Anda di halaman 1dari 31

Design Thinking

Keberhasilan
Design Thinking?

1 Banyaknya ide-ide bagus yang dihasilkan (good ideas


generated)

2 Banyaknya team yang selaras (teams aligned)

3 Semakin jelasnya direction perusahaan (good


company directions)

4 Banyaknya project yang berhasil (good products)


Menghubungkan Design Thinking
dengan Agile Software Engineering

Pendekatan agile adalah pendekatan yang bersifat iteratif dan inkremental yang mana sejalan dengan design
thinking. kita akan menghubungkan design thinking dengan agile software engineering dengan menggunakan
2(dua) funnel yaitu early funnel dan last funnel.

Early funnel adalah funnel dimana aktifitas design thinking dimulai dengan tujuan merancang serta membangun
pondasi, strategi, dan merencanakan pembuatan product. Aktifitas di funnel ini akan menghasilkan
rilis-rilis/fase-fase inkremental dalam beberapa bagian kecil.

Sedangkan last funnel adalah proses dimana design thinking dan agile software engineering bekerja sama untuk
mengeksekusi rilis/fase inkremental yang dihasilkan di early funnel sebelumnya.
Seperti inilah bagan dalam pembuatan product
1. Initial Product Requirement
Memulai
1. Initial Product Requirement
Initial product requirement merupakan persyaratan awal yang harus dilengkapi sebelum memulai
membuat product. Initial product requirement ini merupakan hipotesis awal kita terhadap pengguna
disertai dengan masalahnya dengan scope yang jelas, dapat dimengerti, dan dapat
ditindaklanjuti(actionable).

1 Menentukan Potential Persona

2 Membuat Background Masalah

3 Menentukan Objective/Goal Product


Menentukan persona
Potensial Persona adalah profil fiksi berdasarkan hipotesis awal kita yang mewakili sekelompok

pengguna dan memiliki beberapa tujuan, kriteria, dan anatomi tertentu.

Berikut ini beberapa anatomi dasar dari potential persona:

Anatomi Dasar Persona

1. Photo
2. Role (peran)
3. Demographics (Data kependudukan)
4. Main Goal (Goal Utama
5. Criteria(Kriteria)
Menentukan Background Masalah
Setelah mendapatkan potensial persona, kita akan melanjutkan dengan mengamati masalah mereka, mana

yang harus diperbaiki. Kemudian terjemahkan pengamatan kita menjadi sebuah hypothesis atau latar belakang

masalah(Background).

Hypothesis/Background

Berdasarkan hipotesis dilapangan dan pengamatan ke beberapa pengguna yang senang jalan-jalan
seperti ke Mall, tempat wisata, event, dll. Sering kali tidak dapat menikmati perjalanan dan waktu
terbuang karena lalu lintas yang macet dan tidak tersedianya parkir pada saat tiba dilokasi.

Selain menunggu parkir secara bergiliran, orang orang cenderung menghabiskan waktu untuk
mencari tempat tujuan lain dan terjebak di kemacetan jalanan. Semuanya jadi tidak effective
dan efficient.
Menentukan Objective (Goal)
Objective adalah tujuan utama mengapa kita membuat product kita, dimana posisi
pencapaian product kita dalam 6 bulan, 1 tahun, atau bahkan 5 tahun kedepan.
Kemudian buatlah dalam bentuk kalimat.

Objective/Goal

Mempermudah orang-orang yang ingin bepergian sehingga mereka dapat menikmati perjalan mereka.
2. Empathize phase (Fase Berempati)
Design Thinking
2. Empathize phase (Fase Berempati)
Empathize phase
Kita dapat memulai fase design thinking yang pertama yaitu empathize. Di fase ini kita akan mengumpulkan dan mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang pengguna dengan melakukan beberapa To do list di bawah ini:

1. Melakukan Interview Lebih Dalam

2. Memvalidasi Mental Model dan Menentukan Persona

3. Memvalidasi Masalah

4. Memetakan Temuan ke Dalam User Journey Map


Melakukan Interview Lebih Dalam
Pada fase ini Kita menggunakan metode yang umum digunakan yaitu Interview lebih dalam dan mengundang target user kita
berdasarkan potensial persona yang telah kita tentukan. Kita akan mencari tahu dan memvalidasi behaviour dari pengguna serta
mengetahui masalah yang sebenarnya dihadapi pengguna. Berikut ini langkah-langkahnya:

1.Memvalidasi Mental Model dan Menentukan Persona

Dalam Interview lebih dalam, kita akan mencari tahu, memahami, memvalidasi Mental Model dan Persona serta memetakan

nya kedalam Hook Model.

Mental Model itu sendiri adalah behaviour, proses berfikir, dan cara tiap-tiap persona melakukan sesuatu atau berinteraksi dengan
sesuatu didunia nyata. Mental model ini akan membantu kita menemukan solusi design (conceptual design) yang sesuai dengan
mental model pengguna. Melalui siklus hook yang berkelanjutan/ berulang, produk yang kita buat akan membawa pengguna
mencapai tujuan dan membawa pengguna kembali berulang kali
Mulailah melakukan interview lebih dalam dengan patokan sebagai berikut :

Trigger: Apa yang memicu dan menyebabkan pengguna sehingga mereka ingin melakukan apa yang menjadi

tujuan mereka (Makan siang, effective, dan efficient)?

Action: Aksi apa saja yang dilakukan pengguna untuk mencapai tujuan?

Variable Reward: Apa yang diharapakan dan ingin didapat oleh pengguna setelah melakukan aksi?

