Anda di halaman 1dari 6

C.

Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Tabi’in


1. Definisi Tabi’in dan Perannya dalam Pertumbuhan Sejarah Hadits
Seperti hal nya Al Qur’an, hadits juga mengalami proses panjang dalam
pengumpulannya. Dalam proses pengumpulan hadits juga dilakukan
penyeleksian untuk mendapatkan hadis yang shahih atau dapat dipercaya
kebenarannya. Karena pada dasarnya, proses pengumpulan hadits mengalami
beberapa periodesasi, yang pada periode tertentu terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan munculnya hadits-hadits palsu. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan redaksi yang disebabkan individualitas penulisan para
sahabat dan perbedaan persepsi. Dengan demikian, untuk memahami hadits
lebih lanjut, kita dituntut untuk menguasai ilmu-ilmu yang terkait dengannya.
Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh para tabi’in tidak
berbeda dengan yang dilakukan para sahabat, mereka mangikuti jejak para
sahabat sebagai guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi
mereka berbeda dengan persoalan yang dihadapi para sahabat.
Tabi’in menurut asal bahasanya berasal dari bahasa arab yang berarti
pengikut. Sedangkan menurut istilah arti dari Tabi’in adalah orang islam awal
yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami asa
hidup Nabi Muhammad SAW. Usianya tentu saja lebih muda dari Sahabat
Nabi bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa Sahabat hidup.
Atau bisa juga disebut bahwasannya Tabi’in merupakan murid Sahabat Nabi.
Pada tingkatannya, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani membagi para Tabi’in
menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan sumber periwayatannya, yaitu
a. Para Tabi’in tertua (Kibar at-tabi’in) mereka yang seangkatan dengan
Said bin Al-Musayyab
b. Para Tabi’in kelompok pertegahan (al-wustha min at-tabi’in) mereka yang
seangkatan dengan Al-Hasan Al-Bashri
c. Para Tabi’in kelompok muda (sighar at-tabi’in) yang banyak
meriwayatkan hadits dari tabi’in tertua contohnya Ibnu Syihab az-Zuhri
d. Para Tabi’in kelompok termuda yang seangkatan dengan Sulaiman bin
Mihran al-A’masy.1

Peran Tabi’in dalam perkembangan sejarah hadits tidak dapat


dipungkiri merupakan peranan kesinambungan dan pemeliharaan hadits. Pada
masa itu banyak para Tabi’in yang menimba ilmu kepada para sahabat.
Mereka menerima hadits dari para sahabat sekaligus belajar kepada sahabat
tentang makna dan arti hadits yang mereka terima. Ada yang menarik dari
periode Tabi’in ini, pasalnya pada masa ini Islam telah tersebar ke berbagai
daerah. Dengan begitu banyak pula sahabat yang hijrah ke berbagai daerah
seperti Syam, Irak, Mesir, Samarkand untuk menyebarkan dakwahnya. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan hadits, dan berguru kepada para Sahabat, para
Tabi’in harus menempuh perjalanan yang jauh. Hal ini dibuktikan dari riwaya
Bukhari, Ahmad, Thabrani ataupun Baihaqi, bahwa Jabir pernah pergi ke
Syam, yang memakan waktu sebulan untuk perjalanannya hanya untuk
menanyakan satu hadits saja yang belum pernah di dengarnya. Sahabat yang
didatanginya adalah Abdullah Ibnu Unais al-Anshary.

2. Perkembangan Hadist Pada Masa Tabi’in


Ketika Pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan
islam sampai meliputi Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand, dan
Spanyol, disamping Madinah, Mekkah, Basrah, Syam, dan Khurasan. Sejalan
dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran para sahabat
ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini dikenal dengan
masa menyebarnya periwayatan hadits (Intisyar al-riwayah ila al-amshar).2
Pada masa ini terdapat kota-kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan
hadits, sebagai tempat tujuan para Tabi’in dalam mencari hadits. Kota-kota
tersebut ialah:

