America's Revolution by Novita Angelina
America's Revolution by Novita Angelina
Disusun Oleh:
Novita Angelina Br Panjaitan
Kathrine Romaito Br Simangunsong
Karel Benyamin Abednego Kay
Syalika Putri
Fahira Ardhanti
Angie Johan
Kelas XI
Social (Blaise)
Global Prima National Plus School
2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-
Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas ini untuk memenuhi tugas kelompok yang
berjudul “Revolusi Amerika”. Tugas ini juga dapat terselesaikan karena bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami selaku penulis, secara tertulis kami ucapkan terima kasih.
Kami selaku penulis menyadari bahwa penyelesaian tugas laporan kelompok ini tidak lepas
dari bimbingan dan arahan dari guru subjek. Maka dari itu dengan segala hormat dan
kerendahan diri, kami mengucapkan terima kasih banyak sedalam-dalamnya kepada Miss
Kartika Srikandi S.Pd. dan kepada teman sekelompok yang sudah berpartisipasi.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada petugas pusat layanan referensi
perpustakaan daerah yang senantiasa melayani dan membantu kami untuk mencari beberapa
sumber berupa buku ensiklopedia dan history of the world sebagai referensi yang kami telah
gunakan.
Kami menyatakan bahwa tugas laporan kelompok ini masih banyak kekurangan dan tidak
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga
tugas laporan kelompok ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Amin.
TTD
Kelompok 2
Daftar Isi
Kata Pengantar I
Daftar Isi...................................................................................................................................II
BAB I Pendahuluan 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN..................................................................................................4
1.4 MANFAAT PENELITIAN..............................................................................................4
1.5 METODE PENELITIAN.................................................................................................4
BAB II Pembahasan.................................................................................................................6
2.1 PEMBENTUKAN KOLONIAL INGGRIS DI AMERIKA............................................6
2.2 UNDANG-UNDANG......................................................................................................8
2.3 KONGRES I DAN II.......................................................................................................9
2.4 DEKLARASI KEMERDEKAAN AMERIK 4 JULI 1776...........................................10
2.5 PERANG KEMERDEKAAN........................................................................................11
2.6 PENGARUH REVOLUSI AMERIKA BAGI KEHIDUPAN.......................................11
2.7 PENGARUH KOLONI INGGRIS TERHADAP AMERIKA.......................................13
BAB III Penutup
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
Bab I
Pendahuluan
Pajak tersebut terhimpun dalam berbagai undang-undang, seperti Sugar Act (1764),
Currency Act (1764), Stamp Act (1765), Quartering Act (1765), Townshend Acts (1767), dan
Tea Act (1773). Melalui Sugar Act (Undang-undang Gula), perdagangan gula di daerah
koloni dikenai pajak dan bea cukai. Currency Act (Undang-Undang Mata Uang) melarang
setiap koloni mecetak mata uang sendiri. Stamp Act (Undang-undang Prangko) menetapkan
pencantuman materai pajak, misalnya dokumen resmi, kontrak dagang, koran, pamflet.
Quarterring Act berisi kewajiban setiap koloni untuk menyediakan akomodasi bagi tentara
Inggris di wilayahnya. Sementara itu, Townshend Acts merupakan kumpulan berbagai jenis
pajak impor, seperti pajak timah, cat, kertas, gelas, dan teh.
Rakyat Amerika melawan kebijakan pajak tersebut di bawah pimpinan Samuel Adams, yang
menamai organisasinya Sons of Liberty (Putra-putra Kebebasan). Ada dua alasan utama
penolakan, yaitu penerapan pajak yang tidak pernah dimusyawarahkan oleh pemerintah
Inggris di tiga belas koloni. Oleh karena itu, mereka menuntut adanya wakil di Parlemen
(London), dengan semboyan “Tolak pajak tanpa perwakilan” (No taxation without
representation). Wakil mereka di Parlemen diharapkan dapat menyuarakan kepentingan
mereka, terutama terkait kebijakan-kebijakan terhadap rakyat koloni. Sebelum memiliki
wakil, mereka tak akan membayar pajak. Dan Perang Tujuh Tahun dengan Prancis dianggap
tidak ada hubungannya dengan nasib mereka. Perang itu murni untuk perluasan wilayah
koloni Inggris, bukan untuk melindungi rakyat Amerika.
