Anda di halaman 1dari 9

This file has been cleaned of potential threats.

If you confirm that the file is coming from a trusted source, you can send the following SHA-256
hash value to your admin for the original file.

fc6fb760415eeedc75c3d81c6f7dd634068ebc75d605ae3b5b4aaaa833ff4b4b

To view the reconstructed contents, please SCROLL DOWN to next page.


Identifikasi Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Cempaka …
(Arif Irawan, Illa Anggraeni, dan Margaretta Christita)

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BERCAK DAUN PADA BIBIT CEMPAKA


(Magnolia elegans (Blume.) H.Keng) DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

IDENTIFICATION CAUSES LEAF SPOT DISEASE IN CEMPAKA (Magnolia elegans (Blume.)


H.Keng) SEEDLING AND ITS CONTROL TECHNIQUES

Arif Irawan1, Illa Anggraeni2 dan Margaretta Christita1


1
Balai Penelitian Kehutanan Manado
Jl. Tugu Adipura Raya Kel. Kima Atas Kec. Mapanget Kota Manado
Telp : (0431) 3666683 Email : 1arif_net23@yahoo.com
2
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan
Kampus Balitbang Kahutanan, Jl. Gunung Batu No.5 Po Box 331, Bogor 16610
Telp. (0261) 631238, Faks. (0251) 7520005

Diterima: 05 Mei 2015; direvisi: 20 Nopember 2015; disetujui: 02 Desember 2015

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis patogen penyebab penyakit bercak daun pada bibit cempaka dan
teknik pengendaliannya. Identifikasi penyebab penyakit perlu dilakukan untuk mengetahui teknik pengendalian yang
cepat dan tepat. Identifikasi penyakit dilakukan secara makroskopis yaitu penanmpakan luar tanaman yang sakit dan
secara mikroskopis yaitu dengan mengetahui patogen penyebab penyakit.Identifikasi dilakukan dengan menggunakan
kunci determinasi cendawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanda awal penyakit bercak daun pada bibit
cempaka di persemaian adalah adanya noda atau bercak bercak pada permukaan daun dengan batas yang jelas. Bercak
daun yang terbentuk umumnya berwarna coklat dengan dikelilingi oleh batasan yang berwarna lebih gelap.
Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis dapat diketahui bahwa penyebab penyakit bercak daun pada bibit
cempaka adalah fungi Colletotrichum sp. Beberapa teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk meminimilasir
penyebaran penyakit ini antara lain dengan mengisolasi bibit yang telah terserang, pengurangan intensitas naungan dan
penggunaan fungisida yang tepat.
Kata kunci : Cempaka, bercak daun, colletotrichum sp.

ABSTRACT
This research purposes to identify the pathogen causing leaf spot in cempaka seedling and its control technique.
Identify cause of disease is necessary to know precise technique control. Identification of disease was conducted in
macroscopic appearances and microscopically to determine pathogens. Identification is done by using the
determination key of fungi. The results showed that the early signs of leaf spot disease on cempaka seedlings in the
nursery are streaks or spots on the leaf surface with distinct boundaries. Leaf spots are formed generally brown
surrounded by darker boundaries. The result shows leaf spot disease on cempaka seedling was caused by fungal
pathogen Colletotrichum sp. Techniques for controlling the disease can be done by isolating the infected seeds,
reducing the intensity of canopy, and using the appropriate fungicides.
Keywords: Colletotrichum sp., leaf spot disease, Magnolia elegans

PENDAHULUAN berdasarkan gejala yang ditimbulkan antara lain


Penyakit merupakan satu hal yang tidak dapat penyakit karat, penyakit layu, penyakit bercak daun,
terpisahkan dalam usaha budidaya tanaman di penyakit mosaik, penyakit gosong, embun tepung,
persemaian. Penyakit pada tanaman didefinisikan puru, dan sebagainya.
sebagai penyimpangan dari sifat normal yang Bibit cempaka (Magnolia elegans (Blume.)
menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan H.Keng) merupakan bibit yang sangat diminati oleh
kegiatan fisiologisnya secara normal dengan sebaik- masyarakat di Sulawesi Utara, karena kayu cempaka
baiknya (Semangun, 2001). Beberapa jenis penyakit memiliki nilai ekonomi tinggi. Untuk mendapatkan
yang biasa menyerang tanaman di persemaian bibit yang berkualitas baik, diperlukan bibit yang

