Anda di halaman 1dari 6

RESUME KULIAH TAMU

Oleh:

Christine Taffy Lidya Septiana (20220610002)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2023
Jadi jika ketemu dengan asas legalitas, ketemu dengan asas teritorial, ketemu
dengan asas nasional aktif, nasional pasif, universal itu di Bab 1. Kemudian di bab 4
ada gugurnya kewenangan penuntutan. Kemudian di bab 5 itu pengertian istilah-
istilah. Lalu bab 6 itu penutup. Jadi sebetulnya inti dari hukum pidana, inti dari
KUHP itu asas-asasnya, dasar-dasarnya ada di Buku 1, bab 2, dan 3. Bab 2 tentang
tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana. Bab 3 tentang pemidanaan/ pidana
tindakan. Bab 1, 2, 3, 4, 5, 6, buku 1. Kalau buku 2 semuanya tentang tindak pidana.
KUHP baru tidak mengenal buku 3. Buku 3 tentang pelanggaran tidak dikenal
karena sekarang pelanggaran dan kejahatan dijadikan satu. Dengan satu istilah, yaitu
tindak pidana. Jadi, para ahli hukum penyusun, KUHP, dan pemerintah, dan DPR
sepakat. Istilah yang digunakan bukan perbuatan pidana, bukan peristiwa pidana
bukan yang lain-lain tetapi, tindak pidana. Itu istilah resmi, Istilah yuridisnya untuk
menyebut tindak pidana buku yang judulnya asas-asas hukum pidana, itu diceritakan
segala macam Istilah untuk menyebut criminal offense atau menyebut straaf barfaid.
yang dipilih oleh penyusun KUHP, tindak pidana jadi ini bab-babnya di buku 1
ruang lingkup berlakunya ketentuan peraturan pidana. Bab 2, tindak pidana dan
pertanggungjawab pidana. Bab 3, pemidanaan pidana dan tindakan. Bab 4,
penuntutan dan pelaksanaan pidana. Bab 5, pengertian istilah. Dan bab 6, adalah
penuntut. Ini dari buku 1.Buku 2, seluruhnya mengenai tindak pidana. Jadi, tidak
ada lagi istilah kejahatan dan pelanggaran. Atau, memang istilah kriminologis pasti
menyebutnya kejahatan. Kemudian, sosiologis kita juga menyebut kejahatan. Tapi,
kalau dalam istilah yuridis, kita hanya menyebut satu istilah yaitu tindak pidana.
Ada trias hukum pidana, atau three basic concept dalam hukum pidana. Ada tindak
pidana, yang pertama, itu diatur di bab 2. Pertanggung jawaban pidana Serta, trias
yang ketiga, atau konsep basic yang ketiga, yaitu pemidanaan pidana tindakan, itu di
bab 3.Yang paling penting untuk dikemukakan, terkait dengan tindak pidana dari
KUHP baru adalah adanya paradigma.
Paradigma dualistis dalam tindak pidana. Dan paradigma dualistis itu, atau dualisme
itu, tercermin baik pada buku 1, maupun buku, sorry, baik pada, khususnya pada bab
2 buku 1 KUHP. Yaitu, dari judul babnya saja. Cerminan dari paradigma dualistis
itu, yaitu tindak pidana, criminal act, atau criminal offense, dan pertanggung jawab
berpidana.Criminal liability, atau criminal responsibility. Jadi, mengatur dua hal itu.
Kalau di KUHP lama, tidak ada ini. Jadi, bab 2 seperti ini tidak ada.Pengaturan
mengenai bagaimana tindak pidana, dan apa saja yang tercakup dalam tindak
pidana. Serta, bagaimana pertanggung jawab berpidana. Itu tidak ada di KUHP
lama.
KUHP lama hanya mengatur soal, di satu pasal, pasal 44, orang yang tidak mampu
bertanggung jawab. Tapi, bagaimana pertanggung jawaban pidana tidak diatur di
KUHP lama.Dan juga, menariknya adalah kalau kita perhatikan komparasi antara
KUHP lama dan KUHP baru. Di KUHP lama, babnya, judul babnya lebih banyak.
Sebab, percobaan dijadikan bab sendiri.
Penyertaan dijadikan bab sendiri. Pengulangan dijadikan bab sendiri. Alasan
pembenar dijadikan bab sendiri. Nah, kenapa di KUHP baru ini dimasukkan di
bagian tindak pidana. Dan, yang juga unik, di KUHP baru, alasan pembenar dan
alasan pemaham dipisahkan pengaturannya.
KUHP lama, alasan pembenar dan alasan maaf itu merupakan satu bagian namanya
alasan penghapus pidana atau dasar penghapus pidana. Jadi, dijadikan satu bab,
judulnya dasar penghapus pemberat peringan.
Dasar penghapus itu dipisah jadi dua. Yaitu, alasan pembenar di bagian tindak
pidana dan alasan pemaaf di bagian pertanggung jawaban pidana.Sementara, alasan
peringan tidak dijadikan satu di situ. Sebab, alasan peringan itu berkaitan dengan
penjatuhan pidana.Jadi, alasan peringan itu dimasukkannya, itu di bab tiga mengenai
pemidanaan pidana dan tindakan. Bukan di bagian tindak pidana. Karena, peringan
itu apa? Peringan pidana.
