Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN KANKER OVARIUM

PRAKTIK KEPERAWATAN MATERNITAS

DI RSUD TABANAN RUANGAN VK

Oleh :

Si Ayu Rai Setiawati

P07120219004

2.A/ S.Tr. Keperawatan/ Semester IV

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN
2021

KONSEP DASAR PENYAKIT KANKER OVARIUM


A. DEFINISI

Kanker ovarium adalah kanker primer yang berasal dari ovarium. Kanker
ovarium merupakan penyebab kematian tertinggi pada kanker alat genitalia
perempuan. Kanker ovarium tipe epitelial merupakan keganasan ovarium yang
paling banyak ditemukan dan biasanya asimtomatis sampai terjadi metastase
sehingga kebanyakan pasien yang datang sudah memasuki stadium lanjut.

Tidak ada tes screening awal yang terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada
tanda tanda awal yang pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada
abdomen dan bengkak

Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam,


dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal)
dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam

B. TANDA DAN GEJALA

Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.

1) Stadium Awal

a. Gangguan haid
b. Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c. Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d. Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e. Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f. Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada
lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan
rambut)

2) Stadium Lanjut

a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c. Perut membuncit
d. Kembung dan mual
e. Gangguan nafsu makan
f. Gangguan BAB dan BAK
g. Sesak nafas
h. Dyspepsi
C. POHON MASALAH

Faktor pencetus

Faktor Genetik Faktor lingkungan


Stadium I Gangguan Faktor Reproduksi
pembelahan DNA Stadium III Stadium IV
Terpajan inhalasi
( BRCAStadium
1) pada II
atau hematogen
Menyerang I
Gangguan hormone
atau 2 ovarium Sel-sel berdiferensiasi
pengatur haid
abnormal
Menyebar ke Menyebar ke Menyebar ke
Zat karsinogen
jaringan sekitar peritoneum organ lain
Gangguan siklus bermetastase
Gangguan Prosespanggul
pembuahan sel ovulasi ke ovarium
displasia,hiperplasia,dan
telur
aplasia
Sel telur gagal Terjadi pengendapan
Penekanan pelvis asites Mendesak ke
berevolusi di lapisan endotel
paru-paru dan
hati
Menghasilkan
Urgensi hormon hipofisis
Kembung,flatus,nyeri
abnormal Merusak
Prognis tungkai,nyeri
pembelahan sel
memburuk punggunng
Penimbunan Folikel

Koping individu tidak Kurang terpajan


efektif informasi mengenai
MK : Gangguan
Pematangan sel
telur Fisik penyakit
Mk : Nyeri Akut Mobilitas

Mk : Ansietas Kanker ovarium


Mk : Defisit
pengetahuan
Gangguan
Beban paru-paru menurun
Ketidaknyamanan metabolisme di hati

Gangguan ventilasi Netralisir racun


Mk : Gangguan menurun
rasa nyaman

Mk : Pola nafas tidak Penumpukan toksik


efektif ditubuh

Sistem imun tubuh


Mk : Resiko infeksi menurun
- Gangguan siklus haid
- Keputihan

Mk :Disfungsi
Mk : Gangguan
seksual
eliminasi urin

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

1) Pemeriksaan fisik ginekologi

Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam


memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi, dan mobilitas dari massa tumor.
Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian
posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Douglas dan rektum.
Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga
pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu
membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum
dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral
dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran
massa yang padat, noduler, terfiksasi, dan sering bilateral. Massa yang besar
yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak
atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac
merupakan petunjuk adanya keganasan

2) Pemeriksaan penunjang

Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam


menegakkan diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan
akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat, berpapil, dan dapat
ditemukan adanya asites. Walaupun ada pemeriksaan yang lebih canggih
seperti CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan positron tomografi
akan memberikan gambaran yang lebih mengesankan. Namun pada penelitian
tidak menunjukan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari
ultrasonografi Serum CA-125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling
sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitelial, walaupun
sering disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya
petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP),
lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (HPL), plasental-
like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin (HCG).

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Pembedahan

Merupakan pilihan utama, luasnya prosedur pembedahan ditentukan


oleh insiden dan seringnya penyebaran ke sebelah yang lain (bilateral) dan
kecenderungan untuk menginvasi korpus uteri.

2) Biopsi

Dilakukan di beberapa tempat yaitu omentum, kelenjar getah lambung,


untuk mendukung pembedahan.
3) Second look Laparotomi

Untuk memastikan pemasantan secara radioterapi atau kemoterapi


lazim dilakukan laparotomi kedua bahkan sampai ketiga.

4) Kemoterapi

Merupakan salah satu terapi yang sudah diakui untuk penanganan


tumor ganas ovarium. Sejumlah obat sitestatika telah digunakan termasuk
agens alkylating seperti itu (cyclophasphamide, chlorambucil) anti
metabolic seperti : Mtx / metrotrex xate dan 5 fluorouracit / antibiotikal
(admisin).

5) Penanganan lanjut

a. Sampai satu tahun setelah penanganan, setiap 2 bulan sekali

b. Sampai 3 bulan setelah penanganan, setiap 4 bulan

c. Sampai 5 tahun penanganan, setiap 6 bulan

d. Seterusnya tiap 1 tahun sekali

6) Manajemen nyeri

Pasien kanker seringkali menderita nyeri akibat berbagai modalitas


pengobatan dan pembedahan. Nyeri dapat mempengaruhi mood, aktifitas,
kegembiraan, serta berhubungan dengan fungsi fisik dan sosial. Karena itu
penting bagi klinisi untuk dapat menilai nyeri, yaitu dengan menentukan
lokasi, intensitas, dan etiologi. Terapi dengan obat adalah yang utama
dalam manajemen nyeri. Pemberian secara oral biasanya lebih digemari
karena mudah, nyaman, dan lebih murah. Jika tidak dapat secara oral,
maka pemberian yang lebih tidak invasif biasanya dipilih, misalnya
pemberian perrektal ataupun transdermal. Ada tiga tahapan pemberian
analgetik untuk nyeri menurut World Health Organization(WHO).
Filosofinya adalah dengan meningkatkan kekuatan terapi dari analgesik
non opioid ke analgesik jenis opioid sesuai persistensi nyeri. Tahap
pertama adalah analgetik yang paling ringan, yaitu asetaminofen dengan
dosis maksimal 3g/hari. Selain itu beberapa NSAID yang non selektif
maupun COX-2 selektif inhibitor dapat menjadi pilihan.Tahap dua adalah
analgesik yang mengandung opioid yang dikombinasi dengan analgetik
non opioid seperti asetaminofen, misalnya kodein, hidrokodon, dan
oksikodon. Kombinasi dengan analgesik non opioid dapat mengurangi
atau meminimalisir dosis opioid yang diperlukan. Tahap ketiga apabila
nyeri masih persisten adalah menggunakan analgetik dengan opioid kuat.
Misalnya morfin, hidromorfin, oksikodon, dan fentanil. Pada nyeri kronik,
tujuan utama terapi adalah menjaga pasien dalam status bebas nyeri
dengan dosis analgetik seminimal mungkin

Pada nyeri neuropatik akut, penggunaan kortikosteroid dosis tinggi


ataupun antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dapat menjadi pilihan.
Beberapa agen non farmakologis juga dapat digunakan untuk meredakan
nyeri pada pasien kanker, misalnya masase, kompres hangat/ dingin, serta
mentol topikal.

7) Terapi komplementer

Pasien kanker merupakan pasien dengan kondisi kualitas hidup yang


menurun. Keadaan ini berakibat juga pada penurunan status kualitas
tidurnya, aktivitas keseharian dan tujuan dalam hidupnya. Dampak yang
akan dirasakan oleh pasien kanker ovarium ini juga telihat secara
psikologis yang tergambar dalam keadaan stress nya. Kondisi stress ini
disebabkan oleh berbagai ketakutan yang mungkin dapat terjadi pada
pasien kanker ovarium tersebut seperti takut akan nyeri, operasi, kematian,
perubahan pada reproduksi dan seksual, perubahan body image serta
hubungan dengan keluarga.

Intervensi SEFT yang diberikan kepada responden merupakan teknik


penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi
spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik
tertentu pada tubuh.
Tindakan SEFT yang dilakukan mencoba untuk menggabungkan
energy spiritual dan metode tapping sehingga meningkatkan proses katasis
pada pasien. Proses ini yang menjadikan pasien lebih rikeks dan tenang.
Hal ini terlihat pada penurunan kategori stress pasien yang berada dalam
tingkat ringan dan stress. Terapi SEFT ini dapat diterapkan sebagai salah
satu terapi komplementer untuk menurunkan tingkat stress pada pasien
kanker ovarium.