87
Jurnal WASIAN Vol.2 No.2 Tahun 2015:87-94

sehat terutama tidak terserang penyakit pada saat di Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
persemaian. Widyastuti et al (2005) menyampaikan jenis patogen penyebab penyakit bercak daun pada
bahwa tanaman di persemaian lebih rentan terhadap bibit cempaka dan teknik pengendalian sederhana
serangan penyakit dibandingkan tanaman yang telah yang dapat dilakukan.
ditanam di lapangan, sehingga jika tanaman di
METODE PENELITIAN
persemaian telah terserang penyakit maka
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan
pertumbuhan tanaman tersebut akan terganggu dan
Maret-Juni 2013 di Persemaian Permanen BPDAS
selanjutnya dapat menyebabkan kematian tanaman.
Tondano Kima Atas yang berada di areal Kantor
Salah satu jenis penyakit yang sering muncul dalam
Balai Penelitian Kehutanan Manado. Persemaian
usaha perbanyakan bibit cempaka di persemaian
berada pada ketinggian 70 m dari permukaan laut
adalah penyakit bercak daun. Agrios (2005)
dengan curah hujan bulanan rata-rata 270 milimeter.
menyatakan bahwa penyakit bercak daun merupakan
Penelitian lababoratorium dilakukan di
penyakit yang disebabkan oleh fungi yang
Laboratorium Penyakit Perlindungan Hutan, Pusat
menghambat dan mengurangi hasil fotosintesis dan
Penelitian Peningkatan Produktivitas Hutan di Bogor.
selanjutnya akan menghambat pertumbuhan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
Anggraeni (2009) menyatakan bahwa beberapa fungi
adalah bibit cempaka umur 4 (empat) bulan, media
patogen yang biasanya menjadi penyebab penyakit
agar kentang (PDA = Potato Dextrose Agar), alkohol
bercak daun pada tanaman hutan antara lain
70 %, kapas, kertas hisap, tissue, dan akuades steril.
Pestalotia sp., Lasiodiplodia sp., Cercospora sp.,
Alat yang digunakan antara lain labu erlenmeyer,
Curvularia sp., Helminthosporium sp., Gloesporium
cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, pembakar
sp., Cylindrocladium sp., dan Colletotrichum sp.
bunsen, gelas obyek, gelas penutup, pipet, oven,
Suhartati dan Kurniaty (2013) juga menyampaikan
otoklaf, ruang solasi (LAF = Laminary Air Flow),
bahwa beberapa patogen penyebab penyakit di
gunting stek, foto mikroskopis, kamera, dan alat tulis.
persemaian dan kebun pangkas stasiun penelitian
Prosedur kegiatan penelitian dijelaskan pada gambar
Nagrak umumnya disebabkan cendawan antara lain
1.
Curvularia sp., Petalotia sp., Fusarium sp.,
Macrophoma sp. dan Cylindrocladium sp.

Pengambilan sampel Pengamatan


di lapangan tanda dan gejala
makroskopis

Isolasi patogen

Pengamatan
mikroskopis

Identifikasi patogen
penyebab penyakit

Alternatif pengendalian

Gambar 1. Diagram alir prosedur penelitian

88
Identifikasi Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Cempaka …
(Arif Irawan, Illa Anggraeni, dan Margaretta Christita)

 Pengamatan tanda dan gejala penyakit dilakukan serangan dihitung dengan persamaan :
secara makroskopis di persemaian. Persentase

