FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2023 Jadi jika ketemu dengan asas legalitas, ketemu dengan asas teritorial, ketemu dengan asas nasional aktif, nasional pasif, universal itu di Bab 1. Kemudian di bab 4 ada gugurnya kewenangan penuntutan. Kemudian di bab 5 itu pengertian istilah- istilah. Lalu bab 6 itu penutup. Jadi sebetulnya inti dari hukum pidana, inti dari KUHP itu asas-asasnya, dasar-dasarnya ada di Buku 1, bab 2, dan 3. Bab 2 tentang tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana. Bab 3 tentang pemidanaan/ pidana tindakan. Bab 1, 2, 3, 4, 5, 6, buku 1. Kalau buku 2 semuanya tentang tindak pidana. KUHP baru tidak mengenal buku 3. Buku 3 tentang pelanggaran tidak dikenal karena sekarang pelanggaran dan kejahatan dijadikan satu. Dengan satu istilah, yaitu tindak pidana. Jadi, para ahli hukum penyusun, KUHP, dan pemerintah, dan DPR sepakat. Istilah yang digunakan bukan perbuatan pidana, bukan peristiwa pidana bukan yang lain-lain tetapi, tindak pidana. Itu istilah resmi, Istilah yuridisnya untuk menyebut tindak pidana buku yang judulnya asas-asas hukum pidana, itu diceritakan segala macam Istilah untuk menyebut criminal offense atau menyebut straaf barfaid. yang dipilih oleh penyusun KUHP, tindak pidana jadi ini bab-babnya di buku 1 ruang lingkup berlakunya ketentuan peraturan pidana. Bab 2, tindak pidana dan pertanggungjawab pidana. Bab 3, pemidanaan pidana dan tindakan. Bab 4, penuntutan dan pelaksanaan pidana. Bab 5, pengertian istilah. Dan bab 6, adalah penuntut. Ini dari buku 1.Buku 2, seluruhnya mengenai tindak pidana. Jadi, tidak ada lagi istilah kejahatan dan pelanggaran. Atau, memang istilah kriminologis pasti menyebutnya kejahatan. Kemudian, sosiologis kita juga menyebut kejahatan. Tapi, kalau dalam istilah yuridis, kita hanya menyebut satu istilah yaitu tindak pidana. Ada trias hukum pidana, atau three basic concept dalam hukum pidana. Ada tindak pidana, yang pertama, itu diatur di bab 2. Pertanggung jawaban pidana Serta, trias yang ketiga, atau konsep basic yang ketiga, yaitu pemidanaan pidana tindakan, itu di bab 3.Yang paling penting untuk dikemukakan, terkait dengan tindak pidana dari KUHP baru adalah adanya paradigma. Paradigma dualistis dalam tindak pidana. Dan paradigma dualistis itu, atau dualisme itu, tercermin baik pada buku 1, maupun buku, sorry, baik pada, khususnya pada bab 2 buku 1 KUHP. Yaitu, dari judul babnya saja. Cerminan dari paradigma dualistis itu, yaitu tindak pidana, criminal act, atau criminal offense, dan pertanggung jawab berpidana.Criminal liability, atau criminal responsibility. Jadi, mengatur dua hal itu. Kalau di KUHP lama, tidak ada ini. Jadi, bab 2 seperti ini tidak ada.Pengaturan mengenai bagaimana tindak pidana, dan apa saja yang tercakup dalam tindak pidana. Serta, bagaimana pertanggung jawab berpidana. Itu tidak ada di KUHP lama. KUHP lama hanya mengatur soal, di satu pasal, pasal 44, orang yang tidak mampu bertanggung jawab. Tapi, bagaimana pertanggung jawaban pidana tidak diatur di KUHP lama.Dan juga, menariknya adalah kalau kita perhatikan komparasi antara KUHP lama dan KUHP baru. Di KUHP lama, babnya, judul babnya lebih banyak. Sebab, percobaan dijadikan bab sendiri. Penyertaan dijadikan bab sendiri. Pengulangan dijadikan bab sendiri. Alasan pembenar dijadikan bab sendiri. Nah, kenapa di KUHP baru ini dimasukkan di bagian tindak pidana. Dan, yang juga unik, di KUHP baru, alasan pembenar dan alasan pemaham dipisahkan pengaturannya. KUHP lama, alasan pembenar dan alasan maaf itu merupakan satu bagian namanya alasan penghapus pidana atau dasar penghapus pidana. Jadi, dijadikan satu bab, judulnya dasar penghapus pemberat peringan. Dasar penghapus itu dipisah jadi dua. Yaitu, alasan pembenar di bagian tindak pidana dan alasan pemaaf di bagian pertanggung jawaban pidana.Sementara, alasan peringan tidak dijadikan satu di situ. Sebab, alasan peringan itu berkaitan dengan penjatuhan pidana.Jadi, alasan peringan itu dimasukkannya, itu di bab tiga mengenai pemidanaan pidana dan tindakan. Bukan di