Jenis pengobatan komplementer dan alternatif (CAM) untuk


mengurangi nyeri, mengatasi efek samping dari kemoterapi dan
radioterapi serta untuk meningkatkan kualitas hidup. Salah satu jenis
pengobatan komplementer yang telah menjadi populer di kalangan pasien
kanker adalah :

a. Akupunktur.

Terapi Akupunktur dapat berperan dalam meningkatkan imunitas


tubuh, memperpanjang waktu harapan hidup pasien dan mengatasi
efek samping dari radioterapi dan kemoterapi seperti leukocyptopenia,
mual, nyeri, kehilangan nafsu makan, konstipasi atau diare, insomnia,
kadar Hb yang menurun, kecemasan sampai dengan depresi serta
ketakutan akan hidup selanjutnya.

Menurut Vinjamury. Intervensi akupunktur bermanfaat untuk


mengurangi nyeri dan meningkatkan kualitas hidup penderita kanker,
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terapi akupunktur yang
dilakukan oleh tenaga medis relatif aman untuk mendukung
pengobatan konvensional yang dijalani oleh pasien kanker. Terapi
akupunktur juga sangat relevan jika dipadukan dengan terapi relaksasi/
hipnoterapi untuk pasien pasca kemoterapi kanker ovarium yang
signifikan untuk mengatasi ketakutan dan nyeri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi


akupunktur dan hipnoterapi merupakan suatu terapi yang relatif aman
dan efektif dalam mengatasi efek samping dari kemoterapi dan untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita kanker.

8) Komunikasi Efektif

Komunikasi yang efektif berperan penting pada pelayanan paliatif


terutama dalam membangun kepercayaan yang baik antara tenaga
kesehatan dan pasien kanker. Dengan komunikasi yang efektif pasien akan
merasa didengarkan, dihargai, juga dilibatkan dalam pengambilan
keputusan. Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi,
mendengarkan aktif, menentukan tujuan, membantu membuat keputusan
medis dan komunikasi efektif terhadap individu yang membantu pasien
dan keluarga. Dalam berkomonikasi perwat juga harus memperhatikan
pasientersebut berada di fase mana, sehingga mudah bagi perawat
dalammenyesuaikan fase kehilangan yang di alami pasien.

 Fase Denial (pengingkaran)

Reaksi pertama individu ketika mengalami perubahan dalam


kondisinya adalah syok. Tidak percaya atau menolak kenyataan terjadi
dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi “.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit kronis sesperti
hipertensi, akan terus menerus mencari informasi tambahan. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase pengikraran adalah letih,lemah, pucat,
mual,diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisahdan tidak tau harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat
berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.

 Fase Anger (marah)

Fase ini dimulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan yang


terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yangmeningkat
yang sering di proyeksikan kepada orang yang ada disekitarnya, orang
– orang tertentu atau di tunjukkan pada dirinya sendiri. Tidak jarang
pasien paliatif menunjukkan prilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan, dan menuduh perawat ataupun dokter tidak becus. Respon
fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepai.

 Fase Bargening (tawar menawar)

Apabila individu sudah mampu mengungkapkan rasamarahnya


secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar menawardengan
memohon kemurahan tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata
kata “kalau saja kejadian ini bisa di tunda, maka sayaakan selalu
berdoa”. Apabila proses berduka ini di alami keluarga,maka
pernyataan seperti ini sering di jumpai “kalau saja yang sakit bukan
anak saya”

 Fase Depression

Individu fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarikdiri,


tidak mau berbicara, kadang kadang bersikap sebagai pasien
yangsangat baik dan menurut atau dengan ungkapAn yang
menyatakankeputus asaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang
sering di perlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih,
dorongan libugo menurun

 Fase Acceptance (penerimaan)

Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase


menerima ini biasanya di nyatakan dengan kata kata ini “apa yang
dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh?”. Apabila individu dapat
memulai fase fase tersebut dan masuk pada fase damai atau
penerimaan, maka pasien akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilnagannya secara tuntas. Tapi apabila individu
tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase
penerimaan. Jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada
fase penerimaan.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
i. Anamnesa
1) Identitas

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal


lahir, umur, asal suku bangsa, tempat lahir, nama orang tua, pekerjaan
orang tua. Keganasan kanker ovarium sering ditemui pada usia
sebelum menarche atau diatas 45 tahun

2) Keluhan Utama

Biasanya mengalami perdarahan yang abnormal atau menorrhagia


pada wanita usia subur atau wanita diatas usia 50 tahun atau
menopause untuk stadium awal. Pada stadium lanjutan mengalami
pembesaran massa yang disertai asites

3) Keluhan saat dikaji

Nyeri pada abdomen atau pelvis, kesulitan makan atau merasa


cepat kenyang, dan gejala perkemihan kemungkinan menetap Pada
stadium lanjut, sering berkemih, konstipasi, ketidaknyamanan pelvis,
distensi abdomen, penurunan berat badan, dan nyeri pada abdomen.

