Anda di halaman 1dari 10

1.

Penyiapan sampel

Sebelum memulai isolasi senyawa dari sampel, maka dilakukan tahap penyiapan sampel.
Persiapan sampel merupakan tahap yang penting dalam proses isolasi senyawa dari bahan
alam. Kesalahan kecil dalam proses penyiapan sampel bisa berakibat fatal dalam proses dan
identifikasi senyawa dari tumbuhan. Proses tahapan yang dilakukan dalam penyiapan sampel
yaitu diawali dengan pemilihan sampel, pengambilan, dan identifikasi sampel kemudian
dilanjutkan dengan sortasi basah, perajangan, pengeringan, dan penghalusan. Sampel yang
kami pilih adalah Tanaman (Zingiber purpureum Roxb, dengan taksonomi sebagai berikut :

Kerajaan : Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Zingiberales
Suku : Zingiberaceae
Marga : Zingiber
Jenis : Zingiber cassumunar Roxb

Dari satu tanaman ini ada 2 bagian yang dapat dimanfaatkan sebagai obat, yaitu daun dan
rimpang. Kelompok kami memilih bagian Rimpang bangle sebagai bahan isolasi karena
bagian rimpang bangle memiliki banyak senyawa fitokimia antara lain adalah asam organik,
mineral, lemak, gom albumioid, gula, damar, dan minyak atsiri (sineol, pinen,
sisquiterpen).Selain itu bagian rimpang bangle (Zingiber cassumunar Roxb ) juga memiliki
banyak aktivitas, di antaranya sebagai antibakteri dengan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) 12,5% dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) 25%, antinyeri dan antiradang,
antioksidan, relaksan otot, memberikan efek dingin (astringent), antihistamin, antijamur, dan
imunomodulator. Dilihat dari manfaatnya untuk kulit, terutama efek astringent, antibakteri dan
efek antiinflamasinya, rimpang bangle sangat potensial untuk dikembangkan menjadi suatu
sediaan farmasi.

Setelah menentukan sampel apa yang akan diisolasi dan telah dilakukan pengambilan
sampel maka langkah selanjutnya yaitu sortasi basah. Sortasi basah dilakukan dengan cara
mencuci sampel yang bertujuan untuk menghilangkan sampel dari tanah dan kotoran lainnya
yang melekat pada rimpang bangle (Zingiber cassumunar Roxb) karena diketahui tanah
mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi.. Kemudian setelah
dilakukan proses sortasi basah maka sampel memerlukan perajangan terlebih dahulu sebelum
di keringankan, yang bertujuan untuk membantu proses pengeringan. perajangan dilakukan
menggunakan pisau/gunting sehingga membentuk irisan tipis atau sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Irisan sebaiknya jangan terlalu tipis dan terlalu tebal karena jika terlalu tipis dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga
mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan tetapi jika terlalu tebal juga maka
proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur.

Setelah dilakukan perajangan, tahap selanjutnya yaitu pengeringan, tujuan dilakukan


pengeringan ini untuk mengeluarkan atau menghilangkan kadar air yang terdapat pada
rimpang. Pengeringan ini dapat memperpanjang masa simpan, mengurangi penurunan mutu
sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan, menimbulkan aroma yang
khas pada bahan (Laksana, 2010). Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bangle
harus dibuat rata dan tidak bertumpuk di atas tampah. Pengeringan dilakukan dengan diangin-
anginkan, di dalam ruangan yang suhunya di bawah suhu 30oC untuk menghindari terurainya
komponen kimia yang terdapat dalam tumbuhan akibat dari pengaruh suhu. Selain itu juga
harus terlindung dari cahaya matahari namun tidak lembab untuk menghindari potensi
transformasi kimia akibat dari radiasi sinar UV. Tandanya simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah.(Dijten POM, 1990).

