Anda di halaman 1dari 22

HAK POLITIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM


DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 ATAS
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1974 TENTANG UNDANG-UNDANG POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN

PROPOSAL

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Hukum
Universitas Riau

Disusun Oleh :

NAMA : Muharifal Bahri


NIM : 1609113677

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
HAK POLITIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 ATAS
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1974 TENTANG UNDANG-UNDANG POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN

A. Latar Belakang Masalah

Pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh

pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam satu jabatan negeri atau

diserahi tugas lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Berbicara

pegawai negeri sipil meliputi segala hal yang mencakup kedudukan, kewajiban,

hak dan pembinaan pegawai negeri. Mengenai lingkup yang meliputi pegawai

negeri, maka akan diuraikan hak dan kewajibannya, termasuk pegawai negeri

sipil dalam mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Hak pegawai negeri sipil tidak terlepas daripada hak warga negara yang

berhubungan dengan hak dasar warga negara dan prinsip kebebasan yang

universal meliputi bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik. Hak dasar

berhubungan dengan pengakuan hukum nasional yang melandasi hak-hak lain

yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Di Indonesia esensi

hak warga negara tersirat dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945, bahwa: “segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

1
Pada masa orde baru, hanya ada dua partai politik dan satu golongan

karya, Golkar tidak dianggap sebagai partai politik tetapi golongan kekaryaan.

Pegawai negeri sipil pada prinsipnya tidak diperbolehkan masuk partai politik,

tetapi dia diharuskan masuk anggota Golkar melalui wadah Korpri. Berahirnya

pemerintahan orde baru dan digantikan dengan orde reformasi, maka berbagai

bentuk ketimpangan khususnya di bidang hukum dan politik mulai ditata

kembali. Untuk melakukan penataan ini maka dalam ketetapan MPR

No.IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004.1

Setelah reformasi maka hak politik pegawai negeri sipil diatur dalam

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 atas perubahan Undang-Undang No. 8

Tahun 1974 tentang Undang-Undang Pokok-pokok Kepegawaian, dan peraturan

pemerintah No. 5 Tahun 1999 yang dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 12

Tahun 1999, yang telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004

tentang larangan Pegawai Negeri Sipil berpartai politik.

Dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 atas perubahan Undang-

Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Undang-Undang Pokok-pokok Kepegawaian

pada Pasal 3 ayat (3), dinyatakan bahwa: “Untuk menjamin netralitas pegawai

negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pegawai negeri sipil dilarang

menjadi anggota dan /atau pengurus partai politik”

1
Inong, Hak Konstitusional Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Pencalonan Sebagai Kepala
Daerah, Jurnal Ilmu Hukum, Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Tadulako, Vol. 2, No. 18,
2018, hlm. 31.

2
Mengenai larangan ini lebih dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah

No. 37 Tahun 2004 Tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil berpartai politik

Pasal 2, disebutkan bahwa :

1. Pegawai negeri sipil dilarang menjadi anggota dan /atau pengurus partai

politik

2. Pegawai negeri sipil yang menjadi anggota dan /atau pengurus partai politik

diberhentikan sebagai pegawai negari sipil.

Memperhatikan uraian tersebut, maka Undang-Undang No. 43 Tahun

1999 atas perubahan Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Undang-

Undang Pokok-pokok Kepegawaian dan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun

2004 Tentang larangan Pegawai Negeri Sipil berpartai politik, bertujuan

mengatur perpolitikan di Indonesia agar tidak terulang pada masa orde baru

dimana pegawai negeri sipil diharuskan menyalurkan aspirasinya melalui Golkar

sebagai golongan kekaryaan. Tetapi disamping itu sekaligus membatasi

sekelompok atau sebahagian hak asasi manusia di bidang politik, khususnya

pegawai negeri sipil.2

Menurut Rahman Hadi, dkk yang berasal dari pegawai negeri sipil,

beranggapan bahwa Pasal 123 Ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara, terjadi ketidakadilan dan pembatasan hak

warga negara dalam mendapatkan pekerjaan, yang bertentangan dengan Undang-

2
Ibid, Inong, Hak Konstitusional Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Pencalonan Sebagai Kepala
Daerah, hlm. 33.

