Disusun oleh :
I. PENDAHULUAN
Sumber daya alam merupakan segala sesuatu dari alam yang dimanfaatkan manusia
untuk memenuhi kebetuhan hidupnya. Salah satu bentuk sumber daya alam, yaitu hutan
keberadaannya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
(Damanik, 2020). Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya demi menjaga sumber daya alam
tetap ada. Konservasi kemudian dilakukan demi menjaga keberlangsungan sumber daya
alam tersebut. Terdapat tiga pilar utama konservasi meliputi, perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis dan ekosistem, serta
pemanfaatan yang lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kegiatan konservaai
dilakukan di suatu kawasan yang disebut kawasan konservasi.
Kawasan konservasi adalah suatu kawasan yang ditetapkan pemerintah sebagai
kawasan yang harus dilindungi dengan tujuan menjaga kondisi kawasan tersebut tetap
lestari (Damanik, 2020). Kawasan konservasi terbagi menjadi kawasan suaka alam,
kawasan pelestarian alam, taman buru, dan hutan lindung (SK Dirjen PHPA No. 129 Tahun
1996 dalam Wiryono, 2003). Suaka alam merupakan kawasan yang tujuan utamanya
adalah untuk pendidikan, perlindungan belantara, pengawetan keanekaragaman jenis dan
genetis, serta untuk memelihara jasa lingkungan. Kawasan pelestarian alam yang terdiri
dari Tamam Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (SK Dirjen PHPA No.
129 Tahun 1996) yang mana kawasan tersebut boleh diambil manfaatnya oleh masyarakat,
salah satunya adalah untuk rekreasi. Taman buru merupakan kawasan dengan tujuan
sebagai sarana menyalurkan minat berburu. Sedangkan hutan lindung adalah kawasan
hutan yang memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Pada dasarnya kawasan-
kawasan tersebut dikelola oleh pemerintah sebagai pusat kendali, tepatnya oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam.
Pengelolaan kawasan konservasi oleh pemerintah berarti seluruh kawasan konservasi
adalah milik negara. Dalam hal ini masyarakat hanya dapat memanfaatkan sumberdaya
yang ada di dalam kawasan konservasi. Kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat ini juga
termasuk salah satu bentuk pengelolaan, yaitu dalam upaya menjaga keseimbangan
ekosistam di dalam kawasan konservasi tersebut. Karena biar bagaimanapun, masyarakat
lah yang sehari-harinya beraktivitas lebih dekat di kawasan konservasi dibandingkan
dengan pemerintah.
Sedangkan pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga kestabilan ekosistem
apabila terjadi indikasi kondisi yang menyimpang di suatu kawasan konservasi. Informasi
tersebut dapat diperoleh dari data inventarisasi sumber daya baik biotik maupun abiotik
kawasan yang secara rutin dilakukan. Informasi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui
potensi suatu kawasan konservasi. Salah satu cara yang populer digunakan adalah dengan
penginderaan jarak jauh menggunaan drone.
II. TUJUAN
Tujuan dari dilakukannya praktikum acara ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi potensi kawasan menggunakan drone.
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi potensi biotik dan abiotik suatu kawasan
konservasi berdasarkan data hasil pengukuran lapangan.
III. METODE PRAKTIKUM
1. Penggunaan Drone
Dalam praktikum ini digunakan drone DJI Phantom IV dengan aplikasi bantuan seperti
Pix4D Capture dan Ctrl+DJI. Sebelum drone diterbangkan, perlu dilakukan pemasangan
baterai drone, dan pelepasan penjepit gimbal. Kemudian dipasang baling- baling drone,
disiapkan remote kontrol, dan menyambungkan ponsel dengan drone menggunakan kabel
USB. Pastikan terhubung dengan internet dan GPS. Setelah itu, drone siap untuk
diterbangkan. Data hasil yang diperoleh dari drone kemudian diolah dengan bantuan Pix4D
Mapper dan dianalisis menjadi sebuah informasi potensi kawasan.
Dalam praktikum ini digunakan data sekunder mengenai flora dan fauna yang ada di
Taman Nasional Gunung Merapi. Dari data tersebut kemudian dilakukan identifikasi
potensi keanekaragaman hayati meliputi flora dan fauna berdasarkan parameter yang telah
ditentukan seperti status konservasi, focal spesies, dan status perdagangannya. Berikut
tabel parameter-parameter potensi biotik dan abiotik kawasan konervasi
keterangan:
H' = indeks keanekaragaman jenis ShannonWiener
ni = jumlah individu species i
n= jumlah individu total
Kondisi abiotik :
topografi, geologi dan Bandingkan kondisi abiotik tersebut antara hasil
4 tanah, curah hujan dan inventarisasi (ground check) dengan data sekunder
iklim, tutupan lahan dan yang ada, kemudian lakukan analisis deskripsi
penggunaan lahan.
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Pengolahan foto udara di Musuk-Cepogo TNGM
2. Bagian-Bagian Drone
Rotor
Baling-baling
Badan
Gimbal
Remote control
Kamera
V. PEMBAHASAN
Drone merupakan pesawat terbang dengan sistem robotik yang biasnaya digunakan
sebagai alat pemetaan (Suroso, 2018). Pesawat tanpa awak ini dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu fixed wing dan multicopter. Dalam praktikum ini digunakan drone dengan
seri DJI Phantom IV. Pada dasarnya, drone terdiri atas bagian-bagian yang meliputi, frame
atau badan drone, motor yang berfungsi sebagai pemutar baling-baling, flight controller
yang berperan sebagai pengendali utama, radio controller untuk mengendalikan drone
dengan empat motor, electronik speed controller sebagai pengatur kecepatan, baterai
sebagai sumber daya, dan kamera yang digunakan untuk merekam atau mengambil
gambar.
