Anda di halaman 1dari 19

Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 93

Volume 06 No. 02, Julu - Desember 2021


p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X

Pendidikan Dinamika Demokrasi dalam Peristiwa Suksesi di Saqifah


Bani Saidah dan Peralihan Kepemimpinan Khulafa’ Ar-Rasyidin

Hafizh Syah Reza Pahlevi 1, Nasihun Amin 2


1
UIN Walisongo Semarang | hafizh_syah_reza_pahlevi_1904028003@student.walisongo.ac.id
2
UIN Walisongo Semarang | nasihun_amin@walisongo.ac.id

Abstrak
Awal mula konflik internal umat Islam dalam urusan politik dimulai setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW, dimana umat menghadapi perselisihan ketika hendak
menentukan pemimpin umat Islam sebagai suksesi kepemimpinan dari Nabi
Muhammad SAW. Kaum Ansar dan Muhajirin merasa pantas dan berhak menjadi
penerus Nabi Muhammad, mereka berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk membahas
masalah tersebut. Saqifah Bani Saidah adalah balai pertemuan di Madinah yang
digunakan untuk membahas suatu masalah umum. Kaum Ansar, Abu Bakar, dan Umar
berkumpul untuk menyelesaikan persoalan pemimpin berikutnya, karena terjadi
perselisihan tentang siapa yang lebih cocok menjadi pemimpin menggantikan Nabi
Muhammad. Peristiwa di Saqifah menjadi peristiwa yang menandai lahirnya rasyidun
dengan kedudukan Abu Bakar sebagai khalifah pertama bagi umat Islam yang dipilih
secara demokratis berdasarkan kesepakatan mayoritas rakyat di tempat itu. kisah
suksesi kepemimpinan pasca wafatnya Nabi Muhammad ini akan lebih baik apabila
dipahami bukan sebagai sebuah konflik semata, akan tetapi juga sebagai sebuah
pendidikan dalam dinamika berdemokrasi. Kesimpulan dari peristiwa di Saqifah Bani
Saidah yang tercantum dalam makalah ini adalah; (1) Acara di Saqifah menjadi forum
diskusi politik demokrasi modern, dengan kesepakatan mayoritas masyarakat setempat
untuk memilih Abu Bakar. (2) Model pemerintahan pada era Khulafa'ar – Rasyidin
cenderung model republik. (3) Peristiwa di Saqifah Bani Saidah menghasilkan revolusi
politik terhadap perkembangan politik dan sistem ketatanegaraan umat Islam. Kata
kunci: Saqifah Bani Saidah, pemimpin, demokrasi, politik.

Kata Kunci: Pendidikan, Pemimpin, Demokrasi, Politik


Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 94

Abstract
The beginning of the internal conflict of Muslims in political matters began after the
death of the Prophet Muhammad, where the people faced conflict when they wanted to
determine the leaders of the Muslims as a succession of leadership from the Prophet
Muhammad. The Ansar and Muhajirin felt appropriate and entitled to be the successors
of the Prophet Muhammad, they gathered at Saqifah Bani Saidah to discuss the
problem. Saqifah Bani saidah was a meeting hall in Medina that was used to deliberate
on a general problem.The Ansar, Abu Bakar, and Umar gathered to settle the question
of the next leader, because there was a dispute about who would be more suitable to
be the leader to replace the Prophet Muhammad. The incident at Saqifah became the
event that marked the birth of the rashidun with the position of Abu Bakr being the first
caliph for Muslims who were democratically chosen based on the agreement of the
majority of the people in that place. The story of the succession of leadership after the
death of the Prophet Muhammad would be better if understood not only as a conflict,
but also as an education in democratic dynamics. The conclusions of the events at
Saqifah Bani Saidah listed in this paper are; (1) The event at Saqifah became a forum
for modern democratic political discussion, with the agreement of the majority of local
people to vote for Abu Bakar. (2) The model of government in the Khulafa'ar - Rashidin
era tended to be a republican model. (3) The events at Saqifah Bani Saidah produced
a political revolution towards the development of politics and the state administration
system in the Islamic ummah.

Keywords: Education, leader, democracy, politic

PENDAHULUAN bin Khattab. Nabi telah memberi

S
iang itu sekitar waktu wasiat, sekurang-kurangnya dalam
dzhuhur pada hari hal orang yang akan memandikan
Senin 12 Rabiul Awal 11 H, umat jenazah dan hutang-hutang beliau,
Islam dilanda kesedihan yang amat yang kemudian dipenuhi oleh Ali bin
luar biasa. Nabi Muhammad SAW. Abi Thalib. Akhirnya, dalam sebuah
yang merupakan Rasul akhir zaman petak kamar tempat tinggal Aisyah di
wafat. Beliau menarik nafas terakhir sisi sebelah timur masjid Nabi,
di pangkuan Aisyah, istri beliau, berakhirlah hidup sang Rasul dalam
tanpa memberi wasiat apa-apa. usia 63 tahun, 53 tahun di Mekah, dan
Menurut Ummu Salamah, Nabi wafat 10 tahun di Madinah. (Hashem,
sementara bersandar ke dada Ali bin 1994).
Abi Thalib sepupu dan menantu Hari tersebut menjadi hari
beliau. Ali pun mengatakan yang amat kelabu. Keluarga dan para
demikian, begitu pula dengan ‘Umar sahabat merasa sangat terpukul. Di
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 94

