ADB Grant.0216-INO
DOC: 1.3.1-TR-2013
Disusun Oleh :
ICWRMIP-CWMBC
Lembar Pengesahan
Disusun Oleh,
Direktur Consultant Firm
Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC)
Dinilai,
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat
Disahkan Oleh,
Direktur Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung
Ringkasan Eksekutif
Kajian flora dan fauna dipahami sebagai proses mengidentifikasi spesies pada tujuh
kawasan konservasi yang ada di areal DAS Citarum pada wilayah kerja BBKSDA
Jawa Barat. Tahapan pelaksanaan kajian terdiri atas empat tahap, yaitu (i)
persiapan, (ii) perancangan, (iii) identifikasi target area survey, (iv) pelaporan.
Proses pelaksanaan kegiatan dilakukan menyeluruh, mencakup seluruh tahapan,
dengan produk akhir berupa laporan hasil survey yang mencakup hingga kekayaan
spesies, sebaran spesies, keragaman spesies, kelimpahan spesies, sttaus
perlindungan spesies dan kajian spesies yang perlu perhatian dan terancam
kepunahan.
Laporan kajian ini memuat hasil identifikasi spesies pada kelompok tumbuhan,
(mencakup Magnoliophyta, Orchidaceae, Nepenthaceae,, tanaman obat,
pteridophyta danm gungi), Mamalia (mencakup mamalia besar dan kecil), burung,
herpetofauna (mencakup amfibi dan reptil), insekta (mencakup ordo Lepidoptera,
Odonata dan Coleoptera), dan biota akuatik (mencakup benthos, plankton dan
nekton). Cakupan data dan informasi mengenai keberadaan spesies, peta sebaran
spesies, konteks lansekap, status terkini dari beberapa spesies yang perlu perhatian
dan terancam kepunahan, tekanan atau ancaman kelestariannya, dan rekomendasi
untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemantauannya. Laporan ini tidak mencakup
pengelolaan dan pemantauan spesies.
Maksud pelaksanaan kegiatan kajian flora dan fauna pada tujuh kawasan konservasi
di wilayah kerja BBSKDA Jawa Barat adalah terbaharukannya data dasar spesies
dari kelompok taksa tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna (amfibi dan reptil),
insekta dan biota akuatik yang akurat dan berdaya guna untuk upaya pengelolaan
kawasan konservasi. Adapun Tujuan tersebut akan dicapai melalui upaya identifikasi
spesies dan kekayaan spesies dari kelompok taksa tumbuhan, mamalia, burung,
herpetofauna (amfibi dan reptil), insekta dan biota akuatik pada 7 kawasan
konservasi yang berada di DAS Citarum serta melakukan kajian khusus pada
beberapa spesies sebaran terbatas dan terancam kepunahan (diusahakan hingga
tingkat populasi) di setiap kawasan konservasi.
Kegiatan kajian Kajian flora dan fauna ini mencakup tujuh kawasan konservasi yang
berada di DAS Citarum pada wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat yaitu Cagar Alam
Gunung Tilu, Cagar Alam Kawah Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang , Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, Cagar Alam Gunung
Burangrang, Cagar Alam Gunung Tangkuban Perahu dan Taman Wisata Gunung
Tangkuban Peahu. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Juni dan September
2013.
Kekayaan spesies untuk kelompok taksa mamalia yang dijumpai selama survey
adalah 38 spesies dari 19 famili dan 8 ordo. Sebanyak 13 spesies mamalia dilindungi
oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Dari catatan status keterancaman menurut IUCN,
dijumpai 2 spesies mamalia berstatus kritis (Critically Endangered - CR), 3 spesies
mamalia berstatus genting (Endangered - EN) dan 3 spesies mamalia berstatus rentan
(Vulnerable -VU). Spesies mamalia yang terdaftar dalam CITES terdiri dari 3 spesies
mamalia berkategori Appendix I dan 9 spesies mamalia berkategori Appendix II.
Sebanyak 6 spesies mamalia merupakan spesies endemik Jawa dan dua spesies
diantaranya termasuk endemik Jawa Barat. Berdasarkan status perlindungan, spesies
mamalia yang memiliki tingkat keterancaman tertinggi adalah Macan tutul, Kukang
jawa, dan Owa jawa.
Kekayaan spesies burung yang dijumpai selama survey adalah 173 spesies yang
tercakup ke dalam 47 Family. Dari seluruh spesies yang dijumpai tersebut, 23 spesies
diantaranya adalah spesies Endemik Indonesia dan/atau endemik Pulau Jawa
termasuk Elang jawa. Tercatat 38 spesies dilindungi oleh peraturan pemerintah
melalui PP no 7&8 tahun 1999, dan 12 spesies yang dilindungi peraturan
international melalui konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam
punah (CITES/ Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species) Terdapat
11 spesies yang termasuk ke dalam daftar merah IUCN (International Union for
Conservation of Nature). Dua diantaranya masuk daftar katagori Genting
(Endangered) yaitu Elang Jawa dan Lutur Jawa. Dari 7 lokasi survey di wilayah
kerja BBKSDA JABAR apabila diurut berdasarkan kekayaan jenis burung yang
dijumpai di lokasi kajian, keragaman species burung d CA Gunung Tilu termasuk
tinggi (125 spesies dari 38 famili, 18 spesies endemik dan 25 spesies yang dilindungi
atau 72% dari total spesies), kemudian TB Masigit-Kareumbi (114 spesies dari (39
famili, 17 spesies endemik, 27 spesies yang dilindungi) dan CA. Gunung Burangrang
(114 spesies dari 35 famili, 18 spesies endemik, 25 spesies yang dilindungi), CA
Kamojang (102 spesies dari 33 famili, 13 spesies endemik dan 15 spesies yang
dilindungi), CA Gn. Tangkuban Perahu (94 spesies dari 32 famili, 18 spesies
endemik dan 25 spesies yang dilindungi), TWA Kamojang (74 spesies dari 29 famili,
11 spesies endemik dan 13 spesies dilindungi) dan TWA Tangkuban Perahu (34
spesies dari 17 famili, 4 spesies endemik dan 9 spesies yang dilindungi).
Spesies Elang jawa dijumpai di lima lokasi kajian yakni CA Gunung Tilu, CA
Kawah Kamojang, TB Masigit Kareumbi, CA Gunung Burangrang, CA Gunung
Tangkuban Perahu. Spesies Julang mas hanya dijumpai di dua lokasi yakni TB
Masigit Kareumbi dan CA Gunung Burangrang. Spesies Ayam-hutan hijau hanya
dijumpai di TB Masigit Kareumbi. Berdasarkan informasi catatan anektodal yang
diperoleh selama survey ini berlangsung tingkat perburuan species ayam ini cukup
tinggi.
ii
Kekayaan spesies untuk kelompok taksa herpetofauna yang dijumpai selama survey
adalah 44 spesies, yang meliputi 23 spesies dari kelas amfibi dan 21 spesies dari
kelas reptil. Sebanyak 4 spesies dari amfibi sebagai spesies endemik Pulau Jawa,
yaitu Huia masonii, Microhyla achatina, Rhacophorus margaritifer dan Nyctixalus
margaritifer. Dari catatan status keterancaman menurut IUCN, dijumpai 3 spesies
amfibi yang berstatus rentan (Vulnerable -VU) yaitu Huia masonii dan Nyctixalus
margaritifer dan yang berstatus serta Near Threatened yaitu Rhacophorus
reinwardtii. Selain itu, 2 spesies reptil dikategorikan ke dalam appendiks II CITES.
Kelompok taksa insekta yang dijumpai selama survey di antaranya 2 spesies dari
ordo Leucoptera (Kupu-kupu dan Ngengat) yang dikategorikan ke dalam Appendiks
II CITES dan dilindungi berdasarkan PP 7 tahun 1999 yaitu Troides Helena dan
Troides amphrysus.
Kelompok taksa biota akuataik dijumpai spesies endemik Pulau Jawa, yaitu Ketam
Ungu (Geocessarma sp.).
iii
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Istilah
|i
| iv
|v
|x
| xv
| xxiii
1|1
1|1
1|5
1|6
1|7
1|7
1|8
1.
Pendahuluan
1.1. Latar belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Tahapan dan Cakupan Kajian
1.4. Tim Pelaksana
1.5. Waktu dan Lokasi Survey
1.6. Sistematika Laporan
2.
2|1
2|1
2|3
2|5
2|7
2|9
2 | 10
2 | 12
3.
Metodologi
3.1. Jenis Data
3.2. Metode Pengambilan Data
3.2.1. Metode Pengambilan Data Flora
3.2.2. Metode Pengambilan Data Mamalia
3.2.3. Metode Pengambilan Data Burung
3.2.4. Metode Pengambilan Data Herpetofauna
3.2.5. Metode Pengambilan Data Insekta
3.2.6. Metode Pengambilan Data Biota Akuatik
3.3. Analisis Data
3.3.1. Kelimpahan Jenis Relatif
3.3.2. Indeks Keanekaragaman Spesies
3.3.3. Indeks Kemeraatan Spesies
3.3.4. Pendugaan Kepadatan Populasi
3.3.5. Analisis Vegetasi
3.3.6. Status Perlindungan
3|1
3|1
3|2
3|2
3|3
3|4
3|4
3|5
3|6
3|6
3|6
3|7
3|7
3|7
3|8
4.
4|1
4|1
4|1
4|1
4 | 17
4 | 22
4 | 23
4 | 26
4 | 26
4 | 28
4 | 30
4 | 32
4 | 36
4 | 36
4 | 38
4 | 39
4 | 41
4 | 43
4 | 43
4 | 47
4 | 48
4 | 49
4 | 52
4 | 52
4 | 54
4 | 55
4 | 55
4 | 57
4 | 57
4 | 57
4 | 67
4 | 71
4 | 23
4 | 73
4 | 73
4 | 75
4 | 77
4 | 80
4 | 84
4 | 84
4 | 85
4 | 87
4 | 88
vi
4.2.4.Herpetofauna
4.2.4.1. Kekayaan Spesies
4.2.4.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.2.4.3. Status Konservasi
4.2.4.4. Deskripsi Spesies Penting
4.2.5. Insekta
4.2.5.1. Kekayaan Spesies
4.2.5.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.2.6. Biota Akuatik
4.2.6.1. Keragaman Hayati
4 | 91
4 | 91
4 | 94
4 | 96
4 | 97
4 | 100
4 | 100
4 | 102
4 | 503
4 | 103
vii
4.4.2. Mamalia
4.4.2.1. Kekayaan Spesies
4.4.2.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.4.2.3. Status Konservasi
4.4.2.4. Deskripsi dan Pendugaan Populasi Spesies
Penting
4.4.3. Burung
4.4.3.1. Kekayaan Spesies
4.4.3.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.4.3.3. Status Konservasi
4.4.3.4. Deskripsi dan Pendugaan Populasi Spesies
Penting
4.4.4. Herpetofauna
4.4.4.1. Kekayaan Spesies
4.4.4.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.4.4.3. Status Konservasi
4.4.4.4. Deskripsi Spesies Penting
4.4.5. Insekta
4.4.5.1. Kekayaan Spesies
4.4.5.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.4.5.3. Status Konservasi
4.4.5.4. Deskripsi Spesies Penting
4.4.6. Biota Akuatik
4.4.6.1. Keragaman Hayati
4.5. Kajian Biodiversitas di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
Gunung Tangkuban Perahu
4.5.1. Flora
4.5.1.1. Kekayaan Spesies
4.5.1.2. Indeks Nilai Penting
4.5.1.3. Indek Keragaman Spesies
4.5.2. Mamalia
4.5.2.1. Kekayaan Spesies
4.5.2.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.5.2.3. Status Konservasi
4.5.2.4. Deskripsi dan Pendugaan Populasi Spesies
Penting
4.5.3. Burung
4.5.3.1. Kekayaan Spesies
4.5.3.2. Keragaman dan Kemerataan Spesies
4.5.3.3. Status Konservasi
4.5.3.4. Deskripsi dan Pendugaan Populasi Spesies
Penting
4.5.4. Herpetofauna
4.5.4.1. Kekayaan Spesies
4 | 152
4 | 152
4 | 155
4 | 157
4 | 160
4 | 165
4 | 165
4 | 166
4 | 168
4 | 169
4 | 171
4 | 171
4 | 174
4 | 175
4 | 176
4 | 179
4 | 179
4 | 180
4 | 181
4 | 181
4 | 182
4 | 182
4 | 184
4 | 184
4 | 184
4 | 185
4 | 189
4 | 192
4 | 192
4 | 193
4 | 195
4 | 198
4 | 202
4 | 202
4 | 204
4 | 205
4 | 206
4 | 208
4 | 208
viii
Daftar Pustaka
Lampiran
4 | 210
4 | 211
4 | 213
4 | 215
4 | 215
4 | 217
4 | 217
4 | 217
5|1
5|1
5|4
D-1
L-1
ix
Daftar Tabel
Tabel 1.1.
Tabel 1.2.
Tabel 3.1.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Tabel 4.10.
Tabel 4.11.
Tabel 4.12.
Tabel 4.13.
Tabel 4.14.
Tabel 4.15.
Tabel 4.16.
Tabel 4.17.
Tabel 4.18.
Tabel 4.19.
Tabel 4.20.
1|7
1|8
3|6
xi
Tabel 4.50.
Tabel 4.51.
Tabel 4.52.
Tabel 4.53.
Tabel 4.54.
Tabel 4.55.
Tabel 4.56.
Tabel 4.57.
Tabel 4.58.
Tabel 4.59.
Tabel 4.60.
Tabel 4.61.
Tabel 4.62.
Tabel 4.63.
Tabel 4.64.
Tabel 4.65.
Tabel 4.66.
Tabel 4.67.
Tabel 4.68.
Tabel 4.69.
Tabel 4.70.
Tabel 4.71.
Tabel 4.72.
Tabel 4.73.
Tabel 4.74.
Tabel 4.75.
Tabel 4.76.
jalur
4 | 103
Daftar spesies ikan, ketam dan udang di TBGMK
4 | 103
Sebaran benthos di TBGMK
4 | 104
Indeks Nilai Penting tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada
ketinggian 1500 1600 m dpl.
4 | 106
Lima Jenis Pohon Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian
1600 - 1800 m dpl (%)
4 | 107
Indeks Nilai Penting tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada
ketinggian 1600 1800 m dpl.
4 | 107
Lima Jenis Tiang Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian
1600 - 1800 m dpl (%).
4 | 108
Nilai INP tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada Ketinggian >
1800 m dpl (%).
4 | 109
Lima Jenis Pohon Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian >
1800 m dpl (%)
4 | 110
Tabel. Indeks Nilai Penting untuk tingkat Pohon di TWAKK pada
ketinggian 1600 mdpl
4 | 111
Tabel. Indeks Nilai Penting untuk tingkat Tiang di TWAKK pada
ketinggian 1600 mdpl
4 | 112
Indeks Nilai Penting untuk tingkat Pancang di TWAKK pada
ketinggian 1600 mdpl
4 | 113
Keragaman Spesies Flora di kawasan CAKK pada ketinggian
1500 1600 m dpl
4 | 114
Keragaman Jenis di CAKK pada ketinggian 1500 1600 m dpl 4 | 114
Tabel Status Perlindungan di CAKK dan TWAKK
4 | 117
Sebaran spesies mamalia di kawasan CAKK dan TWAKK
4 | 119
Status konservasi mamalia di kawasan CAKK dan TWAKK.
4 | 123
Ringkasan kekayaan spesies burung di CAK dan TWAKK
4 | 129
Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di CAK dan
TWAKK
4 | 129
Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan menggunakan
Indeks Shannon-Wiener
4 | 130
Daftar Jenis Burung dengan status keterancaman IUCN dan
perlindungan melalui CITES dan Undang-undang No 5/1990 atau PP
No 7/1999.
4 | 132
Perkiraan populasi Elang Jawa di CAKK dan TWAKK
4 | 133
Sebaran herpetofauna di kawasan CAGB
4 | 135
Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing
lokasi
4 | 137
Status konservasi masing-masing spesies
4 | 138
Sebaran Lepidoptera di CAK dan TWAKK
4 | 142
Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing
jalur
4 | 144
Daftar spesies ikan, ketam dan udang di CAK dn TWAKK
4 | 144
xii
xiii
4 | 211
4 | 212
4 | 215
4 | 217
4 | 218
xiv
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Peta tujuh kawasan konservasi yang masuk ke dalam area DAS
Citarum
Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam Gunung
Tilu
Gambar 1.3. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam
Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang
Gambar 1.4. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Taman Buru
Gunung Masigit Kareumbi
Gambar 1.5. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Al;am
Burangrang
Gambar 1.6. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam dan
Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu
Gambar 2.1. Peta kawasan CAGT
Gambar 2.2. Peta kawasan CAKKK
Gambar 2.3. Peta kawasan TWAKK
Gambar 2.4. Peta kawasan TBMGK
Gambar 2.5. Peta kawasan CAGB
Gambar 2.6. Peta kawasan CAGTP
Gambar 2.7. Peta kawasan TWAGTP
Gambar 3.1. Inventarisasi mamalia dengan metode jalur.
Gambar 4.1. Grafik Kekayaan spesies flora pada setiap kawasan konservasi
Gambar 4.2. Grafik Kekayaan family flora pada setiap kawasan ko nservasi
Gambar 4.3. Grafik Kekayaan ordo flora pada setiap kawasan konservasi
Gambar 4.4. Grafik Kekayaan kelas flora pada setiap kawasan konservasi
Gambar 4.5. Grafik Kekayaan division flora pada setiap kawasan konservasi
Gambar 4.6. Grafik persentase dan jumlah kekayaan paku dan pakis-pakisan
di ke 7 (tujuh) lokasi Kawasan Konservasi Wilayah pengelolaan
BBKSDA Jawa Barat.
Gambar 4.7. Grafik jumlah kekayaan dan persentase tumbuhan berbiji
(Spermatophyta) di ke 7 (tujuh) lokasi Kawasan Konservasi
Wilayah pengelolaan BBKSDA Jawa Barat.
Gambar 4.8. Grafik 5 (lima) spesies pohon paling dominan di Kawasan
CAGT pada ketinggian 1500-1800 mdpl
Gambar 4.9. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian
1500-1800 mdpl
Gambar 4.10. Grafik Lima spesies tingkat pohon dominan di Kawasan CAGT
pada ketinggian 1200-1500 m dpl
Gambar 4.11. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian
1500-1800 m dpl
Gambar 4.12. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian
1|3
Gambar 1.2.
1|9
1 | 10
1 | 11
1 | 12
1 | 13
2|1
2|3
2|5
2|8
2|9
2 | 11
2 | 12
2|2
4|1
4|2
4|2
4|2
4|3
4|4
4|5
4|6
4|7
4|8
4|9
xv
Gambar 4.13.
Gambar 4.14.
Gambar 4.15.
Gambar 4.16.
Gambar 4.17.
Gambar 4.18.
Gambar 4.19.
Gambar 4.20.
Gambar 4.21.
Gambar 4.22.
Gambar 4.23.
Gambar 4.24.
Gambar 4.25.
Gambar 4.26.
Gambar 4.27.
Gambar 4.28.
Gambar 4.29.
Gambar 4.30.
Gambar 4.31.
Gambar 4.32.
Gambar 4.33.
1500-1800 mdpl
4 | 10
Grafik spesies paling dominan untuk tingkat semai/ anakan di
Kawasan CAGT pada ketinggian 1500-1800 mdpl
4 | 11
Grafik INP tingkat semai/ anakan di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1200-1500 m dpl.
4 | 12
Lima species pohon paling dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
4 | 13
Grafik INP tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian
>1800 m
4 | 14
Lima species pohon paling dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
4 | 15
Grafik INP tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian
>1800 m
4 | 16
Grafik Indeks Keragaman Tingkat Pohon di Kawasan CAGT
pada ketinggian 1200-1500 m dpl.
4 | 17
Grafik Indeks Keragaman Tingkat Tiang di Kawasan CAGT
pada ketinggian 1200-1500 m dpl
4 | 17
Grafik Indeks Keragaman Tingkat Pancang di Kawasan CAGT
pada ketinggian 1200-1500 m dpl
4 | 18
Grafik Indeks Keragaman Tingkat Semai/ Anakan di Kawasan
CAGT pada ketinggian 1200-1500 m dpl
4 | 18
Grafik Keragaman tingkat pohon di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500-1800 mdpl.
4 | 19
Grafik Keragaman tingkat tiang di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500-1800 mdpl.
4 | 19
Grafik Keragaman tingkat pancang di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500-1800 mdpl.
4 | 20
Grafik Keragaman tingkat pancang di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500-1800 mdpl.
4 | 20
Grafik Keragaman spesies tingkat Pohon di Kawasan CAGT
pada ketinggian >1800 m
4 | 21
Grafik Keragaman spesies tingkat Tiang di Kawasan CAGT
pada ketinggian >1800 m
4 | 21
Grafik Keragaman spesies tingkat Pancang di Kawasan CAGT
pada ketinggian >1800 m
4 | 22
Grafik pemanfaatan spesies floradi Kawasan CAGT pada
ketinggian 1200-1500 m dpl.
4 | 24
Grafik pemanfaatan spesies floradi Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500 1.800 m dpl.
4 | 25
Grafik kekayaan spesies (jumlah spesies dan jumlah famili) di
masing-masing jalur pengamatan di kawasan CAGT
4 | 28
Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAGT
4 | 29
xvi
Gambar 4.34. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAGT
4 | 30
Gambar 4.35. Grafik sebaran spesies mamalia berdasarkan status perlindungan
PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES (I&II) serta spesies
endemik jawa.
4 | 32
Gambar 4.36. Macan tutul (Panthera pardus melas)-berwarna terang di CAGT 4 | 33
Gambar 4.37. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan CAGT
4 | 36
Gambar 4.38. Grafik analisa Keragaman dan Kemerataan Spesies burung
dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener
4 | 39
Gambar 4.39. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan CAGT
4 | 43
Gambar 4.40. Perbandingan jumlah spesies pada masing-masing jalur
4 | 45
Gambar 4.41. Kekayaan family pada kelompok herpetofauna
4 | 46
Gambar 4.42. Perbandingan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies
pada masing-masing jalur pengamatan
4 | 48
Gambar 4.43. Perbandingan jumlah status keterancaman berdasarkan IUCN 4 | 49
Gambar 4.44. Katak-pohon mutiara - Nyctixalus margaritifer
4 | 50
Gambar 4.45. Katak-pohon jawa - Rhacophorus margaritifer
4 | 51
Gambar 4.46. Kongkang jeram - Huia masonii
4 | 51
Gambar 4.47. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa herpetofauna
di kawasan CAGT
4 | 52
Gambar 4.48. Kekayaan family dari ordo Lepidoptera di CAGT
4 | 54
Gambar 4.49. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masingmasing jalur
4 | 55
Gambar 4.50. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai
ketinggian
4 | 57
Gambar 4.51. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 58
Gambar 4.52. Grafik lima spesies tingkat pohon dominan di Kawasan
TBGMK pada ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 59
Gambar 4.53. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 59
Gambar 4.54. Grafik lima spesies dominan tingkat tiang di Kawasan
TBGMK pada ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 60
Gambar 4.55. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 61
Gambar 4.56. Grafik lima spesies dominan tingkat pancang di Kawasan
TBGMK pada ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 61
Gambar 4.57. Grafik INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 62
Gambar 4.58. Grafik INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 62
Gambar 4.59. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada
xvii
Gambar 4.60.
Gambar 4.61.
Gambar 4.62.
Gambar 4.63.
Gambar 4.64.
Gambar 4.65.
Gambar 4.66.
Gambar 4.67.
Gambar 4.68.
Gambar 4.69.
Gambar 4.70.
Gambar 4.71.
Gambar 4.72.
Gambar 4.73.
Gambar 4.74.
Gambar 4.75.
Gambar 4.76.
Gambar 4.77.
Gambar 4.78.
Gambar 4.79.
Gambar 4.80.
4 | 63
4 | 63
4 | 64
4 | 65
4 | 66
4 | 66
4 | 67
4 | 67
4 | 68
4 | 68
4 | 69
4 | 69
4 | 70
4 | 70
4 | 71
4 | 71
4 | 75
4 | 76
4 | 77
4 | 79
4 | 83
4 | 86
xviii
Gambar 4.81. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan TBGMK
Gambar 4.82. Perbandingan jumlah spesies pada masing-masing lokasi
pengamatan
Gambar 4.83. Kekayaan family pada kelompok herpetofauna
Gambar 4.84. Perbandingan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies
Gambar 4.85. Status konservasi berdasarkan IUCN
Gambar 4.86. Status konservasi berdasarkan CITES
Gambar 4.87. Katak-pohon Jawa - Rhacophorus margaritifer
Gambar 4.88. Kongkang jeram - Huia masonii
Gambar 4.89. Percil jawa - Microhylla achatina
Gambar 4.90. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa
Herpetofauna di kawasan TBGMK
Gambar 4.91. Kekayaan family dari ordo Lepidoptera di TBGMK
Gambar 4.92. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai
ketinggian
Gambar 4.93. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan CAKK pada ketinggian
1500-1600 m dpl.
Gambar 4.94. Lima Jenis Tiang Dominan di Kawasan CAKK Pada
Ketinggian 1500 - 1600 m dpl (%)
Gambar 4.95. Grafik INP tingkat pohon di CAKK pada ketinggian 16001800 m dpl.
Gambar 4.96. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada
ketinggian 1600-1800 m dpl.
Gambar 4.97. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada
ketinggian 1600-1800 m dpl.
Gambar 4.98. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada
ketinggian 1600-1800 m dpl.
Gambar 4.99. Grafik INP tingkat pohon di TWAKK pada ketinggian
1600-m dpl.
Gambar 4.100. Grafik INP tingkat tiang di TWAKK pada ketinggian
1600-m dpl.
Gambar 4.101. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di CAKK pada
ketinggian 1600-1800 m dpl.
Gambar 4.102. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di CAKK pada
ketinggian >1800 m dpl.
Gambar 4.103. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di TWAKK
pada ketinggian 1600 m dpl.
Gambar 4.104. Grafik keragaman spesies flora tingkat tiang di TWAKK
pada ketinggian 1600 m dpl.
Gambar 4.105. Grafik keragaman spesies flora tingkat pancang di TWAKK
pada ketinggian 1600 m dpl.
Gambar 4.106. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di TWAKK
pada ketinggian 1500 - 1600 m dpl.
4 | 91
4 | 93
4 | 94
4 | 95
4 | 97
4 | 97
4 | 98
4 | 98
4 | 99
4 | 100
4 | 102
4 | 105
4 | 106
4 | 107
4 | 108
4 | 109
4 | 110
4 | 111
4 | 112
4 | 113
4 | 114
4 | 115
4 | 115
4 | 116
4 | 116
4 | 117
xix
xx
Gambar 4.133. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan
di Cagar Alam Burangrang
4 | 156
Gambar 4.134. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan
di kawasan Cagar Alam Burangrang
4 | 157
Gambar 4.135. Grafik sebaran spesies mamalia berdasarkan status
perlindungan PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES (I&II)
serta mamalia endemik jawa.
4 | 159
Gambar 4.136. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan Cagar Alam Burangrang
4 | 164
Gambar 4.137. Grafrik Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener
4 | 167
Gambar 4.138. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan Cagar Alam Burangrang
4 | 171
Gambar 4.139. Perbandingan jumlah spesies pada masing-masing lokasi
pengamatan
4 | 173
Gambar 4.140. Kekayaan family pada kelompok herpetofauna
4 | 173
Gambar 4.141. Perbandingan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies 4 | 174
Gambar 4.142. Status konservasi berdasarkan IUCN
4 | 176
Gambar 4.143. Katak-pohon jawa - Rhacophorus margaritifer
4 | 176
Gambar 4.144. Kongkang jeram - Huia masonii
4 | 177
Gambar 4.145. Percil jawa - Microhylla achatina
4 | 178
Gambar 4.146. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa
herpetofauna di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata
Alam Gunung Tangkupan Perahu
4 | 178
Gambar 4.147. Kekayaan family dari ordo Lepidoptera di
4 | 180
Gambar 4.148. Perbandingan nilai keragaman hayati masing-masing jalur
4 | 183
Gambar 4.149. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai
ketinggian
4 | 184
Gambar 4.150. Grafik INP spesies pada tingkat pohon di kawasan CAGTP
4 | 186
Gambar 4.151. Grafik INP spesies pada tingkat pohon di kawasan CAGTP
4 | 187
Gambar 4.152. Grafik INP spesies pada tingkat pancang di kawasan CAGTP 4 | 188
Gambar 4.153. Grafik INP spesies pada tingkat semai di kawasan CAGTP
4 | 189
Gambar 4.154. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pohon di
kawasan CAGTP
4 | 190
Gambar 4.155. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat tiang di
kawasan CAGTP
4 | 190
Gambar 4.156. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pancang di
kawasan CAGTP
4 | 191
Gambar 4.157. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat semai di
kawasan CAGTP
4 | 191
Gambar 4.158. Grafik kekayaan spesies (jumlah spesies dan jumlah famili)
di masing-masing jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam
dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu.
4 | 193
Gambar 4.159. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan
xxi
xxii
Daftar Istilah
CITES
Desa
DAS
Ekosistem
adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik
hayati (flora dan fauna serta jasad renik) maupun non hayati (tanah
dan bebatuan, air, udara, iklim) yang saling tergantung dan pengaruh
mempengraruhi dalam suatu persekutuan hidup.
Ekosistem alam adalah ekosistem yang keadaan unsur-unsur biotik dan fisiknya
relatif masih utuh dan asli, serta interaksinya masih mampu
memberikan fungsi ekologis secara alamiah.
Erosi
Habitat
xxiii
Hutan
Hutan Lindung (HL): kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,
dan memelihara kesuburan tanah.
Hutan Primer
adalah hutan yang sama sekali belum pernah dijamah manusia atau
belum ada pemanfaatan sebelumnya. Dalam laporan ini, istilah
Hutan Primer mengacu pada konteks lokal dan konteks
pengusahaan hutan. Dalam konteks lokal, yang disebut hutan
primer adalah kawasan hutan yang belum dibuka untuk
perladangan/kebun. Dalam konteks pengusahaan hutan, hutan
primer adalah hutan yang belum terkena penebangan legal
perusahaan kayu.
Hutan Produksi (HP): kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi
hasil hutan. Hutan produksi terdiri dari hutan produksi tetap (HP),
hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi yang dapat
dikonversi (HPK).
Hutan Produksi Terbatas (HPT): Hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu
dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya
berada di wilayah pegunungan di mana lereng-lereng yang curam
mempersulit kegiatan pembalakan.
Hutan Produksi yang dapat di-Konversi (HPK): Hutan yang dapat ditebang sehingga
lahannya dapat dipakai untuk tujuan lain, biasanya untuk hutan
tanaman tetapi bisa juga untuk keperluan pembangunan proyek
transmigrasi, perkebunan, atau pertambangan.
Indigenous People
adalah kelompok-kelompok sosial yang memiliki perbedaan
identitas sosial dan budaya dari kelompok masyarakat yang
dominan dan menjadikan masyarakat tersebut rentan untuk tidak
diuntungkan dalam proses pembangunan (World Bank).
IUCN
Jasa lingkungan atau jasa ekosistem adalah hasil atau implikasi dari dinamika
bentang alam berupa jasa (yang memberikan keuntungan bagi
kehidupan manusia) yang dapat dikategorikan sebagai keindahan
dan fenomena bentang alam, keanekaragaman hayati dan
ekosistem, fungsi hidrologi, penyerapan dan penyimpanan karbon,
dan berbagai jasa lainnya.
xxiv
Kabupaten
Kawasan
adalah wilayah tertentu yang berupa hutan, yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap (UU No. 41 tahun 1999).
Kawasan Konservasi adalah istilah untuk penamaan Kawasan Suaka Alam (KSA)
dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan
dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. KPA
adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Kecamatan
Lansekap
Masyarakat lokal
Mata
Salah satu sumber air yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai
spring yang menunjukkan mata air yang kontinyuitas debitnya
tidak dipengaruhi musim/tidak pernah kering. Jenis sumber air lain
yang sering disalah artikan sebagai mata air adalah rembesan
(seepage) yang kontinyuitas debitnya dipengaruhi oleh musim
hujan dan kemarau.
Penduduk
xxv
Provinsi
Sempadan sungai
Area yang terletak di kanan kiri sungai yang terdiri atas
bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi dan bantaran
keamanan.
Spesies
Sungai
Sistem pengairan air mulai darai mata air sampai muara dengan
dibatasi pada kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh
garis sempadan.
Tumbuhan
xxvi
Kata Pengantar
Laporan ini merupakan bagian dari upaya mendokumentasikan berbagai hasil kajian
keanekaragaman hayati (biodiversitas) khususnya flora dan fauna dalam komponen
Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC) pada
prorgam investasi pengelolaan DAS Citarum secara terpadu (Integrated Citarum
Water Resources Management Investment Program ICWRMIP). Laporan ini
disusun berdasarkan hasil seluruh proses pelaksanaan survey kajian flora dan fauna yang
dilaksanakan pada bulan Juni dan September 2013 pada tujuh kawasan konservasi yang
termasuk DAS Citarum di wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat (Cagar Alam Gunung
Tilu, Cagar Alam Kamojang, Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, Taman Buru
Gunung Masigit Kareumbi, Cagar Alam Burangrang, Cagar Alam Gunung
Tangkuban Perahu dan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu). Dalam
laporan ini disajikan keberadaan spesies flora dan fauna di lokasi kajian serta memuat
rekomendasi-rekomendasi yang perlu dilakukan pengelola kawasan konservasi pada
tingkat manajemen BBKSDA dalam konteks konservasi flora dan fauna.
Di sisi lain kajian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu informasi
penting untuk rangkaian kegiatan pendidikan dan dapat memperkenalkan kekayaan
flora fan fauna khususnya dari kelompok taksa tumbuhan, mamalia, burung,
herpetofauna (amfibi dan reptil), insekta dan biota akuatik kepada masyarakat luas
agar tercipta kesadaran untuk tetap mempertahankan keberadaan tumbuhan dan
satwa tersebut dalam hutan alam di kawasan yang berada di jantung Jawa Barat ini.
Tim penyusun merasa perlu untuk menyampaikan terima kasih Pimpinan Tim
Proyek, Koordinator Tim dan Project Managemet Support dari konsorsium
pelaksana ICRWMIP_CWMBC yang telah mempercayakan dan memfasilitasi
seluruh pelaksanaan kegiatan, survey. Kami sampaikan juga terima kasih kepada
pimpinan BBKSDA Jawa Barat beserta staf teknis di tingkat balai, seksi wilayah dan
resort; serta pemandu lapangan yang mendukung secara administrasi dan terlibat
dalam pelaksanaan teknis survey di lapangan. Tak lupa juga rasa terima kasih kepada
rekan-rekan asisten tenaga ahli yang menjadi kolega dan mitra kami bekerja bersama di
lapangan dan semua pihak yang terlibat dalam survey atas dukungan dan kerjasamanya
sehingga kegiatan lapangan dan penyusunan laporan ini dapat dilaksanakan dengan baik.
iv
1.
Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS yang berada di wilayah
Provinsi Jawa Barat dengan sekitar 13,000 km2. Tak kurang sekitar 9 juta penduduk
menempati DAS Citarum, dengan tingkat kemiskinan di atas 25% pada tahun 2000
pada 8 dari 11 kabupaten yang berada di DAS Citarum. Sepanjang DAS Citarum
terdapat terdapat banyak pusat-pusat industri, termasuk di dalamnya Kota Bandung.
DAS Citarum juga memasok sekitar 80% air baku ke Jakarta yang ditunjang tiga
bendungan besar yang penting untuk penyediaan listrik, irigasi dan air baku.
Pada sisi lain, kondisi DAS Citarum telah mengalami perubahan yang drastis
terutama perubahan tataguna lahan yang tidak terencana, menyisakan sedikit
ekosistem hutan hujan alam di Jawa dan terpencar di kawasan hulu, serta terhimpit
gerak pembangunan. Kondisi kawasan hutan dataran rendah menerima dampak
negatif dari kegiatan manusia, termasuk pemanenan hasil hutan non-kayu dan pohon
untuk bahan bangunan dan kayu bakar, kerusakan kualitas air dan tanah karena
polusi domestik, industri dan pertanian pada DAS Citarum. Kondisi ini dikareakana
belum ada mekanisme yang tepat yang secara efektif dilaksanakan untuk mengatur
tataguna lahan untuk memantau kegiatan pembangunan di dalam DAS Citarum.
