Anda di halaman 1dari 5

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF

SIDAGURI (Sida rhombifolia L.)

Disusun Oleh :
Maya Arsita
F1F118008

Dosen Pengampu :

Diah Tri Utami, S.Si., M.Sc.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
Sidaguri (Sida rhombifolia L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan
untuk pengobatan tradisional. Tanaman sidaguri dapat tumbuh hingga 60 cm, terkadang
juga tumbuh hingga 1,5 m. Tanaman ini terdistribusi kurang lebih 70 negara mulai dari
yang beriklim tropis, subtropis, hingga yang bertemperatur hangat.

Seluruh bagian tumbuhan sidaguri memiliki efek. Secara in vitro Sida rhombifolia
terbukti memiliki efek analgetik dan anti-inflamasi. Herbal sidaguri telah dikemas dan
dipasarkan untuk digunakan sebagai obat asam urat. Bunga sidaguri dapat digunakan
sebagai obat herbal luar pada gigitan serangga. Daun Sidaguri memiliki anti bakteri gram
positif seperti S.aureus, S.epidermidis dan bakteri gram negatif P.aeruginosa dan
Escherichia coli, yang dapat digunakan sebagai obat cacing, bisul, kurap dan juga gatal-
gatal (Sari, 2012). Akar sidaguri digunakan untuk mengobati rematik, asma, influenza,
sakit gigi dan juga mengurangi rasa nyeri pada pembengkakan akibat sakit gigi.
Tumbuhan ini digunakan dengan cara menggigitnya pada bagian gigi yang sakit atau
berkumur dengan air rebusan akar sidaguri.

Sidaguri memiliki sifat yang khas manis dan mendinginkan. Kandungan utama tanaman
ini adalah tanin, flavonoid, saponin, alkaloid, dan glikosida. Disamping itu juga ditemui
kalsium osalat, fenol, steroid, efedrin dan asam amino. Kadar kimia zat tersebut ditemui
pada kisaran yang berbeda-beda pada jaringan tanaman. Pada akar alkaloid terdapat
kandungan alkaloid, steroid dan efedrin. Pada daun tedapat kandungan alkaloid, kalsium
oksalat, tannin, saponin, fenol, asam amino dan minyak atsiri, pada batang ditemui
kalsium oksalat dan tannin

Dalam studi pendahulu untuk uji toksisitas akut pada ekstrak Sida rhombifolia L.
menghasilkan nilai LD50 lebih dari 5000 mg/kg. Penghambatan tergantung dosis edema
diamati pada 1; 2 dan 3 jam. Namun demikian ekstrak menunjukkan penghambatan
paling banyak dalam pada proses induksi pada telinga edema dengan dosis 200, 300 dan
500 μg/telinga. Adapun untuk aktivitas analgesik, ekstrak menghasilkan efek analgesik
yang signifikan dalam asam asetat dengan metode hot plate (p≤0,005) dan
penghambatan bergantung pada dosis yang diamati (Konate dkk, 2012). Kornate dkk
(2012) menyimpulkan bahwa sidaguri memiliki anti-inflamasi dan sifat analgesik.
Temuannya tersebut mendukung pengunaan ekstrak Sida rhombifolia L. sebagai obat
tradisional.

Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan pengujian tentang


senyawa fitokimia dan aktivitas anti-inflamasi pada tanaman sidaguri
menggunakan pelarut etanol.
1. Ekstraksi daun sidaguri
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dimana serbuk daun sidaguri (Sida rhombifolia
L.) sebanyak 1 kg dimaserasi dengan metanol (3 x 5L) pada temperatur kamar dan
disaring lalu pelarut diuapkan dari ekstrak metanol dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak pekat metanol. Terhadap ekstrak metanol ini dilakukan partisi cair-cair
dengan n-heksana. Hal ini dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa polar dan
senyawa non polar. Masing-masing ekstrak dipekatkan kembali dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh residu kering dan dilanjutkan dengan uji skrining
fitokimia. Ekstrak metanol ditambahkan HCl 2M hingga mencapai pH 2 dan didiamkan
selama 24 jam, kemudian dicuci dengan dietileter. Selanjutnya ditambahkan NH4OH
pekat sampai pH 9-10, diekstraksi dengan dietileter dan ekstrak dietileter tersebut
diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat dietileter.
2. Pemisahan dan pemurnian
Untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid yang terdapat dalam daun sidaguri (Sida
rhombifolia L.), maka dilakukan uji pendahuluan penapisan golongan kimia ekstrak daun
tersebut. Uju alkaloid dapat dilakukan dengan plat KLT, dimana pada plat ditotolkan
ekstrak, lalu disemprotkan dengan reagen Dragendrof. Apabila ada noda yang naik dan
memberikan perubahan warna menjadi orange atau merah, diduga positif alkaloid.
Dari hasil skrining fitokimia dengan menggunakan reagent Mayer dan reagent
Dragendorf terhadap ekstrak dietileter daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) menunjukkan
bahwa daun tumbuhan tersebut mengandung senyawa alkaloid. Ekstrak pekat dietileter
yang mengandung senyawa alkaloid kemudian dipisahkan dengan menggunakan
kromatografi kolom. Sebelum dilakukan kromatografi kolom, terlebih dahulu terhadap
fraksi dietileter tersebut dilakukan uji Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) analitik untuk
menentukan jenis eluen yang memiliki pola pemisahan paling baik yang akan digunakan
pada kromatografi kolom.
Berdasarkan uji KLT terhadap ekstrak dietileter maka didapatkan pola pemisahan yang
paling baik adalah kloroform : metanol dengan perbandingan (7:3). Tujuan dari
mendapatkan identitas noda dengan harga Rf pada uji KLT adalah untuk mencari pelarut
yang akan digunakan pada kromatografi kolom.
Komposisi pelarut ditentukan berdasarkan pendekatan KLT. Isolasi senyawa alkaloid dari
daun sidaguri dilakukan dengan metoda kromatografi kolom menggunakan silika gel 60
sebagai fasa diam dan kloroform : metanol sebagai fasa gerak berdasarkan teknik “step
gradient polarity” (SGP). Eluen yang digunakan adalah kloroform : metanol dengan nilai
perbandingan sebagai berikut (90:10; 80:20; 70:30; 60:40; 40:60). Eluen ditampung
dalam botol vial 5 ml dan dianalisis dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki spot dengan
nilai Rf yang sama digabung dan pelarutnya diuapkan, selanjutnya dilakukan pemurnian.
Terhadap senyawa hasil isolasi yang telah murni dilakukan analisis dengan menggunakan
spektrofotometer FT-IR dan 1 H-NMR. Berdasarkan data-data spektrum FT-IR dan
spektrum 1 H-NMR khususnya dengan adanya serapan gugus NH yang merupakan ciri
dari senyawa alkaloid maka diduga bahwa daun sidaguri (Sida rhombifolia L.)
mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa alkaloid.
3. Elusidasi struktur
Prosedur identifikasi secara kromatografi lapis tipis adalah dibuat larutan uji seperti yang
tertera pada masing-masing monografi. Pada garis sejajar dan berjarak lebih kurang 2
cm dari tepi lempeng kromatografi lapis tipis silica gel setebal 0,25 mm dan
mengandung zat berflourensi yang sesui seperti yang tertera pada kromatografi,
ditotolkan masing-masing 10 l larutan uji dan larutan baku. Totolan dibiarkan
mengering, lalu dielusi dengan fase gerak yang sesuai hingga pelarut merambat tiga
perempat tinggi lempeng. Lempeng diangkat, kemudian batas elusi ditandai dan fase
gerak dibiarkan menguap. Pada lempeng dilakukan pengamatan langsung jika
senyawanya tampak pada cahaya biasa atau diamati dibawah cahaya ultraviolet 254
nm/366 nm atau pengamatan dengan cahaya biasa/ultraviolet setelah disemprotkan
dengan pereaksi yang membuat bercak tersebut tampak dan harga Rf bercak larutan
diuji dapat dihitung.
Klt menggunakan eluen kloroform : metanol (8:3). Lalu diidentifikasi alkaloid yang
terlihat dengan timbulnya bercak berwarna coklat jinggga dengan latar belakang kuning
setelah disemprot dengan penyemprot Dragendorff. Hal ini menunjukkkan bahwa
ekstrak mengandung alkaloid dengan nilai Rf 0,59. Kromatogram alkaloid dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

Anda mungkin juga menyukai