Anda di halaman 1dari 20

KONSEP MOTIVASI, PERILAKU SOSIAL DAN CULTURAL

AWARENESS

Disusun Oleh :
1. Choiril Amalia 121710002
2. Evi Rovika 121710004
3. Widya Cahyani Bachri 121710016

Dosen Pembimbing :
Ida Susila, S.ST., M.Kes

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
JL. VETERAN N0. 53 A LAMONGAN
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Konsep Motivasi, Perilaku
Sosial Dan Cultural Awareness”

Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, karya ilmiah ini
tidak dapat diselesaikan dengan baik. Semoga dengan tersusunya karya ilmiah ini dapat
menambah wawasan, kami mengharapkan kritik dan saran yag sifatnya membangun karya
ilmiah ini.

Lamongan, 15 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I : LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian Motivasi ...........................................................................................1
1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi ...................................................1
1.3 Fungsi Motivasi .................................................................................................3
1.4 Konsep Motivasi ................................................................................................3
1.5 Jenis-Jenis Motivasi ...........................................................................................3
1.6 Teori Motivasi ....................................................................................................4
1.7 Pengertian Perilaku Sosial .................................................................................7
1.8 Bentuk-Bentuk Perilaku ....................................................................................8
1.9 Jenis-Jenis Perilaku ............................................................................................8
1.10 Proses Perubahan Perilaku ................................................................................9
1.11 Pengertian Cultural Awareness.......................................................................11
1.12 Tingkat Cultural Awareness ...........................................................................12

BAB II : PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... ...............16
3.2 Saran .................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................17

ii
BAB I
LANDASAN TEORI

1.1 Pengertian Motivasi


1. Pengertian motivasi menurut beberapa para ahli :
a. T. Hani Handoko
“Keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.
b. H. Hadari Nawawi
“Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu
perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar”.
c. Anwar Prabu Mangkunegara
“kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku
yang berubungan dengan lingkungan kerja”.
d. Henry Simamora
“Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan
tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang
dikehendki”.
e. Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes
“Tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan
berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman pekerjaan”.
Dari pengertian-pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya (Cristian pradana. 2017)

1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi


Motivasi sebagai proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Faktor Ekstern
a. Lingkungan social
b. Pemimpin dan kepemimpinannya
c. Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas
d. Dorongan atau bimbingan atasan

1
2. Faktor Intern
a. Pembawaan individu
b. Tingkat pendidikan
c. Pengalaman masa lampau
d. Keinginan atau harapan masa depan. (Robbins P, Stephen. 2007)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut para ahli:
a. Muhidin Syah
a) Faktor internal adalah faktor ynag ada dalam diri manusia itu sendiri yang
berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman dan cita-cita.
b) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri
yang terdiri dari :
1) Lingkungan sosial, yang meliputi lingkungan masyarakat, tetangga, teman,
orangtua/keluarga dan teman sekolah.
2) Lingkungan non sosial meliputi keadaan gedung sekolah, letak sekolah,
jarak tempat tinggal dengan sekolah, alat-alat belajar, kondisi ekonomi
orangtua dan lain-lain.
b. Sumanto
Menggolongkan faktor yang mempengaruhi belajar anak menjadi tiga macam,
yaitu:
a) Faktor-faktor stimulasi belajar
Yang dimaksud faktor stimulasi belajar adalah segala hal di luar individu itu
untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulasi dalam penelitian
ini mencakup materiil serta suasana lingkungan yang ada di sekitar siswa.
b) Faktor metode belajar
Metode yang dipakai guru sangat mempengaruhi belajar siswa. Metode yang
menarik dapat menimbulkan rangsangan dari siswa untuk meniru dan
mengaplikasikannya dalam cara belajarnya.
c) Faktor-faktor individual
d) Faktor ini menyangkut hal-hal berikut: kematangan, faktor usia, jenis kelamin,
pengalaman, kapasitas mental, kondisi kesehatan fisik dan psikis, rohani serta
motivasi.