Dari hasil gap analisis ditemukan bahwa Unit Pelaksana Teknis Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat diperoleh gambaran bahwa
pada bagian hulu Daerah Tangkapan Air Sungai Citarum terdapat beberpa kawasan
konservasi yang memiliki peran sangat penting dalam menunjang keberlangsungan
suplai air Sungai Citarum. Ada tujuh kawasan konservasi di Daerah Tangkapan Air
Sungai Citarum yang menjadi perhatian, yaitu Cagar Alam (CA) Gunung Tilu, CA
Kawah Kamojang, Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Kamojang, Taman Buru
Gunung Masigit Karumbi, CA Gunung Tangkuban Perahu, TWA Gunung
Tangkuban Perahu, dan CA Burangrang (Gambar 1.1). Namun demikian, kawasankawasan konservasi tersebut masih memerlukan pengelolaan yang lebih optimal
supaya peran dan fungsi kawasan sebagai penunjang kehidupan dapat berjalan
dengan baik.
Kawasan konservasi yang dalam PP No. 28 Tahun 2011 dikelompokkan sebagai
kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam. Kawasan konservasi dinilai
memiliki peranan yang strategis sebagai benteng terakhir bagi kelestarian hidupan
liar baik flora dan fauna. Karenanya, Pemerintah Indonesia merasa berkepentingan
untuk mempertahankan keberadaan dan kelestarian flora dan fauna dengan
menetapkan kawasan konservasi. Di sisi lain, keberadaan kawasan konservasi
1|1
1|2
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.1. Peta tujuh kawasan konservasi yang masuk ke dalam area DAS Citarum
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1|3
Jumlah dan persebaran spesies satwa liar dapat menjadi ukuran kealamian hidupan
liar. Satwa liar menjadi refleksi kondisi ekologi dan perubahan-perubahan yang
terjadi sepanjang waktu (Wiratno et al. 2001), Hidupan tumbuhan dan satwa liar)
telah digunakan sebagai indikator suatu ekosistem dari waktu ke waktu, dikarenakan
kelompok satwa ini menempati possisi penting dalam ekosistem, baik sebagai
pemangsa maupun mangsa (Howell, 2002). Pengetahuan mengenai keragaman hayati
dan organisasi komunitas tumbuhan dan satwa liar merupakan unsur yang penting
dalam pengembangan kebijakan konservasi dan sistem pengelolaan yang
berkelanjutan. Dalam pengidentifikasian kawasan konservasi sebagai sumber
konservasi yang terbatas dan ancaman yang perlu diantisipasi, dibutuhkan
pengetahuan yang komplit dan sistematika, distribusi taksa dan asosiasi habitatnya
(Gillespie et al. 2005). Informasi yang diperoleh akan sangat berharga dalam
pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Hal ini senada dengan yang
diuangkapkan DAS (1997) bahwa kelengkapan informasi merupakan faktor penting
dalam menyusun rencana konservasi dan strategi pengelolaan keanekaragaman
hayati yang ada di kawasan konservasi. Selanjutnya, dokumentasi keanekaragaman
hayati daerah ini akan memungkinkan pemahaman yang lebih baik masyarakat
umum dan dampak proses gangguan. Selama ini data dan informasi mengenai
tumbuhan dan satwa pada beberapa kelompok taksa di kawasan tersebut belum
pernah dilakukan survey, terutama untuk herpetofauna (Helen Kurniati pers. comm)
Di Jawa dan Bali tercatat sekitar 6.000 7.000 spesies dari kelompok tumbuhan
tingkat tinggi (Backer & Backhuizen, 1963-1968), 211 spesies dari kelompok
mamalia (Don & DeeAnn 2005). 550 spesies kelompok burung dengan 34 spesies di
antaranya endemik Pulau Jawa dan Bali dan 26 spesies yang terancam kepunahan
(MacKinnon & Balen. 2000, Wisnu dkk, 2006, Dennis 2013), 142 spesies reptil dan
42 spesies amfibi dengan 8 spesies amfibi endemik (Whitten, dkk., 1996, Iskandar
1998) dan 132 spesies ikan air tawar (Kottelat et al 1993, Whitten et al, 1996).
Kawasan hutan hujan tropis pegunungan di Jawa Barat dimasukkan ke dalam daftar
WWF Global 200 Ecoregion (Olson, 2000). Status konservasi hutan hujan tropis
pegunungan Jawa Barat dikategorikan kritis atau terancam. Luasnya kini masih
tersisa 20% yang tersebar di seluruh gunung yang ada diantaranya terdapar pada 25
kawasan konservasi yang mencakup 3.410 km2 atau sekitar 13% dari luas ecoregion
ini (Morrison. 2001).
Kajian hutan pegunungan tropis sangat penting, khususnya di timur jauh karena
region ini sangat bergunung-gunung dibadningkan region hutan hujan tropis lain di
Afrika dan Amazon (Whitmore, 1975)/ Berdasarkan standar, hutan pegunungan di
Indonesia sangat beragam. Kompisisi floristiknya tidak hanya beragam berdasakran
ketinggiannya, namun berbeda pula antar region dengan region lainnya (Smith dalam
Whitten & Whitten, 1996). Menurut Aldrich (1997), formasi hutan hujan tropis
pegunungan merupakan habitat bagi sejumlah besar spesies endemik dan
kemungkinan masih banyak yang belum diketahui secara ilmiah.
1|4
1.2.
Maksud pelaksanaan kegiatan kajian flora dan fauna pada tujuh kawasan konservasi
di wilayah kerja BBSKDA Jawa Barat adalah terbaharukannya data dasar spesies
dari kelompok taksa tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna (amfibi dan reptil),
1|5
insekta dan biota akuatik yang akurat dan berdaya guna untuk upaya pengelolaan
kawasan konservasi.
Tujuan tersebut akan dicapai melalui upaya:
1. Mengkaji dan mengidentifikasi spesies dan kekayaan spesies dari kelompok taksa
tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna (amfibi dan reptil), insekta dan biota
akuatik pada 7 kawasan konservasi yang berada di DAS Citarum;
2. Mengkaji beberapa spesies sebaran terbatas dan terancam kepunahan (diusahakan
hingga tingkat populasi) di setiap kawasan konservasi.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini, diantaranya:
1. Daftar spesies flora dan fauna pada setiap kawasan konservasi beserta
penjelasannya.
2. Untuk setiap spesies yang perlu perhatian, endemic dan terancam kepunahan
dibuat statusnya di setiap kawasan konservasi, dugaan populasinya dan sedapat
mungkin dipetakan sebarannya (bekerjasama dengan Tim GIS).
1.3.
Kajian kajian flora dan fauna dipahami sebagai proses mengidentifikasi spesies
pada tujuh kawasan konservasi yang ada di areal DAS Citarum pada wilayah kerja
BBKSDA Jawa Barat. Tahapan pelaksanaan kajian terdiri atas empat tahap, yaitu
(i) persiapan, (ii) perancangan, (iii) identifikasi target area survey, (iv) pelaporan.
Proses pelaksanaan kegiatan dilakukan menyeluruh, mencakup seluruh tahapan,
dengan produk akhir berupa laporan hasil survey yang mencakup hingga kekayaan
spesies, sebaran spesies, keragaman spesies, kelimpahan spesies, sttaus
perlindungan spesies dan kajian spesies yang perlu perhatian dan terancam
kepunahan.
Laporan kajian ini memuat hasil identifikasi spesies pada kelompok tumbuhan,
(mencakup Magnoliophyta, Orchidaceae, Nepenthaceae,, tanaman obat,
pteridophyta danm gungi), Mamalia (mencakup mamalia besar dan kecil), burung,
herpetofauna (mencakup amfibi dan reptil), insekta (mencakup ordo Lepidoptera,
Odonata dan Coleoptera), dan biota akuatik (mencakup benthos, plankton dan
nekton). Cakupan data dan informasi mengenai keberadaan spesies, peta sebaran
spesies, konteks lansekap, status terkini dari beberapa spesies yang perlu perhatian
dan terancam kepunahan, tekanan atau ancaman kelestariannya, dan rekomendasi
untuk perlindungan, pengelolaan, dan pemantauannya. Laporan ini tidak mencakup
pengelolaan dan pemantauan spesies.
Kegiatan pertemuan pembuka dan pemetaan partisipatif (opening meeting &
partisipative mapping). Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 3, 18, 23 Juni 2013
dan 17 serta 23 September 2013 yang melibatkan secara aktif staf, pengendali
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1|6
ekosistem hutan (PEH) dan petugas polisi kehutanan (polhut) dari BBKSDA Jawa
Barat yang memiliki pengetahuan lapangan. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi di atas peta, area-area pada tujuh kawasan konservasi wilayah kerja
BBKSDA Jawa Barat yang berpontensi tinggi keberadaan herpetofauna berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman staf teknis polhut.
Kegiatan survey lapangan (field survey). Kegiatan ini dilaksanakan sejak tanggal 4
29 Juni dan 18 26 September 2013. Tim survey didampingi staf teknis PEH dan
polhut, masyarakat mitra polhut (MMP) serta pemandu lokal dari masyarakat.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendata spesies dari 6 kelompok taksa.
1.4.
Tim Pelaksana
Kajian flora dan fauna pada tujuh kawsan konservasi di wilayah kerja BBKSDA
Jawa Barat, dilaksanakan oleh sebuah tim terdiri atas enam tenaga ahli yang terdiri
dari Edi Suwandi (taksa biota akuatik). Indra Arinal (taksa mamalia), Iwan Setiawan
(taksa herpetofauna), Pupung Firman Nurwatha (taksa burung), Ade Rahmat (taksa
Insekta) dan Wishal Miggy Dasanova (taksa tumbuhan).
Pada pelaksanaan survey ini juga melibatkan beberapa asisten tenaga ahli, yaitu: Dini
Andari Asni Ibrahim, Siska Susilawati, Candra Arifin (tim vegetasi tumbuhan),
Erwin Wilianto, Rachel Archie Carissa, Agung Kusumanto, Dadieh Kurniadi (tim
mamalia), Agung Hasan Lukman, Gema Ikrar Muhammad (tim burung), Pramitama
Bayu Saputro, Catur Sotoradu Radja (tim herpetofauna), Farhan Nugraha Fahcrudin,
Adlan Fadlan Bakti, Robi Ramdani (tim insekta), Adri Pratama, Surya Nianto (tim
biota akuatik),
1.5.
Kegiatan kajian Kajian flora dan fauna pada tujuh kawsan konservasi di wilayah
kerja BBKSDA Jawa Barat dilaksanakan pada bulan Juni dan September 2013,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1.1. Jadwal pelaksanaan kegiatan kajian flora dan fauna pada tujuh kawasan
konservasi di wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat
Kegiatan
Waktu
Tempat
Persiapan dan
kajian awal
1 2 Juni 2013
Bandung,
Pertemuan
pembukaan,
rancangan teknis
survey, pemetaan
partisipatif
3 Juni 2013
18 Juni 2013
18 Juni 2013
23 Juni 2013
1|7
Kegiatan
Survey Lapangan
Waktu
Tempat
17 September 2013
22 September 2013
4 10 Juni 2013
19 21 Juni 2013
19 23 Juni 2013
24 29 Juni 2013
18 21 September 2013
23 26 September 2013
Lokasi pelaksanaan kajian flora dan fauna ini mencakup tujuh kawasan konservasi
yang berada di DAS Citarum pada wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat. Pada setiap
lokasi kajian dilakukan penandaan jalur dan titik pengamatan menggunakan GPS.
Panjang dan jumlah titik pengamatan ditunjukkan pada Tabel 1.2 dan Gambar
Gambar 1.2 hingga Gambar 1.6.
Tabel 1.2. Jadwal pelaksanaan kegiatan kajian flora dan fauna pada tujuh kawasan
konservasi di wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat
No
1.6.
Kawasan Konservasi
Tanggal
Pengamatan
1.
4 10 Juni 2013
2.
19 21 Juni 2013
3.
19 23 Juni 2013
178 titik,157 km
4.
24 29 Juni 2013
5.
18 21 September
2013
Sistematika Laporan
Laporan ini terdiri atas lima bagian, yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Kondisi Umum
Lokasi Survey, (3) Metodologi, (4) Hasil dan Pembahasan, (5) Kesimpulan dan
Rekomendasi.
Pada tahap ini, laporan ditargetkan pada kekayaan dan sebaranya spesies, status
perlindungan (menurut peraturan perundangan, IUCN, dan CITES) serta deksripsi
beberapa spesies yang perlu perhatian dan terancam kepunahan.
1|8
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.2. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam Gunung Tilu
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1|9
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.3. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1 | 10
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.4. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1 | 11
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.5. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Al;am Burangrang
1 | 12
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:25.000,
Gambar 1.6. Peta jalur dan titik pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
1 | 13
Kawasan Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT) merupakan kawasan pelestarian alam
yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 68/kpts/Um/2/78,
tanggal 7 Pebruari 1978 dengan luas 7,478,56 hektar. Peta kawasan CAGT
ditunjukkan Gambar 2.1.
Sumber: Peta Kawsan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.1.
2|1
Jenis tanah terdiri dari latosol, andosol, podzols kuning-merah dan regosols berasal
dari tuf vulkanik (LEUP, 1980; Rosanto dan Priatna, 1982).
Tipe iklim termasuk dalam zona iklim 'B' dengan curah hujan tahunan rata-rata
antara 2.131 mm (di Ciwidey) dan 4.300 mm (di Rancabalong) (Schmidt dan
Ferguson, 1951). Kelembaban hariannya sekitar 80% dengan bulan terbasah sekitar
bulan November (LEUP, 1980).
Kawasan CGAT didominasi ekosistem hutan hujan pegunungan (1390 2100 m dpl)
yang mencakup ke dalam tipe sungai ordo 3 (sungai Cisondari, Cikakapa) dan Ordo
II (sungai Cilaku dan Cikembang).
Keragaman pembentuk tipe vegetasi berupa ekosistem hutan hujan tropis primer.
Semakin rendah kelerangan ditutupi dengan ekosistem hutan pegunungan rendah
yang didominasi oleh kanopi bertajuk lebar seperti Altingia excelsa, Podocarpus
imbricatus, P. amarus, P. neriifolius dan Quercus sp.. Kanopi utamanya sendiri
ditandai dengan Acer laurinum, Castanopsis spp., Engelhardtia spicata dan
Lithocarpus pseudomoluceus. Kanopi strata kedua dengan ketinggian 15-20 m di
antaranya Antidesma tetrandrum, Glochidion spp., Sauria sp. dan Symplocos
javanica. Kanopi stara ketiga dengan ketinggian 5-10m terdiri dari Ardisia laengata,
Dichroa febrifuga dan Polygala spp. Pada daerah yang lebih tinggi di zona
pegunungan, hutan menjadi lebih rendah di ketinggian dan ditandai dengan
pertumbuhan lumut dan epifit yang luas. Tercatat spesies tumbuhan Rhizanthes
zippellii yang sebelumnya hanya dikenal terdapat di Gunung Salak (LEUP, 1980).
Jenis tumbuhan penting lainnya untuk perekonomian masyarakat di antaranya
Castanopsis javanica, Schima wallichii, Manglietia glauca, Podocarpus neriifolius,
P. imbricatus, Cinnamomum partenoxylon, Lithocarpus spp., Quercus spp. dan
Acacia spp. (Rosanto dan Priatna, 1982).
Berbagai spesies kelompok fauna dari taksa mamalia yang terkenal di antaranya dari
ordo primata yaitu Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata) sebagai
spesies endemik di Jawa yang membutuhkan perhatian dari sisi konservasinya.
Spesies penting lainnya seperti Macan tutul (Panthera pardus melas), Lutung
(Trachypithecus auratus), ajag (Cuon alpinus javanicus). Dari kelompok unggulata
di antaranya Babi kutil (Sus verrucosus), Kijang (Muntiacus muntjak), Monyet abuabu ekor pajang (Macacca fascicularis), Musang (Paradoxurus hermaphroditus),
Sigung (Mydaus javanensis), Landak (Hystrix javanica), Tupai (Callosciurus
nigrovittatus), Trenggiling (Manis javanica), Bajing terbang (Cynocephalus
variegatus), Kukang (Nycticebus coucang) dan Musang kecil (Herpestes javanicus)
(Rosanto dan Priatna, 1980).
Lebih dari 76 spesies avifauna telah tercatat, termasuk Rangkong badak (Buceros
rhinoceros), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang ular bido (Spilornis cheela),
Alap-alap maluku (Falco moluccensis), Cekakah (Halcyon chloris), beberapa spesies
burung madu seperti Aethopyga eximia, Arachnothera longirostra dan Nectarinia
jugularis. Dari klas reptilia tercatat ular sanca batik (Python reticulatus) (LEUP,
1980; Rosanto dan Priatna, 1982).
2|2
2.2.
Sumber: Peta Kawsan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.2.
2|3
Kawasan CAKK berada pada ketinggian antara 1.650 2.610 mdpl. Topografi
kawasan pada umumnya berbukit landai dengan kelerengan lapang yang terjal,
miring dan bergelombang. Sudut kemiringan bervariasi diantara 20% - 40%. Hasil
peta tanah eksploitasi Balai Penyelidikan tahun 1960 menyatakan jenis batuan
pembentuk tanah Cagar Alam Kamojang adalah aluvial dari endapan sungai. Jenis
tanah yang terdapat di kawasan ini terdiri dari andosol umbrik dan andosol vitrik
dengan struktur gumpal bersudut, pH masam sampai agak masam (3-6), kejenuhan
basa rendah dan berkembang dari tufa volkan.
Wilayah CAKK memiliki suhu udara maksimum sebesar 26,8C pada bulan
September sedangkan kondisi terendah terjadi pada bulan Desember. Suhu udara
minimum terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 5,4C dan tertinggi pada bulan
Desember sebesar 10,7C. Kelembaban relatif (RH) wilayah Kamojang termasuk
tinggi yaitu sebesar 82-94%, sehingga lama penyinaran hanya 33 - 64% dalam
sehari. Sepertiga hingga dua per tiga hari sering terjadi kabut atau hujan teutama
pada bulan November dan Januari (Anonim 2005).
Cagar Alam Kamojang secara hidrologis terletak di daerah hulu dari daerah aliran
sungai (DAS) besar di Jawa Barat yaitu Sungai Citarum di bagian baratutara dan
Sungai Cimanuk di bagian selatan. Masing-masing hulu DAS tersebut membentuk
sub DAS dan yang terletak di Cagar Alam Kamojang diantaranya sungai Cikaro,
Ciharus dan Ciwelirang.
Ekosistem CAKK dapat dibedakan menjadi ekosistem terestrial dan ekosistem
akuatik. Ekosistem terestrial terdiri dari ekosistem hutan cagar alam dan ekosistem
hutan lindung, sedangkan ekosistem akuatik terdiri dari ekosistem danau Ciharus dan
danau Cibeureum. Secara umum kondisi vegetasi yang terdapat di Cagar Alam
Kamojang didominasi oleh famili Juglandaceae, Theaceae, Lauraceae dan Fagaceae.
Komposisi vegetasi yang terdapat di dalam kawasan berupa kihujan (Engelhardia
spicata), puspa (Schima wallichii), saninten (Castanopsis argentea), pasang
(Quercus lutea), Lauratus nobilis dan Litsea cubeba.
Spesies satwa liar yang terdapat di CAKK antara lain walik, kadanca, walet, saeran
Gunung, ayam hutan, lutung, musang, babi hutan, kijang, landak, monyet ekor
panjang, surili, kancil, kucing hutan, bajing, macan tutul, ular sanca, trenggiling,
londok
Masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Kamojang meliputi desa-desa di wilayah
Kecamatan Ibun, Kecamatan Paseh, Kecamatan Pacet yang berada di Kabupaten
Bandung dan Kecamatan Tarogong Kaler, Kecamatan Pasir Wangi serta Kecamatan
Leles yang berada di Kabupaten Garut. Anonim (2005) menyatakan jumlah
penduduk yang berada di sekitar kawasan cagar alam sekitar 168.548 jiwa dan
tersebar di wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung.
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut sebagai petani dan
buruh tani. Mata pencaharian warga di sekitar kawasan cagar alam berupa pedagang,
buruh bangunan dan pegawai negeri sipil. Penggunaan lahan yang berada di sekitar
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
2|4
kawasan cagar alam sebagian besar masih berupa hutan lindung. Lahan di sekitar
kawasan pun digunakan untuk hutan produksi terbatas, hutan dapat dikonversi,
sawah irigasi, sawah tadah hujan, ladang, perkebunan dan pemukiman. Keberadaan
lahan hutan yang telah ada sejak dahulu mulai terganggu akibat konversi lahan
menjadi lahan pertanian.
2.3.
Sumber: Peta Kawsan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.3.
2|5
2|6
2.4.
2|7
Sumber: Peta Kawsan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.4.
Hutan alami di kawasan TBGMK didominasi oleh jenis Pasang (Quercus sp.),
Saninten (Castanea argentea), Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa).
Sedangkan tumbuhan bawahnya terdiri dari tepus (Zingiberaceae), Congok (Palmae),
Cangkuang (Pandanaceae) dan lain-lain. Dari spesies liana dan epiphyt yang terdapat
di kawasan ini adalah Seuseureuhan (Piper aduncum), Angbulu (Cironmera
anbalqualis), Anggrek Merpati (Phalaenopsis sp), Anggrek Bulan (Phalaenopsis
amabilis), Kadaka (Drynaria sp), dan lain-lain. Hutan tanaman 40 % didominasi
oleh spesies pinus (Pinus merkusii), Bambu (Bambusa sp), dan Kuren (Acasia
decurens).
Spesies satwa liar yang terdapat di kawasan TBGMK antara lain: Babi hutan (Sus
scrofa), Rusa Tutul (Axis axis), Kijang (Muntiacus muntjak), Anjing hutan (Cuon
javanica), Macan tutul (Panthera pardus), Kucing hutan (Felis bengalensis), Ayam
hutan merah (Gallus gallus), Kukang (Nycticebus coucang), Kera (Macaca
fascicularis), Lutung (Tracypithecus auratus) dan Punai Tanag (Chalcophals indica).
Kawasan TNGMK berada dalam 3 wilayah administratif Kabupaten yaitu
Sumedang, Garut dan Bandung. Terdapat 11 (sebelas) kecamatan yang berbatasan
langsung yaitu 8 Kecamatan di Kabupaten Sumedang(Cimanggung, Tanjungsari,
Rancak Kalong, Sumedang Selatan, Sumedang Utara, Situraja, Darmaraja dan
Cibugel), dua Kecamatan di Kabupaten Garut (Selaawi dan Balubur Limbangan),
2|8
2.5.
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.5.
2|9
Kawasan ini merupakan daerah berbukit dengan variasi kelerengan mulai 15%,
bergelombang 50% dan bentuk curam berbatu 35%. Ketinggian 1000 -1500 meter di
atas permukaan laut. Terdapat 10 gugusan gunung, diantaranya : Gunung Sunda
(1854), Gunung Leumeungan (1843), Gunung Gedogan I (1822), Gunung Masigit
(1884), Gunung Pangukusan (1861), Gunung Burangrang (2064), Gunung Gedogan
II (1926), Gunung Batu (1625), Gunung Pangukusan (1576), dan Gunung Gedogan
III (1870).
Secara hidrologis, kawasan CAGB berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Citarum sub DAS Cilamaya, merupakan daerah tangkapan air bagi 41 mata air dari
23 aliran sungai. Dalam kawasan ini terdapat pula beberapa sumber air berupa sungai
diantaranya adalah Sungai Cigunung, Cikantap, Cimanggu, Cihanyawar, Citarik
Cideres, Cileunca, Cianten, Cikayap, Cibayawak, Cibangau, Cisereh dan Cimacan.
Dapat ditambahkan juga Sungai Cideres, Citarik dan Cimulu.
Berdasarkan data lima tahun terakhir (1992-1996) yang diperoleh dari Stasiun
Pengamatan Curah Hujang Wanayasa, curah hujan di kawasan dan sekitarnya
tercatat 4000 - 6000 mm per tahun, yang jika dikonversi pada klasifikasi iklim
menurut Schmidt dan Ferguson, termasuk tipe iklim A. Bulan basah terjadi pada
bulan Oktober sampai dengan bulan Juni dan Bulan Juli sampai September.
Vegetasi kawasan Cagar Alam Burangrang merupakan hutan hujan tropik dimana
sebagian besar tersusun oleh tumbuh-tumbuhan berkayu, juga dilengkapi dengan
berbagai jenis liana dan ephipyt. Jenis-jenis pohon yang ada diantaranya : Puspa
(Scima walichii), Pasang (Quercus sp), Huru (Litsea angulata), Taritih (Parinarium
corymbosa), Gelam (Melaleuca leucadendron), Saninten (Castanopsis argantea),
Jamuju (Podoarpus imbricatus), Rasamala (Altingia excelse). Penyebaran jenis
vegetasi ini pada umumnya terdapat pada ketinggian 1000 - 1400 meter di atas
permukaan laut, khususnya pada formasi hutan primer. Sedang pada hutan sekunder
hanya terdapat beberapa jenis dari vegetasi pionir, antara lain Hamerang, Mara,
Kibanen, Dadap dan lain-lain.
Jenis fauna di kawasan ini adalah : Macan Tutul (Panthera pardus), Babi Hutan (Sus
Vitatus), Kucing Hutan (Felis Bengalensis), Kijang (Muntiacus muntjak),
Trenggiling (Manis javanica), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung
(Tracypithecus auratus), Owa (Hylobates moloch), Surili (Hylobates comata),
Biawak (Varanus salvator), Ular welang (Bungarus candidu), Ayam Hutan Merah
(Gallus gallus), Elang Hitam (Ichnaetus malayensis), Raja Udang Meninting (Alcedo
meninting), dan Raja Udang (Halycon chlors).
2.6.
2 | 10
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.6.
2 | 11
Satwa liar yang ada dalam kawasan hutan, antara lain : Macan tutul (Panthera
pardus), Surili (Presbytis comate), Lutung (Trachypitechus auratus), Babi hutan (Sus
scrofa), Kijang (Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanica), Jelarang (Ratufa
bicolor), Tando (Petaurista elegans) dan lain-lain. Selain itu juga terdapat berbagai
jenis burung (Aves).
2.7.
Sumber: Peta Kawasan , BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, Peta RBI skala 1:250.000
Gambar 2.7.
Secara umum topografi kawasan ini bergelombang dengan lereng yang terjal
Ketinggian tempat mencapai 1.150 - 2.684 meter di atas permukaanlaut. Gunung
Tangkuban perahu mempunyai bentuk seperti perahu terbalik,sehingga nama tersebut
sesuai dengan bentuk yang menurut bahasa setempatdisebut tangkuban perahu yang
berarti perahu terbalik.
2 | 12
Berdasarkan klasifikasi dari Schmidt dan Ferguson, iklimnya termasuk tipe iklim B
dengan curah hujan sekitar2.000- 3.000 mm per tahun. Temperatur berkisar antara
150C - 290C dan kelembaban udara rata-rata 45%-97%.
Ekosistem kawasan TWAGTP merupakan perwakilan dari tipe ekosistem hutan
hujan pegunungan, dengan berbagai tumbuhan di antaranya Puspa (Schima walichii),
Pasang (Quercus sp), Kihiur(Castonopsis javanica), Jamuju (Podocarpus
imbricatus), Rengas (Glutta rengas),Saninten (Castanopsis argentea) dan lainnya.
Tumbuhan yang tumbuh dekat kawah hampir semuanya terdiriatas jenis tumbuhan
yang sama, yaitu Manarasa (Vaccinium sp), dan Jambu alas (Zizigium densifora).
Dari jenistumbuhan bawah di dominasi oleh jenis paku-pakuan (200 jenis).
Satwa liar yang ada dalam kawasan hutan, antara lain Macan tutul (Panthera
pardus), Surili (Presbytis comate), Lutung (Trachypitechus auratus), Babi hutan (Sus
scrofa), Kijang (Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanica), Jelarang (Ratufa
bicolor), Tando (Petaurista elegans) dan lain-lain. Selain itu juga terdapat berbagai
spesies burung.
Daya tarik obyek wisata yang utama di kawasan TWAGTP adalah Kawah Ratu,
Kawah Domus, dan Kawah Upas, Kawah Domas saat ini masih aktif. Selain itu
terdapat lipatan dan patahan geologis yang sangat indah.
2 | 13
3. Metodologi
3.1. Jenis Data
Jenis-jenis data yang dikumpulkan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis Data Flora (mencakup Magnoliophyta, Orchidaceae, Nepenthaceae,
tanaman obat, Pteridophyta dan fungi),; potensi tumbuhan yang mencakup
spesies, kelimpahan, keragaman, kekayaan dan dominansi. Data lain yang
diambil adalah habitus, habitat dan pemanfaatan flora termasuk potensi spesies
flora serta kajian etnobotani (pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan bangunan,
obat, pangan dan lainnya oleh masyarakat lokal). Data habitat yang diambil
meliputi struktur vegetasi hutan (semai, pancang, tiang dan pohon), komposisi
spesiesnya, fungsi dan manfaat vegetasi.
b. Jenis Data Mamalia; Data mamalia yang diambil meliputi spesies, jumlah
individu spesies, jenis kelamin (jika diketahui), kelas umur (jika diketahui; terdiri
atas dewasa, remaja, dan anak-anak), waktu perjumpaan, aktivitas, jenis, jumlah
individu jenis, jejak, bekas pakan, aktivitas pada saat ditemukan. Data habitat
yang diambil meliputi struktur habitat, komposisi vegetasi, fungsi dan manfaat
vegetasi.
c. Jenis Data Burung; Data yang diambil meliputi data burung dan habitatnya. Data
burung yang diambil meliputi waktu penemuan, data spesies (nama lokal, nama
inggris dan nama ilmiah), jumlah individu, aktivitas burung saat ditemukan
(terbang, bertengger, makan, istirahat dan sebagainya), bentuk perjumpaan
(langsung atau tidak langsung, misalnya melalui suara dan sarang). Data habitat
yang diambil melalui kondisi habitat secara umum, baik fisik maupun
vegetasinya serta jenis pakan alami burung.
d. Jenis Data Herpetofauna (mencakup amfibi dan reptil); Data herpetofauna
meliputi reptil dan amfibi yang diambil adalah jenis, jumlah individu jenis, jenis
kelamin (jika diketahui), waktu perjumpaan, aktivitas, substrat, jenis, jumlah
individu jenis, SVL (panjang dari moncong sampai anus). Data habitat yang
diambil adalah suhu awal, kelembaban, vegetasi.
e. Jenis Data Insekta (mencakup ordo Lepidoptera, Odonata dan Coleoptera). Data
Insekta yang diambil meliputi spesies, jumlah individu spesies, jenis kelamin
(jika diketahui), waktu pemasangan perangkap, penangkapan, pengambilan
sampel dan perjumpaan, aktivitas, penggunaan habitat, ukuran sampel tiap
spesies, aktivitas pada saat ditemukan dan posisi penemuan spesies di lingkungan
habitatnya. Data habitat yang diambil meliputi struktur habitat, komposisi
vegetasi, fungsi dan manfaat vegetasi.
3|1
f. Jenis Data Biota Akuatik (mencakup benthos, plankton dan nekton). Data biota
akuatik yang dicatat meliputi lokasi dan kondisi pengambilan sampel, spesies,
jumlah individu spesies, ukuran sampel tiap spesies,.
3.2.
3|2
Keterangan: To = titik awal jalur pengamatan, T = titik akhir jalur pengamatan, P = posisi pengamat, r = jarak antara
pengamat dengan tempat terdeteksinya satwa liar, S = posisi satwa liar.
b) Trapping
Metode ini digunakan untuk mamalia kecil di lantai hutan, seperti tikus.
Perangkap dipasang secara purposive pada habitat yang sesuai. Hal ini
dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar. Tiap lokasi pengamatan
dipasang sekitar 7 buah perangkap.Total perangkap yang digunakan sebanyak 25
buah.
c) Concentration count (Fokus area)
Pengamatan dilakukan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai tempat
dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya pakan,
air untuk minum dan sebagainya. Pencatatan data melalui kontak langsung
ataupun tidak langsung antara lain meliputi pencatatan perjumpaan jejak kaki,
tempat untuk bersarang, maupun kotoran/feses. Pengamatan dilakukan pada pagi,
sore serta malam hari.
d) Pengamatan tidak langsung
Metode ini diterapkan untuk jenis-jenis mamalia yang sulit dijumpai secara
langsung. Data yang diambil dapat berupa jejak seperti jejak kaki, rambut, feses,
sarang dan jejakjejak lainnya yang dapat dijadikan data.
3|3
3|4
d. Light-Trap
Light trap dilakukan sebagai metode tambahan untuk melihat keragaman
serangga malam hari, terutama jenis-jenis coleoptera yang mungkin tidak
terkoleksi dalam perangkap jatuh. selain jenis coleoptera, serangga dominan
malam hari yang dikoleksi adalah ngengat (moth). Spesimen yang diperoleh pada
saat light traping kemudian dikoleksi untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut.
Pencatatan lainnya yang dilakukan adalah mendeskripsikan habitat sekitar lokasi
pengamatan serta ancaman yang ada bagi kelestarian hidupan insekta.
3|5
untuk penanganan sampel benthos dimasukkan kedalam botol kaca atau botol poly
ethylin bermulut besar yang volumenya 250 mL, diberi label kode stasiun, ditambah
dengan pengawet formalin 5-10%.
Identifikasi dan analisis sampel plankton dan benthos yang diperoleh selama survey,
dikirim ke Laboratorium perguruan tinggi atau lembaga penelitian untuk
diidentifikasi jenis dan dianalisa parameter kelimpahan, indeks keanekaragaman,
indeks keseragaman, indeks dominansinya.
3.3.
Analisis Data
= Logaritma natural
Kategori
Keanekaragaman tinggi, sebaran jumlah individu masing-masing spesies
merata dan kestabilan komunitas tinggi
Keanekaragaman sedang, sebaran jumlah individu masing-masing spesies
3|6
Nilai Indeks
Shannon-Wiener
<1
Kategori
sedang dan kestabilan komunitas sedang
Keanekaragaman rendah, sebaran jumlah individu masing-masing spesies
tidak merata dan kestabilan komunitas rendah
Kepadatan (ind/ha) =
3|7
Parameter yang diperlukan dalam menghitung ketiga nilai tersebut adalah jumlah
individu setiap plot, jumlah individu seluruh plot, luasan area plot, dan basal area
(BA) tiap individu dar suatu jenis tumbuhan. Nilai basal area dihitung berdasarkan
diameter (d) dari setiap individu yang diukur. Selanjutnya nilai (d) dikonversi
menjadi nilai jari-jari pohon (r), dimana nilai r = 1/2 d. Nilai r ini masih dalam
satuan cm2 dan harus dikonversikan menjadi satuan m2, karena satuan plot yang
digunakan adalah m2. Untuk mendapatkan nilai BA dihitung menggunakan rumus
luas lingkaran, yaitu A = BA = r2, adalah konstanta yang memiliki nilai setara
dengan 22/7 atau 3,14, r adalah jari-jari pohon setiap individu dari suatu jenis. Nilai
BA setiap individu dari satu jenis dijumlahkan, lalu setiap jenis dihitung rata-rata BA
nya. Nilai parameter BA ini digunakan untuk menghitung nilai dominansi suatu
spesies pohon.
Analisa lainnya adalah jenis-jenis dominan di dalam plot, yang menggunakan rumus
rangking pada setiap jenis dan pengurutan secara otomatis akan berlangsung.
Penghitungan dominansi jenis pohon dalam luasan hektar (Ha) adalah didapatkan
dengan mengalikan nilai dominansi mutlak setiap jenis dengan 5. Angka ini di dapat
dengan menghitung luasan seluruh plot kuadrat yang diteliti dan didapat luasan 2000
m2. Sementara satuan luas Ha adalah sama dengan 10.000 m2. Jadi untuk
mendapatkan nilai dominansi spesies pohon per hektar harus mengalikannya dengan
5.
3|8
membahayakan untuk punah dituangkan dalam daftar yang disebut IUCN Red
List Data Book, dengan mengklasifikasikan berdasarkan tingkat ancaman
kepunahannya masing-masing. Kategori dan kriteria kelangkaan menurut IUCN
pada kajian ini hanya didasarkan pada tiga saja yaitu:
b) CITES
CITES adalah suatu kesepakatan bersama tingkat internasional yang dicanangkan
pada tahun 1973 dan mulai diaktifkan peraturan konvensinya pada tanggal 1 Juli
1975 dalam hal perdagangan internasional hidupan liar (flora dan fauna).
Perjanjian ini dibentuk setelah adanya kerisauan akan semakin menurunnya
populasi hidupan liar akibat adanya perdagangan internasional.
Dalam kegiatannya, CITES mengeluarkan daftar hidupan liar yang termasuk
dalam kategori kelangkaan yang disebut dengan Appendix, yang juga telah
diadopsi oleh Indonesia.
Kategori kelangkaan akibat perdagangan menurut CITES adalah:
Appendix II adalah (a) semua spesies hidupan liar walaupun tidak dalam
kondisi terancam dari kepunahan, tetapi dapat menjadi terancam, terkecuali
perdagangan terhadap kehidupan liar tersebut dikenai suatu peraturan yang
ketat dalam rangka menghindari pemanfaatan yang tidak sepadan dengan
daya kemampuan hidupnya, (b) hidupan liar lainnya yang perlu dikenai
pengaturan dengan maksud bahwa perdagangan hidupan liar tersebut
3|9
Appendix III adalah semua spesies hidupan liar dimana semua pihak telah
mengidentifikasinya sebagai bahan perdagangan yang dapat diterapkan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di masing-masing wilayah, dengan maksud
mencegah atau membatasi eksploitasi lewat kerjasama dengan semua pihak
terkait dalam pengawasan perdagangan.