bagian tindak pidana. Karena, peringan itu apa? Peringan pidana. Di pasal 12 dan seterusnya. Permufakatan jahat, persiapan, percobaan, penyertaan, pengulangan atau residif. Tindak pidana aduan dan alasan pemenang. Di KUHP baru itu sudah diperbaiki. Jadi, kalau pakai gradasi , yang paling bawah adalah permufakatan jahat. Karena itu baru bermufakat dulu, belum ada tindakan apa-apa. Ancamannya adalah sepertiga dari pidana dijatuhkan kalau delik itu dilaksanakan. Naik sedikit gradasinya menjadi persiapan. Forberadings, handling. Perbuatan persiapan ini sudah ada persiapan. Tapi belum ada permulaan perusahaan. Nah, persiapan ini ancamannya setengah. Dari pidana kalau delik dilaksanakan. Naik lagi, namanya persiap percobaan. Jadi, permufakatan jahat sepertiga. Persiapan setengah. Lalu percobaan dua per tiga hukumannya. Dari pidana untuk delik selesai. Baru paling atas tentu delik selesai. gradasi itu ancaman pidana-nya bagi permufakatan jahat, persiapan, dan percobaan. Bahkan juga. Alasan penghapus untuk permufakatan jahat, alasan penghapus untuk persiapan, alasan penghapus untuk percobaan. Diatur semua dengan detail di bab dua buku satu KUHP di bagian tindak pidana. ditambah juga di bagian tindak pidana itu ada pengaturan tentang alasan pembenar. walaupun nanti di bagian bagi rum berikutnya saya jelaskan. Alasan pembenar itu kalau di KUHP lama tidak disebutkan. Alasan pembenar di pasal ini-ini tidak disebutkan begitu. Alasan pemaaf di pasal ini-ini tidak disebutkan. Yang menyebutkan itu alasan pembenar pasal berapa saja dan ayat berapa, yang menyebutkan alasan pembenar di pasal berapa dan ayat berapa, Itu tidak di KUHP, tapi di buku-buku. Di doktrin. Di pendapat para ahli. Jadi, di KUHP-nya tidak disebut. Yang berikutnya adalah alasan pembenar dan alasan pemaaf itu mulai dari pasal 44, 48, 49, 50, 51, dijadikan satu bab. Alasan penghapus, di KUHP baru dipisahkan alasan pembenar di bagian tindak pidana, alasan pemaaf di pertanggung jawab pidana. Sebabnya adalah alasan pembenar itu menghapuskan sifat melawan hukum dari tindak pidana. Jadi, dimasukkannya di bagian tindak pidana. Sementara alasan pemaaf dimasukkannya di bagian pertanggung jawaban pidana. Kenapa? Karena alasan pemaaf fungsinya menghapuskan kesalahan. Dengan demikian, orang tidak bertanggung jawab atas pidana itu, walaupun tindak pidananya terjadi. Jadi, dihapuskan kesalahannya. Makanya, dia letakkan di bagian pertanggung jawaban pidana. Jadi, kesalahan dan pertanggung jawaban pidana itu memang satu kesatuan. Ditambah lagi, di KUHP baru, ada pengaturan tentang pertanggung jawaban korporasi. Yang di KUHP lama, tidak. Sebabnya, di KUHP lama, korporasi bukan subyek tindak pidana. Atau bukan pelaku tindak pidana. Tercakup unsur perbuatan atau akibat dan unsur kesalahan atau pertanggung jawaban. Itu di dalam satu pengertian. Itulah tindak pidana. Jadi, kalau misalnya saya panjangkan. Jadi, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. Atau, dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawaban, Hanya tercantum unsur perbuatan atau akibat tanpa unsur kesalahan atau pertanggung jawaban. Jadi, kita tidak bicara soal kesalahan. Kita tidak bicara soal pertanggung jawaban pidana. Jadi, kalau mau dirumuskan kurang lebih seperti ini. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang yang bersifat melawan hukum. Hanya itu. Lalu, bagaimana orangnya bisa dipidana? Ya, orangnya bisa dipidana kalau Pertanggung jawaban pidana-nya terpenuhi. Jadi, kita bicara seperti dua level. Bicara tindak pidana dulu. Kalau ini sudah terpenuhi, baru bicara orangnya . Orangnya dapat dipidana kalau dia ada pertanggung jawaban. Jadi, dua. Dua konsep dijadikan terpisah. Kalau monistis, jadikan satu. KUHP baru, itu menganut yang dualistis. Nah, ini kurang lebih gambaran tindak pidana. Kalau monolistis Perbuatan, melawan hukum, kesalahan, itu dijadikan satu. Kalau dualistis, antara perbuatan, actus reus dan mens rea, kesalahan, pertanggung jawaban pidana, itu dipisahkan.KUHP baru menganut yang dualistik. Sehingga, di pasal-pasal