saat yang bersamaan, kaum Ansar Inilah awal terjadinya konflik


yang mengunggulkan Sa’ad bin internal umat Islam dalam hal politik,
Ubadah berkumpul di Saqifah Bani dimana umat menghadapi masalah
Saidah guna mengangkatnya sebagai suksesi kepemimpinan setelah Nabi
pengganti kepemimpinan umat wafat. Di tangan siapakah pimpinan
setelah Nabi. Ali bin Abi Thalib umat Islam setelah ini? Siapakah
bersama Zubair bin Awwam, dan yang layak menjadi pengganti Nabi
Thalhah bin Ubaidilah, mengisolasi untuk memimpin umat? Sebab Nabi
diri di rumah Fathimah, sedangkan tidak pernah menunjuk secara resmi
kaum Muhajirin yang umumnya siapa yang menjadi penggantinya
mengunggulkan Abu Bakar, ‘Umar kelak. Persoalan inilah yang
bin Khaththab, dan Usaid bin Hudhair kemudian menimbulkan konflik
berada di Bani Abdul Asyhal. Tiba- antara kelompok Anshar dan
tiba seseorang datang kepada Abu Muhajirin. Masing-masing merasa
Bakar dan ‘Umar bin Khaththab lalu berhak dan telah memiliki calon.
berkata: "Sesungguhnya kaum Kelompok Anshar adalah penduduk
Anshar lebih memilih Sa'ad bin asli Madinah, mereka terdiri dari suku
Ubadah di Saqifah (hall) Bani Saidah. Aus dan Khazraj. Anshar berarti
Jika kalian berdua ada keperluan, penolong, sebutan ini diberikan
segeralah pergi ke tempat mereka, karena merekalah kaum muslim yang
sebelum perkara ini tak bisa menolong muslim penduduk Mekah
dibendung." Padahal saat itu, jenazah yang hijrah ke Madinah, yang disebut
Rasulullah SAW belum diurus dan kelompok Muhajirin (yakni orang-
pintu rumah beliau ditutup oleh orang yang berhijrah). Maka wajar
keluarga beliau. ‘Umar bin Khaththab jika kemudian kaum Anshar akan
berkata kepada Abu Bakar: "Marilah cepat-cepat berpikir mengenai kota
kita pergi kepada saudara-saudara mereka sesudah Rasulullah wafat.
kita dari kaum Anshar sebelum hal- Beberapa orang dari kalangan Anshar
hal yang tak diinginkan terjadi." (Ibnu membicarakan masalah ini lalu
Hisyam, 2000) berkumpul di Saqifah Bani Saidah.
(Hashem, 2004
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 95

Munculnya khilafah yang peristiwa ini tidak hanya dapat


berarti penggantian atau suksesi dipahami sebagai konflik politik
kepemimpinan, dimaksudkan sebagai semata namun juga dapat dijadikan
penggantian kepemimpinan selepas bahan ajar dalam memberikan
Rasulullah SAW wafat, bukan dalam pendidikan mengenai dinamika
kedudukannya sebagai Nabi, namun dalam berdemokrasi.
sebagai pemimpin umat. Orang yang
memegang jabatan khilafah disebut METODE PENELITIAN
khalifah. (Moch. Fahrurozi, 2004) Penelitian ini merupakan
Tidak adanya pesan khusus penelitian kepustakaan (library
Rasulullah tentang calon pengganti research) dimana penulis melakukan
kepemimpinan negara mendorong penelitian dengan cara
kaum Anshar dan Muhajirin untuk mengumpulkan data dan informasi
secepatnya mencari penggantinya. melalui berbagai literatur sepeti buku,
Pertemuan kaum Anshar di Saqifah catatan, penelitian terdahulu yang
Bani Saidah mengunggulkan Sa’ad relevan, serta referensi lainnya,
bin Ubadah sebagai pemuka suku sebagai landasan teori dan analisa
Khajraj yang sekiranya pantas untuk mendapatkan jawaban atas
menduduki kursi kepemimpinan. permasalahan yang diteliti. (M. Iqbal
Sedangkan kaum Muhajirin Hasan, 2002) Adapun sumber data
mengunggulkan Abu Bakar Ash- antara lain sumber primer, yaitu
Shiddiq. (Zakki Fuad, 2011) literatur yang membahas terkait
Berangkat dari peristiwa ini, peristiwa Saqifah Bani Saidah.
penulis tertarik untuk meneliti apa Kemudian sumber sekunder berupa
sebenarnya Saqifah Bani Saidah dan literatur-literatur lain yang dapat
peristiwa yang terjadi di sana? mendukung penelitian ini.
Bagaimana kronologi dan hasil dari
peristiwa disana? Serta bagaimana PEMBAHASAN DAN HASIL
Implikasi dan relevansi yang dapat 1. Definisi Politik, Demokrasi, Dan
dirasakan dari peristiwa tersebut? Suksesi Kepemimpinan
Sebab menurut hemat penulis,
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 96