Analisa vegetasi untuk Taksa Flora di Cagar Alam Gunung Tilu (CAGT), adalah
berdasarkan plot kuadrat dan transek sabuk/ jalur pada ketinggian 1200-1500 m dpl,
1500-1800 m dpl, dan > 1800 m dpl. Data analisa yang didapatkan berupa frekuensi
mutlak dan relative, kerapatan mutlak dan relative, dan dominansi mutlak dan
relative. Dari ke tiga data tersebut, diperoleh indeks nilai penting (INP) dari lokasi.
Parameter yang diperlukan dalam menghitung ketiga nilai tersebut adalah jumlah
individu setiap plot, jumlah individu seluruh plot, luasan area plot, dan basal area
(BA) tiap individu dar suatu jenis tumbuhan. Nilai basal area dihitung berdasarkan
diameter (d) dari setiap individu yang diukur. Selanjutnya nilai (d) dikonversi
menjadi nilai jari-jari pohon (r), dimana nilai r = 1/2 d. Nilai r ini masih dalam
satuan cm2 dan harus dikonversikan menjadi satuan m2, karena satuan plot yang
digunakan adalah m2. Untuk mendapatkan nilai BA dihitung menggunakan rumus
luas lingkaran, yaitu A = BA = r2, adalah konstanta yang memiliki nilai setara
dengan 22/7 atau 3,14, r adalah jari-jari pohon setiap individu dari suatu jenis. Nilai
BA setiap individu dari satu jenis dijumlahkan, lalu setiap jenis dihitung rata-rata BA
nya. Nilai parameter BA ini digunakan untuk menghitung nilai dominansi suatu
spesies pohon.
Analisa lainnya adalah jenis-jenis dominan di dalam plot, yang menggunakan rumus
rangking pada setiap jenis dan pengurutan secara otomatis akan berlangsung.
Penghitungan dominansi jenis pohon dalam luasan hektar (Ha) adalah didapatkan
dengan mengalikan nilai dominansi mutlak setiap jenis dengan 5. Angka ini di dapat
dengan menghitung luasan seluruh plot kuadrat yang diteliti dan didapat luasan 2000
m2. Sementara satuan luas Ha adalah sama dengan 10.000 m2. Jadi untuk
mendapatkan nilai dominansi spesies pohon per hektar harus mengalikannya dengan
5.
3 | 10
Nilai keragaman komunitas atau habitat didapat dengan menggunakan rumus seperti
pada Bab 3.1.2.5. Metode Analisis Vegetasi Kuadrat, poin F. Indeks Keragaman
flora, yaitu Nilai H dari Shannon-Wiener dari satu lokasi atau area. H diperoleh
dari nilai INP setiap jenis (ni) yang dibagi dengan nilai total INP (N). Hasil
pembagian nilai tersebut dikonversi menjadi nilai logaritma (Ln). Karena seluruh
hasil nilai logaritma adalah negative (-), maka nilai jumlah total () ditambahkan
tanda negative (-) di depannya, menjadi - , agar nilai akhirnya menjadi positif (+).
3 | 11
4.1.1.
Flora
Divisio
Kelas
Ordo
Famili
Spesies
CAGT
46
81
323
CAKK
48
85
300
CAGB
39
64
224
CAGTP
35
54
127
TWAKK
32
59
145
TWA-GTP
22
TBGMK
10
20
79
Berdasarakn table tersebut, maka dapat dilihat kekayaan jumlah flora berdasarkan
kategori sistematiknya dalah sebagai berikut :
Gambar 4.1. Grafik Kekayaan spesies flora pada setiap kawasan konservasi
4|1
Gambar 4.2. Grafik Kekayaan family flora pada setiap kawasan ko nservasi
Gambar 4.3. Grafik Kekayaan ordo flora pada setiap kawasan konservasi
Gambar 4.4. Grafik Kekayaan kelas flora pada setiap kawasan konservasi
4|2
Gambar 4.5. Grafik Kekayaan division flora pada setiap kawasan konservasi
Hasil secara lengkap daftar spesies flora untuk tiap lokasi Kawasan Konservasi
Wilayah BBKSDA Jawa Barat di lampirkan pada lampiran 1.
Dari 142 jenis pakis dan paku-pakuan yang telah teridentifikasi tersebut, berdasarkan
system Smith, Alan R.; Kathleen M. Pryer, Eric Schuettpelz, Petra Korall, Harald
Schneider, & Paul G. Wolf (2006) dapat digolongkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu
Psilotopsida, Equisetopsida, Marattiopsida dan Polypodiopsida nya menjadi 2 (dua)
kelas saja yaitu Lycopodiopsida dan Polydiopsida.
Pada salah satu kawasan konservasi, yaitu Cagar Alam Kawah Kamojang (CAKK)
masih ditemukan jenis paku (fern) yang termasuk dalam Kelas Equisetopsida,
dimana jenis ini telah ada sejak 100 juta tahun lalu (Zaman Hutan Paleozoic). Jenis
ini lebih dikenal dengan nama Paku ekor-kuda karena kemiripannya dengan ekor
kuda.
Kelompok Paku dan pakis-pakisan ini menurut Sistem Klasifikasi Smith (2006),
diklasifikasikan menjadi :
Tabel 4.2. Kekayaan flora berdasarkan sistematik paku dan pakis-pakisan
Taksonomi
Divisio
Kelas
Ordo
Famili
Jenis
Jumlah
2
5
Keterangan
1 Kelas Equisetopsida termasuk species
purba dan 1 Kelas Marattiopsida hanya
memiliki 1 genus.
8
23
142
4|3
Gambar 4.6. Grafik persentase dan jumlah kekayaan paku dan pakis-pakisan di ke 7
(tujuh) lokasi Kawasan Konservasi Wilayah pengelolaan BBKSDA Jawa
Barat.
Sementara itu, species flora dari Divisio Pinophyta dan Divisio Magnoliophyta yang
berhasil ditemukan (lampiran 1) adalah sebanyak 1 spesies dari kelas Pinopsida, 627
spesies dari Kelas Liliopsida 214 species terdiri dari keluarga talas-talasan, palempaleman, canar-canaran, rumput-rumputan, jahe-jahen dan anggrek dan sebanyak
413 species termasuk dalam Kelas Magnoliopsida, yang terdiri dari berbagai
keluarga herba, semak, dan pepohonan, termasuk anggrek-angrekan. Kekayaan
spesies per lokasi dapat dilihat pada table 4.1.1.1.
Lain halnya dengan system klasifikasi tumbuhan berbiji (spermatophyta), sistem
klasifikasi tumbuhan berbiji (kelompok conifer, herba, semak, liana dan pepohonan
termasuk anggrek), mengacu pada Sistem Cronquist (1988). Sistem taksonominya
dapat dilihat pada table 4.3 berikut :
Tabel 4.3. Kekayaan jenis flora berdasarkan sistematika tumbuhan berbiji
(Spermatophyta).
Taksonomi
Divisio
Kelas
Ordo
Famili
Sesies
Jumlah
Keterangan
4|4
Gambar 4.7. Grafik jumlah kekayaan dan persentase tumbuhan berbiji (Spermatophyta) di
ke 7 (tujuh) lokasi Kawasan Konservasi Wilayah pengelolaan BBKSDA Jawa
Barat.
Nama Daerah
Manggong
Pingku
Jarah Anak
Tunggeureuk
Ki Kuray
Nama Latin
Macaranga rhizinoides
Dysoxylum exelsum
Castanopsis acuminatissima
Castanopsis tungurrut
Trema orientalis
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
0,000259
0,000251
0,000158
0,000106
0,000083
14,330924
13,905081
8,768892
5,866206
4,597368
0,001294
0,001256
0,000792
0,000530
0,000415
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4|5
Gambar 4.8. . Grafik 5 (lima) spesies pohon paling dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500-1800 mdpl
Penghitungan analisis INP tingkat tiang yang dilakukan di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1500 1800 m dpl dapat dilihat pada Tabel 4.7. Hasil penghitungan
berupa grafik INP tersaji pada Gambar 4.9.
Tabel 4.5. Indeks Nilai Penting tingkat Tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500
1800 m dpl.
Kode
Nama
Daerah
Heas
Vr
Cj
Ltsp
Heas
Nangsi
Saninten
Pasang
Nama Latin
Villebrunea rubescens
Castanopsis javanica
Lithocarpus sp.
Famili
Urticaceae
Fagaceae
Fagaceae
Jumlah
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
25,00
25,00
25,00
25,00
12,50
12,50
25,00
50,00
21,86
15,91
23,27
38,96
100,00
100,00 100,00
INP (%)
59,36
53,41
73,27
113,9
6
300,00
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4|6
Gambar 4.9. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500-1800
mdpl
Hasil penghitungan rangking terhadap nilai dominansi tingkat tiang di Kawasan
CAGT pada ketinggian 1500 1800 m dpl menghasilkan hanya 4 (empat) jenis
paling mendominasi yaitu Pasang (Lithocarpus sp.), Saninten (Castanopsis
javanica), Heas, dan Nangsi (Villebrunea rubescens), seperti terlihat pada Tabel 4.8.
dan Gambar 4.10.
Tabel 4.6. Lima Spesies tingkat tiang paling Dominan di Kawasan CAGT Pada Ketinggian
1500 - 1800 m dpl
Kode
Nama
Daerah
Ltsp
Cj
Heas
Vr
Pasang
Saninten
Heas
Nangsi
Nama Latin
Lithocarpus sp.
Castanopsis javanica
Villebrunea rubescens
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(%)
(m2/ ha)
(m )
0,000060
0,000036
0,000034
0,000025
38,956178
23,271861
21,858490
15,913471
0,000300
0,000179
0,000168
0,000123
0,000168
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4|7
Gambar 4.10. .Grafik Lima spesies tingkat pohon dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1200-1500 m dpl
Hasil penghitungan terhadap Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang di Kawasan
CAGT pada ketinggian 1500 1800 m dpl juga disajikan pada Tabel 4.9. Grafik
hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 4.11./
Tabel 4.7. Indeks Nilai Penting tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500
1800 m dpl
Kode
Ea
Eusp
Cr
Vr
Ca
Ltsp
Sw
Fisp
Lf
Mr
Mb
Fr
Nama
Daerah
Kayu Putih
Kayu Putih
(beureum)
Kopi
Nangsi
Ki Hiur
Pasang
Puspa
Hamerang
Alit
Huru Batu
Manggong
Manglid
Walen
Nama Latin
Eucalyptus alba
Eucalyptus sp.
Caffea robusta
Villebrunea rubescens
Castanopsis argantea
Lithocarpus sp.
Schima wallichii
Ficus sp.
Litsea fulva
Macaranga rhizinoides
Magnolia blumei
Ficus ribes
Jumlah
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP (%)
Myrtaceae
8,33
8,33
7,41
3,70
9,64
4,77
25,38
16,81
8,33
8,33
8,33
8,33
8,33
8,33
22,22
14,81
7,41
14,81
3,70
3,70
2,18
31,90
1,44
31,10
1,41
3,79
32,74
55,04
17,18
54,25
13,45
15,83
8,33
8,33
8,33
8,33
3,70
3,70
11,11
3,70
3,79
2,63
5,07
2,29
15,83
14,67
24,51
14,33
300,00
Myrtaceae
Rubiaceae
Urticaceae
Fagaceae
Fagaceae
Theaceae
Moraceae
Lauraceae
Euphorbiaceae
Magnoliaceae
Moraceae
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4|8
Gambar 4.11. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500-1800 m
dpl
Hasil penghitungan INP tingkat semai/ anakan di Kawasan CAGT pada ketinggian
1500-1800 m dpl dapat dilihat pada Tabel 4.10. dan Gambar 4.12.
Tabel 4.8.
Kode
Rc
Vr
Ltsp
Sw
At
Indeks Nilai Penting tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500
1800 m dpl
Nama
Daerah
Ki Beusi
Nangsi
Pasang
Puspa
Ki Jeruk
Nama Latin
Rhodamnia cinerea
Villebrunea
rubescens
Lithocarpus sp.
Schima wallichii
Antiaris toxicaria
Jumlah
Famili
Myrtaceae
Urticaceae
Fagaceae
Theaceae
Moraceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP (%)
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
60,00
60,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
60,00
60,00
60,00
300,00
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4|9
Gambar 4.12. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 1500-1800
mdpl
Selain itu, dihitung pula spesies paling mendominasi area untuk lima spesies tingkat
semai/ anakan di CAGT pada ketinggian 1500 1800 m dpl. Hasil tersebut disajikan
pada Tabel 4.11. dan Gambar 4.13.
Tabel 4.9.
Kode
Rc
Vr
Ltsp
Sw
At
Nama Daerah
Ki Beusi
Nangsi
Pasang
Puspa
Ki Jeruk
Nama Latin
Rhodamnia cinerea
Villebrunea rubescens
Lithocarpus sp.
Schima wallichii
Antiaris toxicaria
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
0,000004
0,000004
0,000004
0,000004
0,000004
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
0,000020
0,000020
0,000020
0,000020
0,000020
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4 | 10
Gambar 4.13. Grafik spesies paling dominan untuk tingkat semai/ anakan di
Kawasan CAGT pada ketinggian 1500-1800 mdpl
Sama halnya dengan lokasi-lokasi sebelumnya, kajian flora berupa analisa
parameter-parameter lapangan juga dilakukan pada ketinggian > 1800 m dpl. Hal ini
menambah kesempurnaan data flora pegunungan. Berikut hasil analisa penghitungan
Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.12. dan
Gambar 4.14.
Tabel 4.10. Indeks Nilai Penting tingkat Semai/ Anakan di Kawasan CAGT Pada
Ketinggian > 1800 m dpl (%)
Kode
Nama
Daerah
Hades
Ltsp
Sw
Hades
Pasang
Puspa
Ca
Jarah Anak
Es
Pij
De
Ss
Ki Hujan
Pijigan
Pingku
Ki Tebe
Pasang
Taritih
Ltsp
Cj
Saninten
Nama Latin
Famili
Lithocarpus sp.
Schima wallichi
Castanopsis
acuminatissima
Engelhardia serata
Fagaceae
Theaceae
Dysoxylum exelsum
Sloanea sigun
Meliaceae
Elaeocarpaceae
Lithocarpus sp.
Fagaceae
Castanopsis
javanica
Fagaceae
Fagaceae
Juglandaceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
3,84615 3,84615
7,69231 7,69231
23,0769 23,0769
2,13
4,26
23,40
8,10
16,20
69,89
23,0769
11,5385
3,84615
3,84615
3,84615
44,68 112,44
8,51 28,56
2,13
8,10
2,13
8,10
2,13
8,10
23,0769
11,5385
3,84615
3,84615
3,84615
3,84615 3,84615
2,13
8,10
3,84615 3,84615
2,13
8,10
4 | 11
Kode
Nama
Daerah
Lf
Huru Batu
Md
Cerem
Ec
Ki Tambaga
Nama Latin
Famili
Litsea fulva
Macropanax
dispermum
Euginea cuprea
Jumlah
Lauraceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
3,84615 3,84615
Araliaceae
Myrtaceae
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Drelatif
(%)
INP
(%)
2,13
8,10
3,84615 3,84615
2,13
8,10
3,84615 3,84615
2,13
8,10
100,00 100,00 100,00 300,00
Gambar 4.14. Grafik INP tingkat semai/ anakan di Kawasan CAGT pada ketinggian
1200-1500 m dpl.
Dari ke tiga belas jenis yang terdata dalam plot, tercatat lima jenis paling dominan
seperti pada Tabel 4.13dan Gambar 4.15
Tabel 4.11. Lima Spesies Pohon Dominan di Kawasan CAGT Pada Ketinggian > 1800
m dpl (%).
Kode
Ca
Sw
Es
Ltsp
Nama Daerah
Jarah Anak
Puspa
Ki Hujan
Pasang
Nama Latin
Castanopsis
acuminatissima
Schima wallichi
Engelhardia serata
Lithocarpus sp.
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
0,003516 44,680851
0,017582
0,000844 23,404255
0,000710 8,510638
0,000157 4,255319
0,004219
0,003548
0,000785
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4 | 12
Gambar 4.15. Lima species pohon paling dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
Tabel 4.12. Indeks Nilai Penting tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian
>1800 m dpl.
Kode
Lisp
Ltsp
Sw
Ca
Hrbuah
Mt
Car
Va
Lf
Ki batu
Md
Rc
Es
Gm
Nama
Daerah
Huru
Pasang
Puspa
Jarah
Anak
Huru
Buah
Huru
Hiris
Ki Hiur
Nama Latin
Famili
Litsea sp.
Lithocarpus sp.
Schima wallichii
Castanopsis
acuminatissima
Lauraceae
Fagaceae
Theaceae
Fagaceae
Mastixia trichotoma
Cornaceae
Castanopsis
argantea
Hamirung Vernonea arborea
Huru
Litsea fulva
Batu
Ki Batu
Cerem
Macropanax
dispermum
Ki Beusi
Rhodamnia cinerea
Ki Hujan Engelhardia serata
Ki Hu'ut
Glochidion molle
Jumlah
Fagaceae
Asteraceae
Lauraceae
Araliaceae
Myrtaceae
Juglandaceae
Phyllanthaceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
4,54545
9,09091
18,1818
3,85
11,54
15,38
3,85
11,54
15,38
12,24
32,17
48,95
13,6364
11,54
11,54
36,71
4,54545
3,85
3,85
12,24
4,54545
3,85
3,85
12,24
4,54545
9,09091
3,85
11,54
3,85
11,54
12,24
32,17
9,09091
4,54545
11,54
3,85
11,54
3,85
32,17
12,24
4,54545
4,54545
4,54545
4,54545
100
3,85
3,85
3,85
7,69
100
3,85
3,85
3,85
7,69
100
12,24
12,24
12,24
19,93
300
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4 | 13
Gambar 4.16. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian >1800 m
Hasil analisa terhadap flora tingkat tiang di CAGT pada ketinggian >1800 mdpl
menunjukkan keunikan tersendiri, yaitu seperti ditunjukkan pada Gambar 4.16,
grafik lima spesies dominan di kawasan CAGT pada ketinggian >1800 mdpl.
Dominansi spesies hanya ditunjukkan oleh satu jenis saja, yaitu spesies Puspa,
Schima walichii, dengan nilai dominasi 15,38%. Spesies-spesies lainnya berbagi
persentase yang sama dalam mendominasi kawasan, yaitu seperti spesies Pasang
(Lithocarpus sp.), Jarah Anak (Castanopsis acuminatissima), Hamirung (Vernonia
arborea), dan Huru Batu (Litsea fulva). Pada dominansi level ke ketiga, hanya satu
spesies, Ki Huut (Glochidion molle) dengan 7,69 %. Level keempat, lebih banyak
lagi spesies berbagi nilai dominansinya dengan spesies lainnya, yaitu sebanyak 8
(delapan) spesies, yaitu Huru (Litsea sp.), Huru Buah, Huru Hiris (Mastixia
trichotoma), Ki Hiur (Castanopsis argentea), Ki Batu, Cerem (Macropanax
dispermum), Ki Beusi (Rhodamnia cinerea) dan Ki Hujan (Engelhardia serata)
dengan nilai dominansi 3,85%. Grafik lima spesies yang mendominasi ditunjukkan
pada Gambar 4.17.
4 | 14
Gambar 4.17. Lima species pohon paling dominan di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
Tabel 4.13. Indeks Nilai Penting tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian
>1800 m dpl.
Kode
Lisp
Ca
Pn
Am
Ltsp
Sw
Cj
Lf
Ap
Kcong
De
Ob
Fr
Ff
Md
Pr
Nama
Daerah
Huru
Jarah Anak
Ki putri
Ki
Harendong
Pasang
Puspa
Saninten
Huru Batu
Jeruk
Leuweung
Ki
Congcorang
Pingku
Sauheun
Walen
Beunying
Cerem
Huru
Nama Latin
Famili
Litsea sp.
Castanopsis
acuminatissima
Podocarpus
neriifolius
Astronia
macrophylla
Lithocarpus sp.
Schima wallichii
Castanopsis
javanica
Litsea fulva
Acronychia
pedunculata
Lauraceae
Fagaceae
Dysoxylum exelcum
Orophea bexandra
Ficus ribes
Ficus fistulosa
Macropanax
dispermum
Persea rimosa
Meliaceae
Annonaceae
Moraceae
Moraceae
Aralliaceae
Podocarpaceae
Melastomaceae
Fagaceae
Theaceae
Fagaceae
Lauraceae
Rutaceae
Lauraceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
2,63158
1,92
1,92
6,48
2,63158
1,92
1,92
6,48
2,63158
3,85
3,85
10,32
2,63158
10,5263
7,89474
1,92
9,62
5,77
1,92
9,62
5,77
6,48
29,76
19,43
2,63158
7,89474
5,77
13,46
5,77
13,46
14,17
34,82
7,89474
15,38
15,38
38,66
2,63158
2,63158
2,63158
2,63158
2,63158
1,92
1,92
1,92
3,85
1,92
1,92
1,92
1,92
3,85
1,92
6,48
6,48
6,48
10,32
6,48
5,26316
2,63158
3,85
1,92
3,85
1,92
12,96
6,48
4 | 15
Kode
Apct
Es
Masp
Rc
Car
At
La
Va
Di
Kibatu
Sb
Nama
Daerah
Leu'eur
Ki Cengek
Ki Hujan
Mara
Ki Beusi
Ki Hiur
Ki Jeruk
Huru
Koneng
Hamirung
Jamuju
Ki Batu
Ki Leho
Nama Latin
Famili
Frelatif
(%)
Acrondia puncata
Engelhardia serata
Macaranga sp.
Rhodamnia cinerea
Castanopsis
argantea
Antiaris toxicaria
Litsea angulata
Elaeocarpaceae
Juglandaceae
Euphorbiaceae
Myrtaceae
Fagaceae
2,63158
2,63158
2,63158
5,26316
1,92
1,92
1,92
3,85
1,92
1,92
1,92
3,85
6,48
6,48
6,48
12,96
2,63158
2,63158
1,92
1,92
1,92
1,92
6,48
6,48
Vernonia arborea
Dacrycarpus
imbricatus
Asteraceae
Podocarpaceae
2,63158
2,63158
1,92
1,92
1,92
1,92
6,48
6,48
Saurauia bracteosa
Actinidiaceae
2,63158
2,63158
2,63158
100
1,92
1,92
1,92
100
1,92
1,92
1,92
100
6,48
6,48
6,48
300
Moraceae
Lauraceae
Jumlah
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Gambar 4.18. Grafik INP tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian >1800
m
4 | 16
Gambar 4.19. Grafik Indeks Keragaman Tingkat Pohon di Kawasan CAGT pada ketinggian
1200-1500 m dpl.
Keterangan: Fd = Ficus diversifolia; Lisp1 = Litsea sp.; Ca = Castanopsis acuminatissima; Pa = Prunus arborea; Lc =
Leucosyke capitellata; Es = Engelhardia serata; Ss = Sloanea sigun; Pp = Pometia pinnata; Mb = Magnolia
blumei; Vr = Villebrunea rubescens; Ltsp = Lithocarpus sp.; De = Dysoxylum exelsum; Ds = Dendrocnide sinuate;
Ae = Altingia excels; Cj = Castanopsis javanica
Gambar 4.20. Grafik Indeks Keragaman Tingkat Tiang di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1200-1500 m dpl
Keterangan: Lisp1 = Litsea sp1 (Huru); Es = Engelhardia serata (Ki Hujan); Lisp2 =Litsea sp2 (Mangprang);
LtspLithocarpus sp. (Pasang); Pa = Prunus arborea (Kawuyang); Ds = Dendrocnide sinuata *) (Pulus); Cj =
Castanopsis javanica (Saninten)[ Ca = Castanopsis acuminatissima (Jarah Anak); Ap = Acronychia pedunculata**)
(Jeruk Leuweung); De = Dysoxylum exelsum (Pingku)
4 | 17
Gambar 4.21. Grafik Indeks Keragaman Tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada
ketinggian 1200-1500 m dpl
Keterangan: Mcsp = Macaranga sp. (Mara); Ltsp = Lithocarpus sp. (Pasang); Ob = Orophea hexandra (Sauheun);
Sr = Sterrculia rubignosa (Hantap Leuweung); Ss = Sloanea sigun (Ki Tebe); Fm = Ficus magnoliafolia (Kopeng); Vr
= Villebrunea rubescens (Nangsi); Ds = Dendrocnide sinuata *) (Pulus); Fr = Ficus ribes (Walen); To-= Trema
orientalis (Ki Kurai); Mb = Magnolia blumei (Baros);; Ff = Ficus fistulosa (Beunying); Absp = Abutuilon sp.
(Bintinu); Lisp = Litsea sp1 (Huru); Sp1 = Ki hampelas; De = Dysoxylum exelcum (Pingku); Hm = Hibiscus
macrophyllus (Tisuk); Fd = Ficus difersifolia (Hamerang); As = Actinodaphne sphaerocarpa Huru( Hiris); La =
Litsea angulata (Huru Koneng); Ca = Castanopsis acuminatissima (Jarah Anak); Ap = Acronychia pedunculata
(Jeruk Leuweung); At = Antiaris toxicaria (Ki Jeruk); Gr = Glochidion rubrum (Ki Pare)
Gambar 4.22. Grafik Indeks Keragaman Tingkat Semai/ Anakan di Kawasan CAGT
pada ketinggian 1200-1500 m dpl
4 | 18
Hasil kajian terhadap keragaman spesies di CAGT pada ketinggian 1500 1800 m
dpl menghasilkan grafik keragaman berbagai spesies flora tingkat pohon seperti pada
Gambar 4.23. Penghitungan juga dilakukan untuk tingkat tiang, pancang dan semai/
anakan pada lokasi tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.24 hingga
Gambar 4.26.
Gambar 4.23. Grafik Keragaman tingkat pohon di Kawasan CAGT pada ketinggian
1500-1800 mdpl.
Gambar 4.24. Grafik Keragaman tingkat tiang di Kawasan CAGT pada ketinggian 15001800 mdpl.
4 | 19
Gambar 4.25. Grafik Keragaman tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 15001800 mdpl.
Gambar 4.26. Grafik Keragaman tingkat pancang di Kawasan CAGT pada ketinggian 15001800 mdpl.
Hasil kajian terhadap keragaman spesies di CAGT pada ketinggian di atas 1800 m
dpl menghasilkan grafik keragaman berbagai spesies flora tingkat pohon seperti pada
Gambar 4.27. Penghitungan juga dilakukan untuk tingkat tiang dan pancang pada
lokasi tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.28 dan Gambar 4.29.
4 | 20
Gambar 4.27. Grafik Keragaman spesies tingkat Pohon di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
Gambar 4.28. Grafik Keragaman spesies tingkat Tiang di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
4 | 21
Gambar 4.29. Grafik Keragaman spesies tingkat Pancang di Kawasan CAGT pada
ketinggian >1800 m
Spesies
IUCN
VU
CITES
I
II
Agrostophyllum bicuspidatum
Appendicula angustifolia
Appendicula elegans
Arundina graminiflora
Calanthe triplicata
Coelgyne miniata
Coelgyne speciosa
UU RI
4 | 22
No
Spesies
IUCN
VU
CITES
I
II
Corymborkis veratrifolia
Cymbidium bicolor
10
Cymbidium ensifolium
11
Cymbidium lancifolium
12
Cymbidium roseum
13
Dendrobium crumenatum
14
Dendrobium montanum
15
Dendrochillum simile
16
Epigeneium cymbioides
17
Eria javanica
18
Eria lamongensis
19
Flickengeria angustifolia
20
Goodyera rubicunda
21
Liparis latifolia
22
Liparis viridiflora
23
Macodes petola
24
Nephelaphyllum tenuifolium
25
Paphiodilum javanicum
26
Phaius flavus
27
Phaius tankervillae
28
Pholidota carnea
29
Schoenorchis juncifolia
30
Spathoglottis plicata
31
32
Pinus merkusii
33
Nepenthes ampullaria
34
Nepenthes gymnaphora
Jumlah
UU RI
23
4 | 23
Nama Daerah
Hamerang
Huru
Jarah Anak
Kawuyang
Ki Beunteur
Ki Hujan
Ki Tebe
Leungsar
Manglid
Nangsi
Pasang Taritih
Pingku
Pulus
Rasamala
Saninten
Nama Latin
Ficus diversifolia
Litsea sp.
Castanopsis acuminatissima
Prunus arborea
Leucosyke capitellata
Engelhardia serata
Sloanea sigun
Pometia pinnata
Magnolia blumei
Villebrunea rubescens
Lithocarpus sp.
Dysoxylum exelsum
Dendrocnide sinuata?
Altingia excelsa
Castanopsis javanica
Jumlah
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
14
Kajian Etnobotani
Tingkat Pohon
2 3 4 5
0 1
1
1 0 1 1
1 0 0 1
0 0 0 0
1 0 0 1
0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 0 1
0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 0 0
0 0 1 0
1 0 0 0
0 0 0 0
0 1 0 0
6
12
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
Gambar 4.30. Grafik pemanfaatan spesies floradi Kawasan CAGT pada ketinggian
1200-1500 m dpl.
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
4 | 24
Tabel 4.16. Kategori Pemanfaatan Spesies Flora di CAGT pada Ketinggian 15001800 m dpl.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Nama Daerah
Nama Latin
Hamerang Alit
Ficus sp.
Heas
Huru Batu
Litsea fulva
Huru Batu
Litsea fulva
Jarah Anak
Castanopsis acuminatissima
Kawuyang
Prunus arborea
Kayu Putih
Eucalyptus sp.
Kayu Putih (beureum) Eucalyptus sp.
Ki Beusi
Rhodamnia cinerea
Ki Hiur
Castanopsis argantea
Ki Jeruk
Antiaris toxicaria
Ki Kuray
Trema orientalis
Ki Tebe
Sloanea sigun
Kopi
Caffea robusta
Manggong
Macaranga rhizinoides
Manglid
Magnolia blumei
Nangsi
Villebrunea rubescens
Pasang
Lithocarpus sp.
Pingku
Dysoxylum exelsum
Puspa
Schima wallichi
Saninten
Castanopsis javanica
Tunggeureuk
Castanopsis tungurrut
Walen
Ficus ribes
Jumla
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
23
Kajian Etnobotani
Tingkat Pohon
2 3 4 5
0 0 0 1
0 0 0 0
1 0 1 1
1 0 1 1
1 0 0 1
0 0 0 0
1 0 0 1
1 0 0 1
0 0 0 1
0 0 0 1
0 0 0 0
0 0 0 0
1 0 0 1
1 1 1 1
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 1
0 0 0 0
0 0 1 0
0 0 0 1
0 1 0 0
1 0 0 1
0 0 0 1
10 5 8 19
6
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Gambar 4.31. Grafik pemanfaatan spesies floradi Kawasan CAGT pada ketinggian
1500 1.800 m dpl.
4 | 25
4.1.2.
Mamalia
Nama Species
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
I
II
III
IV
Nontransek
ARTIODACTYLA
Cervidae
1 Muntiacus muntjak
Kijang
Suidae
2 Sus scrofa
Babi hutan
Trangilidae
3 Tragulus javanicus
Kancil
CARNIVORA
Felidae
4 Panthera pardus melas
Macan tutul
5 Prionailurus bengalensis
Kucing hutan
v
v
Herpestidae
6 Herpestes javanicus
Garangan
Biul
Musang Luwak
Kelelawar
10 Rousettus sp (1)
Codot
11 Rousettus sp (2)
Codot
Mustelidae
7 Melogale orientalis
Viverridae
8 Paradoxurus hermaphroditus
CHIROPTERA
Pteropodidae
9 Macroglossus minimus
4 | 26
No.
Nama Species
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
I
II
III
IV
Nontransek
Vespertilionidae
12 Myotis sp
Kelelawar
Cecurut
Trenggiling
INSECTIVORA
Soricidae
13 Crocidura monticola
PHOLIDHOTA
Manidae
14 Manis javanica
PRIMATA
Cercopithicidae
15 Macaca fascicularis
16 Presbytis comata
Trachypithecus auratus
17
mauritius
Hylobatidae
18 Hylobates moloch
Monyet ekor
panjang
Surili
Lutung Jawa
Owa Jawa
RODENTIA
Hystricidae
19 Hystrix javanica
Landak Jawa
Muridae
20 Maxomys bartelsii
Tikus Duri
21 Mus sp.
Tikus
22 Niviventer sp.
Tikus Pohon
23 Rattus norvegicus
Tikus riul
Sciuridae
24 Callosciurus notatus
Bajing
25 Petaurista elegans
Bajing Terbang
26 Ratufa bicolor
Jelarang
v
v
SCANDENTIA
Tupaiidae
27 Tupaia sp.
Tupai
Pada Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa terdapat tiga spesies mamalia yang memiliki
sebaran cukup luas dibandingkan spesies lainnya yaitu Kijang (Muntiacus muntjak),
4 | 27
babi hutan (Sus scrofa), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis). Hal ini terlihat
dari ditemukannya spesies ini di tiga jalur dari lima jalur pengamatan. Kelima jalur
pengamatan tersebut memiliki ketinggian antara 1300 mdpl hingga 2000 mdpl. Jalur
pengamatan yang memiliki kekayaan spesies mamalia tertinggi yaitu di jalur V
dengan temuan 7 spesies mamalia dari 5 famili (25,9% dari total spesies mamalia
yang ditemukan). Pada jalur V ini ditemukan spesies mamalia penting yang
berfungsi sebagai top-predator yaitu macan tutul (Panthera pardus melas).
Sedangkan kekayaan spesies pada non-transek sangat tinggi dikarenakan survei
dilakukan di berbagai titik lokasi yang sangat berpotensi dalam penemuan spesies
dan titik lokasi tersebut berada di luar jalur pengamatan. Berikut adalah grafik
kekayaan spesies mamalia pada masing-masing jalur pengamatan di kawasan CAGT
(Gambar 4.32).
Gambar 4.32. Grafik kekayaan spesies (jumlah spesies dan jumlah famili) di masingmasing jalur pengamatan di kawasan CAGT
4 | 28
Gambar 4.33. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAGT
Secara keseluruhan grafik diatas (Gambar 4.27) menunjukan bahwa tingkat
keragaman spesies pada kawasan CAGT tergolong rendah hingga sedang dengan
kisaran 0,69 hingga 1,01 dengan nilai indeks tertinggi terdapat di jalur II. Menurut
Sodhi (2004) dalam Gunawan et al. (2005), tingkat keragaman spesies di suatu areal
dipengaruhi oleh beberapa faktor, dua diantaranya adalah keragaman atau kualitas
habitat dan gangguan dari aktifitas manusia seperti perburuan liar. Pada kawasan
CAGT masih banyak aktifitas manusia yang dijumpai baik sebagai sumber
pencaharian maupun kegiatan hobi. Salah satu aktifitas yang dijumpai dan sangat
berpengaruh terhadap keberadaan spesies adalah adanya perburuan dengan
menggunakan jerat.
Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi
diantara tiap spesies dalam komunitas dengan menggunakan nilai indeks kemerataan.
Data yang digunakan dalam nilai indeks kemerataan merupakan data perjumpaan
langsung yang berada dalam jalur pengamatan. Berdasarkan hasil survei, tingkat
kemerataan spesies mamalia di kawasan CAGT berkisar antara 0,92 sampai 1.
Menurut Husin (1988) dalam Lumme (1994), apabila nilai indeks kemerataan
mendekati satu maka sebaran individu-individu antar spesies relatif merata, tetapi
apabila nilai indeks mendekati 0 maka sebaran individu antar spesies sangat tidak
merata. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di kawasan
CAGT dapat dilihat pada Gambar 4.34.
4 | 29
Gambar 4.34. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAGT
Berdasarkan pada Gambar 4.31 terlihat bahwa terdapat tiga jalur yang memiliki
nilai indeks kemerataan satu sehingga dapat dikatakan sebaran individu-individu
antar spesies relatif merata. Hal ini dikarenakan pada ketiga jalur tersebut tidak
memiliki spesies dominan. Adapun hanya ditemukan dua spesies mamalia dengan
jumlah individu yang sama.
Nama Species
1 Hylobates moloch
2 Hystrix javanica
3
Macaca fascicularis
4 Manis javanica
5 Muntiacus muntjak
6 Panthera pardus melas
Nama Lokal
Owa jawa
Landak jawa
Monyet ekor
panjang
Trenggiling
Kijang
Macan tutul
Status Perlindungan
PP7/99
IUCN
CITES
D
D
EN
Endemik
E
II
D
D
D
EN
II
CR
4 | 30
No.