3
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 38 Ayat (1)

bahwa; Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan,

berhak atas pekerjaan yang layak. Undang-undang tersebut tidak melanggar Hak

Asasi Manusia (HAM), karena negara telah memberikan pegawai negeri seperti

gaji/upah dan tunjangan lainnya, sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)

itu sendiri.

Profesionalitas sebagai kewajiban pegawai negeri sipil yang

implementasinya berhubungan dengan pertanggungjawaban jabatan. Menurut

Jimly Asshiddiqie, bahwa kebebasan setiap orang dibatasi oleh statusnya

sebagai warga negara, dan kebebasan setiap warga negara dibatasi pula oleh

jabatan kenegaraan.3

Dalam sistem hukum yang demokrasi diwarnai oleh pandangan

hidup/ideologi bangsa yang berbeda, namun substansinya adalah sama yaitu

menunjukkan adanya peran serta/partisipasi aktif rakyat di dalam

pemerintahan yang dilandasi persamaan hukum (equality of law) yang tidak

diskriminatif dan kemerdekaan/kebebasan.

Menurut Soewoto dalam Hartini, pengakuan kebebasan yang merupakan

hak dasar dalam negara hukum terutama adanya pengakuan kebebasan dalam

kehidupan kenegaraan dan kegiatan pemerintahan. Sebagaimana pada Pasal 28D

Ayat (3) yang menyatakan bahwa: Setiap warga negara berhak memperoleh

3
Abdi Yusran, Hak Politik Pegawai Negeri Sipil Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Di
Indonesia, Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (Uin) Alauddin Makassar,
2010.

4
kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Untuk mendapatkan kesempatan

dalam pemerintahan dimaksudkan semua lapisan masyarakat meskipun dengan

profesi yang berbeda, tujuannya untuk menjalankan prinsip kesamaan (equality).

Di dalam UUD 1945 ada 15 (lima belas) prinsip dasar hak asasi manusia,

Yakni:

1. Hak menentukan nasib sendiri (alinea pertama)

2. Hak akan warga Negara (Pasal 26)

3. Hak kesamaan di depan hukum (Pasal 27 ayat (1))

4. Hak untuk bekerja (Pasal 27 ayat (2))

5. Hak akan hidup layak (Pasal 27 ayat (2))

6. Hak berserikat (Pasal 28)

7. Hak untuk beragama (Pasal 29)

8. Hak mengatakan pendapat (Pasal 28)

9. Hak membela Negara (Pasal 30)

10. Hak untuk pendidikan (Pasal 31)

11. Hak kesejahteraan sosial (Pasal 33)

12. Hak jaminan sosial (Pasal 34)

13. Hak akan kebebasan dan kemandirian pengadilan (Pasal 24 dan 25)

14. Hak akan mempertahankan tradisi budaya (Pasal 32)

15. Hak mempertahankan bahasa daerah (Pasal 31).

Jika hal tersebut dikaji dalam hubungannya dengan hak asasi manusia

dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya mengenai kemerdekaan,

5
kebebasan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat baik lisan

maupun tulisan, maka akan menimbulkan pertanyaan bagaimana hak asasi

pegawai negeri sipil di bidang politik selaku warga Negara dalam kaitannya

dengan perlindungan hak asasi manusia secara demokratis.

Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut maka penulis menganggap

bahwa permasalahan ini sangat penting untuk dikaji, khususnya mengenai

kebebasan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat baik lisan

maupun tulisan. Dengan judul penelitian “Hak Politik Pegawai Negeri Sipil

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan

Umum Dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Atas Perubahan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Undang-Undang Pokok-

Pokok Kepegawaian”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hak politik pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilu di Indonesia?

