Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA PARU


Dosen Pembimbing : Ns. Masmun Zuryati.M.Kep

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

DISUSUN OLEH :

KARINA LESTARI (2017720087)


KELAS : 7B

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI S.1 REGULER KEPERAWATAN
JAKARTA
2020 – 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
CA PARU

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak dapat terkontrol pada
jaringan paru. Munculnya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,
tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Kanker paru merupakan penyakit kanker dengan penyebab kematian terbanyak di
dunia, yaitu mencapai 1,61 juta kematian pertahun (12,7%), kanker payudara yaitu
mencapai 1,31 juta kematian pertahun (10,9%), dan kanker kolorektal yaitu mencapai 1,23
juta kematian pertahun (9,7%) (Varalakshmi, 2013: 63). Di Indonesia, kanker paru
menduduki peringkat ketiga diantara kanker yang paling sering ditemukan di beberapa
rumah sakit (Metha Arsilita Hulma, dkk, 2014: 196).

➢ KLASIFIKASI :
a. Karsinoma sel kecil (small cell lung carcinoma) : Letaknya ditengah
percabangan utama bronki, waktu pembelahan cepat dan prognosis
terburuk diantara karsinoma yang lain, bersifat anaplastik (metastasis
sangat tinggi), terjadi sekitar 15% dari semua jenis kanker paru
b. Karsinoma sel besar (non-small cell lung carcinoma) : Cenderung
timbul pada jaringan paru perifer dan meluas kearah pusat paru,
penyebaran cepat dan prognosis buruk, berkaitan dengan merokok,
terjadi sekitar 20% dari semua jenis kanker paru. Ciri khas dari sel ini
adalah hasil proses keratinisasi dan pembentukan bridge intraselular,
perubahan nyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma in situ
c. Sel epidermoid (squamosa) : Sering ditemukan sekitar 30% berasal dari
permukaan epitel bronkus dan terletak pada sisi hilus, berkaitan dengan
asap rokok, polusi udara, abestos, dan sering disertai batuk, hemaptosis,
pneumonia, pembentukan abses (obstruksi dan atelektasis serta
penurunan kapasitas ventilasi), pertumbuhan lambat dan prognosis baik
d. Karsinoma kelenjar (adenokarsinoma) : Berasal dari kelenjar paru dan
biasanya terjadi di perifer paru (bronkiolus terminal), alveolus dan
jaringan parut paru, prognosis buruk, sekitar 30% berukuran kecil dan
tumbuhnya lambat

2. Manifestasi Klinis
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala
respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada
“kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru. Gejala
yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada
dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru.
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard,
sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast
syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior,
yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada lengan,
sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau gangguan pada
pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat
badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala
yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika
telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala
awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat gejala lain seperti gejala
paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-
lain.