Di pasal 12 dan seterusnya. Permufakatan jahat, persiapan, percobaan, penyertaan,
pengulangan atau residif. Tindak pidana aduan dan alasan pemenang.
Di KUHP baru itu sudah diperbaiki. Jadi, kalau pakai gradasi , yang paling bawah
adalah permufakatan jahat. Karena itu baru bermufakat dulu, belum ada tindakan
apa-apa.
Ancamannya adalah sepertiga dari pidana dijatuhkan kalau delik itu dilaksanakan.
Naik sedikit gradasinya menjadi persiapan. Forberadings, handling.
Perbuatan persiapan ini sudah ada persiapan. Tapi belum ada permulaan perusahaan.
Nah, persiapan ini ancamannya setengah. Dari pidana kalau delik dilaksanakan.
Naik lagi, namanya persiap percobaan. Jadi, permufakatan jahat sepertiga. Persiapan
setengah. Lalu percobaan dua per tiga hukumannya. Dari pidana untuk delik selesai.
Baru paling atas tentu delik selesai. gradasi itu ancaman pidana-nya bagi
permufakatan jahat, persiapan, dan percobaan. Bahkan juga. Alasan penghapus
untuk permufakatan jahat, alasan penghapus untuk persiapan, alasan penghapus
untuk percobaan.
Diatur semua dengan detail di bab dua buku satu KUHP di bagian tindak pidana.
ditambah juga di bagian tindak pidana itu ada pengaturan tentang alasan pembenar.
walaupun nanti di bagian bagi rum berikutnya saya jelaskan. Alasan pembenar itu
kalau di KUHP lama tidak disebutkan. Alasan pembenar di pasal ini-ini tidak
disebutkan begitu.
Alasan pemaaf di pasal ini-ini tidak disebutkan. Yang menyebutkan itu alasan
pembenar pasal berapa saja dan ayat berapa, yang menyebutkan alasan pembenar di
pasal berapa dan ayat berapa, Itu tidak di KUHP, tapi di buku-buku. Di doktrin. Di
pendapat para ahli. Jadi, di KUHP-nya tidak disebut. Yang berikutnya adalah alasan
pembenar dan alasan pemaaf itu mulai dari pasal 44, 48, 49, 50, 51, dijadikan satu
bab.
Alasan penghapus, di KUHP baru dipisahkan alasan pembenar di bagian tindak
pidana, alasan pemaaf di pertanggung jawab pidana. Sebabnya adalah alasan
pembenar itu menghapuskan sifat melawan hukum dari tindak pidana. Jadi,
dimasukkannya di bagian tindak pidana.
Sementara alasan pemaaf dimasukkannya di bagian pertanggung jawaban pidana.
Kenapa? Karena alasan pemaaf fungsinya menghapuskan kesalahan.
Dengan demikian, orang tidak bertanggung jawab atas pidana itu, walaupun tindak
pidananya terjadi. Jadi, dihapuskan kesalahannya. Makanya, dia letakkan di bagian
pertanggung jawaban pidana. Jadi, kesalahan dan pertanggung jawaban pidana itu
memang satu kesatuan.
Ditambah lagi, di KUHP baru, ada pengaturan tentang pertanggung jawaban
korporasi. Yang di KUHP lama, tidak. Sebabnya, di KUHP lama, korporasi bukan
subyek tindak pidana. Atau bukan pelaku tindak pidana.
Tercakup unsur perbuatan atau akibat dan unsur kesalahan atau pertanggung
jawaban. Itu di dalam satu pengertian. Itulah tindak pidana. Jadi, kalau misalnya
saya panjangkan. Jadi, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana oleh undang-undang bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan
kesalahan. Atau, dan dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawaban,
Hanya tercantum unsur perbuatan atau akibat tanpa unsur kesalahan atau
pertanggung jawaban. Jadi, kita tidak bicara soal kesalahan. Kita tidak bicara soal
pertanggung jawaban pidana. Jadi, kalau mau dirumuskan kurang lebih seperti ini.
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang yang bersifat melawan hukum. Hanya itu. Lalu, bagaimana
orangnya bisa dipidana? Ya, orangnya bisa dipidana kalau Pertanggung jawaban
pidana-nya terpenuhi. Jadi, kita bicara seperti dua level. Bicara tindak pidana dulu.
