Anda di halaman 1dari 11

BAB 

I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hadits Nabawi adalah sumber kedua setelah Al Quran yang diikuti oleh Ijma’ dan
juga Qiyas. Hadits tak bisa dipungkiri memiliki peranan yang urgent sebagai sumber terhadap
hukum-hukum Islam. Al Quran bisa difahami dan didekati melalui hadits sehingga hadits
berperan sebagai Mubayin, Muqoyyid, Muwaddih al Musykil, Nasikh dan lain-lain bagi al
Quran.

Lain halnya dengan al Quran yang sejak awal sudah menjadi perhatian banyak
kalangan sahabat, hadits pada masa Rosulullah hidup hanya diriwayatkan secara lisan tanpa
menggunakan tulisan. Sebab, saat itu jika hadits ditulis dihawatirkan redaksi-redaksinya
tercampur dengan ayat al Quran. Meskipun demikian, ada beberapa sahabat yang tetap
menulis redaksi hadits untuk kepentingan pribadinya bukan rujukan umum. Sebut saja
Abdullah ‘Amr bin al ‘Ash.

Setelah Rosulullah wafat, dan banyak para sahabat penghafal hadits yang meninggal.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mulai merasa hawatir dan prihatin terhadap hadits yang
belum sepenuhnya ditulis. Kehawatiran inilah yang menjadi langkah awal untuk
pengkodifikasian hadits. Muhammad bin Syihab al Zuhri bertugas sebagai koordinator
pengumpul hadits. Hadits yang terkumpul pada saat itu belum terklasifikasi berdasarkann
bab, kwalitas dll namun masih bercampur dalam satu buku kumpulan hadits-hadits Nabi yang
disebut al Jawami’.

Seiring tersebarnya Islam, maka perhatian penuh terhadap Hadits mulai tampak.
Lahirlah rumusan-rumusan kaidah yang berkaitan dengan hadits seperti penerimaan hadits,
kwalisifikasi hadits dll. Rumusan kaidah inilah yang kemudian pada masa Tabi’ Tabi’in
dibukukan ke dalam satu disiplin ilmu yang disebut Ilmu hadits. Di samping kitab yang
berkaitan dengan Ilmu Hadits, kitab-kitab hadits Nabi juga mulai marak ditulis. Kitab-kitab
ini yang kemudian dijadikan kitab induk hadits Nabi.
Ada enam kitab induk hadits yang terkenal, yaitu:
§  Sohih al Bukhori
§  Sohih Muslim
§  Sunan Abi Dawud
§  Sunan at Tirmidzi
§  Sunan an Nasa’i
§  Sunan Ibnu Majah

Keenam kitab ini disebut dengan Kutub as Sittah (enam kitab pokok hadits).


Selanjutnya, kitab-kitab ini disempurnakan lagi menjadi Kutub at Tis’ah (sembilan kitab
pokok hadits) dengan menambahkan: Sunan ad Daruquthni, Sunan ad Daromi, Sunan al
Baihaqi.
Masing-masing kitab ini memiliki karakteristik dan metode tersendiri dalam
pengumpulan hadits. Pada makalah ini, penulis mencoba menelaah apa yang ada di dalam
kitab  Jami’ imam Tirmidzi atau yang dikenal dengan Sunan at Tirmidzi. Sebab, kitab ini
tidak hanya memuat hadits-hadits yang berkualitas sohih saja, melainkan hadits hasan, dhaif
dan selainnya juga ia himpun dalam kitab ini. Bahkan, imam Tirmidzi juga memberikan
komentar akan status hukum atau kualitas suatu hadits.

B.     RumusanMasalah
Pada makalah ini akan menjelaskan tentang :
1.      Siapakah Imam Turmudzi.
2.      Metodeapa yang digunakandalamkitab Sunan al Tirmidzi.
3.      Apa Isi Dalam Kitab Sunan Al Tirmidzi.
4.      Bagaiman Pandangan Para Ahli tentang Kitab Sunan Al Tirmidzi

C.    Tujuan Masalah

1.      Mengenal Imam Turmudzi.


2.      Mengetahui Metode Yang digunakan Imam at Tirmidzi dalam
Menyusun Kitab Sunan at Tirmidzi.
3.      Mengetahui Isi Kitab Sunan Al Tirmidzi.
4.      Mengetahui Beberapa Pandangan Para Ahli Tentang Kita Sunan Al Timidzi.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Biografi Imam At Tirmidzi