2
1.3 Fungsi Motivasi
Adapun fungsi motivasi ada tiga, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi.
2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut

1.4 Konsep Motivasi


Konsep motivasi yang dijelaskan oleh Soekanto,Soerjono. 2005 adalah sebagai berikut:
1. Model Tradisional
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat perlu diterapkan sistem
insentif dalam bentuk uang atau barang kepada pegawai yang berprestasi.
2. Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya meningkat adalah dengan mengakui
kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.
3. Model Sumber Daya Manusia
Pegawai dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang tetapi juga
kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti.

1.5 Jenis-Jenis Motivasi


1. Motivasi Biogenetis
Motivasi biogenetis yaitu motivasi yang berasal dari diri manusia yang dilakukan
untuk kelangsungan hidupnya. Contoh makan, minum, bernafas, dan lain-lain.
2. Motivasi Sosiogenetis
Motivasi ini dipelajari orang dan berasal dari lingkungan di mana orang tersebut
berada. Contoh ingin tahu, konferensi, cinta, harga diri, motivasi akan nilai dan makna
kehidupan, dan motivasi pemenuhan diri.
3. Motivasi Teogenesis
Motivasi teogenesis adalah berasal dari hubungan antara manusia dan Tuhannya.
Contoh : beribadah, berdo’a, shalat, dan sebagainya.

3
1.6 Teori Motivasi
1. Teori Motivasi ABRAHAM MASLOW (Teori Kebutuhan)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya
akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat
paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting;
a. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
b. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
d. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya).
2. Teori Motivasi HERZBERG (Teori dua faktor)
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
a. Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik)
b. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan,
dsb (faktor intrinsik).
3. Teori Motivasi DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y
(positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b. Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
4
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan
dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
a. Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan
bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit
pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
4. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut
Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
a. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas.
b. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
c. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan.
Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
5. Teori Motivasi ACHIEVEMENT Mc CLELLAND (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal
penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
a. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
b. Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
c. Need for Power (dorongan untuk mengatur).
6. Teori Motivasi CLAYTON ALDERFER (Teori “ERG)
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan
pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder
mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat
dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan
kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
5
7. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat
macam mekanisme motivasional yakni :
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai
penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang
merugikan.Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat
pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat.
Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong
bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha
meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer
sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif
perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat
pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus
6
selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang
manusiawi pula.

1.7 Pengertian Perilaku Sosial


Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku
adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktifitas masing – masing. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.( Koentjaraningrat. 2006).
.Menurut teori tentang perilaku :
1. Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut (Soekidjo,1993).
2. Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai sebagai suatu aksi-reaksi organisme
terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan
tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo,1997).
3. Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari.
4. Umum, perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi hayati dari bahwa dia adalah makhluk hidup
(Kusmiyati & Desminiarni, 1990).
5. Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku
Manusia”, menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar,
seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk
aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan
pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika
seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan sedang
berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal,
sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, di dalam tubuh manusia.
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa
7
yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2005).

1.8 Bentuk-Bentuk Perilaku


Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua (Notoatmodjo, 2005):
1. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh
orang lain.

1.9 Jenis-Jenis Perilaku


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku(manusia) adalah
semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar.( Notoatmodjo,2005).
Adapun jenis-jenis perilaku antara lain, yaitu :
1. Perilaku Refleksif
Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap
stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya kedip mata bila kena sinar;
gerak lutut bila kena sentuhan palu; menarik tangan apabila menyentuh api dan lain
sebagainya. Perilaku refleksif terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus
yang diterima organisme tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak sebagai pusat
kesadaran yang mengendalikan perilaku manusia. Dalam perilaku yang refleksif,
respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus
diterima oleh reseptor, begitu langsung respons timbul melalui afektor, tanpa melalui
pusat kesadaran atau otak.Perilaku ini pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Hal ini
karena perilaku refleksif merupakan perilaku yang alami, bukan perilaku yang
dibentuk oleh pribadi yang bersangkutan.
8
2. Perilaku Non-Refleksif
Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat
kesadaran/otak. Dalam kaitan ini, stimulus setelah diterima oleh reseptor langsung
diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran , dan kemudian terjadi
respons melalui afektor. Proses yang terjadi didalam otak atau pusat kesadaran inilah
yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis
inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis (Branca, 1964). Pada
perilaku manusia, perilaku psikologis inilah yang dominan, merupakan perilaku yang
dominan dalam pribadi manusia. Perilaku ini dapat dibentuk, dapat dikendalikan.
Karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar.