1
https://googleweblight.com
2
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal 85.
a. Madinah al-Munawarah
Diantara tokoh –tokoh hadits di kota Madinah dalam kalangan sahabat
ialah Abu Bakar, Umar, Ali (sebelum pindah ke Kuffah), Abu Hurairah,
Aisyah, IbnuUmar, Abu Said al-Khudry dan Zaid bin Tsabit. Diantara
sarjana-sarjana Tabi’in yang belajar kepada sahabat-sahabat itu ialah Said,
Urwah, Az-Zuhry, Ubaidilah ibn Abdillah ibn Utbah, Ibnu Ma’id, Salim
ibn Abdillah ibn Umar.
b. Makkah al-Mukarramah
Diantara tokoh hadits makkah ialah Mu’adz, kemudian Ibnu Abbas.
Diantara Tabi’in yang belajar padanya ialah Mujahid, Ikrimah, Atha’ ibn
Abi Rabah, Abu az-Zubair Muhammad ibn Muslim.
c. Kufah
Ulama Sahabat yang mengembangkan hadits di Kuffah ialah Ali Abdullah
ibn Mas’ud, Saad ibn Abi Waqqash, Said ibn Zaid, Khabab ibn al-Arat,
Salman al-Farisy, dll. Abdullah ibn Mas’ud adalah pemimpin besar hadits
di Kuffah. Ulama hadits yang belajar kepadanya ialah Masruq, Ubaidah,
Al aswad, Syuraih, Ibrahim, Said ibn Jubair, Amir ibn Syurahil, dan Asy-
Sya’by.
d. Bashrah
Pimpinan hadits di Basrah dari golongansahabat ialah Anas ibn Malik,
Utbah, Imran ibn Husain, Abu Bazrah, Ma’qil ibn Yasar, dll.
Sarjana-sarjana Tabi’in yang belahjar kepada mereka ialah Abul Aliyah,
Rafi’ ibn Mihram ar-Riyahy, Al-Hasan al-Bishry, Muhammad ibn Sirin,
Qatadah, dll.
e. Syam
Tokoh hadits dari kalangan sahabat di Syam ialah Mu’adz bin Jabal.
Ubadaibn Shamit dan Abu Darda’, pada beliau-beliau itulah banyak
Tabi’ibelajar diantaranya ialah Abu Idris al-Khaulany, Qabishah ibn
Dzuaib, Makhul, Raja’ ibn Haiwah.
f. Mesir
Diantara sahabat yang mengembangakan hadits di Mesir ialah Abdullah
ibn Amr, Uqbah ibn Amr, dan ada kira-kira 140 orang sahabat yang
mengembangkan dakwah di Mesir. Diantara Tabi’in ang belajar disana
ialah Abu al-Khair Martsad al-Yaziny dan Yazid ibn Abi Habib.3
g. Maghrib (Afrika Selatan) dan Andalusia(Spanyol)
Tokoh-tokoh sahabat yang mengajarkan hadits di Amr ibn al-‘Ash,
Abdullah ibn Sa’ad bin Abi Sarah, Abdullah bin Abbas, dll. Dari para
sahabat tersebut menghasilkan sarjana-sarjana dari bangsa Afrika sendiri
seperti Abdurrahman ibn Ziyad, Yazid ibn Abi Mansur, al Mughirah ibn
Abi Burdah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
h. Yaman
Rasulullah pernah mengirim Mu’az ibn Jabal dan Abu Musa Al Ansyari
ke Yaman. Dari sana muncul Tabi’in terkemuka seperti Hammam ibn
Munabbih, Thawus dan putranya Ma’mar ibn Rasyid, dll.
i. Jurjan
Di Jurjan singgah beberapa sahabat, antara lain Abu Abdillah Al Husain
ibn Ali, Abdullah ibn Umar, Hudzaifah ibn Al Yaman, dll. Ada yang
mengatakan juga termasuk Al Hasan ibn Ali
j. Quzwain
Tokoh sahabat yang berada di Quzwain yaitu Salman Al Farisiy, dan Abu
Hurairah ad-Dausy. Sedang yang Tabi’in antara lain Said ibn Jubair,
Syamr ibn ‘Athiyyah, dan Thulaihah bin Khuwalid.

k. Khurasan
Dari kalangan sahabat yang pernah singgah di Khurasan adalah Buraidah
ibn Hasyib al Aslamy, Abu Barzah al Aslamy, dll. Di kawasan inilah

3
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang:
PT Pustaka Rizky Putra, 2009, hal 49-50.
muncul para pakar hadits terkemuka seperti di Bukhara tokohnya Abu
Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, di Samarqand tokohnya Abu
Abdillah ibn Abdillah ibn Abdurrahman ad-Darimiy, dan di Faryab
tokohnya Muhammad ibn Yusuf al-Farabiy kawan sejawat al-Tsaury.4
3. Munculnya Pemalsuan Hadist
Pada Masa ini terjadi pergolakan politik yang disebabkan perebutan
kekuasaan antara Khalifah Ali dan Muawwiyah. Dan pada masa tersebut umat
Islam terbagi menjadi beberapa golongan. Golongan pertama yaitu golongan
Syiah yang medukung Khalifah Ali, golongan kedua yaitu pendukung pihak
Muawwiyah, dan golongan terakhir yaitu kelompok Khawarrij yang tidak
mendukung Ali maupun Muawwiyah.
Ketiga golongan tersebut, sudah barang tentu ingin saling berebut
pengaruh dimata masyarakat. Bukan hanya itu, mereka juga saling berusaha
untuk menjatuhkan lawan masing-masing dengan tidak segan-segan membuat
hadits palsu. Usaha ini pertama kali dilakukan oleh golongan Syi’ah, dan
diikuti oleh golongan yang lainnya. Kota yang terkenal sebagai pusat
pembuatan hadits palsu pada waktu itu adalah Irak.
Kalaulah pada masa Ali itu telah timbul pemalsuan Hadits, maka
bentuknya barulah tingkat permulaan, yang secara keseluruhan belum banyak
berpengaruh terhadap keaslian Hadits Rasul. Adapun pada periode ketiga,
yakni mulai masa Muawwiyah sampai akhir abad 1 Hijry, pemalsuan Hadits
telah berkembang pesat , yang sebabnya bukan hanya factor pertentangan
golongan,5 akan tetapi juga dilakukan oleh para kaum zindiq yang yang
motifnya ingin memecah belah kaum islam.6
Faktor munculnya keliruan pada masa tabi’in adalah:

4
Muhammad A’jad Al Khatib, Ushul Al-Hadits, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013, hal. 114-
117.
5
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits: Cara-cara sahabat menerima dan Menyampaikan
Hadits, Bandung: Angkasa, 2009, hal. 98-99
6
Ibid., hal 107
a. Periwayatan hadist adalah manusia, jadi tidak lepas dari kekeliruan
b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadist
c. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat.

Pemalsuan hadist dimulai sejak masa Ali Ibnu Abi Thalib bukan karena
masalah politik tetapi masalah lain. Menghadapi pemalsuan terjadinya hadist
dan keliruan periwayatan maka para ulama mengambil langkah sebagai
berikut:

a. Melakukan seleksi dan koreksi tentang nilai hadist dan periwayatannya


b. Hanya menerima hadist dari periwayat yang tsiqoh saja
c. Melakukan penyaringan terhadap hadist dari rowi yang tsiqoh
d. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada
periwayat yang lebih tsiqoh
e. Meneliti sanad untuk mengetahui hadist palsu

Anda mungkin juga menyukai