Anda di halaman 1dari 31

Departemen THT-BKL Kepada : ……………………

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta

Laporan Kasus Berbasis Bukti

Fistula Faringokutan pada Pasien Kanker Laring yang


Dilakukan Laringektomi Total dengan Riwayat
Kemoradioterapi: Laporan Kasus Berbasis Bukti

Presentan : dr. Suwardi, Sp.THT.BKL


Hari/Tanggal : Selasa 13 Juni 2023
Waktu : 07.30 WIB
Tempat : Virtual Zoom Meeting dan Gedung A lt. 7 Departemen THT KL
Moderator : dr. Indra Parmaditya Pamungkas , Sp.THT-BKL, FICS
Pembimbing : dr. Marlinda Adham, Sp.THT-BKL, Subsp.Onk(K), FACS
Narasumber : Prof. dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT-BKL, SubspNO (K), Ph.D
dr. Ika Dewi Mayangsari,Sp.THT-BKL, Supsp.Onk(K),FICS
dr. Indrati Suroyo Sp. Rad(K)
Dr.dr. Irwan Ramli,Sp.Onk.Rad(K).

UNIVERSITAS INDONESIA 1
Fistula Faringokutan pada Pasien Kanker Laring yang Dilakukan Laringektomi
Total dengan Riwayat Kemoradioterapi: Laporan Kasus Berbasis Bukti
Suwardi
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

ABSTRAK
Latar Belakang: Insiden karsinoma sel skuamosa kepala leher cukup tinggi, kanker laring berada pada posisi
kedua setelah kanker nasofaring. Salah satu pilihan terapi pada kanker laring ialah operasi penyelamatan yang
merupakan prosedur pembedahan laringektomi total pada kegagalan kemoradioterapi sebelumnya. Fistula
faringokutan salah satu komplikasi yang sering terjadi akibat pembedahan laringektomi penyelamatan pada
pasien kanker laring yang akan menurunkan kualitas hidup dan memiliki dampak yang buruk pada angka
harapan hidup pasien. Tujuan: Menilai dampak protokol kemoradioterapi terhadap kejadian fistula
faringokutan pada operasi penyelamatan laringektomi total. Kasus: Laki-laki usia 60 tahun dengan KSS laring
T4aN0M0 dengan riwayat kemoradiasi sebelumnya. Pasien lalu dilakukan laringektomi total dan terdapat
komplikasi fistula faringokutan. Pasien kedua laki-laki 69 tahun dengan karsinoma laring T4aN0M0 dilakukan
Laringektomi total tanpa Riwayat kemoradiasi tanpa muncul komplikasi. Metode: Dilakukan pencarian sesuai
pertanyaan klinis melalui PubMed, Scopus, Cochrane, dan Sciencedirect menggunakan kata kunci yang telah
ditentukan. Hasil: Terdapat dua telaah sistematis yang terpilih dalam laporan berbasis bukti ini. Kedua studi
tersebut menunjukkan bahwa insidensi fistula faringokutan pada salvage total laryngectomy lebih tinggi
dibandingkan primary total laryngectomy. Selain itu, studi oleh Hasan Z et al, menunjukkan bahwa
vascularised flap dapat menurunkan insidensi fistula faringokutan. Kesimpulan: Komplikasi fistula
faringokutan pada pasien dengan karsinoma laring pasca laringektomi total penyelamatan lebih tinggi terjadi
pada pasien yang memiliki riwayat radiasi atau kemoradiasi sebelumnya. Prosedur vascularised flap perlu dikaji
lebih lanjut perannya dalam mencegah fistula faringokutan akibat laringektomi penyelamatan.
Kata kunci: laringektomi total, kemoradiasi, fistula faringokutan
ABSTRACT
Background: The incidence of squamous cell carcinoma of the head and neck is quite high, with laryngeal
cancer being the second most common cancer after nasopharyngeal cancer. One of the treatment options for
laryngeal cancer is salvage surgery, which involves total laryngectomy in cases of previous chemoradiotherapy
failure. Pharyngocutaneous fistula is a common complication that occurs as a result of salvage laryngectomy,
which can significantly decrease the quality of life and have a negative impact on patient survival rates.
Objective: To assess the impact of chemoradiotherapy protocols on the occurrence of pharyngocutaneous
fistula in total laryngectomy salvage surgery. Case: A 60-year-old male with SCC of the larynx (T4aN0M0)
and a history of previous chemoradiation. The patient underwent total laryngectomy and developed a
complication of pharyngocutaneous fistula. The scaond case A 69 -year-old male with SCC larynx T4aN0M0
without history chemoradiotherapy before. The patient underwent total laryngectomy and there is no
complication of pharyngocutaneous fistula Methods: A literature search was conducted on PubMed, Scopus,
Cochrane, and Sciencedirect using predetermined keywords based on the clinical question. Results: Two
systematic reviews were selected for this evidence-based report. Both studies showed that the incidence of
pharyngocutaneous fistula in salvage total laryngectomy was higher compared to primary total laryngectomy.
Additionally, a study by Hasan Z et al. found that vascularized flaps reduced the incidence of
pharyngocutaneous fistula. Conclusion: The occurrence of pharyngocutaneous fistula is higher in patients with
laryngeal carcinoma who undergo salvage total laryngectomy and have a history of radiation or
chemoradiotherapy. The role of vascularized flap procedures in preventing pharyngocutaneous fistula resulting
from salvage laryngectomy needs further investigation.
Keywords: total laryngectomy, chemoradiotherapy, pharyngocutaneous fistul

UNIVERSITAS INDONESIA 2
Pendahuluan pada wanita sebesar 1,2/100.000.3 Sekitar

Karsinoma Sel Skuamosa Kepala 60% pasien terdiagnosis pada stadium

dan Leher (KSS-KL) berkembang dari sel lanjut (stadium III atau IV). Faktor ini

epitel yang dapat ditemukan pada rongga berkontribusi terhadap penurunan angka

mulut, faring, dan laring. Kanker ini 5-year survival rate dari 66% menjadi

menjadi kanker ke-7 tertinggi di seluruh 63%. Hal ini menjadi dasar dibutuhkannya

dunia dengan insidensi per tahun sekitar penelitian lebih lanjut untuk menangani

700.000 kasus.1 Berdasarkan data yang kasus ini. 3

didapatkan di Eropa pada tahun 2000- Sekitar 75% hingga 85% kasus

2008, tingkat insidensi KSS-KL tertinggi KSS-KL disebabkan oleh penggunaan

adalah karsinoma sel skuamosa laring tembakau dan konsumsi alkohol. Saat ini

dengan angka 4,6/100.000.2 Hal ini juga diketahui bahwa infeksi Human

menjadikan KSS-KL pada laring sebagai Papillomavirus (HPV) menjadi salah satu

salah satu kanker yang umum terjadi pada penyebab KSS-KL, terutama kanker

saluran pernapasan.3 Berdasarkan orofaring.5 Pada awalnya HPV dianggap

anatomis, kanker laring umum terjadi pada tidak terkait dengan kanker laring, Namun,

area glotis. Distribusi kanker laring berdasarkan penelitian baru ditemukan

berdasarkan letak anatomis dapat dilihat adanya HPV terutama tipe 16 dan 18 pada

pada Gambar 1.4 sebagian kecil tumor laring. Diperkirakan


sekitar 20-30% kasus kanker laring
ditemukan HPV.3,6
Faktor risiko lain yang terkait
dengan KSS-KL, meliputi paparan radiasi,
imunosupresi kronik, infeksi kronik,
kebersihan rongga mulut yang buruk, dan
Gambar 1. Distribusi Kanker Laring Berdasarkan
Anatomis.4 gizi buruk.1 KSS-KL pada laring juga
diketahui terkait dengan paparan asbes,
Kanker laring lebih umum terjadi
debu tekstil, dan hidrokarbon aromatik
pada pria dibandingkan wanita. Insiden
polisiklik.3
pada pria sebesar 5,8/100.000 sementara