7
8
9
10
Nama Species
Presbytis comata
Prionailurus bengalensis
Ratufa bicolor
Trachypithecus auratus
mauritius
11 Tragulus javanicus
Nama Lokal
Status Perlindungan
PP7/99
IUCN
CITES
Endemik
Surili
Kucing hutan
Jelarang
D
D
D
EN
II
II
II
Lutung jawa
VU
II
Kancil
Pada Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa sebanyak 10 spesies mamalia dilindungi oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Jika dibandingkan dengan seluruh spesies mamalia yang
ditemukan di kawasan CAGT, spesies mamalia yang dilindungi berdasarkan status
ini mencakup 37%. Sedangkan berdasarkan catatan merah IUCN sebanyak satu
spesies mamalia memiliki status critically endangered / sangat terancam (CR), tiga
spesies mamalia berstatus endangered / genting (EN), satu spesies mamalia
berstatus vulnerable / rawan (VU), dan sisanya berstatus near threatened /
mendekati terancam (NT), Least Concern / konsentrasi rendah (LC), dan Data
Deficient / data kurang (DD). Tiga status teratas seperti sangat terancam,
genting, dan rawan memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
Namun yang membedakan ketiga status tersebut adalah kriteria-kriteria didalamnya,
salah satunya diantaranya adalah ukuran populasi (terutama adanya pengurangan
populasi) suatu satwa (IUCN 2001).
Berdasarkan konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah
yaitu Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species (CITES) terdapat
dua spesies mamalia yang terdaftar dalam kategori Appendix I, enam spesies
mamalia terdaftar dalam kategori Appendix II, dua spesies mamalia terdaftar dalam
kategori Appendix III dan sisanya tidak terdaftar dalam CITES. Menurut Soehartono
dan Mardiastuti (2003), kategori Appendix I yaitu spesies yang jumlah di alamnya
sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan komersial untuk
spesies-spesies yang termasuk dalam Appendix I sama sekali tidak diperbolehkan.
Sedangkan pada kategori Appendix II yaitu semua spesies kehidupan liar walau tidak
dalam kondisi terancam dari kepunahan, tetapi mempunyai kemungkinan untuk
terancam punah jika perdagangannnya tidak diatur. Pada kriteria dasar kategori
Appendix III relatif sama dengan Appendix II hanya berbeda pada spesies yang
termasuk Appendix III diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu. Seperti halnya
pada dua spesies mamalia yang ditemukan, terdapat spesies yang tergolong Appendix
III (Lampiran 2), tetapi tidak diberlakukan di negara Indonesia melainkan di negara
India saja.
Terdapat empat spesies mamalia yang termasuk spesies endemik jawa, diantaranya
satu spesies dari ordo Carnivora yaitu macan tutul (Panthera pardus melas); tiga
spesies dari ordo primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis
comata), dan lutung jawa (Trachypithecus auratus mauritius). Pada dua spesies
4 | 31
primata seperti surili dan lutung jawa merupakan primata endemik Jawa barat.
Berikut adalah grafik sebaran spesies mamalia berdasarkan status perlindungan PP
7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES (I&II) serta mamalia endemik jawa
(Gambar 4.35).
4 | 32
mempunyai dua variasi warna yaitu berwarna terang dan berwarna gelap yang biasa
disebut dengan macan kumbang. Meskipun memiliki warna berbeda, keduanya
merupakan subspesies yang sama. Macan tutul mengalami proses melanisme, yaitu
dengan adanya dominasi pigmen hitam dalam bulu, sehingga binatang
keseluruhannya menjadi lebih kehitam-hitaman. Bentuk ini disebut bentuk kumbang.
Walaupun demikian, kembangan tutul-tutul masih terlihat pada bentuk kumbang ini
(Lembaga Biologi Nasional LIPI 1982).
Macan tutul merupakan spesies yang penting bagi ekosistem disekitarnya. Hal ini
dikarenakan spesies ini memiliki fungsi ekologi sebagai top-predator dalam rantai
makanan. Namun, saat ini macan tutul mengalami keterancaman yang cukup serius
sehingga spesies ini dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Adapun spesies
ini terdaftar dalam catatan merah IUCN dengan status critically endangered / sangat
terancam dan juga termasuk ke dalam CITES dengan kategori Appendix I yang
sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
Macan tutul dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi (Ario 2010). Macan
tutul hanya tersebar di pulau Jawa sehingga termasuk spesies endemik Jawa.
Menurut Hoogerwerf (1970) dalam Gunawan (2010), di Jawa barat spesies ini
tersebar di TN Gunung Gede Pangrango, TN Ujung Kulon, Cianjur selatan dan
Cirebon. Berdasarkan survei yang dilakukan di kawasan DAS Citarum, terutama di
kawasan CAGT spesies ini tersebar cukup merata mulai dari blok gunung waringin,
ciduka, bendi, gunung honje, pasir honje, hingga gunung maud. Keberadaan macan
tutul mulai tercatat pada ketinggian 1680 m dpl lebih hingga mencapai 1900 mdpl.
Perjumpaan spesies di jalur pengamatan dijumpai secara tidak langsung melalui
cakaran pada batang pohon, feses, dan jejak. Sehingga perhitungan kepadatan spesies
ini tidak dapat dilakukan. Namun spesies ini berhasil terdokumentasi dalam kamera
trap yang terpasang (Gambar 4.36). Spesies tersebut ditemukan pada dua waktu
berbeda dengan masing-masing perjumpaan satu individu yaitu pada tanggal 10 dan
12 Juni 2013.
4 | 33
4 | 34
4 | 35
mengamati areal contoh seluas 5 % dari luas total kawasan yang hendak diduga
(Tobing 2008). Jadi, data kepadatan rata-rata spesies tersebut masih kekurangan areal
contoh agar dapat mewakili luas kawasan secara penuh. Hal ini dapatdikarenakan
waktu survei yang masih terbilang singkat sehingga data untuk kepadatan rata-rata
spesies masih kurang. Oleh karena itu, masih diperlukan pengkajian atau penelitian
lebih lanjut mengenai populasi atau kepadatan rata-rata spesies secara lebih detail
dengan mempertimbangkan areal contoh dan waktu pelaksanaan.
Sumber: Peta k Peta kawasan konservasi BBKSDA BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.37. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan CAGT
4.1.3.
Burung
4 | 36
yang memliki status keterancaman termasuk 2 spesies Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)
dan Luntur Jawa (Apalharpactes reinwardtii) dengan Status Genting/ Endangered
Red-IUCN, 1 spesies Ciung mungkal Jawa (Cochoa azurea) dengan Status Rentan/
Vulnerable dan 4 spesies mendekati terancam/ Near Threatened. (Table 21)
Tabel 4.19. Ringkasan kekayaan spesies burung di CAGT
Penjelasan
Spesies yang dijumpai
Jumlah
126
spesies
Keterangan
Perjumpaan langsung di lapangan (visual dan
suara) pada saat survey lapangan
Kelompok famili
38 famili
Spesies Endemik
Spesies Dilindungi
27 spesies
Status Genting/
Endangered Red-IUCN
Status Rentan/
Vulnerable Red-IUCN
Status Mendekati
terancam/ Near
Threatened Red List
IUCN
Jenis dalam daftar
Appendix II CITES
2 spesies
1 spesies
4 spesies
5 spesies
Dari 126 spesies burung yang tercatat di lokasi kajian di CAGT, 20 spesies
diantaanya merupakan spesies endemik pulau Jawa dan/atau hanya memiliki
persebaran terbatas di regional atau kepulauan Indonesia. keberadaan spesies
endemik ini menunjukan dan menambah nilai kekayaan spesies di kawasan tersebut
(Tabel 4.22).
Tabel 4.20. Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di CAGT
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Nama Ilmiah
Nisaetus bartelsi
Arborophila javanica
Loriculus pusillus
Collocalia vulcanorum
Apalharpactes reinwardtii
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pycnonotus bimaculatus
Ixos virescens
Nama Indonesia
Elang Jawa
Puyuh gonggong Jawa
Serindit Jawa
Walet Gunung
Luntur Jawa
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Brinji Gunung
Nama Inggris
Javan Hawk-Eagle
Chestnut-bellied Partridge
Yellow-throated Hanging Parrot
Volcano Swiftlet
Blue-tailed Trogon
Javan Kingfisher
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
Orange-spotted Bulbul
Sunda Bulbul
4 | 37
No.
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Nama Ilmiah
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Cochoa azurea
Orthotomus sepium
Tesia superciliaris
Rhipidura phoenicura
Rhipidura euryura
Aethopyga eximia
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Ciungmungkal Jawa
Cinenen Jawa
Tesia Jawa
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Bukit
Burungmadu Gunung
Opior Jawa
Nama Inggris
Crescent-chested Babbler
Javan Fulvetta
Spotted Crocias
Javan Cochoa
Olive-backed Tailorbird
Javan Tesia
Rufous-tailed Fantail
White-bellied Fantail
White-flanked Sunbird
Grey-throated Ibon
Jalur Transek
Spesies
burung
H'
Ciurug
3.009
0.894
Cisorog
2.939
0.882
Mandala
2.177
0.694
dengan
4 | 38
No
Jalur Transek
H'
Gn. Wariringin
1.132
0.418
Kiara Manuk
1.441
0.509
Pasir Honje
1.539
0.532
Cikakapa
1.876
0.626
0.626
Cikakapa
Kiara Manuk
Gn. Wariringin
Mandala
Cisorog
Ciurug
1.876
0.532
Pasir Honje
1.539
0.509
1.441
0.418
1.132
0.694
2.177
0.882
2.939
0.894
0.000
0.500
1.000
3.009
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
E(Kemerataan spesies)
Gambar 4.38. Grafik analisa Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener
Akan tetapi, secara umum ketujuh sample transek yang diambil untuk melihat
keragaman dan kemeratan spesies burung di kawasan CAGT berdada dalam katagori
menengah atau sedang meruiuk pada tolak ukur Indeks Keragaman spesies konsep
Indeks Shannon-Wiener (1,0 < H < 3,322), dimana nilai tersebut menunjukan bahwa
Keanekaragaman spesies burung dikawasan tersebut sedang (15-29 spesies),
produktivitas cukup (35-116 induvidu burung yang tercatat dalam jalur transek
dengan total 660 individu burung), kondisi ekosistem cukup seimbang (2-5 tipe
habitat yang dilalui jalur transek dari 7 tipe habitat yang ada di sekitar kawasan),
sementara tekanan ekologis terhadap keragaman spesies burung di kawasan tersebt
dapat dikatagorikan dalam tahap sedang dan tidak berpengaruh secara signifikan..
4 | 39
Tabel 4.22. Daftar Jenis Burung dengan status keterancaman IUCN dan
perlindungan melalui CITES dan Undang-undang No 5/1990 atau PP No
7/1999.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Nama Ilmiah
Spilornis cheela
Ictinaetus malayensis
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Loriculus pusillus
Collocalia vulcanorum
Apalharpactes reinwardtii
Alcedo meninting
Ceyx erithaca
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Ixos virescens
Psaltria exilis
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Cochoa azurea
Rhipidura phoenicura
Rhipidura euryura
Rhipidura javanica
Anthreptes malacensis
Anthreptes singalensis
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Aethopyga temminckii
Arachnothera longirostra
Arachnothera robusta
Arachnothera affinis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elangular Bido
Elang Hitam
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Serindit Jawa
Walet Gunung
Luntur Jawa
Rajaudang Meninting
Udang Api
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Brinji Gunung
Cerecet Jawa
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Ciungmungkal Jawa
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Bukit
Kipasan Belang
Burungmadu Kelapa
Burungmadu Belukar
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Ekor-merah
Pijantung Kecil
Pijantung Besar
Pijantung Gunung
Opior Jawa
4 | 40
4 | 41
dkk.(2008) meemperkitarakan popualsi elang jawa di kawasan ini antara 8-12 pasang
melalui pendekatan ekstrapolasi melalui pendekatan model logistic dan autologistic
regrasi kesesuaian tipe habitat yang ada di kawasan tersebut.
Dalam survey atau kajian spesies prioritas CWMBC di kawasan CAGT, pendugaan
populasi Elang Jawa dilakukan dengan menggunakan pendekatan ektrapolasi luas
daya jelajah elang tersebut terhadap seluruh kawasan lokasi kajian dengan
memperhatikan faktor-faktor peubah yang mempengaruhi keberaadaan spesies
tersebut seperti tipe habitat, ketinggian dan faktor lainnya.
Berdasarkan perhitungan populasi yang dilakukan oleh Setiadi dkk (2000) di
kawasan Jawa Barat bagian Selatan diperoleh rata-rata luas jelajah perpasang antara
9,41-7,6 km2/pasang. Sampai saat ini, luasan daya jelajah tersebut masih dianggap
paling mendekati dengan karakater habitat di kawasan jawa barat bagian selatan.
Tabel 4.23. Pendugaan populasi Elang Jawa di kawasan CAGT
Sumber
Setiadi dkk. 2000
Syartinilia dkk 2009
Kompilasi data CWMBC
Luas area
56 km2
80 km2
80 km2
Luas Daya
jelajah/pasang
10,27 km
10 6,6 km
9,41-7,6 km2
Populasi/
pasang
5-6
8-10
7,9-10,5
Keterangan
70% cover area
Pemodelan GIS
Sumber : Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Survey Biodiversitas Burung)
Pendugaan populasi Elang Jawa di kawasan CAGT yakni antaraa 7,910,5 pasang.
Nilai pendugaan populasi ini tidak terlalu jauh berbeda atau mendekati nilai
pendugaan populasi spesies ini sebelumnya (syartinilia, 2009) melalui pendekatan
model persebaran Elang Jawa berdasarkan model regresi logistik dan auto-logistik.
Dengan nilai pendugaan populasi tersebut dapat menjadi indikasi bahwa keberadaan
dan pooulasi Elang Jawa di kawasan CAGT adalah stabil dam signifikan dengan
luasan dan keberadaan tipe habitat serta faktor peubah lainnya yang mendukung
keberadaan Elang Jawa di kawsan tersebut. Peta dan persebaran Elang Jawa di
CAGT ditunjukkan pada Gambar 4.39.
4 | 42
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.39. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di kawasan
CAGT
4.1.4.
Herpetofauna
Species
AMFIBI
Bufonidae
1 Phrynoidis aspera
Dicroglossidae
2 Limnonectes kuhlii
C7
v
v
4 | 43
No
Species
3 Limnonectes microdiscus
Megophrydae
4 Leptobrachium haseltii
5 Megophrys montana
Ranidae
6 Huia masonii
7 Hylarana chalconota
8 Odorrana hosii
Rhacophoridae
9 Nyctixalus margaritifer
10 Philautus aurifasciatus
11 Rhacophorus margaritifer
12 Rhacophorus reinwardtii
REPTILIA
Agamidae
13 Bronchocella cristatella
14 Gonochephalus kuhlii
15 Pseudocalotes tympanistigra
Colubridae
16 Cylindrophis ruffus
17 Oligodon octolinaetus
Elapidae
18 Maticora intestinalis
Gekkonidae
19 Cyrtodactylus marmoratus
Natricidae
20 Rhabdophis chrysarga
Scincidae
21 Eutropis multifasciata
22 Lygosoma quadrupes
Viperidae
23 Trimeresurus puniceus
Xenodermatidae
24 Xenodermus javanicus
C7
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Herpetofauna)
Keterangan : CLK : Sungai Cilaki, CSDR : Sungai Cisondari, MDL : Blok Mandala, BKKP : Batu Kikiping, C7 : Curug Tujuh,
CKKP : Sungai Cikakapa, RDG : Curug Rendeng, END : Endemisitas
Jumlah spesies yang paling banyak dijumpai di jalur Sungai Cisondari, dimana pada
jalur tersebut dijumpai sebanyak 11 spesies (Gambar 4.40). Dari seluruh spesies
yang dijumpai, spesies yang paling umum dijumpai pada masing-masing jalur
akuatik adalah Kongkang racun (Odorrana hosii). Spesies tersebut merupakan
4 | 44
spesies yang umum dijumpai pada aliran sungai berarus deras yang berbatu. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa Kongkang racun tidak dijumpai pada jalur-jalur terrestrial.
Spesies lainnya yang umum dijumpai di habitat akuatik adalah Kongkang Jeram
(Huia masonii) dan Bangkong Tuli (Limnonectes kuhlii).
4 | 45
air dan bervegetasi hutan yang bagus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar
(1998) bahwa Amfibi yang hidup pada tipe habitat terrestrial memerlukan tutupan
vegetasi berhutan yang dapat menciptakan kelembaban udara yang tinggi untuk
kehidupan amfibi yang berada di dalamnya.
Sedangkan pada kelas reptilian terdiri dari 8 family, yaitu Agamidae, Colubridae,
Elapidae, Gekkonidae, Natricidae, Scincidae, Viperidae dan Xenodermatidae. Family
yang memiliki jumlah spesies paling banyak adalah Agamidae dengan 3 spesies
(Gambar 4.41). Anggota dari family Agamidae juga sangat umum dijumpai pada
masing-masing jalur, meskipun tidak terdapat pada setiap jalur pengamatan.
4 | 46
Jalur
Sungai Cilaki
Sungai Cisondari
Mandala
Batu Kikiping
Curug 7
Sungai Cikakapa
Curug Rendeng
H'
1.32
2.21
1.39
1.87
1.14
0.89
1.64
E'
0.82
0.92
1
0.89
0.64
0.64
0.71
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Herpetofauna)
Keterangan : S : Jumlah Spesies, H : Nilai Keragaman, E : Nilai Kemerataan
Jalur Sungai Cisondari merupakan jalur dengan nilai keragaman yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan jalur lain, yaitu H = 2.21. Pada jalur Sungai Cisondari
dijumpai sebanyak 11 spesies dengan nilai kemerataan spesiesnya (E) adalah 0.92.
Sedangkan jalur yang memiliki nilai kemerataan spesies paling tinggi adalah jalur
Blok Mandala dengan nilai E = 1 dengan jumlah spesies yaitu 4 spesies. Hal ini
berarti jumlah individu masing-masing spesies yang dijumpai sama, yaitu 1 individu
untuk masing-masing spesies. Blok Mandala merupakan jalur terrestrial dengan
kondisi tutupan berupa semak-belukar. Jalur Sungai Cikakapa merupakan jalur
dengan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies yang paling rendah, yaitu H
= 0.89 dan E = 0.64.
4 | 47
Gambar 4.42. Perbandingan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies pada
masing-masing jalur pengamatan
Species
Phrynoidis aspera
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Nyctixalus margaritifer
Philautus aurifasciatus
Rhacophorus javanus
IUCN
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
Vul
LC
LC
CITES
-
PP7
-
4 | 48
No
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Species
Rhacophorus reinwardtii
Bronchocella cristatella
Gonochephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Cylindrophis ruffus
Oligodon octolinaetus
Maticora intestinalis
Cyrtodactylus marmoratus
Rhabdophis chrysarga
Eutropis multifasciata
Lygosoma quadrupes
Trimeresurus puniceus
Xenodermus javanicus
IUCN
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
CITES
-
PP7
-
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Herpetofauna)
Keterangan : LC : Least Concern, NT : Near Threatened, Vul : Vulnerable
4 | 49
Ukuran jantan dewasa 30-33 mm dan betina dewasa 31-35 mm. Berdasarkan daftar
merah IUCN, Nyctixalus margaritifer dikategorikan ke dalam status Vulnerable.
Katak ini biasa dijumpai pada lubang-lubang kayu yang terisi air, tumbuhan bawah
dengan daun yang lebar. Betina biasa meletakkan telur di dalam lubang pohon dan
diselubungi oleh gelatin. Umumnya hidup pada hutan dataran rendah hingga
ketinggian 1200 mdpl.
Spesies ini merupakan katak endemik di Jawa Barat dengan daerah sebarannya
meliputi TN Gunung Gede Pangrango, Situ Gunung dan Gunung Wilis. Berdasarkan
hasil survey di kawasan konservasi yang masuk ke dalam DAS Citarum, Nyctixalus
margaritifer dijumpai di Sungai Cikakapa pada ketinggian 1.300 mdpl.
4 | 50
Huia masonii atau Kongkang Jeram merupakan spesies endemik di Pulau Jawa.
Berukuran sedang, yaitu jantan 30 mm dan betina 50 mm. Tympanum terlihat
dengan jelas. Kaki sangat ramping dan panjang. Jari tangan dan kaki terdapat
piringan yang lebar serta terdapat lekuk sirkum marginal pada piringannya. Kulit
4 | 51
halus dengan sedikit bintil serta lipatan dorsolateral tidak terlihat dengan jelas. Di
sekitar tympanum dikelilingi oleh warna yang lebih gelap dari pada kulitnya.
Spesies ini merupakan spesies yang sangat umum dijumpai pada aliran sungai
dengan aliran yang deras dan berbatu-batu. Biasanya dijumpai juga bersembunyi di
dalam semak-semak di pinggir sungai. Berdasarkan daftar merah IUCN, Huia
masonii dikategorikan ke dalam status Vulnerable.
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.47. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa herpetofauna di
kawasan CAGT
4.1.5.
Insekta
4 | 52
Spesies
Nymphalidae
Euplea mulciber sp.
Faunis canens canens
Mycalesis mineus macromalayana
Mycalesis moorei
Neptis hylas matula
Parantica pseudomelaneus
Symbrenthia anna spp.
Symbrenthia hypselis redosilla
Yphtima baldus horsfieldi
Yphtima pandocus pandocus
Papilionidae
Graphium agamemnon
Graphium sarpedon
Papilio helenus
Papilio memnon
Pieridae
Delias belisama
Delias sp.
Eurema andersonii
Eurema blanda
Eurema heCAGBe
Eurema sari
Pieridae sp1.
Pieridae sp2.
Jumlah Spesies
GAG
RGG
GBG
BTB
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
19
v
v
2
Keberadaan kupu-kupu pada habitatnya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain ketinggian tempat, iklim, vegetasi dan waktu harian (Suantara 2000). Jumlah
spesies yang paling banyak dijumpai di Jalur Gunung Agung, yaitu 19 spesies. Hal
ini dikarenakan suhu pada jalur ini berkisar antara 20-28. Kupu-kupu merupakan
satwa poikiloterm, yaitu suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan di sekitarnya
(Bhuyan et al, 2005). Pada umumnya kupu-kupu memerlukan suhu tubuh 28-400 C
untuk melakukan aktivitasnya (Kingsolver, 1985). Selain itu, jalur ini merupakan
jalur dengan ketinggian yang paling rendah jika dibandingkan dengan jalur yang lain,
yaitu 1200 1500 mdpl. Joshi dan Arya (2007) menyatakan bahwa keragaman kupukupu tinggi pada habitat dengan ketinggian yang rendah.
4 | 53
Sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit terdapat pada jalur Batas Bendi, yaitu
2 spesies. Hal ini dikarenakan tutupan hutan pada jalur ini berupa hutan sekunder
dengan tutupan tajuk yang rapat, sehingga intensitas cahaya yang sampai ke
permukaan tanah lebih rendah. Tajuk pepohonan yang tidak terlalu rapat
menyebabkan cukupnya sinar matahari yang menyentuh lantai hutan sehingga
potensi menemukan kupu-kupu sangat tinggi, Menurut Smart (1975) dalam
Hardiyansyah (2001), komponen habitat yang penting bagi kehidupan kupu-kupu
adalah faktor cahaya, udara yang bebas polusi, dan kelembaban lingkungan. Selain
itu, ketinggian tempat pada jalur ini merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan jalur yang lainnya, yaitu 1600 2100 mdpl. Semakin rendah ketinggian suatu
tempat, maka kelimpahan kupu-kupu akan semakin tinggi (Joshi, 2007).
4 | 54
individu masing-masing spesies yang merata apabila jalur tersebut memiliki nilai E
semakin mendekati 1.
Gambar 4.49. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing jalur
4.1.6.
Biota Akuatik
Spesies
Aphanocapsa pulchra
Bursarsaria truncatella
Closterium sp.
Cocconeis placentulla
Coelosphaerium sp.
GT-1 GT-2 GT-3 GT-4 GT-5 GT-6 GT-7 GT-8 GT-9 GT-10
33
33
33
33
33
4 | 55
No
Spesies
6 Echinosphaerella
limnetica
7 Fragilaria capucina
8 Hyalotheca mucosa
9 Merismopedia convulata
10 Nitzschia vermicularis
11 Oscillatoria formosa
12 Paramacium sp.
13 Plectonema sp.
14 Scenedesmus bijuga
15 Spirulina major
16 Surirella sp.
17 Synedra acus
18 Synedra sp.
19 Synedra ulna
20 Ulothrix zonata
TOTAL
I.D. SIMPSON
GT-1 GT-2 GT-3 GT-4 GT-5 GT-6 GT-7 GT-8 GT-9 GT-10
33
33
165
33
198
165
33
0
33
132
33
66
33
33
165
33
33
66
99
33
0
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
132
33
33
132
66 363 231 231 264
99
0.5 0.694 0.857 0.612 0.563 0.667
Sunmber: Tabulasi Data Primer 2013, Analisa Laboratorium Lembaga Ekologi UNPAD
4 | 56
4.2.
4.2.1.
Flora
Gambar 4.50. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai ketinggian
4 | 57
Tabel 4.29. INP tingkat Pohon di Kawasan TBGMK pada ketinggian 1200 1400 m
dpl.
Nama
Daerah
Ae Rasamala
Bj
Gadog
Bt
Ki Kukuran
Dp Maranginan
Es
Ki Hujan
Masp Mara
Sw Puspa
Sp.1 sp. 1
Kode
Nama Latin
Famili
Altingia exelsa
Bischofia javanica
Blumeodendron tokbrai
Dysoxylum parasiticum
Engelhardia serata
Macaranga sp.
Schima wallichii
sp. 1
Jumlah
Hamamelidaceae
Phyllanthaceae
Caesalpiniaceae
Meliaceae
Juglandaceae
Euphorbiaceae
Theaceae
?
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Frelatif
(%)
9,09
9,09
9,09
9,09
18,18
9,09
27,27
9,09
100
Krelatif
(%)
5,00
5,00
5,00
5,00
10,00
5,00
60,00
5,00
100
Drelatif
(%)
4,07
2,36
3,86
13,15
26,93
2,52
44,51
2,60
100
INP (%)
18,16
16,45
17,95
27,24
55,11
16,61
131,78
16,69
300
Gambar 4.51. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada ketinggian 12001400 m dpl.
4 | 58
Gambar 4.52. Grafik lima spesies tingkat pohon dominan di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
Tabel 4.30. INP tingkat Tiang di Kawasan TBGMK pada ketinggian 1200 1400 m
dpl.
Es
Sb
Nama
Daerah
Ki Hujan
Ki Leho
Ds
Pulus
Kode
Nama Latin
Famili
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Frelatif
(%)
33,33
33,33
Krelatif
(%)
33,33
33,33
33,33
100
33,33
100
Drelatif
INP (%)
(%)
44,19 110,86
22,02
88,68
33,79
100
100,46
300
Gambar 4.53. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada ketinggian 12001400 m dpl.
4 | 59
Gambar 4.54. Grafik lima spesies dominan tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
Tabel 4.31. INP tingkat Pancang di Kawasan TBGMK pada ketinggian 1200 1400 m
dpl.
Kode
Act sp
Bt
Ci
De
Eu sp
Fr
Pr
Sb
Nama
Daerah
Huru
Dapung
Ki Kukuran
Ki Teja
Pingku
Gelam
Ki Walen
Huru
Leu'eur
Ki Leho
Nama Latin
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP (%)
Actinodaphne sp
Blumeodendron
tokbrai
Cinnamomum iners
Dysoxylum exelsum
Eugenia sp.
Ficus ribes
Lauraceae
10
9,09
0,70
19,80
Caesalpiniaceae
Lauraceae
Meliaceae
Myrtaceae
Moraceae
10
10
10
10
10
18,18
9,09
9,09
9,09
9,09
1,48
16,24
2,82
9,14
12,44
29,66
35,33
21,91
28,23
31,53
Persea rimosa
Saurauia bracteosa
Lauraceae
Actinidiaceae
20
20
18,18
18,18
17,79
39,39
55,98
77,57
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4 | 60
Gambar 4.55. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada ketinggian 12001400 m dpl.
Gambar 4.56. Grafik lima spesies dominan tingkat pancang di Kawasan TBGMK
pada ketinggian 1200-1400 m dpl.
Tabel 4.32. INP tingkat Semai di Kawasan TBGMK pada ketinggian 1200 1400 m
dpl
Kode
Fg
Mt
Pr
Sb
Sy sp
Har
Nama Daerah
Pe'er
Mara beureum
Huru Leu'eur
Ki Leho
Ki Jambu
Haruman
Nama Latin
Ficus glabela
Macaranga triloba
Persea rimosa
Saurauia bracteosa
Syzygium sp.
Haruman
Jumlah
Famili
Moraceae
Euphorbiaceae
Lauraceae
Actinidiaceae
Myrtaceae
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Frelatif
(%)
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
100
Krelatif
(%)
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
16,67
100
INP (%)
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
200
4 | 61
Gambar 4.57. Grafik INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada ketinggian 12001400 m dpl.
Gambar 4.58. Grafik INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada ketinggian 12001400 m dpl.
Tabel 4.33. INP tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada ketinggian > 1400 m dpl.
Kode
Sw
Es
Fr
Ca
Masp
Sc-sp
Nama
Daerah
Puspa
Ki Hujan
Ki Walen
Jarah Anak
Mara
Puspa
Nama Latin
Schima wallichii
Engelhardia serata
Ficus ribes
Castanopsis
acuminatissima
Macaranga sp.
Schima sp.
Famili
Theaceae
Juglandaceae
Moracea
Fagaceae
Euphorbiaceae
Theaceae
Frelatif
(%)
33,33
8,33
8,33
Krelatif
(%)
45,83
4,17
4,17
Drelatif
(%)
32,13
22,48
21,60
111,2931
34,97526
34,09596
8,33
16,67
8,33
20,83
12,50
4,17
7,69
6,53
4,52
36,85912
35,69547
17,01749
INP (%)
4 | 62
Kode
Car
Mb
Nama
Daerah
pasung
Ki Hiur
Baros
Nama Latin
Famili
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Biodiversitas Flora)
Frelatif
(%)
8,33
8,33
100
Krelatif
(%)
4,17
4,17
100
Drelatif
(%)
3,84
1,22
100
INP (%)
16,34053
13,72312
300
Gambar 4.59. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada ketinggian >1400
m dpl.
Gambar 4.60. Grafik lima spesies dominan tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
4 | 63
Tabel 4.34. INP tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada ketinggian > 1400 m dpl
Kode
Nama
Daerah
Ca
Jarah Anak
Sw
Sl
Car
Fr
Es
Ltsp
La
Puspa
Ki Sireum
Ki Hiur
Ki Walen
Ki Hujan
Pasang
Huru
Koneng
Nama Latin
Castanopsis
acuminatissima
Schima wallichii
Syzygium lineatum
Castanopsis argantea
Ficus ribes
Engelhardia serata
Lithocarpus sp.
Litsea angulata
Famili
Fagaceae
Theaceae
Myrtaceae
Fagaceae
Moraceae
Juglandaceae
Fagaceae
Lauraceae
Jumlah
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP (%)
18,18
27,27
9,09
9,09
9,09
9,09
9,09
39,13
34,78
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
42,70
31,48
6,13
4,91
3,21
2,92
4,48
100,01
93,54
19,56
18,35
16,65
16,36
17,92
9,09
100
4,35
100
4,17
100
17,61
300
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Gambar 4.61. Grafik INP tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada ketinggian >1400 m
dpl.
4 | 64
Gambar 4.62. Grafik lima spesies dominan tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
Tabel 4.35. INP tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada ketinggian > 1400 m dpl.
Kode
Nama
Daerah
La
Ns
Ki Semat
Ki Sireum
Ki Hujan
Ki Walen
Huru
Koneng
Cangcaratan
Di
Jamuju
Ca
HrBuah
Jarah Anak
Lb
Sl
Es
Fr
Huru Buah
Nama Latin
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP (%)
Lindera bibacteata
Syzygium lineatum
Engelhardia serata
Ficus ribes
Lauraceae
Myrtaceae
Juglandaceae
Moraceae
11,11
11,11
11,11
11,11
16,67
8,33
8,33
8,33
1,86
0,84
3,34
1,49
29,63
20,28
22,79
20,93
Litsea angulata
Nauclea subdita
Dacrycarpus
imbricatus
Castanopsis
acuminatissima
Lauraceae
Rubiaceae
11,11
11,11
8,33
8,33
1,49
18,19
20,93
37,64
Podocarpaceae
11,11
8,33
53,46
72,91
Fagaceae
11,11
25,00
13,40
49,51
11,11
100,00
8,33
100,00
5,94
100,00
25,38
300,00
Huru Buah
Jumlah
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
4 | 65
Gambar 4.63. Grafik INP tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada ketinggian
>1400 m dpl.
Gambar 4.64. Grafik lima spesies paling dominan tingkat pancang di Kawasan
TBGMK pada ketinggian >1400 m dpl.
Tabel 4.36. INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada ketinggian > 1400 m dpl.
Ca
Nama
Daerah
Jarah Anak
Es
Ff
Fr
Ki Hujan
Beunying
Ki Walen
Kode
Nama Latin
Castanopsis
acuminatissima
Engelhardia serata
Ficus fistulosa
Ficus ribes
Famili
Fagaceae
Juglandaceae
Moraceae
Moraceae
Frelatif
(%)
16,67
16,67
16,67
16,67
Krelatif
(%)
16,67
16,67
16,67
16,67
INP (%)
33,33
33,33
33,33
33,33
4 | 66
Kode
Sw
Sl
Nama
Daerah
Puspa
Ki sireum
Nama Latin
Schima wallichii
Syzygium lineatum
Jumlah
Famili
Theaceae
Myrtaceae
Frelatif
(%)
16,67
16,67
100
Krelatif
(%)
16,67
16,67
100
INP (%)
33,33
33,33
200
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boidiversitas Flora)
Gambar 4.65. Grafik INP tingkat semai di Kawasan TBGMK pada ketinggian >1400
m dpl.
Gambar 4.66. Grafik lima spesies terdominan tingkat semai di Kawasan TBGMK
pada ketinggian >1400 m dpl.
4 | 67
Gambar 4.67. Grafik keragaman spesies tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
Gambar 4.68. Grafik keragaman spesies tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
4 | 68
Gambar 4.69. Grafik keragaman spesies tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
Gambar 4.70. Grafik keragaman spesies tingkat semai di Kawasan TBGMK pada
ketinggian 1200-1400 m dpl.
Kajian biodivsersitas di TBGMK tidak hanya dilakukan pada ketinggian di atas
1.400 mdpl saja, melainkan juga pada lokasi >1400 mdpl. Hasil anilisa analisanya
dapat dilihat pada Gambar 4.71 hingga Gambar 4.74.
4 | 69
Gambar 4.71. Grafik keragaman spesies tingkat pohon di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
Gambar 4.72. Grafik keragaman spesies tingkat tiang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
4 | 70
Gambar 4.73. Grafik keragaman spesies tingkat pancang di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
Gambar 4.74. Grafik keragaman spesies tingkat semai di Kawasan TBGMK pada
ketinggian >1400 m dpl.
4 | 71
Author
Liparis viridiflora
Macodes javanica
Macodes petola
Paphiodilum javanicum
Pholidota articulata
Pholidota carnea
Thrixspernum amplexicaule
Trichostosia pauciflora
Elaeocarpaceae
Elaeocarpus
submonoceras
IUCN
Anggrek gewor
Anggrek gendog,
A. centong
Bulbophyllum angustifolium
Bulbophyllum binnendijikii
Bulbophyllum cernuum
Bulbophyllum flavescens
Bulbophyllum ovalifolium
Bulbophyllum
semperflorens
Coelgyne miniata
Corybas imperatorius
Cymbidium roseum
Cystorchis aphylla
Dendrobium kuhlii
Dendrobium montanum
Dendrobium stuartii
Flickengeria angustifolia
Nama Daerah
UU
Endemik
II
II
II
II
II
II
(BI.) Lindl.
(BI.) Lindl.
J.J. Sm.
(BI.) Lindl.
J.J.Sm.
CITES
II
II
II
II
II
II
II
II
Anggrek padi
(B.I) Lindl.
J.J.Sm
(BI.) A.D.
Hawkes.
(B.I) Lindl.
II
II
II
II
(BI.) Lindl.
(Reinw.ex
Lindl.) Pfitz.
Lindl.
(BI.) Lindl.
UU
II
II
II
II
Katulampa
VU
4 | 72
4.2.2.
Mamalia
Nama Species
ARTIODACTYLA
Cervidae
1 Muntiacus muntjak
Suidae
2 Sus scrofa
CARNIVORA
Felidae
3 Prionailurus
bengalensis
Mustelidae
4
Martes flavigula
5 Melogale orientalis
Viverridae
6 Paradoxurus
hermaphroditus
CHIROPTERA
Pteropodidae
7 Rousettus sp (1)
INSECTIVORA
Soricidae
8 Crocidura monticola
PRIMATA
Cercopithicidae
9
Macaca fascicularis
Nama Lokal
Kijang
Babi hutan
Jalur Pengamatan
II III IV V VI
VII
Kucing hutan
Musang leher
kuning
Biul
Nontransek
v
v
Musang Luwak
Codot
Cecurut
Monyet ekor
panjang
4 | 73
No.