Protes yang dilakukan rakyat Amerika kepada Inggris tidak mendapat reaksi apapun. Rakyat
mulai bertindak sendiri dengan menyerang agen-agen materai, serta merusak gedung-gedung
pemerintah yang bertugas mendistribusikannya. Mereka juga memboikot produk-produk
impor hasil industri Inggris. Pada 1766, Sugar Act (1764), Currency Act (1764), Stamp Act
(1765), dan Quarterring Act (1765) dicabut. Sebagai gantinya, Inggris mengeluarkan
Townshend Acts pada 1766. Pajak impor timah, kaca, cat, kertas, dan teh ini dimaksudkan
untuk menggaji pegawai pemungut pajak serta tentara Inggris di Amerika. Rakyat Amerika
kembali protes dengan memboikot barang-barang hasil produksi Inggris.
Secara khusus tentang tata niaga teh, pada waktu itu teh Inggris dijual ke Amerika oleh para
pedagang (merchants) yang membelinya dari gudang-gudang Inggris di London. Selain
mendapat pajak teh dari rakyat koloni, pemerintah Inggris meraup keuntungan dari pajak
impor yang dipungut dari para pedagang. Pajak impor, ditambah lagi dengan
penggelembungan harga (mark-up) oleh pedagang, membuat harga teh menjadi mahal di
pasaran Amerika. Harga teh yang mahal dan adanya pajak teh memicu perlawanan fisik
rakyat koloni di Boston pada 5 Maret 1770, yang kemudian dikenal sebagai “The Boston
Massacre”. Dalam peristiwa ini, banyak rakyat Amerika menjadi korban. Perlawanan serupa
terjadi di Rhode Island pada 1772 ketika kapal cukai berbendera Inggris bernama The Gaspee
diserang dan melukai kaptennya.
Para tokoh terkemuka Amerika kemudian mendorong rakyat koloni agar mengonsumsi teh
selundupan dari Belanda. Meskipun rasanya tidak seenak teh Inggris, harga teh selundupan
Belanda jauh lebih murah. Dalam rangka mengambil keuntungan yang besar karena lebih
murah dan bebas pajak, para pedagang ikut berputar haluan dengan menjual teh selundupan.
Banyaknya teh selundupan dan lesunya permintaan pedagang membuat stok teh di gudang-
gudang Inggris di London menumpuk. Akibatnya harga teh Inggris jatuh tak terkendali.
Pada 1773, Inggris menghapus Townshend Acts, tetapi tetap mempertahankan pajak teh
dengan mengeluarkan undang-undang baru, Tea Act. Undang-undang ini menetapkan East
India Company (EIC) sebagai penjual tunggal teh di daerah-daerah koloninya. Kebijakan
yang bersifat monopoli ini bertujuan mendorong harga teh Inggris menjadi lebih murah
sekaligus menjatuhkan harga teh selundupan milik Belanda. Dengan harga yang lebih murah
dibandingkan sebelumnya, Inggris berharap rakyat koloni tidak keberatan dengan pajak teh.
Namun, rakyat koloni ternyata bersihkukuh menolak segala bentuk pajak sebelum Inggris
menyetujui keberadaan wakil mereka di Parlemen. Karena aspirasi ini tidak digubris, rakyat
Amerika melampiaskan kekecewaan dalam Peristiwa Boston pada 16 Desember 1773. Pada
hari itu, dengan menyamar sebagai pekerja Indian, rakyat koloni yang dipelopori kaum
patriot membuang ke laut peti-peti berisi teh di kapal-kapal dagang Inggris yang sedang
berlabuh di Boston (Massachusetts). Peristiwa tersebut digambarkan menyerupai suasana
pesta sehingga peristiwa pembuangan teh itu dikenal sebagai “The Boston Tea Party”.
