Anda di halaman 1dari 3

Nama: Putra Ardiansyah

NIM : 215120407111040

Review Human Rights and Foreign Policy in Comparative Perspective

File tersebut membahas bagaimana negara-negara menangani isu hak asasi manusia dalam
konteks kebijakan luar negeri mereka, serta menyoroti tantangan yang dihadapi dalam
menghadapinya secara terbuka karena potensi reaksi negatif dan tekanan internal. Contoh-
contoh konkret diberikan dalam dokumen tersebut, menunjukkan bagaimana tekanan publik,
seperti penyebutan nama dan kritik terhadap LSM hak asasi manusia, dapat menghasilkan
perubahan positif. Berbagai pendekatan, termasuk langkah-langkah diplomatik dan sanksi
ekonomi, digunakan oleh negara-negara untuk mempromosikan hak asasi manusia di luar
negeri. Peran aktor-aktor besar seperti Amerika Serikat juga dianalisis, dengan
mempertimbangkan variasi pendekatan yang diterapkan di berbagai negara.

Penulis menyoroti perbedaan antara retorika liberal dan tindakan realis dalam kebijakan luar
negeri Amerika Serikat (AS) terkait hak asasi manusia. Meskipun terdapat dukungan publik
untuk mempromosikan hak asasi manusia di luar negeri, penulis juga menunjukkan bahwa
kepentingan nasional lainnya, seperti menghentikan aliran obat-obatan terlarang dan
melindungi lapangan kerja di Amerika, juga menjadi prioritas. opini publik Amerika terhadap
hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh kombinasi altruisme dan
kepentingan pribadi. Meskipun dukungan terhadap internasionalisme pragmatis ada,
dukungan terhadap internasionalisme moral kurang.

Hal ini mencerminkan adanya perpaduan antara liberalisme dan realisme dalam
pengambilan keputusan kebijakan luar negeri AS. Bacaan tersebut juga menyinggung konteks
historis hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri, termasuk dampak warisan kolonial
terhadap orientasi negara terhadap masalah hak asasi manusia. Selain itu, file ini juga
mengkritik kurangnya dukungan dari basis masyarakat di AS untuk perjuangan hak asasi
manusia di luar negeri yang membutuhkan banyak biaya. Laporan ini mencatat bahwa opini
publik tentang metode militer untuk memajukan demokrasi relatif rendah, dan lebih banyak
penekanan pada masalah keamanan nasional daripada tujuan kebijakan luar negeri yang
bersifat altruistik. Hal ini mencerminkan pendekatan pragmatis terhadap hubungan
internasional yang lebih menekankan pada kepentingan nasional dan keamanan daripada pada
nilai-nilai moral murni.
Apa yang ditulis di dalam bacaan tersebut cukup menarik karena penulis mencoba
menjelaskan bagaimana akan selalu ada sebuah dilema bagi negara dalam mengurus
permasalahan HAM. Meskipun telah adanya konsesi tentang HAM secara internasional,
negara pada umumnya masih dihadapkan pada kepentingan nasionalnya daripada
kelangsungan hidup masyarakat dari negara lain. Dilema ini memberikan tekanan bagi negara
dari berbagai sisi. Negara masih cenderung memprioritaskan kepentingan nasional mereka
sendiri, terutama dalam konteks kebijakan luar negeri. Ini menciptakan dilema di mana
negara merasa tertekan di antara dorongan untuk mendukung isu HAM di negara lain untuk
menjaga legitimasi dan reputasi mereka di mata masyarakat internasional, namun terbatasnya
sumber daya membuat pilihan tersebut sulit untuk diimplementasikan.

Menurut pendapat saya, perhatian yang berbeda-beda yang diberikan oleh negara-
negara terhadap hak asasi manusia melalui kebijakan luar negeri merupakan cerminan dari
keseimbangan yang rumit antara kepentingan nasional, tekanan domestik, dan dinamika
internasional. Meskipun pemajuan hak asasi manusia mungkin tampak seperti keharusan
moral yang melekat, namun kenyataannya jauh lebih kompleks. Negara beroperasi dalam
suatu kerangka kerja yang didorong oleh tujuan dan pertimbangan strategis mereka sendiri.
Terkadang, tujuan-tujuan ini mungkin sejalan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia,
sehingga mendorong negara untuk memperjuangkannya di panggung global. Namun, ketika
masalah hak asasi manusia berbenturan dengan kepentingan nasional seperti kemakmuran
ekonomi atau keamanan, negara dapat memilih untuk memprioritaskan kepentingan mereka
sendiri di atas nilai-nilai universal.

Tekanan domestik juga memainkan peran penting dalam membentuk pendekatan


negara terhadap hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri. Pemerintah sangat menyadari
opini publik dan pengaruh dari kelompok-kelompok kepentingan dan partai-partai oposisi.
Mereka dapat memasukkan masalah hak asasi manusia ke dalam kebijakan luar negeri
mereka untuk menenangkan konstituen domestik atau meningkatkan legitimasi mereka.
Selain itu, norma-norma internasional dan tekanan yang diberikan oleh negara lain, organisasi
internasional, atau kelompok advokasi dapat memaksa pemerintah untuk menangani
pelanggaran hak asasi manusia di luar negeri untuk menghindari isolasi diplomatik atau
kerusakan reputasi.
Selain itu, aliansi dan kemitraan strategis sering kali menentukan sikap negara
terhadap hak asasi manusia. Meskipun beberapa negara mungkin merupakan pendukung
vokal untuk hak asasi manusia, mereka juga dapat mempertahankan aliansi dengan negara-
negara yang dikenal memiliki catatan hak asasi manusia yang buruk. Dalam kasus-kasus
seperti itu, kepentingan strategis dapat mengesampingkan pertimbangan moral, yang
mengarah pada tidak adanya penekanan pada hak asasi manusia dalam kebijakan luar negeri.

Keterbatasan sumber daya, pengalaman historis, nilai-nilai budaya, dan keyakinan


ideologis selanjutnya membentuk pendekatan negara terhadap hak asasi manusia.
Keterbatasan sumber daya dapat menghambat kemampuan negara untuk menangani
pelanggaran HAM secara efektif, sementara pengalaman historis dan nilai-nilai budaya dapat
mempengaruhi persepsi tentang HAM dan prioritasnya dalam kebijakan luar negeri.

Secara keseluruhan, perhatian yang berbeda-beda yang diberikan oleh negara-negara


terhadap hak asasi manusia melalui kebijakan luar negeri menggarisbawahi adanya interaksi
yang kompleks antara faktor-faktor strategis, politik, ekonomi, dan normatif. Meskipun
pemajuan HAM seharusnya menjadi tujuan mendasar bagi semua negara, kenyataannya
adalah bahwa kepentingan dan hambatan yang saling bersaing sering kali menentukan sejauh
mana HAM diprioritaskan dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai