Anda di halaman 1dari 17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman

Bahan daun awar-awar dikumpulkan dari daerah Tonggalan Klaten Jawa

Tengah. Determinasi dilakukan di B2P2TOOT (Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional) dengan hasil menunjukkan

bahwa tanaman tersebut merupakan Awar-awar (Ficus septica Burm.). Hasil

determinasi dapat dilihat pada Lampiran I.

B. Tahap Ekstraksi

Daun awar-awar yang telah dicuci bersih dikeringkan secara alami di bawah

sinar matahari dengan ditutup kain ngan kain hitam. Penutupan sampel dengan

kain hitam untuk mencegah kerusakan senyawa akibat paparan sinar UV, proses

oksidasi atau reaksi enzimatis lain seperti dekomposisi, perubahan pH yang akan

menyebabkan hidrolisis senyawa iridoid dan flavonoid glikosida (Cannell, 1998).

Proses pengeringan dilakukan 2 hari. Simplisia kering diserbuk dengan

memblender simplisia kering. Dalam mendapatkan serbuk dengan derajat

kehalusan tertentu dilakukan pengayakan serbuk dengan nomor ayakan 40 mesh.

Tujuan dari pembuatan serbuk pada simplisia kering untuk meningkatkan luas

permukaan sehingga sampel kontak dengan pelarut semakin luas (Cannell, 1998).

Ekstraksi serbuk simplisia daun awar-awar dilakukan dengan cara

perkolasi. Cara ini dipilih karena lebih efektif menyari zat aktif daripada maserasi.

Keunggulan perkolasi daripada maserasi adalah pelarut tidak akan mengalami fase
commit to user

30
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

jenuh karena pelarut akan diganti hingga penyarian sempurna. Prinsip dari

perkolasi adalah pelarut yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir

secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui

pergantian pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap. Jika

pada maserasi tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia karena terjadi

keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam sel dengan cairan disekelilingnya,

sedangkan pada perkolasi melalui pergantian pelarut perbedaan kosentrasi selalu

dipertahankan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan

(praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%) (Voight,1995).

Proses ini memerlukan 300 gram serbuk simplisia daun awar-awar dan

3000 ml pelarut. Waktu yang diperlukan untuk perkolasi adalah 2 minggu. Pelarut

yang digunakan adalah kloroform. Alasan digunakan pelarut kloroform adalah

pelarut tersebut belum pernah diteliti untuk pelarut senyawa antimikrobial yang

terdapat pada daun awar-awar. Menurut penelitian sebelumnya, ekstrak metanol

daun awar-awar mengandung antimicrobial alkaloid ficuseptine dan antosianin

(Baumgartner et al., 1990). Senyawa alkaloid itu sendiri merupakan zat aktif

yang bersifat polar sehingga diperlukan pelarut yang bersifat polar atau semipolar.

Pelarut kloroform bersifat semipolar yang dapat menyari senyawa polar maupun

nonpolar. Selain itu, dipilih pelarut kloroform dikarenakan senyawa alkaloid

mudah tersari pada pelarut kloroform (Anonim, 1979).

Serbuk simplisia sebelum diperkolasi, dilakukan pembasahan terlebih

dahulu hingga merata. Proses pembasahan bertujuan agar rongga sel pada dinding

sel serbuk simplisia terbuka lebih luas sehingga mudah untuk menyari zat aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

yang ada di dalam serbuk simplisia. Pada proses ini pembasahan didiamkan

selama 30 menit. Setelah proses pembasahan, serbuk dimasukkan pada perkolator

dan dimampatkan hingga padat. Sebelum serbuk dimasukan bagian bawah

perkolator diberi kapas untuk mencegah serbuk keluar. Serbuk yang telah

dimampatkan akan membentuk ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia

membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.

Kecilnya saluran kapiler tersebut menyebabkan kecepatan pelarut cukup

untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan

konsentrasi. Serbuk yang sudah padat, bagian atas dilapisi kertas saring dan

ditimpa oleh batu untuk menjaga kepadatan serbuk dan untuk mencegah serbuk

ikut naik ke atas ketika ditambahkan pelarut. Pelarut ditambahkan hingga selapis

di atas serbuk simplisia, agar serbuk dapat tersari sempurna seluruh bagiannya.

Simplisia yang terndam seluruhnya oleh pelarut, didiamkan 24 jam agar

pelarut dapat menyari seluruh bagian serbuk simplisia yang ada di perkolator

sehingga dapat dikatakan tahap maserasi I. Kemudian diatur kecepatan tetesan

pelarut yang telah menyari zat aktif. Apabila terlalu cepat pelarut tidak akan

menyari dengan sempurna serta tidak dapat menjaga pelarut selapis di atas serbuk.

Tetesan pelarut akan mengurangi pelarut yang ada di perkolator, sehingga harus

ada penambahan pelarut untuk menjaga agar pelarut selapis di atas serbuk

simplisia.

Penambahan pelarut dilakukan hingga tetesan pelarut berwarna jernih. Hal

ini menunjukkan bahwa pelarut telah menyari sempurna zat aktif yang terdapat

pada serbuk simplisia.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Proses perkolasi dapat dilihat pada gambar 4. sebagai berikut:

Gambar 4. Proses perkolasi

Hasil dari perkolasi didapat cairan hijau sebanyak 1500 ml. Selanjutnya

perkolat dikentalkan menggunakan rotary evaporator. Prinsip dari rotary

evaporator adalah penurunan titik didik solven akibat hisapan pompa vakum,

suhu dan adanya pemutaran labu yang meningkatkan permukaan penguapan.

Perkolat kloroform dievaporasi pada suhu 500C hingga ekstrak kental. Titik didih

kloroform adalah 610C (Wilson dan Gisvold, 1982). Digunakan suhu di bawah

titik didih pada saat evaporasi dikarenakan pada rotary evaporator terdapat

hisapan pompa vakum yang mempercepat titik didih pelarut.

Gambar proses penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator dapat

dilihat pada gambar 5. sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

Gambar 5. Rotary evaporator untuk menguapkan pelarut kloroform

Ekstrak kloroform daun awar-awar yang dihasilkan sejumlah 12,12 gram

dengan rendeman 4,04 % (b/b). Karakteristik ekstrak kloroform daun awar-awar

adalah padatan lengket, berbau khas, dan berwarna hijau tua.

C. Skrining Fitokimia

Ekstrak kloroform daun awar-awar yang telah dikentalkan kemudian diuji

kandungan senyawa di dalamnya menggunakan uji fitokimia. Tujuan uji ini untuk

mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak yang terkandung dalam

ekstrak kloroform daun awar-awar. Pengujian dilakukan pada senyawa golongan

flavonoid, alkaloid, saponin, dan steroid. Hasil uji skrining fitokimia dapat dilihat

pada Tabel IV. sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Tabel IV. Hasil uji identifikasi kandungan kimia ekstrak kloroform daun awar-awar
No. Senyawa Ekstrak kloroform daun Reaksi
awar-awar
1. Saponin - Tidak terbentuk busa
2. Alkaloid
 + reagen Mayer +  Endapan
putih
 + reagen Wagner -  Jernih tanpa
endapan
 + reagen Dragendrof +  Endapan
jingga
3. Flavonoid - Jernih
4. Steroid + Terbentuk warna biru
Keterangan : (+) = ada golongan senyawa kimia

Senyawa saponin tidak dapat dideteksi dengan tidak adanya busa ketika

dikocok selama 30 detik dan busa tidak terbentuk secara konstan setelah ditambah

HCl encer. Tidak timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan tidak adanya

glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang

terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Robinson, 1995). Hasil

pengamatan tidak didapatkan busa baik sebelum dan setelah ditambah asam

sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak kloroform daun awar-awar tidak

memiliki kandungan senyawa saponin. Saponin menunjukkan negatif dikarenakan

kepolaran saponin tidak dapat tersari oleh kepolaran kloroform yang bersifat

semipolar. Gambar hasil uji senyawa saponin dapat dilihat pada gambar 6. sebagai

berikut:

Gambar 6. Hasil uji saponin


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Untuk mengidentifikasi adanya senyawa flavonoid, ekstrak direaksikan

dengan serbuk Mg dan HCl 2N kemudian dipanaskan di atas penangas air.

Ekstrak kloroform daun awar-awar tidak mengandung flavonoid karena tidak

terbentuk cairan kuning namun terbentuk cairan jernih. Gambar hasil uji flavonoid

dapat dilihat pada gambar 7. sebagai berikut:

Gambar 7. Hasil uji flavonoid

Untuk mengidentifikasi senyawa alkaloid, ekstrak kloroform daun awar-

awar ditambahkan kloroform teknis kemudian ditambahkan amoniak dan

kloroform, selanjutnya disaring di dalam tabung reaksi, filtrat ditambahkan 10

tetes H2SO4 2N. Campuran dikocok dengan teratur, dibiarkan beberapa menit

sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas dipisahkan dan dibagi menjadi 3 tabung,

masing-masing tabung ditambahkan reagen yang berbeda (Sangi, 2008).

Pereaksi mayer (Kalium tetraodomerkurat) paling banyak digunakan

untuk mendeteksi golongan alkaloid karena pereaksi ini dapat mengendapkan

hampir semua alkaloid (Robinson, 1995).

Uji alkaloid menunjukan hasil positif dengan penambahan reagen

commit
dragendorf terbentuk warna jingga, to user
dengan pereaksi mayer menunjukkan hasil
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

positif dengan terbentuknya endapan berwarna putih. Sedangkan pereaksi wagner

menunjukkan hasil negatif karena tidak terbentuk endapan cokelat namun

terbentuk cairan jernih.

Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau

tiga dari percobaan di atas ( Anonim,1995). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

ekstrak kloroform daun awar-awar positif mengandung senyawa alkaloid.

Gambar hasil uji alkaloid dengan tiga pereaksi dapat dilihat pada gambar

8. sebagai berikut:

a. b. c.

Gambar 8. Hasil uji alkaloid

a. Reagen Dragendrof b. Reagen Mayer c. Reagen Wagner

Uji steroid disebut juga uji Liebermann-Burchard, pertama ekstrak

kloroform daun awar-awar dilarutkan dalam kloroform dalam tabung reaksi yang

kering. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan asam asetat glasial dan asam

sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna biru dan hijau menunjukkan reaksi

positif (Sangi, 2008). Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak kloroform daun awar-

awar mengandung steroid karena terbentuk warna biru. Sehingga dapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

disimpulkan bahwa ekstrak kloroform daun awar-awar mengandung steroid.

Gambar hasil uji steroid dapat dilihat pada gambar 9. sebagai berikut:

Gambar 9. Hasil uji steroid

D. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kloroform Daun Awar-awar

Pengujian menggunakan alat-alat yang sebelumnya telah disterilkan.

Sterilisasi adalah tahap awal yang penting dari proses pengujian mikrobiologi.

Sterilisasi merupakan suatu proses penghancuran secara lengkap semua mikroba

hidup dan spora-sporanya (Stefanus, 2006). Alat berbahan gelas dan logam

disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm selama 15 menit,

waktu dihitung setelah suhu yang diinginkan tercapai (Dewi, 2010). Prinsip kerja

autoklaf adalah adanya uap menyebabkan protein mikroorganisme terkoagulasi

dan rusak. Alasan digunakan suhu 1210C dikarenakan air mendidih pada suhu

tersebut pada tekanan 1 atm. Alat-alat sebelum diautoklaf dibungkus dan ditutup

rapat dengan kertas, alumunium dan kapas agar tidak terkontaminasi lagi. Untuk

jarum ose, pelubang gabus dan syringe disterilkan dengan direndam alkohol 70%

kemudian dibakar di atas bunchen. Proses pengujian dilakukan di dalam LAF

yang sebelumnya disterilkan dahulu dengan menyemprotkan alkohol 70% ke

seluruh bagian dalam LAF, kemudian di lakukan radiasi UV selama 1 jam.

commit
Radiasi UV dapat merusak endospora to user
bakteri yang terdapat pada LAF, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

proses kerja steril. Pada LAF terdapat blower yang meniup udara keluar yang

bertujuan agar bakteri dari luar tidak dapat masuk ke dalam LAF karena bakteri

bersifat tidak dapat berpindah melawan gradien tekanan.