KUHP, yang dimuat hanya unsur yang actus reus. Yang perbuatan pidana. Yang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Yang sifatnya melawan hukum. Itu saja. Tidak dimasukkan di dalamnya dan dilakukan dengan pertanggung jawaban. Oleh sebab itu, di pasal-pasal di KUHP baru,Sengaja, dengan sengaja itu adalah salah satu jenis kesalahan yang paling tegas. Sengaja itu tidak perlu dicantumkan. Ya, jadi, unsur dengan sengaja itu semua dihilangkan dari pasal. Karena orang hanya bisa dipukul kalau dia sengaja. Kecuali pada delik KUHP. Itu perlu dicantumkan unsur keapaan atau kesalahan atau kelalaian di pasal. Sebab dia harus membuktikam. Tapi kalau unsur sengaja, tidak perlu dicantumkan. semua orang hanya bisa dipidana kalau dia sengaja. Berarti kalau dia bisa membuktikan dirinya tidak sengaja, tidak bisa dihukum. Itu ya konsekuensi dari dualistis tadi. Di pasal 12 KUHP baru. Jadi, kalau kita bicara tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana di bab 2 KUHP baru, buku 1, Maka tindak pidana itu dimulai dari pasal 12, 12, 13, 14, dan seterusnya. Pertanggung jawaban pidana mulai dari pasal 6, 36, 37, 38, 39, apa kata pasal 12 KUHP baru ,bab 2 KUHP baru isinya itu tidak ada di KUHP lama. jadi tentang tindak pidana juga tidak ada. Apa itu tindak pidana? Apa itu pertanggung jawaban pidana? Tidak ada di KUHP lama. di KUHP baru diatur. Pasal 12 ayat 1 Tindak pidana merupakan perbuatan, perbuatan yang oleh peraturan pendang undangan diancam dengan sanksi pidana dan atau tindakan. Jadi, kalau definisinya atau pengertiannya tindak pidana atau perbuatan dilarang, tidak cukup. Atau tindak pidana adalah perbuatan yang diancam dengan hukuman, tidak cukup. hukuman bisa macam-macam. di sini harus sanksi pidana, bukan sanksi yang lain. Yang kedua adalah, Yang dijatuhkan atau konsekuensi bagi orang yang melakukan tindak pidana itu bisa tiga kemungkinan. Pertama adalah dijatuhi pidana. Jadi, kalau pidana dijatuhkan.Yang kedua adalah dikenakan tindakan. Yang ketiga, dijatuhi pidana dan dikenakan tindakan. Jadi, tiga kemungkinan itu. Tergantung pada kasusnya.Jadi, tidak semua begitu. Tidak semua bisa dikenakan tindakan. Tidak semua bisa dikenakan pidana dan tindakan. Jadi, tergantung kasusnya, konteksnya, dan sebagainya. Itu ayat satu. Ayat dua dari pasal dua belas. Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan atau tindakan Oleh peraturan pendudukan harus bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Pertama, aliran pertama yang menyatakan bahwa sifat melawan hukum itu adalah, Atau unsur melawan hukum itu adalah unsur yang konstitutif dari tindak pidana. Artinya, unsur melawan hukum itu, kalau menurut aliran pertama,Selalu ada pada setiap tindak pidana. Jadi unsur konstitutif dari tindak pidana. Itu aliran pertama. Aliran kedua menyatakan bahwa unsur melawan hukumBukan merupakan unsur konstitutif dari tindak pidana. Jadi tidak selalu harus ada. Bisa ada, bisa tidak. Tergantung tindak pidana apa. Kalau pencurian, ada unsur melawan hukum tertulis.Kalau pembunuhan, tidak ada unsur melawan hukum tertulis. Itu contohnya. Jadi ada aliran. KUHP nasional atau KUHP baru Indonesia menganut pendapat yang pertama, bahwa tindak pidana itu, Bahwa unsur melawan hukum itu merupakan unsur konstitutif dari tindak pidana. Sehingga rumusan jadi seperti ini. Setiap tindak pidana selalu bersifat melawan hukum. Jadi, semua tindak pidana bersifat melawan hukum. Tapi, tidak selalu unsur atau sifat melawan hukum itu tertulis dalam rumusan pasal. jaksa harus membuat, memuatnya dalam surat dakwaan. Dan jaksa harus membuktikannya di pengadilan. Yang kedua adalah unsur yang tidak tertulis. Yang namanya adalah syarat pemidanaan. Karena 1, 2, 3, 4 itu undang-undang tidak pidana khusus. Sedangkan yang kelima itu adalah undang- undang administratif yang bermuatan pidana. Sama dengan undang-undang misalnya psikotropika, undang-undang ITE, undang- undang misalnya perbankan, undang-undang pasar modal dan seterusnya. Itu undang-undang biasa, undang-undang administratif yang bermuatan ketentuan pidana..