old cerebral infarct bilateral yang mengarahkan kearah stroke
perdarahan dan infarct, yang menyebabkan gangguan fungsi otak sehingga didiagnosis dengan
Gangguan Mental Organik

Dari alloanamnesa dan pemeriksaan status mental, ditemukan adanya keadaan


gelisah, kesadaran berkabut, kegelisahan yang berlangsung akut dan fluktuatif, tidak terus
menerus. berdasarkan pemeriksaan psikometrik CAM (Confusion Assesment Method)
hasilnya diagnosis delirium disarankan. Sehingga berdasarkan PPDGJ III diagnosis
diarahkan ke Delirium YTT (F05.9) dan menurut DSM V didiagnosis Delirium due to
another medical condition 293.0

Aksis II :
Dari informasi yang didapatkan, pasien dikenal sebagai orang yang ramah, mudah
bergaul, dan bila ada masalah biasa hanya dipendam sendiri. Data yang didapat ini belum

16
cukup mengarahkan pasien ke salah satu ciri kepribadian. Defense mechanism yang sering
digunakan adalah represi.

Aksis III :
- Non Traumatic Intracerebral Hemorrhage
- Cerebral infarction
- Afasia motorik
- Acute kidney disease
- Hipertensi Heart Disease
Aksis IV :
Stresor psikososial tidak ada
Aksis V :
GAF Scale: 20-11 (disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri).

XII. TERAPI PSIKIATRI

A. Psikofarmakologi :
- Lorazepam 0,5 mg /12 jam / oral

- Risperidone 0,5mg/12jam/oral

B. Psikoterapi : Psikoterapi suportif

Psikoedukasi keluarga.

17
XIII. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Penatalaksanaan


Psikiatri S: Pasien saat ini cukup tenang, sedang berbaring - risperidone 0,5 mg /24
14/10/2023 diranjang samnil memegang tangan istrinya. Ketika di jam / oral malam
wawancara pasien belum dapat menjawab dengan kata - Lorazepam 0,5mg/
kata. Pasien menjawab dengan kode gerakan tangan. 24 jam / oral malam
Keluarga mengatakan pasien tadi malam mulai tidur
jam 19:00 dan terbangun jam 22:00 setelah itu pasien
tidur sebentar dan terbangun lagi, namun dapat tertidur
kembali bangun jam 06:00. Intake oral masih
mengunakan sonde.
O:
- Status Mental : Kontak mata ada, verbal tidak ada
Afek : Tumpul
Psikomotor : cukup tenang
Verbalisasi : Afasia motorik
Gangguan persepsi : Sulit dinilai
Gangguan isi pikir : Sulit dinilai
Arus pikir : Sulit dinilai
A: Delirium YTT (F05.9) DD/ Gangguan mental YDT
akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lainnya
P: Psikofarmaka dan psikoedukasi keluarga

18
Psikiatri S: Pasien tampak berbaring, saat pemeriksa datang, - risperidone 0,5 mg /24
15/10/2023 pasien tampak segera ingin bangun dari tempat tidur. jam / oral
Pasien menunjukkan interaksi dengan gerakan isyarat - Lorazepam 0,5mg/
kesan kadang sesuai dengan yang ditanyakan. Pasien 24 jam / oral
tidak dapat mengeluarkan suara, hanya kesan gerakan (malam)
bibir seperti mengucapkan sesuatu. Menurut istri
pasien, pasien masih kadang ingin tiba tiba bangun dari
tempat tidur. Gerakan untuk melepas selang infus dan
kanula nasal sudah tidak tampak. Sekitar setengah 4
subuh tadi, pasien tampak sesak dan menunjukkan
gerakan gelisah.
O:
Status Mental : Kontak mata ada, verbal tidak ada
Afek : terbatas Psikomotor : kadang tiba tiba ingin
bangun dari tempat tidur Verbalisasi : Afasia motorik
Gangguan persepsi : Sulit dinilai Gangguan isi pikir :
Sulit dinilai Arus pikir : Sulit dinilai
Pemeriksaan tanggal 15/10/2023 CAM : Delirium
disarankan RASS : +1 (Restless) Orientasi waktu,
tempat, orang : Sulit dinilai
A: Delirium YTT (F05.9)
P: Psikofarmaka dan psikoedukasi keluarga

