Anda di halaman 1dari 15

1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Banten merupakan sebuah Provinsi yang letaknya ada di bagian ujung barat
pulau Jawa, Indonesia. Provinsi Banten merupakan salah satu Provinsi termuda di
Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa dulunya Banten merupakan bagian dari
Provinsi Jawa Barat yang akhirnya menjadi wilayah pemekaran pada tahun 2000,
berdasarkan keputusan Undang – Undang nomor 23 Tahun 2000. Provinsi Banten
memiliki pusat pemerintahan yang berada di kota Serang.
Banten memiliki berbagai tempat yang bisa dijadikan referensi untuk melepas
penat seperti Taman Nasional Ujung Kulon salah satu lokasi konversi alam yang penting
di dunia. Selain itu Banten juga memiliki hewan langka yang dilindungi oleh pemerintah
karena hampir punah yaitu badak bercula satu.
Selain dari segi keindahan alam banten juga menyimpan potensi kearifan lokal
dengan adanya beberapa kesenian seperti debus, tari topeng, lojor, dan masih banyak
lagi.Kebudayaan dan kesenian Banten ini telah ada sejak terbentuknya Banten, yaitu dari
dimulainya masa Kesultanan Banten, Maulana hasanuddin (1522).
Masyarakat dan kebudayaan banten memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri
yang membedakan daerah yang satu dengan daewrah yang lainnya. Keunikan tersebut
menjadikan sebuah model bagi eksistensi budaya banten untuk dapat diperkenalkan
kepada masyarakat umum.
Keunikan budaya banten dapat dilihat dari berbagai macam kesenian tradisional,
upacara adat, tradisi kepercayaan dalam ritual keagamaan dan kegiatan lainnya. Kegiatan
budaya ini masih dipertahankan dan dilestarikan karena masyarakat banten beranggapan
bahwa didalam suatu budaya itu mengandung nilai-nilai budaya kewarganegaraan yang
telah mengakar dalam jiwa masyarakat banten. Nilai-nilai budaya kewarganegaraan
tersebut tercermin dari pola tingkah laku dan kebiasaan masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kesenian-kesenian khas Banten?
2. Bagaimana sejarah dari kesenian-kesenian khas Banten tersebut?
3. Apa saja kegunaan dari setiap kesenian-kesenian khas Banten tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Untuk memberikan informasi tentang kesenian-kesenian khas Banten.
2. Untuk memberikan informasi mengenai sejarah kesesenian-kesenian khas Banten.
3. Untuk mengetahui kegunaan-kegunaan dari setiap kesenian-kesenian khas Banten

1
2

Bab II
Isi

A. Pengertian Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan
melahrkan hal – hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada
kebudayaan setempat, karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudaayaan.
Kesenian terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara dan
pandangan, sampai pada perasaan, bahkan menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum
islam dan dipandu atau diwarnai dengan agama islam. Misalnya arsitektur masjid
dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi iman, islam, ihsan, atau syari’at, tharekat,
hakekat. Selain itu, banten juga memiliki kesenian berupa alat-alat music khas banten,
yang terdiri dari :
1. Kesenian pantun bambu
 Sejarah kelahiran dan perkembangannya
Hahirnya pantun bambu adalah di Citangkil Cilegon dan menyebar
keseluruh kota cilegon kurang lebih 1500 tahun yang lalu, lahirnya pantun
bamboo sebagai alat memanggil masyarakat untuk berkumpul, cara
memanggilnya sambil berjalan dan bernyanyi yang diiringi dengan pantun
bersaut. Pada zaman dahulu masyarakat Citangkil Kota Cilegon belum
menemukan logam. Masyarakat ingin membuat alat music untuk hiburan.
Kehidupan masyrakat cilegon bercocok tanam dan berternak terutama tanaman
padi dan pengembala kerbau, sambil istirahat-istirahat petani menciptakan alat
music dari bamboo yang dilengkapi dengan senar dan goong, untuk pelepas lelah
music ditabuh untuk menghibur dirinya.
Pantun bambu merupakan alat music tradisional khas rakyat Cilegon yang
terbat dari bambu yang berdiameter rata-rata 10 cm, panjang 80 cm, beruas 2,
dengan lubang tengah dan berlidah yang disayat dengan tiga buah senar sembilu,
bernada empat tangga nada goong.

Dalam satu group patingtung bamboo dibutuhkan paling sedikit tiga


pantun yang terdiri dari pantun melody gendang tepak, pantun bas gendang
bung, dan pantun ritme gendang blamak, yang apabila dimainkan secara
serempak maka menimbulkan bunyi mirip atau nyaris sama dengan iringan
patingtung.
Pada awalnya music pantun dimainkan disaat-saat melepas lelah setelah
para petani bekerja disawah, dengan peralatan bambu sederhana dapat
menimbulkan irama yang menghibur, dalam perkembangannya, pantun yang
berasal dari bambu digantikan oleh peralatan yang lebih maju modern seperti
tampak pada gamelan pengiringkesenian patingtung sekarang ini. Dengan
demikian pantun merupakan cikal bakal tumbuh dan berkembangnya seni
tradisional patingtung, sebagaimana catatan sejarah bahwa kesulatan banten

2
3

berdiri sejak tahun 1552-1813, daerah penyebaran kesenian tradisional


patingtung pada mulanya hanya dikenal di Kabupaten Serang, bahkan di
Kabupaten Serang pun hanya terdapat di bagian utara, sesuai dengan letak
Kesultanan Banten di pantai utara Banten, namun sekarang hamper setiap
kecamatan telah mempunyai organisasi kesenian tradisional patingtung termasuk
di kita Cilegon.
Jumlah pemain kesenian tradisional Patingtung biasanya 20 orang terdiri
dari 8 orang penabuh music dan 12 orang penari pencak. Peralatan music yang
digunakan ini minimal 5 macam alat terdiri dari kendang, terompet, ketuk,
goong, dan kecrek. Busana yang digunakan adalah baju kampret, semuanya
berwarna hitam pekat. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain lagu bardin,
singkayo, es lilin, dan kembang beureum.
Pantun bambu tercipta karena ingin menikmati hiburan sambil menunggu
hasil panen. Proses pembuatan alat seni pantun bamboo yaitu dipotong
kemudian diberi senar, sehingga menghasilkan sebuah nada, dengan music yang
mengiringinya yaitu lagu bintang lima, bambu yang digunakan harus memiliki
ukuran tebal dan tipis, yang baik adalah memakai bambu hitam yang telah
berukuran satu tahun.
Kesenian pantun bamboo memiliki 3 jenis rythem yaitu pantun bambu,
knong, gendang dengan jumlah pemain yaitu 1 orang, rata-rata umur pemain
sekitar 30 tahunan dan tidak ritual tertentu yang penting menguasai lagu dan
mahir menepuk gendang.
Lagu yang mengiringi adalah lagu bintang lima dan qasidahan. Dibawakan
pada malam hari. Tariannya dari silat. Tarian yang keluar laki-laki didepan dan
belakang musiknya lebih ke perkusi dengan ketukan 3 ketukan.
2. Bedug
 Pengertian seni bedug
Istilah “ngabedug” berasa; dari kata “bedug” yaitu sebuah alat yang
digunakan terutama untuk menunjukan awal waktu shalat lima waktu. Bedug,
dengan tongtrong merupakan alat dan media informasi sebagai pertanda
datangnya waktu shalat lima waktu. Bedug dan trongtrong ditabuh beberapa saat
sebelum dikumandangkan adzan.