1.10 Proses Perubahan Perilaku


Pembentukan perilaku merupakan bagian yang sangat penting dari usaha
mengubah perilaku seseorang. Berikut beberapa langkah yang perlu diambil untuk
merubah perilaku:
1. Menyadari.
Menyadari merupakan proses dimana seseorang membuat identifikasi tentang
apa/ bagian mana yang diinginkan untuk diubah dan mengapa perubahan tersebut
diinginkan. Dalam hal ini perlu diingat bahwa kesadaran tersebut harus menyatakan
keinginan bukan ketakutan.
Contoh:
- Seorang mahasiswa yang belajar di bidang kesehatan sebelumnya tidak peduli
akan kebersihan diri dan perawatan dirinya. Setelah belajar tentang pentingnya
perawatan dan kebersihan diri serta penyakit yang dapat ditimbulkan jika tidak
adanya personal hygiene, maka siswa tersebut mulai peduli dengan kesehatan
dirinya, kemudian dia akan mengaplikasikan bagaimana cara merawat kesehatan
dirinya
- Seorang mahasiswa kedokteran yang sedang meneliti tentang penyakit kista,
menemukan bahwa salah satu penyebabnya adalah pola makan yang tidak sehat.
Dalam penelitiannya mahasiswa ini benar-benar menghayati betapa pentingnya
pola makan yang sehat dan seimbang bagi kesehatan seseorang. Karena itu,
mahasiswa tersebut mulai menerapkan pola makan sehat dan seimbang.

9
2. Mengganti
Setelah seseorang menyadari untuk merubah perilakunya, maka proses
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengganti. Mengganti merupakan proses
melawan bentuk keyakinan, pemikiran, dan perasan yang diyakini salah.
Contoh:
- Dulu seorang bidan atau perawat melakukan perawatan tali pusat dengan
membubuhi tali pusat dengan betadhine atau alkohol. Kemudian bidan atau
perawat juga membungkus tali pusat. Ini dimaksudkan agar bayi terhindar dari
adanya infeks pada tali pusat. Akan tetapi setelah adanya Evidence Based maka
diketahui hal ini sebenarnya hal ini yang justru meningkatkan kemungkinan
infeksi. Betadhine dan alkohol akan menyebabkan tali pusat lembab bahkan
basah. Apalagi ditambah dengan pembungkusan tali pusat yang membuat tali
pusat semakin basah dan tidak adanya pertukaran udara. Hal ini justru bgi
bakteri dan kuman untuk merupakan lingkungan yang baik bagi bakteri dan
kuman untuk berkembang biak dan berpeluang besar menghakibatkan infeksi.
Oleh karena itu kebiasaan merawat tali pusat dengan membungkus dan
membubuhi tali pusat dengan betadhine atau alcohol diganti dengan perawatan
tali pusat tanpa membungkus dan membubuhi tali pusat dengan betadhine
ataupun alcohol. Kini perawatan tali pusat cukup dengan hanya membersihkan
dengan air DTT dan mengeringkannya.
- Sebelum diketahui betapa pentingnya Inisiasi Menyusui Dini dan Bounding
Attachment, ibu cenderung dipisahkan dengan bayinya pasca kelahiran bayinya
tersebut. Ini dimaksudkan agar sang bayi tidak mengganggu istirahat ibu pasaca
persalinan yang melelahkan. Akan tetapi, saat ini tidak lagi. Sebisa mungkin
bidan atau tenaga kesehatan lain yang menolong persalinan akan berusaha untuk
terciptanya IMD dan Bounding Attachment. Ini dilakukan karena sangat penting
terciptanya keterikatan hubungan emosional ibu dan bayi segera setelah
persalinan dan juga menginngat betapa besarnya keuntungan IMD bagi ibu dan
bayinya.
3. Mengintrospeksi
Mengintrospeksi merupakan proses dimana seseorang membuat penilaian
mengenai apa yang sudah diraih dan apalagi yang perlu untuk dilakukan. Di samping
itu instropeksi juga berguna untuk mendeteksi kadar self-excusing yang bisa jadi
masih tetap ada dalam diri seseorang hanya karena lupa membuat elaborasi, analogi,
atau interpretasi dalam memahami dan melaksanakan.
10
Contoh:
- Seorang ibu yang hamil anak keduanya, dia akan cenderung mengingat
pengalaman hamil sebelumnya. Dia akan mencoba memperbaiki perilakunya saat
hamil agar kehamilannya kali ini sama dengan kehamilan sebelumnya atau lebih
baik dari sebelumnya. Contoh lainnya: jika sebelumnya seorang ibu melahirkan
bayi prematur maka pada kehamilannya yang selanjutnya dia akan mencari
penyebabnya dan memperbaiki pola perilakunya saat kehamilan ini agar anaknya
lahir dengan keadaaan aterm.
- Dulu penghisapan lendir rutin pada BBL sering dilakukan dengan tujuan
membantu proses pernafasan bayi. Tetapi setelah dinilai, hal ini tidak efektif.
Penghisapan lendir bahkan dapat membahayakan jiwa bayi bila tidak dilakukan
dengan benar (Sobur, Alex. 2009).