UNIVERSITAS INDONESIA 3
Etiologi Kanker Laring Selanjutnya, infeksi human

Kanker laring merupakan tumor papillomavirus (HPV) telah muncul

ganas pada laring bertanggung jawab sebagai faktor etiologi yang signifikan

untuk menghasilkan suara dan untuk kanker laring, terutama pada pasien

memfasilitasi aliran udara ke paru-paru. yang lebih muda.9,10 Kanker laring yang

Kanker laring berasal dari epitel laring. terkait dengan HPV sering menunjukkan

Sekitar 90% pasien dengan karsinoma karakteristik klinis dan molekuler yang

laring memiliki gambaran hispatologi berbeda dibandingkan dengan kasus non-

berupa karsinoma sel skuamosa dengan HPV. Faktor risiko potensial lainnya

varian yang terdiri dari verrucous termasuk riwayat terapi radiasi kepala dan

carcinoma, spindle carcinoma, basoloid leher, laringitis kronis, dan penyakit

squamosa cell carsinoma dan refluks gastroesofagus (GERD). 3,11

adenosquamousa caicinoma dengan Memahami etiologi kanker laring

tingkat diferensiasi sel baik, sedang, dan sangat penting untuk mengembangkan

buruk.1,3,5 strategi pencegahan dan metode deteksi

Etiologi kanker laring bersifat dini. Upaya untuk mengurangi kebiasaan

multifaktorial dan melibatkan berbagai merokok dan penggunaan tembakau,

faktor risiko. Salah satu faktor risiko konsumsi alkohol, dan meningkatkan

utamanya adalah merokok, termasuk langkah-langkah keselamatan lingkungan

paparan aktif dan pasif, yang secara kuat sangat penting dalam mencegah penyakit

terkait dengan perkembangan kanker ini. Selain itu, program vaksinasi HPV dan

laring.3,7 Selain itu, konsumsi alkohol meningkatkan kesadaran tentang

berlebihan juga telah diidentifikasi sebagai pentingnya pemeriksaan medis secara

faktor risiko yang signifikan, dengan teratur dapat berkontribusi pada diagnosis

penelitian menunjukkan efek sinergis dini dan peningkatan hasil pengobatan

ketika dikombinasikan dengan merokok.7 bagi pasien kanker laring.

Paparan berkepanjangan terhadap polutan


lingkungan, seperti serat asbes dan bahan Diagnosis Kanker Laring
kimia industri, juga dikaitkan dengan Dalam menentukan diagnosis
peningkatan risiko kanker laring.8 diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

UNIVERSITAS INDONESIA 4
dan juga pemeriksaan penunjang dalam Namun, prosedur RFL ini tidak
menegakkan kanker laring secara teliti dan cukup untuk menegakkan diagnosis pasti
cermat. Anamnesis kanker laring dapat kanker laring. Sehingga sering sekali
melalui wawancara pasien secara diperlukan laringoskopi langsung dengan
komprehensif. Gejala utama yang perlu biopsi di ruang operasi dengan anestesi.
dicurigai adanya tumor pada laring adalah Setelah diagnosis ditegakkan,
perubahan suara menjadi serak yang pemeriksaan penunjang dilakukan untuk
terjadi terus-menerus, sesak nafas, menentukan ukuran tumor serta perluasan
benjolan leher, kesulitan menelan, dan tumor. Pemeriksaan penunjang dimaksud
rasa nyeri yang kronis di tenggorokan.1,3,12 adalah pemeriksaan penunjang radiologi
Pada pemeriksaan fisik tenggorok, yang menggunakan Computed
kadang tidak didapatkan kelainan apabila Tomography (CT) Scan laring kontras atau
hanya menggunakan tongue spatel untuk Magnetic Resonance Imaging (MRI)
melihat posterior dari dinding faring. laring kontras atau Positron Emission
Pemeriksaan fisik yang dianjurkan adalah Tomography (PET). Keunggulan masing-
dengan melakukan pemeriksaan paling masing modalitas ini masih dalam
sederhana menggunakan laringoskopi perdebatan. CT scan dikatakan memiliki
indirek dengan kaca laring. Pada spesifisitas yang tinggi untuk
pemeriksaan ini didapatkan adanya mengidentifikasi invasi pada tulang rawan
benjolan atau tumor di daerah laring, baik tiroid jika dibandingkan dengan MRI.
supraglotis, glotis dan subglotis. Namun, Namun, MRI juga memiliki keunggulan
saat ini dengan kemajuan teknologi, dengan sensitivitas yang lebih tinggi jika
pemeriksaan daerah laring dapat dilakukan dibandingkan CT scan. 1,3,12
dengan pemeriksaan Rhino-faringo- Pada praktik sehari-hari, banyak
laringoskopi (RFL) dengan serat optik pasien pada akhirnya menjalani dua
yang berbahan lentur (Flexible Rhino- pemeriksaan radiologi (CT Scan dan MRI)
Pharyngo- Laryngoscopy Fiber Optic). untuk menilai stadium kanker secara
Penggunaan alat ini dapat langsung efektif dan menentukan rencana
melihat keadaan laring dan dapat pengobatan yang tepat. Pemeriksaan PET
didokumentasikan. Scan juga berguna dalam penentuan

UNIVERSITAS INDONESIA 5
stadium awal dan mendeteksi adanya pengobatan berjalan.1,3 Sebelum
metastasis. Berdasarkan studi retrospektif, pengobatan dimulai, terutama bagi pasien
penggunaan PET/CT mengubah rencana yang akan menjalani terapi radiasi,
pengobatan pada 38 dari 123 pasien evaluasi gigi perlu dilakukan mengingat
dengan kanker laring.3,13 Pemeriksaan adanya risiko infeksi gigi dan
PET direkomendasikan pula untuk osteoradionecrosis akibat radiasi.15 Lebih
mengevaluasi respon dari radioterapi atau lanjut, evaluasi psikososial juga
kemoradioterapi setelah 10-12 minggu diperlukan mengingat terapi akan berjalan
terapi selesai dan pada kasus yang dalam waktu yang cukup lama dan
dicurigai kambuh.14 memiliki berbagai efek samping.1
Pemeriksaan laboratorium yang Konfirmasi dengan pemeriksaan
dilakukan dalam menunjang diagnosis histopatologi merupakan kewajiban dalam
kanker laring antara lain, darah perifer menegakkan diagnosis kanker. Setelah
lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, status seluruh pemeriksaan dilakukan, stadium
koagulasi, dan hormon tiroid. Selain itu, kanker laring ditentukan berdasarkan
evaluasi lebih lanjut oleh speech klasifikasi oleh The American Joint
pathologist dan ahli gizi juga diperlukan Committee on Cancer, 8th Edition Cancer
untuk menilai fungsi menelan dan Staging Manual (AJCC).16
menentukan kebutuhan gizi selama