Drone memiliki peran yang cukup penting terutama dibidang kehutanan. Salah satu
perannya adalah untuk mendeteksi titik api. Berdasarkan pernyataan Perkasa dan Aguswan
(2018), drone dapat digunakan untuk tujuan konservasi dengan kemampuannya dalam
survey dan monitoring daerah yang cukup luas, sulit dijangkau, dan memakan waktu jika
dilakukan dengan menggunakan kendaraan darat. Sehingga sangat memudahkan pengelola
hutan dalam merencanakan tindakan preventif apabila ditemukan titik api di suatu kawasan
hutan. Dengan demikian kemungkinan terjadinya kebakaran hutan akan dapat ditekan.
Saat ini, penggunaan drone dibidang kehutanan lebih banyak dilakukan untuk
memetakan potensi suatu kawasan. Salah satunya adalah untuk tujuan ekowisata. Menurut
Ghazali et al. (2020) kemajuan teknologi informasi dapat dimanfaatkan salah satunya
melalui penggunaan drone sebagai alat bantu dalam membangun profil dan promosi
ekowisata, seperti dalam jurnalnya yang berlokasi di Panca Jaya, Mesuji. Menurut
Zaenudin et al. (2019) dalam Ghazali et al. (2020) kegiatan pendampingan penggunaan
teknologi informasi dalam pembuatan video profil dengan memanfaatkan drone menjadi
salah satu aspek yang dapat dilakukan melaui pengabdian kepada masyarakat. Dengan
adanya pendampingan, nantinya diharapkan masyarakat memiliki keterampilan yang dapat
membantu memetakan dan mengoptimalisasikan potensi-potensi, khususnya ekowisata
yang ada di kawasan tersebut.
Dari hasil analisis data sekunder yang telah dilakukan, dapat diketahui Taman
Nasional Gunung Merapi memiliki potensi yang cukup baik dilihat dari aspek biotik.
Dimana terdapat berbagai jenis burung dengan jumlah yang cukup banyak. Selain itu,
dijumpai juga jenis herpetofauna dan mamalia. Beberapa diantaranya merupakan spesies
yang dilindungi oleh Permen LHK RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN KUM.1/12/2018
dan termasuk ke dalam Red List IUCN. Di samping itu, jenis vegetasi penyusun yang ada
di TNGM juga cukup beragam dengan berbagai tingkatan pertumbuhan. Tak sedikit
diantaranya merupakan spesies yang keberadaannya terancam punah dan tercatat dalam
Appendix CITES. Salah satunya adalah Alap-alap kawah yang merupakan spesies
dilindungi, namun belum termasuk ke dalam Red List IUCN. Satwa ini merupakan satwa
asli wilayah Jawa, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Papua, Sebagian Sumatera dan
Kalimantan serta termasuk spesies asli atau native species. Hal ini dapat menjadi salah satu
pertimbangan dalam menjadikan kawasan TNGM sebagai kawasan konservasi, karena di
dalamnya terdapat spesies penting. Begitu pula pada kondisi flora di TNGM, misalnya
Dalbergia sp. yang termasuk dalam tumbuhan vulnarable dengan status dalam CITES
adalah Appendix I/II.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dalam praktikum acara ini adalah:
1. Pemetaan kondisi abiotik dilakukan dengan bantuan foto udara yang diambil oleh drone
yang kemudian dianalisis dan diproses sehingga dapat terlihat bagaimana tutupan lahan
suatu kawasan. Dengan demikian dapat diambil keputusan tindakan pengelolaan
selanjutnya yang akan diambil dari informasi yang diperoleh melalui foto udara
tersebut.
2. Potensi biotik dan abiotik di Taman Nasional Gunung Merapi cukup baik dengan
terdapat beberapa spesies penting, yaitu spesies yang memiliki status konservasi tinggi
dan banyak diperdagangkan di pasar dunia. Selain itu, banyak terdapat spesies asli di
TNGM yang dapat menjadi salah satu daya tarik tersendiri baik untuk kepentingan
pendidikan ataupun yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, S. E. 2020. Pengelolaan Kawasan Konsevasi. Jawa Timur : Uwais Inspirasi
Indonesia
Ghazali, M. F., Hesti, & Darmawan, I. G. B. 2020. Pemanfaatan Drone Untuk Pemetaan
Potensi Ekowisata Di Kecamatan Panca Jaya, Mesuji. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat SAKAI SAMBAYAN. Vol 4 (1): 1-6.
Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2018.
Permen LHK RI Nomor P.106/MENLHK/SETJEN KUM.1/12/2018.
Perkasa, P., & Aguswan, Y. 2018. Penggunaan Drone Untuk Sarana Deteksi Dini
Kebakaran Lahan Dan Hutan. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
BALANGA. Vol 6 (2) : 1-4.
Suroso, I. 2018. Analisis Peran Unmanned Aerial Vehicle Jenis Multicopter Dalam
Meningkatkan Kualitas Dunia Fotografi Udara Di Lokasi Jalur Selatan Menuju
Calon Bandara Baru Di Kulonprogo. Jurnal Rekam. Vol 14 (1) : 17-23.
Wiryono. 2003. Klasifikasi Kawasan Konservasi. Warta Kebijakani, CIFOR. No. 11.