Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS DAN EVIDENCE BASED PRACTICED

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA AN. A DENGAN RESPIRATORY FAILURE ET CAUSE SEVERE
SEPSIS + EMPYEMA SINISTRA ET CAUSE STREPTOCOCCUS
PNEUMONIA DAN BRONKOPNEUMONIAE
DI RUANG PICU RSHS

I. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk IGD RSHS : 21 November 2012
Tanggal Masuk PICU RSHS : 27 November 2012 pukul 10.30 WIB
Tanggal Pengkajian : 05 Desember 2012 pukul 08.00 WIB
A. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cibon
Dg. Medis saat masuk: Efusi Parapneumonia ec staphylococcus aureus
+ bronkopneumonia + anemia defisiensi Fe +
malnutrisi sedang
No. Register : 1xxx
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jl. Cibon
Hubungan : Ayah dari klien
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama Sekarang
Klien terlihat sesak napas dan ada secret di ETT serta mulut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien tampak sesak napas yang
semakin lama semakin bertambah sesak. Sesak napas tidak disertai
dengan mengi dan ngorok. Tidak ada bengkak pada kelopak mata
dan tungkai serta kebiruan pada ujung jari atau sekitar mulut.
Keluhan sesak napasnya didahului oleh panas badan yang mendadak
tinggi. Keluhan disertai dengan batuk pilek sejak 7 hari sebelum
masuk rumah sakit. Tidak disertai dengan muntah, kejang atau
penurunan kesadaran. Karena keluhannya tersebut akhirnya klien
dibawa ke klinik 24 jam untuk foto rontgen dan dirujuk ke RSHS. Di
IGD klien didiagnosa Efusi Parapneumonia ec staphylococcus
aureus + anemia defisiensi Fe+bronkopneumonia+malnutrisi sedang.
Klien dipindah di PICU tanggal 27 November 2012 pukul 10.30
WIB dengan diagnosa medis respiratory failure et cause severe
sepsis + empyema sinistra et cause streptococcus pneumonia dan
bronkopneumoniae. Saat pengkajian kondisi klien masih lemas
dengan tingkat kesadaran GCS E4M6VETT. Klien terpasang
ventilator dengan ETT, mode pressure control dengan IPL 20
cmH2O dan PEEP 5 cmH2O. perbandingan I:E rationya 1:1.9, dan
FiO2 nya 70%.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit seperti ini. Tidak
ada riwayat tersedak, riwayat kontak dengan penderita yang batuk
atau berdarah. Klien juga tidak pernah ada riwayat batuk dan panas
badan > 2 minggu. Klien sering kontak dengan perokok aktif yaitu
ayah dan pamannya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti
klien. Keluarga klien juga tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit TBC, pneumonia atau penyakit pernapasan yang lainnya.
5. Riwayat Imunisasi dan ASI
Klien sudah imunisai lengkap DPT, Polio, Hepatitis B, Morbili,
termasuk BCG dan BCG scar. Klien umur 0-6 bulan mendapatkan
ASI dan susu formula (SF), 6-9 bulan ASI, SF dan bubur susu, 9-12
bulan ASI, SF dan bubur nasi, 12 bulan sampai sekarang menu
keluarga.

C. Riwayat Sosial
Klien tinggal bersama dengan 4 orang aggota keluarga dalam satu
rumah. Kebiasaan ayahnya dan pamannya yaitu selalu merokok aktif
didalam rumah. Kondisi rumah berdasarkan keterangan dari Ibu klien
bahwa rumahnya ventilasi dan tempat masuknya cahaya cukup baik.

D. Pengkajian Primer
1. Airway
Terdengar suara gargling, ada secret di ETT dan mulut klien, peak
airway pressure ventilator naik.
2. Breathing
RR klien 43x/mnt, terlihat sesak napas, pengembangan dada simetris
kanan dan kiri, ada retraksi supra sterna dan intercosta, tidak ada
penggunaan otot bantu napas dan napas cuping hidung (-).
Terpasang ventilator dengan ETT. Mode pressure control, IPL 20
cmH20, PEEP 5 cmH20, I:E ratio 1:1.9, dan FiO2 70%.
3. Circulation
TD 102/79 mmHg, MAP 86,67 mmHg, dan HR 170x/menit dan
SpO2 92%. Konjungtiva tidak anemis, kulit tidak pucat, akral hangat
dan CRT < 2 detik. Gambaran EKG monitor menunjukkan sinus
takhikardia.
4. Disability
GCS klien E4M6VETT. Pupil isokor (kanan dan kiri 2 mm), reflek
cahaya kanan dan kiri: +/+, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah
5 5/5 5
5. Exposure
Suhu pasien 38ºC. Lengan kiri klien ada memar, di sekitar anus klien
ada luka lecet kemerahan dan terpasang CTT di dada kiri. Di bibir
bawah kanan klien ada sedikit luka lecet tapi sudah kering

E. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
TD: 102/79 mmHg, MAP 86,67 mmHg, HR 170x/menit, RR
43x/menit, EKG monitor sinus takhikardia dan SpO2 92%.
b. Kepala
Kepala bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut
hitam, tidak ada oedem
c. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis, kedua pupil isokor kanan dan kiri 2 mm, dan
reflek cahaya +/+.
d. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada
serumen
e. Hidung
Terpasang NGT di lubang hidung kiri, tidak ada sekret di
hidung, dan tidak ada napas cuping hidung
f. Mulut
Mulut kotor, ada luka lecet di bibir kanan bawah tetapi sudah
kering. Terpasang ETT. Terlihat ada muntahan klien
g. Leher
Arteri karotis teraba kuat
h. Thorax
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tak nampak
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V LMCS
Perkusi: pekak
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II normal dan tidak ada suara
tambahan jantung

Pulmonal
Inspeksi: Pengembangan dada kanan dan kiri simetris, ada
retraksi supra sterna dan intercosta, tidak ada penggunaan
otot bantu napas, RR 43 x/menit
Palpasi: vocal fremitus belum terkaji
Perkusi: sonor dan semakin ke lobus bawah meredup
Auskultasi: suara napas normal vesikuler, ronkhi (+) di paru
kanan dan kiri, wheezing (-)
i. Abdomen
Inspeksi: Datar
Auskultasi: BU(+)Normal
Perkusi: Timpani
Palpasi: Lembek tidak distensi
j. Ekstremitas
Akral ekstremitas atas dan bawah hangat, arteri radialis teraba
kuat dan regular, tidak ada edema pada ekstremitas atas dan
bawah. Kekuatan otot ekstremitas 5 5 / 5 5. Ada memar di
ekstremitas atas kiri dan terpasang IV line di ekstremitas bawah
kanan
2. Pola Eliminasi
a. Eliminasi Urin
BAK klien lancar dengan urin kateter, klien BAK jam 13.00
WIB sebanyak 120 cc (BB 9 kg) dengan warna kuning jernih,
hematuri (-), dan pekat (-)
b. Eliminasi Fekal
BAB klien lancar dengan konsistensi lembek.