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kloroform daun awar-awar dilakukan

dengan metode difusi agar terhadap bakteri Gram negatif yaitu Klebsiella

pneumoniae. Metode ini dipilih karena lebih praktis namun tetap memberikan

hasil yang diharapkan. Prinsip metode difusi agar adalah terbentuknya daerah

hambatan di sekitar sumuran karena difusi larutan ekstrak pada media agar yang

menghambat pertumbuhan bakteri. Setelah media agar ditumbuhi bakteri,

kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam. Besar kecilnya daerah

hambatan terhadap bakteri uji dapat teramati dari besar kecilnya nilai diameter

daya hambatnya (DDH). Semakin besar DDH semakin efektif ekstrak tersebut

sebagai antibakteri.

Pengujian menggunakan sumuran berdiameter 6 mm yang dibuat dengan

pelubang gabus yang telah disterilkan terlebih dahulu. Melalui lubang sumuran

tersebut maka ekstrak yang diberikan dapat langsung terserap ke dalam medium

sehingga diharapkan memberikan efek terhadap penghambatan pertumbuhan

bakteri (Pratiwi, 2008). Media uji antibakteri yang digunakan adalah media

Nutrient Agar (NA) yang mengandung nutrisi yang diperlukan bakteri uji.

Ekstrak kloroform dibuat 7 seri konsentrasi yaitu 12,5 % (0,25 gram/2 ml);

25% (0,25 gram/ml); 37,5 % (0,375 gram/ml); 50% (0,5 gram/ml); 62,5% (0,625

gram/ml); 75% (0,75 gram/ml); dan 87,5% (0,875 gram/ml) dengan dilarutkan

dalam DMSO sampai 2 ml.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

Pemilihan seri konsentrasi ini didasarkan pada penelitian Marcel (2012)

yang menggunakan konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25% , dengan DDH yang

didapat terlalu kecil sehingga dilakukan modifikasi seri konsentrasi. Pemilihan

DMSO dikarenakan dapat mensuspensikan zat aktif yang terdapat pada ekstrak,

aman, dan tidak toksik (Anonim, 2010).

Pengujian ini menggunakan kontrol negatif yaitu DMSO dan kloroform.

Kontrol positif yaitu ciprofloksasin 5μg. Ciprofloksasin adalah antibakteri dengan

cincin beta laktam, golongan fluroquinolon dengan spektrum luas bekerja sebagai

bakterisid terhadap enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, Haemophylus

dan Neisseria ssp. juga terhadap bakteri Staphylococcus dan beberapa bakteri

Gram positif. Ciprofloksasin bekerja dengan menghambat subunit A pada DNA-

gyrase (topoisomerase) yang merupakan bagian esensial dalam proses sintesa

DNA bakteri kerena mekanisme kerjanya spesifik maka tidak terjadi resistensi

paralel dengan antibiotika lain yang bukan golongan kuinolon karboksilat

(Anonim,1995). Pemilihan ciprofloksasin juga berdasarkan penelitian Kumala

dkk (2010) yang menyatakan beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati

dengan antibiotik, khususnya antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas

98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap

kloramfenikol, 80 % terhadap ciprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin (Kumala

dkk., 2010). Ciprofloksasin dipilih dikarenakan antibiotik ini sering digunakan

oleh kebanyakan dokter serta mudah didapatkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

Bakteri uji diambil dari regenerasi kultur murni dan diperbanyak sebagai

inokula dengan menggunakan nutrien agar (NA) pada tabung reaksi. Inokula

diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37°C, kemudian disimpan dalam lemari

pendingin. Digunakan media NA karena memiliki kandungan nutrisi yang cukup

untuk kultur kebanyakan bakteri. NA menunjukan hasil keterulangan yang baik.

NA dibuat dengan dilarutkan sebanyak 23 gram dalam 1000 ml aquades.

Dalam penelitian dibuat 500 ml larutan NA, sehingga menimbang 11,5 gram

serbuk NA dilarutkan dalam 500 ml aquades. Larutan media tersebut lalu

dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirer sampai terlarut seluruhnya

kemudian dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, kemudian erlenmeyer

tersebut ditutup dengan kapas dan alumunium foil. Selanjutnya media tersebut

disterilkan menggunakan autoclave pada tekanan 2 atm, suhu 121 °C selama 15

menit. Media yang telah steril dituangkan dalam masing-masing cawan petri steril

sebanyak 25 ml dan masing-masing tabung reaksi sebanyak 5 ml, dibiarkan

memadat. NA yang terdapat pada tabung reaksi dipadatkan dalam posisi miring

sehingga didapatkan 19 media dalam cawan petri dan 5 media dalam tabung

reaksi.