2. Apakah pembatasan hak politik pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilu

bertentangan dengan konstitusi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui hak politik pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilu di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui pembatasan hak politik pegawai negeri sipil (PNS)

dalam pemilu bertentangan dengan konstitusi.

6
2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

kajian bagi kalangan hukum, dalam mengembangkan dan memperluas ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum, terkhususnya di bidang hukum tata

negara

b. Penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran serta memberikan motivasi

bagi rekan-rekan mahasiswa untuk menemukan hal-hal baru yang dapat

dijadikan suatu penelitian selanjutnya.

c. Sebagai bahan masukan terhadap aparat penegak hukum dalam hal

Menakar Konsistensi dan Relevansi Hak Politik Pegawai Negeri Sipil

Dalam Perspekif Hak Asasi Manusia dan Hukum Tata Negara Di

Indonesia.

D. Kerangka Teori

1. Teori Hak Asasi Manusia

Teori hak asasi manusia yang digunakan yakni teori hak asasi manusia

Manfred Nowak yang mennyatakan bahwa doktrin-doktrin hukum alam

menjadi awal keterkaitan dengan pemikiran-pemikiran tentang hak alam

(natural rights), sehingga perkembangan doktrin mengenai hukum alam ini

adalah karena kencenderungan untuk berfikir spekulatif serta persepsi

intelektual untuk menyadari adanya tragedy kehidupan manusia serta konflik-

konflik dalam kehidupan dunia ini. Menurut ajaran ini bahwa hukum berlaku

universal dan abadi yang bersumber kepada tuhan (irrasional) dan bersumber

7
dari akal (rasio) manusia. Manfred Nowak menyatakan bahwa sejarah tentang

hukum alam merupakan sejarah umat dalam usahanya untuk menemukan apa

yang dinamakan keadilan yang mutlak (absolute justice).4

Ide-ide Hak Asasi Manusia yang pada masa itu masih dipahami

sebagai hak-hak alam (Natural Rights) merupakan suatu kebutuhan dan

realitas sosial yang bersifat umum, kemudian mengalami berbagai perubahan

sejalan dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam keyakinan-

keyakinan dan praktek-praktek dalam masyarakat yang merupakan suatu

tahapan yang berkembang semenjak abad ke-13 hingga masa perdamaian

Westphalia (1648), dan selama masa kebangunan kembali (renaissance), serta

kemunduran feodalisme. Dalam periode ini tampak kegagalan dari para

penguasa untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum alam.

Pergeseran dari hukum alam sebagai kewajiban-kewajiban menjadi hak-hak

sedang dibuat.5

Manfred Nowak menjelaskan bahwa konsep hak asasi manusia yang

muncul dan berkembang di Eropa Barat sejak jaman pertengahan sebenarnya

tumbuh bersamaan dengan munculnya paham kebangsaan yang

mengilhaminya lahirnya negara-negara modern dan sekuler. Gagasan ini

dimunculkan sebagai alternative perombakan atas sistem politik dan

ketatanegaraan yang sentralistik, dimana kekuasaan negara terletak di tangan

4
Lili Rasjidi dan Ira Thania, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002. Hlm 53.
5
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. Hlm 71.