Tatalaksana Kanker Laring (kemoradiasi). Khusus untuk terapi kanker

Tatalaksana kanker laring selama laring, pembedahan adalah pilihan utama

ini dikenal dengan terapi pembedahan, saat belum mengenal kemoterapi dan

kemoterapi dan radiasi. Tatalaksana radiasi (sebelum 1991). Selama satu abad,

kanker berbeda – beda pada setiap laringektomi total dianggap sebagai satu-

individu. Beberapa jenis kanker tidak


dapat dilakukan pembedahan sehingga
dapat dilakukan kemoterapi atau radiasi
saja, bahkan kombinasi keduanya

UNIVERSITAS INDONESIA 6
satunya pendekatan kuratif untuk penyakit tidak hanya terbatas pada total
ini.1,17,18 laringektomi, melainkan terdapat pilihan
untuk melakukan parsial
laringektomi.1,3,17,18 Tatalaksana kanker
laring akan terus berkembang sesuai
dengan perkembangan teknologi yang
terjadi, seperti dengan penggunaan
transoral laser, bedah robotik, dan agen
biologis.4
Tatalaksana kanker laring baik
dengan pendekatan pembedahan atau
kemoradioterapi memiliki survival
outcomes yang tidak jauh berbeda.
Namun, setiap pendekatan tatalaksana
harus mempertimbangkan faktor
perkembangan tumor, pasien, dan dokter.
4
Gambar 8. Evolusi Tatalaksana Kanker Laring Faktor utama yang mempengaruhi
Pada tahun 1991, studi Veteran pemilihan terapi adalah lokasi tumor,
Affairs menggeser pengobatan pendahulu perluasan tumor primer, dan status
dari operasi primer menuju kelenjar getah bening regional yang
'mempertahankan organ' dengan terlibat.4 Dalam hal ini, European Society
mengandalkan kemoterapi dan radiasi. for Medical Oncology mengeluarkan
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, panduan tatalaksana kanker laring
berdasarkan National Comprehensive berdasarkan stadium kanker, dapat dilihat
Cancer Network (NCCN), pengobatan pada Gambar 11.1 Selain itu, tim
kanker laring dapat dilakukan hanya multidisiplin juga perlu dikoordinasikan
dengan radioterapi dan kemoradioterapi. dalam tatalaksana kanker laring. Tim
Modalitas terapi dipilih berdasarkan multidisiplin yang berperan, meliputi
stadium kanker laring tersebut. Saat ini, terapis bicara, ahli gizi, psikiater, pekerja
teknik pembedahan kanker laring juga sosial, dan perawat ahli. Oleh karena itu,

UNIVERSITAS INDONESIA 7
pengobatan kanker laring ini sangat
disarankan dilakukan pada pelayanan
tersier.4

Gambar 9. Panduan tatalaksana kanker laring1

Kemoterapi dan Radioterapi menjalani radioterapi, misal tempat tinggal


Kemoradiasi sebagai pengobatan yang cukup jauh dengan fasilitas kesehatan
utama kanker laring dimulai pada tahun maka endoscopic laser resection menjadi
1991 dengan diterbitkannya Veterans pilihan meskipun kualitas bicara akan lebih
Affairs Laryngeal Cancer Study. Dalam menurun.4
penelitian tersebut, 332 pasien dengan Radioterapi definitif diketahuai memiliki
kanker laring stadium III atau IV dibagi hasil fungsional dan onkolgis yang baik
menjadi dua kelompok pengobatan. Pasien sehingga menjadi salah satu pilihan terapi
yang diobati dengan kemoterapi induksi standar untuk karsinoma sel skuamosa
dengan cisplatin dan fluorouracil laring pada stadium awal. Untuk KSS
dilanjutkan dengan radiasi atau glottis radioterapi memiliki kontrol lokal
pembedahan memiliki tingkat survival 2 berkisar 84% sd 95% untuk tumor T1,
tahun secara keseluruhan adalah 68% untuk sedangkan untuk T2 berkisar antara 50% sd
kedua kelompok. Laringektomi tidak 85%. Sedangkan pada tumor supraglotis
dilakukan pada 64% pasien dalam memiliki control local sampai 100 % untuk
kelompok kemoterapi induksi. Hal ini T1, sedangkan untuk T2 berkisar 86%.
menyebabkan pergeseran dalam Sedangkan pada kasus kanker laring
pengobatan kanker laring stadium lanjut stadium lanjut memiliki hasil onkologis dan
menuju pendekatan non-bedah primer.18 fungsional yang setara dengan total
Terapi radiasi dapat menjadi pilihan laringektomi, akan tetapi 25 sd 36% kss
awal pagi pasien yang ingin laring stadium lanjut memerlukan total
mempertahankan kualitas bicara. Di sisi laringektomi.4
lain, pasien yang tidak dapat mematuhi atau

UNIVERSITAS INDONESIA 8
Radioterapi merupakan bagian dari Radioterapi pada keganasan kepala dan
pengobatan kanker lini pertama pada lebih leher seperti rongga mulut, sinus paranasal,
dari 30% pasien di Amerika Serikat dan nasofaring, orofaring, dan laring. sering
sekitar setengah dari semua pasien kanker mengalami toksisitas mukosa akut sedang
menerima radioterapi selama perawatan.25 hingga parah yang membutuhkan
Radiasi ionisasi yang diberikan berdampak tatalaksana supportif yang adekuat.
pada kerusakan DNA, memicu rangkaian Kerusakan epitel mukosa menyebabkan
peristiwa yang dapat menyebabkan mukositis yang progresif. Toksisitas lain
kematian sel. Tingkat kematian sel dan meliputi mual dan mulut kering dengan
resistensi bervariasi berdasarkan sifat saliva kental, suara serak, sensasi benjolan
seperti tingkat diferensiasi dan laju mitosis, ditenggorokan.25 Selain itu efek yang lain
serta dosis radiasi kumulatif dan dapat terjadi disfagia dan aspirasi akibat
fraksional.25 kerusakan pada laring dan otot otot menelan
dan diperberat dengan xerostomia, fibrosis
leher, dan neuropati kranial Radiasi dalam
kombinasi dengan diseksi leher dapat
menyebabkan fibrosis leher dan berdampak
kekakuan bahu dan leher, limfedema, dan
trismus. Pada kasus yang berat fibrosis
sampai terjadi fistula bahkan stenosis pada
laring.25, 26
Reaksi jaringan laring pasca radiasi
dikelompokkan menjadi kelompok satu
Efek samping radioterapi
sampai empat, kelompok nol untuk laring
dikategorikan menjadi komplikasi akut,
tampak normal tanpa gejala, kelompok satu
subakut dan lanjut atau kronsi. Efek akut
dengan gejala serak dan rasa kering ringan
dimulai dalam 1 atau 2 minggu setelah
dengan tanda edema ringan, kelompok dua
memulai RT, seringkali berupa inflamasi.
serak dan rasa kering yang sedang ditandai
Efek lambat yaitu berupa fibrosis, cedera
dengan edema sedang pada laring dan
vaskular, atau kerusakan organ akhir yang
gangguan pergerakan pita suara dan
mungkin muncul bertahun-tahun setelah
kemerahan, kelompok tiga suara serak
pengobatan.25
UNIVERSITAS INDONESIA 9
dengan sesak berat disertai disfagia dan (VEGF), tumor necrosis factor-α (TNF-α),
odinofagia sedang dan ditandai dengan interferon-γ (IFN-γ), dan sitokin
fiksasi salah satu pita suara edema berat dan proinflamasi seperti interleukin-1 dan
perubahan warna kulit, kelompok empat interleukin-8. Ekspresi yang berlebih pada
distres pernafasan, dehidrasi, penurunan sitokin sitokin paska radiasi ini
berat badan, demam dan disfagia berat di mengakibatkan akumulasi matriks dan
tandai dengan fistula, fiksasi kulit leher, fibrosis yang tidak terkendali. 25,26
edema laring berat. Pada kelompok nol, satu Sedangkan pada fase proliferasi yang
dan dua tidak diperlukan pengobatan sama meliputi pembentukan jaringan granulasi,
sekali sedangkan reaksi kelompok tiga reepitelisasi, dan neovaskularisasi yang
harus diobati dengan antibiotik yang sesuai, diatur oleh TGFβ, VEGF, faktor
steroid, dan umumnya dengan terapi pertumbuhan epidermal (EGF), faktor
suportif. 26 pertumbuhan fibroblast (FGF) dan faktor
Proses yang terjadi pada kerusakan jaringan pertumbuhan trombosit (PDGF). Pada
pasca radiasi diperkirakan akibat terjadinya jaringan yang teradiasi juga terganggu
gangguan proses remodeling yang meliputi Sedangkan nitrit oksid meningkatkan
interaksi sel, mekanisme biologis seperti kemampuan penyembuhan luka dengan
interaksi keratinosit, fibroblast dan endotel induksi deposisi kolagen , pada jaringan
pada sel setelah mendapatkan injury yang teradiasi kadar Nitrit Oksid akan
sehingga mengganggu hemotasis, reaksi menurun dengan drastis sehingga akan
inflamasi, proliferasi dan pematangan sel berdampak pada kemampuan sel dalam
hingga gangguan remodeling sel dan penyembuhan luka. Pada fase remodeling
muncul komplikasi. 25,26 kadar matriks metaloproteinase (MMP)
Gangguan ketiga fase penyembuhan ini menurun secara drastis pada jaringan yang
akibta adanya ketidak normalan kompleks terpapar radiasi sehingga terjadi gangguan
sitokin, faktor pertumbuhan dan reseptor rekonstruksi jaringan lunak yang tidak
selulernya . Pada fase inflamasi dan memadai yang pada akhirnya berdampak
proliferasi faktor faktor yang terpengaruh pada penyembuhan luka. 25,26
akibat radiasi meliputi ekspresi berlebihan Terapi Pembedahan
pada transforming growth factor beta Seperti dijelaskan sebelumnya, prinsip
(TGFβ), vascular endothelial growth factor pembedahan pada kanker laring telah

UNIVERSITAS INDONESIA 10
berkembang secara signifikan dengan lebih yang cukup serius, hanya pasien terpilih
melakukan pendekatan untuk yang sesuai dengan kriteria dapat dilakukan
“mempertahankan organ”. Laringektomi pembedahan ini.1,3,4,18,19
total saat ini lebih memegang peranan Pada stadium lanjut, rencana terapi
penting sebagai terapi penyelamatan atau bergantung pada berbagai variabel. Dalam
salvage therapy dan pilihan utama pada menentukan terapi ini dibutuhkan tim
stadium lanjut.18,19 multidisiplin, termasuk speech pathologist.
Transoral Laser Microscopic (TLM) Pada pasien stadium lanjut (T4) dengan
menjadi pilihan terapi utama pada stadium kerusakan struktural atau fungsional pada
awal tumor glotis dan supraglotis (Tis, T1a, laring, perlu dipertimbangkan pembedahan
T1b, Ts). Beberapa studi menemukan laringektomi total.3
bahwa TLM memililki tingkat survival
yang sama dengan radioterapi saja.4,18,19 Fistula Faringokutan
TLM merupakan pilihan terapi yang baik Operasi di daerah kepala dan leher pada
untuk menghindari open surgery yang umumnya termasuk kelompok bersih
memiliki risiko lebih tinggi dan risiko terkontaminasi, sehingga diperlukan
trakeostomi pada sebagian besar pasien. pemberian antibiotik profilaksis untuk
Fungsi menelan pun dapat dipertahankan mencegah risiko komplikasi pascaoperasi.
pada terapi ini. Meskipun demikian, open Komplikasi pascalaringektomi total
surgery atau laringektomi total masih dikelompokkan dalam komplikasi dini dan
menjadi modalitas primer pada pasien komplikasi lanjut. Komplikasi dini meliputi
terpilih dan sebagai salvage surgery setelah hematoma, infeksi luka operasi, fistul
pasien gagal menjalani kemoradioterapi. faringokutan, nekrosis flap kulit,
Salvage surgery setelah kegagalan terapi pneumonia aspirasi, hipokalsemia dan cylus
awal memerlukan laringektomi total yang fistul. Risiko pembentukan fistula
sering terkait dengan berbagai macam meningkat pada status gizi buruk dan
komplikasi pasca operasi yang signifikan Riwayat kemoradiasi pada pasien yang
terutama terbentuknya fistulafaringokutan menjalani operasi laringektomi total.
akibat penyembuhan luka yang buruk. Laringektomi total berhubungan dengan
Sehingga laringektomi total primer atau banyak komplikasi akibat luasnya reseksi
salvage surgery dibutuhkan pertimbangan dan cedera yang berat. Perkembangan

UNIVERSITAS INDONESIA 11
fistula faringokutan (PCF) adalah salah satu dikaitkan dengan vaskularisasi yang sudah
komplikasi yang paling sering terjadi kurang baik saat pasien mendapatkan terapi
setelah laringektomi total dan meningkat kemoterapi, radiasi atau kombinasi
dua kali lipat pada total laringektomi keduanya. Dengan buruknya vaskularisasi,
penyelamatan. PCF adalah fistula inflamasi maka dapat mengakibatkan penyembuhan
antara mukosa faring dan ruang muskularis luka yang tidak semestinya. Hal ini dapat
servikal, yang disebabkan oleh akumulasi mengakibatkan komplikasi fistula
saliva yang persisten akibat infeksi, status faringokutan lebih tinggi, fistula yang kecil
gizi, teknologi jahitan, dan faktor lainnya.20 dapat dilakukan pengobatan secara
Komplikasi ini menimbulkan ketidak konservatif dengan pemberian makan
nyamanan pada pasien serta mempengaruhi dengan sonde dan perawatan luka.21,23,23
penyembuhan pasca operasi dan Selain akibat vaskularisasi yang buruk,
menurunkan kualitas hidup pasien. terapi radiasi juga menyebabkan atrofi,
Pemulihan fungsi bicara dan menelan juga nekrosis, atipia seluler, serta fibrosis dan
dapat terganggu. Pembedahan dengan nekrosis interstisial. Terapi radiasi juga
dilakukannnya laringektomi total pada menyebabkan kerusakan fatal dan subletal
pasien kanker yang sebelumnya pada sel endotel di pembuluh darah dengan
mendapatkan terapi kemoterapi, radiasi pecahnya kapiler atau thrombosis yang juga
atau gabungan keduanya (kemoradiasi), berkontribusi terhadap penyembuhan luka
memiliki komplikasi terjadinya fistula yang tertunda. Berdasarkan studi oleh
faringokutan yang lebih dibandingkan Higashino et al, kejadian fistula
dengan pasien laringektomi total primer21– faringokutan lebih tinggi pada pasien
23
. Kejadian fistula faringokutan pada dengan paparan radiasi leher penuh
pasien yang melakukan laringektomi total dibandingkan dengan pasien yang
meningkat sekitar 30% dibandingkan pada radiasinya terbatas pada laring. Selain itu,
pasien yang melakukan laringektomi total diseksi leher bersamaan cenderung
primer (tanpa adanya riwayat terapi menyebabkan PCF pada pasien yang
kemoterapi, radiasi atau kemoradiasi).21–23 memiliki riwayat terapi radiasi,24
Kejadian komplikasi fistula faringokutan Beberapa studi dilakukan untuk
yang lebih tinggi pada pasien dengan mengurangi kejadian fistula faringokutan
riwayat pengobatan kemoterapi dan radiasi pasca tindakan laringektomi total pada