Nama Species
10 Presbytis comata
11 Trachypithecus auratus
mauritius
Hylobatidae
12 Hylobates moloch
Lorisidae
13 Nycticebus javanicus
RODENTIA
Muridae
14 Rattus norvegicus
Sciuridae
15 Callosciurus notatus
16 Lariscus sp.
17 Ratufa bicolor
SCANDENTIA
Tupaiidae
18 Tupaia javanica
Nama Lokal
Surili
I
v
Lutung Jawa
Jalur Pengamatan
II III IV V VI
v
VII
Owa Jawa
Kukang Jawa
Nontransek
v
v
Tikus riul
Bajing
Bajing Tanah
Jelarang
v
v
celemes
Pada Tabel 4.42 dapat dilihat bahwa terdapat satu spesies mamalia yang memiliki
sebaran cukup luas dibandingkan spesies lainnya yaitu babi hutan (Sus scrofa). Hal
ini terlihat dari ditemukannya spesies ini di lima jalur dari tujuh jalur pengamatan
yang ada. Selaruh jalur pengamatan tersebut memiliki ketinggian antara 1200 mdpl
hingga 1600 mdpl. Jalur pengamatan yang memiliki kekayaan spesies mamalia
tertinggi yaitu di jalur II dan III dengan temuan 6 spesies mamalia dari 5 famili
(33,3% dari total spesies mamalia yang ditemukan). Sedangkan kekayaan spesies
pada non-transek sangat tinggi dikarenakan survei dilakukan di berbagai titik lokasi
yang sangat berpotensi dalam penemuan spesies dan titik lokasi tersebut berada di
luar jalur pengamatan. Berikut adalah grafik kekayaan spesies mamalia pada masingmasing jalur pengamatan di kawasan TBGMK (Gambar 75).
4 | 74
4 | 75
tinggi dibandingkan jalur lainnya yang memiliki tipe habitat hutan tanaman.
Rendahnya keragaman vegetasi pada hutan tanaman menjadi salah satu faktor
pembatas bagi mamalia untuk bisa hidup dalam kawasan ini. Jenis tegakan yang ada
cenderung seragam sehingga hanya mendukung kehadiran jenis-jenis mamalia
tertentu saja. Selain itu, adanya penebangan kayu alam pada beberapa lokasi
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas habitat. Perburuan liar sangat
memungkinkan untuk terjadi di kawasan ini karena mudahnya akses masuk ke dalam
kawasan.
Gambar 4.76. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
TBGMK
Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi
diantara tiap spesies dalam komunitas dengan menggunakan nilai indeks kemerataan.
Data yang digunakan dalam nilai indeks kemerataan merupakan data perjumpaan
langsung yang berada dalam jalur pengamatan. Berdasarkan hasil survei, tingkat
kemerataan spesies mamalia di kawasan TBGMK berkisar antara 0,72 sampai 1.
Menurut Husin (1988) dalam Lumme (1994), apabila nilai indeks kemerataan
mendekati satu maka sebaran individu-individu antar spesies relatif merata, tetapi
apabila nilai indeks mendekati 0 maka sebaran individu antar spesies sangat tidak
merata. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di kawasan
TBGMK dapat dilihat pada Gambar 77.
4 | 76
Gambar 4.77. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan TBGMK
Berdasarkan pada Gambar 4.79 terlihat bahwa jalur I memiliki nilai indeks
kemerataan satu yang berarti sebaran individu-individu antar spesies relatif merata.
Hal ini dikarenakan pada jalur I tidak memiliki spesies dominan. Adapun hanya
ditemukan dua spesies mamalia dengan jumlah individu yang sama. Berbeda dengan
jalur II yang memiliki spesies dominan yaitu lutung (Trachypithecus auratus
mauritius) sehingga nilai indeks kemerataan pada jalur II memiliki nilai terkecil.
Adapun pada jalur VI da VII tidak dapat dihitung indeks kemerataan spesies
dikarenakan hanya satu spesies saja yang dijumpai di jalur ini.
Nama Species
1 Hylobates moloch
2 Macaca fascicularis
Nama Lokal
Owa jawa
Monyet ekor
Status Perlindungan
PP7/99 IUCN
CITES
D
EN
I
II
Endemik
E
4 | 77
No.
Nama Species
3 Muntiacus muntjak
4
Nycticebus javanicus
5 Presbytis comata
6 Prionailurus bengalensis
7 Ratufa bicolor
8 Trachypithecus auratus
mauritius
9 Tupaia javanica
Nama Lokal
Status Perlindungan
PP7/99 IUCN
CITES
panjang
Kijang
Kukang jawa
Surili
Kucing hutan
Jelarang
D
D
D
D
CR
EN
I
II
II
II
Lutung jawa
VU
II
Celemes
Endemik
E
E
II
Pada Tabel 4.41 dapat dilihat bahwa sebanyak 7 spesies mamalia dilindungi oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Jika dibandingkan dengan seluruh spesies mamalia yang
ditemukan, spesies mamalia yang dilindungi berdasarkan status ini mencakup 38,8%.
Sedangkan berdasarkan catatan merah IUCN sebanyak satu spesies mamalia
memiliki status critically endangered / sangat terancam (CR), dua spesies mamalia
berstatus endangered / genting (EN), satu spesies mamalia berstatus vulnerable /
rawan (VU), dan sisanya berstatus near threatened / mendekati terancam (NT),
Least Concern / konsentrasi rendah (LC), dan Data Deficient / data kurang (DD).
Tiga status teratas seperti sangat terancam, genting, dan rawan memiliki resiko
kepunahan yang sangat tinggi di alam. Namun yang membedakan ketiga status
tersebut adalah kriteria-kriteria didalamnya, salah satunya diantaranya adalah ukuran
populasi (terutama adanya pengurangan populasi) suatu satwa (IUCN 2001).
Berdasarkan konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah
yaitu Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species (CITES) terdapat
dua spesies mamalia yang terdaftar dalam kategori Appendix I, enam spesies
mamalia terdaftar dalam kategori Appendix II, dua spesies mamalia terdaftar dalam
kategori Appendix III dan sisanya tidak terdaftar dalam CITES. Menurut Soehartono
dan Mardiastuti (2003), kategori Appendix I yaitu spesies yang jumlah di alamnya
sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan komersial untuk
spesies-spesies yang termasuk dalam Appendix I sama sekali tidak diperbolehkan.
Sedangkan pada kategori Appendix II yaitu semua spesies kehidupan liar walau tidak
dalam kondisi terancam dari kepunahan, tetapi mempunyai kemungkinan untuk
terancam punah jika perdagangannnya tidak diatur. Pada kriteria dasar kategori
Appendix III relatif sama dengan Appendix II hanya berbeda pada spesies yang
termasuk Appendix III diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu. Seperti halnya
pada dua spesies mamalia yang ditemukan, terdapat spesies yang tergolong Appendix
4 | 78
III (lampiran xx), tetapi tidak diberlakukan di negara Indonesia melainkan di negara
India saja.
Terdapat empat spesies mamalia yang termasuk spesies endemik jawa, diantaranya
keempat spesies tersebut berasal dari ordo primata yaitu kukang jawa (Nycticebus
javanicus), owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), dan lutung jawa
(Trachypithecus auratus mauritius). Pada dua spesies primata seperti surili dan
lutung jawa merupakan primata endemik Jawa barat. Berikut adalah Sebaran jumlah
spesies mamalia berdasarkan status perlindungan PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan
CITES (I&II) serta spesies endemik jawa. Berikut adalah grafik sebaran spesies
mamalia berdasarkan status perlindungan PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES
(I&II) serta mamalia endemik jawa (Gambar 4.78).
Pada Gambar 4.78 terlihat bahwa jalur III merupakan jalur yang paling banyak
memiliki spesies mamalia dilindungi khususnya berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa. Sedangkan pada jalur I terdapat satu spesies mamalia yang berstatus appendix
CITES I dan masuk daftar merah IUCN dengan status CR seperti kukang jawa
(Nycticebus javanicus). Adapun spesies endemik jawa lebih banyak ditemukan di
jalur I. Jalur I dan III berada di ketinggian 1200 1400 mdpl yang di dominasi hutan
alam pada jalur III dan hutan tanaman pada jalur I. Oleh karena itu, kawasan ini
(jalur I dan jalur III) memerlukan perhatian yang lebih terutama pada sektor
pengamanan atau perlindungan spesies mamalia guna menghindari aktifitas-aktifitas
yang mengancam keberadaan spesies seperti perburuan.
4 | 79
4 | 80
4 | 81
Surili tersebar di pulau jawa khususnya di jawa barat sehingga spesies ini termasuk
spesies endemik jawa barat. Surili hidup di daerah hutan hujan atas di Gunung
Halimun, Gunung Tilu, Gunung Gede-Pangrango, Gunung Salak, Danau Ranca, dan
Ujung Kulon (Ditjen PPA 1978b; Sub BKSDA Jabar dan TSI 1994; Siahaan 2002).
Berdasarkan survei di kawasan DAS Citarum, terutama di TB Gunung Masigit
Kareumbi, spesies ini dapat dijumpai di jalur I dan III dengan tipe habitat hutan
tanaman dan hutan alam. Keberadaan spesies ini tercatat di atas ketinggian 1200
mdpl.
Perjumpaan spesies ini berdasarkan perjumpaan langsung sehingga perhitungan
kepadatan dapat digunakan dengan menggunakan beberapa asumsi seperti
penyamaan pada luas jalur (lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100
m dan panjang pada masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak
adanya pengulangan dalam pengambilan data. Sehingga diperoleh kepadatan ratarata surili sebesar 0,014 ind/ha. Namun intensitas sampling pada areal ini hanya
sebesar 2,25 %. Beberapa sumber menyarankan agar areal (contoh) yang diamati
mencapai 10 15 % dari luas total kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa
berpendapat bahwa estimasi ukuran populasi sudah cukup akurat hanya dengan
mengamati areal contoh seluas 5 % dari luas total kawasan yang hendak diduga
(Tobing 2008). Jadi, data kepadatan rata-rata spesies tersebut masih kekurangan
dalam luas areal contoh agar dapat mewakili luas kawasan secara penuh. Hal ini
dapat dikarenakan waktu survei yang masih terbilang singkat sehingga data untuk
kepadatan rata-rata spesies masih kurang. Oleh karena itu, masih diperlukan
pengkajian atau penelitian lebih lanjut mengenai populasi atau kepadatan rata-rata
spesies secara lebih detail terutama dengan mempertimbangkan luas areal contoh dan
waktu pelaksanaan.
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus mauritius)
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk ke dalam ordo primate dan family
Cercopithicidae. Lutung Jawa yang terdapat di Indonesia memiliki dua subspecies
berdasarkan perbedaan warna yaitu: Trachypithecus auratus auratus dan
Trachypithecus auratus mauritius. Ciri pada spesies Trachypithecus auratus
mauritius diantaranya hitam mengkilap dengan sedikit warna kecoklat-coklatan pada
bagian atas ventrum, cambang, dan kaki (Brandon-Jones 1995; Groves 2001;
Febriyanti 2008). Saat ini surili mengalami keterancaman sehingga spesies ini juga
dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, spesies ini terdaftar dalam
catatan merah IUCN dengan status vulnerable / rawan dan juga termasuk ke dalam
CITES dengan kategori Appendix II yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
Lutung jawa ini (T.a. mauritius) tersebar di pulau jawa khususnya di jawa barat
sehingga spesies ini termasuk spesies endemik jawa barat. Spesies ini memiliki
distribusi terbatas di Jawa Barat hingga utara dari Jakarta, dekat Bogor, Cisalak, and
Jasinga, barat daya Ujung Kulon, kemudian sepanjang pantai selatan Cikaso atau
4 | 82
Ciwangi (Groves 2001 dalam Febriyanti 2008). Berdasarkan survei di kawasan DAS
Citarum, terutama di TB Gunung Masigit Kareumbi, spesies ini hanya dijumpai di
jalur II yang didominasi hutan alam. Keberadaan spesies ini tercatat pada ketinggian
1360 mdpl. Spesies ini dijumpai dalam satu kelompok yang terdiri dari lima
individu.
Perjumpaan spesies ini berdasarkan perjumpaan langsung sehingga perhitungan
kepadatan dapat digunakan dengan menggunakan beberapa asumsi seperti
penyamaan pada luas jalur (lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100
m dan panjang pada masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak
adanya pengulangan dalam pengambilan data. Sehingga diperoleh kepadatan ratarata surili sebesar 0,017 ind/ha. Namun intensitas sampling pada areal ini hanya
sebesar 2,25 %. Beberapa sumber menyarankan agar areal (contoh) yang diamati
mencapai 10 15 % dari luas total kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa
berpendapat bahwa estimasi ukuran populasi sudah cukup akurat hanya dengan
mengamati areal contoh seluas 5 % dari luas total kawasan yang hendak diduga
(Tobing 2008). Jadi, data kepadatan rata-rata spesies tersebut masih kekurangan
dalam hal luas areal contoh agar dapat mewakili luas kawasan secara penuh. Hal ini
dapat dikarenakan waktu survei yang masih terbilang singkat sehingga data untuk
kepadatan rata-rata spesies masih kurang. Oleh karena itu, masih diperlukan
pengkajian atau penelitian lebih lanjut mengenai populasi atau kepadatan rata-rata
spesies secara lebih detail dengan mempertimbangkan luas areal contoh dan waktu
pelaksanaan.
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.79. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan TBGMK
4 | 83
4.2.3.
Burung
Jumlah
114
spesies
Kelompok famili
39 famili
Spesies Endemik
20 spesies
Spesies Dilindungi
27 spesies
2 spesies
5 spesies
10 spesies
Keterangan
Perjumpaan langsung di lapangan (visual dan suara)
pada saat survey lapangan
Daftar terlampir
Dilindungi oleh pemerintah melalui UU No 5/ 1990
dan PP no 7/ 1999
Elang Jawa (Spizaetus bartelsi )dan Luntur Jawa
(Apalharpactes reinwardtii)
Serindit Jawa (Loriculus pusillus) Walet Gunung
(Collocalia vulcanorum) Brinji Gunung (Ixos
virescens) Cica Matahari (Crocias albonotatus)
Kepudang Hutan (Oriolus xanthonotus) Tepus Dadaputih (Stachyris grammiceps)
Selama survey dilakukan, tercatat 20 jenis Endemik Pulau Jawa yang tercakup ke
dalam 12 Family. Family dengan jumlah spesies endemik terbanyak adalah
Timaliidae dengan 5 spesies (Stachyris grammiceps, Stachyris thoracica Stachyris
melanothorax, Alcippe pyrrhoptera, dan Crocias albonotatus), kemudian Famili
4 | 84
Nama Ilmiah
Spizaetus bartelsi
Arborophila javanica
Loriculus pusillus
Apalharpactes reinwardtii
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pycnonotus bimaculatus
Ixos virescens
Stachyris grammiceps
Stachyris thoracica
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Tesia superciliaris
Rhipidura phoenicura
Aethopyga eximia
Aethopyga mystacalis
Zosterops flavus
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elang Jawa
Puyuh gonggong Jawa
Serindit Jawa
Luntur Jawa
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Brinji Gunung
Tepus Dada-putih
Tepus Leher-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Tesia Jawa
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Kacamata Jawa
Opior Jawa
Nama Inggris
Javan Hawk-Eagle
Chestnut-bellied Partridge
Yellow-throated Hanging Parrot
Blue-tailed Trogon
Javan Kingfisher
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
Orange-spotted Bulbul
Sunda Bulbul
White-breasted Babbler
White-bibbed Babbler
Crescent-chested Babbler
Javan Fulvetta
Spotted Crocias
Javan Tesia
Rufous-tailed Fantail
White-flanked Sunbird
JavanSunbird
Javan White-eye
Grey-throated Ibon
4 | 85
H antara 1.714 - 3.315. Dimana jumlah spesies burung yang tercatat antara 13-32
spesies, produktivitas cukup (rata-rata 32-105 induvidu burung yang tercatat dalam
jalur transek dengan total 315 individu burung).
Tabel 4.42. Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan menggunakan
Indeks Shannon-Wiener
No
1
2
3
4
5
Nama Jalur
Gn kerenceng
Gn Buyung
Cireundeu
Cimulu
Curug sabuk
E (Kemerataan spesies)
0.956
1.154
0.686
0.593
0.943
Gambar 4.80. Grafik analisa Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener
Begitu pula dengan kondisi ekosistem yang dapat dikatakan cukup seimbang, 10 tipe
habitat yang dilalui jalur transek di sekitar kawasan. Terdapat dua habitat utama di
wilayah TBGMK, yakni hutan tanaman (pinus, rasamala, kayu afrika/sobsi) dan
hutan alam. Di wilayah TBGMK yang menjadi bagian DAS Citarum, hutan alam
hanya terdapat di beberapa puncak bukit dan di bagian punggungan bukit batas DAS.
Pada areal terluar kawasan TBGMK semuanya adalah hutan tanaman pinus dan
rasamala.
Di wilayah TBGMK yang masuk DAS Citarum terdapat dua enclave, yakni
Cigumentong (17 hektar) dan Cimulu (8 hektar). Wilayah enclave tersebut
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
4 | 86
Nama Ilmiah
Spilornis cheela
Ictinaetus malayensis
Spizaetus cirrhatus
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Loriculus pusillus
Otus lempiji
Ketupa ketupu
Apalharpactes reinwardtii
Alcedo meninting
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Nama Indonesia
Elangular Bido
Elang Hitam
Elang Brontok
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Serindit Jawa
Celepuk Reban
Beluk Ketupa
Luntur Jawa
Rajaudang Meninting
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
IUCN CITES
II
II
II
EN
II
II
NT
II
II
II
EN
UU-RI
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
4 | 87
No.
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Nama Ilmiah
Rhyticeros undulatus
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pitta guajana
Ixos virescens
Oriolus xanthonotus
Psaltria exilis
Stachyris grammiceps
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Rhipidura phoenicura
Anthreptes singalensis
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Aethopyga mystacalis
Arachnothera longirostra
Arachnothera robusta
Arachnothera affinis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Julang Emas
Takur Bututut
Takur Tohtor
Paok Pancawarna
Brinji Gunung
Kepudang Hutan
Cerecet Jawa
Tepus Dada-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Belukar
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Pijantung Kecil
Pijantung Besar
Pijantung Gunung
Opior Jawa
IUCN CITES
II
UU-RI
AB
AB
AB
II
NT
NT
NT
NT
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
B
AB
4 | 88
dkk (2000) di kawasan TBGMK ekstrapolasi luas area 99,36 km2 yang diasumsikan
mewakili atau memenuhi kebutuhan tipe habitat dari 124.2 km2 luas area
keseluruhan.
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). dijumpai langsung di lembah hutan alam Geger
Onday tanggal 26 Juni 2013, pukul 11.45. Lokasi potensial untuk Elang Jawa, yaitu
lembah hutan alam di antara Gn Kukus dengan Gn Kerenceng, dan lembah hutan
alam Sungai Cikahuripan (Baru Dekok)
Tabel 4.44. Perkiraan populasi Elang Jawa di TBGMK
Sumber
Luas area
Perkiraan
Populasi/
pasang
Luas Daya
jelajah/pasang
99,36 km2
18,22 km
5-6
CWMBC
60 km2
9,41-7,6 km2
6.3 -7.9
Sumber : Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Survey Biodiversitas Burung)
Keterangan
Habtat yang
memadai
Perkiraan luas cover
area kajian CWMBC
Tabel d iatas menunjukan pendugaan populasi di TBGMK antara 6.3 -7.9 pasang
atau dengan pembulatan menjadi antara 6-8 pasang di seluruh lokasi kajian. Estimasi
atau pendugaan populasi tersebut tentunya hanya diperoleh dari kajian singkat yang
dilakukan dalam survey ini dan diperlukan perhitungan untuk pendugaan populasi
dengan memperhatikan variable atau peubah yang dapat mempengaruhi keberadaan
spesies ini, diantaranya luasan area kanian, tutupan lahan, kesesuaian tipe habitat dan
keberadaan kompetitor dari spesies yang sama maupun spesies dari famili
Accipritidae lainnya di TBGMK.
Julang Emas
Julang emas (Rhyticeros undulatus) adalah spesies burung dari keluarga Bucerotidae,
dari genus Aceros. Burung ini merupakan jenis burung pemakan buah-buahan
dengan habitat utama di hutan dataran rendah, perbukitan. tersebar sampai ketinggian
2.000 m dpl.
Status keterancamannnya menurut IUCN adalah Resiko Rendah (LC) dan
dimasukkan ke dalam Appendix II menurut CITES dan telah dilindungi menurut
peraturan perundangan UU No. 5/1990, PP No. 7/1999
Deskripsi
Berukuran besar (100 cm), berekor putih. Kedua jenis kelamin: punggung, sayap,
dan perut hitam. Jantan: kepala krem, bulu halus kemerahan bergantung dari
tengkuk, kantung leher kuning tidak berbulu dengan setrip hitam khas. Betina: kepala
4 | 89
dan leher hitam, kantung leher biru. Iris merah, paruh kuning dengan tanduk kecul
kerenyut, kaki hitam
Penyebaran
Secara global tersebar di India timur, Cina barat daya, Asia tenggara, Semenanjung
Malaysia, Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Bali.
Di Kalimantan dan Sumatera, cukup umum di hutan dataran rendah dan perbukitan
sampai ketinggian 2000 m. Di Jawa dan Bali, hanya terdapat di beberapa tempat.
Terbang berpasangan atau dalam kelompok kecil 5-8 individu di atas hutan, dengan
kepakan sayap yang berat sambil mencari pohon buah-buahan. Sering berbaur
dengan rangkong lain di tajuk atas pohon yang berbuah.
Daya jelajah
Belum banyak studi dan referensi mengenai daya jelajah spesies ini di Indonesia.
studi mengenai daya jelajah spesies ini pernah dilakukan oleh Poonswad & Tsuji
pada tahun 1988-1991 di Khao Yai national park, Thailand dengan menggunakan
metoda telemetry yang dipasang pada dua individu jantan dewasa spesies ini.
Poonswad & Tsuji (1993) menyatakan bahwa daya jelajah spesies ini berkisar antara
10 km2 pada musim berbiak dan 28,0 km2 pada musim non-berbiak. Sampai saat ini
kedua luasan daya jelajah tersebut menjadi parameter dibagi peneliti lainnya untuk
menghitung pendugaan populasi kasar dan kepadatan populasi spesies ini di sebuah
kawasan.
Kinnaird dkk (1993) Rangkong Sulawawesi (Rhyticeros cassidix) dapat terbang
sejauh 13 km dalam sehari. Kepadatan populasi pada musim berbiak spesies ini dapat
mencapai 10km2/pasang.
Pendugaan populasi
Salah satu cara untuk mengtahui kepadatan populasi spesies dari genus Aceros
(Rangkong) adalah dengan memghitung tingkat kepadatan populasi pada musim
berbiak. (Poonswad & Tsuji.1993). akantetapi, pendugaan populasi dengan melalui
pendekatan ekstrapolasi dari daya jelajah saja akan menimbulkan bias yang cukup
tinggi sehingga validitas dan akurasi nilai populasi spesies tersebut akan
dipertanyakan. Diperlukan data pendukung atau variable (peubah) llainnya yang
mendukung atau mempengaruhi pada keberadaan spesies tersebut. salah satu
variable/peubah yang mempengaruhi luasaan daya jelajah spesies ini adalah
perbedaan musim berbiak dan diluar musim berbiak, perbedaan musim penghujan
dan musim kemarau, persebaran potensi pakan spesies ini di suatu kawasan.
Survey lapangan di kawasan TBGMK dilakukan pada rentang tanggal 24-30 Juni
2013. Waktu efektif survey lapangan mulai dari tanggal 25-29 Juni 2013.
Keterbatasan waktu survey dan juga tingkat pertemuan terhadap spesies ini yang
sangat jarang, menyulitkan untuk memperoleh data dan informasi lapangan untuk
4 | 90
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.81. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di kawasan
TBGMK
4.2.4.
Herpetofauna
4 | 91
terdiri dari Curug Sabuk dan Sungai Cihanjawar. Sebaran spesies pada masingmasing jalur ditunjukkan pada Tabel 4.47.
Tabel 4.45. Sebaran herpetofauna di kawasan TBGMK
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
24
19
20
21
Species
AMFIBI
Bufonidae
Leptophryne barbounica
Phrynoidis aspera
Dicroglossidae
Limnonectes kuhlii
Megophrydae
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhylliadae
Microhylla achatina
Ranidae
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Rhacophoridae
Polypedates leuomystax
Rhacophorus margaritifer
Rhacophorus reinwardtii
REPTILIA
Agamidae
Bronchocella jubata
Gonochephalus kuhlii
Colubridae
Ahaetulla prasina
Boiga drapezii
Rhabdophis chrysarga
Elapidae
Naja sputatrix
Colubridae
Elapoidis fuscus
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
Lacertidae
Takydromus sexliniatus
Phytonidae
Python reticulatus
Scincidae
CML
DWN
CPK
KCN
v
v
SBK
CHW
v
v
v
v
v
v
v
v
v
END
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
4 | 92
No
22
23
Species
Eutropis multifasciata
Viperidae
Trimeresurus puniceus
CML
DWN
CPK
KCN
v
SBK
CHW
END
Keterangan : CML : Sungai Cimulu, DWN : Sungai Dawuan, CPK : Sungai Cipaku, KCN : Curug Kencana, SBK : Curug
Sabuk, CHW : Sungai Cihanjawar dan Curug Sindulang, END : Endemisitas
Jumlah spesies yang paling banyak dijumpai di jalur Sungai Cipaku dan Sungai
Dawuan, dimana pada jalur tersebut dijumpai sebanyak 9 spesies (Gambar 4.82).
Dari seluruh spesies yang dijumpai, spesies yang paling umum dijumpai pada
masing-masing jalur adalah Kongkang racun (Odorrana hosii), Kongkang kolam
(Hylarana chalconota) dan Bangkong tuli (Limnonectes kuhlii). Spesies tersebut
merupakan spesies yang umum dijumpai pada aliran sungai berarus deras yang
berbatu.
Kondisi habitat pada masing-masing jalur berupa hutan sekunder (Sungai Dawuan,
Sungai Cipaku dan Curug Kencana dan Curug Sabuk), Tegakan Pinus (Sungai
Cimulu) dan semak belukar (Sungai Cihanjawar). Kondisi habitat yang masih bagus
hanya terdapat pada jalur Sungai Dawuan, Sungai Cipaku dan Curug Sabuk,
meskipun terdapat aktivitas manusia di dalamnya. Sedangkan pada jalur lainnya,
intensitas gangguan jauh lebuh tinggi, terutama pada tegakan pinus. Karena pada
jalur Sungai Cimulu (Tegakan Pinus) telah menjadi bumi perkemahan di sempadan
sungainya.
jumlah
spesies
pada
masing-masing
lokasi
4 | 93
Seluruh spesies yang dijumpai terdiri dari 14 family yang terbagi dari 2 kelas (amfibi
dan reptil). Kelas amfibi terdiri dari 6 family yaitu Bufonidae, Dicroglossidae,
Megophrydae, Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Family Rhacophoridae
dan Ranidae merupakan family dengan anggota spesies yang terbanyak, yaitu 3
spesies.
Sedangkan pada kelas reptilian terdiri dari 8 family, yaitu Agamidae, Colubridae,
Elapidae, Gekkonidae, Lacertidae, Phytonidae, Scincidae dan Viperidae. Family
yang memiliki jumlah spesies paling banyak adalah Colubridae dengan 4 spesies
(Gambar 4.83 ).
4 | 94
berkisar antara 1.52 hingga 2.05 yang merupakan nilai keragaman hayati tingkat
sedang (Tabel 4.48).
Tabel 4.46. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing lokasi
No
1
2
3
4
5
6
Jalur
Sungai Cimulu
Sungai Dawuan
Sungai Cipaku
Curug Kencana
Curug Sabuk
Sungai Cihanjawar
H
1.53
1.89
2.05
1.54
1.52
1.85
E
0.74
0.86
0.93
0.78
0.69
0.89
Jalur Sungai Cipaku merupakan jalur dengan nilai keragaman yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan jalur lain, yaitu H = 2.05. Pada jalur Sungai Cipaku dijumpai
sebanyak 9 spesies dengan nilai kemerataan spesiesnya (E) adalah 0.93. Jalur Curug
Sabuk merupakan jalur dengan nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies yang
paling rendah, yaitu H = 1.52 dan E = 0.69. Suatu jalur dapat dikatakan memiliki
sebaran individu masing-masing spesies yang merata apabila jalur tersebut memiliki
nilai E semakin mendekati 1.
4 | 95
Species
Leptophryne barbounica
Phrynoidis aspera
Limnonectes kuhlii
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhylla achatina
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Polypedates leuomystax
Rhacophorus margaritifer
Rhacophorus reinwardtii
Bronchocella jubata
Gonochephalus kuhlii
Ahaetulla prasina
Boiga drapezii
Rhabdophis chrysarga
Naja sputatrix
Dryocalamus subannulatus
Cyrtodactylus marmoratus
Takydromus sexliniatus
Python reticulatus
Eutropis multifasciata
Trimeresurus puniceus
IUCN
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
LC
LC
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
CITES
II
II
-
PP7
-
4 | 96
4 | 97
4 | 98
halus dengan sedikit bintil serta lipatan dorsolateral tidak terlihat dengan jelas. Di
sekitar tympanum dikelilingi oleh warna yang lebih gelap dari pada kulitnya.
Spesies ini merupakan spesies yang sangat umum dijumpai pada aliran sungai
dengan aliran yang deras dan berbatu-batu. Biasanya dijumpai juga bersembunyi di
dalam semak-semak di pinggir sungai. Berdasarkan daftar merah IUCN, Huia
masonii dikategorikan ke dalam status Vulnerable.
Percil jawa - Microhylla achatina
Microhylla achatina atau Percil Jawa merupakan spesies endemik di Pulau Jawa.
Merupakan katak berukuran kecil dengan kepala dan mulut sempit (narrow mouth
frog). Ukuran tubuhnya 20 mm untuk jantan dan 25 mm untuk dewasa. Tubuh
berwarna coklat kekuning-kuningan dengan sisi tubuhnya lebih gelap. Memiliki
tanda khas seperti anak panah pada punggungnya. Tidak memiliki selaput renang
pada kakinya. Microhyla achatina biasa dijumpai di hutan primer dan sekunder,
kadang dijumpai di areal-areal yang terganggu.
4 | 99
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.90. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa Herpetofauna di
kawasan TBGMK
4.2.5.
Insekta
Jenis
Hesperidae
Notocrypta paralysos
Nymphalidae
Cyrestis nivea nivea
Euplea mulciber sp.
Euplea radamanthus alcidice
Faunis canens canens
Barurunga
Kampung
Wanadri
v
v
v
v
v
4 | 100
No
Jenis
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Barurunga
Kampung
Wanadri
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
22
4 | 101
4 | 102
Tabel 4.49. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing jalur
No
1
2
4.2.6.
Nama Jalur
Barurunga
KW
H'
1.10
2.93
E
1
0.95
Biota Akuatik
Nama Ilmiah
Glyptotorax cf platypogon
Monopterus albus
Nemachelius fasciatus
Poecilia reticulata
Puntius binotatus
Parathelpusa sp
Caridina cf. propinqua
Macrobrachium rosenbergii
Macrobrachium sintangense
Nama Lokal
Kekel
Jeler
Berenyit
Beunteur
Keterangan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ketam
Udang
Udang
Udang
Survey benthos di TBMK dilakukan di 8 jalur pengamatan yang berupa aliran sungai
dan danau. Berdasarkan hasil survey dijumpai sebanyak 17 spesies benthos yang
tersebar di 8 lokasi (Tabel 4.53). Data benthos yang dijumpai kemudian di analisis
dengan menggunakan indeks keragaman hayati simpson. Berdasarkan hasil analisis
kergaman hayati simpson, jalur dengan indeks terbesar adalah jalur MK-5 dengan
nilai 0.833. Pada jalur MK-5 dijumpai sebanyak 6 spesies dengan jumlah individu
adalah 198. Sedangkan jalur dengan nilai keragaman hayati yang paling kecil adalah
MK-3 dan MK-8 dengan nilai 0. Dimana pada kedua jalur tersebut hanya dijumpai
sebanyak 1 spesies
4 | 103
SPECIES
1 Aphanizomenon flos-aquae
2 Aphanocapsa pulchra
3 Asterionella formosa
4 Bursarsaria truncatella
5 Closterium sp.
6 Cocconeis placentulla
7 Coelosphaerium sp.
8 Cyclops sp.
9 Echinosphaerella limnetica
10 Euglypha sp.
11 Fragilaria capucina
12 Gonatozygon arculeatum
13 Hyalotheca mucosa
14 Merismopedia convulata
15 Nitzschia vermicularis
16 Oscillatoria formosa
17 Paramacium sp.
18 Plectonema sp.
19 Scenedesmus bijuga
20 Spirogyra azygospora
21 Spirogyra sp.
22 Spirulina major
23 Staurastrum sp.
24 Surirella sp.
25 Synedra acus
26 Synedra sp.
27 Synedra ulna
28 Tabellaria frocaulosa
29 Ulothrix zonata
30 Urostyla sp.
31 Zygnemopsis americana
TOTAL
I.D. SIMPSON
Jalur
MK-1 MK-2 MK-3 MK-4 MK-5 MK-6 MK-7 MK-8
33
99
33
99
33
33
33
33
33
66
132
33
33
66
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
33
66 198
0.5 0.667
33
33
33 198 198
99 396
0 0.611 0.833 0.667 0.819
33
0
Sunmber: Tabulasi Data Primer 2013, Analisa Laboratorium Lembaga Ekologi UNPAD
4 | 104
4.3.
4.3.1.
Flora
Gambar 4.92. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai ketinggian
4 | 105
Diperkirakan Kawasan CAKK terbentuk sejak ratusan juta tahun lalu, mengingat di
dalam kawasan terdapat spesies paku purba seperti Equisetum sp. yang menurut
beberapa literature adalah jenis yang keberadaannya sudah ada sejak Zaman Hutan
Paleozoic (Paleozoic Forest), yang terbentuk sekitar 100 juta tahun lalu.
Tabel 4.52. Indeks Nilai Penting tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada ketinggian 1500
1600 m dpl.
Kode
Es
Ss
Masp
Da
Ki salam
Md
Vr
Nama
Daerah
Ki Hujan
Ki Tebe
Mara
Ki Bawang
Ki Salam
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
Juglandaceae
Elaeocarpaceae
Euphorbiaceae
Meliaceae
Myrtaceae
28,57
28,57
7,14
7,14
7,14
23,53
58,82
2,94
2,94
2,94
36,68 88,78
54,95 142,34
2,79 12,87
0,45 10,54
0,30 10,38
Elaeocarpaceae
14,29
5,88
Nama Latin
Engelhardia serata
Sloanea sigun
Macaranga sp.
Dysoxylum alliaceum
Syzigium spp.
Macropanax
Cerem
dispermum
Villebrunea
Nangsi
rubescens
Jumlah
Aralliaceae
Urticaceae
4,50
24,67
7,14
2,94
0,34 10,42
100,00 100,00 100,00 300,00
Gambar 4.93. Grafik INP tingkat pohon di Kawasan CAKK pada ketinggian 15001600 m dpl.
Dari seluruh plot yang dianalisa, terdapat lima jenis flora tingkat pohon yang
mendominasi yaitu seperti terlihat pada Tabel 4. 55. Dan Gambar 4.94.
INP
(%)
4 | 106
Tabel 4.53. Lima Jenis Pohon Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian 1600 1800 m dpl (%)
Kode
Nama
Daerah
Ss
Es
Ki Tebe
Ki Hujan
Md
Masp
Da
Cerem
Mara
Ki Bawang
Nama Latin
Sloanea sigun
Engelhardia serata
Macropanax
dispermum
Macaranga sp.
Dysoxylum alliaceum
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
0,008178
0,000415
0,000067
54,945776
2,789992
0,451264
0,051114
0,002595
0,000420
0,000044
0,000670
0,296667
4,498797
0,000276
0,004185
Gambar 4.94. Lima Jenis Tiang Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian 1500 1600 m dpl (%)
Hasil analisa terhadap spesies flora tingkat pohon di CAKK pada Ketingian 16001800 m dpl tertera pada Tabel 4.56. dan Gambar 4.95.
Tabel 4.54. Indeks Nilai Penting tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada ketinggian
1600 1800 m dpl.