            Nama lengkapnya adalah Abu ‘Isa Muhammad Bin ‘Isa Bin Tsaurah Bin Musa Bin
Ad-Dahaq As-Sulami At-Tirmiz. Penisbahan namanya kepada As-
Sulami merupakan nisbah kepada satu kabilah yang dijadikan sebagai afiliasi beliau.
Dan nisbah  ini merupakan sebuah nisbah kearaban. Akan tetapi, belum ditemukan sumber
secara pasti, apakah iabenar berasal dari Arab atau tidak. Karena, sebagian dari penulis
kontemporer mengatakan bahwa seluruh pengarang kitab as-sittah adalah a’jami (bukan
berasal dari Arab). Sedangkan penisbahan namanya kepadaTirmizi, karena,ia lahir dan
berkembang di kota Tirmiz, yaitu kota yang terletak dibagian selatan kota Iran sekarang.

            Imam Tirmizi lahir pada bulan zullhijjah tahun 209 H (824 M). Kakeknya dahulunya
merupakan orang Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap disana, lalu di kota inilah
terlahirnya imam at-Tirmizi. Sejak kecil ia sudah suka mempelajari ilmu hadis dan
melakukan perjalanan ke beberapa negri untuk mendapatkan ilmu. Dalam perjalanannya
inilah, ia bertemu dengan beberapa ulama besar ahli hadis dan belajar hadis bersama mereka.
Imam Tirmizi lebih populer dengan nama Abu Isa. Bahkan dalam kitab al-Jami’nya, ia selalu
memakai nama Abu Isa, meskipun sebagian ulama sangat membenci sebutan tersebut
dengan berargumen kepada sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Syaibah bahwa “seorang pria tidak diperkenankan memakai nama Abu Isa, karena, Isa tidak
punya ayah”. Namun, tetap saja ini tidak berpengaruh, karena, hal ini dimaksudkan untuk
membedakan at-Tirmizi dengan ulama yang lain, sebabada beberapa ulama besar yang juga
terkenal dengan nama at-Tirmizi,yaitu:
a) Abu Isa at-Tirmizi, pengarang kitab al-Jami’atau Sunan at-Tirmizi, tokoh yang
menjadi topik pembahasan pada makalah ini

b) Abu al-Hasan Ahmad bin al-Hasan, yang masyhur dengan panggilan at-Tirmizi al-Kabir

c) Al-Hakim at-Tirmizi Abu Abdillah Muhammad Ali bin al-Hasan bin Basyar, seorang yang
berkepribadian zuhud, hafidz, muazzin, juga pengarang kitab yang biasa dikenal dengan
sebutan al-Hakim at-Tirmizi.

Adapun nisbat yang melekat pada at Tirmidzi adalah al Sulami, dibangsakan dengan Bani
Sulami, dan Kabilah Ailan.Sementara al Bugi adalah tempat dimana at Tirmidzi wafat dan
dimakamkan. Pada saat umurnya 70 tahun, sang Illahi memanggil imam Tirmizi, bertepatan 
pada tahun 279 H. Imam As Syakir menyebutkan bahwa Imam Tirmizi wafat pada bulan
Rajab tanggal 13 tahun 279 H pada malam Senin. Hal ini sejalan dengan pendapat Al-Hafiz
Al-Mizzi dalam kitab at Tahzib dari Al-Hafizh Abu Abbas Ja’far Muhammad Ibn Mu’taz Al-
Mustaghfiri, sebagai ahli sejarah yang telah melawat ke Khurasan dan lama menetap disana.