Inggris kemudian mengeluarkan Intolerable Acts serta menutup pelabuhan Boston sampai
rakyat Amerika membayar kompensasi. Ultimatum Inggris tersebut tidak ditanggapi sehingga
Inggris menyatakan perang. Peristiwa Boston merupakan peristiwa kunci dalam rangkaian
Revolusi Amerika karena menjadi pemicu awal terjadinya perang antara Inggris dan ketiga
belas koloninya.
Bab II
Pembahasan
2.1 Pembentukan Koloni Inggris di Amerika
Pada 1492, Spanyol mensponsori seorang penjelajah Italia bernama Christopher Columbus
(1450/1451-1506) untuk menemukan rute laut ke Hindia Timur. Spanyol berusaha menyamai
Portugis yang empat tahun sebelumnya, lewat ekspedisi Bartolomeu Dias, telah berhasil
menemukan rute ke tempat tersebut. Columbus berlayar menelusuri Samudra Atlantik, jalur
yang juga digunakan Dias dalam perjalanannya menyusuri pantai barat Afrika sampai
menemukan Tanjung Harapan (Afrika Selatan). Setelah beberapa hari, tampak oleh
Columbus sebuah hamparan daratan. Ia merapatkan kapalnya di sebuah gugus kepulauan
yang dinamainya “San Salvador” serta menyebut penduduk asli setempat “Indian”.
Columbus keliru karena tempat itu ternyata bukan India, melainkan sebuah benua yang lain,
Benua Amerika. Gugus kepulauan yang ia namai “San Salvador” itu kelak disebut Kepulauan
Bahama. Columbus terus berlayar dan menjumpai wilayah-wilayah lainnya di benua itu,
seperti gugus kepulauan di Laut Karibia, Kuba, Haiti, Puerto Rico, Jamaika, serta terakhir
Venezuela dan Amerika Tengah. Penemuan benua baru itu menggemparkan Eropa.
Sebelumnya, bagi orang Eropa dunia hanya meliputi Eropa, Afrika, dan Asia. Benua Amerika
tidak pernah dikenal sebelumnya. Oleh karena itu, orang Eropa merasa telah menemukan
sebuah “Dunia Baru” (New World). Selanjutnya, sejak abad XVI, penjelajah berbagai negara
seperti Spanyol, Belanda, Prancis, dan Portugis mendatangi Amerika. Kedatangan mereka
diikuti dengan gelombang besar emigrasi disertai pembangunan koloni di tempat itu.
Pada mulanya, Inggris tidak berminat ke Amerika. Daya tarik utama Inggris tetaplah Asia
(Hindia Timur). Pada 1496, misalnya, Henry VII (1457-1509) mengutus penjelajah Italia
John Cabot untuk menelusuri Samudra Atlantik Utara dalam rangka menemukan rute ke Asia
melalui Atlantik Utara. Ia berlayar pada 1497 dan berlabuh di Newfoundland (Amerika),
yang dikiranya Asia. Tidak ada lagi penjelajahan seberang lautan oleh Inggris sampai tahun
1562.
Minat Inggris ke Amerika, juga ke Asia dan Afrika, bangkit kembali pada 1562. Ratu
Elizabeth I (1533-1603) memiliki banyak informasi tentang keuntungan yang diperoleh
Spanyol dan Portugis dari penjelajah ke Amerika, Asia, dan Afrika, serta ramainya lalu lintas
perdagangan di Samudra Atlantik. Namun, Ratu Elizabeth I memiliki permasalahan. Salah
satu negara penguasa Atlantik, yaitu Spanyol, sedang bermusuhan dengan Inggris.