Md
Nama
Daerah
Cerem
Lisp
Kl
kiangkin
Sb
Huru
Kali
Kimangkin
Ki Leho
Kode
Nama Latin
Famili
Frelatif
(%)
13,33
Krelatif
(%)
20,00
Drelatif
(%)
5,00
INP
(%)
38,33
Macropanax
dispermum
Litsea sp.
Aralliaceae
Lauraceae
6,67
6,67
5,00
5,00
1,85
1,93
13,51
13,60
Saurauia bracteosa
Actinidiaceae
6,67
5,00
2,46
14,13
4 | 107
Kode
Cj
Es
Ss
Masp
Schf
Ci
Nama
Daerah
Saninten
Ki Hujan
Ki Tebe
Mara
Areuy Pari
Talingkup
Nama Latin
Famili
Castanopsis javanica
Fagaceae
Engelhardia serata
Sloanea sigun
Macaranga sp.
Shefflera sp.
Claoxylum indicum
Jumlah
Juglandaceae
Elaeocarpaceae
Euphorbiaceae
Araliaceae
Euphorbiaceae
Gambar 4.95. Grafik INP tingkat pohon di CAKK pada ketinggian 1600-1800 m dpl.
Hasil analisa terhadap INP telah menunjukkan lima spesies flora tingkat pohon yang
paling dominan di dalam kawasan, yaitu seperti terlihat pada Tabel 4.57 dan
Gambar 4.97.
Tabel 4.55. Lima Jenis Tiang Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian 1600 - 1800
m dpl (%).
Kode
Es
Cj
Schf
Ss
Md
Nama Daerah
Nama Latin
Ki Hujan
Saninten
Engelhardia serata
Castanopsis javanica
Areuy Pari
Ki Tebe
Cerem
Shefflera sp.
Sloanea sigun
Macropanax dispermum
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
17,61
41,50
9,23
2,30
15,64
0,010528
0,024810
0,005520
0,001374
0,009351
0,001264
0,002978
0,000663
0,000165
0,001123
4 | 108
Gambar 4.96. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada ketinggian
1600-1800 m dpl.
Hasil analisa terhadap spesies flora tingkat pohon di CAKK pada ketingian lebih dari
>1800 mdpl tertera pada Tabel 4.58. dan Gambar 4.97.
Tabel 4.56. Nilai INP tingkat Pohon di Kawasan CAKK pada Ketinggian >1800 m dpl
(%).
Md
Nama
Daerah
Cerem
Els
Katulampa
Es
Fr
Sw
Ltsp
Ki Hujan
Ki Walen
Puspa
Pasang
Kode
Aralliaceae
Frelatif
(%)
16,67
Krelatif
(%)
9,09
Drelatif
(%)
5,88
INP
(%)
31,64
Elaeocarpaceae
16,67
18,18
11,92
46,77
99,35
30,40
33,76
58,08
300,00
Nama Latin
Macropanax
dispermum
Elaeocarpus
submonoceras
Engelhardia serata
Ficus ribes
Schima wallichi
Lithocarpus sp.
Jumlah
Famili
Juglandaceae
Moraceae
Theaceae
Fagaceae
4 | 109
Gambar 4.97. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada ketinggian
1600-1800 m dpl.
Hasil penghitungan terhadap spesies dominan di kawasan CAKK pda ketinggian
>1800 mdpl menunjukkan ada lima spesies paling dominan, yaitu seperti
ditunjukkan pada Tabel 4.59. dan Gambar 4.98.
Tabel 4.57. Lima Jenis Pohon Dominan di Kawasan CAKK Pada Ketinggian >1800 m
dpl (%)
Kode
Es
Cj
Schf
Ss
Md
Nama Daerah
Ki Hujan
Saninten
Areuy Pari
Ki Tebe
Cerem
Nama Latin
Engelhardia serata
Castanopsis javanica
Shefflera sp.
Sloanea sigun
Macropanax dispermum
Dmutlak
Drelatif
Dmutlak
(m2)
(%)
(m2/ ha)
5,88
11,92
55,42
4,64
8,00
0,002484
0,005035
0,023414
0,001963
0,003381
0,000199
0,000403
0,001873
0,000157
0,000270
4 | 110
Gambar 4.98. Grafik Lima spesies pohon paling dominan di CAKK pada ketinggian
1600-1800 m dpl.
Kekayaan jenis di Kawasan TWAKK yang tercatat adalah sebanyak 22spesies flora.
Dari hasil penghitungan terhadap analisa vegetasi kekayaan jenis, tercatat 5 (lima)
spesies yang termasuk dalam plot penelitian, seperti terlihat pada Table 4.1. INP
tingkat Pohon di Kawasan TWAKK pada ketinggian 1600 mdpl.
Tabel 4.58. Tabel. Indeks Nilai Penting untuk tingkat Pohon di TWAKK pada
ketinggian 1600 mdpl
Kode
Nama
Daerah
Ec
Ki Beureum
Ss
Mb
Masp
Sw
Ki Tebe
Manglid
Mara
Puspa
Nama Latin
Erythroxylum
cuneatum
Sloanea sigun
Magnolia blumei
Macaranga sp.
Schima wallichii
Jumlah
Famili
Erythroxylaceae
Elaeocarpaceae
Magnoliaceae
Euphorbiaceae
Theaceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
Hasil di atas menunjukkan tidak adanya spesies inferior di dalam kawasan. Nilai
dominansi yang dicapai oleh Ki Tebe (Sloanea sigun) menunjukkan spesies tersebut
cukup mendominasi , namun mendominasi area sebesar 29% saja. Nilai indeks
spesies lainnya tidak terlalu jauh berbeda, artinya daya dukung alam terhadap
spesies-spesies yang ada masih cukup baik.
INP
(%)
4 | 111
Bila merujuk pada nilai nilai (H) Indeks Keragaman spesies, hanya (1,56). Ini
menunjukkan rendahnya tingkat keragaman spesies. Terbukti dengan hanya 22 jenis
spesies yang ditemukan di dalam area.
Gambar 4.99. Grafik INP tingkat pohon di TWAKK pada ketinggian 1600-m dpl.
Tabel 4.59. Tabel. Indeks Nilai Penting untuk tingkat Tiang di TWAKK pada
ketinggian 1600 mdpl
Kode
Nama
Daerah
Md
Cerem
Lisp
Hr-Piit
HrSalam
Ca
Es
Sb
Ss
Ltsp
Fr
Ag
Huru
Huru Pi'it
Huru Salam
Ql
Pasang
Beureum
Ki Hiur
Ki Hujan
Ki Leho
Ki Tebe
Pasang
Ki Walen
Huru Dapung
Nama Latin
Macropanax
dispermum
Litsea sp.
Castanopsis argantea
Engelhardia serata
Saurauia bracteosa
Sloanea sigun
Lithocarpus sp.
Ficus ribes
Actnodaphne
glomerata
Quercuc lineata
Famili
Araliaceae
Lauraceae
Fagaceae
Juglandaceae
Actinidiaceae
Elaeocarpaceae
Fagaceae
Moraceae
Meliaceae
Fagaceae
Jumlah
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
12,50
12,50
6,25
16,00
20,00
4,00
11,55
22,79
2,61
40,05
55,29
12,86
6,25
12,50
12,50
6,25
6,25
6,25
6,25
8,00
20,00
8,00
4,00
4,00
4,00
4,00
10,78
23,45
8,88
2,03
4,57
5,19
2,92
25,03
55,95
29,38
12,28
14,82
15,44
13,17
6,25
4,00
2,92
13,17
6,25
4,00
2,31 12,56
100,00 100,00 100,00 300,00
4 | 112
Gambar 4.100. Grafik INP tingkat tiang di TWAKK pada ketinggian 1600-m dpl.
Tabel 4.60. Indeks Nilai Penting untuk tingkat Pancang di TWAKK pada ketinggian
1600 mdpl
Kode
Md
Lisp
Sw
Aa
Car
Es
Ltsp
Sd
Nama
Daerah
Cerem
Huru
Puspa
Huru Mentek
Ki Hiur
Ki Hujan
Pasang
Peutag
Nama Latin
Macropanax
dispermum
Litsea sp.
Schima wallichii
Actinodaphne
angustifolia
Castanopsis argantea
Engelhardia serata
Lithocarpus sp.
Syzygium
densiflorum
Jumlah
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
Araliaceae
Lauraceae
Theaceae
22,22
11,11
11,11
27,27
9,09
9,09
10,70
1,26
0,98
60,20
21,47
21,19
Lauraceae
Fagaceae
Juglandaceae
Fagaceae
11,11
11,11
11,11
11,11
9,09
18,18
9,09
9,09
7,00
19,75
17,64
24,17
27,20
49,04
37,84
44,37
11,11
100,00
9,09
100,00
18,49
100,00
38,69
300,00
Myrtaceae
4 | 113
Tabel 4.61. Keragaman Spesies Flora di kawasan CAKK pada ketinggian 1500 1600
m dpl
Kode
Nama
Daerah
Md
Cerem
Lisp
Kl
kiangkin
Sb
Cj
Es
Ss
Masp
Schf
Ci
Huru
Kali
Kimangkin
Ki Leho
Saninten
Ki Hujan
Ki Tebe
Mara
Areuy Pari
Talingkup
Nama Latin
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
Macropanax
dispermum
Litsea sp.
Aralliaceae
13,33
20,00
5,00
38,33
Lauraceae
6,67
6,67
5,00
5,00
1,85
1,93
13,51
13,60
Saurauia bracteosa
Castanopsis javanica
Actinidiaceae
Fagaceae
Engelhardia serata
Sloanea sigun
Macaranga sp.
Shefflera sp.
Claoxylum indicum
Jumlah
Juglandaceae
Elaeocarpaceae
Euphorbiaceae
Araliaceae
Euphorbiaceae
5,00
2,46
5,00 17,61
15,00 41,50
15,00
9,23
10,00
2,30
5,00 15,64
15,00
2,47
100,00 100,00
14,13
29,28
69,84
37,57
25,63
27,31
30,81
300,00
6,67
6,67
13,33
13,33
13,33
6,67
13,33
100,00
Gambar 4.101. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di CAKK pada
ketinggian 1600-1800 m dpl.
Tabel 4.62. Keragaman Jenis di CAKK pada ketinggian 1500 1600 m dpl
Md
Nama
Daerah
Cerem
Els
Katulampa
Es
Ki Hujan
Kode
Nama Latin
Macropanax
dispermum
Elaeocarpus
submonoceras
Engelhardia serata
Aralliaceae
Frelatif
(%)
16,67
Krelatif
(%)
9,09
Drelatif
(%)
5,88
INP
(%)
31,64
Elaeocarpaceae
16,67
18,18
11,92
46,77
Juglandaceae
16,67
27,27
55,42
99,35
Famili
4 | 114
Kode
Fr
Sw
Ltsp
Nama
Daerah
Ki Walen
Puspa
Pasang
Nama Latin
Ficus ribes
Schima wallichi
Lithocarpus sp.
Famili
Moraceae
Theaceae
Fagaceae
Jumlah
Frelatif
(%)
16,67
16,67
16,67
100,00
Krelatif
(%)
9,09
9,09
27,27
100,00
Drelatif
(%)
4,64
8,00
14,14
100,00
INP
(%)
30,40
33,76
58,08
300,00
Gambar 4.102. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di CAKK pada
ketinggian >1800 m dpl.
Gambar 4.103. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di TWAKK pada
ketinggian 1600 m dpl.
4 | 115
Gambar 4.104. Grafik keragaman spesies flora tingkat tiang di TWAKK pada
ketinggian 1600 m dpl.
Gambar 4.105. Grafik keragaman spesies flora tingkat pancang di TWAKK pada
ketinggian 1600 m dpl.
4 | 116
Gambar 4.106. Grafik keragaman spesies flora tingkat pohon di TWAKK pada
ketinggian 1500 - 1600 m dpl.
SPESIES
Acriopsis javanica
Appendicula ramosa
Bulbophyllum angustifolium
Bulbophyllum flavescens
Bulbophyllum ovalifolium
Bulbophyllum semperflorens
Coelgyne miniata
Dendrobium kuhlii
Dendrobium montanum
Dendrobium stuartii
Eria discolor
Eria flavescens
Eria retusa
Flickengeria angustifolia
IUCN
CITES
UU
KET.
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
4 | 117
No
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
SPESIES
IUCN
Liparis crenulata
Liparis javanica
Liparis viridiflora
Macodes petola
Oberonia costreina
Pholidota articulata
Pholidota carnea
Schoenorchis juncifolia
Tropidia angulosa
Pinus merkusii
CITES
II
II
II
II
II
II
II
II
II
UU
KET.
UU
VU
4.3.2.
Mamalia
4 | 118
Nama Species
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
I
II
III
IV
Nontransek
ARTIODACTYLA
Bovidae
1 Bubalus bubalis
Kerbau
Kijang
Cervidae
2 Muntiacus muntjak
Suidae
3 Sus scrofa
Babi hutan
CARNIVORA
Felidae
4 Panthera pardus melas
Macan tutul
5 Prionailurus bengalensis
Kucing hutan
v
v
Mustelidae
6 Martes flavigula
7 Melogale orientalis
Musang leher
kuning
Biul
v
v
Viverridae
8 Paradoxurus hermaphroditus
Musang Luwak
Kelelawar buah
Cecurut babi
CHIROPTERA
Pteropodidae
9 Cynopterus sp.
INSECTIVORA
Soricidae
10 Hylomis suillus
PHOLIDHOTA
Manidae
11 Manis javanica
Trenggiling
12 Presbytis comata
Surili
Lutung Jawa
PRIMATA
Cercopithicidae
v
RODENTIA
Sciuridae
14 Callosciurus notatus
Bajing Kelapa
15 Callosciurus sp.
Bajing
16 Ratufa bicolor
Jelarang
v
v
v
4 | 119
No.
Nama Species
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
I
II
III
IV
Nontransek
SCANDENTIA
Tupaiidae
17 Tupaia javanica
celemes
Pada Tabel 4.66 dapat dilihat bahwa terdapat tiga spesies mamalia yang memiliki
sebaran cukup luas dibandingkan spesies lainnya yaitu surili (Presbytis comata). Hal
ini terlihat dari ditemukannya spesies ini di seluruh jalur pengamatan. Kelima jalur
pengamatan tersebut memiliki ketinggian antara 1500 mdpl hingga 1800 mdpl. Jalur
pengamatan yang memiliki kekayaan spesies mamalia tertinggi yaitu di jalur II
dengan temuan 5 spesies mamalia dari 4 famili (29,4% dari total spesies mamalia
yang ditemukan). Pada jalur II ini ditemukan spesies primata penting yang sudah
mengalami keterancaman yaitu surili (Presbytis comata) dan lutung jawa
(Trachypithecus auratus mauritius). Sedangkan kekayaan spesies pada non-transek
sangat tinggi dikarenakan survei dilakukan di berbagai titik lokasi yang sangat
berpotensi dalam penemuan spesies dan titik lokasi tersebut berada di luar jalur
pengamatan. Berikut adalah grafik kekayaan spesies mamalia pada masing-masing
jalur pengamatan di kawasan CAKK dan TWAKK (Gambar4.107).
4 | 120
Gambar 4.108. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
CAKK dan TWAKK
Secara keseluruhan grafik diatas (Gambar 4.108) menunjukan bahwa tingkat
keragaman spesies pada kawasan CAKK dan TWAKK tergolong rendah dengan
kisaran 0 hingga 0,83 dengan nilai indeks tertinggi terdapat di jalur II. Menurut
Sodhi (2004) dalam Gunawan et al. (2005), tingkat keragaman spesies di suatu areal
dipengaruhi oleh beberapa faktor, dua diantaranya adalah keragaman atau kualitas
habitat dan gangguan dari aktifitas manusia seperti perburuan liar. Pada kawasan
CAKK dan TWAKK masih banyak aktifitas manusia yang dijumpai baik sebagai
sumber pencaharian maupun kegiatan hobi. Adapun fragmentasi habitat menjadi
salah satu ancaman yang terdapat pada kawasan ini, terlihat dengan adanya aktifitas
manusia yang besar dalam pengelolaan panas bumi.
4 | 121
Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi
diantara tiap spesies dalam komunitas dengan menggunakan nilai indeks kemerataan.
Data yang digunakan dalam nilai indeks kemerataan merupakan data perjumpaan
langsung yang berada dalam jalur pengamatan. Berdasarkan hasil survei, tingkat
kemerataan spesies mamalia di kawasan CAKK dan TWAKK berkisar antara 0,57
sampai 0,81. Menurut Husin (1988) dalam Lumme (1994), apabila nilai indeks
kemerataan mendekati satu maka sebaran individu-individu antar spesies relatif
merata, tetapi apabila nilai indeks mendekati 0 maka sebaran individu antar spesies
sangat tidak merata. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAKK dan TWAKK dapat dilihat pada Gambar 4.109.
Gambar 4.109. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan CAKK dan TWAKK
Berdasarkan pada Gambar 4.109 terlihat bahwa jalur III memiliki nilai indeks
kemerataan 0,81 yang berarti mempunyai nilai indeks mendekati satu sehingga
dapat dikatakan sebaran individu-individu antar spesies relatif merata. Hal ini
dikarenakan pada jalur III tidak memiliki spesies dominan. Berbeda dengan jalur IV
yang memiliki spesies dominan yaitu surili (Presbytis comata) sehingga nilai indeks
kemerataan pada jalur IV memiliki nilai terkecil. Adapun pada jalur V tidak dapat
dihitung indeks kemerataan spesies dikarenakan hanya satu spesies saja yang
dijumpai di jalur ini.
4 | 122
Nama Species
Manis javanica
Muntiacus muntjak
Panthera pardus melas
Presbytis comata
Prionailurus bengalensis
Ratufa bicolor
Trachypithecus auratus
mauritius
8 Tupaia javanica
Trenggiling
Kijang
Macan tutul
Surili
Kucing hutan
Jelarang
Status Perlindungan
PP7/99 IUCN CITES
D
EN
II
D
D
CR
I
D
EN
II
D
II
D
II
Lutung jawa
Nama Lokal
Celemes
VU
II
Endemik
E
E
II
Pada Tabel 4.67 dapat dilihat bahwa sebanyak 7 spesies mamalia dilindungi oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Jika dibandingkan dengan seluruh spesies mamalia yang
ditemukan di kawasan CAGT, spesies mamalia yang dilindungi berdasarkan status
ini mencakup 41,2%. Sedangkan berdasarkan catatan merah IUCN sebanyak satu
spesies mamalia memiliki status critically endangered / sangat terancam (CR), dua
spesies mamalia berstatus endangered / genting (EN), satu spesies mamalia
berstatus vulnerable / rawan (VU), dan sisanya berstatus near threatened /
mendekati terancam (NT), Least Concern / konsentrasi rendah (LC), dan Data
Deficient / data kurang (DD). Tiga status teratas seperti sangat terancam,
genting, dan rawan memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
Namun yang membedakan ketiga status tersebut adalah kriteria-kriteria didalamnya,
salah satunya diantaranya adalah ukuran populasi (terutama adanya pengurangan
populasi) suatu satwa (IUCN 2001).
Berdasarkan konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah
yaitu Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species (CITES) terdapat
satu spesies mamalia yang terdaftar dalam kategori Appendix I, enam spesies
mamalia terdaftar dalam kategori Appendix II, dua spesies mamalia terdaftar dalam
kategori Appendix III dan sisanya tidak terdaftar dalam CITES. Menurut Soehartono
dan Mardiastuti (2003), kategori Appendix I yaitu spesies yang jumlah di alamnya
4 | 123
sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan komersial untuk
spesies-spesies yang termasuk dalam Appendix I sama sekali tidak diperbolehkan.
Sedangkan pada kategori Appendix II yaitu semua spesies kehidupan liar walau tidak
dalam kondisi terancam dari kepunahan, tetapi mempunyai kemungkinan untuk
terancam punah jika perdagangannnya tidak diatur. Pada kriteria dasar kategori
Appendix III relatif sama dengan Appendix II hanya berbeda pada spesies yang
termasuk Appendix III diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu. Seperti halnya
pada dua spesies mamalia yang ditemukan, terdapat spesies yang tergolong Appendix
III (Lampiran 2), tetapi tidak diberlakukan di negara Indonesia melainkan di negara
India saja.
Terdapat tiga spesies mamalia yang termasuk spesies endemik jawa, diantaranya satu
spesies dari ordo Carnivora yaitu macan tutul (Panthera pardus melas); dua spesies
dari ordo primata yaitu surili (Presbytis comata) dan lutung jawa (Trachypithecus
auratus mauritius). Pada dua spesies primata seperti surili dan lutung jawa
merupakan primata endemik Jawa barat. Berikut adalah grafik sebaran spesies
mamalia berdasarkan status perlindungan PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES
(I&II) serta mamalia endemik jawa (Gambar 4.110).
4 | 124
Satwa. Adapun pada jalur II juga terlihat terdapat dua spesies mamalia endemik
jawa. Sedangkan di luar jalur pengamatan (non-transek) ditemukan satu spesies
mamalia yang berstatus appendix CITES I dan masuk daftar merah IUCN dengan
status CR seperti macan tutul (Panthera pardus melas). Oleh karena itu, kawasan ini
memerlukan perhatian yang lebih terutama pada sektor pengamanan atau
perlindungan spesies mamalia guna menghindari aktifitas-aktifitas yang mengancam
keberadaan spesies seperti perburuan.
Macan tutul (Panthera pardus melas) termasuk ke dalam ordo karnivora dan famili
felidae. Spesies ini dicirikan dengan pola warna tutul pada bagian tubuhnya. Pada
umumnya bulu pada spesies ini berwarna kuning kecoklatan dengan bintik-bintik
berwarna hitam dan bintik hitam yang berukuran lebih kecil di kepalanya. Spesies ini
mempunyai dua variasi warna yaitu berwarna terang dan berwarna gelap yang biasa
disebut dengan macan kumbang. Meskipun memiliki warna berbeda, keduanya
merupakan subspesies yang sama. Macan tutul mengalami proses melanisme, yaitu
dengan adanya dominasi pigmen hitam dalam bulu, sehingga binatang
keseluruhannya menjadi lebih kehitam-hitaman. Bentuk ini disebut bentuk kumbang.
Walaupun demikian, kembangan tutul-tutul masih terlihat pada bentuk kumbang ini
(Lembaga Biologi Nasional LIPI 1982).
Macan tutul merupakan spesies yang penting bagi ekosistem disekitarnya. Hal ini
dikarenakan spesies ini memiliki fungsi ekologi sebagai top predator dalam rantai
makanan. Namun, saat ini macan tutul mengalami keterancaman yang cukup serius
sehingga spesies ini dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Adapun spesies
ini terdaftar dalam catatan merah IUCN dengan status critically endangered / sangat
terancam dan juga termasuk ke dalam CITES dengan kategori Appendix I yang
sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
Macan tutul dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi (Ario 2010). Macan
tutul hanya tersebar di pulau jawa sehingga termasuk spesies endemik jawa. Menurut
Hoogerwerf (1970) dalam Gunawan (2010), di Jawa barat spesies ini tersebar di TN
Gunung Gede Pangrango, TN Ujung Kulon, Cianjur selatan dan Cirebon.
Berdasarkan survei yang dilakukan di kawasan DAS Citarum, terutama pada CA &
TWA Kawah Kamojang, keberadaan spesies ini teridentifikasi hanya di blok gunung
bongkok hingga gunung rakutak (di luar jalur pengamatan). Perjumpaan spesies di
luar jalur pengamatan dijumpai secara tidak langsung melalui cakaran pada batang
pohon, feses, dan jejak. Sehingga perhitungan kepadatan spesies ini tidak dapat
dilakukan.
4 | 125
4 | 126
4 | 127
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.111. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang
4.3.3.
Burung
4 | 128
CAKK
TWAKK
TWA Keterangan
Jumlah spesies
102
73
Jumlah family
33
29
Spesies Endemik
13
11
Spesies Dilindungi
15
13
Status IUCN
Status CITES
Selama survey dilakukan CAK, tercatat 13 spesies Endemik Jawa (11 Family).
Family dengan jumlah spesies endemik terbanyak masing-masing dua spesies yaitu
Capitonidae (Megalaima corvina dan Megalaima javensis) dan Timaliidae (Stachyris
melanothorax, Alcippe pyrrhoptera), kemudian masing-masing satu spesies dari
Accipitridae, Phasianidae, Psittacidae, Alcedinidae, Sylviidae, Rhipiduridae,
Aegithalidae, Nectariniidae, dan Zosteropidae.
Pada TWAKK tercatat 11 spesies Endemik Jawa (9 Family). Family dengan jumlah
spesies endemik terbanyak masing-masing dua jenis adalah Capitonidae (Megalaima
corvina dan Megalaima javensis) dan Timaliidae (Stachyris melanothorax, Alcippe
pyrrhoptera), kemudian masing-masing satu jenis dari Phasianidae, Psittacidae,
Alcedinidae, Sylviidae, Rhipiduridae, Aegithalidae dan Nectariniidae
Tabel 4.67. Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di CAK dan TWAKK
No.
1
2
3
4
5
6
7
Nama Ilmiah
Nisaetus bartelsi
Arborophila javanica
Loriculus pusillus
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pycnonotus bimaculatus
Nama Indonesia
Elang Jawa
Puyuh gonggong Jawa
Serindit Jawa
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Nama Inggris
Javan Hawk-Eagle
Chestnut-bellied Partridge
Yellow-throated Hanging Parrot
Javan Kingfisher
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
Orange-spotted Bulbul
4 | 129
No.
8
9
10
11
12
13
14
Nama Ilmiah
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Tesia superciliaris
Cettia vulcania
Rhipidura phoenicura
Aethopyga eximia
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Tesia Jawa
Ceret Gunung
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Gunung
Opior Jawa
Nama Inggris
Crescent-chested Babbler
Javan Fulvetta
Javan Tesia
Sunda Bush Warbler
Rufous-tailed Fantail
White-flanked Sunbird
Grey-throated Ibon
Nama Jalur
Cihejo
Ciharus
Beling
Pasir Kiara
TWAKK
E (Kemerataan
spesies)
0.850
0.792
0.752
0.913
0.925
4 | 130
Terdapat dua habitat utama di wilayah CAK, yakni belukar dan hutan alam. Belukar,
atau dalam bahasa setempat disebut reuma , yaitu bekas lahan yang di buka dan
dibersihkan beberapa tahun lalu kemudian berkembang secara alami tertutupi oleh
semak. Hamparan Reuma umumnya dapat dijumpai di tepi batas kawasan. Habitat
lain di sekitar kawasan adalah kebun Pinus dan kebun rasamala Perhutani yang
umumnya sudah disisipi tanamam kopi, juga terdapat lahan perkebunan teh serta atau
lahan pertanian masyarakat.
Sementara tekanan ekologis terhadap keragaman spesies burung di kawasan tersebt
dapat dikatagorikan dalam tahap sedang yang berasal dari pembukaan areal untuk
ladang dan fasilitas panas bumi oleh beberapa perusahaan. Hal tersebut diatas secara
tidak langsung juga berpengaruh pada keragaman dan kemerataan spesies burung di
kawasan CAK dan TWAKK.
Gambar 4.112. Grafik analisa Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener
4 | 131
peruntukan lainnya seperti fasilitas pembangkit listrik tenaga panas bumi dan juga
perburuan satwa oleh masyarakat (walaupun dalam sekala kecil dan mungkin tidak
signifikan), akan tetapi kedua hal tersebut menjadi faktor dominan yang dijumpai di
lapangan terhadap keberadaan spesies terutama spesies-spesies yang memiliki status
konservasi, baik itu spesies yang terancam punah atau spesies yang mendapat
perludungan nasional (UU no 5/1990 dan PP no 7&8/1995) maupun internasional.
(CITES).
Tabel 4.69. Daftar Jenis Burung dengan status keterancaman IUCN dan
perlindungan melalui CITES dan Undang-undang No 5/1990 atau PP No
7/1999.
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Nama Ilmiah
Spilornis cheela
Ictinaetus malayensis
Spizaetus bartelsi
Spizaetus cirrhatus
Falco moluccensis
Loriculus pusillus
Otus lempiji
Ketupa ketupu
Halcyon chloris
Alcedo meninting
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Psaltria exilis
Alcippe pyrrhoptera
Stachyris melanothorax
Rhipidura phoenicura
Anthreptes singalensis
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Anthreptes malacensis
Arachnothera longirostra
Arachnothera robusta
Arachnothera affinis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elangular Bido
Elang Hitam
Elang Jawa
Elang Brontok
Alapalap Sapi
Serindit Jawa
Celepuk Reban
Beluk Ketupa
Cekakak Sungai
Rajaudang Meninting
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cerecet Jawa
Wergan Jawa
Tepus Pipi-perak
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Belukar
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Kelapa
Pijantung Kecil
Pijantung Besar
Pijantung Gunung
Opior Jawa
IUCN CITES
II
II
EN
II
II
II
NT
II
II
II
UU-RI
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
B
AB
4 | 132
Luas area
Perkiraan
Populasi/
pasang
Luas Daya
jelajah/pasang
54.64 km2
12,29 km
4-5
CWMBC
60 km2
9,41-7,6 km2
Keterangan
Habtat yang
memadai
Perkiraan luas cover
area kajian CAKK
dan TWAKK
Tabel di atas menunjukan pendugaan populasi di CAKK dan TWAKK antara 5,8 7,1 pasang atau dengan pembulatan menjadi antara 6-7 pasang di seluruh lokasi
kajian. Estimasi atau pendugaan populasi tersebut tentunya hanya diperoleh dari
Laporan Kajian Flora dan Fauna BBKSDA Jawa Barat (12.2013)
4 | 133
kajian singkat yang dilakukan dalam survey ini dan diperlukan perhitungan untuk
pendugaan populasi dengan memperhatikan variable atau peubah yang dapat
mempengaruhi keberadaan spesies ini, diantaranya luasan area kanian, tutupan lahan,
kesesuaian tipe habitat dan keberadaan kompetitor dari spesies yang sama maupun
spesies dari famili Accipritidae lainnya di kawasan CAKK dan TWAKK.
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.113. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan CAKK dan TWAKK
4.3.4.
Herpetofauna
4 | 134
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Spesies
AMFIBI
Dicroglossidae
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Occidozyga lima
Megophrydae
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhyllidae
Microhylla achatina
Ranidae
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Rhacophoridae
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
Rhacophorus reinwardtii
REPTILIA
Agamidae
Broncochella jubata
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Colubridae
Dendrelaphis pictus
Rhabdophys chrysarga
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
Scincidae
Eutropis multifasciata
LJ
CSH
CHW
CHR
CSR
v
v
v
v
v
v
END
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Keterangan : LJ : Luar Jalur, CSH : Curug Ciseoh, CHJ : Sungai Cihanjawar, CHR : Sungai Ciherang, CSR : Sungai Cisair,
END : Endemisitas
Jumlah spesies yang paling banyak dijumpai di jalur Sungai Ciherang, dimana pada
jalur tersebut dijumpai sebanyak 10 spesies (Gambar 4.114). Kondisi habitat pada
masing-masing jalur berupa hutan sekunder (Sungai Cihanjawar, Sungai Ciherang
dan Sungai Cisair) dan semak belukar (Curug Ciseoh). Secara umum, kondisi habitat
pada masing-masing jalur telah terganggu oleh aktivitas manusia. Selain itu,
4 | 135
berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, kondisi aliran sungai di semua jalur
telah mengalami gangguan alami berupa banjir bandang.
jumlah
spesies
pada
masing-masing
lokasi
Seluruh spesies yang dijumpai terdiri dari 9 family yang terbagi dari 2 kelas (amfibi
dan reptilian). Kelas amfibi terdiri dari 5 family yaitu Dicroglossidae, Megophrydae,
Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Family Dicroglosidae dan
Rhacophoridae merupakan family dengan anggota spesies yang terbanyak, yaitu 4
spesies.
Sedangkan pada kelas reptilian terdiri dari 4 family, yaitu Agamidae, Colubridae,
Gekkonidae dan Scincidae. Family yang memiliki jumlah spesies paling banyak
adalah Agamidae dengan 3 spesies (Gambar 4.115).
4 | 136
Spesies endemik yang dijumpai di TBGMK adalah Kongkang jeram (Huia masonii),
Katak-pohon jawa (Rhacophorus margaritifer) dan Percil jawa (Microhyla
achatina).
Jalur
Curug Ciseoh
Sungai Cihanjawar
Sungai Ciherang
Sungai Cisair
H
1.75
1.59
2.22
1.28
E
0.90
0.82
0.93
0.92
Jalur Sungai Ciherang merupakan jalur dengan nilai keragaman yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan jalur lain, yaitu H = 2.22. Pada jalur Sungai Ciherang
dijumpai sebanyak 10 spesies dengan nilai kemerataan spesiesnya (E) adalah 0.93.
Jalur Sungai Cisair merupakan jalur dengan nilai keragaman hayati dan kemerataan
spesies yang paling rendah, yaitu H = 1.28. Akan tetapi nilai kemerataan spesies
pada jalur Sungai Cisair tergolong tinggi jika dibandingkan dengan jalur yang
4 | 137
Spesies
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Occidozyga lima
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhylla achatina
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
IUCN
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
LC
LC
LC
CITES
-
PP7
-
4 | 138
No
14
15
16
17
18
19
20
21
Spesies
Rhacophorus reinwardtii
Broncochella jubata
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Dendrelaphis pictus
Rhabdophys chrysarga
Cyrtodactylus marmoratus
Eutropis multifasciata
IUCN
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
CITES
-
PP7
-
4 | 139
4 | 140
Spesies ini merupakan spesies yang sangat umum dijumpai pada aliran sungai
dengan aliran yang deras dan berbatu-batu. Biasanya dijumpai juga bersembunyi di
dalam semak-semak di pinggir sungai. Berdasarkan daftar merah IUCN, Huia
masonii dikategorikan ke dalam status Vulnerable.
4 | 141
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.121. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa herpetofauna di
kawasan Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kawah
Kamojang
4.3.5.
Insekta
JENIS
Nymphalidae
Cyrestis lutea lutea
Euplea sp.
Lethe confusa godana
Mycalesis sudra sudra
Polyura athamas attalus
Symbrenthia hypatia
Papilionidae
Graphium sarpedon
Papilio helenus
Ciharus
G. Sangar
2
1
2
1
1
2
2
1
4 | 142
NO.
9
10
JENIS
Pieridae
Eurema brigitta drona
Pieridae sp2.
Jumlah Spesies
Ciharus
G. Sangar
1
1
9
Survey yang dilakukan di jalur Ciharus dijumpai lebih banyak spesies Lepidoptera,
yaitu 9 spesies. Hal ini dikarenakan kondisi habitat pada jalur ini berupa Sempadan
Danau dengan tutupan vegetasi berupa rumput dan semak belukar. Hal ini
menyebabkan intensites jahaya yang sampai ke permukaan tanah sangat tinggi. Hal
ini berbeda dengan kondisi habitat pada jalur gunung sangar dengan tutupan vegetasi
yang lebih rapat dan ketinggian tempat yang relative lebih tinggi yaitu 1600 1800
mdpl. Pada umumnya kupu-kupu memerlukan suhu tubuh 28-400 C untuk melakukan
aktivitasnya (Kingsolver, 1985). Joshi dan Arya (2007) menyatakan bahwa
keragaman kupu-kupu tinggi pada habitat dengan ketinggian yang rendah.
Gambar 4.122. Kekayaan family dari ordo Lepidoptera di CAK dan TWAKK
Gambar 4.122 menunjukkan kekayaan spesies berdasarkan family. Jumlah spesies
yang paling banyak adalah pada family Nymphalidae, yaitu 6 spesies. Menurut Smart
(1991) dalam Jurnal PHKA (2005), famili Nymphalidae termasuk famili dengan
jumlah besar dan populasinya dapat ditemukan di berbagai daerah di dunia. Famili
tersebut terdiri dari ribuan spesies.
4 | 143
masing spesies yang dijumpai juga merata, hal ini ditunjukkan dengan nilai E yang
mendekati 1, yaitu 0.97. Hal ini sangat jauh berbeda dengan nilai keragaman hayati
di jelur Gunung Sangar. Nilai H di jalur Gunung Sangar adalah 0 dan tidak memiliki
nilai kemerataan. Hal ini dikarenakan di jalur Gunung Sangar hanya dijumpai satu
spesies saja.
Tabel 4.75. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing jalur
No
1
2
4.3.6.
