Anda di halaman 1dari 7

Makalah Ilmu Hadits

“SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN HADITS”

Nama Kelompok :

1. Cecep Abdullah
2. Haijaz Mufti Alfath
3. Eka febryantia
4. Faradhila Ramadhani

Man 14 Jakarta
A. Perkembangan Hadits Masa Tabi’in

Tabi’in adalah orang islam yang bertemu dengan sahabat, berguru dan belajar
kepada sahabat, tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan tidak pula semasa
dengan beliau. Setelah Nabi wafat (11 H/632 M), kendali kepemimpinan umat Islam
berada di tangan sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan
itu adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, kemudian disusul oleh Umar bin Khaththab, Usman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal dengan
sebutan al-Khulafau al-Rasyidin dan periodenya disebut dengan zaman sahabat besar
(Fazlur Rahman menyebut sahabat senior).
Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan
menyusul era sahabat kecil. Dalam masa itu muncullah tabi’in besar yang bekerja
sama dalam perkembangan pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup
pada masa itu. Di antara sahabat Nabi yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-
Rasyidin dan yang cukup besar peranannya dalam periwayatan hadis diantaranya
‘Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar bin Khaththab, dan
Jabir bin Abdullah.
Sesudah masa Khulafaur rasyidin, timbulah usaha yang lebih sungguh-sungguh
untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Bahkan tata cara periwayatan hadits pun
sudah dibakukan. Pembakuan tatacara periwayatan hadits ini berkaitan erat dengan
upaya ulama untuk meyelamatkan hadits dari usaha-usaha pemalsuan hadits. Kegiatan
periwayatan hadits pada masa itu lebih luas dan banyak dibandingkan dengan
periwayatan pada periode khulafaur rasyidin. Kalangan Tabi’in telah semakin banyak
yang aktif meriwayatkan hadits. Meskipun masih banyak periwayat hadits yang
berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, kehati-hatian pada masa itu sudah bukan
lagi menjadi ciri khas yang paling menonjol, karena meskipun pembakuan tatacara
periwayatan telah ditetapkan. Luasnya wilayah Islam dan kepentingan golongan
memacu munculnya hadits-hadits palsu. Sejak timbul fitnah pada akhir masa Utsman,
umat Islam terpecah-pecah dan masing-masing lebih mengunggulkan golongannya.
Pemalsuan hadits mencapai puncaknya pada periode ketiga, yakni pada masa
kekhalifahan Daulah Umayyah.
Periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak begitu berbeda dengan
yang dilakukan oleh para sahabat, karena mereka mengikuti jejak para sahabat yang
menjadi guru mereka. Hanya persoalan yang dihadapi oleh kalangan tabi’in yang
berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-Quran sudah
dikumpulkan pada satu mushaf dan para sahabat ahli hadis telah menyebar ke
beberapa wilayah kekuasaan islam. Sehingga para tabi’in dapat mempelajari hadis
dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh bani ummayah perluasan wilayah
kekuasaan berkembang pesat dan juga semakin meningkatnya penyebaran para
sahabat ke daerah-daerah tersebut. Sehingga pada masa ini dikenal dengan masa
penyebaran periwayatan hadis (intisyar Ar-Riwayah lla Al Amshar). Terdapat beberapa
kota yang menjadi pusat pembinaan dalam periwayatan hadis sebagai tempat tujuan
para tabi’in dalam mencari hadis yaitu madinah Al-Munawarah, Mekah Al-mukaramah,
kufah, basrah, Syam, Mesir, magrib, andalas, yaman dan khurasan. Pusat pembinaan
pertama adalah madinah karena di sinilah Rasullah SAW menetap dan hijrah serta
membina masyarakat islam.

Beberapa Perwakilan Sahabat-Tabiin di berbagai Kota di Pusat Pembinaan :