Permusuhan itu dipicu niat raja Spanyol, Philip II, untuk menduduki Inggris dalam rangka
menekan gerakan Protestanisme (Anglikanisme) di wilayah itu. Bagi Inggris, dominasi
Spanyol di Atlantik akan menghambat cita-citanya memiliki koloni seberang lautan.
Gabungan antara alasan agama dan ambisi politik ini memicu konfrontasi terbuka dengan
Spanyol dalam Perang Inggris-Spanyol I pada 1585-1604. Aksi provokasi sebetulnya sudah
dimulai sejak tahun 1562, tiga tahun setelah Ratu Elizabeth dinobatkan sebagai ratu Inggris
(1559). Pada tahun itu, Ratu Elizabeth memerintahkan navigator John Hawkins dan Francis
Drake untuk menyerang kapal-kapal pembawa budak Afrika milik Spanyol dan Portugis yang
melintas di lepas pantai Afrika Barat. Tujuan Ratu Elizabeth adalah melumpuhkan sistem
perdagangan di Atlantik yang akan memberi akses bagi Inggris ke kawasan tersebut.
Selanjutnya, pada 1585, Ratu Elizabeth I memerintahkan untuk menyerang pelabuhan
Spanyol di Amerika dan kapal-kapal Spanyol yang melintasi Samudra Atlantik serta
membajak kapal-kapal Spanyol yang penuh dengan muatan emas, perak, dan rempah-
rempah. Itulah awal perang yang sesungguhnya. Dalam perang tersebut, Inggris juga
mendukung Habsburg-Netherlands (sekarang Belanda) untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Spanyol.
Pada 1604, perang Inggris-Spanyol I berakhir yang ditandai penandatanganan Traktat
London (1604) oleh James I (Inggris) dan Philip III (Spanyol). Dalam traktat itu disepakati
status quo ante bellum, yang berarti ‘semua pihak menghentikan perang dan mengembalikan
kondisi seperti sebelum perang’.
Setelah berdamai dengan Spanyol, dukungan publik di dalam negeri agar Inggris
membangun imperiumnya sendiri semakin besar. Sekitar tahun 1530-an, wilayah non-
Britania Raya yang dikuasai Inggris hanya Irlandia. Spanyol, Portugis, dan Prancis jauh lebih
maju dalam penguasaan wilayah dan pos-pos perdagangan dan benteng di pantai Afrika,
Brasil dan Tiongkok, sementara Prancis mendirikan koloni mulai dari sepanjang aliran
Sungai Mississippi di sebelah selatan serta anak sungainya sampai ke Kanada.
Imperium Britania mulai terbentuk pada awal abad XVII, yang mencakup wilayah-wilayah
di Amerika Utara dan pulau-pulau kecil di Karibia. Pada saat yang bersamaan, berbagai
macam kongsi dagang bermunculan, hingga akhirnya dilebur menjadi satu dengan nama East
India Company (EIC). Tercatat, koloni pertama Inggris di Amerika didirikan pada 1607 di
Jamestown, Virginia. Setahun kemudian, EIC beroperasi di India. Pada 1672, EIC aktif
beroperasi di Taiwan yang rutin melakukan kegiatan dagang ke Tiongkok daratan, seperti
Xiamen (Provinsi Fujian), Chusan, dan Kanton. Menjelang permulaan abad XVIII, EIC
menetapkan Kanton sebagai markas besarnya.
Di Amerika, Inggris berhasil mendirikan tiga belas koloni di antaranya New York,
Massachusetts, Connecticut, South Carolina, dan Pennsylvania. Pada akhir abad XVIII,
Inggris dipaksa meninggalkan Amerika setelah ketiga belas koloni mendeklarasikan
kemerdekaan pada 1776. Inggris kemudian lebih fokus di daerah-daerah koloni lain yang
telah lama dibangunnya, baik di Afrika maupun Asia dan Pasifik. Di Asia, koloni Inggris
meliputi India, Singapura, dan Malaysia. Periode mulai dari tahun 1607 sampai terjadinya
revolusi yang menyebabkan lepasnya tiga belas koloni Inggris di Amerika pada akhir abad
XVIII disebut sebagai Imperium Britania Petama.