Kota Tirmiz merupakan sebuah kota yang banyak melahirkan danmembesarkan ulama,
baik itu ulama hadis, tasawuf dan bahasa Arab. Keadaan ini jugalah yang mendukung imam
Tirmizi berpacu semangat dalam mempelajari dan mengumpulkan hadis. Walaupun, keadaan
kota kelahirannya mendukung untuk mempelajari dan meriwayatkan hadis, namun imam
Tirmizi belum merasa puas dengan keadaan tersebut. Maka, untuk memenuhi rasa kepuasan
dirinya, ia melakukan perjalanan kebeberapa negeri untuk belajar dari ulama hadis yang ada
di negeri tersebut. Dalam perlawatannya, imam Tirmizi melakukan perjalanan
ke Bukhara, Khurasan, Naysabur, Iraq, Hijaz, Makkah, dan beberapa negeri lainnya, akan
tetapi beliau tidak melakukan perjalanan ke Mesir dan Syam. Hal ini disebabkan, karena
keadaan yang tidak memungkin pada waktu itu, sehingga ia meriwayatkan hadis dari ulama
kedua negeri ini dengan perantaraan ulama lainnya.Selain dua kota ini, imam Tirmizi juga
tidak mendatangi kota Bagdag. Karena, kemungkinan adanya situasi yang negatif di kota
Bagdag ketika itu, sehingga ia tidak dapat mendengar hadis secara langsung dari imam
Ahmad Bin Hanbal.Dalam pelawatannya, imam Tirmizi selalu mencatat hadis dari ulama
yang ditemuinya.

Ia meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Diantaranya adalah Imam Bukhori,


kepadanya ia belajar hadits dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud.
Guru beliau lainnya adalah:
§   Qutaibah bin Said
§    Ishaq bin Rahawahib
§    Muhammad bin ‘Amru as-Sawwaq al-Balqi
§    Mahmud bin Galani
§    Isma’il bin Musa al-Fazari
§    Dll.

Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama yang
mayoritas mereka adalah murid-muridnya. Diantaranya adalah: Makhul bin Fadl, Muhammad
bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin Muhammad an Nasfiyyun, al Haisam
bin Kulaib asy Syasyi, Ahmad bin Yusuf an Nasa’I, Abul ‘Abbas Muhammad bin Mahbub al
Mahbubi. Mereka meriwayatkan kitab Jami’nya dan kitab-kitab yang lain.

Karya-karya Imam Tirmidzi


Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab, diantaranya:
1.      Al Jami’ as Sohihain, yang terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi
2.      Kitab I’Illal
3.      Kitab Tarikh
4.      Kitab as-Sama’il al-Nabawiyyh
5.      Kitab al-Zuhud
6.      Kitab al-Asma; wa al-Kuna
7.      Dll.
Diantara kitab-kitab diatas, yang paling terkenal adalah Al Jami’ as Sohihain atau Sunan at
Tirmidzi, dan kitab-kitab lainnya kurang dikenal dikalanngan masuarakat.

2.      Metode Kitab Sunan Al Tirmidzi

Judul lengkap kitab al–Jami’al–Shahih adalah al-Jami’al–Mukhtasharminal–


Sunan‘anRasulillah Shallallahu ‘alahi wa Sallam wa Ma’rifat al-Shahih wa al-Ma’lul wa
Ma’ ‘alaihi al-‘Amal.Meski demikian kitab ini lebih popular dengan nama al–Jami’al–
Tirmidzi atau Sunanal–Tirmidzi.Untuk kedua penamaan ini tampaknya tidak
dipermasalahkan oleh ulama. Adapun yang menjadi pokok perselisihan adalah ketika kata-
kata shahih melekat dengan nama kitab. Al-Hakim (w. 405 H) dan al-Khatib al-Baghdadi (w.
483 H) tidak keberatan menyebut dengan Shahihal–Tirmidzi atau al–Jami’al–Shahih.Berbeda
dengan Ibn Katsir (w. 774 H) yang menyatakan pemberian nama itu tidak tepat dan terlalu
gegabah, sebab di dalam kitab al–Jami’al–Tirmidzi tidak hanya memuat hadis shahih saja,
akan tetapi memuat pula hadis-hadis hasan, dha’if dan munkar, meskipun al-Tirmidzi selalu
menerangkan kelemahannya, ke-mu’alal-annya dengan ke-munkar-annya.
Dalam meriwayatkan hadis, al-Tirmidzi menggunakan metode yang berbeda dengan ulama-
ulama lain. Berikut metode-metode yang ditempuh oleh al-Tirmidzi:

1.      Men-takhrij hadis yang menjadi amalan para fuqaha’.

Dalam kitabnya, al-Tirmidzi tidak meriwayatkan hadis, kecuali hadis yang diamalkan
oleh fuqaha’, kecuali dua hadis, yaitu:
‫أن النبى صلى هللا عليه وسلم جمع بين الظهر والعصر بالمدينة والمغرب والعشاء من غير خوف وال سفر وال مطر‬
“Sesungguhnya Rasulullah menjama’ Shalat Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan
Isya’, tanpa adanya sebab takut, dalam perjalanan, dan tidak pula karena hujan”.
‫إذا شرب الخمر فاجلدوه فإن ماد فى الرابعة فاقتلوه‬
“Apabila seseorang minum khamar, maka deralah ia, dan jika ia kembali minum khamar
pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
  Hadis pertama, menerangkan tentang men-jama’ shalat. Para ulama tidak sepakat untuk
meninggalkan hadis ini, dan boleh hukumnya melakukan shalat jama’ di rumah selama tidak
dijadikan kebiasaan. Demikian pendapat Ibn Sirin serta sebagian ahli fiqih dan ahli hadis.
 Hadis kedua, menerangkan bahwa peminum khamarakan dibunuh jika mengulangi
perbuatannya yang keempat kalinya. Hadis ini menurut al-Tirmidzi dihapus oleh ijma’ ulama.
Dengan demikian dapat dipahami maksud al-Tirmidzi mencantumkan hadis tersebut, adalah
untuk menerangkan ke-mansukh-an hadis, yaitu telah di-mansukh dengan hadis riwayat al-
Zuhri dari Qabisah bin Zawaib dari Nabi, yang menerangkan bahwa
peminum khamar tersebut dibawa kepada Rasul. Kemudia Rasul SAW. Memukulnya dan
bukan membunuhnya.

2.      Memberi penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis.

Salah satu kelebihan al-Tirmidzi adalah ia mengetahui benar keadaan hadis yang ia
tulis. Hal itu berdasarkan hasil diskusinya dengan para ulama tentang keadaan hadis yang ia
tulis. Dalam kitab al–Jami’, al-Tirmidzi mengungkapkan :
“Dan apa yang telah disebutkan dalam kitab ini mengenai ‘ilal hadis, rawi  ataupun sejarah
adalah hasil dari apa yang aku takhrij  dari kitab-kitab tarikh, dan kebanyakan yang
demikian itu adalah hasil diskusi saya dengan Muhammad bin Isma’il (al-Bukhari)”.

Pada kesempatan lain al-Tirmidzi juga mengatakan :


“Dan kami mempunyai argumen yang kuat berdasarkan pendapat ahli fiqih terhadap materi
yang kami terangkan dalam kitab ini”.

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa usaha menjelaskan keadaan suatu hadis
dimaksudkan olah al-Tirmidzi untuk mengetahui kelemahan hadis bersangkutan. Menurut al-
Hafiz Abu Fadhil bin Tahir al-Maqdisi (w. 507 H) ada empat syarat yang ditetapkan oleh al-
Tirmidzi sebagai standarisasi periwayatan hadis, yaitu:
a)      Hadis-hadis yang sudah disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim.
b)      Hadis-hadis yang shahih menurut standar keshahihan Abu Awud dan al-Nasa’I, yaitu
hadis-hadis yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan ketentuan
hadis itu bersambung sanadnya dan tidak mursal.
c)      Hadis-hadis yang tidak dipastikan keshahihannya dengan menjelaskan sebab-sebab
kelemahannya.
d)     Hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh fuqaha’, baik hadis tersebut shahih atau tidak.
Tentu saja ketidak-shahihannya tidak sampai pada tingkat dha’ifmatruk.

3.      Isi Kitab Sunan Al Tirmidzi

Kitab al-Jami’al-Shahih ini memuat berbagai permasalahan pokok agama, di


antaranya yaitu; al-aqa’id (tentang tauhid), al-ahkam (tentang hukum), al-riqaq (tentang budi
luhur), adab (tentang etika), al-tafsir (tentang tafsir al-Qur’an), al-tarikhwaal-siyar (tentang
sejarah dan sejarah jihad Nabi SAW.), al-syama’il (tabi’t), al-fitan (tentang terjadinya fitnah
dan malapetaka), dan al-manaqibwaal-masalib (tentang biografi sahabat dan tabi’in).Oleh
sebab itu kitab hadis ini disebut dengan al-Jami’.Secara keseluruhan, kitab al-Jami’al-
Shahih atau Sunanal-Tirmidzi ini terdiri dari 5 juz, 2375 bab dan 3956 hadis.