a. sahabat yang membina hadis di mekah adalah sebagai berikut Mu’adz bin jabal, Atab
bin Asid, Haris bin Hisyam, Usman bin Thalhah, dan Uqbah bin Al-Haris. Diantara para
tabi’in yang muncul dari sini adalah mujahid bin Jabar, Ata’ bin Abi Rabah, Tawus bin
Kaisan, dan Ikrimah maula Ibnu Abbas
b. sahabat yang membina hadis di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqas,
dan Abdullah bin Mas’ud. Diantara para tabi’in yang muncul disini ialah Ar-Rabi’ bin
Qasim, Kamal bin Zaid An-Nakhai’, Said bin Zubair Al-Asadi, Amir bin Sarahil Asy-
Sya’ibi, Ibrahim Ankha’I, dan Abu Ishak As-Sa’bi.
c. sahabat yang membina hadis di Basrah ialah Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Imran
bin Husain, Ma’qal bin Yasar, Abdurrahman bin Samrah, dan Abu said Al-Anshari.
Diantara para tabi’in yang muncul disini adalah Hasan Al-Basri, Muhammad bin Sirrin,
Ayub As-sakhyatani, Yunus bin Ubaid, Abdullah bin Aun, Khatadah bin Du’amah As-
sudusi, dan Hisyam bin hasan.
d. sahabat yang membina hadis di Syam ialah Abu Ubaidah Al-Jarah, Bilal bin Rabah,
Ubadah Bin shamit, Mu’adz bin Jabal, Sa’ad bin Ubadah, Abu darda Surahbil bin
Hasanah, Khalid bin Walid, dan Iyad bin Ghanan. Para tabi’in yang muncul disini ialah
salim bin abdillah al-muharibi, Abu Idris Al-khaulani, Umar bin Hanna’I.
e. sahabat yang membina hadis di mesir ialah Amr bin Al-as, Uqubah bin Amr, Kharijah
bin Huzafah, dan Abdullah bin Al-Haris. Para tabi’in yang muncul disini ialah Amr bin
Al-Haris, nKhair bin Nu’aimi Al-Hadrami, Yazid bin Abi Habib, Abdullah bin Jafar dan
Abdullah bin Sulaiman Ath-Thawil.
f. sahabat yang membina hadis di magrib dan andalus ialah Mas’ud bin Al-Aswad Al-
Balwi, Bilal bin haris bin asim Al-muzaid. Para tabi’in yang munc ul disini adalah Ziyad
bin An-Am Al-Mu’afil, Abdurrahman bin Ziyad, Yazid bin Abi Mansur, Al-Mugirah bin
Abi Burdah, Rifa’ah bin Ra’fi dan Muslim bin Yasar.
g. sahabat yang membina hadis di Yaman adalah Muadz bin jabal dan Abu Musa Al-
Asy’an. Para tabi’in yang muncul disini diantaranya adalah Hammam bin Munabah dan
Wahab bin Munabah, Tawus dan Mamar bin rasyid.
h. sahabat yang membina hadis di kharasan adalah Abdullah bin Qasim Al-Aslami, dan
Qasm biun sabit Al-Anshari, Ali bin Sabit Al-Anshari, Yahyab bin Sabih Al-mudasir

Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat yaitu setelah terjadinya
perang jamal dan perang suffin berakibat cukup panjang dan berlarut-larut dengan
terpecahnya umat islam menjadi beberapa kelompok. Secara langsung ataupun tidak
pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadis
berikutnya, baik pengaruh yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif.
Pengaruh yang bersifat negatif adalah munculnya hadis-hadis palsu untuk mendukung
kepentingan politik masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawannya.
Pengaruh yang bersifat positif adalah terciptanya rencana dan usaha yang mendorong
diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan dari
pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

Beberapa ciri-ciri umum dari periode tabiin ialah :

1. Terpecah belahnya umat islam kedalam berbagai kelompok politik


2. Berpencarnya para ulama ke kota kota di seantero wilayah kekuasaan islam
3. Tersebarnya riwayat hadits
4. Timbulnya pemalsuan hadits nabi saw
5. Banyaknya orang orang mawali {Persia,romawi,mesir} yang masuk islam dan
kemudian belajar islam kepada para ulama
6. Mulai ada pertentangan diantara ahlur ra’yi dan ahlul hadits

B. Abad II Hijriah

Paling kurang ada empat faktor yang mendorong umar ibn abdul aziz mengambil
inisiatif untuk memerintahkan para gubernur dan pembantunya untuk mengumpulkan
Hadits Yaitu :
1. Tidak ada lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan hadits atau
kekhawatiran akan bercampurnya hadits dengan alquran.
2. Munculnya kekhawatiran hilang dan lenyapnya hadits karena banyaknya para
sahabat yang meninggal dunia akibat usia atau seringnya terjadi peperangan.
3. Semakin maraknya kegiatan pemalsuan hadits yang dilatarbelakangi oleh
perpecahan politik dan perbedaan mazhab di kalangan umat islam.
4. Karena telah semakin luasnya daerah kekuasaan islam disertai dengan semakin
banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat islam, maka hal
tersebut menuntut mereka untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dari hadits.