UNIVERSITAS INDONESIA 12
pasien kanker laring. Studi tersebut Prognosis Kanker Laring.
mengatakan, dilakukan flap dapat Kelangsungan hidup secara
mengurangi kejadian fistula faringokutan keseluruhan ( free survival rate ) dan
pada pasien yang telah dilakukan terapi preservasi laring Sebagian besar
kemoterapi, radiasi atau keduanya saat akan dipengaruhi oleh stadium awal tumor saat
dilakukannya laringektomi total. Jenis flap terdiagnosa dan pengobatan. Five year
yang dimaksud dapat berupa pectoralis survival rate berdasarkan stadium kanker
major flap, supraclavicular flap dan laring adalah sebagai berikut, stadium I
deltopectoral flap. Pada studi yang adalah 90% Stadium II secara keseluruhan
dilakukan Kirk et al, dikatakan penggunaan 70 %. Stadium III secara keseluruhan
flap dibandingkan jahit primer dapat adalah 25 %. Pasien yang bertahan 5 tahun
mengurangi kejadian fistula faringokutan tanpa kekambuhan dianggap sembuh.
20,27–29
sekitar 45 %. Risiko kekambuhan lebih tinggi pada pasien
yang terus merokok dan pada pasien yang
memiliki stadium lebih lanjut saat diagnosis
dan terapi awal.17,27–29

UNIVERSITAS INDONESIA 13
Laporan Kasus 2022. Pasien terpasang kanul trakeostomi

Kasus I. Pasien laki – laki 60 tahun disertai dengan bengkak di area dagu dan
terasa keras, lalu dilakukan work up
dengan keluhan suara serak sejak tahun
dengan diagnosa KSS Laring dengan
2019. Pasien berobat ke RSUP di daerah
temuan radiologis CT-Scant: transglotis
dan dikatakan terdapat tumor di pita suara.
tumor yang melibatkan supraglotis, glottis
Pasien dilakukan biopsi dengan hasil KSS
dan infraglotis serta mengobliterasi lumen
Laring T3N0M0 dan disarankan untuk
laring, tidak tampak limfadenopati coli
dilakukan laringektomi total tetapi pasien
bilateral, sesuai dengan T3N0M0 Pasien
menolak dan memilih untuk menjalani
dilakukan laringektomi total, tiroidektomi
terapi kemoradiasi.
total dan diseksi leher bilateral dengan
Pada akhir tahun 2020, pasien
kenaikan stadium post operasi menjadi
selesai menjalani radioterapi sebanyak
T4aN1M0. Pasca terapi, terdapat fistula
tigapuluh lima kali, dua bulan kemudian
faringokutan pada pasien dan empat bulan
pasien mendapatkan adjuvant kemoterapi
pasca operasi pasien meninggal dunia.
tiga kali (paclitaxel dan cisplatin). Follow-
Kasus II. Pasien laki laki 69 tahun dengan
up satu tahun pasca terapi, muncul
karsinoma laring T4aN0M0 merupakan
benjolan di leher kiri sebesar kelereng
pasien rujukan dari RS Mardi Waluyo
dengan suara yang kembali serak, dan
lampung dengan keluhan awal pasien
disarankan untuk menjalani operasi tetapi
adalah suara serak dan sesak nafas sejak
pasien tetap menolak, sehingga diberikan
enam bulan , sesak dirasakan semakin
radioterapi ulang sebanyak duapuluh lima
meberat pada satu bulan sebelum ke rumah
kali (Maret 2022) dan kemoterapi (hanya
sakit. Pasien lalu dilakukan tindakan
sekali karena penurunan kondisi umum).
trakeostomi dan biopsi tumor laring
Tiga bulan pasca kemoterapi terakhir,
dengan kesimpulan karsinoma sel
pasien mengeluh sesak napas yang
skuamosa differensiasi baik dan di rujuk
memberat. Melalui pemeriksaan,
ke RSCM. Pasien dilakukan pemeriksaan
ditemukan massa pada laring sudah
penunjang untuk menentukan stadium
menutupi jalan napas sehingga dilakukan
tumor. Pada pemeriksaan CT Scan laring
trakeostomi (November 2022). Lalu
didapatkan hasil lesi padat isodens dengan
pasien dirujuk ke RSCM pada Desember

UNIVERSITAS INDONESIA 14
batas tidak tegas, menyengat heterogen
pasca kontras melibatkan supraglotis,
glottis dan subglotis (transglotis) sisi
kanan meluas ke ruang paraglotik kanan
dan mendestruksi kartilago krikoid dan
arytenoid kanan. Berdasarkan
pemeriksaan, disimpulkan T4aN0M0 dan
pasien selanjutnya dilakukan operasi total
laringektomi serta diseksi leher. Pasca
operasi stadium pasien mengalami
perubahan berdasarkan temuan patologi
anatomi yang disimpulkan karsinoma sel
skuamosa berkeratin, berdiferensiasi Gambar 12. CT-Scant Case I

sedang pT2N0M0 dengan tidak ada invasi


limfovaskular maupun perineural dan
tidak ada kelenjar getah bening yang
positif metastasis tumor, batas sayatan
anterior, posterior, kranial dan trakea
bebas tumor. Selanjutnya pasien
mendapatkan adjuvant radioterapi, dan
saat ini pasien sedang menjalani modalitas
radioterapi pasca total laringektomi
primer.

Gambar 14. Fistula dan tumor case I

UNIVERSITAS INDONESIA 15
Gambar 13. CT-Scant Case II

Gambar 14. Stoma dan tumor case II

UNIVERSITAS INDONESIA 16
ANALISIS LITERATUR BERBASIS Metode
BUKTI A. Strategi pencarian
Pertanyaan Klinis Strategi pencarian yang digunakan
Berdasarkan ilustrasi kasus yang dalam pembuatan laporan ini dengan
sudah diuraikan, dirumuskan pertanyaan menggunakan beberapa kata kunci yang
klinis “Apakah salvage surgery saling terkait dan mencari di pustaka
meningkatkan risiko komplikasi fistula PubMed, Scopus, Cochrane, dan
faringokutan pada pasien kanker laring Sciencedirect Pada tanggal 17 Mei 2022.
dengan riwayat kemoradiasi?” or “Apakah Pencarian literatur menggunakan sistem
laringektomi total dengan riwayat Boolean dan MeSH terms yang dapat dilihat
kemoradiasi pada pasien kanker laring pada Tabel 2 dan Gambar 9. Kata kunci
meningkatkan risiko komplikasi fistula yang digunakan ialah “Pharyngocutaneous
faringokutan?” fistula OR Pharyngocutaneous fistulae
Tabel 1. Formulasi Pertanyaan Klinsis OR Esopharyngocutaneous fistula” AND
Pasien kanker laring
Patient “Total laryngectomy OR salvage
Laringektomi total laryngectomy OR primary laryngectomy”,
(salvage surgery)
Intervention dengan riwayat dengan sinomin atau kata yang berkaitan
kemoradiasi dengan kata kunci tersebut.
Laringektomi total B. Kriteria eligibilitas
Comparison primer
Pemilihan artikel dilakukan
Komplikasi fistula
Outcome faringokutan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
kemudian disesuaikan dengan pertanyaan
Tipe
pertanyaan Prognosis klinis. Kriteria inklusi, yaitu:
klinis
1. Pasien dari segala usia dengan kanker
Meta-analisis, telaah
Desain
sistematis, kohort (studi laring yang melakukan prosedur operasi.
Studi
observasional)
2. Pasien dengan operasi laringektomi total
primer tanpa riwayat kemoterapi,
radioterapi, atau kemoradiasi
3. Pasien dengan operasi laringektomi total
(salvage laryngectomy) dengan riwayat