Bedug di daerah Banten berbeda dengan bedug-bedug di daerah lainnya.


Termasuk dengan bedug di daerah Priangan. Di Banten bedug terdiri dari bedug
kecil, bedug besar, tong trong. Sementara di daerah lain bedug hanya terdiri dari
sebuah bedug dengan sebuah kohkol (tong trong, kokol).
Kaum muslim Indonesia memeriahkan bulan suci ramadhan dengan
“ngebedug” (di daerah lain pun popular, hanya istilahnya berbeda. Di periangan,
misalnya saja ngebedug dikenal dengan ngadulag)
Perbedaan waditra bedug di banten menimbulkan juga perbedaan antara
“ngabedug” di Banten misalnya “ngadulag” di priangan ngabedug dibanten
menggunakan tiga waditra (bedug kecil, bedug besar, dan tong trong), sementara
di priangan hanya dua, yakni bedug dan kohkol. Kalaupun tiga biasanya
ditambah dengan memukul kaleng atau yang sejenisnya.

3
4

 Maksud dan fungsi seni bedug


Ngabedug dimaksudkan sebagai hiburan untuk menyambut sebulan penuh
bulan suci ramadhan. Hanya saja berbeda dengan jenis-jenis hiburan lainnya,
ngabedug sudah mengandung unsur sacral. Pertunjukan ngabedug lebih
merupakan ekspresi kegembiran kaum muslimin yang sudah berhasil mengatasi
lapar dan haus seharian penuh serta beribadah sholat tarawih.
Jadi ngabedug memiliki fungsi rekreatif dan social-religius. Fungsi
rekreasi ditampilkan dalam pertunjukan ngabedug yang dilakukan dengan penuh
gembira oleh anak-anak, para remaja, maupun orang-orang dewasa. Adapun
fungsi social religius adalah dipertunjukannya ngabedug hanya di bulan suci
ramadhan dan lebaran sebagai ekspresi kegembiraan atas berhasilnya berpuasa
dan beribadah ramadhan.
 Sejarah dan perkembangan seni bedug
Di negeri-negeri muslim lainnya tidak akan ditemukan bedug di masjid-
masjid. Bedug bukanlah alat atau media informasi islan sebagaimana yang
diajarkan nabi Muhammad SAW. Bedug merupakan alat dan media informasi
hasil kreasi atau ijtihad ulama-ulama nusantara (Indonesia). Di negeri asalnya,
hanya adzan sebagai pertanda awal waktu sholat.
Menurut suatu hikayat, bedug diciptakan pertama kali oleh salah seorang
dari walisanga. Walisanga merupakan ulama-ulama yang paling sukses meng-
islamkan nusantara, khususnya tanah jawa. Hanya dengan seorang wali saja,
yakni sunan gunung jati, daerah tatar sunda (banten, jawa barat dan DKI) dapat
di islamkan dalam waktu yang relative singkat.
Menurut nuya HAMKA, K.H. Saifuddin Zuhri (mantan menteri agama RI)
dan pakar sejarah, prof. Mansur suryakusumah (Guru besar seharah upad,
unisba, dan IAIN Sunan Gunung Jati) islam dating di Indonesia pada abad ke-7
masehi, dibuktikan ditemukannya makam syaikh mukaiddin di barus tapanuli
(Sumatra) dan kerajaan kalingga dengan rajanya yang muslimah, ratu shima di
jawa. Sementara wali sanga pada abad ke XIII M. artinya selama sekitar 500-600
tahun islam sangat lambat sekali dioterima oleh bangsa Indonesia. Berbeda
dengan periode wali sanga, dalam waktu yang relative singkat berhasil meng-
islam-kan nusantara.
Menurut ketiga pakar diatas (HAMKA, Saefuddin Zuhri, Mansur
Suryanegara) di antara sebab suksesnya wali sanga karena mereka sangat
memahami budaya nusantara. Wali sanga sangat adatif dengan budaya-budaya
yang hidup dan berkembang di nusantara, malah turut serta dalam
pengembangannya. Tentu saja selalu tidak bertentangan secara principal dengan
ajaran islam.
Disebutkan bahwa DOG-DOG pada masalalu merupakan alat atau media
informasi untuk menumpulkan masyarakat baik untuk kepentingan kepribadatan
maupun kepentingan lainnya. Dog-dog sudah amat dikenal oleh masyarakat
nusantara waktu itu. Sedangkan adzan merupakan media yang sangat asing.
Sang wali mendapat ilham menggunakan dog-dog dimasjid, tapi dog-dog yang
lebih besar yang kemudian dikenal dengan bedug. Rakyat awam saat itu
berbondong-bondong dating ke masjid dan sangat gembira menyaksikan dog-
dog yang lebih besar (bedug).
Tidak disebutkan, kapan awal mula adanya pertunjukan ngabedug. Diduga
sejak bedug diperkenalkan oleh wali sanga tradisi ngabedug sudah ada. Hingga
sekarang tradisi ngabedug sudah mengurat-mengakar menjadi bagian dari
budaya islam, bahkan bernilai sacral. Tidak sembarang orang boleh manakol
(menabuh) bedug. Hanya orang-orang tertentu yang diveri kepercayaan oleh
kyai yang dibolehkan menakolnya. Demikian halnya dengan ngabedug, hanya

4
5

orang-orang muslim taat yang berani mengadakan pertujukan ngabedug.