Nama Jalur
Ciharus
Gunung Sangar
H'
2.14
0
E
0.97
-
Biota Akuatik
Nama Ilmiah
Aequidens rivulatus
Channa gachua
Glyptotorax cf platypogon
Nemachelius fasciatus
Oreochromis niloticus
Poecilia reticulata
Puntius binotatus
Rasbora laterstriata
Xiphoporus hellerii
Geocessarma sp
Parathelpusa convexa
Macrobrachium rosenbergii
Macrobrachium sintangense
Macrobrachium sp
Nama Lokal
Goldsom
Bogo
Kekel
Jeler
Nila
Berenyit
Beunteur
Paray
Green Swordtail
Impun (sp 1)
Ikan mas (sp 2)
Deleg (sp 3)
Ketam ungu
Ketam sawah
Ketam hitam (sp 5)
Udang sp 4
Keterangan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ikan
Ketam
Ketam
Ketam
Udang
Udang
Udang
4 | 144
Berdasarkan hasil analisis keragaman hayati dengan Indeks Simpson diperoleh nilai
keragaman hayati pada masing-masing jalur berkisar antara 0 sampai 0.75 dan
dikategorikan ke dalam nilai keragaman hayati yang rendah. Jalur dengan nilai
keragaman hayati yang paling tinggi adalah jalur KM-5 dengan nilai 0.75 sedangkan
jalur dengan nilai keragaman hayati paling rendah adalah KM-2 dengan nilai 0. Pada
jalur KM-2 hanya dijumpai 1 spesies saja, sehingga nilai keragaman hayatinya
adalah 0.
Tabel 4.77. Sebaran benthos di CAK dan TWAKK
No
Spesies
KM-1 KM-2 KM-3 KM-4 KM-5 KM-6 KM-7
1 Asterionella formosa
66
2 Closterium sp.
33
99
33
33
33
3 Cyclops sp.
33
4 Fragilaria capucina
33
5 Gonatozygon arculeatum
66
6 Paramacium sp.
1419
7 Spirogyra azygospora
33
8 Spirogyra sp.
33 8547
33
33
9 Spirulina major
33
66
10 Staurastrum sp.
66
11 Surirella sp.
12 Synedra acus
33
13 Synedra sp.
14 Synedra ulna
297
33
33
TOTAL
495
66
66 10098 132 165
66
I.D. SIMPSON
0.596
0
0.5 0.26374 0.75 0.72
0.5
Sunmber: Tabulasi Data Primer 2013, Analisa Laboratorium Lembaga Ekologi UNPad
4 | 145
4.4.
4.4.1.
Flora
Gambar 4.123. Grafik kekayaan spesies flora di CAGB pada berbagai ketinggian
Nama
Daerah
Pulus
Kiara
beunyeur
Ki Leho
Salam
Saninten
Nama Latin
Famili
Dendrocnide sinuata
Urticaceae
Ficus sp.
Moraceae
Saurauia bracteosa
Syzigium polyanthum
Castanopsis javanica
Actinidiaceae
Myrtaceae
Fagaceae
Frelatif
(%)
8,70
Krelatif
(%)
8,70
Drelatif
(%)
3,22
INP
(%)
20,61
8,70
13,04
4,35
4,35
8,70
13,04
4,35
4,35
8,04
7,44
1,64
6,03
25,43
33,53
10,34
14,73
4 | 146
Kode
Vr
Nama
Daerah
Nangsi
Bisoro Bisoro
Fp
Hamerang
Ct
Kalimorot
Lu
Ds
Bg
Eu-sp
Kihaj
Pp
Gf
Gc
Tigugula
Pulus
Kanyere
Ki beusi
Ki haji
Lengsar
Peuris
Taritih
Nama Latin
Villebrunea
rubescens
Ficus padana
Castanopsis
tunggurut
Litsea umbellata
Dendrocnide sinuata
Bridelia glauca
Eugenia sp
Pometia pinnata
Glochidion
fulvirameum
Gyroniera cuspidata
Jumlah
Famili
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
1,61
2,11
1,81
10,30
10,81
10,51
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
4,35
7,84
6,84
1,47
3,85
8,68
6,70
14,08
16,54
15,53
10,17
12,55
17,38
15,40
22,77
Urticaceae
5347-5366
Moraceae
Fagaceae
Lauraceae
Laportaceae
Euphorbiaceae
Myrtaceae
5481-5486
Sapindaceae
Euphorbiaceae
Ulmaceae
INP
(%)
4,35
4,35
2,11 10,81
13,04 13,04 16,52 42,61
100,00 100,00 100,00 300,00
4 | 147
Nama
Daerah
Nangsi
Ds
Op
Lengsar
Gintung/
Gadog
Pulus
Kareumbi
Masp
Camun
Gf
Manggong
Camun
Peuris
Elaeosp
Lb
Sw
Lisp
Heucit
Pp
Bj
Huru Hiris
Puspa
Huru Leeur
Nama Latin
Famili
Villebrunea
rubescens
Pometia pinnata
Bisschoffia javanica
Urticaceae
Dendrocnide sinuata
Omalanthus
populneus
Macaranga sp.
Laportaceae
Euphorbiaceae
Glochidion
fulvirameum
Elaeocarpus sp.
Euphorbiaceae
Litsea brachystachia
Schima wallichii
Litsea sp.
Jumlah
Lauraceae
Theaceae
Lauraceae
Sapindaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Elaeocarpaceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
40,00
5,00
29,41
5,88
37,74 107,15
5,05 15,94
10,00
5,00
11,76
5,88
9,77
4,04
31,54
14,93
5,00
5,00
5,00
5,88
5,88
5,88
4,04
3,37
4,99
14,93
14,25
15,87
5,00
5,88
6,74
17,62
5,00
5,88
6,74 17,62
5,00
5,88
4,72 15,60
5,00
5,88
6,06 16,95
5,00
5,88
6,74 17,62
100,00 100,00 100,00 300,00
4 | 148
Nama Latin
Famili
Dysoxylum
alliaceum
Meliaceae
Litsea umbellata
Lauraceae
Macaranga sp.
Villebrunea
rubescens
Urticaceae
Ipis kulit
Hirung
Ki cabe
Pasang
Puspa
Ki mokla
Jumlah
Frelatif
(%)
Krelatif (%)
Drelatif (%)
INP (%)
3,59
6,96
3,57
7,14
2,27
9,27
9,43
23,37
6,96
3,59
3,59
3,59
6,96
3,59
11,60
21,10
7,14
3,57
3,57
3,57
7,14
3,57
10,71
21,43
6,74
3,37
1,68
4,21
9,69
4,21
10,53
11,79
20,84
10,53
8,84
11,37
23,79
11,37
32,85
54,32
3,59
3,59
3,59
3,59
6,96
3,59
3,59
100,00
3,57
3,57
3,57
3,57
7,14
3,57
3,57
100,00
6,32
5,90
4,21
1,68
9,27
2,95
5,90
100,00
13,48
13,06
11,37
8,84
23,37
10,11
13,06
300,00
4 | 149
Nama Latin
Famili
Omalanthus populneus
Euphorbiaceae
Bridelia glauca
Euphorbiaceae
Villebrunea rubescens
Urticaceae
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
INP
(%)
5,88
0,84
6,72
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
8,40 14,29
5,88 16,81 22,69
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
4,20 10,08
5,88
8,40 14,29
5,88
8,40 14,29
5,88
0,84
6,72
5,88
0,84
6,72
5,88
0,84
6,72
5,88 21,01 26,89
100,00 100,00 200,00
4 | 150
Gambar 4.128. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pohon di kawasan
CAGB
Gambar 4.129. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat tiang di kawasan
CAGB
4 | 151
Gambar 4.130. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pancang di kawasan
CAGB
Gambar 4.131. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat semai di kawasan
CAGB
4.4.2.
Mamalia
4 | 152
semak, hutan sekunder, hingga hutan klimaks. Secara keseluruhan survei terbagi
menjadi empat jalur yang dilakukan selama lima hari dengan menggunakan metode
transek. Adapun guna mengetahui kekayaan spesies dilakukan dengan metode di luar
transek seperti kamera trap, live trap (perangkap rodentia), dan mistnet (perangkap
chiroptera). Spesies-spesies yang ditemukan didasarkan pada perjumpaan langsung
dan tidak langsung. Sebaran spesies mamalia di kawasan Cagar Alam Burangrang
dapat dilihat pada Tabel 4.84.
Tabel 4.82. Sebaran spesies mamalia di kawasan Cagar Alam Burangrang
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Nama Species
ARTIODACTYLA
Cervidae
Muntiacus muntjak
Suidae
Sus scrofa
CARNIVORA
Felidae
Panthera pardus melas
Prionailurus bengalensis
Herpestidae
Herpestes javanicus
Mustelidae
Melogale orientalis
Aonyx cinerea
Prionodon linsang
Viverridae
Paradoxurus
hermaphroditus
Arctictis binturong
CHIROPTERA
Pteropodidae
Rousettus sp (v)
Rousettus sp (2)
Cynopterus sp.
INSECTIVORA
Soricidae
Crocidura monticola
Hylomis suillus
PHOLIDHOTA
Manidae
Manis javanica
PRIMATA
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
II
III
IV
Kijang
Babi hutan
Macan tutul
Kucing hutan
v
v
v
v
Garangan
Biul
Sero Ambrang
Linsang
Nontransek
v
v
v
v
v
v
Musang Luwak
Binturong
Codot
Codot
Kelelawar buah
v
v
v
Cecurut
Cecurut babi
Trenggiling
v
v
4 | 153
No.
Nama Species
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
II
III
IV
Nontransek
Cercopithicidae
17
Macaca fascicularis
18 Presbytis comata
19 Trachypithecus auratus
mauritius
Hylobatidae
20 Hylobates moloch
Lorisidae
21 Nycticebus javanicus
RODENTIA
Hystricidae
22 Hystrix javanica
Muridae
23 Mus sp.
24 Rattus norvegicus
Sciuridae
25 Lariscus sp.
26 Ratufa bicolor
SCANDENTIA
Tupaiidae
27 Tupaia javanica
Monyet ekor
panjang
Surili
Lutung Jawa
v
v
Owa Jawa
v
v
Kukang Jawa
Landak Jawa
Tikus
Tikus riul
v
v
Bajing Tanah
Jelarang
v
v
celemes
Pada Tabel 4.84 dapat dilihat bahwa terdapat dua spesies mamalia yang memiliki
sebaran cukup luas dibandingkan spesies lainnya yaitu babi hutan (Sus scrofa) dan
kucing hutan (Prionailurus bengalensis). Hal ini terlihat dari ditemukannya spesies
ini di semua jalur pengamatan yang ada. Semaua jalur pengamatan tersebut memiliki
ketinggian antara 800 mdpl hingga 1800 mdpl. Jalur pengamatan yang memiliki
kekayaan spesies mamalia tertinggi yaitu di jalur III dengan temuan 8 spesies
mamalia dari 8 famili (29,6% dari total spesies mamalia yang ditemukan).
Sedangkan kekayaan spesies pada non-transek sangat tinggi dikarenakan survei
dilakukan di berbagai titik lokasi yang sangat berpotensi dalam penemuan spesies
dan titik lokasi tersebut berada di luar jalur pengamatan. Berikut adalah grafik
kekayaan spesies mamalia pada masing-masing jalur pengamatan di kawasan Cagar
Alam Burangrang (Gambar 4.132).
4 | 154
Gambar 4.132. Grafik kekayaan spesies (jumlah spesies dan jumlah famili) di
masing-masing jalur pengamatan di kawasan CAGB
4 | 155
Gambar 4.133. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
Cagar Alam Burangrang
Secara keseluruhan grafik diatas (Gambar 4.133) menunjukan bahwa tingkat
keragaman spesies pada kawasan Cagar Alam Burangrang tergolong rendah
hingga sedang dengan kisaran 0 hingga 1,1 dengan nilai indeks tertinggi terdapat
di jalur II dan nilai indeks terendah terdapat di jalur I. Menurut Sodhi (2004) dalam
Gunawan et al. (2005), tingkat keragaman spesies di suatu areal dipengaruhi oleh
beberapa faktor, dua diantaranya adalah keragaman atau kualitas habitat dan
gangguan dari aktifitas manusia seperti perburuan liar. Intensitas aktifitas manusia di
kawasan Cagar Alam Burangrang masih terbilang cukup banyak. Hal ini terlihat dari
banyaknya orang yang keluar dan masuk kawasan untuk berbagai keperluan mulai
dari rekreasi, sekedar lewat (jalan pintas dari daerah sekitar menuju LembangBandung), bahkan aktifitas perburuan masih ditemukan. Aktifitas manusia tersebut
ditemukan pada blok-blok tertentu seperti blok Ciherang. Pada blok ini cukup sulit
untuk menemukan spesies mamalia secara langsung. Berbeda dengan blok Cisair
yang jarang terdapat aktifitas manusia sehingga spesies mamalia yang terbilang
sensitif terhadap keberadaan manusia seperti yang berasal ordo primata masih dapat
dijumpai.
Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi
diantara tiap spesies dalam suatu komunitas. Dalam mengetahui tingkat merataan
spesies perlu menggunakan nilai indeks kemerataan. Data yang digunakan dalam
nilai indeks kemerataan merupakan data perjumpaan langsung yang berada dalam
jalur pengamatan. Berdasarkan hasil survei, tingkat kemerataan spesies mamalia di
kawasan Cagar Alam Burangrang sebesar 1. Menurut Husin (1988) dalam Lumme
(1994), apabila nilai indeks kemerataan mendekati satu maka sebaran individu-
4 | 156
individu antar spesies relatif merata, tetapi apabila nilai indeks mendekati 0 maka
sebaran individu antar spesies sangat tidak merata. Grafik indeks kemerataan spesies
pada tiap jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam Burangrang dapat dilihat pada
Gambar 4.134.
Gambar 4.134. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan Cagar Alam Burangrang
Berdasarkan pada Gambar 4.134 terlihat bahwa kedua jalur tersebut (jalur II dan III)
memiliki nilai indeks kemerataan satu yang berarti sebaran individu-individu antar
spesies relatif merata. Hal ini dikarenakan pada jalur I tidak memiliki spesies
dominan. Pada tiap spesies mamalia yang ditemukan hanya berjumlah satu individu
saja. Adapun pada jalur I tidak dapat dihitung indeks kemerataan spesies dikarenakan
hanya satu spesies saja yang dijumpai di jalur ini.
4 | 157
Nama Species
Aonyx cinerea
Arctictis binturong
Hylobates moloch
Hystrix javanica
Macaca fascicularis
Manis javanica
Muntiacus muntjak
Nycticebus javanicus
Panthera pardus melas
Presbytis comata
Prionailurus bengalensis
Prionodon linsang
Ratufa bicolor
Trachypithecus auratus
mauritius
15 Tupaia javanica
Nama Lokal
Sero ambrang
Binturong
Owa jawa
Landak jawa
Monyet ekor
panjang
Trenggiling
Kijang
Kukang jawa
Macan tutul
Surili
Kucing hutan
Linsang
Jelarang
Lutung jawa
Status Perlindungan
PP7/99 IUCN CITES
VU
II
D
VU
D
EN
I
D
Endemik
II
D
D
D
D
D
D
D
D
EN
II
CR
CR
EN
I
I
II
II
II
II
E
E
E
VU
II
Celemes
II
Keterangan: D = dilindungi PP RI No. 7/1999, TD = Tidak dilindungi PP RI No. 7/1999, CR= Critically Endangered, EN =
Endangered, VU = Vulnerable, I = CITES Appendix 1, II = CITES Appendix 2, E = endemik Jawa
Pada Tabel 4.85 dapat dilihat bahwa sebanyak 12 spesies mamalia dilindungi oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Jika dibandingkan dengan seluruh spesies mamalia yang
ditemukan, spesies mamalia yang dilindungi berdasarkan status ini mencakup 44,4%.
Sedangkan berdasarkan catatan merah IUCN sebanyak dua spesies mamalia
memiliki status critically endangered / sangat terancam (CR), tiga spesies mamalia
berstatus endangered / genting (EN), tiga spesies mamalia berstatus vulnerable /
rawan (VU), dan sisanya berstatus near threatened / mendekati terancam (NT),
Least Concern / konsentrasi rendah (LC), dan Data Deficient / data kurang (DD).
Tiga status teratas seperti sangat terancam, genting, dan rawan memiliki resiko
kepunahan yang sangat tinggi di alam. Namun yang membedakan ketiga status
tersebut adalah kriteria-kriteria didalamnya, salah satunya diantaranya adalah ukuran
populasi (terutama adanya pengurangan populasi) suatu satwa (IUCN 2001).
Berdasarkan konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah
yaitu Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species (CITES) terdapat
tiga spesies mamalia yang terdaftar dalam kategori Appendix I, sembilan spesies
mamalia terdaftar dalam kategori Appendix II, tiga spesies mamalia terdaftar dalam
kategori Appendix III dan sisanya tidak terdaftar dalam CITES. Menurut Soehartono
4 | 158
dan Mardiastuti (2003), kategori Appendix I yaitu spesies yang jumlah di alamnya
sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan komersial untuk
spesies-spesies yang termasuk dalam Appendix I sama sekali tidak diperbolehkan.
Sedangkan pada kategori Appendix II yaitu semua spesies kehidupan liar walau tidak
dalam kondisi terancam dari kepunahan, tetapi mempunyai kemungkinan untuk
terancam punah jika perdagangannnya tidak diatur. Pada kriteria dasar kategori
Appendix III relatif sama dengan Appendix II hanya berbeda pada spesies yang
termasuk Appendix III diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu. Seperti halnya
pada tiga spesies mamalia yang ditemukan, terdapat spesies yang tergolong Appendix
III (lampiran xx), tetapi tidak diberlakukan di negara Indonesia melainkan di negara
India saja.
Terdapat lima spesies mamalia yang termasuk spesies endemik jawa, diantaranya
satu spesies dari ordo Carnivora yaitu macan tutul (Panthera pardus melas); empat
spesies dari ordo primata yaitu kukang jawa (Nycticebus javanicus), owa jawa
(Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), dan lutung jawa (Trachypithecus
auratus mauritius). Pada dua spesies primata seperti surili dan lutung jawa
merupakan primata endemik Jawa barat. Berikut adalah grafik sebaran spesies
mamalia berdasarkan status perlindungan PP 7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES
(I&II) serta mamalia endemik jawa (Gambar 4.135).
4 | 159
besar yaitu sebanyak empat spesies. Sedangkan berdasarkan pada appendix I CITES
pada masing-masing jalur pengamatan dapat ditemukan sebanyak satu spesies. Hal
serupa juga dapat dilihat pada daftar merah IUCN yang berstatus CR yang masingmasing jalur pengamatan terdapat satu spesies kecuali pada jalur III. Adapun pada
jalur I memiliki spesies endemik jawa yang lebih banyak dibandingkan jalur lainnya.
Selain itu, areal di luar jalur transek juga memiliki spesies dilindungi yang cukup
banyak. Secara keseluruhan, kawasan Cagar Alam Burangrang memiliki spesiesspesies penting dilindungi yang banyak.Adapun pada spesies endemik jawa lebih
banyak ditemukan di jalur III. Oleh karena itu, kawasan ini (jalur I dan jalur III)
memerlukan perhatian yang lebih terutama pada sektor pengamanan atau
perlindungan spesies mamalia guna menghindari aktifitas-aktifitas yang mengancam
keberadaan spesies seperti perburuan.
4 | 160
Alam Burangrang, spesies ini tersebar hampir merata di seluruh jalur pengamatan
termasuk blok Ciherang. Spesies ini tercatat mulai dari ketinggian 1100 mdpl hingga
1800 mdpl. Namun perjumpaan spesies ini dijumpai secara tidak langung berupa
feses, jejak, maupun bekas cakaran di batang pohon. Oleh karena itu, perhitungan
kepadatan spesies ini tidak dapat dilakukan. Adapun perjumpaan melalui camera trap
pada tanggal 19 September 2013 sebanyak satu individu.
Kukang jawa (Nycticebus javanicus)
Kukang jawa (Nycticebus javanicus) termasuk kedalam ordo primata dan famili
lorisidae. Ciri-ciri pada kukang jawa yaitu warna rambut kelabu keputih-putihan,
pada punggung terdapat garis coklat melintang dari bagian belakang tubuh hingga
dahi, rambut sekitar telinga berwarna coklat serta di sekitar mata juga berwarna
coklat membentuk bulatan sehingga menyerupai kacamata. Habitat kukang jawa
meliputi hutan primer dan sekunder, hutan bambu, hutan bakau, dan terkadang di
daerah perkebunan (Supriatna & Wahyono 2000). Kukang jawa merupakan spesies
yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Saat ini spesies ini sedang mengalami
penurunan populasi sehingga terjadi peningkatan status pada catatan merah IUCN,
diketahui pada tahun 2008 spesies ini masih berstatus endangered / genting tetapi
pada tahun 2013 spesies ini telah berstatus critically endangered / sangat terancam.
Kukang jawa hanya ditemukan di pulau jawa sehingga spesies ini termasuk spesies
endemik jawa. Menurut Supriatna & Wahyono (2000), kukang jawa tersebar di
hutan-hutan lindung, TN Gunung Gede Pangrango, TN Ujung Kulon, dan Gunung
Halimun. Selama survey berlangsung, spesies ini dapat ditemukan di kawasan DAS
Citarum, terutama pada Cagar Alam Burangrang. Namun spesies ini dijumpai diluar
jalur pengamatan sehingga tidak dapat dilakukan perhitungan kepadatan spesies.
Owa Jawa (Hylobates moloch)
Owa jawa (Hylobates moloch) termasuk ke dalam ordo primata dan famili
hylobatidae. Owa jawa memiliki ciri-ciri seperti Tubuh seluruhnya ditutupi rambut
yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya
berwarna hitam. Muka seluruhya juga berwarna hitam, dengan alis berwarna abu-abu
yang meneyerupai warna keseluruhan tubuh. Owa jawa hidup di kawasan hutan
hujan tropis mulai dari dataran rendah, pesisir, hingga pegunungan dengan tinggi
1400 1600 mdpl (Supriatna & Wahyono 2000). Saat ini owa jawa mengalami
keterancaman sehingga spesies ini juga dilindungi oleh Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa. Selain itu, spesies ini terdaftar dalam catatan merah IUCN dengan status
endangered / genting dan juga termasuk ke dalam CITES dengan kategori
Appendix I yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
4 | 161
Owa jawa hanya tersebar di pulau jawa saja sehingga spesies ini terbilang spesies
endemik jawa. Menurut Supriatna dan Tilson (1994) dalam Ario et al. (2011),
penyebaran owa jawa di Jawa Barat, diantaranya seperti di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun, Taman Nasional Ujung Kulon,
Cagar Alam Gunung Simpang dan Leuweng Sancang. Sedangkan berdasarkan survei
di kawasan DAS Citarum, terutama pada Cagar Alam Burangrang, spesies ini
berhasil dijumpai secara langsung di jalur III (blok Cisair). Namun hanya dijumpai
satu individu saja dengan ketinggian mencapai 1103 mdpl. Penyebaran spesies ini
semakin luas dibandingkan beberapa tahun sebelum ini, kalau dahulu lebih terpusat
bagian tengah sampai utara Burangrang, sekarang sudah dijumpai di bagian selatan
kawasan.
Perjumpaan spesies ini berdasarkan perjumpaan langsung sehingga perhitungan
kepadatan dapat digunakan dengan menggunakan beberapa asumsi seperti
penyamaan pada luas jalur (lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100
m dan panjang pada masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak
adanya pengulangan dalam pengambilan data. Dengan menggunakan asumsi tersebut
maka pendugaan populasi yang diperoleh sebesar 16 individu dengan kepadatan ratarata spesies sebesar 0,006 ind/ha. Intensitas sampling areal sebesar 5,92 %. Beberapa
sumber menyarankan agar areal (contoh) yang diamati mencapai 10 15 % dari luas
total kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa berpendapat bahwa estimasi
ukuran populasi sudah cukup akurat hanya dengan mengamati areal contoh seluas
5% dari luas total kawasan yang hendak diduga (Tobing 2008). Jadi, pendugaan
populasi owa jawa di Cagar Alam Burangrang terbilang cukup akurat meskipun
masih memerlukan intensitas sampling yang lebih besar lagi. Namun perolehan data
tersebut masih terbilang kurang karena waktu survei yang sangat singkat. Oleh
karena itu, masih diperlukan pengkajian atau penelitian lebih lanjut mengenai
populasi atau kepadatan rata-rata spesies secara lebih detail terutama dengan
mempertimbangkan luas areal contoh dan lamanya waktu pelaksanaan.
Surili (Presbytis comata)
Surili (Presbytis comata) termasuk ke dalam ordo primata dan famili
Cercopithicidae. Secara umum tubuh surili dewasa mulai dari kepala sampai bagian
punggung memiliki warna hitam atau coklat dan keabuan. Rambut pada jambul dan
kepala berwarna hitam. Sedangkan rambut yang tumbuh dibawah dagu, dada dan
perut, bagian dalam lengan, kaki, dan ekor berwarna putih. Warna kulit muka dan
telinga hitam pekat agak kemerahan (Supriatna & Wahyono 2000). Saat ini surili
mengalami keterancaman sehingga spesies ini juga dilindungi oleh Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, spesies ini terdaftar dalam catatan merah IUCN
dengan status endangered / genting dan juga termasuk ke dalam CITES dengan
kategori Appendix II yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
4 | 162
Surili tersebar di pulau jawa khususnya di jawa barat sehingga spesies ini termasuk
spesies endemik jawa barat. Surili hidup di daerah hutan hujan atas di Gunung
Halimun, Gunung Tilu, Gunung Gede-Pangrango, Gunung Salak, Danau Ranca, dan
Ujung Kulon (Ditjen PPA 1978b; Sub BKSDA Jabar dan TSI 1994; Siahaan 2002).
Berdasarkan survei di kawasan DAS Citarum, terutama di Cagar Alam Burangrang,
spesies ini berhasil dijumpai secara langsung di blok cisair yaitu pada jalur III
dengan ketinggian mencapai 1128 mdpl. Adapun pada jalur I juga teridentifikasi
adanya keberadaan spesies ini melalui perjumpaan secara tidak langsung yaitu suara.
Perjumpaan spesies yang secara langsung dapat digunakan dalam perhitungan
kepadatan tetapi menggunakan beberapa asumsi seperti penyamaan pada luas jalur
(lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100 m dan panjang pada
masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak adanya pengulangan
dalam pengambilan data. Dengan menggunakan asumsi tersebut maka pendugaan
populasi yang diperoleh sebesar 16 individu dengan kepadatan rata-rata spesies
sebesar 0,006 ind/ha. Intensitas sampling areal sebesar 5,92 %. Beberapa sumber
menyarankan agar areal (contoh) yang diamati mencapai 10 15 % dari luas total
kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa berpendapat bahwa estimasi ukuran
populasi sudah cukup akurat hanya dengan mengamati areal contoh seluas 5 % dari
luas total kawasan yang hendak diduga (Tobing 2008). Jadi, pendugaan populasi
surili di Cagar Alam Burangrang masih dikatakan cukup akurat meskipun masih
memerlukan intensitas sampling yang lebih besar lagi. Namun perolehan data
tersebut masih terbilang kurang karena waktu survei yang sangat singkat. Oleh
karena itu, masih diperlukan pengkajian atau penelitian lebih lanjut mengenai
populasi atau kepadatan rata-rata spesies secara lebih detail terutama dengan
mempertimbangkan luas areal contoh dan lamanya waktu pelaksanaan.
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus mauritius)
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk ke dalam ordo primate dan family
Cercopithicidae. Lutung Jawa yang terdapat di Indonesia memiliki dua subspecies
berdasarkan perbedaan warna yaitu : Trachypithecus auratus auratus dan
Trachypithecus auratus mauritius. Ciri pada spesies Trachypithecus auratus
mauritius diantaranya hitam mengkilap dengan sedikit warna kecoklat-coklatan pada
bagian atas ventrum, cambang, dan kaki (Brandon-Jones 1995; Groves 2001;
Febriyanti 2008). Saat ini surili mengalami keterancaman sehingga spesies ini juga
dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, spesies ini terdaftar dalam
catatan merah IUCN dengan status vulnerable / rawan dan juga termasuk ke dalam
CITES dengan kategori Appendix II yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
Lutung jawa ini (T.a. mauritius) tersebar di pulau jawa khususnya di jawa barat
sehingga spesies ini termasuk spesies endemik jawa barat. Spesies ini memiliki
distribusi terbatas di Jawa Barat hingga utara dari Jakarta, dekat Bogor, Cisalak, and
4 | 163
Jasinga, barat daya Ujung Kulon, kemudian sepanjang pantai selatan Cikaso atau
Ciwangi (Groves 2001 dalam Febriyanti 2008). Berdasarkan survei di kawasan DAS
Citarum, terutama di di Cagar Alam Burangrang, spesies ini berhasil dijumpai secara
langsung pada jalur II (blok ciherang) dengan ketinggian mencapai 1450 mdpl dan
jalur I dengan ketinggian mencapai 1758 mdpl.
Perjumpaan spesies yang secara langsung dapat digunakan dalam perhitungan
kepadatan tetapi menggunakan beberapa asumsi seperti penyamaan pada luas jalur
(lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100 m dan panjang pada
masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak adanya pengulangan
dalam pengambilan data. Dengan menggunakan asumsi tersebut maka pendugaan
populasi yang diperoleh sebesar 135 individu dengan kepadatan rata-rata spesies
sebesar 0,05 ind/ha. Intensitas sampling areal sebesar 5,92 %. Beberapa sumber
menyarankan agar areal (contoh) yang diamati mencapai 10 15 % dari luas total
kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa berpendapat bahwa estimasi ukuran
populasi sudah cukup akurat hanya dengan mengamati areal contoh seluas 5 % dari
luas total kawasan yang hendak diduga (Tobing 2008). Jadi, pendugaan populasi
lutung jawa di Cagar Alam Burangrang masih dikatakan cukup akurat meskipun
masih memerlukan intensitas sampling yang lebih besar lagi. Namun perolehan data
tersebut masih terbilang kurang karena waktu survei yang sangat singkat. Oleh
karena itu, masih diperlukan pengkajian atau penelitian lebih lanjut mengenai
populasi atau kepadatan rata-rata spesies secara lebih detail terutama dengan
mempertimbangkan luas areal contoh dan lamanya waktu pelaksanaan.
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.136. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa mamalia di
kawasan Cagar Alam Burangrang
4 | 164
4.4.3.
Burung
Jumlah
115
spesies
Keterangan
Perjumpaan langsung di lapangan (visual dan suara)
pada saat survey lapangan
Kelompok famili
35 famili
Spesies Endemik
18 spesies
Daftar terlampir
Spesies Dilindungi
27 spesies
1 spesies
4 spesies
9 spesies
Selama survey dilakukan, tercatat 18 jenis Endemik Pulau Jawa yang tercakup ke
dalam 14 Family.
4 | 165
Tabel 4.85. Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di Cagar Alam
Burangrang
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nama Ilmiah
Spizaetus bartelsi
Arborophila javanica
Turnix suscitator
Loriculus pusillus
Hydrochous gigas
Harpactes oreskios
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pycnonotus bimaculatus
Stachyris grammiceps
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Tesia superciliaris
Rhipidura phoenicura
Aethopyga eximia
Aethopyga mystacalis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elang Jawa
Puyuh gonggong Jawa
Gemak Loreng
Serindit Jawa
Walet Raksasa
Luntur Harimau
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Tepus Dada-putih
Wergan Jawa
Cica Matahari
Tesia Jawa
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Opior Jawa
Nama Inggris
Javan Hawk-Eagle
Chestnut-bellied Partridge
Barred Buttonquail
Yellow-throated Hanging Parrot
Giant Swiftlet
Orange-breasted Trogon
Javan Kingfisher
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
Orange-spotted Bulbul
White-breasted Babbler
Javan Fulvetta
Spotted Crocias
Javan Tesia
Rufous-tailed Fantail
White-flanked Sunbird
JavanSunbird
Grey-throated Ibon
4 | 166
Nama Jalur
Ciherang
Pasir Jami
Pasir Angin
Pasir Peuteuy
Istal
E(Kemerataan spesies)
0.875
0.919
1.412
1.360
1.633
Sumber : Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Survey Biodiversitas Burung)
Konsep Indeks Shannon-Wiener membagi hasil nilai keragaman spesies dalam tiga
katagori/kelompok yakni: (1). keragaman rendah (H < 1,0 ) (2) Keanekaragaman
sedang (1,0 < H < 3,322) dan (3). Keanekaragaman tinggi (H > 3,322).
Jalur transek blok Istal yang meliputi perkebunan teh, hutan tanaman kayu putih,
perkebunan kopi dan hutan alam memiliki indeks keragaman spesies burung paling
tinggi (4.527) kemudian diikuti jalur transek blok Pasir Angin (3.508) dan Pasir
Peuteuy (3.379). Nilai indeks keragaman ketiga jalur tersebut diatas merupakan
katagori nilai dengan indek keragaman spesies yang tinggi menurut indeks ShannonWiener. Sedangkan jalur transek Ciherang (1,213) dan Pasir Jami (1,646) adalah
jalur transek dengan nilai keragaman spesies sedang.
Spesies
burung
dengan
4 | 167
Nama Ilmiah
Pernis ptilorhynchus
Spilornis cheela
Ictinaetus malayensis
Spizaetus cirrhatus
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Loriculus pusillus
Otus lempiji
Hydrochous gigas
Harpactes oreskios
Alcedo meninting
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Rhyticeros undulatus
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Nama Indonesia
Sikepmadu Asia
Elangular Bido
Elang Hitam
Elang Brontok
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Serindit Jawa
Celepuk Reban
Walet Raksasa
Luntur Harimau
Rajaudang Meninting
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
Julang Emas
Takur Bututut
Takur Tohtor
EN
NT
II
II
II
II
II
II
II
II
AB
AB
AB
AB
AB
AB
NT
II
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
4 | 168
No.
Nama Ilmiah
Nama Indonesia
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Pitta guajana
Psaltria exilis
Stachyris grammiceps
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Rhipidura phoenicura
Rhipidura javanica
Anthreptes singalensis
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Aethopyga siparaja
Aethopyga mystacalis
Arachnothera longirostra
Lophozosterops javanicus
Paok Pancawarna
Cerecet Jawa
Tepus Dada-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Belang
Burungmadu Belukar
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Sepah-raja
Burungmadu Jawa
Pijantung Kecil
Opior Jawa
NT
NT
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
4 | 169
Luas area
18,9 km2
27 km2
Perkiraan
Populasi/
pasang
Luas Daya
jelajah/pasang
3,47 km
9,41-7,6 km2
Keterangan
5-6
3 -4
Sumber : Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Survey Biodiversitas Burung)
Perkiraan luas
cover area kajian
CWMBC
4 | 170
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.138. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan Cagar Alam Burangrang
4.4.4.
Herpetofauna
1
2
3
4
5
Spesies
AMFIBI
Dicroglossidae
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Occidozyga lima
Megophrydae
Leptobrachium haseltii
LJ
CSH
CHW
CHR
CSR
v
v
END
v
v
v
v
4 | 171
No
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Spesies
Megophrys montana
Microhyllidae
Microhylla achatina
Ranidae
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Rhacophoridae
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
Rhacophorus reinwardtii
REPTILIA
Agamidae
Broncochella jubata
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Colubridae
Dendrelaphis pictus
Rhabdophys chrysarga
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
Scincidae
Eutropis multifasciata
LJ
CSH
v
CHW
v
CHR
v
CSR
END
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
Keterangan : LJ : Luar Jalur, CSH : Curug Ciseoh, CHJ : Sungai Cihanjawar, CHR : Sungai Ciherang, CSR : Sungai Cisair,
END : Endemisitas
Jumlah spesies yang paling banyak dijumpai di jalur Sungai Ciherang, dimana pada
jalur tersebut dijumpai sebanyak 10 spesies (Gambar 4.139). Kondisi habitat pada
masing-masing jalur berupa hutan sekunder (Sungai Cihanjawar, Sungai Ciherang
dan Sungai Cisair) dan semak belukar (Curug Ciseoh). Secara umum, kondisi habitat
pada masing-masing jalur telah terganggu oleh aktivitas manusia. Selain itu,
berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, kondisi aliran sungai di semua jalur
telah mengalami gangguan alami berupa banjir bandang.
4 | 172
jumlah
spesies
pada
masing-masing
lokasi
Seluruh spesies yang dijumpai terdiri dari 9 family yang terbagi dari 2 kelas (amfibi
dan reptilian). Kelas amfibi terdiri dari 5 family yaitu Dicroglossidae, Megophrydae,
Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Family Dicroglosidae dan
Rhacophoridae merupakan family dengan anggota spesies yang terbanyak, yaitu 4
spesies.
Sedangkan pada kelas reptilian terdiri dari 4 family, yaitu Agamidae, Colubridae,
Gekkonidae dan Scincidae. Family yang memiliki jumlah spesies paling banyak
adalah Agamidae dengan 3 spesies Ggambar. 4.140).
4 | 173
Spesies endemik yang dijumpai di TBGMK adalah Kongkang jeram (Huia masonii),
Katak-pohon jawa (Rhacophorus margaritifer) dan Percil jawa (Microhyla
achatina).
Jalur
Curug Ciseoh
Sungai Cihanjawar
Sungai Ciherang
Sungai Cisair
H
1.75
1.59
2.22
1.28
E
0.90
0.82
0.93
0.92
Jalur Sungai Ciherang merupakan jalur dengan nilai keragaman yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan jalur lain, yaitu H = 2.22. Pada jalur Sungai Ciherang
dijumpai sebanyak 10 spesies dengan nilai kemerataan spesiesnya (E) adalah 0.93.