Tahap terakhir yang dilakukan yaitu sortasi kering dan penghalusan. Sortasi setelah
pengeringan dari pembutan simplisia bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang yang masih ada
dan tertinggal pada simplisia kering sebelum simplisia dihaluskan. Setelah itu dilakukan
penghalusan agar simplisia yang selanjutnya akan diuji ataupun dilakukan ekstraksi dengan
pelarut, akan lebih memudahkan kontak pelarut dengan senyawa yang terdapat pada simplisia
untuk berpenetrasi atau pelarut dapat meresap pada serbuk sehingga senyawa yang terkandung
pada simplisia dapat diikat oleh zat pelarut. Penghalusan dapat dilakukan dengan
menggunakan blender. Proses blender juga dilakukan tidak terlalu lama agar bangle tidak
terlalu halus karena dikhawatirkan akan berakibat rusaknya kandungan kimia yang disebabkan
oleh oksidasi atau reduksi. Setelah simplisia rimpang bangle menjadi serbuk kemudiaan
diayakdan ditimbang untuk mengetahui berat akhir serbuk simplisia bangle tersebut, maka
didapatkan berat akhir simplisia yaitu sebesar 324,5 gram.

Pemeriksaan secara makroskopik didapatkan berat simplisia sebesar 324,5 gram dari
bobot awal sebesar 1200 gram. Secara organoleptis berupa serbuk berwana kuning, rasa pahit,
dan aroma khas rimpang bangle. Adapun perhitungan rendemen yang didapatkan adalah
27,04% dimana hasil tersebut diperoleh dari pembagian bobot sampel kering 324,5 gram
dibagi bobot sampel basah 1200 gram dikalikan 100%. Dari hasil tersebut dapat kita ketahui
kandungan air yang dikandung dan telah hilang sebanyak 72.96%.

2. Skrining fitokimia
Setelah dilakukan persiapan sampel yang telah menjadi bentuk serbuk dilakukan
skrining fitokimi. Skrining fitokimia merupakan metode awal yang dilakukan untuk
memeriksa kandungan kimia dari suatu bahan alam. Uji tersebut dapat digunakan untuk
membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu di dalam suatu tumbuhan, khususnya
bangle (Zingiber purpureum Roxb) dan untuk dapat dikaitkan dengan aktivitas bioliginya
sehingga dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi (Farnsworth, 1966).Uji
skrining fitokimia yang dilakukan terdiri dari 7 golongan senyawa yang meliputi alkaloid,
flavonoid, steroid dan triterpenoid, saponin, tanin, kuinon, dan kumarin.
a. Identifikasi alkaloid

Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian reaksi identifikasi terhadap alkaloid
dengan mereaksikan serbuk bangle dengan ammonia 25% kemudian digerus dalam mortar,
ditambah 20 mL etil asetat dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan filtrat digunakan
untuk percobaan (Larutan A). Penambahan amonia 25% untuk melepaskan alkaloid
menjadi basa bebas kemudian ditambahkan kloroform yang merupakan pelarut semipolar.
Larutan A diteteskan pada kertas saring dan diberi pereaksi Dragendorff. Warna jingga
yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif.

Sisa larutan A diekstraksi dua kali dengan HCl 10% lalu lapisan air atau fraksi
asamnya dipisahkan (Larutan B). Filtrat di ekstraksi cair-cair dengan HCl karena alkaloid
bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam
(Harborn, 1996). Setelah dipisahkan, larutan B dibagi menjadi 2 kedalam 2 tabung reaksi
yang masing-masing diberikan pereaksi dragendorff dan pereaksi mayer. Pada tabung
reaksi dengan pereaksi dragendorff didapatkan larutan berwarna kuning keemasan yang
jernih yang menunjukan hasil negatif alkaloid. Dan pada tabung reaksi dengan pereaksi
mayer didapatkan larutan berwarna kuning pucat yang jernih yang menunjukan bahwa
hasil negatif alkaloid. Hasil percobaan ini menyimpang dari literatur, karena rimpang
bangle (Zingiber purpureum Roxb) diketahui mengandung senyawa golongan alkaloid.