Sebelum lebih jauh pemerintahan dan dasar


membahas mengenai bagaimana pemerintahan); (2) Segala urusan dan
peristiwa yang terjadi di Saqifah Bani tindakan (kebijakan, siasat dsb.)
Saidah beserta berbagai dinamika mengenai pemerintahan negara atau
yang ada dan implikasinya, penulis terhadap negara lain; (3). Cara
mencoba memaparkan dahulu apa itu bertindak (dalam menghadapi dan
definisi politik, demokrasi, dan menangani suatu masalah).
suksesi dalam Islam sebagai dasar Dengan demikian, secara umum
dalam memahami makalah ini. politik dapat diartikan sebagai
a. Politik kebijakan yang digunakan dan
Kata “politik”, berasal dari bahasa dipakai dalam setiap urusan dan
Yunani “politikos” atau bahasa Latin tindakan. Dalam kosa kata bahasa
“politica” yang pemakaian kata itu Indonesia terdapat kata ‘siasat’, yang
pertama kali dalam abad ke 5 SM. berasal dari kata bahasa Arab siyasah,
Jika ditinjau asal katanya, berasal dari karena itu kata politik/siasat sangat
kata “polis”, berarti “negara kota ”. luas jangkauannya. Maka muncul
Dalam bahasa Arab, politik diartikan pula ilmu fiqih yang membahas
sebagai “siyasah”, yang mengandung politik atau biasa disebut fiqh siyasah.
isi “kenegaraan” sebagai halnya kata Abdul Mu’in Salim (2002)
politik (yang berasal dari bahasa mengemukakan beberapa cita-cita
Yunani, politikos). Sebelumnya, politik seperti yang dijanjikan Allah
siyasah berarti muslihat dan segala kepada orang-orang beriman dan
macam usaha serta ikhtiar untuk beramal saleh dalam al-Qur’an,
mencapai sesuatu atau menyelesaikan adalah (1) terwujudnya sebuah sistem
suatu perkara. (Abidin Zainal Ahmad, politik, (2) berlakunya hukum Islam
1977) Sedangkan dalam Kamus dalam masyarakat secara mantap, dan
Besar Bahasa Indonesia (2001), (3) terwujudnya ketentraman dalam
“politik” diartikan dengan (1) kehidupan masyarakat.
(pengetahuan) yang berkenaan b. Demokrasi
dengan ketatanegaraan atau Secara etimologis "demokrasi"
kenegaraan (seperti sistem terdiri dari dua kata yang berasal dari
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 97

bahasa yunani, yaitu demos yang (konstitusi), dan pentingnya kelas


berarti rakyat atau penduduk suatu menengah yang besar sebagai
tempat, dan cratein atau cratos yang pemegang tampuk kekuasaan”. Bisa
berarti kekuasaan atau kedaulatan. dipahami bahwa pemerintah oleh
Ada banyak definisi tentang rakyat yang dimaksud adalah
demokrasi, namun menurut Rahman pemerintah oleh rakyat melalui
Yasin, yang paling populer untuk saat mekanisme perwakilan (demokrasi
ini adalah apa yang telah dirumuskan delegatif) sebab tidak mungkin semua
oleh Abraham Lincoln, presiden orang menjadi pemerintah dalam
Amerika Serikat yang ke-16. Menurut waktu bersamaan. Kemungkinan, ia
Lincoln, demokrasi adalah hanya bisa menduduki satu posisi
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, tertentu dalam waktu yang tertentu
dan untuk rakyat. Intinya, demokrasi (terbatas) pula. Sebab, bila semua
adalah suatu tata pemerintahan orang berhak untuk menjadi
dimana rakyat, baik secara langsung pemerintah maka diperlukan adanya
maupun tidak langsung berkuasa dan pembatasan masa jabatan sehingga
berdaulat penuh.(Rahman Yasin, memungkinkan bagi setiap orang
2006) menjadi pemerintah. Aristoteles
Aristoteles menyebut demokrasi memandang bahwa orang yang
sebagai ‘politeia atau republik’. berasal dari kelas menengahlah yang
(Diane Revitch, 1997) Politeia paling tepat untuk menduduki posisi
dipandang sebagai bentuk negara penting dalam pemerintah. Sebab,
paling baik dalam politik. Adapun menurutnya orang-orang dari kelas
yang dimaksud dengan politeia menengah mempunyai kecakapan
adalah ‘demokrasi moderat’, yaitu lebih dibanding kelas-kelas lain.
demokrasi dengan undang-undang (Diane Revitch, 1997)
dasar atau demokrasi konstitusional. Apabila politik sebagaimana yang
Tiga sumbangan Aristoteles yang telah dipaparkan sebelumnya
tertanam di jantung demokrasi adalah memiliki jangkauan yang luas, maka
“kebebasan pribadi, pemerintahan dari beberapa pengertian di atas,
berdasarkan undang-undang dasar demokrasi ini menjadi lebih
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 98

terkhusus lagi pemaknaannya yaitu sangat wajar sebagai dinamika


bertitik pada sebuah ‘sistem’ kehidupan yang selalu ada dua sisi
bagaimana pemerintahan itu bertolak belakang. Ada yang
dijalankan. Atau secara sederhana, menanggapi dengan dukungan, dan
penulis menyebut demokrasi ini ada pula yang menolaknya. Suksesi
adalah sebuah sistem pemerintahan. akan menjadi hal yang mutlak terjadi
c. Suksesi Kepemimpinan baik itu di dalam organisasi maupun
Istilah suksesi diambil dari kata negara. (Ragil Sapto Wibowo, 2011)
Bahasa Inggris succession atau Ada beberapa pola dalam suksesi
Bahasa latin succeio, yang berarti kepemimpinan, antara lain; Pertama,
penggantian, urutan, pewarisan.(Andi dinastik, yaitu suksesi kepala negara
Hamzah, 1986) Dalam suatu yang dilakukan dengan cara
kehidupan bermasyarakat yang penunjukan atau pewarisan dari
mengenal peradaban, mereka akan kepala negara yang mendahuluinya.
membentuk suatu komunitas yang di (Munawir Syadzali, 1999) Kedua,
dalamnya terdapat pemimpin. Ketika pemilihan umum, yaitu pengangkatan
pemimpin terdahulu sudah selesai kepala negara berdasarkan pemilihan.
masa jabatannya ataupun wafat, maka Semua warga negara yang memiliki
akan terjadi proses alih hak pilih, akan memilih calon kepala
kepemimpinan yang disebut dengan negara secara langsung, atau secara
suksesi kepemimpinan. (Ragil Sapto tidak langsung melalui dewan
Wibowo, 2011) perwakilan. (Rumidah Rabi’ah,
Titik kritis dalam suksesi 2009) Ketiga, kudeta, dalam
kepemimpinan ini di antaranya memahami hal ini, ada dua posisi
adalah bagaimana mendapatkan yang nampak. Satu sisi, orang yang
seorang calon pemimpin yang sadar ‘terdepak’ dari kekuasaannya sudah
akan posisinya sebagai pemimpin tidak memiliki pendukung,
yang memiliki makna bahwa ditinggalkan kekuatan, dan tidak
‘pemimpin itu pelayan’. Persepsi berkuasa melawan. Sisi lain, orang
sebuah suksesi selalu ditanggapi yang mengambil alih kekuasaan,
dengan sebuah kontroversi. Hal ini yang biasanya didukung kekuatan,
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 99