2.2 Undang-undang
Pada tahun 1764 pemerintah Inggris mengeluarkan Undang-undang Gula dan pada tahun
1765 mengeluarkan Undang-undang materai (Stamp Act). Kedua undang-undang itu
menimbulkan reaksi keras di 13 daerah koloni karena dalam perumusannya tidak
mengikutsertakan wakil-wakil koloni di Parlemen. Karena itu, mereka menolak dengan
semboyan “tidak ada pajak bila tidak ada perwakilan di parlemen”. Kemudian penduduk di
daerah-daerah koloni membentuk organisasi Putra Kemerdekaan yang memgobarkan
pemberontakan.
Sugar Act adalah undang-undang yang dikeluarkan Inggris untuk mengakhiri penyelundupan
gula dan sirup tebu dari Prancis. Kala itu, sirup tebu dari Prancis, Belanda, dan Spanyol
harganya tidak mahal. Sementara harga gula yang dipasok dari Hindia Barat Britania
harganyaa jauh lebih tin-ggi. Pada awal abad ke-18, Hindia Barat Britania adalah mitra
dagang terpenting Inggris. Oleh karena itu, Parlemen selalu memperhatikan permintaan
mereka. Namun, alih-alih menyet-ujui tuntutan untuk melarang koloni berdagang dengan
pihak non Inggris, Parlemen member-lakukan pajak yang sangat tinggi pada koloni atas sirup
tebu yang diimpor dari negara lain.
Hal inilah yang akhirnya membuat penyelundupan, penyuapan, dan intimidasi terhadap petu-
gas bea cukai semakin marak. Setelah Perang Tujuh Tahun berakhir, George Grenville berus-
aha mencari cara untuk membayar pasukan yang menjaga pertahanan kolonial dan membayar
utang negara. Oleh karena itu, George Grenville mengusulkan untuk memberlakukan Sugar
Act. Sugar Act dibuat karena Inggris menyadari bahwa penyelundupan hampir menjadi end-
emik dan supremasi hukum sedang dirusak oleh perdagangan ilegal. Sugar Act ini bertujuan
untuk melindungi perdagangan Inggris dengan memperkenalkan pembatasan perdagangan
baru mengikuti Undang-undang yang telah ditetapkan. Selain itu, Sugar Act ini juga dibuat
karena Perang Tujuh Tahun telah merugikan keuangan Inggris dan orang Amerika harus me-
mbayar pajak untuk perlindungan mereka sendiri.
Stamp Act adalah undang-undang yang dikeluarkan Parlemen Inggris pada 22 Maret 1765
untuk mengenakan pajak pada semua dokumen yang diterbitkan di seluruh koloninya di
Amerika. Undang-undang ini dibuat oleh Inggris untuk meningkatkan pendapatan dari daerah
jajahan mereka di Amerika Utara. Inggris berharap pendapatan gabungan dari Undang-
undang Gula dan Undang-undang Prangko ini dapat digunakan untuk melunasi hutang
Inggris yang membengkak pasca memenangkan Perang Tujuh Tahun. Stamp Act mendapat
tentangan keras dari penduduk koloni karena dirasa sangat berat. Akibat protes yang terus-
menerus berdatangan, undang-undang ini kemudian dicabut pada 1766.
Stamp Act telah menuai protes dari para penduduk koloni sejak belum diberlakukan.
Undang-undang ini dinilai terlalu memberatkan dan dikhawatirkan akan memengaruhi
ekonomi penduduk. Alhasil, penduduk koloni mulai menggunakan kekerasan untuk
mengintimidasi para pemungut pajak agar mereka mengundurkan diri. Pada tahun 1766
Inggris mencabut Undang-undang Materai dan pada tahun 1770 membatalkan semua pajak di
Townshend, kecuali pajak teh.