b. Identifikasi golongan flavonoid

Pada identifikasi golongan flavonoid, sebanyak 2 gram simplisia bangle (Zingiber


purpureum Roxb) ditambahkan 100 ml air panas dan didihkan, disaring dengan kertas
saring sehingga diperoleh filtrate yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Tahap
selanjutnya yaitu menambahkan 1ml HCl pekat dan 3-4 butir logam Mg kedalam 5ml
larutan percobaan. Kemudian ditambahkan 5ml amil alcohol, dikocok dengan kuat dan
biarkan hingga memisah. Diamkan beberapa saat hingga terbentuk warna merah atau
kuning dalam larutan amil alcohol yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Pada
praktikum ini, diperoleh hasil larutan amil alcohol berwarna kuning yang berarti
menandakan positif flavonoid. Sebagaimana diketahui bahwa berat jenis amil alcohol
88,15 g/mol, sedangkan berat jenis air 18,01 g/mol dan HCl 36,46 g/mol sehingga warna
kuning yang terbentuk di larutan bagian bawah tabung merupakan larutan amil alcohol.

c. Identifikasi golongan saponin


Pemeriksaan saponin dilakukan dengan cara megambil sebanyak 5 ml larutan
percobaan yang diperoleh dari percobaan 2 (identifikasi golongan flavonoid) dimasukkan
ke dalam tabung reaksi.Kemudian dikocok secara vertikal selama 10 detik, dibiarkan
selama 10menit.Terbentuknya busa yang satabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya
senyawa golongan saponin dan bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil,
Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh kelompok kami, hasil identifikasi saponin
menghasilkan berupa buih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa simplisia bangle (Zingiber
purpureum Roxb) positif mengandung senyawa metabolit sekunder saponin.

Seperti yang diketahui bahwa Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat
menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki
gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel. Pada saat misel terbentuk maka
gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan
inilah yang tampak seperti busa (Robinson, 1991; Sangi dkk., 2008). Timbulnya busa pada
uji saponin menunjukkan adanya saponin yang mempunyai kemampuan menjadi glukosa
dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990).

d. Identifikasi golongan tanin

Pada uji tanin digunakan pelarut air, hal ini dikarenakan gugus hidroksil pada tanin
akan membentuk ikatan hidrogen dengan air. Pemanasan larutan bertujuan melarutkan
tanin pada filtrat rimpang bangle dan memecah ikatan-ikatan pada tannin sehingga
membentuk monomer-monomer yang bebas. Kemudian disaring dan ditambahkan FeCl3
1% sebagai sumber kompleks atom pusat, dimana tanin membutuhkan ligan yang
membutuhkan atom pusat untuk membentuk kompleks satbil sehingga terbentuk kompleks
antara atom pusat dengan Fe3+ dengan ligan tannin. Pengujian tannin pada serbuk
simplisia bangle menunjukan hasil negative karena tidak terbentuknya warna biru tua atau
hitam kehijauan

e. Identifikasi golongan kuinon

Pada percobaan, pengujian dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan


percobaan dengan beberapa tetes larutan NaOH, yang bertujuan untuk mengikat senyawa
kuinon. Hasil menunjukkan adanya gumpalan warna merah. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman rimpang bangle positif mengandung senyawa kuinon.

f. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

pemeriksaan senyawa steroid dan triterpenoid pada serbuk simplisia bangle


(Zingiber purpureum Roxb.) dilakukan dengan menggunakan pereaksi Libermann-
Burchard. 1 gram serbuk simplisia Bangle dilarutkan dalam 10 mL etil asetat kemudian
diamkan selama 30 menit setelah itu disaring untuk mendapatkan filtrat. Kemudian diambil
2 ml filtrat larutan sampel lalu diuapkan dengan menggunakan cawan penguap agar dapat
menghasilkan residu (kerak). Setelah itu residu direaksikan dengan pereaksi Libermann-
Burchard, hasil pengamatan yang diperoleh pada kelompok kami yaitu tidak terbentuk
warna hijau atau merah pada residu.

g. identifikasi golongan kumarin

Pada skrining fitokimia uji kandungan kumarin pada simplisia rimpang bangle
(Zingeber purpureum). Kumarin merupakan golongan senyawa fenilpropanoid yang
memiliki cincin lakton lingkar enam dan memiliki inti 2H-1-benzopiran-2-on dengan
rumus molekul C9H5O2. Indentifikasi kandungan senyawa kumarin dengan ekstrak
diuapkan sampai kering etil asetat kemudian ditambahkan 10 ml air panas dan didinginkan.
Setelah dingin, larutan tersebut ditambahkan ammonia hidroksida 10% sebanyak 0,5 ml
dan diamati dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 365nm. Kumarin
dinyatakan positif jika terjadi flouresensi warna biru atau hijau pada larutan.