loyalitas, dan keberuntungan. (Arwan tempat sekitar lima ratus meter


Tuti Artha, 2007) Keempat, people sebelah Barat Masjid Nabi. Di sini
power, adalah suksesi yang dilakukan terdapat sebuah sumber air yang
dengan penggunaan kekuatan bernama Bi’r Budha’ah dan sebuah
keamanan (fisik) untuk menegakkan masjid. Marga Saidah yang mendiami
kekuasaan politik. Suksesi semacam ‘desa’ ini memiliki sebuah balai
ini bisa berbentuk revolusi (Saqifah) tempat bermusyawarah,
(menggunakan kekuatan seluruh yang terkenal dengan nama Saqifah
rakyat), coup d’etat (perebutan Bani Saidah. Di sinilah kaum Anshar
kekuasaan menggunakan kekuatan berkumpul pada saat Rasul wafat,
pemerintah lama untuk untuk mengangkat Sa’ad bin Ubadah,
menggulingkan dan pemimpin kaum Anshar, menjadi
menggantikannya) atau pemimpin umat. (Hashem, 2004)
pronunciamiento (semacam coup Rasulullah SAW. wafat pada hari
d’etat, tetapi menggunakan kekuatan Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11
militer). (Peter Calvert, 1993) H, dalam usia 63 tahun lebih 4 hari.
(Safiyurrahman, 2008) Setelah
2. Saqifah Bani Saidah dan Rasulullah SAW. wafat, sedangkan
Kronologi Suksesi jenazah beliau belum diurus dan pintu
Kepemimpinan Pasca Nabi rumah beliau ditutup oleh keluarga
Muhammad Wafat beliau, kaum Anshar berkumpul di
Saqifah Bani Saidah adalah balai Saqifah Bani Saidah untuk memilih
pertemuan di Madinah, seperti Dar khalifah dari kalangan mereka. Berita
al-Nadwah di Mekah, balai pertemuan tersebut sampai pada Abu
pertemuan orang Quraisy. Sudah Bakar dan ‘Umar. Kemudian segera
kebiasaan kaum Ansar berkumpul di keduanya menuju Saqifah. Informasi
balai itu untuk memusyawarahkan tersebut diduga dari seorang suku Aus
masalah-masalah umum, yang kurang setuju bila Sa’ad bin
sebagaimana kebiasaan kaum Ubadah terpilih dalam pertemuan itu.
Quraisy berkumpul di Dar al- Bila dia terpilih maka kebijakan
Nadwah. Saqifah ini terletak di suatu kebijakan negara lebih banyak
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 100

menguntungkan suku Khajrat dari mencoba menyembunyikan sikap


pada suku Aus. (M. Hussin Haikal’ kerasnya karena menghormati Abu
1979) Bakar. Abu Bakar berkata, “Tahanlah
Sesampainya disana, ‘Umar dan dirimu, wahai ‘Umar.” Setelah itu,
Abu Bakar menemukan seseorang Abu Bakar berbicara dan ia jauh lebih
yang berselimut di antara kaum mengerti dan lebih tenang daripada
Ansar. Beliau bertanya, “Siapakah ‘Umar. Abu Bakar mengucapkan
orang ini?” Kaum Anshar menjawab, semua perkataan indah yang telah
"Dia Sa'ad bin Ubadah." ‘Umar lebih baik dari yang ‘Umar siapkan.
bertanya kembali, "Kenapa ia Abu Bakar diam sejenak lalu berkata
mengenakan selimut?" Kaum Anshar lagi: "Adapun kebaikan memang
menjawab, "Karena ia sedang sakit." berada pada kalian sebagaimana yang
Kemudian tatkala ‘Umar dan Abu kalian katakan, dan kalian memang
Bakar duduk, salah seorang dari berhak memilikinya. Tapi, orang-
pembicara kaum Ansar berdiri setelah orang Arab hanya tahu bahwa perkara
memuji Allah dia berkata, “'Amma (memilih pengganti Nabi) ini adalah
ba'du, kami adalah kaum Anshar para hak orang-orang Quraisy, karena
penolong Allah dan pionir-pionir mereka orang-orang Arab yang
Islam, dan kalian wahai kaum paling baik nasab dan negerinya.
Muhajirin adalah dari kalangan Nabi Sungguh aku menerima dengan hati
kami, dan sesungguhnya telah terbuka dan lapang dada untuk
muncul tanda-tanda dari kalian menjadi pemimpin kalian salah
bahwa kalian akan turut mendominasi seorang dari dua orang ini (‘Umar dan
kami di sini, di tempat tinggal kami Abu Ubaidah). Maka baiatlah di
ini dan akan mengambil alih antara keduanya yang mana yang
kekuasaan dari kami.” (Ibnu Katsir, kalian sukai." Abu Bakar memegang
2004) tangan ‘Umar dan tangan Abu
Setelah orang tersebut diam, Ubaidah bin Al-Jarrah.(Ibnu Hisyam,
sebenarnya ‘Umar hendak berbiara, ia 2000)
telah menyiapkan redaksi yang ia Seorang laki-laki dari kaum
anggap menakjubkan. Namun ia Anshar berkata: "Akulah orang yang
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 101