 Daerah penyebaran seni bedug
Ngabedug merupakan pertunjukan yang sangat familiar di kalangan setiap
kaum muslim banten. Disetiap masjid bulan ramadhan selau dipertunjukan
ngabedug. Karena itu, daerah penyebaran ngabedug dapat dikatakan merata
diseluruh masjid masjid yang ada di provinsi banten. Demikian juga di daerah
lainnya, seperti halnya dengan ngadulag di priangan, tradisi ngabedug sudah
mengurat-mengakar menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kedatangan
bulan suci ramadhan. Hanya saja ngabedug di daerah banten memiliki keunikan
tersendiri yang berbeda dengan seni bedug serupa didaerah daerah lain di
nusantara.
 Pemain dan fungsi masing-masing
Pemain ngabdeug terdiri dari tiga orang, yang masing-masingnya
mempunyai fungsi yang bebeda-beda yaitu:
a. Juru takol tong trong, berfungsi menabuh tong trong.
b. Juru takol bedug kecil, berfungsi menabuh bedug kecil.
c. Juru takol bedug besar, berfungsi menabuh bedug besar.
Pemain ngabedug tidak harus profesional seperti pemain dalam seni-seni
music modern maupun tradisional. Tidak ada sekolah ataupun kursus ngabedug.
Pada prinsipnya setiap orang (biasanya laki-laki muslim) bis amenjadi pemain
ngabedug.
 Waditra ngabedug dan masing-masing fungsinya
Waditra yang digunakan dalam kesenian ngabedug tidaklah dibuat khusus
untuk kesenian tersebut, melainkan waditra yang sudah tersedia di masjid-
masjid, yaitu terdiri dari:
a. Tong trong, sejenis kentongan yang terbuat dari kayu dengan ukuran yang
relative lebih besar dan bolongan di tengah-tengahnya pun lebih luas. Alat
penakol tong trong (penabuh, sejenis dan seukuran pentungan yang terbuat
dari kayu) dapat digerakan di tengah-tengah bolongan kiri kanan tong trong
secara leluasa, sehingga menghasilkan suara tertentu yang berbeda dengan
suara yang ditabuh pada bagian luarnya. Tong trong dalam ngabedug
berfungsi sebagai pembuka pertunjukan, sekaligus sebagai waditra yang
ditabuh bersama dengan bedug kecil dan bedug besar secara ritmis.
b. Bedug kecil, terbuat dari kulit kerbau yang dibalutkan pada salah satu
sisi/ujung kayu bulat besar, panjang, dan berlubang di tengahnya. Biasanya
bedug kecil ini terbuat dari batangan pohon aren. Bedug kecil dalam
ngabedug merupakan waditra inti/pokok yang berfungsi sebagai pemandu
corak ritme, atau berfungsi sebagai “ngalokan”. Bedug kecil ditabuh dengan
penakol pada bagian tengah kulitnya. Gerak ritme waditra lainnya (tong
trong dan bedug besar) mengikuti irama ritme bedug kecil.
c. Bedug besar, juga terbuat dari kulit kerbau yang dobalutkan pada salah satu
sisi/ujung kayu bulan yang lebih besar, lebih panjang, dan lubangnya pun
lebih luas dibandingkan bedug kecil. Jika bedug kecil biasanya terbuat dari
satu batanng pohon (aren), maka bedug besar terbuat dari susunan papan-
papan tebal yang dibuat melingkar. Bedug besar juga sering juga disebut
denga tek tok, mirip dengan bunyi yang dikeluarkannya, karena yang
dibutuhkan bukan hanya pada bagian tengah kulit tapi juga pada bagian sisi
luarnya yang memang mengeluarkan suara tek tok. Bedug besar berfungsi
sebagai pengiring bedug kecil dan tong trong.

5
6

3. Kesenian rampak bedug


 Maksud dan pengertian seni rampak bedug
Di tataran sunda bedug banyak digunakan sebagai media ritual
keagamaan/upacara adat. Hingga pengaruh islam masuk ke wilayah Banten,
bedug masih tetap digunakan untuk menandakan waktu shalat telah tiba.
Perkembangan berikutnya, bedug mempunyai fungsi yang cukup luas
diantaranya untuk menandakan ada orang yang meninggal, sebagai isyarat
terjadinya “sesuatu”, tibanya hari-hari besar islam (idul fitri,idul adha). Alat
bedug ini dibunyikan dengan pola tabuhan yang berbeda-beda dengan
kebutuhannya.
Di daerah Pandeglang terdapat kebiasaan khusu bila tibanya perayaan idul
fitri yaitu adanya ngadu bedug yang dilakukan oleh kelomok masyarakat yang
satu dengan yang lainnya. Pada acara ngadu bedug ini masyarakat
memperlihatkan keterampilan menabuh bedug dengan motif tabuh
variatifsesuai dengan kebiasaan dan kreativitasnya masing-masing.
Pada decade tahun 1970-an, tradisi ngadu bedug. Ngadu bedug merupakan
salah satu tradisi masyarakat kabupaten Pandeglang dahulu kala, berawal dari
tradisi adu bedug antar kampong kemudian dilestarikan dan diabadikan
kedalam satu seni pertunjukan rampak bedug melalui festival kesenian rampak
bedug. Rampak bedug adalah puncak dari tradisi adu bedug dimana setiapa
grup dapat memasukan unsur gerak dan lagu yang sebelumnya dalam tradisi
ngadu bedug tidak digarap khusus.

 Pemain dan waditra seni rampak bedug


Waditra yang digunakan merupakan perangkat tabuh perkusi seperti:
1. Bedug gebrang (bedug besar)
2. Dolongdong
3. Tilingtit
4. Anting kerep
5. Anting carang
6. Antuk

Pola tabuh bedug yangjuga bisa disebut lagunya terdiri dari:

1. Nantang
2. Pingping cakcak
3. Anting sela
4. Rurudatan
5. Sela gunung
6. Gedag limus
7. Celementre
8. Turumbu
9. Bajing luncat bedug kula, dll.

Bedug pandeglang telah popular tidak hanya di kawasan Pandeglang itu


sendiri namun di daerah-daerah lainnya dengan gaya dan sebutan bedug
Pandeglang atau bedug gaya Pandeglang. Selain itu, rampak bedug Pandeglang
dapat dikemas dalam satu seni pertunjukan yang dipadukan dengan kesenian-
kesenian lainnya. Pandngdang Pandeglangan merupakan salah satu hasil dari

6
7

kolaborasi rampak bedug Pandeglang dengan kendang pencak, tarian saman,


teriakan beluk, lagu-lagu buhun gendereh, tarian pencak silat, angklung dodod
dan jenis seni tradisi lainnya.