Investment: Apa yang akan pengguna investasikan, lakukan, dan berikan agar mereka dapat kembali menikmati
variable reward.

Contoh: waktu, uang, tenaga, dll.

Investment ini dapat kita jadikan referensi untuk mengukur kesuksesan.


2. Memvalidasi Masalah

Setelah kita menggali tentang mental model masing-masing pengguna dan juga masalah yang dihadapi, selanjutnya

yang harus kita lakukan adalah:

Synthesize/menyatukan mental model yang serupa dari tiap-tiap pengguna menjadi satu atau bahkan beberapa
profile pengguna/persona kemudian petakan kedalam Hook Model Canvas.
Masalah Pengguna yang Tervalidasi (Validated User Problem)
3. Memetakan kedalam User Jurney Map

Setelah mendapatkan profile pengguna/persona dan masalah yang tervalidasi. Kita akan memetakannya kedalam User
Journey Map. User Journey Map ini adalah alur, behaviour, aktifitas, dan interaksi yang dilakukan pengguna/user selama
menggunakan product kita untuk mencapai tujuan mereka.

Berikut ini cara membuat user journey map:

● Tulis tujuan akhir disisi sebelah kanan

● Petakan action yang ada di profile pengguna/persona kedalam User Journey Map

● Kelompokan action menjadi main flow atau high level activity yang dilakukan pengguna pada saat menggunakan

product, kemudian letakkan diatas baris action

● Kemudian petakan Validated Problems kedalam User Journey Map sesuai dengan action yang terkait
3. Define phase (Menentukan Fase)
Define phase

Lanjut ke fase define, kita akan menggunakan masalah yang kita kumpulkan pada fase empathize dan menerjemahkan
kedalam bentuk “Tantangan/Challenge” untuk dijadikan fokus yang ingin diselesaikan. Beberapa aktifitas yang akan kita
lakukan adalah:

● Menentukan tantangan menggunakan HMW(How Might We)

● Memprioritaskan Tantangan (Prioritize Challenges)

● Menentukan Value Proposition

● Mentukan UX Attribute, Signal, dan Metrics yang ingin diukur


Menentukan tantangan menggunakan HMW(How Might We)

Dalam konteks ini, kita akan menggunakan metode HMW(How Might We). HMW ini adalah metode untuk merubah
masalah yang kita temukan menjadi tantangan dan actionable statement(pernyataan yang bisa ditindaklanjuti).
Berikut ini langkah-langkahnya:

● Terjemahkan semua masalah yang tervalidasi yang kita dapat dari pengguna kedalam bentuk “Tantangan/
Challenge”
● Petakan tantangan kedalam user journey map
berdasarkan masalah yang terkait
Memprioritaskan Tantangan (Prioritize Challenges)

● Prioritaskan tantangan dengan menggunakan


Challenge Matrix
● Letakkan tantangan di kuadran yang tepat sesuai
dengan impact (Seberapa besar pengaruhnya ke
pengguna untuk menyelesaikan tujuan) dan reach/
frekuensi (Seberapa banyak pengguna yang
terkena dampak dari masalah).
Menentukan Value Proposition

Value Proposition adalah manfaat yang product kita berikan/tawarkan untuk menyelesaikan permasalahan dan memenuhi
kebutuhan pengguna. Sehingga pengguna memilih untuk tetap menggunakan product kita dibandingkan dengan yang lain.
Caranya adalah:

Ubah daftar tantangan yang telah kita dapat menjadi user need(kebutuhan pengguna), lalu gunakan formula dibawah ini
untuk menciptakan value proposition product kita:
Mentukan UX Attribute, Signal, dan Metrics yang Ingin diukur

UX attribute, Signal, & Metrics adalah indikator kunci dari keberhasilan design yang bisa di ukur dan ditargetkan. UX
attribute, signal, & metrics ini akan menghasilkan sebuah impact yang comparable(dapat dibandingkan) antara nilai sebelum,
actual, dan target. Beberapa attribut yang dapat diukur seperti:

● Usability/Usable: Product mudah digunakan


● Usefulness/Useful: Product berguna dan memenuhi kebutuhan

● Discoverability/Discoverable/Findable: Mudah ditemukan


● Learnability/Learnable: Mudah dipelajari dan dimengerti

● Memorability/Memorable: Dapat digunakan dan dikenali dengan mudah ketika pengguna


kembali menggunakan setelah dalam jangka waktu yang lama
● Efficiency/Efficient: Tugas/task selesai dengan cepat
Menentukan UX Attribute, Signal, dan Metrics yang Ingin diukur

● Effectiveness/Effective: Pengguna berhasil menjalankan dan menyelesaikan tugas/task

dan mencapai tujuan

● Desirability/Desirable: Image, identity, brand, dan design elements dapat memacu emosi,
gairah, atau kemauan

● Emotional impact: Design dan user experience mempengaruhi perasaan dan psikologi
pengguna
● Credibility/Credible: Pengguna percaya dengan apa yang ditawarkan product
● Satisfaction/Satisfy: Product harus menyenangkan untuk digunakan, sehingga pengguna

puas secara subyektif saat menggunakannya dan mereka menyukainya


Berikut ini tahapan untuk menentukan UX Attribute, Signal, dan Metrics

● Diskusi dengan team apa saja ux attribute, signal, dan metrics dari tantangan yang ingin
diukur. Bagaimana kita mengukur kesuksesan dan apa yang perlu kita lacak.

● Letakkan masing-masing attribute, signal, dan metrics kedalam table measurement

Anda mungkin juga menyukai