Bab I
Pendahuluan
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kesenian-kesenian khas Banten?
2. Bagaimana sejarah dari kesenian-kesenian khas Banten tersebut?
3. Apa saja kegunaan dari setiap kesenian-kesenian khas Banten tersebut?
1
2
Bab II
Isi
A. Pengertian Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan
melahrkan hal – hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada
kebudayaan setempat, karena kesenian merupakan salah satu unsur kebudaayaan.
Kesenian terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara dan
pandangan, sampai pada perasaan, bahkan menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum
islam dan dipandu atau diwarnai dengan agama islam. Misalnya arsitektur masjid
dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi iman, islam, ihsan, atau syari’at, tharekat,
hakekat. Selain itu, banten juga memiliki kesenian berupa alat-alat music khas banten,
yang terdiri dari :
1. Kesenian pantun bambu
Sejarah kelahiran dan perkembangannya
Hahirnya pantun bambu adalah di Citangkil Cilegon dan menyebar
keseluruh kota cilegon kurang lebih 1500 tahun yang lalu, lahirnya pantun
bamboo sebagai alat memanggil masyarakat untuk berkumpul, cara
memanggilnya sambil berjalan dan bernyanyi yang diiringi dengan pantun
bersaut. Pada zaman dahulu masyarakat Citangkil Kota Cilegon belum
menemukan logam. Masyarakat ingin membuat alat music untuk hiburan.
Kehidupan masyrakat cilegon bercocok tanam dan berternak terutama tanaman
padi dan pengembala kerbau, sambil istirahat-istirahat petani menciptakan alat
music dari bamboo yang dilengkapi dengan senar dan goong, untuk pelepas lelah
music ditabuh untuk menghibur dirinya.
Pantun bambu merupakan alat music tradisional khas rakyat Cilegon yang
terbat dari bambu yang berdiameter rata-rata 10 cm, panjang 80 cm, beruas 2,
dengan lubang tengah dan berlidah yang disayat dengan tiga buah senar sembilu,
bernada empat tangga nada goong.
2
3
3
4
4
5
5
6
1. Nantang
2. Pingping cakcak
3. Anting sela
4. Rurudatan
5. Sela gunung
6. Gedag limus
7. Celementre
8. Turumbu
9. Bajing luncat bedug kula, dll.
6
7
7
8
Latar belakang
Pada mulanya seni dogdog lojor dilakukan dalam rangka pelaksanaan
upacara adat oleh karena itu dilaksanakan secara khidmat, pelaksanaannya pun
dilakukan di tempat tertentu seperti di halaman rumah ketua data atau kokolot,
yang tidak jauh dari lumbung, khususnya ketika melakukan upacara seren
tahuna tau upacara panen. Sejalan dengan perkembangan jaman, permainan ini
dilakukan dengan penuh kegembiraan Karen menjadi permainan hiburan yang
menjadi permainan hiburan yang meriah. Oleh karena itu, pelaksanaannya pun
tidak lagi di tempat tertentu bahkan sekarang sudah mengenakan seragam tidak
seperti semula.
8
9
9
10
6. Kesenian Dodod
Dodod merupakan salah satu bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang
sejak abad XVI, di lingungan penduduk dengan latar belakang sosial yang masih
dipengaruhi kehidupan tradisional. Keberadaan tari dodod digunakan sebagai sarana
upacara ritual yang erat kaitannya dengan latar belakang sosial masyarakat petani.
Tari dodod diciptakan oleh Ki Ibid Buyut Sadja sebagai sarana upacara ritual.
Kedudukan tari berangsur-angsur berubah menjadi pseudo-ritual serta tontonan atau
hiburan biasa, karena adanya perbedaan generasi terhadap nilai-nilai ritual yang
terkandung, serta perkembangan kehidupan masyarakat pendukungnya, juga
perubahan lingkungan dimana tari tersebut lahir. Perubahan fungsi terjadi saat tari
diteruskan oleh keturunan kelima, yaitu Achmad Yassir.
10
11
1. Bentuk tari
Sebelum menguraikan tema, ragam gerak, rias dan busana, iringan serta
pendukung tari di dalam pertunjukan tari dodod, akan diuraikan batasan dari
bentuk itu sendiri. Suzzane K. Langer (1953; 15) mendevinisika bentuk sebagai
sesuatu yang lebih abstrak. Mengandung pengertian pada sesuatu yang lebih
abstrak yaitu berarti struktur, atau artikulasi, sebuah hasil kesatuan yang
menyeluruh dari suatu hubungan faktor yang saling bergayutan, atau lebih tepatnya
suatu craa dimana keseluruhan aspek bisa dirakit.
Bentuk logis bukanlah suatu yang lain, tetapi sebuah konsepsi abstrak, atau
lebih tepatnya konsepsi yang bisa diabstraksikan, yaitu bentuk-bentuk gerak,
bentuk ekspresi sehingga suatu karya seni mempunyai sifat unik, dan bentuk hidup
dalam seni di mana di dalamnya bentuk itu diwujudkan. Pemahaman bentuk logis
dalam mengamati suatu bentuk tari, semua orang mempunyai konsepsi berbeda
dari apa yang diamatinya.
2. Tema tari
Tema tari dodod adalah sebagai ungkapan rasa syukur, dengan penekanan pada
pengungakapan perilaku manusia kepada para karuhun (leluhur) yang telah
memberkahi warga desa di dalam menjalani kegiatan berhubungn dengan daur
kehidupan.
Dodod berarti dedasar, mengandung makna sebagai kegiatan yang awal dan
akhir. Selama menjalani tahap ini manusia diharuskan selalu bersyukur atas apa
yang dikerjakannya tersebut. Dedasar yang berarti paling mendasar mengingatkan
bahwa pada hakekatnya keberadaan manusia tidak berarti, apabila dikembalikan
pada bentuk asalnya.
Tari dodod dalam bentuk ritualnya adalah sebagai saran upacara tetanen
ngelaksa, atau resulan. Pada upacara ini sekelompok laki-laki yang terdiri dari para
sespuh desa, melaksanakan upacara untuk mengawali tanam dan saat panen tiba.
Tatacara upacra dan ketentuan-ketentuan dalam proses ritus upacara tersebut
ditetapkan agar pa yang diharapkan tercapai. Hubungan antara manuais adengan
karuhun (leluhur) tercipta melalui mantra-mantra atau doa-doa, serta gerak-gerak
khusus. Dalam wujud nyata suasana ritus ini dilakukan semata-mata untuk
mendapatkan panen yang mucekl (berhasil dengan baik).
Makna ritual bergeser menjadi pseudo-ritual, karena adanya perbedaan perasepsi
di kalangan masyarakat desa Mekar Wangi, terhadap kandungan nilai ritual dalam
pertunjukan tari dodod tersebut. Tari dodo tersebut kini digunakan dalam acara-
acara upacara pesta perkawinan, khitanan, dan upacara-upacara mempeingati hari
besar agama islam serta hari besarnasional lainnya. Hal ini menandakan terjadinya
perubahan fungsi dari kedudukannya sebagai saran upacara.
11
12
bagian bawah (pinggul sampai telapak kaki), badan bagian tengah (dari perut, dada
atau torso dan kedua lengn sampai telapak tangan dan jari), serta bagian atas
(kepala). Sedangkan sikap adalah keadaan diam disaat membentuk sikap-sikap
tertentu.
7. Kesenian Angklung
Sejarah angklung
Berbicara mengenai sejarah angklung sebenarnya merupakan hal yang sangat
sulit terutama disebabkan tidak adanya data yang bisa dianggap akurat. Selain itu
kenyataan dan situasi di lapangan yang belum memungkinkan untuk mendapatkan data
secara lebih rinci. Hal ini disebabkan Orang Baduy Dalam sebagai sumber primer masih
menutup diri bagi orang atau pendatang yang dianggap asing, selain ketaatan terhadap
larangan adat dengan dalih Teu Wasa, Teu Bisa, dan Telok (tidak berani, tidak bisa,
jangan).