4) Riwayat keperawatan meliputi :

a. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat kesehatan dahulu pernah


memiliki kanker kolon, kanker payudara, dan kanker
endometrium
b. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat kesehatan keluarga yang
pernah mengalami kanker ovarium yang beresiko 50%
c. Riwayat obstetrik : Usia menarch, banyaknya menstruasi,
siklus menstruasi, lamanya menstruasi, HPHT, keluhan saat
menstruasi, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
d. Riwayat pernikahan : menikah berapa kali, lama perkawinan.
e. Riwayat keluarga berencana : kontrasepsi Akseptor KB, Jenis
KB, Lama penggunaan KB, Masalah dalam penggunaan KB.

5) Pola Fungsional Kesehatan

1. Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan

Mengkaji bagaimana pandangan pasien terhadap kesehatannya


saat ini.

2. Pola Metabolik-Nutrisi

Mengkaji asupan nutrisi makanan pasien sebelum dan setelah


sakit meliputi porsi, frekuensi dan jenis makanan yang
dikonsumsi.

3. Pola Eleminasi

Mengkaji BAB pasien apakah lancar atau tidak, warna dan


konsistensi feses. Mengkaji BAK pasien meliputi frekuensi
BAK, warna dan bau urin.

4. Pola Aktivitas-Latihan

Mengkaji kemampuan pasien apakah sering melakukan


aktivitas/gerak badan.

5. Pola Istirahat - Tidur

Mengkaji lamanya pasien tidur dan apakah ada gangguan saat


tidur.

6. Pola Persepsi-Kognitif

Mengkaji hal yang sangat dipikirkan saat ini, harapan setelah


menjalani perawatan, dan perubahan yang dirasa setelah
mengalami sakit.

7. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri


Mengkaji gambaran diri, peran, ideal diri, identitas diri dan
harga diri.

8. Pola Hubungan-Peran

Mengkaji kemampuan dalam mengerti orang lain

9. Pola Reproduktif-Seksualitas

Mengkaji adanya gangguan hubungan seksual dan pemahaman


pasien terhadap fungsi seksual.

10. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping

Mengkaji bagaimana cara pasien mengatasi stress yang


dihadapi.

11. Pola Keyakinan-Nilai

Mengkaji nilai dan kepercayaan pasien terhadap agama yang


dianutnya.

ii. Pemeriksaan fisik


a) Keadaan Umum :

1. GCS : Eye, Motorik, Verbal.


2. Tingkat kesadaraan.
3. Tanda tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, Suhu.
4. BB, TB, dan LILA.

b) Head to toe :

1. Kepala dan Wajah

- Wajah :pucat, cloasma, sclera, conjugtiva.


- Mata : pemeriksaan kelopak mata, konjungtiva, sclera, pupil,
akomodasi
- Hidung : pemeriksaan reaksi alergi, sinus dll
- Mulut
- Telinga.
2. Leher

Kaji adanya pembesaran limphe node, pembesaran kelenjar tiroid

3. Dada

- Payudara.
- Areola : Putting (menonjol/tidak).
- Tanda dimpling/retraksi.
- Jantung.
- Paru-paru.

4. Abdomen

Kaji adanya asites

5. Genetalia

- Kebersihan.

- Keputihan dan karakteristik.

6. Perineum dan anus

Kaji adanya hemoroid.