Seni rampak bedug adalah kesenian tradisional masyarakat Pandeglang,


dan sekitarnya yang merupakan titik kulminasi estetik dari tradisi ngadu bedug
yang biasnya dilakukan warga pada perayaan hari raya idul fitri atau idul adha.
1. Perangkat peralatan yang digunakan meliputi:Satu set bedug kecil selaku
pengatur irama, tempo dan dinamika, sedangakan bedug besar sebagai
bass, sementara melodi hanya berasal dari lantunan shalawatan yang
dilakukan sambil menabuh.
2. Pola tubuh yang biasa merka sebut dengan lagu diantaranya: pingping cak-
cak, nangtang, celemtre, rurdatan, antingsela, sela gunung, kelapa
semanggar, dan lain-lain.

4. Kesenian Dogdog lojor


 Pengertian
Dogdog lojor diambil dari dua kata, yaitu dogdong dengan lojor. Dogdog
berarti alat music yang terbuat dari batang kayu bulat, yang ditengahnya dibuat
rongga, kedua ujung ruas itu tidak sama, ujung yang satu mempunyai bulatan
berdiamameter kira-kira 15 cm, ujung lainnya berdiameter kira-kira antara 12-
13 cm, sedangkan panjangnya kurang lebi 90 cm. pada ujung bulatan yang
lebih besar ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat
memakai bamboo melingkar yang dipaseuk/baji dengan maksud untuk
menyetel suara atau bunyi. Bila kulit itu dipukul kaan mengeluarkan bunyi dog,
dog, dog dalam telinga orang sunda. Oleh karena itu, alat ini disebut dogdog.
Kata lojor mirip sama dengan lonjong atau lodor, yang artinya panjang. Jadi
dogdog lojor atinya dogdog panjang.

 Fungsi seni dogdog lojor


Pada masa lalu, seni ini merupaka pelengkap dari suatu upacara adat, jadi
tidak ada upacara adat tanpa pertunjukan seni dogdog lojor, se[erti ketika
upacara seren taun yang berfungsi untuk mengungkapkan rasa syukur atau
persembahan kepada Dewi Sri sebagai dewi padi yang telah memberikan
berkah atas panen yang terjadi serta mohon keberkahan agar panen yang akan
datang mendapat hasil yang baik. Sedekah bumi sebagai upacara persembahan
kepada arwah leluhur yang meiliki kekuatan gaib agae selamat dan terhindar
dari mlalapetaka, apada upacara riwatan yaitu sebagai upaya untuk mendapat
keselamatan dan penolak bala, yang diruwat biasanya anak yang baru lahir atau
besrusia 40 hari, pendirian rumah baru, pembukaan tanah baru, atau melakukan
perkawinan. Sekarang tidak selamanya upacara adat tersebut disertai seni
dogdog lojor, tetapi sebaliknya pula senoi dogdog lojor berkembang menjadi
seni hiburan pertunjukan dan permainan rakyat.

7
8

 Latar belakang
Pada mulanya seni dogdog lojor dilakukan dalam rangka pelaksanaan
upacara adat oleh karena itu dilaksanakan secara khidmat, pelaksanaannya pun
dilakukan di tempat tertentu seperti di halaman rumah ketua data atau kokolot,
yang tidak jauh dari lumbung, khususnya ketika melakukan upacara seren
tahuna tau upacara panen. Sejalan dengan perkembangan jaman, permainan ini
dilakukan dengan penuh kegembiraan Karen menjadi permainan hiburan yang
menjadi permainan hiburan yang meriah. Oleh karena itu, pelaksanaannya pun
tidak lagi di tempat tertentu bahkan sekarang sudah mengenakan seragam tidak
seperti semula.

 Wilayah penyebaran dogdog lojor


Wilayah penyebaran kesenian dogdog lojor tersebar umumnya di darah
Banten Selatan, yang meliputi daerah Bayah, Citokek, Cinangka, termasuk
wilayah Kankes Baduy. Selain wilayah Banten kesenian ini hidup dengan
subur di daerah sirnaresmi dan Ciptarasa Cisolok kabupaten Sukabumi.
Yang berjasa mengembangkan seni dogdog lojor adalah Bapak Oco,
Bapak Mnsyur, dan Bapak Okri dari kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak,
sedangakan perkembangan yang paling menonjol di daerah Pasir Nangka
kabupaten Lebak. Untuk kepentingan pertunjukan dapat menghubungi
pengurus perkumpulan doddog “Panji Wulung” Pasir Nangka serta
perkumpulan “UPEC” pimpinan bapak Uhen Cikotok.

 Sejarah dan perkembangannya


Dogdog merupakan alat music yang terbuat dari batang kayu bulat, tengahnya
diberi rongga, namun kedua ujung ruasnya mempunyai bulatan diameter yang
berbeda (12-15 cm) dengan panjang 90 cm. pada ujung bulatan yang paling
besar ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengan
bambu melingkar yang dipaseuk/ baji untuk menyetel suara atau bunyi. Suara
yang dihasilkan akan berbunyi dog dog (dalam telinga orang sunda). Oleh
karena itu alat ini diberi nama Dog Dog. Sedangkan kata lojor berarti lonjong
atau lodor yang sepadan dengan kata panjang. Jadi Dog Dog Lojor sama artinya
dengan Dogdog Panjang.
Kesenian ini berkembang dibanten bagian selatan kabupaten lebak, dengan
pemain berjumlah 12 orang. Pada awalnya pertunjukan seni dogdog lojor ini,
dilakukan sebagai pelengkap dalam rangka pelaksanaan upacara adat seperti
Saren Taun, sedekah bumi ataupun ruwatan. Oleh karena itu, pertunjukan
dogdog lojor dilaksanakan secara khidmat. Sejalan dengan perkembangan
zaman, pertunjukan dogdog lojor dilakukan dengan penuh kegembiraan
sehingga berkembang menjadi seni pertunjukan hiburan dan permainan rakyat.

 Pemain dan Waditra yang digunakan


Angklung yang bernada pentatonic dan berlaras salendro (4 buah dengan 4
macam nada untuk setiap kelompok) selalu menyertai pertunjukan dogdog lojor.
Apapun fungsinya angklung ini sebagai melodi, sedangkan dogdog hanya
pengatur dan pemberi irama saja. Pemain dogdog lojor hanya dilakukan oleh dua
kelompok dengan masing-masing perangkat yang sama yaitu dua dogdog dan
empat angklung. Dengan demikian sedikitnyaakan terdapat 12 orang pemain.

8
9

5. Kesenian calung renteng

Calung renteng adalah calung yang diuntai, biasanya untuk untaian


berbilah panjang diikatkan pohon atau tiang rumah sebab pada dasarnya calung
renteng adalah perangkat hiburan pribadi. Komposisinya ada yang berbentuk
satu deretan dan dua deretan, yang besar disebut calung indung (calung induk)
dan yang kecil disebut calung rincik (calung anak). Jumlahnya tujuh wilahan
(tujuh ruas bambu) atau lebih, dapat mencapai 12-17 wilahan apabila mencapai
2 oktaf atau lebih. 1 uktaf instrumen calung renteng merupakan urutan 5 nada
yaitu Da (1), mi (2), na (3), ti (4), la (5). Cara memainkan renteng adalah
dipukul menggunakan dua buah alat pemukul sambil duduk bersila.

Calung renteng merupakan deretan buluh-buluh bamboo yang ditata


serta panjangnya berurutan sesuaoi nadanya. Deretan buluh buluhnya diikat
yang merupakaian untaian yang selanjutnya direntangkan pada dua batang
bamboo yang melengkung. Ditabuh memakai dua slat pukul (panakol) dan
dipegang oleh tangan kiri satu dan tangan kanan satu. Bergerak dari kiri ke
kanan atau sebaliknya. Ada pula buluh buluh tersebut merupakan untaian pada
tali. Ujungnya satunya yaitu buluh yang paling pendek diikatkan pada tiang
atau pohon. Ujung yang satunya lagi, talinya diikatkan pada pinggang si
penabuh. Ditabuh menggunakan dua alat pukul (panakol) dari atas ke bawah
atau sebaliknya. Calung renteng kebanyakan berlaras salendro, lagu-lagunya
antara lain, lagu buncis, bungur, rangrai, cimplung, lutung luncat, mulung
muncang, dll. Dapat disaksikan di masyarakat baduy dikanekes, kecamatan
leuwi damar, kabupaten lebak. Dikampung cipta rasa kecamatan cisolok,
kabupaten sukabumi.

Biasanya calung renteng ditabuh disaung (dangau) sawah oleh orang


yang menunggui padi yang sedang menguning. Disela sela mengahalau burung
yang menganggu padi yang sedang menguning tersebut, penunggu sawah itu
memainkan lagu-lagu tertentu untuk menghilangkan kebosanan. Lagu-lagu
yang biasa dinyanyikan antara lain : pok pok dating, papancara, raramuncang,
buncis, cimplung dan berenuk mundur. Calung renteng juga menjadi
kelengkapan music pada perhelatan pesta serentaun atau pesta panen sebelum
iring-iringan helaran berangkat menuju lumbung. Dikalangan masyarakat
baduy di kanekes, calung renteng juga ditabuh pada waktu luang secara santai
ditepas, didepan rumah. Calung dibawa dengan jalan digulung lalu tali
ujungnya dijinjing atau di solendang ke bahu, jadi tidak dalam keadaan
merentang sehingga tidak sulit ketika membawanya. Ada bentuk lain dari
calung renteng yaitu diberi standar yang terbuat dari bamboo seperti gambang,
bentuk ini disebut gambang calung dan terdapat di daerah banten.

9
10

6. Kesenian Dodod

Dodod merupakan salah satu bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang
sejak abad XVI, di lingungan penduduk dengan latar belakang sosial yang masih
dipengaruhi kehidupan tradisional. Keberadaan tari dodod digunakan sebagai sarana
upacara ritual yang erat kaitannya dengan latar belakang sosial masyarakat petani.

Secara lahiriah tari dodod merupakan ungkapan perilaku dari proses


kesuburan tanaman padi. Hal ini tercermin melalui ragam gerak pokok, dengan
kedalaman makna yang saling terkait erat anatara satu gerak dengan gerak lainnya.
Makna simbol tersebut menjadi luas karena terkait dengan aspek pendukung lainnya
yaitu, tema tari, gerak, busana, iringan tari, saat pertunjukan, pendukung serta
perlengkapan tari (sesaji).

Tari dodod diciptakan oleh Ki Ibid Buyut Sadja sebagai sarana upacara ritual.
Kedudukan tari berangsur-angsur berubah menjadi pseudo-ritual serta tontonan atau
hiburan biasa, karena adanya perbedaan generasi terhadap nilai-nilai ritual yang
terkandung, serta perkembangan kehidupan masyarakat pendukungnya, juga
perubahan lingkungan dimana tari tersebut lahir. Perubahan fungsi terjadi saat tari
diteruskan oleh keturunan kelima, yaitu Achmad Yassir.

 Keberadaan tari dodod


Dodod merupakan salah satu bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di
lingkungan masyarakat desa Mekar Wangi, dengan latar belakang sosial yang masih
dipengaruhi oleh pola kehidupan tradisional. Keberadaan tari dodod digunakan
sebagai sarana upacara ritual yang erat kaitannya denga latar belakang sosial
masyarakat petani. Upacara ritual yang dimaksud adalah kelakuan simbolis yang
mengkonsolidasi atau memulihkan tata alam dengan menempatkan manusia dan
perbuatannya dengan tata alam tersebut. Pengungkapan suasan ritus dipergunakan
kata-kata, do’a, dan gerak tangan atau badan.

 Tari dodod pada awal pertumbuhannya


Tari dodod yang terdpat di desa Mekar Wangi ini, diperkirakan lahir dan
berkembang sejak pertengahan abad XVI. Namun secara pasti kapn tari ini dilahirkan
tidak diketahui, karena tidak adanya catatan atau sumber-sumber mengenai penjelasan
secara tepat, demikian pula para pengurus dan keturunan terakhir dari pemilik tari ini,
tidak dapat menjelaskan dengan pasti kapan tari dodod ini dilahirkan. Tari ini
tergolong dalam tari tradisional yang hidup dan berkembang serta mempunyai pola
tersendiri. Keberadaannya diakui oleh masyarakat di desa Mekar Wangi.

 Tari dodod dewasa ini


Kedudukan tari dodod dewasa ini terbagi menjadi dua bagian, yatu berfungsi
sebagai sarana upaca ritual dalam upacra tetanen, upacara ngelakasa, dan upacara
resulan. Edangkan lainnya adalah tari dodod yang ada dewasa ini yaitu berfungsi
sebagai pseudo-ritual, dikatakan demikian karena kadar ritual sudah mulai memudar,
sehingga bila dikategorikan sebagai seni ritual sebenarnya merupakan ritual yang
semu.

10
11

a. Pola penyajian tari dodod

1. Bentuk tari
Sebelum menguraikan tema, ragam gerak, rias dan busana, iringan serta
pendukung tari di dalam pertunjukan tari dodod, akan diuraikan batasan dari
bentuk itu sendiri. Suzzane K. Langer (1953; 15) mendevinisika bentuk sebagai
sesuatu yang lebih abstrak. Mengandung pengertian pada sesuatu yang lebih
abstrak yaitu berarti struktur, atau artikulasi, sebuah hasil kesatuan yang
menyeluruh dari suatu hubungan faktor yang saling bergayutan, atau lebih tepatnya
suatu craa dimana keseluruhan aspek bisa dirakit.
Bentuk logis bukanlah suatu yang lain, tetapi sebuah konsepsi abstrak, atau
lebih tepatnya konsepsi yang bisa diabstraksikan, yaitu bentuk-bentuk gerak,
bentuk ekspresi sehingga suatu karya seni mempunyai sifat unik, dan bentuk hidup
dalam seni di mana di dalamnya bentuk itu diwujudkan. Pemahaman bentuk logis
dalam mengamati suatu bentuk tari, semua orang mempunyai konsepsi berbeda
dari apa yang diamatinya.

2. Tema tari
Tema tari dodod adalah sebagai ungkapan rasa syukur, dengan penekanan pada
pengungakapan perilaku manusia kepada para karuhun (leluhur) yang telah
memberkahi warga desa di dalam menjalani kegiatan berhubungn dengan daur
kehidupan.
Dodod berarti dedasar, mengandung makna sebagai kegiatan yang awal dan
akhir. Selama menjalani tahap ini manusia diharuskan selalu bersyukur atas apa
yang dikerjakannya tersebut. Dedasar yang berarti paling mendasar mengingatkan
bahwa pada hakekatnya keberadaan manusia tidak berarti, apabila dikembalikan
pada bentuk asalnya.
Tari dodod dalam bentuk ritualnya adalah sebagai saran upacara tetanen
ngelaksa, atau resulan. Pada upacara ini sekelompok laki-laki yang terdiri dari para
sespuh desa, melaksanakan upacara untuk mengawali tanam dan saat panen tiba.
Tatacara upacra dan ketentuan-ketentuan dalam proses ritus upacara tersebut
ditetapkan agar pa yang diharapkan tercapai. Hubungan antara manuais adengan
karuhun (leluhur) tercipta melalui mantra-mantra atau doa-doa, serta gerak-gerak
khusus. Dalam wujud nyata suasana ritus ini dilakukan semata-mata untuk
mendapatkan panen yang mucekl (berhasil dengan baik).
Makna ritual bergeser menjadi pseudo-ritual, karena adanya perbedaan perasepsi
di kalangan masyarakat desa Mekar Wangi, terhadap kandungan nilai ritual dalam
pertunjukan tari dodod tersebut. Tari dodo tersebut kini digunakan dalam acara-
acara upacara pesta perkawinan, khitanan, dan upacara-upacara mempeingati hari
besar agama islam serta hari besarnasional lainnya. Hal ini menandakan terjadinya
perubahan fungsi dari kedudukannya sebagai saran upacara.

3. Deskripsi gerak tari dodod


Dodod adalah sebuah bentuk tari yang merupakan satu kesatuan geak-
gerak tari di man keeradaan gerak tersebut saling terkait erat. Gerak yang satu,
mendukung keberadaan gerak lainnya. Keseluruhan gerak tersebut melahirkan
keutuhan makna dari pertunjukan tari dodod pada upacara yang menyertainya.
Adapun gerak-gerak yang dilakukan oleh penari dodod ini sangat sederhan
sekali. Hal ini merupakan salah satu ciri-ciri dari pertunjukan jenis tari rakyat, di
mana gerak-gerak yang ada sangat sederhana sekali, dan biasanya hanya
pengulangan-pengulangan saja. Gerak tersebut tidak mementingkan keindahan
begitu pula dari segi riasnya, yang diperlukan hanya tercapainya kehendak serta
tujuan dari upacara yang dimaksudkan.
Untuk memudahkan pendeskripsian gerak dalam tari dodod, diklasifikasikan
dalam 2 bagian yaitu kesadaran terhadap tubuh dan sikap. Kesadaran terhadap
tubuh yang dimaksud tubh dan sikap. Kesadaran terhadap tubuh yang dimaksud
adalah pembagian tubuh penari sebagai bahan baku tari, terbagi menjadi badan

11
12

bagian bawah (pinggul sampai telapak kaki), badan bagian tengah (dari perut, dada
atau torso dan kedua lengn sampai telapak tangan dan jari), serta bagian atas
(kepala). Sedangkan sikap adalah keadaan diam disaat membentuk sikap-sikap
tertentu.

7. Kesenian Angklung
 Sejarah angklung
Berbicara mengenai sejarah angklung sebenarnya merupakan hal yang sangat
sulit terutama disebabkan tidak adanya data yang bisa dianggap akurat. Selain itu
kenyataan dan situasi di lapangan yang belum memungkinkan untuk mendapatkan data
secara lebih rinci. Hal ini disebabkan Orang Baduy Dalam sebagai sumber primer masih
menutup diri bagi orang atau pendatang yang dianggap asing, selain ketaatan terhadap
larangan adat dengan dalih Teu Wasa, Teu Bisa, dan Telok (tidak berani, tidak bisa,
jangan).
Demikian pula halnya dengan informasi sekunder yang dianggap sudah
mengetahui tentang kesejarahan memiliki kesamaan untuk menutup dengan alasan belum
berani karena ada kekhawatiran atau ketakutan untuk mengungkap apa yang dianggap
masih tabu oleh Orang Baduy.
Berdasarkan data yang ada ternyata dalam kepercayaan Orang Baduy hadirnya
instrumen angklung masih didasarkan pada sebuah mitos yang berkaitan dengan Dewi
Sri. Hingga saat ini Orang Baduy masih menutup diri untuk mengungkap cerita yang
mereka anggap sebagai cerita yang suci. Namun dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa penyajian angklung untuk kepentingan upacara padi dlam masyarakat
Kanekes muncul setelah mereka percaya akan adanya kehadiran Nyi Pohaci Sanghyang
Asri sebagai dewi padi setelah mereka mengenal sistem pertanian Ngahuma.

 Proses Pembuatan Angklung Baduy


1. Orang yang bertugas membuat angklung
Di desa Kanekes orang yang bertanggung jawab terhadap masalah angklung
adalah Joro Angklung. Joro Angklung ini bertanggung jawab mulai dari proses
pembuatan sampai pelaksanaan upacara Ngaseuk. Berdasarkan keterangan Dainah
yang menjabat sebagai Jaro Pamarentah dan Ayah Rasih sebagai Tangkesan, Jaro
Angklung untuk seluruh wilayah Desa Kanekes hanya terdapat di wilayah Kajeroan.
Saat ini di Kajeroan ada tiga orang Jaro Angklung yang masih bertugas sebagai
penanggung jawab angklung dalam setiap upacara Ngaseuk.
Hal ini disebabkan oleh aturan adat juga syarat-syarat yang sangat sulit untuk
menjadi pembuat angklung. Selai itu untuk mejadi seorang Jaro Angklung selain
dipilih oleh para pemuka adat juga atas “rekomendasi” Jaro Angklung sebelumnya.
2. Waktu pembuatan angklung
Proses pembutan instrumen Angklung Baduy ini memerlukan waktu yang cukup
lama khususnya untuk membuat angklung yang dianggap baik. Dalam proses
pembuatan angklung ini setidaknya ada dua pembagian waktu, yaitu waktu
penebangan dan waktu pembuatan.
Dalam tradisi baduy waktu yang paling baik dalam penebangan pohon adalah
pada saat turun tuak yaitu sekitar jam sepuluh siang atau setelah jam tiga sore.
Menurut ayah amir dalam rangka pengeringan bahan angklung setelah bambu ditigas
atau ditebang, tidak langsung dibawa atau dipotong melainkan dibiarkan kering dina
rungkunna (di dalam rumpunnya) agar air yang terkandung dalam bambu tersebut
turun dan menguap.
Apabila dilihat dari musimnya waktu penebangan yang baik adalah pada waktu
hujan silantangan, yaitu hujan yang tidak sampai ke bumi (tanah), hanya suara
hujannya saja, yang biasanya terjadi pada saat setelah musim panas tetapi sebelum
musim hujan.
Berbeda dengan para pembuat angklung di luar wilayah Baduy pengeringan
bambu ada yang dilakukan dengan cara diumun atau digarang (diasap-asap) diatas
perapian hawu di dapur. Hal ini biasanya dilakukan untuk menguji bahan bila bahan
tidak pecah artinya baik dan tidak mudah pecah atau kena hama bila dijadikan
angklung.

12
13

3. Tahap-tahap pembuatan angklung


a. Pemilihan bahan
Bahan instrumen angklung baduy secara keseluruhan terdiri dari atas :
1. Awi gede/awi gombong atau bambu gede/gombong
Bambu yang digunakan sebagai instrumen angklung yang paling
pokok secara keseluruhan adalah awi gede atau awi gombang nama lainnya
adalah gigantochloa veryilata atau gigantochloa maxima terutama untuk
bahan guluntung angklung dan tiang-tiangnya. Bagian pohon bambu yang
paling baik untuk angklung adalah bagian tengah
Bambu untuk bahan angklung ini dapat diperoleh dari leuweung kolot
atau hutan tua di daerah pegunungan kendeng. Untuk memperoleh
angklung yang baik diperlukan bambu yang sudah tua alasannya bambu
yang sudah tua kadar airnya kurang. Pada prinsipnya bambu yang sudah
tua mudah dan tidak akan memakan waktu lama dalam rangka
pengeringan.
2. Hoe cacing atau rotan kecil
Hoe cacing atau rotan kecil yang berukuran kecil diperlukan sebagai bahan
untuk tali pengikat angklung yang dililitkan pada tiang-tiangnya. Hoe
cacing ini pun bisa diperoleh dari leuweung kolot didaerah pegunungan
kendeng.
3. Daun pelah atau haramay (daun rami)

Pada dasarnya fungsi daun pelah pada angklung hanya digunakan


sebagai penghias namun daun pelah bekas angklung tersebut dapat dipakai
untuk ngarawun yaitu dengan cara membakar daun pelahbekas angklung di
dangau huma ini merupakan salah satu cara untuk memperoleh padi yang
dianggap baik selain mempergunakan daun punglay sebagai obat anti hama
atau dengan pantun untuk upacara ngubaran pare atau mengobati padi.
Daun pelah ini selain memperoleh dari leuweung kolot juga bisa diperoleh
digunung kencana sebuah gunung diluar wilayah kanakes.

b. Peralatan dan perlengkapan


Pelaratan yang digunakan untuk membuat angklung hanya
mempergunakan bedog atau gobang (golok) atau piau raut. Oleh karena aturan
adat orang baduy tidak mempergunakan peralatan atau perkakas yang lengkap
seperti diluar budaya baduy khusunya di kajeroan karena larangan adat untuk
menggunakan peralatan gergaji, mistar, ampelas, bor dll.

c. Cara membuat angklung


Terdapat lima langkah atau tahapan yang bisa dilakukan dalam
instrumen angklung antara lain : membuat geluntung, membuat soko / suku
(kaki) membuat tihang (tiang) mengikat angklung dengan hoe cacing dan
memasang daun pelah.
Pada tahap pertama setelah bambu benar-benar kering bambu tersebut
dipotong disesuaikan dengan ukuran angklung yang akan dibuat. Umpanya
untuk membuat angklung indung diperlukan tiga buah potongan bambu
panjangnya masing-masing sekitar 150 cm dengan diameter 8 cm, 70 cm
dengan diameter 6 cm dan 50 cm dengan diameter 4 cm.
Pada bagian tengah mengarah keatas sesuai dengan arah ruas bambu itu
disopak dengan golok. Apabila bambu yang disopak ada dua ruas dan ternyata
dalam sopakan tersebut terdapat pembatas maka pembatas ruas tersebut harus
dibuang bisa mempergunakan golok atau pisau sesuai dengan kemampuan si
pembuat. Setelah itu pada bagian bawah angklung (bagian yang digetarkan)
yang dibelah melalui dua arah.
Selanjutnya pada tepi bibirtabung angklung ditiup untuk mngetahui suara
yang sudah diperoleh sebagai ukuran untuk menindaklanjuti teknik pelarasan.
Bunyi badan angklung dengan cara dipukul dan volume suara angklung yang
ditiup pada bibir angklung harus diusahakan sama.