 Isolasi patogen penyebab penyakit dilakukan Sedangkan organisme yang tergolong non patogen
dengan pengambilan sampel daun dari antara lain yang berasal dari faktor fisik, kimia dan
persemaian. Daun cempaka yang terserang faktor alam (Yudiarti, 2007). Infeksi penyakit pada
penyakit dicuci bersih, kemudian diiris tipis tanaman melalui beberapa proses, Anggraeni (2007)
(transparan), dimasukkan dalam labu erlenmayer menyatakan bahwa tahap awal rangkaian proses
isi akuades steril, dikocok/diaduk, irisan diambil terjadinya penyakit adalah kontak agen patogenik
dan dimasukkan dalam alcohol 70 % selama lima dengan inang yang rentan, diikuti oleh infeksi ke
menit, dicuci kembali dan ditiriskan di atas kertas dalam jaringan inang, kemudian perkembangan
hisap/tissue. Irisan daun tersebut diletakkan di interaksi antara patogen dan inang yang rentan dan
dalam cawan petri yang telah diisi dengan media pada akhirnya akan timbul penyakit.
PDA. Penutupan cawan petri dilakukan dengan Penyakit pada tanaman dapat diketahui dengan
sangat rapat untuk mecegah inokulan mengamati tanda dan gejala yang muncul pada
terkontaminasi. Inkubasi dilakukan pada suhu tanaman yang diduga terserang patogen. Gejala
kamar. Semua pekerjaan dilakukan secara adalah karakteristik yang muncul pada tanaman
aseptik. sebagai hasil interaksi patogen dengan tanaman
 Pembuatan preparat daun dilakukan dengan cara tersebut contohnya layu pada semai dan bercak pada
meletakkan jaringan daun yang diiris transparan daun (Semangun, 2001). Tanda adalah adanya bagian
diatas gelas obyek yang diberi setetes akuades, tubuh organisme patogen yang terdapat pada tubuh
kemudian ditutup dengan gelas penutup tanaman inang, misalnya adanya serbuk spora fungi
sedemikian rupa agar tidak terjadi gelembung patogen penyebab panyakit.
udara. Tanda awal penyakit bercak daun pada bibit
 Identifikasi patogen secara mikroskopis dilakukan cempaka di persemaian adalah adanya noda atau
dengan mengamati isolat murni penyebab bercak bercak pada permukaan daun dengan batas
penyakit dan preparat daun dengan menggunakan yang jelas (Gambar 2). Bercak daun yang terbentuk
mikroskop. Identifikasi patogen secara umumnya berwarna coklat dengan dikelilingi oleh
makroskopis dengan pengamatan tanda dan gejala batasan yang berwarna lebih gelap. Bentuk bercak
di persemaian serta berdasarkan acuan pustaka daun bervariasi dan cenderung tidak beraturan.
(Alexopouos and Mims, 1979; Dwidjoseputro, Ukuran bercak semakin membesar dari waktu ke
1978 dan Streets, 1980). waktu dan akan semakin meluas hingga menutupi
 Alternatif kegiatan pengendalian dilakukan seluruh bagian daun. Pada bercak daun yang telah
dengan melakukan beberapa kegiatan uji coba meluas batas warna antara bagian tengah dan tepi
untuk selanjutnya dapat diketahui teknik akan semakin jelas, pada bagian tengah bercak
pengendalian yang tepat digunakan terhadap warnanya agak lebih terang dibandingkan dengan
penyakit ini. bagian tepi bercak. Saleh (2010) menyatakan bahwa
pada umumnya gejala dan tanda penyakit bercak
HASIL DAN PEMBAHASAN daun adalah terbentuknya daerah yang mati pada
Identifikasi Penyakit daun (nekrosis). Luas daerah nekrosis bervariasi
1. Tanda dan Gejala Penyakit mulai dari yang kecil sampai yang besar dengan
Penyebab penyakit pada tumbuhan ada dua bentuk dari yang tidak beraturan sampai yang
yaitu patogen dan non patogen. Patogen adalah beraturan. Begitu pula dengan warna bercak atau
organisme yang mempunyai kemampuan daerah nekrosis tadi beragam mulai dari kuning,
menyebabkan penyakit dalam bentuk organisme coklat hingga hitam. Lebih lanjut Boyce (1961) juga
hidup atau disebut pula faktor biotik. Organisme menyatakan bahwa karakteristik dari penyakit bercak
yang tergolong kedalam patogen adalah jamur, daun adalah terbentuknya daerah-daerah mati pada
bekteri, virus, mikoplasma, spiroplasma dan riketsia. daun, deaerah tersebut bervariasi dalam ukuran dan
bentuk. Jaringan daun yang mengalami nekrosis

89
Jurnal WASIAN Vol.2 No.2 Tahun 2015:87-94

biasanya tidak menyeluruh kecuali apabila jumlah akan menyebabkan kematian pada bibit. Anggraeni
bercak saling bersatu dan membentuk bercak yang (2009) menyatakan bahwa kerusakan pada daun
luas. tanaman dapat mengakibatkan proses fotosintesis
Satu bibit cempaka yang telah terserang terganggu. Pada tingkat persemaian hal ini dapat
penyakit bercak daun akan cepat menyebar pada bibit menimbulkan kerugian yang cukup besar karena
yang lain. Penularan penyakit terjadi dari permukaan dapat menyebabkan daun menjadi kering, rontok,
daun yang satu ke daun lainnya. Jika bercak telah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
menyebar keseluruh daun tidak lama kemudian daun bahkan yang lebih fatal akhirnya bibit akan mati,
akan kering dan jika tidak ada penanganan serius sehingga mengakibatkan gagalnya penanaman.