3. Status Nutrisi
Antopometri
BB 9 kg, TB 89 cm
WAZ = Nilai riil – nilai median = 9-11,9 = - 2,42 (BB rendah)
SD lower 1,2
HAZ = Nilai riil – nilai median = 89-86,5 = 0,75 (TB normal)
SD Upper 3,3
WHZ = Nilai riil – nilai median = 9-12,7 = - 3,36
SD lower 1,1 (BB sangat rendah)
Biochemical
Tidak ada pemeriksaan
Clinical
Klien terlihat lemas, terpasang NGT, muntah, turgor kulit baik,
konjungtiva tidak anemis dan mukosa lembab
Diet
Klien mendapatkan diet cair SF 100 cc per 3 jam, tidak ada
residu
Kebutuhan kalori klien:
Untuk umur 1-7 tahun (75-90 kkal/kgBB/hari) sehingga pada
An. A = 90 x 9 = 810 kkal/hari
Karbohidrat: 45% x total kalori = 45% x 810 = 364,5 kkal/hari
( 1 gram=3,4 kkaljadi kebutuhan KH = 107,2 gram/hari)
Protein = 2,5 g/kgBB/hari = 2,5 x 9 = 22,5 gr/hari
Lemak = 15% x total kalori = 15% x 810 = 121,5 kkal/hari = 13,5
gr/hari
Mineral dan elektrolit:
Na = 2-4 Meq/kg/hari = 18-32 Meq/L /hari
K = 2-3 Meq/kg/hari = 18-27 Meq/L /hari
Cl = 2-3 Meq/kg/hari = 18-27 Meq/L /hari

Kalori yang didapat klien berasal dari SF dan Cairan D5% (Cairan
infuse D5%+1/4 NS) dengan rincian sebagai berikut:
a. 1 cc = 1 kkal  SF (8x100 cc) = 8 x 100 kkal = 800 kkal/hari
b. Perbandingan D5% dengan NS dalam larutan D5%1/4 NS
adalah 1:4, sedangkan 100 cc D5% mengandung 5 gram kalori
(1 gram = 3,4 kkal). Klien mendapatkan cairan D5%1/4NS
sebanyak 4 cc/jam. Sehingga dalam satu hari mendapatkan 96
cc/hari. Oleh karena itu klien mendapatkan kalori dari D5%
sebanyak = (1/5 x 96 cc = 19,2dibulatkan menjadi 20 cc,
padahal 100 cc D5% mengandung 5 gram, sehingga 20 cc nya
klien mendapatkan 1 gram atau 3,4 kkal)
Total kalori yang didapatkan klien= 800+3,4 = 803,4 kkal

4. Status Cairan
BB 9 kg jadi kebutuhan cairan klien adalah 100 cc/kgBB/hari = 100
cc x 9 = 900 ml/hari. Rinciannya sebagai berikut: SF (8x100 cc =
800 cc) dan N4 sebanyak 96 cc/hari, jadi total cairan yang didapat
klien adalah 896 cc
Status cairan klien baik dan tidak menunjukkan adanya kelebihan
ataupun kekurangan cairan yang significant: turgor kulit elastis baik,
kulit tidak kering, tidak ada edema, mulut kotor dan sedikit kering.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Satuan 5/12/12
Nilai
Na 136 - 145 Meq/ L 134
K 3.6 - 5.5 Meql/ L 4.6
Cl 98 - 108 Meq/ L 98
Analisa gas darah
pH 7,35 - 7,45 7.445
pCO2 35 - 45 mmHg 37.9
pO2 83 - 103 mmHg 63.7 (L)
HCO3 22 - 26 Mmol/L 26
SaO2 > 95 91.8%
FiO2 70%

Nilai Lab tanggal 3 Desember 2012


Darah rutin
Hb : 12,8 g/dl (11,5-13,5)
Ht : 37% (34-40)
Leukosit: 11 ribu/mmk (5 rb-14,5)
Trombosit: 161 rb/mmk (150-450)
Eritrosit: 4,8 juta/ui (3,96-5,32)
Kimia Klinik
Ureum : 15 mg/dl (15-50)
Kreatinin: 0,24 mg/dl ( 0,24-0,41)
Na : 133 mEq/L (135-145)
K : 4,6 mEq/L (3,6-5,5)
Cl : 92 mg/dl (98-108)
AST (SGOT): 124 U/L (<35)
ALT (SGPT): 40 U/L (<35)
Hitung Jenis
Leukosit basofil 0 (o-1) /mmk
Eosinofil 0 (1-6)/ mmk
Batang 2 (3-5)/ mmk
Segmen 74 (40-70)/ mmk
Limfosit 20 (30-45)/ mmk
Monosit 4 (2-10)/ mmk

Hasil ANC = (sel batang + sel segmen) x leukosit: 1000


= (2 + 74) x 11 / 1000
= 836 neutrofil/ 1000 mmk (Neutropenia Berat)

b. Foto Thorax
Tanggal 29/11/2012
Kesan: Efusi pleura kanan, pneumothorax kiri,
bronkopneumonia kanan dan tak tampak kardiomegali
Tanggal 30/11/2012
Kesan: Tidak jelas adanya pneumothorax, efusi pleura bilateral,
dan kardiomegali

c. Mikrobiologi
Tanggal 22/11/2012
Sampel: Cairan pleura
Ditemukan adanya streptococcus pneumoniae

F. Diagnosa Medis Sekarang


Respiratory failure et cause severe sepsis + empyema sinistra et cause
streptococcus pneumonia dan bronkopneumoniae