Demikian pula halnya dengan informasi sekunder yang dianggap sudah
mengetahui tentang kesejarahan memiliki kesamaan untuk menutup dengan alasan belum
berani karena ada kekhawatiran atau ketakutan untuk mengungkap apa yang dianggap
masih tabu oleh Orang Baduy.
Berdasarkan data yang ada ternyata dalam kepercayaan Orang Baduy hadirnya
instrumen angklung masih didasarkan pada sebuah mitos yang berkaitan dengan Dewi
Sri. Hingga saat ini Orang Baduy masih menutup diri untuk mengungkap cerita yang
mereka anggap sebagai cerita yang suci. Namun dari data tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa penyajian angklung untuk kepentingan upacara padi dlam masyarakat
Kanekes muncul setelah mereka percaya akan adanya kehadiran Nyi Pohaci Sanghyang
Asri sebagai dewi padi setelah mereka mengenal sistem pertanian Ngahuma.
12
13
13
14
d. Cara pengawetan
Pada pengawetan bambu pada dasarnya sudah dimulai sejak proses
penebangan bambu yaitu setelah bambu ditebang tidak langsung dibawa atau
dipotong-potong untuk dibentuk angklung. Dengan disimpannya bambu
yangtelah ditebas dirumpun bambu ini akan mengurangi atau menguapnya kadar
tuak yang ada pada bambu.
Di dalam rangka pengawetan supaya angklung tidak cepat rusak terutama
memoleskan apu atau kapur sirih yang dicampur dengan gambir dan diseduh
dengan tuak nira. Apabila hal ini dilakukan secara teratur secara alamiah
angklung akan lebih awet.
e. Teknik memainkan
Teknik memainkan instrumen angklung baduy pada prinsipnya sama dengan
angklung pada umumnya yaitu dengan cara digoyangkeun atau digoyangkan
dikereleungkeun dan dikurulungkeun atau digetarkan. Perbedaannya terletak pada
cara memegangnya. Cara memegang angklung indung, ringkung, dongdong,
gunjing, engklok, indung leutik, dan torolok biasanya dimainkan dengan sebelah
tangan kanan atau tangan kiri, bisa dilakukan secara bergantian kalau sudah
terasa pegal, karena memainkan semalam suntuk bagian, sedangkan bagian yang
dipegang adalah tiang angklung bagian tengah dekat tabung yang besar. Khusus
untuk angklung Roel 1 dan Roel 2, karena hanya dimainkan oleh seorang pemain,
teknik memainkannya sama persis dengan angklung pada umumnya, yaitu
digetarkannya lebih kerap karena kebutuhan “musikalita” dalam setiap lagu.
14
15
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan
melahrkan hal – hal yang bernilai indah.Kesenian merupakan salah satu unsur
kebudaayaan yang dimiliki masing-masing daerah, termasuk di Banten. Beberapa
kesenian-kesenian yang menjadi ciri khas kebudayaan Banten antara lain:
1. Kesenian angklung buhur dogdog lojor
2. Kesenian pantun bambu
3. Kesenian rampak bedug
4. Kesenian Dogdog lonjor
5. Kesenian calung renteng
6. Kesenian angklung
B. Saran
Dengan mengenal lebih banyak kesenian-kesenian khas Banten mudah-mudahan memebuat kita
lebih mencintai daerah Banten ini.
Semoga seluruh masyarakat Banten dapat terus menjaga dan melestarikan kesenian-kesenian khas
Banten, serta menemukan cara-cara terbaru untuk mengatasinya agar kesenian di daerah Banten
dapat terjaga sampai generasi selanjutnya.
Daftar Pustaka
Budi, Dinda Satya. 2001. Angklung Baduy dalam Upacara Ritual Ngaseuk [tesis].Yogyakarta :
Universitas Gadjah Mada
H. Sarman Sanggar Bedug Ciguludug - Pandeglang
Kasmahidayat, Yuliawan. 1992. Korelasi Makna dan Simbol Tari Dodod dalam
KehidupanMasyarakat Desa Mekar Wangi [skripsi]. Yogyakarta : Institut Seni Indonesia
Tim Penyusun Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.2002. Profil Seni Budaya
Banten. Serang : Dinas Pendidikan Propinsi Banten
15