Menurut al-Tirmidzi, isi hadis-hadis dalam al-Jami’al-Shahih, telah


diamalkan ulama’ Hijaz, Iraq, Khurasan dan daerah lain (dalam kitab Tarikh-nya, Ibnu Katsir
meriwayatkan dari al-Tirmidzi, dia berkata: “Aku telah menyusun
kitab Musnad yang shahih ini dan telah aku tunjukkan kepada para ulama Hijaz, Iraq,
Khurasan dan mereka menyenanginya. Barangsiapa di rumahnya terdapat kitab ini, maka
seakan-akan di rumahnya ada seorang Nabi yang bersabda),kecuali dua hadis (yang telah
dibahas dimuka). Hadis ini diperselisihkan ulama baik segi sanad maupun dari segi matan,
sehingga sebagian ulama ada yang menerima dan ada yang menolak dengan alasan-alasan
yang berdasarkan naqli maupun akal.

4.      Sistematika Penulisan Kitab Sunan Al Tirmidzi

Kitab al-Jami’al-Shahih ini disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari


bab thaharah seterusnya sampai dengan bab akhlaq, do’a, tafsir, fadha’il dan lain-lain.
Dengan kata lain al-Tirmidzi dalam menulis hadis dengan mengklasifikasi sistematikanya
dengan model juz, kitab, bab dan sub bab. Kitab ini ditahqiq dan dita’liq oleh tiga ulama
kenamaan pada generasi sekarang (modern), yakni Ahmad Muhammad Syakir (sebagai
Qadhi Syar’i), Muhammad Fu’ad Abdul Baqi’ (sebagai penulis dan pengarang terkenal), dan
Ibrahim ‘Adwah ‘Aud (sebagai dosen pada Universitas al-Azhar Kairo Mesir).
Secara rinci sistematika kitab al-Jami’al-Shahihakan dijelaskan sebagai berikut:

 Juz I terdiri dari 2 kitab, tentang Thaharah dan Shalat yang meliputi 184 bab 237


hadis.
 Juz II terdiri dari kitab Witir, Jumu’ah, Idayn dan Safar, meliputi260 bab dan 355
hadis.
 Juz III terdiri dari
kitab Zakat, Shiyam, Haji, Janazah, Nikah, Rada’, Thalaq dan Li’an, Buyu’ dan al-
Ahkam, meliputi 516 bab dan 781 hadis.
 Juz IV terdiri dari
kitab Diyat, Hudud, Sa’id, Dzaba’ih, Ahkam dan Sa’id, Dahi, Siyar, FadhilahJihad, L
ibas, Ath’imah, Asyribah, BirrwaShilah, al-Thibb, Fara’id, Washaya, Wali dan Hibba
h, Fitan, al-Ra’yu, Syahadah, Zuhud, Qiyamah, Raqa’iq dan Wara’, Jannah dan Jaha
nnam, meliputi 734 bab dan 997 hadis.
 Juz V terdiri dari 10 pembahasan, tentang Iman, ‘Ilm, Isti’dzan, Adab, al-
Nisa’, Fadha’ilal-Qur’an, Qira’ah, Tafsiral-Qur’an, Da’awat, Manaqib, yang
meliputi 474 bab dan 773 hadis, di tambah tentang pembahasan ‘Ilal.

5.      Pandangan Para Ahli Mengenai Kitab Sunan Al Tirmidzi

Terlepas dari kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui
kitabnya, tetap muncul pelbagai pandangan kontroversial antara yang memuji dan mengkritik
karya tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz al-‘Alim al-Idrisi, yang menyatakan bahwa al-
Tirmidzi adalah seorang dari para Imam yang memberikan tuntunan kepada mereka dalam
ilmu hadis, mengarang al-Jami’, Tarikh, ‘Ilal, sebagai seorang penulis yang ‘alim yang
meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan.

Lain halnya dengan al-Hafiz Ibn Asihr (w. 524 H), yang menyatakan bahwa kitab al-
Tirmidzi adalah kitab shahih, juga sebaik-baiknya kitab, banyak kegunaannya, baik
sistematika penyajiannya dan sedikit sekali hadis-hadis yang terulang. Di dalamnya juga
dijelaskan pula hadis-hadis yang menjadi amalan suatu mazhab disertai argumentasinya.Di
samping itu al-Timidzi juga menjelaskan kualitas hadis,
yaitu shahih, saqim dan gharib.Dalam kitab tersebut juga dikemukakan kelemahan dan
keutamaan (al-Jarhwaal-Ta’dil) para perawi hadis.Ilmu tersebut sangat berguna untuk
mengetahui keadaan perawi hadis yang menetukan apakah dia diterima atau ditolak.