8
penguasa secara absolut. Absolutisme kekuasaan itu kemudian menimbulkan

konflik antara penguasa dan rakyatnya atau antara kekuasaan pemerintah dan

kebebasan warga negara.6

Manfred Nowak menyebutkan prinsip hak asasi manusia meliputi nilai

nilai Universal (universality), tak terbagi (indivisibility), saling begantung

(interdependent), dam saling terkait (interrelated).7 Selain itu ia juga

menambahkan prinsip lain yaitu kesetaraan (equality), dan non diskriminasi

(non-discrimination).8 Adapun prinsip lain yakni mengutamakan prinsip

martabat manusia (dignity) dan di Indonesia sendiri memberikan preseden

bahwa hak asasi manusia pun ada yang lebih penting yakni tanggung jawab

negara.9

Prinsip universal merupakan prinsip yang menegaskan bahwa semua

orang diseluruh belahan dunia manapun, tidak peduli apa agamanya, apa

warga negaranya apa bahasanya apa etnisnya, tanpa memandang identitas

politik dan antropologisnya, dan terlepas dari status disabilitas sama sebagai

manusia. Disini bisa dipastikan bahwa manusia diseluruh dunia mempunyai

6
Sobirin Malian dan Suparman Marzuki, Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia,
UII Press, Yogyakarta, 2002. Hlm 22.
7
Manfred Nowak, Introduction to The International Human Rights Regime, Martinus Nijhoff
Publisher, Leiden, 2003. Hlm 9.
8
Rhona K.M Smith, Textbook on International Human Rights, 2 nd edition, Oxford University
Press, Oxford New York, 2005. Hlm 1.
9
Lihat Pasal 28I ayat (4) jo Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.

9
hak yang sama sebagai entitas manusia itu sendiri. Siapa pun dimanapun

tempatnya dan sampai kapanpun hak sebagai manusia harus dipenuhi.10

Prinsip tidak terbagi dimaknai dengan semua hak asasi manusia adalah

sama-sama penting dan oleh karenanya tidak diperbolehkan mengeluarkan

hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari bagiannya. Prinsip tidak

terbagi (Indivisibility) dan Prinsip Universal (Universality) merupakan dua

prinsip suci yang paling penting (the most important sacred principle).

Keduanya menjadi slogan utama dalam lahirnya Deklarasi Umum Hak Asasi

Manusia dan perayaan ke lima puluh DUHAM yaitu “all human rights for

all”.11

Pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia adalah

bentuk tanggung jawab negara. Aktor utama yang dibebani tanggung jawab

untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia adalah

negara melalui aparatur pemerintahannya. Prinsip ini ditulis di seluruh

konvenan dan konvensi hak asasi manusia internasional maupun peraturan

domestik. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yang menyatakan bahwa “pemerintah wajib dan bertanggung jawab

menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia

yang diatur dalam undangundang ini, peraturan perundang-undangan lainnya

10
Pasal 5 Deklarasi Wina tentang Program Aksi menyatakan bahwa “all human rights are
universal, indivisible, interdependent, and interrelated (semua manusia adalah universal, tak terbagi,
saling bergantung dan saling terkait).
11
Eva Brems, Human Rights : Universality and Diversity, Martinus Nijhoff Publishers, London,
2001. Hlm 14.

10
dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara

Republik Indonesia.

2. Teori Perundang-Undangan

Konsep negara hukum tidak terlepas dari aturan-aturan hukum. Aturan

hukum terdiri dari prinsip-prinsip umum demokrasi, teks konstitusi, prinsip-

prinsip tidak tertulis dari konstitusi, undang-undang, yurisprudensi, serta

kebiasaan.12 Undang-Undang adalah hukum yang termuat dalam peraturan

perundang-undangan. Dan sebagai hukum ia merupakan gejala sosial yang

terdapat didalamnya masyarakat. Gagasan tentang asas hukum sebagai kaidah

penilaian fundamental didalam suatu sistem hukum kita temukan kembali dari

banyak teoritisi hukum. Paul Scholten misalnya menguraikan asas hukum

sebagai pikiran pikiran dasar ysng terdapat didalam dan dibelakang sistem

hukum masing-masing, dirumuskan didalam aturan-aturan perundang-

undangan dan keputusan-putusan hakim yang berkenaan dengannya

ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual yang dapat

dipandang sebagai penjabarannya.13

Sementara Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa asas hukum

merupakan jantungnya peraturan hukum. Karena menurut Satjipto, asas

hukum adalah landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.

Ini berarti, bahwa peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan pada
12
Gregory Tardi, “ The Democracy Manifesto”, Journal of Parliementary an Political Law,
Thomson Reuters Canada Limited, Edisi November 2014, hlm. 611 diakses melalui
https://1.next.westlaw.com/Document/tanggal pada 12 Januari 2023.
13
J.J H bruggink, Op.cit.