diambil pendapatnya oleh kaum itu kondisinya kami harus memilih


Anshar, tempat pohon kurma yang antara mematuhi baiat mereka
menjadi tempat berlindung kaum padahal kami tidak merelakannya,
Anshar dan tokoh terpenting mereka. atau menentang baiat yang mereka
Wahai orang-orang Quraisy, buat yang pasti akan menimbulkan
hendaknya ada satu pemimpin yang kehancuran, maka barang siapa
harus berasal dari kami dan satu membaiat seorang amir tanpa
peminpin dari kalian." Maka musyawarah terlebih dahulu,
terjadilah kerusuhan gara-gara baiatnya dianggap tidak sah. Dan
ucapannya tersebut, suara-suara tidak ada baiat terhadap orang yang
semakin meninggi, dan ‘Umar mengangkat baiat terhadapnya,
khawatir sekali terjadi konflik. ‘Umar keduanya harus dibunuh'." (Ibnu
segera berkata: "Wahai Abu Bakar, Katsir, 2004)
ulurkan tanganmu." Abu Bakar lalu Peristiwa di Saqifah yang telah
mengulurkan tangannya, kemudian dibahas menjadi peristiwa yang
‘Umar membaiatnya diikuti kaum menandai kelahiran rasyidun dengan
Muhajirin, dan kaum Anshar. kedudukan Abu Bakar menjadi
Kemudian mereka tinggalkan seorang khalifah pertama bagi umat
Sa’ad bin Ubadah, hingga ada yang Islam yang dipilih secara demokratis
berkomentar dari mereka tentangnya, berdasarkan kesepakatan mayoritas
“Kalian telah membinasakan Sa'ad,” masyarakat yang ada di tempat
maka ‘Umar sambut, “Allah-lah yang tersebut. Penulis berpendapat, apabila
telah membinasakan Sa'ad.” melihat dari rangkaian kisah tersebut,
Kemudian ‘Umar melanjutkan sepertinya tidak semudah itu ‘Umar
pidatonya dan berkata, “Demi Allah, melakukan baiat terhadap Abu Bakar.
kami tidak pernah menemui perkara Terlebih pencalonan Ubaidah dan
yang paling besar dari perkara baiat Abu Bakar bukan semata-mata
terhadap Abu Bakar. Kami sangat pencalonan diri sendiri, melainkan
takut jika kami tinggalkan mereka atas pengajuan dua kubu berdasarkan
tanpa ada yang dibaiat, maka mereka kapabilitas mereka berdua yang
kembali membuat baiat. Jika seperti dipandang masyarakat mampu
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 102

menggantikan posisi kepemimpinan 3. Implikasi Peristiwa Saqifah dan


setelah Nabi wafat. Bahkan Abu Model Kepemimpinan masa
Bakar sebelumnya mencalonkan Khulafa’ Ar-Rasyidin
‘Umar dan Abu Ubaidah, namun Peristiwa di Saqifah Bani Saidah,
mayoritas justru terkesan dengan Abu yang menghasilkan kesepakatan
Bakar. pengangkatan Abu Bakar, menjadi
Secara logis tentu ada sebuah salah satu pintu gerbang
musyawarah dan dialog panjang perkembangan politik dalam Islam.
terlebih dahulu antara dua pihak, Nabi Muhammad SAW. sebagai
yaitu kubu yang mencalonkan pemimpin agama dan negara Islam
Ubaidah dan kubu yang mencalonkan pertama di Madinah tentunya telah
Abu Bakar, sampai akhirnya memberikan banyak contoh kepada
diambilah voting dengan para sahabat bagaimana berpolitik
kemenangan suara terbanyak Abu yang baik dan benar. Perjanjian
Bakar. Selain itu, terlepas dari etis Aqabah I, Aqabah II, serta Piagam
tidaknya Abu Bakar dan ‘Umar Madinah, menjadi sebuah produk
menuju ke saqifah sementara hukum yang sangat baik pada masa
keluarga Nabi sedang berkabung, itu, dan menjadi bukti bahwa Nabi
merupakan salah satu insting politik benar-benar telah meletakkan Islam
yang tepat, guna mencegah timbulnya bukan hanya sebagai jalan beragama,
masalah yang lebih besar lagi yaitu namun juga sebagai pedoman
perpecahan umat tanpa harus saling bermasyarakat dan dasar negara.
menghunuskan pedang terhadap Berbagai kebijakan dan sistem politik
sesama muslim. Pemaparan yang dibangun pada masa Khulafa’
mengenai sejarah ini tentunya harus ar-Rasyidin pun akan selalu
disampaikan secara edukatif kepada berpedoman pada apa yang telah
pelajar agar dipahami sebagai sebuah dicontohkan Nabi, selain juga
ilmu pengetahuan bukan sekedar memiliki ciri khas masing-masing
sebagai kisah semata. dari tiap pemimpin.
a. Abu Bakar
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 103