Gambar 2. Gejala penyakit bercak pada daun cempaka

2. Persentase Serangan Penyakit menentukan sifat-sifat khas seperti bentuk hifa yang
Berdasarkan hasil rekapitulasi data diketahui berseptat/tidak berseptat, bentuk spora, badan buah,
bahwa presentase serangan penyakit bercak daun bentuk alat reproduksi dan lain-lain (diagnostik) yang
pada bibit cempaka di Persemian Permanen BPDAS dapat mencirikan jenis fungi dengan menggunakan
Tondano Kima Atas adalah sangat kecil yaitu hanya mikroskop (Street, 1980).
0,42%. Hal ini disebabkan kegiatan perawatan dan
pemeliharaan pada persemaian ini telah memiliki
sistem yang sangat baik, sehingga penyakit bercak
daun tidak dapat menyebar secara maksimal.
Meskipun demikian, adanya kejadian penyakit ini
tidak dapat dianggap sebelah mata, mengingat
berdasarkan beberapa sumber yang diterima efek dari
adanya bercak daun terhadap bibit cempaka pada
beberapa lokasi persemaian di Kabupaten Minahasa
cukup memprihatinkan. Berdasarkan informasi,
hampir seluruh bibit cempaka di persemaian kering
akibat ketidakseriusan pengendalian penyakit ini.
3. Identifikasi Patogen Penyakit
Terdapat dua metode yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi fungi yang menyebabkan
penyakit tanaman yaitu secara makroskopis dan
mikroskopis. Metode makroskopis mencakup tanda
Gambar 3. Konidia Colletotrichum sp. pada media
dan gejala yang timbul pada tanaman inang dan
pertumbuhan miselium atau tubuh buah yang diamati PDA
dengan mata langsung atau dengan bantuan lensa
tangan, sedangkan cara mikroskopis untuk

90
Identifikasi Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Cempaka …
(Arif Irawan, Illa Anggraeni, dan Margaretta Christita)

Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik permukaan tanaman dan menghasilkan tabung


hasil isolasi pada medium PDA menunjukkan bahwa kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk
adanya koloni jamur yang berwarna putih keabu- jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar
abuan. Pada koloni jamur tersebut terbentuk melalui jaringan tanaman (Kronstad, 2000 dalam
konidium dengan ciri-ciri berbentuk bulat panjang, Sibarani, 2008).
bersel dua dan membulat pada ujungnya. Morfologi Pada umumnya penyakit bercak daun yang
konidium yang demikian merupakan ciri dari jamur menyerang cempaka ini sering juga disebut dengan
Colletotrichum sp. (Barnett, 1960). antraknosa. Penyakit antraknosa merupakan penyakit
Fungi Colletotrichum sp. merupakan salah satu biogenik. Kata antraknosa adalah suatu peralihan dari
jenis fungi yang masuk dalam kelas Deuteromycetes kata Inggris anthracnose. Kata ini awalnya berasal
(Imperfect fungi), Ordo Melanconiales dan Famili dari dua kata Yunani : anthrax yang berarti radang
Melanconiaceae (Agrios, 2005). Gejala penyakit ini dan di bawah kulit atau bisul, dan nosos yang artinya
terlihat pada daun muda ketika sudah membuka penyakit (Syukur, 2007). Lebih lanjut Agrios (2005)
sempurna meskipun spora sudah menempel sejak menyatakan bahwa antraknosa disebabkan oleh jenis
masih berupa calon daun (fiddlehead) (Stamps et al., fungi yang menghasilkan konidia dalam aservulus
1994). Daun muda lebih rentan terhadap penyebaran berwarna hitam. Fungi penyebab penyakit antraknosa
Colletotrichum sp. dibandingkan dengan daun tua. bersifat laten dan sistemik. Sulitnya pengendalian
Gejala nekrotik berwarna cokelat hingga hitam terhadap patogen ini karena hifa yang menginfeksi
muncul 2-4 hari setelah penetrasi spora (Strandberg terlindung di dalam kutikula tanaman inang (Walker
et al., 1997). Tahap awal dari infeksi Colletotrichum 1957).
sp umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pada