Pengujian atau identifikasi senyawa kumarin pada ekstrak rimpang bangle


(Zingeber purpureum) menunjukan hasil negatif yakni tidak ada atau tidak terjadinya
fluoresensi menjadi warma biru atau hijau di larutannya. Hal tersebut menunjukan bahwa
pada ekstrak rimpang bangle (Zingeber purpureum) tidak terdapat senyawa kumarin.

Seperti dijelaskan bahwa kandungan kimia dari rimpang bangle adalah minyak
atsiri (sineol, pinen), damar, pati dan tannin selain itu Rimpang bangle juga mengandung
saponin, flavonoid dan minyak atsiri (DepKes RI, 1991).Tetapi dari identifikasi secara
skrining fitokimia yang dilakukan hasil hanya menunjukkan positif pada senyawa saponin
dan flavonoid .Sedangkan untuk hasil uji alkaloid, tannin, kumarin, steroid dan triterpenoid
hasil menunjkan negatif. Hasil percobaan yang menyimpang dari literatur, bisa saja
disebabkan oleh kurang ketelitiannya praktikan saat melakukan pengujian. Selain itu juga
bisa disebabkan karena pereaksi yang digunakan sudah terlalu lama atau kurang bagus
kualitasnya sehingga mempengaruhi hasil percobaan.

3. Ekstraksi Dengan Metode Perkolasi

Ekstraksi si adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut dengan bahan
pelarut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Ekstraksi memiliki
beberapa metode yang dapat digunakan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
metode ekstrak tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi (Mukhriani,
2014).

Pada praktikum pembuatan ekstraksi, kelompok kami menggunakan simplisia serbuk


Bangle (Zingiber Purpureum Roxb). Jenis pelarut yang kami gunakan pada ekstraksi ini adalah
methanol, dengan alasan selain methanol merupakan pelarut organik polar yang dapat
mengekstraksi (menarik) senyawa organic polar-non polar, juga merupakan pelarut yang
selektif. Sedangkan cara ekstraksinya dengan metode perkolasi yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan pelarut organik pada sample yang sebelumnya telah dibasahi. Prinsip dari
metode perkolasi adalah pelarut yang telah jenuh yang berada didalam perkolator akan
digantikan oleh pelarut yang lebih baru dan segar yang berlansung secara kontinyu. Hasil
penampungan dari perkolasi kemudian diuapkan dengan menggunakan vacum rotary
evaporator. evaporator ini berfungsi untuk memisahkan metanol dengan zat hasil ekstraksi.

Ekstrak yang didapatkan pada percobaan metode ini ialah berupa masa kental berwarna
coklat pekat dan memiliki bau khas bangl. Ekstrak yang didapat kemudian dilapisi aluminium
agar tidak menguap dan ditaruh dalam lemari asam. Setelah diperoleh ekstrak kental maka
dapat dihitung randemennya. Rendemen dihitug dengan cara bobot ekstrak yang diperoleh
dibagi dengan jumlah simplisia yang ditimbang kemudian dikalikan dengan 100 dan diperoleh
hasil randemennya yaitu sebesar 8,019 %. Jika dibandingkan dengan hasil metode lain yaitu
metode sokhletasi sebesar 12,44 % dan metode sonikasi sebesar 5,34 %. Pada metode
perkolasi kelompok kami, hasil randemen yang didapat cukup baik. Pada metode sokletasi
didapatkan hasil rendeman terbanyak karena pengekstraksian dilakukan hingga pelarut
terakhir yang melarutkan sampel sudah bening, yang artinya sudah tidak ada ekstrak yang
tertinggal di dalam simplisia.