7. Ekstremitas

- Atas : Oedema, varises dan CRT

- Bawah : Oedema, varises, CRT dan Refleks

iii. Data Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

b. Pemeriksaan USG

- Diagnosis Medis

- Pengobatan

c. Rontgen

d. Terapi yang didapat


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan


dengan mengeluh nyeri

2. Gangguan mobiltas fisik berhubungan dengan nyeri dibuktikan


dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan


dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui


berhubungan tindakan asuhan lokasi, durasi,
a. Observasi
dengan agen keperawatan frekuensi, kualitas,
1. Identifikasi lokasi,
pencedera selama ......x…. jam intensitas nyeri
karakteristik, durasi,
dibuktikan dengan diharapkan tingkat
frekuensi, kualitas, 2. Mengetahui
mengeluh nyeri nyeri menurun dengan
intensitas nyeri rentang skala nyeri
kriteria hasil :
pasien
2. Indentifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri
3. Mengetahui
menurun 3. Identifikasi respon nyeri
respon rasa nyeri
non verbal
2. Meringis pasien secara
menurun 4. Identifikasi faktor yang objektif
memperberat dan
3. Gelisah 4. Mengetahui faktor
memperingan nyeri
menurun penyebab nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
4. Kesulitan tidur 5. Mengetahui
dan keyakinan tentang
menurun kemampuan
nyeri
pasien mengenai
5. Frekuensi nadi
6. Identifikasi budaya nyeri
membaik
terhadap respon nyeri
6. Mengetahui latar
7. Identifikasi pengaruh belakang respon
nyeri kualitas hidup nyeri

8. Monitor keberhasilan 7. Mengetahui


terapi komplementer dampak nyeri
yang sudah diberikan terhadap pasien

9. Monitor efek samping 8. Mengetahui


penggunaan analgetik tindakan
pendukung dalam
b. Terapeutik
mengurangi rasa
10. Berikan teknik non nyeri
farmakologis untuk
9. Mengetahui
mengurangi rasa nyeri
dampak samping
(mis. TENS,
penggunaan
hipnosis,akupresure,
analgetik terhadap
terapi
nyeri
musik,biofeadback,
terapi pijat, aromaterapi, 10. Memberikan
teknik imajinasi tindakan
terbimbing, kompres pendukung
hangat/dingin,terapi dalam
bermain) meredakan
nyeri
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri 11. Menjaga dan
(mis. Suhu ruangan, merawat
cahaya, kebisingan) keadaan
lingkungan
12. Berikan fasilitasi istirahat
pasien
tidur
12. Memberikan
13. Pertimbangkan jenis dan
kenyamanan
sumber nyeri dalam
terhadap
pemilihan strategi
c. Edukasi pasien
14. Jelaskan strategi
13. Mengindentifi
meredakan nyeri
kasi
15. Jelaskan penyebab, kemampuan
periode, pemicu nyeri jenis nyeri
dalam proses
16. Anjurkan memonitor
meredakan
nyeri secara mandiri
nyeri
17. Anjurkan menggunakan
14. Memberikan
analgetik secara tepat
edukasi cara
18. Anjurkan teknik atau tindakan
nonfarmakologis untuk meredakan
mengurangi rasa nyeri nyeri
(teknik nafas dalam)
15. Mengetahui
d. Kolaborasi penyebab,
19. Kolaborasi pemberian lama dan
analgetik, jika perlu pemicu respon
nyeri

16. Mengajarkan
pasien cara
mengetahui
respon nyeri
secara mandiri

17. Membantu
pasien
mengurangi
rasa nyeri

18. Memberikan
tindakan
pendukung
atau latihan
dalam
meredakan
rasa nyeri

19. Untuk
membantu
meredakan
nyeri klien

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan ambulasi 1. Untuk adanya


mobilitas fisik asuhan keperawatan nyeri atau
a. Observasi
berhubungan selama ... x….jam keluhan fisik
dengan nyeri diharapka mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri lainnya
dibuktikan dengan fisik meningkat dengan atau keluhan fisik lainnya
2. Agar pasien
mengeluh sulit kriteria hasil: b. Terapeutik biasa
menggerakkan
1. Pergerakan 2. fasilitasi melakukan melakukan
ekstremitas
ekstremitas mobilitas fisik mobilisasi
meningkat dengan
3. Libatkan keluarga untuk
nyaman
2. Kekuatan otot membantu pasien dalam
meningkat meningkatkan ambulansi 3. agar pasien
biasa
3. Rentan gerak c. Edukasi
melakukan
meningkat
4. Jelaskan tujuan dan mobilisasi
4. Nyeri menurun prosedur ambulasi dengan

5. Kecemasan nyaman
5. Ajarkan ambulansi
menurun sederhana yang harus 4. Agar klien

6. Kaku sendi dilakukan mengetahui

menurun tujuan dan


prosedur
7. Gerakan tidak
ambulasi
terkoordinasi
menurun 5. Agar klien
8. Gerakan terbatas biasa
menu run melakukan
pergerakan
9. Kelemahan fisik
menurun