UNIVERSITAS INDONESIA 17
kemoterapi, radioterapi atau
kemoradiasi. Kriteria eksklusi yaitu studi yang tidak
4. Luaran klinis yang dinilai adalah ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa
komplikasi terjadinya fistula Indonesia.
faringokutan pasca pembedahan. C. Metode Telaah kritis
5. Penelitian dengan studi desain Meta- Telaah kritis dilakukan berdasarkan
analisis, telaah sistematis, kohort (studi kriteria studi. Telaah kritis menggunakan
observasional) instrumen Critical Appraisal checklist dari
6. Tersedia full text dan publikasi dalam 10 Center for Evidence Based Medicine Oxford.
tahun terakhir.

Tabel 2. Strategi pencarian melalui database PubMed, Scopus, Cochrane, Dan ScienceDirect

Gambar 13. Hasil Penelusuran

UNIVERSITAS INDONESIA 18
Hasil
Pada pencarian literatur didapatkan 2 artikel yang sesuai dengan pertanyaan klinis laporan berbasis
bukti ini. Karakteristik dua artikel terpilih dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Literatur

Penulis Desain Studi Populasi Intervensi Comparis Outcome


(Tahun) on
Hasan Z, et Systematic Biopsy Salvage total - Insidensi fistula
al.30 (2016) review dan proven laryngectomy faringokutan dan
meta-analisis reccurent/res (STL) komplikasi lainya
dari 50 studi idual akibat salvage
laryngeal surgery
squamous
cell
carcinoma
Sayles, et al.31 Systematic Pasien Primary total - Insidensi fistula
(2013) review dan dengan laryngectomy, faringokutan
meta-analisis karsinoma sel salvage
dari 33 studi skuamosa laryngectomy,
primer pada dan STL dengan
laring dan flap-reinforced
hipofaring pharyngeal
closure

Telaah Kritis

Panduan yang digunakan untuk telaah kritis ialah instrumen dari Centre of Evidence Based
Medicine University of Oxford untuk telaah sistematis dan meta-analisis.

UNIVERSITAS INDONESIA 19
Tabel 4. Telaah Importance Studi Hasan, et al (2016)
No Pertanyaan
1 Pengukuran apa yang digunakan, Tidak ada perbedaan significant antara insidensi fistula faringokuran pada pasien
seberapa besar pengaruhnya? yang menerima radioterapi atau kemoterapi dan radioterapi dengan hasil OR 0.70;
95% CI, 0.43-1.14; I2 = 42%; p=0.15
2 Hasil disajikan dalam bentuk? Hasil analisis dipresentasikan menggunakan Forest plot of meta-analysis dan tabel

Gambar 14. Forest plot

UNIVERSITAS INDONESIA 20
UNIVERSITAS INDONESIA 21
Gambar 15. Tabel data komplikasi fistula faringokutan dan terapi sebelumnya.

Tabel 5. Telaah Importance Studi Sayles, et al (2013)


No Pertanyaan
1 Pengukuran apa yang digunakan, Jika dibandingkan kelompok laringektomi total primer dengan salvage total
seberapa besar pengaruhnya? laryngectomy, kejadian fistula pada lebih tinggi secara signfikan pada kelompok
salvage total laryngectomy. (Welch’s t test, t55.22, P<0.05)
2 Hasil disajikan dalam bentuk? Hasil analisis dipresentasikan menggunakan Forest plot of meta-analysis dan
funnel plot

UNIVERSITAS INDONESIA 22
Gambar 16. Forrest plot.

UNIVERSITAS INDONESIA 23
Gambar 17. Funnel plots.

UNIVERSITAS INDONESIA 24
Diskusi pada judul, abstrak, dan metode. Populasi

Terdapat dua telaah sistematis yang yang dipilih pada kedua telaah sistematis

masuk dalam kriteria inklusi laporan kasus terpilih adalah pasien yang menjalani

berbasis bukti ini, yaitu Hasan Z et al.30 dan Primary total laryngectomy atau salvage

Sayles, et al.31. Seluruh literatur yang di total laryngectomy (STL) atau STL dengan

inklusi ini memiliki PICO yang tertulis jelas flap-reinforced pharyngeal closure.

Berdasarkan studi Hasan Z et al.30 Hasan Z et al.30 juga melakukan


yang mengumpulkan 49 studi melaporkan telaah pada penggunaan vascularised flaps
bahwa fistula faringokutan terjadi pada 859 dengan kejadian fistula faringokutan. Pada
pasien dari 3147 pasien (insidensi 28.9%; 13 studi yang digunakan, didapat bahwa
95% CI, 25,5-32,5%). Hasan et al juga penggunaan flap ini berkaitan dengan
mengumpulkan pasien dengan fistula penurunan insidensi fistula faringokutan
faringokutan yang sebelumnya menjalani dengan hasil yang cukup signifikan (OR
terapi radioterapi saja atau dengan 0.57; 95% CI, 0.33-0.99; I2 = 49%; p= 0.04).
kemoradioterapi. Data yang berhasilkan Selain itu, dilakukan telaah pada pasien yang
dikumpulan melibatkan 930 pasien. menjalani neck dissection dengan kejadian
Berdasarkan data terkumpul, ditemukan fistula faringokutan. Pada 7 studi yang
bahwa kejadian fistula faringokutan pada didapat, neck dissection tidak memiliki
pasien yang menerima terapi radioterapi saja kaitan dengan insidensi fistula faringokutan
atau menerima kemoradioterapi tidak ada (OR 1.68; 95% CI,09.0-3,11; I2 = 35%; p =
perbedaan yang signifikan (OR 0.70; 95% 0.10).1
CI, 0.43-1.14; I2 = 42%; p=0.15).1 Pada studi Secara keseluruhan, studi oleh Hasan
lain berupa RCT, dilakukan randomisasi Z et al.30 menemukan variasi yang luas
pada 517 pasien, ditemukan kejadian fistula terhadap kejadian fistula faringokutan,
faringokutan lebih rendah pada pasien yang insidensi komplikasi ini bervariasi antara 5,6
menerima radioterapi saja dan lebih tinggi hingga 73% dengan insidensi gabungan pada
pada pasien yang menerima kemoradioterapi. seluruh studi yang digunakan ialah 28,9%
Namun, hasil ini tidak signifikan secara dari semua pasien yang menjalani salvage
statistik.32 total laryngectomy. Hasil ini mendukung
bahwa kejadian fistula faringokutan lebih
tinggi pada pasien yang menjalani salvage