G. Penatalaksanaan Terapi
1. Ventilator mode pressure control, IPL 20 cmH20, PEEP 5 cmH20,
I:E ratio 1:1.9, FiO2 70%
2. Cairan D5% ¼ NS
3. Diet nutrisinya SF 8 x 100 cc
4. Ceftriaxone 1x450 mg IV
5. Metronidazole 3x75 mg IV
6. Zinc tab 1x20 mg PS
7. Kcl pulv 3x225 mg PS
8. Tamuliv 90 mg tiap 8 jam
II. ANALISA DATA
Nama : An. A Ruang : PICU RSHS
No Reg : 12036149
TGL/
NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
JAM
1 5/12/12 DS: - Terpapar mikroorganisme (MO) Bersihan jalan
pathogen  merangsang respon
08.00 DO: napas tidak
inflammatory  sistem pertahanan
- Klien terpasang ETT tubuh gagal melawan MO  invasi ke efektif
sistemik  masuk alveoli  Eksudat
- Terdengar suara gargling
dan serous masuk alveoli melalui
- Nampak ada sekret di ETT dan mulut, ada sisa pembuluh darah  Lekosit PMN
mengisi alveoli  PMN meningkat 
muntah di mulut
mucus mengental  kemampuan
- HR 170 x/menit dan RR 43x/menit mukosiliaris mengeluarkan mucus
berkurang
- Terdengar suara ronkhi di lobus kanan atas dan
kiri atas Bersihan jalan napas tidak efektif
- SpO2 92%
Respiratory failure  terpasang ETT 
- Terjadi peningkatan peak airway pressure merangsang aktivasi sel goblet 
produksi mucus berlebih dan fungsi
silia turun  akumulasi mucus di jalan
napas

2 5/12/12 DS: - Terpapar mikroorganisme (MO) Ketidakefektifan


pathogen  merangsang respon pola napas
inflammatory  sistem pertahanan
08.05 DO:
tubuh gagal melawan MO  invasi ke
- RR 43 x/menit sistemik  masuk alveoli subpleura 
Eksudat dan serous masuk alveoli
- Terlihat ada retraksi supra sternal dan retraksi
melalui pembuluh darah  Lekosit
intercosta PMN mengisi endotel alveoli  PMN
meningkat  konsolidasi jaringan paru
- Terpasang ventilator via ETT dengan pressure
 menyebabkan kerusakan alveoli,
control, IPL 20 cmH20, PEEP 5 cmH20, I:E subpleura dan pembuluh darah pleura
 peningkatan permeabilitas membrane
ratio 1:1.9, dan FiO2 70%.
kapiler  cairan mengalir dari
- Hasil foto thorax tgl 30/11/12 menunjukkan interstisium malalui mesotelium ke
dalam rongga pleura  akumulasi
adanya efusi pleura bilateral
cairan di pleura  penurunan
- Terpasang CTT produksi minimal, undulasi (+) compliance paru  pola napas tidak
efektif
dan buble (+)
3 5/12/12 DS: - Terpapar mikroorganisme (MO) Perubahan
pathogen  merangsang respon
08.10 DO: nutrisi kurang
inflammatory  sistem pertahanan
- Pengkajian ABCD nutrisi: tubuh gagal melawan MO  invasi ke dari kebutuhan
sistemik  proses infeksi
Antopometri: WAZ (BB rendah), HAZ (TB tubuh
normal), WHZ (BB sangat rendah) Peningkatan invasi ke saluran
Metabolism tubuh pencernaan
Biochemical: -
Clinical: Muntah, terpasang NGT Peningkatan malabsorspsi
Diit: Cair SF 8x100 cc kebutuhan energy nutrisi

Perubahan nutrisi kurang dari keb.


tbuh
4 5/12/12 DS: - Pasien kondisi kritis Resiko tinggi
08.10 DO: infeksi
Pemasangan terintubasi
- Suhu klien 38ºC prosedur invasive nosokomial
(cateter urine, IV line,
- Klien terpasang IV line, NGT, urin cateter dan
CTT)
ETT akumulasi sekret
luka post CTT
- Klien terpasang CTT di dada sebelah kiri
Kemampuan
- Terdapat luka lecet kemerahan disekitar anus port de entry mukosiliaris+imun
mikroorganisme turun
klien
pathogen
- Mulut kotor kolonisasi bakteri
invasi bakteri