Masa kekhalifahan Abu bakar Arab untuk bersatu mempertahankan


berlangsung selama 2 tahun, 11-13 H Islam serta menunjuk Khalid bin
(632-634 M), diawali dengan pidato Walid untuk menjadi komandan
yang memberi komitmen bahwa dalam upaya penumpasan gerakan
dirinya diangkat menjadi pemimpin murtad. Abu Bakar wafat dalam usia
Islam sebagai khalifah Rasulullah, 62 tahun, pada 2 Jumadil Akhir 13H,
yaitu menggantikan Rasulullah setelah menderita sakit selama 15
melanjutkan tugas-tugas hari. (Katimin, 2017)
kepemimpinan agama dan b. ‘Umar bin Khattab
kepemimpinan pemerintahan. Pemilihan ‘Umar bin Khattab
Pengangkatan Abu Bakar sebagai sebagai khalifah dilakukan dengan
khalifah, pada satu sisi memberikan cara agak berbeda. Ia diusulkan oleh
keuntungan tersendiri bagi Abu Bakar mengingat kemampuan
berlanjutnya pemerintahan negara yang dimilikinya. Meskipun
Madinah, namun pada sisi lain demikian, tidak serta merta Abu
munculnya penolakan orang-orang Bakar melakukan penunjukan. Proses
arab, terutama orang-orang yang baru itu terjadi ketika Abu Bakar sakit,
masuk Islam. Penentangan terhadap dimana sebelum wafat, dia
negara Madinah yang dilakukan oleh memanggil sahabat senior untuk
suku-suku arab merupakan sebuah konsultasi dan diminta pendapat siapa
realitas bangsa arab sangat sulit yang paling tepat untuk
menerima kebenaran, sangat sulit menggantikannya sebagai khalifah.
untuk tunduk pada ajaran yang baru, Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar
yang tidak umum berkembang pada karena ketakutan dia akan timbul
lingkungan mereka. (Katimin, 2017) perpecahan di antara umat Islam.
Munculnya gerakan murtad, Maka Abu Bakar bermusyawarah
golongan orang-orang yang menolak dengan para sahabat senior seperti
membayar zakat, dan pengangkatan Utsman Bin Affan, Abdurrahman Bin
nabi palsu Musailamah al-Kadzab, Auf, dari kaum Muhajirin dan As’ad
mendorong Abu Bakar melakukan Bin Khudair dari Anshar. (Katimin,
konsolidasi terhadap bangsa-bangsa 2017)
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 104

Keinginan Abu Bakar mulailah dibangun lembaga-lembaga


menjadikan ‘Umar sebagai dan dewan-dewan yang mengurus
penggantinya adalah sebuah berbagai kegiatan administrasi
keputusan yang bebas dari intervensi kenegaraan seperti perbendaharaan
dan kepentingan politik pribadi. Abu negara, pengadilan, perpajakan,
Bakar tidak memiliki hubungan kepolisian, dsb. Selanjutnya
kerabat dengan ‘Umar apalagi membuat aturan-aturan yang
hubungan bisnis. Apa yang membahas gaji guru, tentara, dan
dilakukannya adalah sebuah pilihan pemungutan pajak. ‘Umar juga
berdasarkan kualitas dan kapabilitas meletakkan prinsip-prinsip
‘Umar sebagai pemimpin umat. demokrasi dalam pemerintahannya
Khalifah ‘Umar menjabat sebagai dengan jalan membangun jaringan
khalifah selama 10 Tahun, dari tahun pemerintahan sipil. Juga bersifat
13-23 H (634-644 M). Masa egaliter dengan menjamin persamaan
pemerintahan ‘Umar melakukan hak dalam bernegara, tidak
beberapa langkah politik. Langkah membedakan atasan dan bawahan,
politik ekspansi merupakan langkah penguasa dan rakyat. Ia meninggal
yang paling populer selama pada bulan Dzulhijjah 23 H/644 M
pemerintahan ‘Umar. Langkah ini disebabkan oleh luka yang diderita
dilakukan karena pasukan Islam akibat tikaman yang dilakukan Abu
sudah menyebar ke beberapa wilayah Lu’lu’ah, orang Persia yang
yang dikirim oleh pemerintahan Abu mendendam karena penaklukan yang
Bakar, mau tidak mau dia harus dilakukan pasukan Islam pada masa
meneruskan langkah tersebut. kepemimpinan ‘Umar. (Syalabi,
(Katimin, 2017) 1979)
Meskipun melakukan penaklukan c. Utsman bin Affan
ke beberapa wilayah, ‘Umar tetap Naiknya Utsman bin Affan
berpegang pada aturan tidak ada sebagai khalifah ketiga melalui
paksaan bagi warga pribumi untuk proses yang lain lagi. Utsman bin
masuk Islam. Setelah wilayah Islam Affan dipilih oleh sekelompok
semakin meluas, atas dasar itu sahabat yang nama-namanya telah
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 105

ditentukan oleh Umar bin al-Khattab dikatakan demokratis, karena


sebelum wafat, antara lain Ali bin Abi khalifah tidak pernah menunjukkan
Thalib, Utsman bin Affan, Sa’ad bin sikap represif. Namun seiring
Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, berjalannya waktu, karena Utsman
Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin semakin menua, perilaku
Ubaidillah. Abdullah bin Umar (putra bawahannya sulit terawasi. Salah satu
‘Umar) juga diikutsertakan dengan hal yang menjadi sorotan dan
ketentuan memiliki hak memilih dituding menjadi wujud kemerosotan
namun tanpa hak untuk dipilih. Dasar demokrasi dalam masa pemerintahan
pertimbangan Umar bin al-Khattab Utsman adalah adanya perilaku
menunjuk enam orang sahabat ini nepotisme yang menempatkan Bani
adalah karena keenam orang ini Umayah pada posisi-posisi
dinyatakan oleh Nabi sebagai calon- penting.(Ahmad Amin, 1987)
calon penghuni surga, bukan Akibatnya muncul kekecewaan
mewakili kelompok atau suku. dan gejolak politik di berbagai
Keenam orang ini bermusyawarah daerah. Hal ini dimanfaatkan oleh
untuk menentukan siapa yang paling pihak-pihak yang menentang khalifah
pantas di antara mereka untuk untuk melakukan propaganda, salah
menggantikan Umar. Dari proses satunya Abdullah bin Saba’.
tersebut berakhir dengan terpilihnya Puncaknya ketika para pembangkang
Utsman bin Affan sebagai khalifah dari berbagai daerah tersebut
ketiga. Ketika Utsman dibaiat menyerbu rumah Utsman dan
menjadi khalifah, ia berusia 70 tahun. berhasil membunuhnya. Utsman
(Katimin, 2017) wafat setelah memimpin selama 12
Mengenai kebijakan yang tahun. Peristiwa ini dalam sejarah
diterapkan, Utsman pada dasarnya Islam dikenal dengan Al-Fitnah al-
masih melanjutkan apa yang Kubra. Pembunuhan terhadap
dilakukan pendahulunya, yaitu Utsman ini merupakan tragedi politik
mengadakan perluasan wilayah. Pada kedua dalam Islam, setelah
awal pemerintahan, Pemerintahan terbunuhnya ‘Umar. Perbedaannya,
Khalifah Utsman masih dapat ‘Umar terbunuh karena dendam
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 106