Suspensi standar McFarland adalah suspensi yang menunjukkan konsentrasi

kekeruhan bakteri sama dengan 108 CFU/ml. Cara membuat larutan standart

McFarland secara teori adalah dengan mencampurkan 0,5 mL BaCl2·2H2O 1.175

% dengan H2S04 1% hingga volumenya 99,5 mL dan dihomogenkan. Densitas

dari suspensi tersebut diperiksa dengan spektrofotometer. Absorbansi diatur pada

625 nm dan harus dalam kisaran 0,08-0,13. Larutan standart disegel dan disimpan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

dalam ruang gelap pada suhu kamar. Sebelum digunakan, larutan standart

dihomogenkan dengan menggunakan vortex (Anonim, 2009).

Dalam prakteknya, cara membuat larutan standart McFarland 0,5 adalah

Dicampur kedua larutan tersebut dalam tabung reaksi dikocok dan dihomogenkan.

Kekeruhan standart McFarland yang dibuat dibandingkan dengan kekeruhan

standart McFarland yang terdapat pada fakultas kedokteran. Hal ini sesuai

penelitian Firdaus (2009) yang menyatakan suspensi biakan bakteri kemudian

disesuaikan kekeruhan dengan standar kekeruhan atau nephelometer McFarland

0,5.Apabila kekeruhan suspensi bakteri uji adalah sama dengan kekeruhan

suspensi standart, berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah sekitar 108 CFU/ml.

Inokulum Klebsiella pneumoniae yang telah distandarkan dengan larutan Mc

Farland 0,5 dioleskan (diswab) pada media NA sampai merata dengan

menggunakan kapas lidi yang steril, dan pada media tersebut dibuat sumuran

dengan diameter 6 mm. Sumuran diisi ekstrak (25μl) dengan berbagai konsentrasi,

kontrol DMSO, kontrol kloroform dan disc ciprofloksasin 5μg. Selanjutnya

diinkubasi selam 18 jam pada suhu 37°C, sesuai suhu optimum pertumbuhan

Klebsiella pneumoniae. Setelah 18 jam kemudian diamati aktivitas antibakteri

ekstrak kloroform daun awar-awar terhadap Klebsiella pneumoniae.

Daerah Daya Hambat Bakteri (DDH) ditandai dengan adanya daerah bening di

sekitar sumuran yang menandakan bahwa tidak ada koloni bakteri Klebsiella

pneumoniae yang tumbuh akibat adanya aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh

ekstrak kloroform daun awar-awar. Zona hambat yang terbentuk diukur

diameternya sebanyak 3 kali pengulangan dari sisi yang berbeda-beda dan hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

yang didapatkan kemudian dirata-rata. Diameter daya hambat ekstrak kloroform

daun awar-awar dan kontrolnya dapat dilihat pada Tabel V.

Tabel V. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kloroform daun awar-awar terhadap
pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae

Sampel Diameter daya hambat (DDH)


Replikasi Replikasi 2 Replikasi Rata-rata
1 (mm) (mm) 3 (mm) (‾xmm±SD)
12,5% 5,67 4,30 5,49 5,15±0,74
25% 6,15 5,11 5,83 5,69±0,53
37,5% 7,34 6,73 6,21 6,76±0,56
50% 8,44 6,91 7,25 7,53±0,80
62,5% 9,75 8,69 9,51 9,32±0,55
75% 11,24 9,93 11,09 10,75±0,58
87,5% 9,43 8,71 9,22 9,12±0,37
Kontrol negatif 0 0 0 0±0
(DMSO)
Kontrol negatif 0 0 0 0±0
(Kloroform)
Kontrol positif 16,67 16,67 16,67 16,67±0
(Ciprofloksasin)
Keterangan : diameter lubang 6 mm dengan 3 kali pengulangan

Gambar DDH ekstrak kloroform daun awar-awar beserta kontrol positif

dan negatif dapat dilihat pada gambar 10. sebagai berikut:

a. b. c.

d. e.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Gambar 10. DDH ekstrak kloroform daun awar-awar serta kontrol positif dan negatif

Keterangan:
a. DDH seri konsentrasi ekstrak 12,5%-25%
b. DDH seri konsentrasi ekstrak 37,5%; 50%; 62,5%; 75%; 87,5%
c. DDH kontrol positif
d. DDH kontrol negatif DMSO
e. DDH kontrol negatif kloroform
Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak kloroform daun awar-awar memiliki

aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Klebsiella pneumoniae.