invasi ke alveoli

resiko tinggi infeksi nosokomial

bakteri saluran pencernaan

klien muntahresiko aspirasi


PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret di jalan napas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakoptimalan pengembangan paru
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan malabsorbsi pada klien
4. Resiko tinggi infeksi nosokomial berhubungan dengan resiko terpapar oleh mikroorganisme pathogen karena adanya port de
entry mikroorganisme dan penurunan sistem imun karena kondisi penyakitnya
III. RENCANA KEPERAWATAN
Nama : An. A Ruang : PICU RSHS
No Reg : 12036149
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL TTD
KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Lakukan suctioning 1. Suctioning (pengisapan lender) Amrih
napas tidak efektif tindakan keperawatan dengan tepat maksimal bertujuan untuk menghisap
berhubungan selama 2x24 jam durasi 10-15 detik setiap akumulasi lender yang ada
dengan adanya diharapkan terjadi pengisapan (sebelumnya dijalan napas supaya airway
akumulasi sekret di perbaikan keefektifan FiO2 dinaikkan menjadi lancar terbebas dari sekret
jalan napas bersihan jalan napas 100%) dengan FiO2 100% dan durasi
klien dengan kriteria 10-15 detik untuk mencegah
hasil: hipoksia
1. Sekret berkurang 2. Lakukan mobilisasi 2. Supaya secret bisa dengan
2. Suara gargling dan miring kanan dan kiri mudah keluar karena pengaruh
ronkhi berkurang setiap 3 jam gravitasi
3. Frekuensi napas 3. Kolaborasi pemeriksaan 3. Untuk mengevaluasi apakah
dalam rentang pemantauan analisa gas terjadi hipoksemia atau tidak
normal (20-40 darah
x/menit) 4. Kolaborasi untuk 4. Tindakan inhalasi ini juga
diusulkan pemberian bertujuan untuk memperlancar
nebulizer pernapasan dengan
mengencerkan secret/mucus
5. Pantau kepatenan posisi 5. Posisi ETT yang berubah atau
ETT tertekuk bisa menyebabkan
ketidakpatenan airway
6. Pantau karakteristik 6. Untuk menentukan keefektifan
pernapasan klien terapi apakah airway sudah
(frekuensi, SaO2 dan bersih atau masih inefektif
usaha napas) serta
auskultasi adanya suara
napas tambahan
7. Pertahankan suhu cairan 7. Cairan humidifier ventilator
humidifier ventilator tetap yang hangat dapat memberikan
hangat kelembaban pernapasan
sehingga mengencerkan mucus
8. Bersihkan mulut klien dari 8. Mencegah terjadinya aspirasi ke
sisa muntahan paru
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan 1. Periksa ETT, sirkuit dan 1. Jika sirkuit atau selang Amrih
efektif tindakan keperawatan semua selang ventilator ventilator tertekuk bisa
berhubungan selama 6x24 jam secara berkala apakah ada menghambat aliran udara yang
dengan diharapkan terjadi yang terlipat/tertekuk diberikan ventilator ke klien
ketidakoptimalan perbaikan keefektifan
pengembangan pola napas klien dengan 2. Posisikan klien head of 2. Memaksimalkan ekspansi paru
paru kriteria hasil: bed semi fowler 30º
1. Klien tidak terlihat 3. Pantau pengaturan 3. Pengaturan ventilator yang
sesak napas ventilator dan lakukan kurang tepat bisa merugikan
2. RR dalam rentang kolaborasi jika pengaturan pasien seperti pengaturan PEEP
normal ventilator kurang sesuai dan pressure yang terlalu besar
(20-40x/menit) bisa menyebabkan barotrauma
3. Tidak menunjukkan 4. Pantau kesesuaian 4. Untuk mengetahui atau sebagai
usaha napas karakteristik pernapasan evaluasi apakah ventilator yang
berlebihan klien dengan pengaturan sudah diatur dapat mensupport
4. Retraksi ventilator klien untuk bernapas adekuat
suprasternal dan 5. Pantau SaO2 klien 5. Untuk melihat keefektifan usaha
intercosta berkurang napas klien dan pengaturan
atau hilang ventilator
5. Klien mampu napas 6. Pantau karakteristik 6. Kesimetrisan pergerakan dada
dengan mode pernapasan klien, gerakan kanan dan kiri menunjukkan
ventilator CPAP kesimetrisan dada kanan kemampuan pengembangan
dengan PEEP 3-4 dan kiri serta suara napas paru kanan dan kiri sama, suara
dan FiO2 (< 50 %) klien napas normal yang sama antara
atau tanpa ventilator kanan dan kiri menunjukkan
6. Hasil foto thorax distribusi udara yang sama dan
menunjukkan adanya suara tambahan seperti
perbaikan dari ronkhi menunjukkan adanya
sebelumnya akumulasi cairan atau secret.
7. Kolaborasi pemeriksaan 7. Untuk mengevaluasi apakah
rontgen thorax jika sudah ada perbaikan dari
diperlukan kondisi intrapulmonary atau
belum
3 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Pantau adanya residu 1. Adanya residu pada NGT
kurang dari tindakan keperawatan NGT sebelum menunjukkan bahwa nutrisi
kebutuhan tubuh 6x24 jam diharapkan memberikan SF via NGT belum diserap oleh lambung
berhubungan terjadi perbaikan status 2. Berikan nutrisi cair via 2. Untuk memenuhi kebutuhan
dengan nutrisi klien dengan NGT tiap 8 jam nutrisi pada klien
peningkatan kriteria hasil: 3. Observasi intake dan 3. Muntah yang berlebihan pada
metabolisme dan 1. NGT tetap tidak output nutrisi termasuk klien menunjukkan bahwa ada
malabsorbsi pada menunjukkan terjadinya muntah ketidakadekuatan terkait sistem
klien adanya residu yang pencernaan sehingga bisa
keruh digunakan sebagai bahan
2. Intake adekuat via evaluasi untuk terapi lanjutan
NGT 4. Pantau tanda-tanda klinis 4. Anemis, turgor kulit tidak
3. Klien tidak muntah klien terkait status nutrisi elastic, pucat merupakan tanda-
tanda klinis kearah perubahan
status penurunan nutrisi klien
5. Timbang berat badan jika 5. Untuk mengetahui perbaikan
memungkinkan nutrisi klien
4 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Gunakan APD saat 1. APD dapat mencegah transmisi Amrih
infeksi nosokomial tindakan keperawatan melakukan tindakan pada atau perpindahan kuman
berhubungan selama 6x24 jam klien mikroorganisme dari perawat
dengan resiko diharapkan tidak terjadi ke klien atau sebaliknya
terpapar oleh infeksi nosokomial 2. Lakukan perawatan luka 2. Perawatan luka dengan
mikroorganisme pada klien dengan post CTT dengan aseptik mengganti balutan luka dapat
pathogen karena kriteria hasil: dan prinsip steril meminimalisir terjadinya infeksi
adanya port de 1. Vital sign stabil karena perkembangbiakan
entry termasuk suhu mikroorganisme
mikroorganisme dalam batas normal 3. Lakukan oral hygiene 3. Untuk mengurangi
dan penurunan tidak febris setiap pagi atau jika perlu mikroorganisme pada gigi dan
sistem imun karena 2. Hasil pemeriksaan setiap 8 jam mulut dikarenakan klien tidak
kondisi lab leukosit, Hb dan mampu membersihkan sendiri
penyakitnya eritrosit dalam batas untuk mencegah VAP.
normal 4. Jaga kondisi lingkungan 4. Untuk mencegah transmisi
3. Tidak ada tanda- sekitar tetap steril kuman mikroorganisme dari
tanda infeksi yang luar masuk dikamar klien
lain seperti berikut: 5. Kolaborasi lakukan 5. Kadar leukosit yang tinggi
keluar nanah pada pemeriksaan lab leukosit, dengan disertai suhu yang tinggi
luka, ada skret Hb, eritrosit, bulyon kultur sudah bisa mengarah terjadinya