Pada 1773 terjadi Peristiwa Teh di Boston. Peristiwa itu menimbulkan kemarahan Inggris
dan parlemen segera mengeluarkan Undang-undang Paksaan yang isinya antara lain menutup
pelabuhan Boston dan melarang rakyat menyelenggarakan rapat tanpa seizin Gubernur.
Sebagai reaksi atas kebijakan ini pada tanggal 5 Desember 1774 waki-wakil daerah koloni
menyelenggarakan Kongres Kontinental I di Philadelphia. Inggris menjawabnya dengan
mengirim pasukan di bawah pimpinan Jenderal Thomas Gage (1775) sehingga terjadi
pertempuran dengan kaum milisi selain itu, Inggris memblokade pelabuhan-pelabuhan di
Boston. Peristiwa ini disebut Boston Massacre.
1
Pertempuran Bunker Hill dipertarungkan pada tanggal 17 Juni 1775, saat Pengepungan Boston pada tahap
awal Perang Revolusi Amerika.
Setelah proklamasi, muncul friksi dalam tubuh pemerintahan. Ada kelompok sembilan
negara koloni yang menghendaki bentuk pemerintahan demokratis dengan sistem
desentralisasi. Kelompok ini dinamakan kelompok republikan. Sementara empat koloninya
lainnya menginginkan sebuah pemerintahan aristokrat dengan sistem federasi. Kelompok ini
dinamakan kelompok federalis.
Pemerintahan dibentuk secara demokratis yang ditunjukkan dengan adanya pemisahan
kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Badan legislatif sendiri tersusun atas
Senat dan DPR. Badan eksekutif dipimpin oleh presiden. Anggota badan Legislatif dipilih
oleh presiden. Anggota badan legislatif dipimpin oleh Presiden. Anggota badan legislatif
dipilih oleh presiden atas persetujuan Senat. Selanjutnya, George Washington ditetapkan
sebagai presiden pada 30 April 1789 di New York.
Akibat dari Deklarasi itu, peperangan semakin meluas ke seluruh koloni.
3.5.2 Antikolonialisme
Revolusi Amerika memberi contoh bagi daerah koloni lainnya bahwa mereka dapat
memerdekakan negaranya dari penjajah. Bahwa penjajahan pasti mendatangkan
penderitaan, ketidakadilan, dan keterbelakangan; bahwa tekanan dan penderitaan tidak
menjadi halangan untuk berjuang memperoleh kemerdekaan. Di tengah keterbatasan,
rakyat koloni Amerika berhasil mengusir Inggris. Menyerahkan nasib pada nurani dan
kebaikan hasil penjajah mustahil terjadi. Rakyat penjajah sendirilah yang harus berjuang
melepaskan diri.
Penutup
3.1 Kesimpulan
Revolusi Amerika pergolakan politik selama paruh terakhir abad ke-18. Saat itu 13 koloni di
Amerika Utara bergabung bersama untuk membebaskan diri dari Inggris dan menggabungkan
diri menjadi Amerika Serikat. Ketiga belas koloni menolak otoritas Parlemen Inggris untuk
memerintah mereka, dan kemudian mengusir semua pejabat kerajaan Inggris. Inggris
menanggapi sikap tersebut dengan mengirimkan pasukan tempur. Maka terjadilah konflik
bersenjata melawan Inggris yang dikenal sebagai Perang Revolusi Amerika atau Perang
Kemerdekaan Amerika yang dimulai pada April 1775.
Pada pertengahan Juni 1776, Thomas Jefferson ditugasi menyusun pernyataan resmi dari 13
koloni. Kongres secara resmi mengadopsi Deklarasi Kemerdekaan yang sebagian besar
ditulis oleh Jefferson, di Philadelphia pada 4 Juli 1776, tanggal itu kemudian diperingati
sebagai hari kemerdekaan Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
George Willis, Botsford (1917) A Brief History of the World. San Francisco, Alexander
Books