13
14

Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh suara pateup carang-carang


yang merupakan bunyi yang dianggap yang paling baik yaitu bisa menghasilkan
suara dari dekat terdengar merdu dan didengarkan dari jarak jauh bunyinya
nyaring. Apabila hal ini tidak sesuai akan menghasilkan bunyi dari dekat endah
atau bagus tetapi dari jauhan tidak nyaring yang “nyaris tak terdengar’
Untuk mendapat kesesuaian bunyi tersebut, misalnya jika nada dalam
tabung masih rendah dibandingkan dengan nada yang dibukul maka tabung
sebagai resonatornya diperkecil volumenya dengan cara diraut. Apabila nada
dalam resonator terlalu tinggi maka tengkai harus dipotong dengan maksud
nada badan harus dipertinggi atau memperbesar volume tabung dengan cara
diraut.
Didalam pembuatan lubang sebagai simpul untuk cukang beurit pada
daun angklung harus mempertimbangkan segi teknis. Didalam tradisi orang
baduy, cara dianggap yang paling baik dalam menentukan simpulnya yaitu
dengan cara memukul suku atau badan tabung angklung. Apabila lubang itu
tidak tepat pada simpulnya maka suaranya atau nadanya tidak akan nyaring atau
suaranya tidak panjang.
Pada tahap kedua adalahmembuat watang atau bambu berlubang untuk
dudukan suku/soko. Bambu yang dipakai untuk membuat watang atau
dudukukan suku angklung biasanya berdiameter lebih kecil dari badan angklung
yang besar kurang lebih tiga perempatnya.
Selanjutnya membuat liang atau lubang sebanyak 4 lubang kira-kira
sebesar ibu jari tangan yang gunanya untuk memasukan tiang-tiang yang dibuat
dari bambu dan tiga lubang berbentuk kotak untuk memasukan kaki angklung
yang perbandingannya kira-kira dua kali lipat diameter badan angklung.
Pada tahap ketiga ialah membuat tiang-tiang yang dibuat dari bambu dan
penahan tiang angklung sebesar jempol dari tangan yang panjangnya
disesuaikan dengan panjang badan angklung.
Padatahap keempat mengikat angklung dengan hoe cacing pada bagian-
bagian tertentu. Pada tahap akhir ialah memasang hiasan dengan daun pelah
pada tiap ujung tiang atara tujuh sampai sembilan helaiyang diikat pula dengn
hoe cacing. Didapat indoemasi dari pulung bahwa kalau angklung tidak
memakai daun pelah seperti tidak pakai baju tidak bagus.

d. Cara pengawetan
Pada pengawetan bambu pada dasarnya sudah dimulai sejak proses
penebangan bambu yaitu setelah bambu ditebang tidak langsung dibawa atau
dipotong-potong untuk dibentuk angklung. Dengan disimpannya bambu
yangtelah ditebas dirumpun bambu ini akan mengurangi atau menguapnya kadar
tuak yang ada pada bambu.
Di dalam rangka pengawetan supaya angklung tidak cepat rusak terutama
memoleskan apu atau kapur sirih yang dicampur dengan gambir dan diseduh
dengan tuak nira. Apabila hal ini dilakukan secara teratur secara alamiah
angklung akan lebih awet.

e. Teknik memainkan
Teknik memainkan instrumen angklung baduy pada prinsipnya sama dengan
angklung pada umumnya yaitu dengan cara digoyangkeun atau digoyangkan
dikereleungkeun dan dikurulungkeun atau digetarkan. Perbedaannya terletak pada
cara memegangnya. Cara memegang angklung indung, ringkung, dongdong,
gunjing, engklok, indung leutik, dan torolok biasanya dimainkan dengan sebelah
tangan kanan atau tangan kiri, bisa dilakukan secara bergantian kalau sudah
terasa pegal, karena memainkan semalam suntuk bagian, sedangkan bagian yang
dipegang adalah tiang angklung bagian tengah dekat tabung yang besar. Khusus
untuk angklung Roel 1 dan Roel 2, karena hanya dimainkan oleh seorang pemain,
teknik memainkannya sama persis dengan angklung pada umumnya, yaitu
digetarkannya lebih kerap karena kebutuhan “musikalita” dalam setiap lagu.

14
15

Di dalam setiap pertunjukan, posisi pemain angklung selamanya berdiri


dengan sikap tegak dalam formasi lingkaran mengelilingi sesajen, para kokolot
dan benih padi dengan putaran sesuai dengan arah jarum jam.

BAB III

Penutup

A. Kesimpulan
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan
melahrkan hal – hal yang bernilai indah.Kesenian merupakan salah satu unsur
kebudaayaan yang dimiliki masing-masing daerah, termasuk di Banten. Beberapa
kesenian-kesenian yang menjadi ciri khas kebudayaan Banten antara lain:
1. Kesenian angklung buhur dogdog lojor
2. Kesenian pantun bambu
3. Kesenian rampak bedug
4. Kesenian Dogdog lonjor
5. Kesenian calung renteng
6. Kesenian angklung

B. Saran
Dengan mengenal lebih banyak kesenian-kesenian khas Banten mudah-mudahan memebuat kita
lebih mencintai daerah Banten ini.
Semoga seluruh masyarakat Banten dapat terus menjaga dan melestarikan kesenian-kesenian khas
Banten, serta menemukan cara-cara terbaru untuk mengatasinya agar kesenian di daerah Banten
dapat terjaga sampai generasi selanjutnya.

Daftar Pustaka
Budi, Dinda Satya. 2001. Angklung Baduy dalam Upacara Ritual Ngaseuk [tesis].Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada
H. Sarman Sanggar Bedug Ciguludug - Pandeglang
Kasmahidayat, Yuliawan. 1992. Korelasi Makna dan Simbol Tari Dodod dalam
KehidupanMasyarakat Desa Mekar Wangi [skripsi]. Yogyakarta : Institut Seni Indonesia
Tim Penyusun Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.2002. Profil Seni Budaya
Banten. Serang : Dinas Pendidikan Propinsi Banten

15

Anda mungkin juga menyukai