kesukuan, sedangkan Utsman masih menghargai pendapat para


dibunuh oleh para pemberontak yang sahabat utama. (Katimin, 2017)
tidak puas dengan kebijakan- Terjadi perkembangan yang
kebijakannya. berbeda dalam kasus naiknya Abu
d. Ali bin Abi Thalib Bakar dan Utsman dengan Ali bin
Pemilihan Ali bin Abi Thalib juga Abi Thalib. Kalau pada dua orang
berbeda dari khalifah sebelumnya. Ia sahabat yang disebut pertama,
dipilih dan dibaiat oleh kaum sekalipun semula hanya dipilih oleh
pemberontak yang menggulingkan beberapa orang saja, tetapi pada tahap
Utsman karena tuduhan melakukan selanjutnya diakui dan diterima oleh
nepotisme dalam pemerintahan. umat secara keseluruhan. Penetapan
Meski terkesan melakukan coup Ali sebagai khalifah, ternyata
d’etat, kaum pemberontak yang berakhiran lain. Ali hanya diterima
membaiat Ali juga melakukan dan diakui oleh sebagian saja dari
musyawarah dengan penduduk umat Islam. Ada kelompok lain yang
Madinah perihal pengangkatan Ali tidak mengakuinya, yaitu Muawiyah
sebagai khalifah. Hanya saja, dalam bin Abi Sofyan, gubernur Suria yang
proses baiat Ali ini tidak tampak juga keluarga Utsman. Alasan
sahabat-sahabat yang ikut perang penolakannya adalah: (1) Ali harus
Badar. Faktor ketiadaan dukungan mempertanggungjawabkan
dari sahabat-sahabat senior inilah terbunuhnya Utsman; (2) karena
yang menyebabkan Ali pada awalnya semakin luasnya wilayah kekuasaan
menolak permintaan kaum politik Islam, maka yang berhak
pemberontak untuk menjadi khalifah. menentukan jabatan khalifah tidak
Namun karena desakan yang semata hak orang Madinah saja.
demikian kuat dari kaum Pendapat ini mendapat dukungan
pemberontak yang ketika itu memang sejumlah sahabat dan kemudian
menguasai Madinah, Ali pun bergabung di Suria. Inilah pangkal
menerima baiat mereka. Dari sini bisa tolak yang akan memberikan warna
dilihat bahwa pada dasarnya Ali politik Islam selanjutnya.
(Syamruddin Nasution, 2013)
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 107

Gejolak politik yang sebelumnya Wafatnya Ali bin Abi Thalib dan
muncul di masa Utsman semakin diangkatnya Muawiyah menjadi
nampak pada pemerintahan Ali, yaitu khalifah menandai berakhirnya
terjadinya perang Jamal dimana para periode pemerintahan Kulafa’ ar-
penentang Ali menuntut pembunuh Rasyidin. Menganalisa dari apa yang
Utsman agar segera dihukum. telah dipaparkan sebelumnya, penulis
Sebenarnya Ali sudah mencoba berpendapat bahwa model
mengambil langkah damai dengan pemerintahan pada masa Khulafa’ ar-
jalur kompromi dalam menghadapi Rasyidin cenderung pada model
persoalan tersebut, namun situasi dan republik. Hal ini disebabkan
kondisi yang tidak kondusif pemerintahan mereka, terutama
menyebabkan peperangan tidak dapat dalam proses pergantian kepala
terelakkan. Kemudian puncaknya negara tidak bersifat turun-temurun
muncul pertempuran di Siffin antara dalam satu garis keluarga, mulai
tentara Ali dan Muawiyah bin Abi penunjukan Abu Bakar as-Shiddiq
Sofyan yang berakhir dengan Tahkim. sampai pengangkatan Ali bin Abi
Peristiwa ini melahirkan tiga kubu Thalib tidak terdapat kesamaan pola.
dalam tubuh umat Islam: (1) Masing-masing dengan polanya
kelompok yang setia kepada Ali bin sendiri.
Abi Thalib, yang kemudian dikenal Abu Bakar as-Shiddiq dengan
dengan nama Syi’ah, (2) kelompok model pilihan melalui suatu forum
khawarij (keluar dari keputusan Ali), kecil, tetapi akhirnya diakui dan
dan (3) kelompok yang setia kepada disepakati oleh umat Islam. Meskipun
Muawiyah bin Abi Sofyan. Umar bin Khattab naik sebagai
Pertentangan segi tiga ini berlanjut khalifah karena wasiat dari Abu
dengan terbunuhnya Ali bin Abi Bakar, akan tetapi Abu Bakar sudah
Thalib pada tahun kelima menyiapkan tim formatur
kekhalifahannya oleh Bin Muljam, sebelumnya, selanjutnya diakui dan
seorang pengikut khawarij. disepakati oleh umat. Utsman bin
(Syamruddin Nasution, 2013) Affan dipilih oleh sekelompok
sahabat utama yang ditentukan
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 108