UNIVERSITAS INDONESIA 25
total laryngectomy dibandingkan dengan menjalani keduanya secara bersamaan yaitu
primary total laryngectomy. Studi ini sebesar 27,6%. Besar insidensi ini hampir
memiliki kelebihan, yaitu menilai prosedur dua kali lipat dibandingkan dengan pasien
vascularised flap dan neck dissection dengan yang menjalani PTL. Total 443 dari 1721
kejadian fistula faringokutan. Dengan adanya pasien yang menjalani STL mengalami
data ini, didapat bahwa vascularised flap fistula. Sehingga apabila dibandingkan
menurunkan insidensi komplikasi fistula secara keseluruhan, insidensi terjadinya
faringokutan. Sehingga kedepannya tindakan fistula lebih besar pada kelompok STL
vascularized flap dapat dipertimbangkan dibandingkan PTL (Welch’s t test, t55.22,
lebih lanjut dalam mencegah kejadian fistula P<0.05). Pada studi ini juga disebutkan
faringokutan. Namun, terdapat keterbatasan bahwa angka kejadian fistula pasca-STL
dalam studi ini, yaitu data yang tidak cukup dengan penutupan primer setelah terapi
konsisten dan banyaknya variabel perancu radiasi saja yaitu 22,8% (18,3–27,4), dengan
dengan kejadian komplikasi lainnya. kemoradioterapi 34,1% (22.6–45.6). STL
Hasil yang didapat oleh Hasan Z et al setelah kemoradioterapi dikaitkan dengan
sejalan pula dengan studi oleh Thompson et risiko fistula yang signifikan lebih tinggi
al, yang menemukan insidensi fistula dibandingkan dengan PTL (uji t Welch,
faringokutan sebanyak 19 dari 173 pasien t53,29, P <0,05), tetapi tidak dibandingkan
(11%) dengan 6% (7 dari 114) kejadian dengan STL setelah radioterapi tunggal (uji t
berasal dari kelompok primary total Welch, t1,79, P >0,05). (4)
laryngectomy dan 20% (12 dari 59) pada Seperti studi sebelumnya, studi oleh
kelompok salvage total laryngectomy.33 Sayles, et al.31 ini juga menilai efek
Studi kedua oleh Sayles et al.31 yang profilaktif vascularized tissue flaps terhadap
menggunakan 33 studi lainnya melaporkan kejadian fistula faringokutan. Angka
bahwa insidensi terjadinya fistula pada kejadian fistula secara keseluruhan pada
kelompok dengan laringektomi total primer pasien yang menerima jaringan flap vaskular
(PTL) yaitu sebesar 14,3% (95% CI 11.7– setelah penutupan faring primer pasca-STL
17.0). Sedangkan insidensi pada kelompok adalah 10,3% (4,6–15,9). Sebanyak 24 dari
yang menjalani salvage totalaryngectomy 188 pasien STL yang menerima flap
baik dengan radioterapi saja, induksi profilaksis mengalami fistula. Angka ini
kemoterapi dengan radioterapi, atau secara signifikan lebih rendah dibandingkan

UNIVERSITAS INDONESIA 26
dengan angka kejadian pada pasien yang Median dan waktu rata-rata
menjalani STL tanpa flap (27,6% (23,4– terbentuknya fistula antara kedua kelompok
31,8); uji t Welch, t 4,84, P < 0,05), tetapi yaitu adalah 15,0 hari dan 18,8 hari, berturut-
tidak berbeda secara signifikan dibandingkan turut, dalam kelompok penutupan primer,
dengan pasien yang menjalani PTL sebagai dan 15,5 hari dan 16,9 hari, berturut-turut,
perawatan awal (14,3% (11,7–17,0); uji t dalam kelompok flap onlay (p = 0,5, interval
Welch, t 1,26, P > 0,05). kepercayaan 95% (CI), 4,281 hingga 8,076).
Hal tersebut sejalan dengan studi oleh Median dan rata-rata durasi fistula adalah 37
Sharma, et al.34 pada tahun 2016. Studi ini dan 55 hari, berturut-turut, dalam kelompok
melibatkan 172 pasien yang menjalani STL penutupan primer, 20 dan 25 hari, berturut-
dengan penutupan faring primer (110 pasien) turut, dalam kelompok flap onlay. Dengan
dan kelompok dengan flap otot pectoralis demikian, fistula membutuhkan waktu lebih
mayor (62 pasien). Sebanyak 74 pasien lama untuk sembuh dalam kelompok
mengalami pharyngocutaneous fistula, penutupan primer dibandingkan dengan
sehingga tingkat kejadian fistula secara kelompok flap onlay; perbedaan ini secara
keseluruhan sebesar 43%: 48 pasien (43,6%) statistik signifikan (p = 0,008, CI 95%, 8,059
dalam kelompok penutupan primer dan 26 hingga 52,016).34
pasien (41,9%) dalam kelompok flap onlay.
Perbedaan antara keduanya tidak signifikan Kesimpulan dan Saran
secara statistik (p = 0,8). Enam puluh lima Insidensi fistula faringokutan pada
fistula (87,8 %) sembuh dengan manajemen pasien dengan karsinoma laring lebih tinggi
konservatif. Sembilan pasien (12,2%) pada pasien yang menjalani salvage total
memerlukan eksplorasi bedah: tujuh pasien laryngectomy (dengan riwayat
dari kelompok penutupan primer (6,3%) dan kemoradioterapi) dibandingkan pasien yang
dua pasien dari kelompok flap onlay (3,2 menjalani primary total laryngectomy.
persen). Meskipun kelompok penutupan Sehingga pemilihan modalitas terapi harus di
primer memiliki insiden fistula yang lakukan dengan pemilihan pasien yang
memerlukan intervensi bedah lebih tinggi selektif untuk menghindari kegagalan terapi
(6,3% vs 3,2%), perbedaannya tidak sebelumnya dan untuk menghindari operasi
signifikan secara statistik (p = 0,48). (5) penyelamatan. Ditemukan pula bahwa
vascularised flap berkaitan dengan

UNIVERSITAS INDONESIA 27
penurunan insidensi fistula faringokutan. penulis merekomendasikan pula untuk
Berdasarkan hasil ini, penulis pengembangan lebih lanjut terkait
merekomendasikan primary total vascularised flap dalam pencegahan fistula
laryngectomy sebagai pertimbangan utama faringokutan pasca laringektomi
dalam tatalaksana karsinoma laring sesuai penyelamatan setelah gagal terapi preservasi
dengan indikasi. Selain itu, kedepannya organ ( kemoradioterapi ).

UNIVERSITAS INDONESIA 28
Daftar Pustaka

1. Machiels JP, René Leemans C, Golusinski W, Grau C, Licitra L, Gregoire V, et al.


Squamous cell carcinoma of the oral cavity, larynx, oropharynx and hypopharynx:
EHNS-ESMO-ESTRO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and
follow-up. Ann Oncol. 2020 Nov;31(11):1462–75.

2. Gatta G, Capocaccia R, Botta L, Mallone S, De Angelis R, Ardanaz E, et al. Burden


and centralised treatment in Europe of rare tumours: results of RARECAREnet-a
population-based study. Lancet Oncol. 2017 Aug;18(8):1022–39.

3. Steuer CE, El-Deiry M, Parks JR, Higgins KA, Saba NF. An update on larynx cancer.
CA Cancer J Clin. 2017 Jan;67(1):31–50.

4. Shah JP, Patel SG, Singh B. Jatin Shah’s Head and Neck Surgery and Oncology. 4.
Edition. Philadelphia. Pa: Elsevier, Mosby; 2012. 838 p.