Ansietas Setelah dilakukan Terapi relaksasi 1. agar


berhubungan asuhan keperawatan menurunkan
a. Observasi
dengan kurang selama..x.. jam tingkat
terpapar informasi diharapkan Tingkat 1. Identifikasi penurunan energi,ketidak
dibuktikan dengan Ansietas menurun tingkat energi, mampuan
merasa khawatir dengan kriteria hasil : ketidakmampuan berkonsentrasi,
dengan akibat dari berkonsentrasi, atau atau gejala lain
1. Verbalisasi
kondisi yang gejala lain yang yang
kebingungan
dihadapi menggagu kemampuan menganggu
menurun
kognitif. kemampuan
2. Verbalisasi kognitif
2. Periksa ketegangan otot,
khawatir akibat
frekuensi nadi, tekanan 2. untuk
kondisi yang
darah, dan suhu sebelum mengetahui
dihadapi menurun.
dan sesudah latihan ketegangan
3. Perilaku gelisah otot ,frekuensi
3. Monitor respons terhadap
menurun. nadi,tekanan
terapi relaksasi
4. Perilaku tegang darah dan suhu
b. Terapeutik
menurun. sebelum dan
4. Ciptakan lingkungan sesudah latihan
5. Konsentrasimem
tenang dan tanpa
baik. 3. untuk
gangguan dengan
memantau
6. Pola tidur membaik. pencahayaan dan suhu
respons
ruang nyaman, jika
terhadap terapi
memungkinkan
rekalsasi
5. Berikan informasi tertulis
4. untuk
tentang persiapan dan mengetahui
prosedur teknik relaksasi lingkungan
tenang dan
6. Gunakan nada suara
tanpa
lembut dengan irama
gangguan
lambat dan berirama
dengan
7. Gunakan relaksasi pencahayaan
sebagai strategi dan suhu ruang
penunjang dengan nyaman,jika
analgetik atau tindakan memungkinka
medis lain, jika sesuai n

c. Edukasi 5. untuk

8. Jelaskan tujuan, manfaat, memberikan

batasan, dan jenis informasi

reiaksasi yang tersedia tertulis tentang

(mis. musik, meditas, pesiapan dan

napas dalam, relaksasi prosedur

otot progresif) teknik


relaksasi
9. Anjurkan mengambil
posisi nyaman 6. lembut dengan
irama lambat
10. Anjurkan rileks dan
dan berirama
merasakan sensasi
relaksasi 7. agar
menggunakan
11. Anjurkan sering
teknik
mengulangi atau melatih
relaksasi
teknik yang dipilih
sebagai
12. demonstrasikan dan latih strategi
teknik relaksasi (mis, penunjang
napas dalam, peregangan, dengan
terbimbing) analgtik atau
tindakan medis
lain,jika sesuai

8. Untuk
mengetahui
tujuan,manfaat
,batasan dan
jenis relaksasi
yang tersedia
(mis. musik,
meditas, napas
dalam,
relaksasi otot
progresif)

9. agar
dianjurkan
mengambil
posisi yang
nyaman

10. agar
merasakan
rileks dan
merasajan
sensasi
relaksasi

11. agar
dianjurkan
sering
mengulangi
atau melatih
teknik yang
dipilih

12. agar
mendemontras
ikan dan
melatih teknik
relaksasi

DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Siti. (2017). KeperawatanMaternitas Volume 2. Jakarta: Prenada Media.


Irianto, Koes. (2014). Pelayanan Keluarga Berencana. Bandung : Alfabeta.

Manuaba, I G.B. (2010). IlmuKebidanan, PenyakitKandungan, dan Keluarga


Berencana. Jakarta: EGC.

MD. Crhistyawati. 2016. Tersedia pada


http://jurnalketerapianfisik.com/index.php/jpt/article/download/61/35.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2021

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia :
Jakarta.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia : Jakarta.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi
1. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta.

Waryana. (2010). GiziReproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rahima.

Wiknjosastro, H. (2008). IlmuKandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


Denpasar, …………… 2020

Pembimbing/CI Mahasiswa

(……………………………………) (…………………………………….)

NIP. NIM.

Clinical Teacher/CT

(……………………………………..)

NIP.

Anda mungkin juga menyukai