1.11 Pengertian Cultural Awareness


Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk
melihat ke luar dirinyasendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya
yang masuk.Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal dan dapat
diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di budaya
lain.Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan
menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk menghormatinya.(
Ircham,Machfoedz. 2008).
Wunderle (2006) menyebutkan bahwa kesadaran budaya (cultural awareness)
sebagai suatu kemampuan mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai-
nilai dan perilaku manusia. Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman
kebutuhan untuk mempertimbangkan budaya, faktor-faktor penting dalam menghadapi
situasi tertentu. Pada tingkat yang dasar, kesadaran budaya merupakan informasi,
memberikan makna tentang kemanusian untuk mengetahui tentang budaya.Prinsip dari
tugas untuk mendapatkan pemahaman tentang kesadaran budaya adalah mengumpulkan
informasi tentang budaya dan mentranformasikannya melalui penambahan dalam
memberikan makna secara progresif sebagai suatu pemahaman terhadap budaya.
Pantry (dalam Sturges, 2005) mengidentifikasikan 4 kompetensi yang dapat
terhindari dari prejudis, miskonsepsi dan ketidakmampuan dalam menghadapi kondisi
masyarakat majemuk yaitu: Kemampuan berkomunikasi
(mendengarkan,menyimpulkan, berinteraksi), Kemampuan proses (negosiasi, lobi,
mediasi, fasilitasi), Kemampuan menjaga informasi (penelitian, menulis, multimedia),
11
Kemampuanmemiliki kesadaran dalam informasi, cara mengakses informasi, dan
menggunakan informasi. Keempat kompetensi tersebut memberikan peran penting
dalam menghadapi masyarakat yang multikultural dalam kesadaran budaya.
Fowers & Davidov (Thompkins et al, 2006) mengemukakan bahwa proses untuk
menjadi sadar terhadap nilai yang dimiliki, bias dan keterbatasan meliputi eksplorasi
diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektifnya terbatas,memihak, dan
relatif pada latar belakang diri sendiri.Terbentuknya kesadaran budayapada individu
merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui berbagai hal dan
melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi dan emosi maka kesadaran
(awareness) akan terbentuk.
Berdasarkan hal di atas, pentingnya nilai-nilai yang menjadi faktor penting dalam
kehidupan manusia akan turut mempengaruhi kesadaran budaya (terhadapnilai-nilai
yang dianut) seseorang dan memaknainya. Penting bagi kita untukmemiliki kesadaran
budaya (cultural awareness) agar dapat memiliki kemampuan untuk memahami
budaya dan faktor-faktor penting yang dapat mengembangkan nilai-nilai budaya
sehingga dapat terbentuk karakter bangsa.