Gambar 4. A. Konidiofor; B. Hifa Colletotrichum sp. menginfeksi permukaan daun cempaka

Serangan penyakit antraknosa ini dapat terjadi oleh kelembaban udara yang tinggi. Anggraeni
kapan saja, namun paling sering muncul pada saat (2009) mengungkapkan bahwa kondisi yang sesuai
curah hujan tinggi. Spora Colletotrichum sp dapat bagi perkembangan penyakit antraknosa adalah pada
disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok kelembaban relatif (Rh) 98 % - 100 %, dengan suhu
akan berkembang dengan cepat (Kronstad, 2000 optimum adalah 28oC-36oC. Lebih lanjut
dalam Sibarani, 2008). Colletotrichum sp. telah lama disampaikan fungi Colletotrichum sp. masuk ke
dikenal sebagai patogen yang mempunyai kisaran dalam tanaman inang melalui lubang alami (stomata),
inang luas dan menyebar melalui udara dan air (air melalui luka dan penetrasi langsung pada kutikula.
and waterborne pathogen) (Moral et al, 2012). Selama menginfeksi jaringan hidup, fungi ini
Istikorini (2008) menyatakan bahwa temperatur dan menyebabkan desintrasi protoplasma, setelah terjadi
kelembaban udara merupakan faktor lingkungan proses infeksi terbentuklah bercak dan membentuk
yang penting untuk pertumbuhan, reproduksi, dan aservulus, konidia yang terbentuk inilah yang
patogenesis fungi patogen. Perkecambahan konidia selanjutnya menyebar lebih luas pada permukaan
Colletotrichum dan keparahan penyakit didukung daun yang terserang.