Kalau ini sudah terpenuhi, baru bicara orangnya . Orangnya dapat dipidana kalau
dia ada pertanggung jawaban. Jadi, dua. Dua konsep dijadikan terpisah. Kalau
monistis, jadikan satu. KUHP baru, itu menganut yang dualistis. Nah, ini kurang
lebih gambaran tindak pidana. Kalau monolistis Perbuatan, melawan hukum,
kesalahan, itu dijadikan satu. Kalau dualistis, antara perbuatan, actus reus dan mens
rea, kesalahan, pertanggung jawaban pidana, itu dipisahkan.KUHP baru menganut
yang dualistik. Sehingga, di pasal-pasal KUHP, yang dimuat hanya unsur yang actus
reus. Yang perbuatan pidana. Yang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang. Yang sifatnya melawan hukum. Itu saja. Tidak
dimasukkan di dalamnya dan dilakukan dengan pertanggung jawaban. Oleh sebab
itu, di pasal-pasal di KUHP baru,Sengaja, dengan sengaja itu adalah salah satu jenis
kesalahan yang paling tegas. Sengaja itu tidak perlu dicantumkan. Ya, jadi, unsur
dengan sengaja itu semua dihilangkan dari pasal. Karena orang hanya bisa dipukul
kalau dia sengaja. Kecuali pada delik KUHP. Itu perlu dicantumkan unsur keapaan
atau kesalahan atau kelalaian di pasal. Sebab dia harus membuktikam. Tapi kalau
unsur sengaja, tidak perlu dicantumkan. semua orang hanya bisa dipidana kalau dia
sengaja. Berarti kalau dia bisa membuktikan dirinya tidak sengaja, tidak bisa
dihukum. Itu ya konsekuensi dari dualistis tadi.
Di pasal 12 KUHP baru. Jadi, kalau kita bicara tindak pidana dan pertanggung
jawaban pidana di bab 2 KUHP baru, buku 1,
Maka tindak pidana itu dimulai dari pasal 12, 12, 13, 14, dan seterusnya.
Pertanggung jawaban pidana mulai dari pasal 6, 36, 37, 38, 39, apa kata pasal 12
KUHP baru ,bab 2 KUHP baru isinya itu tidak ada di KUHP lama. jadi tentang
tindak pidana juga tidak ada. Apa itu tindak pidana? Apa itu pertanggung jawaban
pidana? Tidak ada di KUHP lama. di KUHP baru diatur. Pasal 12 ayat 1 Tindak
pidana merupakan perbuatan, perbuatan yang oleh peraturan pendang undangan
diancam dengan sanksi pidana dan atau tindakan. Jadi, kalau definisinya atau
pengertiannya tindak pidana atau perbuatan dilarang, tidak cukup. Atau tindak
pidana adalah perbuatan yang diancam dengan hukuman, tidak cukup. hukuman
bisa macam-macam. di sini harus sanksi pidana, bukan sanksi yang lain. Yang kedua
adalah,
Yang dijatuhkan atau konsekuensi bagi orang yang melakukan tindak pidana itu bisa
tiga kemungkinan. Pertama adalah dijatuhi pidana. Jadi, kalau pidana
dijatuhkan.Yang kedua adalah dikenakan tindakan. Yang ketiga, dijatuhi pidana dan
dikenakan tindakan. Jadi, tiga kemungkinan itu. Tergantung pada kasusnya.Jadi,
tidak semua begitu. Tidak semua bisa dikenakan tindakan. Tidak semua bisa
dikenakan pidana dan tindakan. Jadi, tergantung kasusnya, konteksnya, dan
sebagainya. Itu ayat satu. Ayat dua dari pasal dua belas. Untuk dinyatakan sebagai
tindak pidana, suatu perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana dan atau
tindakan Oleh peraturan pendudukan harus bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Pertama, aliran pertama yang menyatakan bahwa sifat melawan hukum itu adalah,
Atau unsur melawan hukum itu adalah unsur yang konstitutif dari tindak pidana.
Artinya, unsur melawan hukum itu, kalau menurut aliran pertama,Selalu ada pada
setiap tindak pidana. Jadi unsur konstitutif dari tindak pidana. Itu aliran pertama.
Aliran kedua menyatakan bahwa unsur melawan hukumBukan merupakan unsur
konstitutif dari tindak pidana. Jadi tidak selalu harus ada. Bisa ada, bisa tidak.
Tergantung tindak pidana apa. Kalau pencurian, ada unsur melawan hukum
tertulis.Kalau pembunuhan, tidak ada unsur melawan hukum tertulis. Itu contohnya.
Jadi ada aliran. KUHP nasional atau KUHP baru Indonesia menganut pendapat
yang pertama, bahwa tindak pidana itu, Bahwa unsur melawan hukum itu
merupakan unsur konstitutif dari tindak pidana. Sehingga rumusan jadi seperti ini.
Setiap tindak pidana selalu bersifat melawan hukum. Jadi, semua tindak pidana
bersifat melawan hukum. Tapi, tidak selalu unsur atau sifat melawan hukum itu
tertulis dalam rumusan pasal. jaksa harus membuat, memuatnya dalam surat
dakwaan. Dan jaksa harus membuktikannya di pengadilan. Yang kedua adalah unsur
yang tidak tertulis. Yang namanya adalah syarat pemidanaan. Karena 1, 2, 3, 4 itu
undang-undang tidak pidana khusus. Sedangkan yang kelima itu adalah undang-
undang administratif yang bermuatan pidana.
Sama dengan undang-undang misalnya psikotropika, undang-undang ITE, undang-
undang misalnya perbankan, undang-undang pasar modal dan seterusnya.
Itu undang-undang biasa, undang-undang administratif yang bermuatan ketentuan
pidana..

Anda mungkin juga menyukai