sebelumnya oleh Umar bin Khattab, mayoritas masyarakat di tempat


juga kemudian diakui dan disepakati tersebut sehingga ia diangkat
oleh umat secara keseluruhan. menjadi seorang khalifah bagi
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam menggantikan Nabi
sekalipun sebelumnya telah diakui Muhammad SAW.
oleh sejumlah sahabat utama, tetapi 2. Model pemerintahan pada masa
belakangan tidak ada kebulatan suara Khulafa’ ar-Rasyidin
untuk mendukung kekhalifahan Ali. cenderung pada model
Bahkan kemudian telah melahirkan republik. Hal ini disebabkan
polarisasi kepemimpinan di pemerintahan mereka, terutama
lingkungan umat Islam. Setelah dalam proses pergantian kepala
Muawiyah menjadi khalifah, sistem negara tidak bersifat turun-
pemerintahan di bawahnya barulah temurun dalam satu garis
berubah menjadi politik monarki keluarga, mulai penunjukan
dinasti yang dikenal dengan dinasti Abu Bakar as-Shiddiq sampai
Umayyah. pengangkatan Ali bin Abi
Thalib tidak terdapat kesamaan
PENUTUP pola.
3. Terlepas dari konflik yang ada,
Berdasarkan pemaparan
peristiwa di Saqifah Bani
mengenai Saqifah dan berbagai
Saidah menghasilkan satu
peristiwa tersebut, maka penulis
resolusi politik yang memiliki
dapat menarik kesimpulan sebagai
dampak luar biasa terhadap
berikut;
perkembangan politik dan
1. Peristiwa di Saqifah Bani
sistem ketatanegaraan di tubuh
Saidah (sebuah balai pertemuan
Umat Islam. Dinamika
di Madinah) menjadi forum
demokrasi yang terdapat dalam
diskusi politik yang modern
peristiwa ini dapat dijadikan
dimana hasilnya Abu Bakar
sebagai bahan edukasi kepada
terpilih secara demokratis
para pelajar.
berdasarkan kesepakatan
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 109

DAFTAR PUSTAKA Hamzah, Andi. 1986. Kamus Hukum,


Jakarta: Ghaliya Indonesia
Ahmad, Abidin Zainal. 1977. Ilmu
Hashem. 1994. Saqifah: Awal
Politik Islam I, Jakarta : PT
Perselisihan Umat, Jakarta:
Bulan Bintang
Al-Muntazhar
Amin, Ahmad. 1987. Islam dari
Hashem. 2004. Wafat Rasulullah dan
Masa ke Masa, Bandung,
Suksesi sepeninggal beliau
Rosyada
di Saqifah, Bekasi: YAPI
Artha, Arwan Tuti. 2007. Kudeta Mei
Hisyam, Ibnu. 2000. As-Sirah An-
’98 Perseteruan Habibie-
Nabawiyah li Bin Hisyam
Prabowo, Yogyakarta:
terj. Fadli Bahri, Jakarta:
Galangpress
Darul Falah
Calvert, Peter. 1993. Proses Suksesi
Iqbal, M Hasan. 2002. Pokok-Pokok
Politik, Yogyakarta: Tiara
Materi Metodologi
Wacana
Penelitian dan
Fachrurozi, Moch. “Trilogi
Aplikasinya,Jakarta: Ghalia
Kepemimpinan Islam:
Indonesia
Analisis Teoritik Terhadap
Katimin. 2017. Politik Islam: Study
Konsep Khilafah, Imamah,
Tentang, Pemikiran, dan
Dan Imarah” Ilmu Dakwah:
Praktik dalam Sejarah
Academic Journal for
Politik Umat Islam, Medan:
Hemilotic Studies, 4, no. 12
Perdana Publishing
(July, 2008)
Katsir, Binu. 2004. Al- Bidayah wa
Fuad, Zakki. 2011. Sejarah
An-Nihayah terj. Abu Ihsan,
Peradaban Islam:
Jakarta: Darul Haq
Paradigma Teks, Refleksi,
Rabi’ah, Rumidah. 2009. Lebih Dekat
Filosofis, Surabaya: IAIN
dengan Pemilu di Indonesia,
Sunan Ampel
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Haikal, Muhammad Husin. 1979.
Persada
Hayyah Muhammad,
Revitch, Diane dan Abigail
Jakarta: Pustaka Jaya
Themstrom (eds.). 1997.
Jurnal Tarbawi| Volume 06 No 02 2021| p-ISSN : 2527-4082, e-ISSN : 2622-920X | 110

Demokrasi: Klasik dan


Modern, terj. Hermoyo,
Jakarta: Yayasan Obor
Safiyurrahman. 2008. Al-Rahiq al-
Makhtum, terj. Kathur
Suhardi, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar
Salim, Abdul Mu’in. 2002. Konsepsi
Kekuasaan Politik Dalam
Al-Qur’an, Jakarta; PT. Raja
Grafindo Persada
Syadzali, Munawir. 1999. Islam dan
Tata Negara, Jakarta: UI
Press
Syalabi, Ahmad. 1979. Sejarah
Kebuyaan Islam Jakarta :
Pustaka Al Husna
Tim Penyusun kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2001. Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka
Wibowo, Ragil Sapto. 2011. Suksesi
Kepemimpinan dalam
Pandangan Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah
Yasin, Rahman. 2006. Gagasan Islam
tentang Demokrasi,
Yogyakarta: AK Group

Anda mungkin juga menyukai