91
Jurnal WASIAN Vol.2 No.2 Tahun 2015:87-94

Selain pada bagian daun, fungi Coletotrichum memindahkan bibit yang telah terserang pada lokasi
sp. dapat juga menginfeksi bagian tanaman lainnya lain. Hal ini bertujuan untuk memutus serangan
diantaranya adalah bagian cabang, ranting, dan buah. penyakit yang telah muncul agar tidak menular pada
Pada tanaman kehutanan penyakit ini diketahui bibit yang masih sehat. Infeksi jamur bercak daun
menyerang bagian daun pada jenis pulai, jati, jabon, dapat terjadi melalui kedua sisi daun dengan cara
tembesu, cendana, matoa, dan tanjung. (Anggraeni, penetrasi langsung menembus sel-sel jaringan
2009). Sedangkan pada tanaman pertanian penyakit epidermis atau melalui mulut daun (stomata). Infeksi
ini paling sering meyerang bagian buah pada jenis pada daun banyak melalui epidermis atas (Saleh,
cabai, tomat, strawbery, serealia, pepaya, pisang, 2010).
mangga, buncis, mentimun, dan bawang merah. Isolasi juga dapat dilakukan dengan
Seperti yang diungkapkan Jefries et al (1990) bahwa memusnahkan bagian bibit (helaian daun) yang
jenis patogen Colletotrichum capsici dapat terserang dengan dibakar. Bahkan dalam usaha
menyerang setiap bagian tanaman cabai. Serangan pengendalian penyakit telah dikenal pula tekni
pada batang dan daun tidak menimbulkan masalah pemusnahan secara masal bukan hanya tanaman yang
yang berarti, tetapi dari bagian inilah penyakit dapat sudah menunjukkan gejala tetapi juga tanaman yang
berkembang ke buah dan menimbulkan masalah yang belum menunjukkan gejala, bahkan tumbuhan lain
sangat serius. Collethotrichum sp. merupakan yang diduga merupakan inang alternatif bagi
patogen yang perlu diperhatikan karena dapat patogen.
menimbulkan infeksi laten. Teknik pengendalian cara pertama ini tidak
akan bermasalah jika bibit yang terserang adalah
Teknik Pengendalian Penyakit
dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, namun jika
Sebagai tujuan akhir dari suatu identifikasi
penyakit bercak daun telah meyerang pada hampir
penyakit adalah untuk mengetahui cara-cara yang
seluruh bibit di persemaian, maka hal ini tentu tidak
dapat diterapkan sebagai suatu upaya pengendalian
akan efektif.
penyakit agar kerugian yang ditimbulkan dapat
sekecil mungkin. 2. Mengurangi Intensitas Naungan
Penyakit tanaman merupakan hasil interaksi Penggunaan naungan yang terlalu rapat akan
antara patogen, inang, dan lingkungannya yang berpengaruh terhadap tingkat kelembaban dan suhu
dikenal dengan istilah segitiga penyakit (disease dalam persemaian. Penyakit bercak daun mudah
triangle). Pada kondisi alamiah telah terjadi menyerang pada kondisi lingkungan dengan suhu
keseimbangan antara komponen-komponen tersebut yang terlalu rendah dan kelembaban yang sangat
sehingga tidak terjadi ledakan (outbreak) penyakit. tinggi.
Sebaliknya pada tumbuhan yang diusahakan menjadi Intensitas naungan dibawah 50% dengan
tanaman budi daya, campur tangan manusia melalui didukung oleh kondisi lingkungan yang bersuhu
teknologi (pemilihan varietas, pemupukan, kultur rendah dan kelembaban tinggi merupakan faktor
teknis lain) sering mengakibatkan gangguan utama yang mengakibatkan terserangnya bibit
keseimbangan alam dan menimbulkan ledakan cempaka di persemaian oleh penyakit bercak daun,
hama/penyakit yang cukup serius. Komponen Kejadian yang dialami bibit cempaka di Kabupeten
keempat yaitu manusia berinteraksi dengan tiga Minahasa seperti telah dilaporkan sebelumnya sedikit
komponen penyakit tersebut yang dikenal dengan banyak dipengaruhi oleh tiga faktor tersebut.
istilah segi empat penyakit (disease square). Kabupaetn Minahasa merupakan wilayah di Sulawesi
Pengendalian penyakit bercak daun pada Utara yang terletak pada ketinggian diatas 200 mdpl
cempaka perlu dilakukan sejak dini. Apabila tindakan dan memiliki suhu rendah serta kelembaban tinggi
tersebut tidak dilakukan dikhawatirkan akan dibandingkan daerah lainnya. Sehingga dengan
mengakibatkan tingkat serangan yang lebih besar dan penggunaan naungan yang terlalu rapat pada wilayah
semakin luas. Beberapa teknik pengendalian ini menyebabkan semakin mudah bibit terserang
sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah peyakit dan mudah untuk tersebar pada bibit lainnya.
penyebaran penyakit bercak daun pada cempaka di Penyebaran penyakit ini yang semakin luas
persemaian adalah : dapat diantisispasi dengan melakukan pengaturan
1. Isolasi Bibit yang Terserang naungan dengan mengurangi intensitas naungan yang
Teknik pengendalian pertama yang dapat diberikan. Perlakuan ini tentunya perlu
dilakukan adalah dengan cara melakukan isolasi atau mempertimbangkan kondisi bibit. Jika bibit masih

92
Identifikasi Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Cempaka …
(Arif Irawan, Illa Anggraeni, dan Margaretta Christita)