Sementara Abu Isma’il al-Harawi (w. 581 H) berpendapat, bahwa kitabal-


Tirmidzi lebih banyak memberikan faedah dari pada kitab ShahihBukhari dan ShahihMuslim,
sebab hadis yang termuat dalam kitab al-Jami’al-Shahihal-Tirmidzi diterangkan kualitasnya,
demikian juga dijelaskan sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang dapat lebih mudah
mengambil faedah kitab itu, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, dan lainnya.

Al-‘Allamah al-Syaikh’ Abd al-‘Aziz berpendapat, bahwa kitab al-Jami’al-Shahihal-


Tirmidzi adalah kitab yang terbaik, sebab sistematika penulisannya baik, yaitu sedikit hadis-
hadis yang disebutkan berulang-ulang, diterangkan mengenai mazhab-mazhabfuqaha’ serta
cara istidlal yang mereka tempuh, dijelaskan kualitas hadisnya, dan disebutkan pula nama-
nama perawi, baik gelar maupun kunyahnya.
Seorang orientalis Jerman, Brockelman menyatakan ada sekitar 40 hadis yang tidak
diketahui secara pasti apakah hadis-hadis itu termasuk hadis Abi Isa al-Tirmidzi.Sekumpulan
hadis itu dipertanyakan apakah kitab yang berjudul al-Zuhud atau al-Asma’waal-Kunya.Ada
dugaan keras bahwa kumpulan hadis itu adalah al-Fiqh atau al-Tarikh, tetapi masih
diragukan.
Ignaz Goldziher dengan mengutip pendapat al-Zahabi telah memuji kitab al-Jami’ al-
Shahih dengan memberikan penjelasan bahwa kitab ini terdapat perubahan
penetapan isnad hadis, meskipun tidak menyebabkan penjelasan secara rinci, tetapi hanya
garis besarnya.Di samping itu, di dalam kitab al-Jami’al-Shahih ini ada kemudahan dengan
memperpendek sanad.

Kendati banyak yang memuji kitab al-Jami’al-Tirmidzi, namun bukan berarti


kemudian luput dari kritikan.Al-HafizIbnal-Jauzi (w. 751 H) mengemukakan, bahwa dalam
kitab al-Jami’al-Shahihlial-Tirmidzi terdapat 30 hadis maudu’ (palsu), meskipun pada
akhirnya pendapat tersebut dibantah oleh Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H) dengan
mengemukakan, bahwa hadis-hadis yang dinilai palsu tersebut sebenarnya bukan palsu,
sebagaimana yang terjadi dalam kitab ShahihMuslim yang telah dinilainya palsu, namun
ternyata bukan palsu.

Di kalangan ulamahadis, al-Jauzi memang dikenal terlalu tasahul (mudah) dalam


menilai hadis sebagai hadis palsu.Mengacu kepada pendapat al-Suyuti, dan didukung oleh
pengakuan mayoritas ulama hadis seperti telah dikemukakan, maka penilaian Ibn al-Jauzi
tersebut tidak merendahkan al-Tirmidzi dan kitab al-Jami’al-Shahih-nya.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.      Beliau adalah Imam al Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa
bin Dahhak as Sulami at Tirmidzi, salah seorang ahli hadits yang terkenal dan memiliki
berbagai karya. Kakeknya Abu ‘Isa at Tirmidziberkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke
Tirmidz dan menetap disana. Dan pada tahun 209 H, Imam Tirmidzi lahir tepat di daerah
Bau’ dekat dengan sungai Jihun. Beliau wafat pada malam Senin 13 Rojab tahun 279 H
dalam usia 70 tahun.

Ia meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Diantaranya adalah Imam Bukhori,


kepadanya ia belajar hadits dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud.
Guru beliau lainnya adalah:
§   Qutaibah bin Said
§   Ishaq bin Rahawahib
§   Muhammad bin ‘Amru as-Sawwaq al-Balqi
§   Mahmud bin Galani
§   Isma’il bin Musa al-Fazari
§   Dll.
Karya-karya Imam Tirmidzi
a.       Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab, diantaranya:
b.      Al Jami’ as Sohihain, yang terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi
c.       Kitab I’Illal
d.      Kitab Tarikh
e.       Kitab as-Sama’il al-Nabawiyyh
f.       Kitab al-Zuhud
g.      Kitab al-Asma; wa al-Kuna
h.      Dll.