3. Etiologi
a. Merokok
Asap tembakau mengandung lebih dari 4,000 senyawa-senyawa kimia, banyak darinya
telah ditunjukkan menyebabkan kanker, atau karsinogen. Dua karsinogenik-
karsinogenik utama didalam asap tembakau adalah kimia-kimia yang dikenal sebagai
nitrosamines dan polycyclic aromatic hydrocarbons.
b. Merokok Pasif
Pekerja-pekerja asbes yang tidak merokok mempunyai suatu risiko sebesar lima kali
mengembangkan kanker paru daripada bukan perokok, dan pekerja-pekerja asbes yang
merokok mempunyai suatu risiko sebesar 50 sampai 90 kali lebih besar daripada bukan
perokok.
c. Radon Gas
Radon gas adalah suatu gas mulia secara kimia dan alami yang adalah suatu pemecahan
produk uranium alami (Produk radio aktif). Ia pecah/hancur membentuk produk-
produk yang mengemisi suatu tipe radiasi yang mengionisasi. Radon gas adalah suatu
penyebab kanker paru yang dikenal, dengan suatu estimasi 12% dari kematiankematian
kanker paru diakibatkan oleh radon gas.
d. Kecenderungan Keluarga
Penelitian akhir-akhir ini telah melokalisir suatu daerah pada lengan panjang dari
kromosom manusia nomor 6 yang kemungkinan mengandung suatu gen yang
memberikan suatu kepekaan yang meningkat mengembangkan kanker paru pada
perokok-perokok.
e. Penyakit-Penyakit Paru
Kehadiran penyakit-penyakit paru tertentu, khususnya chronic obstructive pulmonary
disease (COPD), dikaitkan dengan suatu risiko yang meningkat sedikit (empat sampai
enam kali risiko dari seorang bukan perokok) untuk mengembangkan kanker paru
bahkan setelah efek-efek dari menghisap rokok serentak telah ditiadakan.
f. Sejarah Kanker Paru sebelumnya
Orang-orang yang selamat dari kanker paru mempunyai suatu risiko yang lebih besar
daripada populasi umum mengembangkan suatu kanker paru kedua. Orang-orang yang
selamat dari non-small cell lung cancers (NSCLCs, lihat dibawah) mempunyai suatu
risiko tambahan dari 1%-2% per tahun mengembangkan suatu kanker paru kedua. Pada
orangorang yang selamat dari small cell lung cancers (SCLCs), risiko mengembangkan
kankerkanker kedua mendekati 6% per tahun.
g. Polusi Udara
Polusi udara dari kendaraan-kendaraan, industri, dan tempat-tempat pembangkit tenaga
(listrik) dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan kanker paru pada
individu-individu yang terpapar. Sampai 1% dari kematian-kematian kanker paru
disebabkanoleh pernapasan udara yang terpolusi, dan ahli-ahli percaya bahwa paparan
yang memanjang (lama) pada udara yang terpolusi sangat tinggi dapat membawa suatu
risiko serupa dengan yang dari merokok pasif untuk mengembangkan kanker paru.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah prosedur utama untuk mendiagnosa kanker paru. Prosedur ini
dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan
mendapatkan spesimen untuk sitologi dan biopsi, sehingga diagnosa dan stadium
kanker paru dapat ditentukan. Salah satu metode terkini adalah bronkoskopi fleksibel
yang dapat menilai paru hingga sebagian besar bronkus derajat ke-empat, dan kadang
hingga derajat ke-enam. Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan
histopatologi didapat melalui bilasan bronkus, sikatan bronkus dan biopsi bronkus.
Prosedur ini dapat memberikan hingga >90% diagnosa kanker paru dengan tepat,
terutama kanker paru dengan lesi pada regio sentral. Kontraindikasi prosedur
bronkoskopi ini adalah hipertensi pulmoner berat, instabilitas kardiovaskular,
hipoksemia refrakter akibat pemberian oksigen tambahan, perdarahan yang tidak dapat
berhenti, dan hiperkapnia akut. Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks
dan perdarahan.
b. Endobrachial Ultrasound (EBUS)
Dilakukan untuk membantu menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus,
intrapulmoner juga untuk penilaian lesi perifer dan saluran pernapasan, serta
mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang
terlihat pada CT-scan toraks maupun PET CT-scan.
c. Biopsi Transtorakal
(Transthoracal biopsy-TTB), merupakan tindakan biopsi paru transtorakal, tanpa
tuntunan radiologis (blinded TTB) maupun dengan tuntunan USG (USG-guided TTB)
atau CT-scan toraks (CT-guided TTB), untuk mendapatkan sitologi atau histopatologi
kanker paru.
d. Pleuroscopy
Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan spesimen
intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura yang dapat merubah
stadium dan tatalaksana pasien kanker paru. Jika hasil sitologi tidak menunjukkan
adanya sel ganas, maka penilaian ulang atau CT scan toraks dianjurkan.
e. Torakotomi
Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua
modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.
f. Serologi : Bertujuan untuk mengetahui respon tubuh terhadap agen infeksius secara
kualitatif dan kuantitatif.
g. Torakoskopi : Suatu tindakan operasi rendah resiko yang dilakukan pada paru-paru
untuk mendiagnosa masalah, terutama pada daerah rongga pleura
h. Mediastinoskopi : Digunakan untuk mendapatkan spesimen, terutama penilaian
kelenjar getah bening mediastinal
i. CT Scan dan MRI
Melihat masa tumor <1cm secara lebih tepat. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan
gambaran CT scan pada tumor jinak maupun yang ganas, berupa:
➢ Gambaran tumor jinak adalah :
o Waktu perkembangan volume/masa lambat >400 hari.
o Nodul dengan kalsifikasi difus, central, atau popcorn
o Tepinya halus/rata
o Ketebalan kavitasnya < 5 mm
o Ukurannya < 3 cm
➢ Gambaran tumor ganas adalah :
o Waktu perkembangan volume/masa cepat <100 hari
o Tidak ada kalsifikasi yang spesifik
o Tepinya tidak rata
o Ketebalan kavitasnya >15 mm
o kurannya >3cm

5. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


a. Farmakologi
• Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau
sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi
dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik
(Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai
terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut. Ada beberapa jenis kemoterapi
yang dapat diberikan. Lini pertama diberikan kepada pasien yang tidak pernah
menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya (chemo naïve). Kelompok ini terdiri
dari kemoterapi berbasis-platinum dan yang tidak mengandung platinum (obat
generasi baru). Pilihan utama obat berbasis-platinum adalah sisplatin, diikuti
dengan karboplatin.
Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas
gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin, dapat
diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih baik oleh
pasien usia lanjut atau dengan komorbiditas berat. Efek samping karboplatin yang
paling sering berupa hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini pertama tidak
berbasisplatinum yang dapat diberikan adalah etoposid, gemsitabin, paklitaksel,
dan vinoralbin. Kombinasi sisplatin dengan gemsitabin memberikan angka
kehidupan paling tinggi, namun respon paling baik adalah terhadap regimen
sisplatin dengan paklitaksel. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah
febris neutropenia atau perdarahan akibat supresi sum-sum tulang, hiponatremia
atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal, dan neuropati perifer.
Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi
lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau KPKBSK
menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi lini kedua
adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga kombinasi dari
dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan seterusnya sangat
tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya.
b. Non Farmakologi
• Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan
stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis
pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi
sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan
yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau
kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi
sublobaris paru dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan
dengan VATS.
• Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru.
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal pengkajian, No. RM, dan diagnosa medis
b. Keluhan utama
• Batuk disertai dengan keluar darah (hemoptisis)
• Mengi (wheezing)
• Sesak napas (dipsnea)
• Nyeri dada
• Penurunan berat badan
• Kesulitan menelan (disfagia)
• Suara serak /parau
• Demam
c. Riwayat penyakit sebelumnya
• ISPA yang berulang
• Bronkitis kronik
• Merokok
d. Riwayat kesehatan keluarga
• Riwayat kanker paru dalam keluarga

e. Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi :
Perhatikan warna kulit terlihat pucat. Bibir sianosis, konjungtiva anemis atau tidak,
adanya penggunaan otot bantu nafas, dyspnea, takipnea, hemoptysis, kesimetrisan
ekspansi paru, dan sekitar kepala, wajah, leher, tangan dan kaki ada pembengkakan/
benjolan
b. Palpasi :
Frekuensi nadi cepat, suhu tubuh cenderung meningkat, adanya nyeri tekan pada
dada, teraba adanya massa, serta peningkatan taktil fremitus
c. Perkusi :
Didapatkan nyeri ketuk pada costa dan paru-paru saat di ketuk terdengar redup atau
pekak
d. Auskultasi : Terdapat bunyi ronchi, wheezing singkat atau menetap pada inspirasi
atau ekspirasi
PATOFISIOLOGI

Memiliki resiko terhadap zat karsinogen (perokok aktif,


perokok pasif), bahan paparan industri (absestos)

Bahan tersebut mengendap

Menginvasi jaringan paru dan jaringan di sekitar paru

Perubahan epitel sillia dan mukosa / ulserasi bronkus

Inflamasi
neutrofil Deskuamasi Produksi mukus meningkat Ditandai dengan :
batuk kronik,
dahak merah, RR :
Hyperplasia, metaplasia Bersihan jalan nafas tidak efektif 24x/menit

Ditandai dengan :
1. Benjolan Sel kanker terjadi Penurunan BB
dibagian leher metastasis
2. Limfadenopati
mediastinal Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Metastasis Metastasis Ditandai


Metastasis Performa peran
kelenjar getah intrapulmoner dengan :
Otak tidak efektif
bening Merasa
bingung

Pleura dan dinding Bronkietasis / Masa hilus superior


diagfargma aktelektasis
Ditandai
dengan :
Penurunan suara nafas
Himoptosis Batuk berdarah
Nyeri akut