Keuntungan dari metode perkolasi yang kami lakukan yaitu tidak terjadi kejenuhan
karena pelarut yang digunakan dialirkan secara kontinyu. Pengaliran pada metode perkolasi
dapat meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti terdorong u/
keluar dari sel). Sedangkan kerugian dari metode ini adalah membutuhkan pelarut yang lebih
banyak.

Kesimpulan
 Dari dentifikasi secara skrining fitokimia yang dilakukan hasil hanya menunjukkan positif
pada senyawa saponin dan flavonoid .Sedangkan untuk hasil uji alkaloid, tannin, kumarin,
steroid dan triterpenoid hasil menunjkan negatif.
 Hasil percobaan yang menyimpang dari literatur, bisa saja disebabkan oleh kurang
ketelitiannya praktikan saat melakukan pengujian. Selain itu juga bisa disebabkan karena
pereaksi yang digunakan sudah terlalu lama atau kurang bagus kualitasnya sehingga
mempengaruhi hasil percobaan.
 Tahap penyiapan sampel antara lain, pemilihan sampel, pengambilan dan identifikasi
sampel, sortasi basah, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penghalusan. Pada
praktikum ini sampel yang digunakan yaitu Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb).
 Pemeriksaan secara makroskopik didapatkan berat simplisia sebesar 324,5 gram dari bobot
awal sebesar 1200 gram. Secara organoleptis berupa serbuk berwana kuning, rasa pahit,
dan aroma khas rimpang bangle.
 Pada praktikum ini diperoleh ekstrak kental dari hasil ekstraksi serbuk bangle 24,058 gram.
Dari bobot ekstrak yang didapat maka praktikan dapat menghitung randemennya dan kali
ini randemen yang diperoleh sebesar 8,019 %.
 Jika dibandingkan dengan hasil metode lain yaitu metode sokhletasi sebesar 12,44 % dan
metode sonikasi sebesar 5,34 %. Pada metode perkolasi kelompok kami, hasil randemen
yang didapat cukup baik
Daftar pustaka

Appeabaum, S.W. and Birk Y. 1979. Saponin didalam A Rosental. Herbevores.


Academic Press. Hal 539-561
Astarina, et. Al., 2013, Skrining Fitokimia Ekstrak Methanol Rimpang Bangle (Zingeber
purpureum)., Bali: Jurnal Skrining Fitokimia Ekstrak Methanol Rimpang Bangle (Zingeber
purpureum).,
Deaville, E.R., D.I. Givens., I. MuelerHarvey.2010. Chesnut and Mimosa Tannin
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarata.
Dirjen pom. 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Jakarta : Departemen RI.
Farnworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plant. J. Pharm.
Sci., 55: 59.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB
Handrian Ramoko, Zelika Mega Ramadhania, JURNAL PENGEMBANGAN METODE
EKSTRAKSI SENYAWA AZADIRAKTIN DAN ANALISIS MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran
Komala Ismiarni., dkk., 2019. Penuntun Praktikum Farmakognosi Fitokimia 2.
Jakarta : Uin Syarif Hidayatullah
Muhlisah, F., 2011. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta : Penebar Swadaya.
Nugroho, B. W., Dadang, & Prijono, D. 1999. “Pengembangan dan Pemanfaatan
Insektisida Alami”. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, IPB. Bogor. Rice, E. L.
1984. Allelopathy. Academic Press, Inc. London
Prihatna, K. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. Penelitian Perkebunan
Gambung. Bandung
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung:
Penerbit ITB. Pp. 152-196.
Rusdi, 1990, Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat, Pusat Penelitian
Universitas Andalas, Padang.
Snyder, C. R., J. J. Kirkland, and J. L. Glajach. 1997. Practical HPLC Method
Development, Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Lnc. Pp. 722-723.
Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,305-306.
Smd Rosita., Rahardjo Mono dan Kosasih., 2015. Pola Pertumbuhan dan Serapan
Hara N,
Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Wijayakusuma, H., Dalimartha, S., dan Wirian, A., 1996. Tanman Berkhasiat
Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendari
Noerono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 566- 567.

Anda mungkin juga menyukai