Menurut Davis dan Stout (1971), ketentuan kekuatan daya antibiotik-antibakteri

yaitu daerah hambatan 20 mm atau lebih termasuk kategori sangat kuat, daerah

hambatan 10-20 mm kategori kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategori sedang,

dan daerah hambatan 5 mm atau lebih termasuk kategori lemah.

Hasil menunjukkan bahwa pada konsentrasi 12,5% - 62,5% memiliki

kekuatan daya antibakteri sedang, konsentrasi 75% memiliki kekuatan daya

antibakteri kuat, Sedangkan konsentrasi 87,5% memiliki daya antibakteri sedang.

Kontrol negatif DMSO dan kloroform menghasilkan DDH 0±0 mm. Dapat

disimpulkan bahwa pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan pengenceran

ekstrak tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae.

Pada kontrol antibiotik ciprofloksasin menunjukkan aktivitas antibakteri

dengan kekuatan kategori kuat pada bakteri Klebsiella pneumoniae.

Ciprofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas bekerja sebagai bakterisid

terhadap enterobacteriaceae, Pseudomonas aeruginosa, Haemophylus dan

Neisseria ssp. juga terhadap bakteri Staphylococcus dan beberapa bakteri Gram

positif (Anonim,1995).

Berdasarkan hasil pengukuran DDH terhadap bakteri Klebsiella

pneumoniae menunjukkan bahwacommit


ekstraktokloroform
user daun awar-awar 75% efektif
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

menghambat pertumbuhan Klebsiella pneumoniae dengan DDH mencapai 10,75 ±

0,58 mm. Sedangkan DDH yang paling kecil adalah konsentrasi 12,5% yaitu

5,15±0,74 mm.

Kurva daya hambat seri konsentrasi ekstrak kloroform daun awar-awar

terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae dapat dilihat pada gambar 11. sebagai

berikut:

DAYA HAMBAT
12
10

D 8
D 6 Series1
H
4
2
0
0 20 40 60 80 100
Konsentrasi Ekstrak
Gambar 11. Grafik uji daya hambat ekstrak kloroform daun awar-awar

Hasil menunjukkan bahwa kurva antara seri konsentrasi ekstrak dengan

DDH menyatakan bahwa pada konsentrasi ekstrak 75% merupakan titik puncak

tertinggi yang terbentuk, Berdasarkan Pulungan dkk (2006) menyatakan bahwa

semakin besar konsentrasi maka zona hambat yang terbentuk semakin besar pula,

karena semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula zat aktif yang terdapat

di dalamnya, sehingga menyebabkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri

juga semakin besar. Pada kedua konsentrasi tersebut terjadi titik optimal aktivitas

antibakteri sehingga konsentrasi di atasnya mengalami penurunan aktivitas. Pada

konsentrasi 87,5% terjadi penurunan mungkin dikarenakan zat aktif tidak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

tersuspensi sempurna terhadap pelarutnya karena telah terjadi fase jenuh terhadap

pelarutnya.

Hal ini dialami juga oleh Elifah (2010) yang menyatakan diameter zona

hambat tidak selalu naik sebanding dengan naiknya konsentrasi antibakteri,

kemungkinan ini terjadi karena perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri

pada media agar serta jenis dan konsentrasi senyawa antibakteri yang berbeda

juga memberikan diameter zona hambat yang berbeda pada lama waktu tertentu.

Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri pada

media agar.

Menurut penelitian Baumgartner (2009) menyatakan bahwa ekstrak

metanol daun awar-awar mengandung alkaloid ficuseptine dan antofine yang

berkhasiat sebagai antimikrobia. Untuk menyari senyawa tersebut dapat

digunakan kloroform, dikarenakan kloroform adalah pelarut yang sangat baik

untuk melarutkan alkaloid (Anonim, 1979). Alkaloid bersifat toksin sehingga

dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Apristiani, 2005).

commit to user

Anda mungkin juga menyukai