purulen, dan nyeri dan resistensi jika infeksi. Bulyon kultur untuk
berat (klien gelisah diperlukan, serta foto mengetahui adanya resistensi
berat) thorax terhadap obat sedangkan foto
thorax dilakukan untuk evaluasi
apakah terdapat bercak
pneumonia pada paru atau tidak
6. Memberikan kompres air 6. Untuk menurunkan suhu pada
hangat pada klien saat klien
hipertermia
7. Mengganti NGT, kateter 7. Untuk mencegah terjadinya
dan IV line yang sudah infeksi akibat penggunaan
terpasang lama jika lokasi invasive yang lama
memungkinkan
8. Kolaborasi pemberian 8. Ceftriaxon dan metronidazole
obat ceftriaxon 1x450 mg merupakan obat antibiotic
IV, metronidazole 3x75 dimana metronidazole untuk
mg IV, zinc tab 1x20 mg bakteri anaerob sedangkan
PS, Myco-Z Ointment ceftriaxon sensitive terhadap
nystatin salep, ikamycetin bakteri aerob. Zinc tab selain
chloramphenicol salep digunakan untuk pengobatan
diare juga bisa untuk
meningkatkan imunitas tubuh.
Myco-z salep digunakan untuk
pengobatan infeksi yang
diakibatkan oleh jamur.
Ikamycetin chloramphenikol
salep untuk mencegah infeksi
kulit karena bakteri gram positif
maupun negativ
9. Lakukan mobilisasi pada 9. Untuk membantu mengeluarkan
klien tiap 3 jam secret yang tertahan untuk
mencegah terjadinya VAP
10. Pantau karakteristik luka 10. Kondisi luka yang menunjukkan
yang ada pada klien dan adanya kemerahan, pus, oedem,
tanda-tanda vital klien dan diikuti dengan perubahan
tanda-tanda vital atau
hemodinamik yang tidak stabil
menunjukkan kemungkian
terjadinya proses infeksi
IV. IMPLEMENTASI
Nama : An. A Ruang : PICU RSHS
No Reg : 12036149
TGL/ NO.
IMPLEMENTASI EVALUASI RESPON TTD
JAM DX
5/11/12 Amrih
08.15 1 - Melakukan suctioning pada ETT dan S: -
mulut klien O: Sekret ETT (+), secret di mulut (+), RR 45 x/menit
08.30 4 - Melakukan oral hygiene S: -
- Melakukan ganti balut CTT, O:
mengobservasi kondisi lukanya dan - Mulut bebas dari secret
mengoleskan salep ikamycetin - Luka pada CTT kondisinya baik, tidak ada pus, dan
chloramphenikol tidak bengkak
- Mengganti selang NGT dan lokasi - Luka disekitar anus kemerahan, tidak ada pus
pemasangan NGT - Selang NGT diganti (+), lokasi lubang hidung
- Mengganti lokasi IV line kanan
- Mengganti kateter urine - Selang katater urin dan urine bag diganti (+) dan IV
- Mengobservasi karakteristik luka di line diganti (+)
daerah sekitar anus dan mengoleskan
salep myco-Z ointment nystatin
09.00 4 - Mengobesrvasi vital sign klien S:-
O: TD 90/60 mmHg, MAP 70 mmHg, HR 175 x/menit,
suhu 38ºC
09.15 4 - Memberikan kompres hangat di dahi S: -
klien dan kolaborasi memberikan O: Kompres dahi (+), suhu jam 10.00 turun menjadi 37,6ºC
tamuliv IV (syringe pump) 90 mg
09.45 1,2 - Memantau karakteristik pernapasan S: -
klien, SpO2 dan settingan ventilator O: RR 35 x/menit, retraksi dada (+), napas cuping hidung
- Memantau selang ETT dan sirkuit (-), pergerakan dada simteris kanan dan kiri, masih ada
ventilator aman bebas dari tertekuk bunyi ronkhi di paru kanan dan kiri, SpO2 98%, ventilator
- Mempertahankan posisi klien head of via ETT mode pressure control, IPL 20 cmH20, PEEP 5
bed 30º cmH20, I:E ratio 1:1.9 dan FiO2 98%. Selang ETT dan
sirkuit ventilator aman. Posisi head of bed (+)
10.00 3 - Memberikan diet cair SF 100 cc via S: -
NGT O: residu (-), SF masuk 100 cc via NGT, pukul 10.45 klien
muntah
10.45 1 - Membersihkan mulut klien dari sisa S: -
muntahan dan dilakukan suction di O: Sisa muntahan bersih
mulut klien
11.00 1,4 - Melakukan mobilisasi miring kanan S: -
O: Sisa muntahan mengalir keluar dari mulut sebelah
kanan
4 - Kolaborasi memberikan metronidazole S: -
75 mg IV via syringe pump O: Obat masuk (+), alregi (-), vital sign TD 96/60 mmHg,
RR 43x/menit, HR 166 x/menit dan suhu 37,2ºC
13.00 3 - Memberikan nutrisi cair via NGT SF S: -
100 cc O: residu (-), muntah (-), SF masuk via NGT 100 cc
6/12/12
08.00 1,2 - Memantau karakteristik pernapasan S: -
klien, adanya akumulasi secret, bunyi O: RR klien 39 x/menit, ada suara gargling, nampak secret
napas tambahan, SpO2 dan settingan di ETT, peak airway pressure meningkat, retraksi dada (+),
ventilator pergerakan dada simetris kanan dan kiri, posisi ETT dan
- Memantau selang ETT dan sirkuit sirkuit ventilator aman bebas dari tertekuk. Mode ventilator
ventilator aman bebas dari tertekuk pressure control dengan IPL 20 cmH20, PEEP 5 cmH2O,
- Mempertahankan posisi klien head of I:E ratio 1:1.9 dan FiO2 70%
bed 30º
1 - Melakukan suctioning via ETT dan S: -
mulut O: Sekret (+) di ETT dan sedikit di mulut
4 - Melakukan oral hygiene S: -
- Melakukan ganti balut CTT dan O: Mulut bersih setelah di oral hygiene. Kondisi luka post
memberikan obat salep ikamycetin CTT baik, tidak ada kemerahan, tidak ada pus, dan tidak
chloramphenikol bengkak. Kondisi luka lecet
- Memberikan salep myco-z ointment
nystatin disekitar anus klien
09.00 4 - Mengobservasi keadaan umum dan S: -
vital sign klien O: Keadaan umum nampak sakit berat dengan GCS
E3M6VETT. TD 113/75 mmHg, MAP 94 mmHg, HR 172
x/menit, SpO2 87% dan suhu 36ºCsehingga tamuliv
tidak diberikan
09.15 2 - Kolaborasi menaikkan IPL klien S: -
1 - Kolaborasi pengambilan sampel darah O: GCS E3M6VETT, sampel darah (+), hasil pemeriksaan
arteri untuk pemeriksaan AGD dan Na, AGD dan kimia klinik (-). IPL dinaikkan menjadi 22
K serta clor cmH2O
10.00 3 - Memberikan nutrisi cair SF 100 cc via S: -
NGT O: Residu (+) sebanyak 50 cc keruh, SF pemberiannya
ditunda, klien dipuasakan dan cairan IV dinaikkan menjadi
38 cc/jam
12.00 1 - Melakukan mobilisasi lateral dari S: -
sebelumnya miring kanan dan O: TD 121/64 mmHg, MAP 101 mmHg, HR 173 x/menit,
memantau vital sign klien RR 37 x/menit, masih ada retraksi dada, SpO2 90%
13.00 2 - Kolaborasi melakukan pemeriksaan S: -
foto thorax O: Foto thorax (+), hasilnya: efusi pleura bilateral belum
jelas adanya perbaikan
V. CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : An. A Ruang : PICU RSHS
No Reg : 12036149
NO
TGL/JAM EVALUASI TTD
DX
5/12/12 Amrih
14.00 1 S: -
O:
- Sekret masih terkadang ada di ETT dan mulut
- Klien masih terkadang muntah
- Suara gargling berkurang
- Suara ronkhi masih ada di paru kanan dan kiri
- RR 51 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat jaga sore untuk tetap memantau
bersihan jalan napas dan dipastikan jalan napas clear. Jika perlu kolaborasikan dengan dokter untuk
pemberian nebulizer
2 S: -
O:
- Klien masih terlihat sesak napas dengan RR 51 x/menit
- Retraksi dada (+)
- SpO2 95% dengan pemakaian ventilator via ETT mode pressure control, IPL 20 cmH20, PEEP 5
cmH20, I:E ratio 1:1.9, dan FiO2 70%
- Hasil AGD PH 7.445, PCO2 37.9 mmHg, PO2 63,7 mmHg, HCO3 26 Mmol/L dengan suhu
37.8ºC dan FiO2 70%
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelagasian pada perawat sore untuk tetap memantau karakteristik
pernapasan klien dan setting ventilatornya. Kolaborasikan untu pemeriksaan foto thorax keesokan
harinya