19
Psikiatri S/: Pasien saat ini sedang berbaring dan nampak - risperidone 0,5 mg /24
24/10/2023 terpasang NGT. pasien sudah berkurang dalam jam / oral
menggerakkan kakinya dan membentur-benturkan di - Lorazepam 0,5mg/
kasur. Menurut istrinya, Pasien tidur jam 00:00 dan 24 jam / oral
bangun jam 03:30. Kesehariannya pasien setiap hari
bangun setengah 4. Pasien nampak tenang namun
masih belum dapat menjawab pertanyaan pemeriksa.
Pasien belum kooperatif diajak wawancara. Pasien
tidak menjawab saat ditanya pemeriksa. Pasien sudah
makan bubur pagi ini via NGT.
Pasien mendapatkan obat fluoxetine 20 mg/12
jam/oral/setelah makan dari TS neuro
O/: Status Mental : Kontak mata ada, verbal tidak ada
Afek : terbatas Psikomotor : tenang Verbalisasi : Afasia
motorik Gangguan persepsi : Sulit dinilai Gangguan isi
pikir : Sulit dinilai Arus pikir : Sulit dinilai
A/: Delirium YTT (perbaikan) DD/ Gangguan mental YDT
akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lainnya
P/: PsikofarmakoterapiPsikoterapi supportif
Psikoedukasi keluarga

20
Psikiatri S/: Pasien saat ini sedang berbaring dan terpasang NGT. - risperidone 0,5 mg /24 jam /
27/10/2023 Menurut istri yg menjaga, Pasien nampak lebih segar oral
dibanding kemarin. Pasien juga sudah tidak gelisah dan - Lorazepam 2mg/ 24
sudah jarang menghentakkan kaki. Menurut istri pasien, jam / oral (dinaikan)
pasien cepat tertidur dan lelap serta tidak terbangun-bangun.
Pasiej bangun pukul 04:00. Istri pasien meminta agar pasien
belum dipulangkan dahulu karena khawatir pasien tidak tidur
malam apabila dirumah. Pasien sudah sarapan bubur via
NGT.
O/: Kontak mata ada, verbal ada Afek : terbatas Mood : sulit
dinilai Psikomotor : tenang Verbalisasi : afasia motoric
Gangguan isi pikir, gangguan persepsi dan arus pikir : belum
dapat dinilai
A/: Delirium YTT (perbaikan) DD/ Gangguan mental YDT
akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lainnya
P/: Psikofarmakoterapi Psikoterapi supportif Psikoedukasi
keluarga

XV. DISKUSI
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan gelisah sejak 2 minggu yang lalu pasien
mulai gelisah setelah serangan stroke kedua kalinya disertai afasia motoric dan disfagia
Dari pemeriksaan neurologis ditemukan GCS: E4M6Vx, Motorik pergerakan dan
kekuatan lateralisasi sinistra. Hasil MRCT-scan brain tanpa kontras di RS. Nabire
ditemukan kesan perdarahan pons dan old infark bilateral. Kesadaran berkabut,
aktivitas psikomotor gelisah. Pada pasien ditemukan adanya gangguan kesadaran dan
perhatian, gangguan kognitif dan gangguan siklus tidur bangun yang onsetnya
mendadak dan berfluktuasi, maka berdasarkan PPDGJ III dapat digolongkan ke dalam
diagnosa Delirium YTT (F05.9). dan menurut DSM V didiagnosis Delirium due to another
medical condition (293.0). Pada pasien ini, keadaan delirium yang terjadi bersifat
hiperaktif,
pembagian tingkat kesadaran secara kualitatif confusional state, delirium, stupor,
koma. Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi 2 yaitu: (1)
Gangguan metabolik: gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemi/hiperglikemi,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit,
21
intoksikasi, infeksi susunan saraf pusat, (2) Gangguan struktural yaitu lesi supratentorial
dan lesi infratentorial.7 Seperti halnya pada pasien ini mengalami delirium saat serangan
stroke akut.

Delirium sering menjadi komplikasi pada kasus stroke namun patofisiologinya


masih belum dapat dipahami dengan jelas.11 Studi Maldonado telah mengidentifikasi
beberapa hipotesa utama yang mungkin dapat menjelaskan neuropatogenesis delirium.
Hipotesa ini berhubungan dengan berbagai entitas klinikopatologis serebral, termasuk
peradangan saraf, penuaan saraf, stres oksidatif, berbagai perubahan neurotransmiter,
disregulasi neuroendokrin dan melatonin, selain gangguan dalam integrasi jaringan saraf. 8
Pemeriksaan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) pada pasien
delirium, ditemukan bukti adanya hipoperfusi di daerah frontal, parietal dan pons. Ada
kemungkinan bahwa hipoperfusi berperan penting dalam timbulnya delirium tersebut.
Awitan delirium pasca stroke kemungkinan besar bergantung pada area otak yang terkena
stroke, luasnya stroke, jenis stroke, tingkat hipoperfusi serebral, dan edema serebral pasca
stroke.11