2.      Dalam meriwayatkan hadis, al-Tirmidzi menggunakan metode yang berbeda dengan


ulama-ulama lain. Berikut metode-metode yang ditempuh oleh al-Tirmidzi:
a.       Men-takhrij hadis yang menjadi amalan para fuqaha’.
b.      Memberi penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis

3.      Kitab al-Jami’al-Shahih ini memuat berbagai permasalahan pokok agama, di antaranya


yaitu; al-aqa’id (tentang tauhid), al-ahkam (tentang hukum), al-riqaq (tentang budi
luhur), adab (tentang etika), al-tafsir (tentang tafsir al-Qur’an), al-tarikhwaal-siyar (tentang
sejarah dan sejarah jihad Nabi SAW.), al-syama’il (tabi’t), al-fitan (tentang terjadinya fitnah
dan malapetaka), dan al-manaqibwaal-masalib (tentang biografi sahabat dan tabi’in). Oleh
sebab itu kitab hadis ini disebut dengan al-Jami’. Secara keseluruhan, kitab al-Jami’al-
Shahih atau Sunanal-Tirmidzi ini terdiri dari 5 juz, 2375 bab dan 3956 hadis.

4.      Kitab al-Jami’al-Shahih ini disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari


bab thaharah seterusnya sampai dengan bab akhlaq, do’a, tafsir, fadha’il dan lain-lain.
Secara rinci sistematika kitab al-Jami’al-Shahihakan dijelaskan sebagai berikut:
·         Juz I terdiri dari 2 kitab, tentang Thaharah dan Shalat yang meliputi 184 bab 237
hadis.
·         Juz II terdiri dari kitab Witir, Jumu’ah, Idayn dan Safar, meliputi260 bab dan 355
hadis.
·         Juz III terdiri dari
kitab Zakat, Shiyam, Haji, Janazah, Nikah, Rada’, Thalaq dan Li’an, Buyu’ dan al-Ahkam,
meliputi 516 bab dan 781 hadis.
·         Juz IV terdiri dari
kitab Diyat, Hudud, Sa’id, Dzaba’ih, Ahkam dan Sa’id, Dahi, Siyar, FadhilahJihad, Libas, At
h’imah, Asyribah, BirrwaShilah, al-Thibb, Fara’id, Washaya, Wali dan Hibbah, Fitan, al-
Ra’yu, Syahadah, Zuhud, Qiyamah, Raqa’iq dan Wara’, Jannah dan Jahannam, meliputi 734
bab dan 997 hadis.
·         Juz V terdiri dari 10 pembahasan, tentang Iman, ‘Ilm, Isti’dzan, Adab, al-
Nisa’, Fadha’ilal-Qur’an, Qira’ah, Tafsiral-Qur’an, Da’awat, Manaqib, yang meliputi 474
bab dan 773 hadis, di tambah tentang pembahasan ‘Ilal.
5.      Terlepas dari kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui
kitabnya, tetap muncul pelbagai pandangan kontroversial antara yang memuji dan mengkritik
karya tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz al-‘Alim al-Idrisi, yang menyatakan bahwa al-
Tirmidzi adalah seorang dari para Imam yang memberikan tuntunan kepada mereka dalam
ilmu hadis, mengarang al-Jami’, Tarikh, ‘Ilal, sebagai seorang penulis yang ‘alim yang
meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. Setudi Kitab Hadis. Yogyakarta:Teras. 2009


Arifin, Ahmad. Studi Kitab Hadis. Surabaya:al Muna. 2010
Alwi al Maliki, Muhammad. Ilmu Usul Hadits. Tej, Adnan Qohar. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2009
Smeera, Zeid B. Ulumul Hadis Pengantar Sudi Hadis Praktis. Malang:UIN Malang Press.
2008
Suryadi. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an dan Hadits. Yogyakarta:Jurnal Tafsir Hadis
Fakultas Usuluddin IAIN Sunan Kali Jaga. 2003
Sutamadi, Ahmad. Al Imam at Tirmidzi Peranannya dalam Pemgembangan Hadis dan Fiqih.
Jakarta:Perpustakaan Nasional. 1998

Anda mungkin juga menyukai