terlalu muda maka intensitas naungan dapat 2011), daun mimba (Angkat et al, 2006) dan cuka
dikurangi secara bertahap dengan memperhatikan kayu pinus (Hartati et al, 2013). Berdasarkan hasil
waktu yang tepat. beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui
Kegiatan pengurangan intensitas naungan dapat bahwa biopestisida tersebut mampu menekan
dilakukan dengan membuka sementara naungan perkembangan jamur penyebab penyakit bercak daun
secara total pada pagi atau sore hari, sedangkan pada (antraknosa). Dosis fungisida nabati yang digunakan
siang hari naungan dapat dikembalikan pada kondisi lebih fleksibel jika dibandingkan dengan penggunaan
semula. Hal ini perlu dilakukan mengingat sinar fungisida sintetik. Hal ini dikarenakan penggunaan
matahari siang yang terlalu terik akan berpengaruh fungisida nabati merupakan salah satu alternatif cara
terhadap kemampuan hidup bibit cempaka yang pencegahan penyakit yang bersifat aman. Beberapa
masih terlalu muda. Selain melalui metode tersebut dosis konsentrasi yang pada umumnya digunakan
pengaturan naungan juga dapat dilakukan dengan dalam aplikasi fungisida nabati adalah sebesar 5-
mengganti naungan dengan intensitas yang lebih 40%. Penggunaaan fungisida nabati saat ini telah
tinggi. Intensitas naungan 75% atau lebih dapat banyak menjadi perhatian, hal ini dikarenakan
digunakan untuk meningkatkan kondisi suhu dan dampak penggunaan fungisida sintetik yang terus
menurunkan tingkat kelembabannya, sehingga menerus dan berlebihan akan mengkibatkan
diharapakan penyebaran penyakit dapat diminimalisir terganggunya keseimbangan lingkungan.
semaksimal mungkin.
KESIMPULAN
3. Pengendalian penyakit menggunakan fungisida Tanda awal penyakit bercak daun pada bibit
Penggunaan fungisida dapat dilakukan dengan cempaka di persemaian adalah adanya noda atau
tujuan sebagai anti fungal yang dapat mempengaruhi bercak bercak pada permukaan daun dengan batas
pertumbuhan dan pembentukan konodia cendawan. yang jelas. Jenis patogen penyebab penyakit tersebut
Terdapat dua macam fungisida yang dikenal yaitu adalah fungi Colletotrichum sp. Beberapa teknik
fungisida sintetik (kimia) dan fungisida nabati. pengendalian yang dapat dilakukan untuk
Jenis fungisida sintetik yang dapat digunakan mengurangi penyebaran penyakit bercak daun pada
untuk mengendalikan serangan Colletotrichum sp. bibit cempaka antara lain : mengisolasi bibit yang
adalah fungisida berbahan aktif triadimefon, telah terserang; mengurangi intensitas naungan dan
klorotalonil, mono amonium. Glisofat, isopropil mengaplikasikan jenis fungisida yang tepat.
amina glisofat, dan mankozeb (Anggraeni, 2009).
Dosis yang digunakan didasarkan pada tingkat SARAN
serangan penyakit yang terjadi. Pada umumnya Pencegahan serangan penyakit bercak daun
digunakan dosis dengan konsentrasi 0,1% - 0,2%. pada bibit cempaka di persemaian perlu dilakukan
Penggunaan fungisida sintetik menjadi pilihan sejak dini melalui kegiatan pemeliharaan bibit secara
terakhir. Jika terpaksa digunakan, hendaknya dipilih intensif dan pengendalian lingkungan persemaian.
fungisida yang tepat dengan dosis dan waktu yang
UCAPAN TERIMA KASIH
sesuai dengan anjuran yang terdapat pada label
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
fungisida. Namun, penggunaan fungisida sintetik
Dr. Ir. Mahfudz, M.P (Mantan Kepala Balai
secara berlebihan pada saat ini telah mulai dibatasi.
Penelitian Kehutanan Manado) dan Sarwidi, SP
Hal ini dikarenakan fungisida sintetik memiliki
(Manajer Persemaian Permanen BPDAS Tondano
beberapa dampak negatif bagi lingkungan antara lain;
Kima Atas) yang telah memberikan bimbingan dan
(a) terjadinya reaksi ketahanan dari patogen sehingga
arahan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga
terjadi resistensi, (b) kematian jasad bukan sasaran
disampaikan kepada Hanif Nurul Hidayah, S.Hut
(antagonis), (c) fitotoksisitas (keracunan tanaman
(peneliti BPK Manado) serta kepada Eky dan Daud
oleh pestisida), (d) keracunan pada manusia maupun
(petugas persemaian) yang telah banyak memberikan
hewan, (e) merusak lingkungan karena terjadinya
bantuan selama pelaksanaan kegiatan penelitian ini
pencemaran lingkungan dengan tertinggalnya residu
hingga selesainya penulisan naskah.
baik di alam maupun pada produk pertanian.
Sedangkan untuk jenis fungisida nabati yang DAFTAR PUSTAKA
dapat digunakan yaitu beberapa ekstrak bagian Alexopoulus, C.J. and C.W. Mims. 1979.
tanaman yang mempunyai potensi sebagai Introductory Mycolgy. John Willey and Sons.
biopestisida, misalnya ekstrak daun sirih (Nurhayati, New York.