5. Taberna M, Mena M, Pavón MA, Alemany L, Gillison ML, Mesía R. Human


papillomavirus-related oropharyngeal cancer. Ann Oncol. 2017 Oct 1;28(10):2386–98.

6. Gama RR, Carvalho AL, Longatto Filho A, Scorsato AP, López RVM, Rautava J, et al.
Detection of human papillomavirus in laryngeal squamous cell carcinoma: Systematic
review and meta-analysis. Laryngoscope. 2016 Apr;126(4):885–93.

7. Menach P, Oburra HO, Patel A. Cigarette smoking and alcohol ingestion as risk factors
for laryngeal squamous cell carcinoma at kenyatta national hospital, kenya. Clin Med
Insights Ear Nose Throat. 2012;5:17–24.

8. Shangina O, Brennan P, Szeszenia-Dabrowska N, Mates D, Fabiánová E, Fletcher T, et


al. Occupational exposure and laryngeal and hypopharyngeal cancer risk in central and
eastern Europe. Am J Epidemiol. 2006 Aug 15;164(4):367–75.

9. Li X, Gao L, Li H, Gao J, Yang Y, Zhou F, et al. Human papillomavirus infection and


laryngeal cancer risk: a systematic review and meta-analysis. J Infect Dis. 2013 Feb
1;207(3):479–88.

10. Yang D, Shi Y, Tang Y, Yin H, Guo Y, Wen S, et al. Effect of HPV Infection on the
Occurrence and Development of Laryngeal Cancer: A Review. J Cancer.
2019;10(19):4455–62.

11. Coca-Pelaz A, Rodrigo JP, Takes RP, Silver CE, Paccagnella D, Rinaldo A, et al.
Relationship between reflux and laryngeal cancer. Head Neck. 2013 Dec;35(12):1814–
8.

UNIVERSITAS INDONESIA 29
12. Doğan S, Vural A, Kahriman G, İmamoğlu H, Abdülrezzak Ü, Öztürk M. Non-
squamous cell carcinoma diseases of the larynx: clinical and imaging findings. Braz J
Otorhinolaryngol. 2020;86(4):468–82.

13. Fleming AJ, Smith SP, Paul CM, Hall NC, Daly BT, Agrawal A, et al. Impact of [18F]-
2-fluorodeoxyglucose-positron emission tomography/computed tomography on
previously untreated head and neck cancer patients. Laryngoscope. 2007
Jul;117(7):1173–9.

14. Mehanna H, Wong WL, McConkey CC, Rahman JK, Robinson M, Hartley AGJ, et al.
PET-CT Surveillance versus Neck Dissection in Advanced Head and Neck Cancer. N
Engl J Med. 2016 Apr 14;374(15):1444–54.

15. Walker MP, Wichman B, Cheng AL, Coster J, Williams KB. Impact of Radiotherapy
Dose on Dentition Breakdown in Head and Neck Cancer Patients. Pract Radiat Oncol.
2011;1(3):142–8.

16. Koroulakis A, Agarwal M. Laryngeal Cancer [Internet]. StatPearls [Internet].; 2022.


Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526076/

17. León X, López M, García J, Casasayas M, Rovira C, Quer M. Indications and results of
extended total laryngectomy with en-bloc resection of overlying cervical skin. Eur Arch
Otorhinolaryngol. 2019 Nov;276(11):3179–84.

18. Department of Veterans Affairs Laryngeal Cancer Study Group, Wolf GT, Fisher SG,
Hong WK, Hillman R, Spaulding M, et al. Induction chemotherapy plus radiation
compared with surgery plus radiation in patients with advanced laryngeal cancer. N
Engl J Med. 1991 Jun 13;324(24):1685–90.

19. Hartl DM, Brasnu DF. Contemporary Surgical Management of Early Glottic Cancer.
Otolaryngol Clin North Am. 2015 Aug;48(4):611–25.

20. Wang M, Xun Y, Wang K, Lu L, Yu A, Guan B, et al. Risk factors of


pharyngocutaneous fistula after total laryngectomy: a systematic review and meta-
analysis. Eur Arch Otorhinolaryngol. 2020 Feb;277(2):585–99.

21. Sassler AM, Esclamado RM, Wolf GT. Surgery after organ preservation therapy.
Analysis of wound complications. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1995
Feb;121(2):162–5.

22. Teknos TN, Myers LL, Bradford CR, Chepeha DB. Free tissue reconstruction of the
hypopharynx after organ preservation therapy: analysis of wound complications.
Laryngoscope. 2001 Jul;111(7):1192–6.

23. Ganly I, Patel S, Matsuo J, Singh B, Kraus D, Boyle J, et al. Postoperative complications
of salvage total laryngectomy. Cancer. 2005 May 15;103(10):2073–81.

UNIVERSITAS INDONESIA 30
24. Higashino M, Aihara T, Terada T, Kawata R. Influence of Preoperative Radiation
Therapy on the Occurrence of Pharyngocutaneous Fistula After Total Laryngectomy.
Cureus. 2021 Mar 10;13(3):e13797.

25. Wang K, Tepper JE. Radiation therapy‐associated toxicity: Etiology, management, and
prevention. CA A Cancer J Clin. 2021 Sep;71(5):437–54.

26. Chandler JR. Radiation Fibrosis and Necrosis of the Larynx. Ann Otol Rhinol Laryngol.
1979 Jul;88(4):509–14.

27. Opoku-Agyeman J, Matera D, Simone J. Surgical configurations of the pectoralis major


flap for reconstruction of sternoclavicular defects: a systematic review and new
classification of described techniques. BMC Surg. 2019 Dec;19(1):136.

28. Guimarães AV, Aires FT, Dedivitis RA, Kulcsar MAV, Ramos DM, Cernea CR, et al.
Efficacy of pectoralis major muscle flap for pharyngocutaneous fistula prevention in
salvage total laryngectomy: A systematic review: Pectoralis major muscle flap after
salvage total laryngectomy. Eisele DW, editor. Head Neck. 2016 Apr;38(S1):E2317–
21.

29. Nthumba PM. The Supraclavicular Artery Flap: A Versatile Flap for Neck and
Orofacial Reconstruction. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery. 2012
Aug;70(8):1997–2004.

30. Hasan Z, Dwivedi RC, Gunaratne DA, Virk SA, Palme CE, Riffat F. Systematic review
and meta-analysis of the complications of salvage total laryngectomy. Eur J Surg Oncol.
2017 Jan;43(1):42–51.

31. Sayles M, Grant DG. Preventing pharyngo-cutaneous fistula in total laryngectomy: a


systematic review and meta-analysis. Laryngoscope. 2014 May;124(5):1150–63.

32. Weber RS, Berkey BA, Forastiere A, Cooper J, Maor M, Goepfert H, et al. Outcome of
salvage total laryngectomy following organ preservation therapy: the Radiation
Therapy Oncology Group trial 91-11. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2003
Jan;129(1):44–9.

33. Thompson CSG, Asimakopoulos P, Evans A, Vernham G, Hay AJ, Nixon IJ.
Complications and predisposing factors from a decade of total laryngectomy. J
Laryngol Otol. 2020 Mar;134(3):256–62.

34. Sharma S, Chaukar DA, Laskar SG, Kapre N, Deshmukh A, Pai P, et al. Role of the
pectoralis major myofascial flap in preventing pharyngocutaneous fistula following
salvage laryngectomy. J Laryngol Otol. 2016 Sep;130(9):860–4.

UNIVERSITAS INDONESIA 31

Anda mungkin juga menyukai