Tatalaksana stroke pada pasien ini berupa stabilisasi kondisi, pemberian citicoline
yang berperan sebagai neuroprotektor, dilakukan pencegahan sekunder dengan pemberian
anti hipertensi dan restoratif dengan kerja sama dengan rehabilitiasi medik. Tatalaksana
dari bagian interna GH untuk penanganan Acute Kidney Injury serta gangguan elektrolit,
selain itu tatalaksana dari kardiologi membantu dalam perbaikan hipertensi kronis serta
adanya kelainan jantung.. Manajemen delirium dimulai dengan evaluasi dan tatalaksana
penyebab delirium. Selain itu juga diberikan intervensi non farmakologi dan farmakologi.
Anti psikotik dan benzodiazepin umum digunakan sebagai tatalaksana farmakologi pada
delirium Pilihan farmakologi pada pasien ini yaitu risperidone 0.5mg/12 jam/oral dan
lorazepam 0,5mg/12jam/ oral dan non farmakologis berupa psikoedukasi dan psikoterapi
suportif.9

Prognosis pada delirium yaitu gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor

kausatif yang relevan tetap ada meski delirium umumnya berlangsung kurang dari
seminggu. Setelah identifikasi dilakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala delirium
biasanya akan surut dalam periode 3 sampai 7 hari meski beberapa gejala mungkin akan
memakan waktu hingga 2 minggu sebelum benar-benar menghilang. Prognosis pada
pasien ini adalah dubia karena adanya penyakit fisik yang mendasarinya. Namun adanya
22
dukungan keluarga, serta penanganan yang tepat merupakan faktor yang menunjang

prognosisnya.1,14,15

DAFTAR PUSTAKA

1. Caplan L stroke clinical approach fifth edition, University Printing House,


Cambridge CB2 8BS, United Kingdom. 2016
2. Sadock BJ, Sadock VA. Neurocognitive Disorders. In : Kaplan and Sadock’s
Synopsis of Psychiatriy Volume 1, 11th Edition. Wolters Kluwer. New York. 2015
3. Depertemen Kesehatan RI : Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III, Jakarta, 1993.
4. American Psychiatry Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM), 5th Edition. American Psychiatry Publishing. Washington DC.
2013.Pp596.
5. Siregar, H. Fungsi Motorik. NEURO FISIOLOGI. Edisi ketiga. 1995. Bagian
Ilmu Faal FK UNHAS. Makassar. Hal. : 145, 151.
6. Baehr M., Frotscher . Diagnosis Topik Neurologi Duus. Edisi 4. 2010. Egc. Jakarta.
Hal: 228.
7. Markam, S., Penglihatan. Dasar-Dasar Neuropsikologi Klinis. Cetakan 1. 2009.
Sagung Seto. Jakarta. Hal. : 39
8. Dian S, Basuki A. Altered Consiousness Basic Diagnostic And Management. FKUP:
2012: Hal:10-14 35.
9. Bush SH, Tierney S, Lawlor PG. Clinical Assessment and Management of Delirium
in the Palliative Care Setting. Drugs. 2017 Oct;77(15):1623-1643. doi:
10.1007/s40265-017-0804-3. PMID: 28864877; PMCID: PMC5613058.
10. Zairinal R, Aninditha T, Masita N. Pemeriksaan Kesadaran. Dalam: Pemeriksan
Klinis Neurologi Praktis Umum. PERDOSSI: 2018. Hal:1-3.
11. Mesiano T, Haris S, Rasyid A, Kurniawan A. Stroke Hemoragik. Dalam Buku Ajar
Neurologi Volume 2. Jakarta: FKUI: 2017. Hal: 514-18.

23
12. Modul XIV- Psikiatri Geriatri - Materi Baku Pembelajaran. 2008
13. Fong TG et al. Delirium in Elderly Adults : Diagnosis, Prevention and Treatment.
Nat Rev Neurol. 2009 April ;5(4): 210-220. Doi: 10.1038/nrneurol.2009.24
14. Trzepacz P et al.Treatment of Patient With Delirium. American Psychiatric
Association on Practice Guidelines. Available at:
http://www.appi.org/CustomerService/Pages/Permissions.aspx. 2010.
15. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adam and Victor’s Principles of Neurology. 10
th. New York: Mc Graw Hill; 2014.
16. Arana, G.W., Rosenbaum, J.F. Antipsychotic Drugs. Handbook Of Psychiatric
Drug therapy. Fourth Edition. 2000. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
USA. P : 23
17. Stahl S. Antipsychotic Agents in Stahl’s Essential Psychopharmacology.
Third Edition. Cambridge University Press. New York. 2008. 336-341

24
25

Anda mungkin juga menyukai