3 S: -
O:
- Diet cair SF 100 cc via NGT, residu (-)
- Klien masih muntah
- Turgor kulit baik
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat sore untuk tetap memantau muntahan
klien karena bisa menyebabkan aspirasi serta perhatikan adanya residu saat akan memberikan SF via
NGT

4 S: -
O:
- Kondisi luka CTT baik, tidak ada pus, tidak bengkak
- Kondisi luka lecet di sekitar anus kemerahan, dan tidak ada pus
- Tidak ada bengkak dan kemerahan disekitar IV line dan kateter urine
- Vital sign TD 102/63 mmHg, MAP 74 mmHg, HR 173 x/menit, RR 51 x/menit dan suhu 36,5ºC
A: Klien tidak ada tanda-tanda infeksi tapi tetap masih beresiko infeksi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat sore untuk tetap memperhatikan prinsip
aseptic dan steril dalam memberikan perawatan pada klien
6/12/2012
14.00 1 S: -
O:
- Kondisi umum klien nampak menurun dengan GCS E3M6VETT
- Sekret masih ada di ETT dan mulut
- Klien masih terkadang muntah sehingga ada sisa muntahan di mulut
- Suara gargling berkurang
- Suara ronkhi masih ada di paru kanan dan kiri
- RR 31 x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat jaga sore untuk tetap memantau
bersihan jalan napas dan dipastikan jalan napas clear. Pastikan kembali untuk kolaborasikan dengan
dokter untuk pemberian nebulizer

2 S: -
O:
- Kondisi umum klien nampak menurun dengan GCS E3M6VETT
- Klien masih terlihat sesak napas dengan RR 31 x/menit
- Retraksi dada (+)
- SpO2 90% dengan pemakaian ventilator via ETT mode pressure control, IPL 22 cmH20, PEEP 5
cmH20, I:E ratio 1:1.9, dan FiO2 70%
- Hasil AGD PH 7,151 pCO2 73,3 mmHg, pO2 57,9 mmHg, HCO3 26,2 mmHg, BE -3,1 SaO2
82,8% dan hasil thorax masih efusi pleura bilateral, belum jelas adanya perbaikan efusi
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelagasian pada perawat sore untuk tetap memantau karakteristik
pernapasan klien dan setting ventilatornya. Pantau pertukaran gas klien dengan analisa gas darah

3 S: -
O:
- Residu NGT (+) warna keruh kecoklatan
- Klien masih muntah
- Diet SF ditunda, sementara klien dipuasakan. Nilai Hb 11,5 gr/dl dan Ht 33%
- GCS E3M6VETT
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat sore untuk tetap memantau dan
mengalirkan sementara residu dari lambung via NGT dan klien sementara dipuasakan.
Kolaborasikan untuk pemberian nutrisi secara parenteral jika masih tetap ada residu dari lambung
yang keruh

4 S: -
O:
- Kondisi luka CTT baik, tidak ada pus, tidak bengkak
- Kondisi luka lecet di sekitar anus kemerahan, dan tidak ada pus
- Tidak ada bengkak dan kemerahan disekitar IV line dan kateter urine
- Vital sign TD 124/73 mmHg, MAP 95 mmHg, HR 146 x/menit, RR 31 x/menit dan suhu 36ºC
- Hb 11,5 g/dl, Ht 33%, leukosit 21,1 rb/mmk, trombosit 88 rb/mmk
A: Ada tanda-tanda infeksi karena ada kenaikan leukosit
P: Lanjutkan intervensi dengan pendelegasian pada perawat sore untuk tetap memperhatikan prinsip
aseptic dan steril dalam memberikan perawatan pada klien. Pastikan dan kaji apakah infeksi yang
terjadi merupakan infeksi sebelumnya atau infeksi nosokomial
PEMBAHASAN