1.12 Tingkat Cultural Awareness


Wunderle (2006) mengemukakan limatingkat kesadaran budaya yaitu:
1. Data dan information.
Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi secara kognitif. Data
terdiri dari signal-signal atau tanda-tanda yang tidak melaluiproses komukasi antara
setiap kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau rasa yang berasal dari lingkungan
yang mendeteksi tentang manusia. Dalam tingkat inipenting untuk memiliki data dan
informasi tentang beragam perbedaan yang ada. Dengan adanya data dan informasi
maka hal tersebut dapat membantu kelancaranproses komunikasi.
2. Culture consideration.
Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentangsuatu budaya maka kita akan
dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan faktor apa saja yang menjadi
nilai-nilai dari budaya tertentu. Hal ini akan memberikan pertimbangann tentang
konsep-konsep yang dimiliki oleh suatubudaya secara umum dan dapat memaknai
arti dari culture code yang ada. Pertimbangan budaya ini akan membantu kita
untuk memperkuat proses komunikasi dan interaksi yang akan terjadi.
3. Cultural knowledge.

12
Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memangtidak mudah untuk dapat
diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun, pentingnya pengetahuan
budaya merupakan faktor penting bagi seseorang untuk menghadapi situasi yang
akan dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak hanya pengetahuan tentang
budaya oranglain namun juga penting untukmengetahui budayanya sendiri. Oleh
karena itu, pengetahuan terhadap budayadapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan
khusus.Tujuannya adalah untuk membuka pemahaman terhadap sejarah suatu
budaya.Ini termasuk pada isu-isu utama budaya seperti kelompok, pemimpin,
dinamika, keutaman budaya danketerampilan bahasa agar dapat memahami budaya
tertertu.
4. Cultural Understanding.
Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan juga budaya orang lain
melalui berbagai aktivitas dan pelatihan penting agar dapat memahami dinamika
yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu, penting untuk terus
menggali pemahaman budaya melalui pelatihan lanjutan.Adapun tujuannya adalah
untuk lebih mengarah pada kesadaran mendalam pada kekhususan budaya yang
memberikan pemahaman hingga pada proses berfikir, faktor-faktor yang memotivasi,
dan isu lain yang secara langsung mendukungproses pengambilan suatu keputusan.
5. Cultural Competence.
Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi budaya. Kompetensi
budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan
kecerdasan budaya. Kompetensi budaya merupakan pemahaman
terhadap kelenturan budaya (culture adhesive). Dan hal ini penting karena dengan
kecerdasan budaya yang memfokuskan pemahaman padaperencanaan dan
pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. Implikasidari kompetensi budaya
adalah pemahaman secara intensif terhadap kelompoktertentu. Seperti yang
dijelaskan di awal, sesungguhnya kebudayaan itu sendiri mempunyai tiga bentuk
dasar, yaitu yang berwujud ide, kelakuan, dan wujud fisik. Ketiga wujud kebudayaan
tersebut ada dalam masyarakat. Hal ini yang harusnya kita lestarikan dan kita
perhatikan karena kebudayaan merupakan identitas jati diri kita. Maka dari itu,
kesadaran budaya perlu untuk kita tumbuh dan kembangkan sejak dini. Untuk
menumbuhkan jiwa yang sadar akan budaya tersebut, berikut sekiranya ada 4 cara,
yaitu:
a. Penanaman sikap multikulturalisme sejak dini, Penanaman sikap untuk saling

13
bertoleransi dan untuk saling menghargai antar budaya merupakan fondasi awal
agar seseorang mampu menyadari akan perbedaan dari masing-masing budaya.
Sikap mental akan pentingnya saling menghargai kebudayaan diharapkan
nantinya integrasi bangsa menjadi semakin kuat karena penanaman sikap saling
menghormati dan menghargai tersebut juga sudah mendarah daging di
masyarakat.
b. Sosialisasi budaya melalui lembaga pendidikan. Dimasukkannya budaya lokal

dalam kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal merupakan langkah yang bijak
untuk lebih menjaga eksistensi budaya lokal mengingat sekarang ini mulai
banyaknya generasi muda yang mulai enggan untuk memperhatikan
kebudayaannya yang sesungguhnya itu merupakan asset kekayaan yang sekiranya
wajib dan harus untuk kita lestarikan.
c. Penyelenggaraan berbagai pentas budaya, Penyelenggaraan berbagai pentas