11
asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum layaak disebut

sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari

peraturan hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan

melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan

melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya.14

Unsur penting Peraturan Perundang-undangan adalah materi muatan

Peraturan Perundang-undangan, tolak ukurnya hanya dapat dikonsepkan

secara umum. Semakin tinggi kedudukan suatu Peraturan Perundang-

undangan, semakin abstrak dan mendasar materi muatannya. Begitu juga

sebaliknya semakin rendah kedudukan suatu peraturan perundang-undangan

semakin rinci dan semakin konkrit pula materi muatannya.15

E. Kerangka Konseptual

1. Konsistensi adalah tetap, tidak berubah-ubah, taat asas, atau ajek. Konsistensi

juga berarti selaras atau sesuai. Cambridge Dictonary mendefinisikan

konsistensi sebagai sifat yang selalu berperilaku atau terjadi dengan cara yang

serupa.16

2. Relevansi berasal dari kata relevan, yang mempunyai arti bersangkut paut, yang

ada hubungan, selaras dengan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

relevansi artinya hubungan.17

14
Satjipto Rahardjo , Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2014, hlm. 85.
15
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
16
https://kbbi.web.id/konsistensi, diakses, tanggal, 15 Januari 2023.
17
H. Naingolan, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Gunung Agung, Jakarta, 1983, hlm. 101.

12
3. Hak politik adalah hak yang dimiliki setiap orang yang diberikan hukum untuk

meraih, merebut kekuasaan, kedudukan dan kekayaan yang berguna bagi

dirinya. Penyaluran hak politik tersebut diantaranya diwujudkan melalui

pemilihan umum (Pemilu).

4. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara

Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN

secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan

pemerintahan.

5. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh

Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.18

6. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang

berasal dari kekusaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari

kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari

beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau

kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.19

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
19
Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hlm 78.

13
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum

normatif yang disebut juga dengan penelitian hukum doctrinal. Penelitian

hukum normatif adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan

hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau

larangan itu sesuai dengan prinsip hukum serta apakah tindakan (act) seseorang

sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai dengan aturan hukum) atau

prinsip hukum.20

2. Sumber Data

Pada penelitian normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang

dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 21 Data sekunder

adalah data yang diperoleh peneliti dari berbagai studi kepustakaan serta

peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur serta pendapat para ahli

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yang terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer

Yakni bahan-bahan ilmu hukum yang berhubungan erat dengan penelitian

yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 47.
21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 24.

14
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia;

3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu

yang dapat berupa rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil

karya ilmiah dari kalangan hukum, dan lainnya. Sumber data yang diperoleh

oleh penulis melalui studi kepustakaan sebagai pendukung bahan hukum

primer.

c. Bahan Hukum Tertier

Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kamus hukum, internet dan lain sebagainya.22

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian Hukum

Normatif adalah metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu

memanfaatkan perpustakaan sebagai sarana dalam mengumpulkan data,

dengan mempelajari buku-buku sebagai bahan referensi yang berhubungan

dengan penelitian ini, yang dilaksanakan di Perpustakaan.

4. Analisis Data

22
Burhan Ashsofa. Op cit, hlm. 103.

15
Melalui proses penelitian, diadakan analisis dan konstruksi yang telah

dikumpulkan dan diolah. Oleh karena itu, metodologi penelitian yang

diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 23

Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan adalah analisis kualitatif,

merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa

yang dinyatakan tertulis.24 yakni pemaparan kembali dengan kalimat yang

sistematis untuk dapat memberikan gambaran secara jelas atas permasalahan

yang ada pada akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif analitis.

Selanjutnya, penulis menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik

kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat

khusus.

G. Sistimatika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konseptual

F. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

23
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika. Jakarta, 2012, hlm.17.
24
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1983, hlm.32

16
A. Tinjauan Umum Tentang Hak Politik

B. Tinjauan Umum Tentang Pegawai Negeri Sipil

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Asasi Manusia

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hak politik pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilu di Indonesia.