Klien An. A datang ke IGD RSHS tanggal 21 November 2012 dengan


diagnosa kerja efusi parapneumonia et caused staphylococcus aureus +
bronkopneumonia + anemia et caused defisiensi Fe + malnutrisi sedang. Hasil
foto thorax saat itu menunjukkan adanya efusi pleura kiri dan bronkopneumonia
kanan. Efusi parapneumonia merupakan pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak antara permukaan visceral dan parietal yang menyertai adanya
pneumonia pada paru. Sedangkan bronkopneumonia merupakan peradangan yang
mengenai parenkim paru dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi pada jaringan paru.
Bronkopneumoniae ini bisa disebabkan oleh berbagai virus, jamur maupun
bakteriseperti staphylococcus aureus, H.influenza, dan streptococcus pneumonia
(Wiryana Made, 2009). Sedangkan anemia yang terjadi pada klien An. A saat itu
karena defisiensi zat besi. Defisiensi zat besi bisa terjadi karena adanya
pertumbuhan yang cepat, ketidakadekuatan pemberian ASI saat masih bayi,
hemosiderosis paru dan hemolisis intravaskuler. Pada klien An. A saat itu ditandai
dengan hasil lab tanggal 21/11/2012 Hb 9.2 gr/dl (L), Ht 26% (L), MCV 70.5 fl
(L), dan MCHC 35.6%. Klien An. A juga didiagnosa malnutrisi sedang, hal ini
bisa diketahui dari hasil perhitungan Z-score dengan BB 9 kg dan TB 89 cm
menunjukkan bahwa WAZ hasilnya BB rendah, HAZ hasilnya tinggi badan
normal, dan WHZ menunjukkan BB sangat rendah.
Perjalanannya penyakit klien An. A bisa dilihat dari riwayat klien bahwa
klien mengalami batuk pilek sudah lebih dari 7 hari sebelum masuk ke RSHS
disertai dengan panas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa klien sudah
terpapar mikroorganisme pathogen di saluran pernapasan atas dan diperberat
bahwa klien tinggal satu rumah dengan ayahnya dan pamannya yang perokok
berat. Asap rokok diketahui dapat mengurangi aktivitas mukosiliaris dan
makrofag sehingga tubuh berkurang daya kemampuannya untuk mengeluarkan
secret dari jalan napas dan melawan agen infeksi. Akibatnya mikroorganisme
masuk ke dalam alveoli subpleura, terjadi migrasi dan mengumpulnya PMN pada
endotel alveoli. Metabolit oksigen, unsur granul, dan posfolipase membran yang
dihasilkan oleh PMN aktif menyebabkan kerusakan endotel paru, subpleura dan
pembuluh darah pleura yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler. Akibat
perbedaan tekanan gradien pleura-interstisial paru maka cairan mengalir dari
interstisium melalui mesotelium ke dalam rongga pleura. Akumulasi cairan pleura
terjadi bila produksi cairan yang masuk ke rongga pleura melebihi daya absorpsi
sistim limfatik pleura parietalis. Efusi parapneumonia yang terjadi pada 48-72 jam
pertama jumlahnya sedikit dan bersifat eksudat dengan PMN predominan yang
steril (kebocoran kapiler/stadium eksudatif). Analisis cairan pleura pada fase
eksudatif menunjukkan: pH>7.30, glukosa>60 mg/dl, LDH<500 U/L (Gurmeet
singh et al, 2012).
Jika dibiarkan lama maka setelah beberapa hari terjadi kerusakan endotel
yang lebih parah disertai sembab setempat dan terbentuk cairan pleura yang lebih
banyak. Mikroorganisme terus berbiak dan melakukan invasi ke dalam rongga
pleura. Cairan pleura pada saat invasi bakteri (stadium fibropurulen) khas ditandai
dengan peningkatan jumlah PMN, penurunan pH dan kadar glukosa, peningkatan
LDH. Rasio glukosa pada cairan pleura terhadap serum menurun sampai <0.5
disebabkan karena meningkatnya glikolisis dari PMN dan metabolisme bakteri.
Hasil metabolisme glukosa berupa CO2 dan asam laktat berakumulasi pada
rongga pleura, menyebabkan turunnya pH sampai <7.1. LDH meningkat, sering
sampai >1000 U/L akibat lisis sel. Selama stadium kedua (fibropurulen), cairan
pleura menjadi lebih kental akibat perpindahan plasma protein ke dalam rongga
pleura berkaitan dengan hilangnya aktivitas fibrinolisis akibat proses peradangan.
Proses tersebut akan menghasilkan deposisi lapisan fibrin yang padat pada kedua
sisi permukaan pleura dan fibroblast yang aktif bergerak ke dalam rongga pleura
tanpa dirintangi oleh mesotel (yang rusak) dan mulai mengeluarkan
glikosaminoglikan dan kolagen ke dalam cairan pleura yang mengental. Fibrin
dan kolagen akan membentuk sekat-sekat pada kedua permukaan pleura sehingga
terbentuk lokulasi cairan pleura, keadaan ini menghambat gerakan paru (Gurmeet
singh et al, 2012).
Hasil analisis cairan plura pada klien An. A tanggal 21/11/2012
menunjukkan kesan eksudat dengan karakteristik warna cairan kuning dan keruh.
Tetapi disini terjadi peningkatan LDH pada klien An. A yaitu 3497 U/L (>1000)
dan glukosa 2 mg/dl (<60 mg/dl). Seharusnya jika sesuai konsep diatas bahwa
cairan pleura klien An. A ini pada stage fibropurulen. Pada stage ini akan
memperberat gerakan pengembangan paru. Gerakan pengembangan paru yang
terhambat karena cairan itulah maka kondisi klien saat itu mengalami sesak napas
yang semakin lama semakin bertambah sesak sehingga tanggal 21 November
2012 pukul 00.30 WIB klien dilakukan pemasangan CTT diruang OK untuk
mengeluarkan cairan dan mengobservasi cairannya sebagai pedoman untuk
penatalaksanaan terapinya. Hal ini sesuai konsep penatalaksanaan yang dikutip
oleh Gurmeet singh et al (2012) bahwa pada stage fibropurulen maka perlu
dilakukan terapi antibiotic dan chest tube.
Klien An. A masuk ruang PICU tanggal 27 November 2012 dengan
diagnosa respiratory failure et caused severe sepsis dan emphyema sinistra et
caused streptococcus pneumonia dan bronkopneumoniae. Sepsis terjadi karena
bakteri yang sebelumnya sudah masuk pada klien An. A melakukan invasi ke
sirkulasi sistemik. Invasi akan terus berlanjut jika tubuh respon inflamasi tubuh
gagal melawan kuman bakteri yang masuk. Sepsis dapat menyebabkan kegagalan
fungsi dari beberapa organ, seperti pada klien An. A terjadi Respiratory failure
dimana ketika Mikroorganisme mencapai paru (melalui aliran darah pulmonal),
neutrofil kemudian menuju ketempat mikroorganisme tersebut berada (jaringan
paru). Akhirnya terjadilah reaksi antigen antibodi, dimana mikroorganisme
difagositosis oleh neutrofil kemudian kompleks (antigen antibodi) tersebut
melekat pada dinding endotel yang kemudian terbentuk sitokin/mediator
proinflamasi: tumor necrosis Faktor (TNF-α), interleukin 1 (IL-1), Interleukin 8
(IL-8), histamin, leukotrien, dan oksigen radikal bebas (superoksida). Mediator
proinflamasi ini mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan permeabilitas
kapiler meningkat sehingga cairan dan protein keluar ke jaringan interstitiel paru
dan alveoli, sehingga terjadi edema paru. Edema paru ini dapat mengganggu
difusi dan merusak surfaktan sehingga dapat menyebabkan Akut Respiratory
Distres Syndrom (ARDS). Selain itu Iinterleukin 8 yang banyak diproduksi (oleh