Dalam fakta sejarah, di masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara resmi
yang diprakarsai pemerintah, padahal peluang untuk membukukan hadits terbuka.
Umar bin Khattab pernah berfikir membukukan hadits, ia meminta pendapat para
sahabat, dan disarankan membukukannya. Setelah Umar bin Khattab istikharah
sebulan lamanya ia membatalkan rencana tersebut.
Pada masa tabi’in wilayah islam bertambah luas. Perluasan daerah tersebut
diikuti dengan penyebaran ulama untuk menyampaikan ajaran ilsam di daerah-
daerah, termasuk ulama hadis. Penyebaran hadis disesuaikan dengan kekuatan
hafalan masing-masing ulama itu sendiri, sehingga tidak merata hadis yang dimiliki
ulama hadis. Maka kondisi tersebut sebagai alasan kodifikasi hadis.
Kodifikasi ini disinonimkan dengan tadwin al-hadis tentunya berbeda dengan
penulisan hadis kitabah al-hadis. Tadwin al-hadis mempunyai makna “penulisan hadits
Nabi ke dalam suatu buku (himpunan, dan susunan) yang pelaksanaanya dilakukan
atas legalitas yang berlaku umum dari lembaga kenegaraan yang diakui masyarakat.
Sedangkan Kitabah al-Hadits itu sendiri asal mulanya merupakan hasil kesaksian
sahabat Nabi terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan atau al-ihwal Nabi kemudian apa
disaksikan oleh sahabat itu lalu disampaikannya kepada orang lain, dan seterusnya,
baik secara lisan maupun tulisan. Jadi belum merupakan kodifikasi, akan tetapi baru
merupakan tulisan- tulisan-tulisan atau catatan-catatan pribadi. Sedangkan
perbedaan-perbedaan antara kodifikasi hadis secara resmi dari penulisan hadis adalah
sebagai berikut:
1. Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif
yang diakui masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan.
2. Kegiatan kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan,
menghimpun, dan mendokumentaskannya.
3. Tadwin hadis dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang
dianggap berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis dilakukan oleh orang-
orang tertentu.

*Peran Umar Bin Abdul Aziz Dalam Kodifikasi :

Secara resmi berdasarkan perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz melalui
instruksi kepada Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (Gubernur Madinah) dan
para ulama Madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para
penghafalnya. Di antara isntruksinya kepada para ulama Madinah ialah :

“perhatikan atau periksalah hadits-hadits Rasulullah, kemudian himpunlah ia”


Demikian juga surat khalifah yang dikirim kepada Ibnu Hazm
“Tulislah kepadaku apa yang tetap padamu dari pada hadits Rasulullah,
sesungguhnya aku khawatir hilangnya ilmu dan wafatnya para ulama”.

Khalifah menginstruksikan kepada Abu Bakar ibn Muhammad bin Hazm agar
mengumpulkan hadis-hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al- Anshari murid
kepercayaan siti ‘Aisyah. Dan alQasim bin Muhammad bin Abi Bakar. instruksi yang
sama ia tunjukkan pula kepada Muhammad bin Syihab Al-Zuhri, yang dinilainya
sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lainnya. Peranan
para ulama hadis, khususnya al-Zuhri, sangat mendapat penghargaan dari seluruh
umat Islam. Mengingat pentingnya pernana al-Zuhri ini, para ulama di masanya
memberikan komentar, bahwa jika tanpa dia, di antara hadis-hadis niscaya hadis
sudah banyak yang hilang.
Beberapa pokok mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil
kebijaksanaan seperti ini.
 Pertama ia khawatir hilangnya hadis-hadis, dengan menginggalnya para ulama di
medan perang.
 Kedua ia khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih dengan hadis-
hadis yang palsu.
 Ketiga bahwa dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara
kemampuan para tabi’in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, jelas sangat
memerlukan adanya usaha kodifikasi ini.
*DAFTAR PUSTAKA : Mudasir.1999. Ilmu Hadits. Bandung: Pustaka Setia. LKS ilmu
Hadits peminatan Keagamaan smt2

Anda mungkin juga menyukai