93
Jurnal WASIAN Vol.2 No.2 Tahun 2015:87-94

Angkat, S,E, Soesanto, L, dan Pramono, E. 2006. Nurhayati. 2011. Efektifitas Ekstrak Daun Sirih
Pengaruh Macam dan Waktu Aplikasi Terhadap Infeksi Colletotrichum capsici pada
Fungisida Nabati terhadap Perkembangan Buah Cabai. Dharmapala. 3 (2). 54-59.
Penyakit Antraknosa pada Pisang Lepas Saleh, N. 2010. Optimalisai Pengendalian Terpadu
Panen. Jurnal Pembangunan Pedesaan. 6 (1). Penyakit Bercak Daun dan Karat pada Kacang
32-42. Tanah. Pengembangan Inovasi Pertanian. 3
Anggraeni, I. 2007. Diagnosis Penyakit Baercak (4). 289-305.
Daun pada Jati (Tectona grandis Lf). Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit
Prosisding Sintesa Hasil Litbang Hutan Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Tanaman. 217-223. Yogyakarta.
Anggraeni, I. 2009. Colletotrichum sp. Penyebab Strandberg JO, Stamps RH & Norman DJ. 1999.
Penyakit Bercak Daun pada Beberapa Bibit Pathogenicity of The Fern Anthracnose
Tanaman Hutan di Persemaian. Mitra Hutan Fungus, Colletotrichum acutatum, On Wild
Tanaman. 4 (1). 29-35. and Cultivated Ferns in Florida. Proc. Fla.
Agrios, G,N. 2005. Plant Pathology 5th eds. State Hort. Soc. 112 : 274–277.
Elesevier Academic Press. USA. Streets, R.B. 1980. Diagnosos Penyakit Tanaman
Barnett HL. 1960. Illustrated Genera of Imperfect (Terjemahan : Imam Santosos). The
Fungi. 2 nd ed. Burgess Publishing University of Arizona Press. Tuscon-Arizona.
Coy.Minneapolis, Minn. USA.
Boyce, J,S. 1961. Forest Pathology. Third dition. Suhartati, T dan Kurniaty, R. 2013. Inventarisasi
McGraw Hill Book Company, Inc. New York. Penyakit Daun Pada Bibit di Stasiun
Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Mikologi. Penelitian Nagrak. Jurnal Perbenihan
Alumni. Bandung. Tanaman Hutan. 1 (1), 51-59.
Hartati, S, Merliansyah, R, dan Puspasari, L,T. 2013. Syukur, M., S. Sujiprihati, J. Koswara, Widodo.
Potensi Cuka Kayu Pinus dalam Pengendalian 2007. Pewarisan ketahanan cabai (Capsicum
Penyakit Antraknosa pada Cabai Merah. annuum L.) terhadap antraknosa yang
Jurnal Fitopatologi Indonesia. 9 (6). 173-178. disebabkan oleh Colletotrichum acutatum.
Bul. Agron 35(2):112-117.
Istikorini, Y., 2008. Potensi Cendawan Endofit
Untuk Mengendalikan Penyakit Antraknosa Walker J. C. 1957. Plant Pathology. : Mc Graw-Hill
Pada Cabai (Capsicum annum L.). (PPs) Book Company, inc.
Program Pasca Sarjana / S3 IPB. Diakses dari Widyastuti, SM., Sumardi dan Harjono. 2005.
http ://www.unila.net/ 07 Maret 2012 Patologi Hutan. Gadjah Mada University
Jeffries P, Dodd JC, Jegerand MJ & Plumbley RA. Press.
1990. The biology and control of Yudiarti, T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Graha
Colletotrichum species on tropical fruit crops. Ilmu. Yogyakarta.
Plant Pathology 39(3): 343-366.
Kronstad, J.W,. 2000. Fungal pathology. Klower
Academic Publishers, Nederlands. Pp. 112-
120
Moral, Juan, José Jurado-Bello, M. Isabel Sánchez,
Rodrígues de Oliveira, and Antonio Trapero.
2012. Effect of Temperature, Wetness
Duration, and Planting Density on Olive
Anthracnose Caused by Colletotrichum spp.
Journal of Phytopathology 102 (10) : 974-981

94

Anda mungkin juga menyukai