B. Pembatasan hak politik pegawai negeri sipil (PNS) dalam pemilu.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

H. Jadwal Penelitian

17
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan atau 180 hari, dimulai bulan

Januari sampai selesai bulan Juni Tahun 2023. Rencana kegiatan penelitian

digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel I.1
Jadwal Penelitian

Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan


Uraian Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni
Penulisan Proposal √ √ √
Seminar Proposal √
Perbaikan Proposal √
Pengumpulan Data √
Pengelolahan Data √
Seminar Skripsi √
Perbaikan Skripsi √
Penyerahan Skripsi

Ke Fakultas

18
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aminuddin, Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia Group,


Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly, 2005, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Revisi,


Konstitusi Press, Jakarta.

________________, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers,


Jakarta.

________________, 2009, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indoensia Tahun 1945, Sinar Grafika, Jakarta.

________________, 2010, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara


Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta.

Brouwer, J.G. dan Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Ars
Aeguilibri, Nijmegen.

Huda, N, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

H. Naingolan, 1983, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Gunung Agung, Jakarta.

Indra, Mexsasai, 2011, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, Refika Aditama,
Bandung.

Indrohato, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, dalam Paulus


Efendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang baik, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Kamal, Hidjaz, 2010, Efektivitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem


Pemerintahan Daerah di Indonesia, Pustaka Refleksi. Makasar.

Larry, Diammond, 1999, Democracy in Developing Countrie, Latin Amerika.

Mahmud, Peter Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana, Jakarta.

Max, Boli Sabon, 2011, Hukum Otonomi Daerah, Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Meyer, T. , 2013, Peran Partai Politik dalam Sebuah Sistem Demokrasi:
Sembilan Tesis Friedrich, Ebert-Stiftung, Jakarta.

Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Philipus M. Hadjon, 2008, Pengantar Hukum Admistrasi Indonesia, Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Prajudi, Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2014, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Ridwan, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta.

Ronny, Tubagus Rahman Nitibaskara, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi


Daerah, Sketsa Bayang-Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan
Otonomi Daerah, Sinar Mulia, Jakarta.

Rozali, Abdullah, 2007, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala


Daerah Secara Langsung, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rusadi, Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Universitas Islam Indonesia,


Yogyakarta.

Setiardja, A Gunawan, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan


Masyarakat Indonesia, Kanisius, Jogjakarta.

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di


Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta.

Stout HD, de Betekenissen van de wet, dalam Irfan Fachruddin, 2004


Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni, Bandung.

Sumali, 2002, Reduksi Kekuasaan Eksekutif Dibidang Peraturan Pengganti


Undang-Undang (Perpu), UMM Press, Malang.
Suwoto, Mulyosudarmo, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden
Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan, Universitas Airlangga, Jakarta.

Winarno, 2008, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Bumi Aksara,


Jakarta.

B. Jurnal/Artikel/Kamus/Skripsi

Anglo, Romanov. “Law In Legal Subjective”, Jurnal Internasional, Cambridge


University, Vol 2, 5 Januari 2018.

Ateng, Syafrudin, 2000, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang


Bersih dan Bertanggungjawab”, Jurnal Ilmu Hukum, Universitas
Parahyangan, Edisi IV, Bandung.

Bhenyamin, Hoessein, 2002, ”Hubungan Penyelenggaraan Pemerintahan Pusat


dengan Pemerintahan Daerah”, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, No.1,
Vol.1, Juli.

E-jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 47 No.3, Juli 2018

Gregory, Tardi, “The Democracy Manifesto”, Journal of Parliementary an


Political Law, Thomson Reuters Canada Limited.

Magnar, Kuntana, 2006, Negara Hukum Yang Berkeadilan Suatu Kumpulan


Pemikiran Dalam Rangka Purnabakti Bagir Manan, Jurnal Ilmu
Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;

D. Website

https://kbbi.web.id/konsistensi

https://1.next.westlaw.com/Document/

Anda mungkin juga menyukai