budaya tentu hal ini merupakan salah satu cara yang mampu untuk menumbukan
kesadaran akan berbudaya. Pentas ini dapat berupa tari-tari daerah ataupun juga
musik-musik daerah yang dilakukan dengan melibatkan kaum-kaum muda
sebagai salah satu cara menghidupkan kembali budaya masing-masing daerah
dengan melibatkan generasi muda sebagai generasi penerus. Seni budaya yang
akan ditampilkan pun dapat berupa seni tradisional, modern, ataupun juga
gabungan dari keduanya.
d. Mencintai dan menjaga budaya yang dimiliki. Hal inilah yang sekiranya penting

untuk selalu kita wujudkan. Rasa cinta dan rasa untuk menjaga budaya yang kita
miliki haruslah muncul sesuai dengan keinginan dan kesadaran dari dalam diri
kita masing-masing. Tanpa rasa cinta dan peduli terhadap kebudayaan mustahil
kita dapat menjaga eksistensi budaya yang kita miliki.
Selain itu, Robert Hanvey menyebutkan 4 tingkat cross-cultural awareness (Yan li,
2007) yaitu:
a. Awareness of superficial or visible cultural traits.
Pada tingkat ini informasi yangdiperoleh oleh seseorang berasal dari media atau
saat dia mengunjungi suatuNegara atau daerah atau dari pelajaran di sekolah.
Yan-li (2007) menyatakan padalevel ini pemahaman mereka hanya terlihat dari
cirri yang nampak dan merekajadikan sebagai pandangan streotipe terhadap
budaya yang tidak benar-benarmereka pahami.
b. Awareness of significant and subtle cultural traits that others are different and
therefore problematic.
14
Pada level ini seseorang mulai memahami dengan baiktentang signifikansi dan
ciri budaya yang sangat berbeda dengan caranya sendiri.Hal ini terkadang
menimbulkan frustrasi dan kebingungan sehingga terjadi konflikdalam dirinya.
c. Awareness of significant and subtle cultural traits that others are believable in
anintellectual way.
Pada level ini seseorang sudah memahami secara signifikan dan perbedaan
budayanya dengan orang lain, namun pada level ini seseorang sudah mampu
untuk menerima budaya lain secara utuh sebagai manusia.
d. Awareness of how another culture feels from the standpoint of the insider.
Level ini adalah level yang tertinggi dari cross-cultural awareness. Pada level ini
seseorang mengalami bagaimana perasaan yang dirasakan oleh budaya lain
melalui pandangan dari dalam dirinya. Hal ini melibatkan emosi dan juga perilaku
yang dilakukannya melalui pengalaman-pengalaman langsungnya dengan situasi
dan budaya tertentu seperti belajar bahasa, kebiasaan, dan memahami nilai-nilai
yang ada dalam budaya tersebut (Dellawati. 2016.).

15
BAB II
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
1. Motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya
2. Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung
3. Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk melihat
ke luar dirinyasendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang
masuk

2.2 Saran
1. Bagi dosen pembimbing
Diharapkan agar dapat memberi masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun tentang makalah Konsep Motivasi, Perilaku Sosial Dan Cultural
Awareness
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar lebih mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
Konsep Motivasi, Perilaku Sosial Dan Cultural Awareness
3. Bagi Pembaca
Diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam membuat sebuah makalah dengan tema
atau judul yang sama dengan lebih baik lagi

16
DAFTAR PUSTAKA

Robbins P, Stephen. 2007. Perilaku Organisasi. Edisi kesembilan:Prentice Hall


Notoadmodjo.2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta:Jakarta
Koentjaraningrat. 2006. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanto,Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.
Ircham,Machfoedz. 2008. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan.
Yogyakarta:Fitramaya.
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Pustaka Setia: Bandung.
Dellawati. 2016. Cultural Awareness. Diakses pada: 2019, 15 Oktober. Pukul: 21.00. Dari:
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/02/28/cultural-awareness/
Cristianpradana. 2017. Konsep Motivasi. Diakses pada: 2019, 15 Oktober. Pukul: 21.30. Dari:
http://cristianpradana.blogspot.com/2012/11/konsep-motivasi.html

17

Anda mungkin juga menyukai