neutrofil) dapat menyebabkan cedera pada jaringan paru sehingga dapat
mengakibatkan gagal nafas pada klien (Margarate, 2009). Gagal napas yang
terjadi pada klien An. A ini juga disertai adanya emphyema sinistra et caused
streptococcus pneumonia (post pemasangan CTT) dan bronkopneumonia. Adanya
emphyema menunjukkan bahwa dalam pleura terdapat cairan yang sudah berupa
pus, hal ini menunjukkan pengembangan paru semakin terhambat. Sehingga klien
An. A mendapatkan ventilator via ETT dengan mode pressure control, IPL 20
cmH2O, PEEP 5 cmH2O, I:E ratio 1:1.9 dengan FiO2 70%
Saat pengkajian tanggal 5 Desember 2012 ditemukan data bahwa klien An.
A terdapat akumulasi secret dijalan napas yaitu di ETT dan mulut. Hal ini terjadi
karena pemasangan ETT sebagai benda asing bagi tubuh mempunyai efek
merangsang sel goblet yang ada di mukosa trakea untuk meningkatkan
aktivitasnya yaitu mengeluarkan sekret atau mucus. Mucus yang dihasilkan oleh
sel goblet tersebut tidak bisa dikeluarkan dengan sendirinya oleh klien An. A
karena kondisi penyakitnya yang memungkinkan terjadinya penurunan fungsi
kerja mukosiliaris. Selain itu karena humidifier ventilator mati sehingga udara
yang masuk tidak dilembabkan yang menyebabkan mucus kental dan susah
dikeluarkan. Tindakan utama yang dilakukan pada klien An. A ini adalah
suctioning endotracheal tube. Saat dilakukan suctioning terkadang hanya sedikit
saja sekret yang bisa tersuction sehingga perawat melakukan bronchial washing.
Seharusnya bronchial washing dengan NaCl 0.9% sudah tidak boleh dilakukan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Debra, Lynn dan Susan
(2003) bahwa suctioning yang dilakukan dengan memberikan larutan isotonic
sodium chloride solution pada klien pediatric dapat menurunkan saturasi noksigen
lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian larutan tersebut, sehingga disarankan
jika mucus terlalu kental maka perlu diperhatikan humidifier pada ventilatornya
dan kolaborasi pemberian nebulizer. Selain itu klien An. A menunjukkan sesak
napas saat dikaji dengan RR 43 x/menit, ada retraksi suprasternal dan intercosta,
serta hasil foto thorax terakhir tanggal 30/11/2012 menunjukkan adanya efusi
pleura bilateral dan produksi CTT masih ada walaupun minimal. Adanya efusi
pleura inilah yang memperberat fungsi pernapasan klien An. A yang awalnya
disebabkan ole severe sepsis, karena adanya cairan pada pleura tadi menghambat
optimalisasi paru untuk mengembang sehingga untuk mencukupi kebutuhan
oksigen, klien akan terlihat meningkat usaha napasnya. Selain dibantu dengan
ventilasi mekanik, tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah head of bed.
Diharapkan dengan head of bed ini klien akan lebih optimal lagi ekspansi
parunya.
Perubahan status nutrisi pada klien An. A juga harus mendapatkan
perhatian. Pada klien dengan sepsis akan mempengaruhi defisiensi makronutrient
dan mikronutrient. Perubahan status nutrisi juga dipengaruhi oleh faktor
penurunan nafsu makan, asupan makanan yang rendah, infeksi kronis,
malabsorbsi, gangguan metabolisme, katabolisme otot dan jaringan, demam,
mual-muntah, dan diare. Pada klien An. A asupan nutrisinya berupa SF 100 cc
tiap 3 jam via NGT tetapi masih sering muntah dan sebelumnya juga mengalami
diare sehingga diberikan terapi zinc tab 20 mg. Pada tanggal 6 Desember 2012
kondisi klien menurun dan residu NGT menunjukkan warna keruh sehingga klien
An. A dipuasakan. Hal ini menandakan ada ketidakadekuatan lambung dalam
mengabsorbsi nutrisinya. Sehingga perlu diperhatikan status nutrisi klien An. A
Selain itu resiko ulang terpaparnya mikroorganisme pathogen pada tubuh
klien An. A juga harus mendapatkan perhatian supaya tidak terjadi infeksi
nosokomial. Banyak faktor yang bisa beresiko terjadinya paparan ulang terhadap
mikroorganisme pathogen seperti pada klien An. A terpasang ETT dan total care
sehingga tidak menutup kemungkinan bagian oral terkontaminasi dengan kuman
pathogen. Selain itu klien sering muntah, sehingga jika tidak diantisipasi
muntahnya bisa menyebabkan aspirasi isi lambung masuk ke saluran pernapasan
yang dapat menginfeksi ulang saluran pernapasan. Pada klien An. A juga terdapat
berbagai prosedur invasive seperti terpasangnya NGT, IV line, cateter urine dan
adanya luka post CTT serta lecet di sekitar anus beresiko menjadi port de entry
mikroorganisme pathogen. Sehingga tindakan keperawatan yang dilakukan antara
lain mengganti balutan pada luka post CTT dan diberikan salep ikamycetin
chloramphenikol, mengoleskan salep di sekitar anus dengan myco-Z ointment
nystatin, mengganti NGT, IV line serta cateter. Selain itu oral higyene sangat
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya pneumonia ulang atau VAP. Karena
kondisi mulut yang kotor dan adanya sisa muntahan pada mulut menyebabkan
bakteri pathogen aspirasi masuk ke paru-paru. Oral higyene yang dilakukan di
ruangan yaitu dengan kassa yang dibasahi NaCl. Alat yang direkomendasikan
digunakan untuk oral hygiene pada klien yang dirawat di PICU yaitu
menggunakan Fluoride and Triclosan PVM/MA Copolymer Toothpaste, Suction
Toothbrush, Soft Pediatric Toothbrush, Foam Swabs dan Mouth Moisturizer (Lisa
et al, 2010). Oral hygiene di ruang PICU RSHS hanya dilakukan setelah mandi
pagi. Seharunya untuk optimalisasi pencegahan VAP bisa dilakukan tiap 8 jam
(John D Zoidis MD, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Aryono & Sri. 2002. Aspek Praktis Nutrisi Parenteral pada Anak. Salemba:
Subbagian Gizi & Metabolik. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

Debra, Lynn & Susan. 2003. Endotracheal Suctioning With Or Without


Instillation Of Isotonic Sodium Chloride Solution In Critically Ill Children.
Columbia: American Journal of Critical Care;12:212-219.

Gurmeet Singh et al. 2012. Update on the Role of Intrapleural Fibrinolytic


Therapy in the Management of Complicated Parapneumonic Effusions and
Empyema. Jakarta: Acta Medica Indonesiana - The Indonesian Journal of
Internal Medicine.

John D Zoidis MD. Isues stories of new techniques are being tested to stop
nosocomial infections in hospitalized. Posted tanggal 2 April 2004. Diakses
tanggal 3 Juni 2010. URL : http://www.ajcconline.org

Lisa et al. 2010. Oral Hygiene Care in the Pediatric Intensive Care Unit: Practice
Recommendations. New Zealand: pediatric nursing/March-April 2010/Vol.
36/No. 2

Margarate. 2009. Recognizing Signposts for Sepsis. Towson: Towson University-


ANCC

Wiryana Made. 2007. Ventilator assiciated pneumonia. Bagian/SMF Ilmu


Anestesi dan Reanimasi, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar. J Peny Dalam,
Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007

Anda mungkin juga menyukai