Pola nafas tidak efektif

Gangguan Aneamia
pertukaran gas
Keterangan :
Keletihan Intoleransi
: Dx prioritas
Aktivitas
: Dx lain
2. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan
cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus
ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan
korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala–gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur–struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Gangguan pola nafas
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Intoleransi Aktivitas
NO DIAGNOSA TUJUAN / KH INTERVENSI

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Mandiri :


asuhan 1. Kaji karakteristik nyeri (lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan frekuensi, kualitas, intesitas)
selama … 2. Kaji skala nyeri
diharapkan kondisi 3. Kaji faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
pasien membaik 4. Bantu keluarga dalam teknik nonfarmakologi seperti
dengan kriteria kompres air hangat/dingin, terapi music, aromaterapi
hasil : 5. Bantu pasien dalam memberikan kenyamanan (posisi,
1. Nyeri dada distraksi, teknik relaksasi)
terkendali / 6. Bantu keluarga dan pasien dalam merencanakan
hilang aktivitas yang mendistraksi nyeri seperti membaca,
menonton tv dan terlibat dalam interaksi sosial
7. Motivasi pasien dalam pengungkapan perasaan
mengenai nyeri
8. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik dan anti-inflamasi
2. Ketidakefek Setelah dilakukan Mandiri :
tifan asuhan 1. Observasi jumlah dan karakter sputum
Bersihan keperawatan 2. Auskultasi dada untuk suara nafas dan keberadaan
Jalan Nafas selama … sekresi
diharapkan kondisi 3. Bantu pasien dan instruksikan untuk latihan nafas
pasien teratasi dalam
dengan kriteria 4. Lakukan pengisapan jika batuk melemah atau suara
hasil : nafas tidak bersih
1. Jalan nafas 5. Lakukan fisioterapi dada
paten
2. Tidak ada suara Kolaborasi :
nafas 1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
tambahan menggunakan nasal kanul, nonretbreathing,
rebreathing
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
bronkodilator, atau mukolitik
3. Gangguan Setelah dilakukan Mandiri :
pertukaran asuhan 1. Observasi kecepatan dan kedalaman saat bernafas
gas keperawatan 2. Observasi ada penggunaan otot bantu nafas atau tidak
selama … 3. Observasi perubahan mental dan tingkat kesadaran
diharapkan keluhan 4. Auskultasi bunyi paru
pasien berangsur
membaik dengan 5. Bantu dalam merubah posisi yang nyaman bagi
kriteria hasil : pasien
1. Jalan nafas
pasien paten Kolaborasi :
2. Terbebas dari 1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
gejala stress menggunakan nasal kanul, nonretbreathing,
pernafasan rebreathing
3. Nilai AGD
dalam batas
normal
4. Gangguan Setelah dilakukan Mandiri :
pola nafas asuhan 1. Kaji dan pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan
keperawatan irama
selama … 2. Kaji bunyi nafas tambahan (mis ; wheezing, ronchi)
diharapkan keluhan 3. Bantu pasien dengan teknik nafas dalam
pasien berangsur 4. Beri oksigen jika perlu
membaik dengan
kriteria hasil : Kolaborasi :
1. Jalan nafas 1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
paten bronkodilator, atau mukolitik
2. Tidak ada bunyi
nafas tambahan
5. Gangguan Setelah dilakukan Mandiri :
nutrisi asuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kurang dari keperawatan 2. Identifikasi makanan yang disukai
kebutuhan selama … 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
tubuh diharapkan kondisi 4. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering
pasien teratasi 5. Monitor asupan makanan
dengan kriteria
hasil : Kolaborasi :
1. Nutrisi pasien 1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian medikasi
terpenuhi sebelum makan
2. Anoreksia tidak 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
ada jumlah dan jenis nutrien yang dibutuhkan
6. Intoleransi Setelah dilakukan Mandiri :
Aktivitas asuhan 1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas
keperawatan 2. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
selama … mengakibatkan kelelahan
diharapkan kondisi 3. Berikan lingkungan yang tenang dan rendah stimulus
pasien teratasi 4. Anjurkan pasien tirah baring
dengan kriteria 5. Anjurkan pasien melakukan aktivitas bertahap
hasil : 6. Ajarkan pasien strategi koping untuk mengurangi
1. Pasien mampu kelelahanss
melakukan
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Lemone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 5 Vol 4. Jakarta : EGC
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Sudoyo, Aru W, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Internal
Publishing

Anda mungkin juga menyukai