Jalur Sungai Cisair merupakan jalur dengan nilai keragaman hayati dan kemerataan
spesies yang paling rendah, yaitu H = 1.28. Akan tetapi nilai kemerataan spesies
pada jalur Sungai Cisair tergolong tinggi jika dibandingkan dengan jalur yang
lainnya. Suatu jalur dapat dikatakan memiliki sebaran individu masing-masing
spesies yang merata apabila jalur tersebut memiliki nilai E semakin mendekati 1.
4 | 174
Spesies
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Occidozyga lima
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhylla achatina
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
Rhacophorus reinwardtii
Broncochella jubata
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Dendrelaphis pictus
Rhabdophys chrysarga
Cyrtodactylus marmoratus
Eutropis multifasciata
IUCN CITES
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
LC
LC
LC
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
-
PP7
-
4 | 175
4 | 176
kulitnya (flap) serta lipatan kulit di sepanjang pinggir lengan hingga ke jari kaki
terluar. Ukuran tubuhnya 50-60 mm.
Rhacophorus margaritifer biasa terdapat di hutan primer pada ketinggian 250 1500
mdpl. Spesies ini biasa ditemukan pada ranting-ranting pohon di dekat sumber air.
Kongkang jeram - Huia masonii
4 | 177
pada kakinya. Microhyla achatina biasa dijumpai di hutan primer dan sekunder,
kadang dijumpai di areal-areal yang terganggu.
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.146. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa herpetofauna di
kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Gunung Tangkupan
Perahu
4 | 178
4.4.5.
Insekta
Spesies
Nymphalidae
Amnosia decora decora
Athyma inara
Athyma larymna
Euthalia mahadeva mahadeva
Faunis canens canens
Junonia orithya minogara
Lethe confusa godana
Melanitis ieda
Melanitis phedima tambra
Mycalesis sudra sudra
Neptis hylas matula
Nymphalidae sp1.
Pantoporia hordonia pardus
Tanaecia japis
Thaumantis odana odana
Yphtima nigricans
Yphtima pandocus pandocus
Papilionidae
Graphium agamemnon
Graphium sarpedon
Papilio memnon
Papilio polytes javanus
Troides amphrysus amphrysus
Troides helena helena
Troides sp.
Pieridae
Cepora iudith iudith
Delias sp.
Eurema blanda
Eurema heCAGBe
Ciherang Kaso
Cisair
Cilengsing
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
4 | 179
No
29
Spesies
Leptosia nina chlorographa
Ciherang Kaso
Cisair
18
Cilengsing
v
14
4 | 180
Tabel 4.93. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing jalur
No
Nama Jalur
1 Ciherang Kaso
2 Cisair
3 Cilengsing
H'
2.82
2.11
2.62
E
0.98
0.96
0.99
Species
Troides helena
Troides amphrysus
IUCN
LC
LC
CITES
II
II
PP
v
v
4 | 181
4.4.6.
Biota Akuatik
Organisme
Phytoplankton
1 Anabaena sp.
2 Bulbochaeta sp.
3 Chamaesiphon sp.
4 Chlamydomonos sp.
5 Cladophora sp.
6 Cylindrospermum sp.
7 Cymbella sp.
8 Desmidium sp.
9 Fragilaria sp.
10 Lemahea sp.
11 Lyngbyo sp.
12 Melosura sp.
13 Micrasterias sp.
14 Microcrocys sp.
15 Mougeotia sp.
16 Navicula sp.
17 Nitzschia sp.
18 Oscillatoria sp.
19 Spirogyra sp.
20 Stanieria sp.
21 Surirella sp.
22 Synedra sp.
23 Tabellaria flocoulosa
Jumlah
Jalur
4
20
10
20
10
10
10
10
10
10
10
10
20
10
30
180
10
10
10
10
30
20
20
10
10
10
10
620
130
10
840
10
10
10
30
10
90
980
100
210
30
10
340
40
60
70
160
1370
110
10
20
20
150
20
10
10
10
180
80
330
310
10
4 | 182
N0
Organisme
I.D. Simpson
Zooplankton
1 Arcella sp.
2 Centropyxis sp.
3 Centropyxis aculeata
4 Cyclops sp.
5 Macrothrix sp.
6 Nauplii sp.
7 Vorticella sp.
Jumlah
I.D. Simpson
TOTAL PLANKTON
Jumlah Total Plankton
I.D. Simpson
Jalur
1
2
3
4
5
6
7
0.42971 0.59516 0.625 0.46289 0.56198 0.76217 0.59105
10
20
10
10
10
10
30
10
10
10
10
0.000
10
10
30
0.000 0.667
30
0.444
10
0.000
40
0.375
10
0.000
850
0.443
350 190
0.617 0.726
1400
0.485
120
0.625
370
0.804
320
0.615
Sunmber: Tabulasi Data Primer 2013, Analisa Laboratorium Lembaga Ekologi UNPad
Keterangan : 1. Sungai Ciherang, 2. Sungai Ciherang (Pertemuan), 3.
Sungai Cihanjawar, 4. Sungai Cisair, 5. Sungai
Cipadahulu, 6. Sungai Cipadahilir, 7. Cisomang
4 | 183
4.5.
4.5.1.
Flora
Gambar 4.149. Grafik kekayaan spesies flora di CAGT pada berbagai ketinggian
4 | 184
Nama Daerah
Taritih
Riung anak
Puspa
Huru Beas
Pasang
Sp_68046806
Sp_6855
Putat
(Gandarusa)
Huru Bodas
Sp_6911
Ki jeruk
Ki menet
Huru Batu
Kicabe
Sp_69366930
Nama Latin
Gyroniera cuspidata
Castanopsis
acuminatissima
Schima walichii
Litsea sp.
Lithocarpus sp.
Famili
Ulmaceae
Fagaceae
Theaceae
Lauraceae
Fagaceae
Litsea sp
Lauraceae
Lavanga sarmentosa
Rutaceae
Clerodendron sp.
Verbenaceae
Jumlah
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
10,53
10,53
20,23
41,28
5,26
42,11
5,26
7,89
5,26
42,11
5,26
7,89
3,65 14,18
39,21 123,42
2,99 13,52
7,88 23,67
2,63
2,63
2,63
2,63
1,53
1,42
6,79
6,69
5,26
2,63
2,63
2,63
2,63
2,63
2,63
5,26
2,63
2,63
2,63
2,63
2,63
2,63
5,42
2,23
1,72
1,57
7,26
1,53
1,71
15,95
7,49
6,99
6,83
12,53
6,79
6,97
2,63
100,00
2,63
1,64
6,90
100,00 100,00 300,00
4 | 185
Gambar 4.150. Grafik INP spesies pada tingkat pohon di kawasan CAGTP
Tabel 4.97.
Kode
Taritih
Puspa
Huru Beas
Sp_6911
Huru Bodas
Huru Batu
Ki cabe
Ipis Kulit
Sp_69726974
Nama Latin
Famili
Gyroniera cuspidata
Schima walichii
Ulmaceae
Theaceae
Litsea sp
6911
Lauraceae
Clerodendron sp.
Verbenaceae
6837-6846
Frelatif
(%)
Krelatif
(%)
Drelatif
(%)
INP
(%)
13,64
27,27
4,55
9,09
4,55
13,64
13,64
9,09
13,64
27,27
4,55
9,09
4,55
13,64
13,64
9,09
13,06
26,05
4,43
8,63
5,85
12,51
14,74
11,51
40,33
80,60
13,52
26,81
14,94
39,78
42,01
29,69
4,55
4,55
3,23 12,32
100,00 100,00 100,00 300,00
4 | 186
Gambar 4.151. Grafik INP spesies pada tingkat pohon di kawasan CAGTP
Tabel 4.98.
Nama Daerah
Taritih
Kijeruk
6774-6776
6788-6789
6790-6792
Puspa
6787
Huru Batu
Kitambaga
6849-6850
6851-6852
6853-6854
Ipis Kulit
Kiputri
Huru
Schima wallichii
6911
Huru Bodas
6917-6920
6938-6940
6941-6943
6926-6930
6961-6962
Nama Latin
Famili
Frelatif (%)
6
2
4
2
2
12
2
10
4
2
2
2
12
4
2
6
8
4
2
2
2
2
Krelatif
(%)
6
2
4
2
2
12
2
10
4
2
2
2
12
4
2
6
8
4
2
2
2
2
Drelatif (%)
INP (%)
4,761905
0,802568
3,638309
0,802568
1,284109
14,92777
1,337614
17,06795
4,922418
0,535045
1,498127
0,535045
13,37614
6,741573
2,461209
2,568218
8,614232
2,140182
3,103264
0,963082
2,247191
3,317282
16,76
4,80
11,64
4,80
5,28
38,93
5,34
37,07
12,92
4,54
5,50
4,54
37,38
14,74
6,46
14,57
24,61
10,14
7,10
4,96
6,25
7,32
4 | 187
Nama Daerah
Nama Latin
Famili
Krelatif
(%)
Frelatif (%)
Huru Beas
Peer
Huru
2
2
2
100,00
2
2
2
100,00
Drelatif (%)
INP (%)
0,535045
0,802568
1,016586
100,00
4,54
4,80
5,02
300,00
Gambar 4.152. Grafik INP spesies pada tingkat pancang di kawasan CAGTP
Tabel 4.99.
Nama Daerah
Nama Latin
Famili
Frelatif (%)
Huru Beas
Sp_6777-6778
Taritih
Sp.1
Sp_6851-6852
Huru Bodas
Ipis Kulit
Putat
Puspa
Sp_6917-6920
Kokopian
Sp_6921-6922
5,88
5,88
5,88
5,88
5,88
11,76
5,88
5,88
5,88
5,88
5,88
11,76
Krelatif
(%)
9,43
2,36
23,58
9,43
0,47
18,87
9,43
2,36
2,36
4,72
4,72
2,83
INP (%)
15,32
8,24
29,47
15,32
6,35
30,63
15,32
8,24
8,24
10,60
10,60
14,59
4 | 188
Nama Daerah
Nama Latin
Famili
Frelatif (%)
Kiputri
Sp_6923-6925
Peer
5,88
5,88
5,88
100,00
Krelatif
(%)
2,36
2,36
4,72
100,00
INP (%)
8,24
8,24
10,60
200,00
Gambar 4.153. Grafik INP spesies pada tingkat semai di kawasan CAGTP
4 | 189
Gambar 4.154. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pohon di kawasan
CAGTP
Gambar 4.155. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat tiang di kawasan
CAGTP
4 | 190
Gambar 4.156. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat pancang di kawasan
CAGTP
Gambar 4.157. Grafik Indek Keragaman Spesies pada tingkat semai di kawasan
CAGTP
4 | 191
4.5.2.
Mamalia
2
3
4
5
6
Nama Species
ARTIODACTYLA
Suidae
Sus scrofa
CARNIVORA
Felidae
Panthera pardus melas
Prionailurus bengalensis
Viverridae
Paradoxurus
hermaphroditus
PRIMATA
Cercopithicidae
Presbytis comata
Trachypithecus auratus
mauritius
Hylobatidae
Hylobates moloch
RODENTIA
Muridae
Mus sp.
SCANDENTIA
Tupaiidae
Tupaia javanica
Nama Lokal
Jalur Pengamatan
I
II
III
Babi hutan
Macan tutul
Kucing hutan
v
v
Musang Luwak
Surili
Lutung Jawa
Nontransek
v
v
v
v
Owa Jawa
Tikus
celemes
4 | 192
Pada Tabel 4.102 dapat dilihat bahwa terdapat empat spesies dari dua famili
mamalia yang memiliki sebaran cukup luas dibandingkan lainnya yaitu felidae yang
terdiri dari macan tutul (Panthera pardus melas) dan kucing hutan (Prionailurus
bengalensis) serta Cercopithicidae yang terdiri dari surili (Presbytis comata) dan
lutung jawa (Trachypithecus auratus mauritius). Keempat spesies tersebut ditemukan
pada tiga jalur dari tiga jalur pengamatan. Ketiga jalur pengamatan tersebut memiliki
ketinggian antara 1000 mdpl hingga 1800 mdpl. Jalur pengamatan yang memiliki
kekayaan spesies mamalia tertinggi yaitu di jalur I dengan temuan 4 spesies mamalia
dari 3 famili (44,4% dari total spesies mamalia yang ditemukan). Pada jalur I ini
ditemukan spesies mamalia penting yang berfungsi sebagai top-predator yaitu macan
tutul (Panthera pardus melas). Sedangkan kekayaan spesies pada non-transek sama
tinggi dengan jalur I dikarenakan survei dilakukan di berbagai titik lokasi yang
sangat berpotensi dalam penemuan spesies dan titik lokasi tersebut berada di luar
jalur pengamatan. Berikut adalah grafik kekayaan spesies mamalia pada masingmasing jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung
Tangkuban Perahu (Gambar 4.158).
Gambar 4.158. Grafik kekayaan spesies (jumlah spesies dan jumlah famili) di
masing-masing jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman
Wisata Gunung Tangkuban Perahu.
4 | 193
(2007), indeks keragaman spesies dapat dikatakan tinggi atau melimpah apabila
memiliki kisaran nilai lebih dari 3, sedang bila terdapat dalam kisaran nilai 1 3,
dan rendah bila terdapat dalam kisaran kurang dari 1. Berdasarkan hasil survei dari
tiga jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung
Tangkuban Perahu, hanya dua jalur saja yang dapat dihitung tingkat keragaman
spesies mamalia. Hal ini dikarenakan terdapat satu jalur pengamatan (jalur II) yang
perjumpaan seluruh spesiesnya tidak dijumpai secara langsung. Grafik indeks
keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman
Wisata Gunung Tangkuban Perahu dapat dilihat pada Gambar 4.159.
Gambar 4.159. Grafik indeks keragaman spesies pada tiap jalur pengamatan di
Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu
Secara keseluruhan grafik di atas (Gambar 4.159) menunjukan bahwa tingkat
keragaman spesies pada kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung
Tangkuban Perahu tergolong rendah kisaran 0,56 hingga 0,69 dengan nilai indeks
tertinggi pada jalur I dan nilai indeks terendah pada jalur III. Menurut Sodhi (2004)
dalam Gunawan et al. (2005), tingkat keragaman spesies di suatu areal dipengaruhi
oleh beberapa faktor, dua diantaranya adalah keragaman atau kualitas habitat dan
gangguan dari aktifitas manusia seperti perburuan liar. Intensitas aktifitas manusia di
kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu masih terbilang
cukup banyak. Hal ini dikarenakan sebagian kawasan ini termasuk kawasan wisata
sehingga banyak orang yang keluar dan masuk kawasan untuk berbagai keperluan
terutama rekreasi, dan masih ditemukan aktifitas perburuan. Aktifitas manusia
tersebut menyebabkan spesies mamalia sulit dijumpai secara langsung. Hal ini
berpengaruh terhadap tingkat keragaman spesies sehingga tergolong rendah.
4 | 194
Kemerataan Spesies
Tingkat kemerataan spesies digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi
diantara tiap spesies dalam suatu komunitas. Dalam mengetahui tingkat merataan
spesies perlu menggunakan nilai indeks kemerataan. Data yang digunakan dalam
nilai indeks kemerataan merupakan data perjumpaan langsung yang berada dalam
jalur pengamatan. Berdasarkan hasil survei, tingkat kemerataan spesies mamalia di
kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu berkisar antara
0,811 hingga 0,998. Menurut Husin (1988) dalam Lumme (1994), apabila nilai
indeks kemerataan mendekati satu maka sebaran individu-individu antar spesies
relatif merata, tetapi apabila nilai indeks mendekati 0 maka sebaran individu antar
spesies sangat tidak merata. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur
pengamatan di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu
dapat dilihat pada Gambar 4.160.
Gambar 4.160. Grafik indeks kemerataan spesies pada tiap jalur pengamatan di
kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Gunung Tangkuban Perahu
Berdasarkan pada Gambar 4.150 terlihat bahwa jalur I memiliki nilai indeks
kemerataan 0,998 yang berarti sebaran individu-individu antar spesies relatif
merata. Hal ini dikarenakan pada jalur I hampir tidak memiliki spesies dominan.
Berbeda dengan jalur III yang memiliki spesies dominan yaitu lutung
(Trachypithecus auratus mauritius) sehingga nilai indeks kemerataan pada jalur III
memiliki nilai terkecil.
4 | 195
kelestarian mamalia tersebut seperti PP No. 7/1999, IUCN, dan CITES. Berdasarkan
9 spesies mamalia yang ditemukan di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata
Gunung Tangkuban Perahu sebanyak 6 spesies mamalia masuk dalam daftar status
konservasi dan perlindungan nasional maupun internasional seperti PP No. 7/1999,
IUCN, dan CITES. Beberapa spesies merupakan spesies endemik jawa. Status
konservasi dan perlindungan mamalia di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata
Gunung Tangkuban Perahu dapat dilihat pada Tabel 4.103 dan secara lengkap
terdapat di Lampiran 2.
Tabel 4.101. Status konservasi mamalia di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata
Gunung Tangkuban Perahu
No.
1
2
3
4
5
6
Nama Species
Hylobates moloch
Panthera pardus melas
Presbytis comata
Prionailurus bengalensis
Trachypithecus auratus mauritius
Tupaia javanica
Nama Lokal
Owa jawa
Macan tutul
Surili
Kucing hutan
Lutung jawa
Celemes
Status Perlindungan
PP7/99
IUCN
CITES
D
EN
I
D
CR
I
D
EN
II
D
II
D
VU
II
II
Endemik
E
E
E
E
Pada Tabel 4.103 dapat dilihat bahwa sebanyak lima spesies mamalia dilindungi
oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Jika dibandingkan dengan seluruh spesies
mamalia yang ditemukan, spesies mamalia yang dilindungi berdasarkan status ini
mencakup 55,5%. Sedangkan berdasarkan catatan merah IUCN sebanyak satu
spesies mamalia memiliki status critically endangered / sangat terancam (CR), dua
spesies mamalia berstatus endangered / genting (EN), satu spesies mamalia
berstatus vulnerable / rawan (VU), dan sisanya berstatus near threatened /
mendekati terancam (NT), Least Concern / konsentrasi rendah (LC), dan Data
Deficient / data kurang (DD). Tiga status teratas seperti sangat terancam,
genting, dan rawan memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam.
Namun yang membedakan ketiga status tersebut adalah kriteria-kriteria didalamnya,
salah satunya diantaranya adalah ukuran populasi (terutama adanya pengurangan
populasi) suatu satwa (IUCN 2001).
Berdasarkan konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah
yaitu Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species (CITES) terdapat
dua spesies mamalia yang terdaftar dalam kategori Appendix I, empat spesies
mamalia terdaftar dalam kategori Appendix II, satu spesies mamalia terdaftar dalam
kategori Appendix III dan sisanya tidak terdaftar dalam CITES. Menurut Soehartono
dan Mardiastuti (2003), kategori Appendix I yaitu spesies yang jumlah di alamnya
4 | 196
sudah sangat sedikit dan dikhawatirkan akan punah. Perdagangan komersial untuk
spesies-spesies yang termasuk dalam Appendix I sama sekali tidak diperbolehkan.
Sedangkan pada kategori Appendix II yaitu semua spesies kehidupan liar walau tidak
dalam kondisi terancam dari kepunahan, tetapi mempunyai kemungkinan untuk
terancam punah jika perdagangannnya tidak diatur. Pada kriteria dasar kategori
Appendix III relatif sama dengan Appendix II hanya berbeda pada spesies yang
termasuk Appendix III diberlakukan khusus oleh suatu negara tertentu. Seperti halnya
pada satu spesies mamalia yang ditemukan, terdapat spesies yang tergolong
Appendix III (Lampiran 2), tetapi tidak diberlakukan di negara Indonesia melainkan
di negara India saja.
Terdapat empat spesies mamalia yang termasuk spesies endemik jawa, diantaranya
satu spesies dari ordo Carnivora yaitu macan tutul (Panthera pardus melas); tiga
spesies dari ordo primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis
comata), dan lutung jawa (Trachypithecus auratus mauritius). Pada dua spesies
primata seperti surili dan lutung jawa merupakan primata endemik Jawa barat.
Berikut adalah grafik sebaran spesies mamalia berdasarkan status perlindungan PP
7/99, IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES (I&II) serta mamalia endemik jawa
(Gambar 4.161).
Gambar 4.161. Grafik sebaran spesies mamalia berdasarkan status perlindungan PP 7/99,
IUCN (CR,EN,&VU) dan CITES (I&II) serta mamalia endemik jawa.
Pada Gambar 4.161 terlihat bahwa jalur I dan III merupakan jalur yang paling
banyak memiliki spesies mamalia dilindungi khususnya berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Tumbuhan dan Satwa. Pada jalur I terdapat satu spesies mamalia yang berstatus
appendix I CITES dan masuk daftar merah IUCN dengan status CR seperti Macan
4 | 197
tutul (Panthera pardus melas). Adapun spesies endemik jawa lebih banyak
ditemukan di jalur I. Jalur I berada di ketinggian 1000 1800 mdpl. Dalam hal ini
jalur I memiliki nilai lebih dibanding jalur lainnya sehingga jalur I memerlukan
perhatian yang lebih terutama pada sektor pengamanan atau perlindungan spesies
mamalia guna menghindari aktifitas-aktifitas yang mengancam keberadaan spesies
seperti perburuan. Perlu dilakukan monitoring kembali guna mengontrol keberadaan
mamalia yang dilindungi tersebut.
4 | 198
4 | 199
Gunung Tangkuban Perahu, Suril (Presbytis comata) dijumpai di pada jalur I dan
jalur III dengan ketinggian berkisar antara 800-1600 mdpl.
Perjumpaan spesies yang secara langsung dapat digunakan dalam perhitungan
kepadatan tetapi menggunakan beberapa asumsi seperti penyamaan pada luas jalur
(lebar pada masing-masing jalur pengamatan adalah 100 m dan panjang pada
masing-masing jalur pengamatan adalah 4000 m) serta tidak adanya pengulangan
dalam pengambilan data. Dengan menggunakan asumsi tersebut maka pendugaan
populasi yang diperoleh sebesar 179 individu dengan kepadatan rata-rata spesies
sebesar 0.108 ind/ha. Intensitas sampling areal sebesar 7.22 %. Beberapa sumber
menyarankan agar areal (contoh) yang diamati mencapai 10 15 % dari luas total
kawasan yang hendak diduga; tetapi beberapa berpendapat bahwa estimasi ukuran
populasi sudah cukup akurat hanya dengan mengamati areal contoh seluas 5 % dari
luas total kawasan yang hendak diduga (Tobing 2008). Jadi, pendugaan populasi
surili di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu masih
dikatakan cukup akurat meskipun masih memerlukan intensitas sampling yang lebih
besar lagi. Namun perolehan data tersebut masih terbilang kurang karena waktu
survei yang sangat singkat. Oleh karena itu, masih diperlukan pengkajian atau
penelitian lebih lanjut mengenai populasi atau kepadatan rata-rata spesies secara
lebih detail terutama dengan mempertimbangkan luas areal contoh dan lamanya
waktu pelaksanaan.
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus mauritius)
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk ke dalam ordo primate dan family
Cercopithicidae. Lutung Jawa yang terdapat di Indonesia memiliki dua subspecies
berdasarkan perbedaan warna yaitu : Trachypithecus auratus auratus dan
Trachypithecus auratus mauritius. Ciri pada spesies Trachypithecus auratus
mauritius diantaranya hitam mengkilap dengan sedikit warna kecoklat-coklatan pada
bagian atas ventrum, cambang, dan kaki (Brandon-Jones 1995; Groves 2001;
Febriyanti 2008). Saat ini surili mengalami keterancaman sehingga spesies ini juga
dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, spesies ini terdaftar dalam
catatan merah IUCN dengan status vulnerable / rawan dan juga termasuk ke dalam
CITES dengan kategori Appendix II yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan.
Lutung jawa ini (T.a. mauritius) tersebar di pulau jawa khususnya di jawa barat
sehingga spesies ini termasuk spesies endemik jawa barat. Spesies ini memiliki
distribusi terbatas di Jawa Barat hingga utara dari Jakarta, dekat Bogor, Cisalak, and
Jasinga, barat daya Ujung Kulon, kemudian sepanjang pantai selatan Cikaso atau
Ciwangi (Groves 2001 dalam Febriyanti 2008). Berdasarkan hasil survei yang
dilakukan di Cagar Alam Tangkuban Perahu dan Taman Wisata Alam Gunung
Tangkuban Perahu, lutung jawa (T.a. mauritius) dijumpai di jalur I dan jalur III pada
ketinggian 800-1600 mdpl.
4 | 200
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.162.
4 | 201
4.5.3.
Burung
TWA
Tangkuban
Perahu
Keterangan
Jumlah spesies
93
34
Jumlah family
32
17
Spesies Endemik
17
Spesies Dilindungi
25
Status IUCN
Penjelasan
4 | 202
Penjelasan
Status CITES
CA
Tangkuban
Perahu
8
TWA
Tangkuban
Perahu
4
Keterangan
Genting/ Endangered
Total 8 spesies daftar CITES yang
tercatat di CAGTP dan TWAGTP
Selama survey dilakukan CAGTP tercatat 17 spesies Endemik Pulau Jawa yang
tercakup ke dalam 11 Family. Family dengan jumlah jenis endemik terbanyak adalah
Timaliidae (Stachyris thoraica, Stachyris melanothorax, Alcippe pyrrhoptera, dan
Crocias albonotatus), masing-masing dua jenis dari Family Capitonidae (Megalaima
corvina dan Megalaima armillaris), Sylviidae (Tesia superciliaris dan Seicercus
grammiceps), dan Nectariniidae (Aethopyga eximia dan Aethopyga mystacalis), serta
masing-masing satu jenis dari family Accipitridae, Phasianidae, Psittacidae,
Alcedinidae, Rhipiduridae, Aegithalidae dan Zosteropidae.
Sedangkan Selama survey dilakukan di TWA Tangkuban Perahu, tercatat 4 spesies
Endemik Pulau Jawa yang tercakup ke dalam 3 Family. Family dengan jumlah jenis
endemik terbanyak adalah Timaliidae (Alcippe pyrrhoptera, dan Crocias
albonotatus), kemudian masing-masing 1jenis dari Family Rhipiduridae dan
Nectariniidae.
Tabel 4.103. Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di CAGTP dan TWAGTP
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nama Ilmiah
Spizaetus bartelsi
Arborophila javanica
Ptilinopus porphyreus
Halcyon cyanoventris
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pycnonotus bimaculatus
Psaltria exilis
Stachyris thoracica
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Seicercus grammiceps
Tesia superciliaris
Rhipidura phoenicura
Aethopyga eximia
Aethopyga mystacalis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elang Jawa
Puyuh gonggong Jawa
Walik Kepala-ungu
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Cerecet Jawa
Tepus Leher-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Cikrak Muda
Tesia Jawa
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Opior Jawa
Nama Inggris
Javan Hawk-Eagle
Chestnut-bellied Partridge
Pink-headed Fruit Dove
Javan Kingfisher
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
Orange-spotted Bulbul
Pygmy Bushtit
White-bibbed Babbler
Crescent-chested Babbler
Javan Fulvetta
Spotted Crocias
Sunda Warbler
Javan Tesia
Rufous-tailed Fantail
White-flanked Sunbird
JavanSunbird
Grey-throated Ibon
4 | 203
Nama Jalur
Cikole
Sagun
Manggu
TWA
E(Kemerataan spesies)
0.929
0.992
0.974
0.886
Sumber: Tabulasi dan Analisa Data Primer 2013 (Tim Boiodiversitas Burung)
Keragaman spesies burung Jalur transek di sekitar TWAGTP lebih rendah dari
keragaman spesies burung pada jalur transek lainnya. hal ini kemungkinan
dipengaruhi oleh fungsi kawasan tersebut yang diperuntukkan sebagai tujuan wisata,
habita alam telah mengalami perubahan dengan adanya fasilitas wisata, baik jalan
kendaraan bermotor, lahan parkir, jalur lintasan pejalan kaki dan pada area- area
tertentu (terutama di sektar kawah) dipenuhi oleh bangunan kios.
4 | 204
Gambar 4.163. Grafik analisa Keragaman dan Kemerataan Spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener
Nama Ilmiah
Spilornis cheela
Accipiter trivirgatus
Ictinaetus malayensis
Spizaetus cirrhatus
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Falco peregrinus
Loriculus pusillus
Harpactes oreskios
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Nama Indonesia
Elangular Bido
Elangalap Jambul
Elang Hitam
Elang Brontok
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Alapalap Kawah
Serindit Jawa
Luntur Harimau
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
IUCN CITES
II
II
II
II
EN
II
II
I
NT
II
UU-RI
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
4 | 205
No.
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Nama Ilmiah
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Psaltria exilis
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Rhipidura phoenicura
Anthreptes singalensis
Leptocoma sperata
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Aethopyga mystacalis
Arachnothera longirostra
Arachnothera affinis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cerecet Jawa
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Kipasan Ekor-merah
Burungmadu Belukar
Burungmadu Pengantin
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Pijantung Kecil
Pijantung Gunung
Opior Jawa
IUCN CITES
NT
UU-RI
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
B
AB
4 | 206
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.164. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa burung di
kawasan CAGTP dan TWAGTP
4 | 207
4.5.4.
Herpetofauna
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Spesies
AMFIBI
Bufonidae
Phrynoidis aspera
Dicroglossidae
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Megophrydae
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhyllidae
Microhylla achatina
Ranidae
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Rhacophoridae
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
REPTILIA
Agamidae
Draco volans
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes
tympanistigra
Colubridae
Ahaetulla prasina
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
CSM
MDL
SBK
STR
LC
END
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
4 | 208
No
19
20
Spesies
Scincidae
Eutropis multifasciata
Viperidae
Trimeresurus puniceus
CSM
MDL
SBK
STR
LC
END
v
v
Keterangan : CSM : Sungai Ciasem, MDL : Sungai Mandala, SBK : Curug Sabuk, STR : Mata Air Sari Ater, LJ : Luar Jalur,
END : Endemisitas
Jumlah spesies yang paling banyak dijumpai di jalur Curug Sabuk, dimana pada jalur
tersebut dijumpai sebanyak 8 spesies (Gambar 4.165). Dari seluruh spesies yang
dijumpai, spesies yang paling umum dijumpai pada masing-masing jalur akuatik
adalah Kongkang racun (Odorrana hosii) dan Kongkang jeram (Huia masonii).
Spesies tersebut merupakan spesies yang umum dijumpai pada aliran sungai berarus
deras yang berbatu.
Sedangkan jumlah spesies yang paling sedikit terdapat pada jalur Mata Air Ciater.
Jalur ini merupakan sumber mata air yang telah mengering. Selain itu, kondisi
habitat pada jalur ini berupa semak belukar dan sangat terganggu oleh aktivitas
manusia.
Kondisi habitat pada masing-masing jalur berupa hutan sekunder (Sungai Ciasem,
Curug Mandala dan Curug Sabuk) dan semak belukar (Mata Air Sari Ater). Secara
umum, kondisi habitat pada masing-masing jalur telah terganggu oleh aktivitas
manusia. Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar, hamper seluruh sungai yang
ada di CATP dan TWATP tersapu oleh banjir bandang yang terjadi dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir.
jumlah
spesies
pada
masing-masing
lokasi
4 | 209
Seluruh spesies yang dijumpai terdiri dari 11 family yang terbagi dari 2 kelas (amfibi
dan reptilian). Kelas amfibi terdiri dari 6 family yaitu Bufonidae, Dicroglossidae,
Megophrydae, Microhylidae, Ranidae dan Rhacophoridae. Family Dicroglossidae,
Ranidae dan Rhacophoridae merupakan family dengan anggota spesies yang
terbanyak, yaitu 3 spesies.
Sedangkan pada kelas reptilian terdiri dari 5 family, yaitu Agamidae, Colubridae,
Gekkonidae, Scincidae dan Viperidae. Family yang memiliki jumlah spesies paling
banyak adalah Agamidae dengan 3 spesies (Gambar 4.166).
4 | 210
Tabel 4.107. Nilai keragaman hayati dan kemerataan spesies masing-masing lokasi
No
1
2
3
4
Jalur
Sungai Ciasem
Curug Mandala
Curug Sabuk
Sari Ater
H
1.55
1.84
1.81
1.22
E
0.87
0.95
0.87
0.88
Jalur Curug Mandala merupakan jalur dengan nilai keragaman yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan jalur lain, yaitu H = 1.84. Pada jalur Curug Mandala
dijumpai sebanyak 7 spesies dengan nilai kemerataan spesiesnya (E) adalah 0.95.
Jalur Mata Air Sari Ater merupakan jalur dengan nilai keragaman hayati dan
kemerataan spesies yang paling rendah, yaitu H = 1.22 dan E = 0.88. Suatu jalur
dapat dikatakan memiliki sebaran individu masing-masing spesies yang merata
apabila jalur tersebut memiliki nilai E semakin mendekati 1.
4 | 211
Spesies
Phrynoidis aspera
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhylla achatina
Huia masonii
Hylarana chalconota
Odorrana hosii
Philautus aurifasciatus
Polypedates leucomystax
Rhacophorus margaritifer
Draco volans
Gonocephalus kuhlii
Pseudocalotes tympanistigra
Ahaetulla prasina
Cyrtodactylus marmoratus
Eutropis multifasciata
Trimeresurus puniceus
IUCN
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
CITES
-
PP7
-
4 | 212
4 | 213
4 | 214
Sumber: Peta kawasan konservasi BBKSDA, DEM SRTM 90 meter, RBI 1 ; 25.000
Gambar 4.172. Peta sebaran spesies penting dari kelompok taksa herpetofauna di
kawasan CAGB
4.5.5.
Insekta
Spesies
Hesperidae
Notocrypta paralysos
Jalur
Domas
Jayagiri
v
4 | 215
No
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Spesies
Nymphalidae
Ideopsis sp.
Junonia orithya minogara
Mycalesis sudra sudra
Stibochiona coresia coresia
Symbrenthia hypselis redosilla
Yphtima nigricans
Yphtima pandocus pandocus
Papilionidae
Graphium agamemnon
Papilio paris gedeensis
Papilio polytes javanus
Pieridae
Delias crithoe crithoe
Delias sp.
Eurema blanda
Eurema heCAGBe
Jumlah spesies
Jalur
Domas
v
v
v
Jayagiri
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
7
v
v
v
11
4 | 216
4.5.6.
H'
1.91
2.30
E
0.98
0.96
Biota Akuatik
4 | 217
Organisme
Phytoplankton
1 Chamaesiphon sp.
2 Cladophora sp.
3 Closterium sp.
4 Cymbella sp.
5 Fragilaria sp.
6 Gomphonema sp.
7 Lemahea sp.
8 Lyngbyo sp.
9 Melosura sp.
10 Microcrocys sp.
11 Navicula sp.
12 Nitzschia sp.
13 Pediastrum simplex
14 Phormidium sp.
15 Scenedesmus sp.
16 Spirogyra sp.
17 Stanieria sp.
18 Stephanodiscus sp.
19 Surirella sp.
20 Synedra sp.
21 Tabellaria flocoulosa
22 Trachellomonas sp.
23 Ulpthrix sp.
24 Zygogonium sp.
Jumlah
I.D. Simpson
Zooplankton
1 Arcella sp.
2 Centropyxis sp.
3 Centropyxis aculeata
4 Epistylis sp.
5 Keratella sp.
6 Motria sp.
7 Nauplii sp.
8 Rhabdolaimus sp.
9 Vorticella sp.
Jumlah
I.D. Simpson
TOTAL PLANKTON
Jalur
10
10
10
10
50
10
70
10
10
20
270
30
10
10
20
30
20
10
30
10
10
10
80
10
20
150
30
10
10
240
10
10
30
10
10
70
30
350
20
10
10
260
70
10
10
1560
40
20
10
10
70
10
20
30
450
0.62617
10
1780
420
420
430
410
0.2292 0.56916 0.79365 0.64792 0.26651
10
20
10
10
10
10
10
10
10
10
10
0.000
10
0.000
10
40
0.625
10
10
40
0.750
30
0.667
10
0.000
4 | 218
No
Organisme
1
460
0.624
2
1790
0.238
Jalur
3
460
0.638
4
460
0.826
5
460
0.691
6
420
0.300
Sunmber: Tabulasi Data Primer 2013, Analisa Laboratorium Lembaga Ekologi UNPad
Keterangan : 1. Sungai Jayagiri, 2. Sungai Cimahi, 3. Sungai Maribaya, 4. Sungai Cikole, 5. Sungai Cimuja, 6. Sungai
Ciasem
4 | 219
Kesimpulan
1.
2.
Kekayaan spesies untuk kelompok taksa mamalia yang dijumpai selama survey
adalah 38 spesies dari 19 famili dan 8 ordo. Sebanyak 13 spesies mamalia
dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Dari catatan status keterancaman
menurut IUCN, dijumpai 2 spesies mamalia berstatus kritis (Critically
Endangered - CR), 3 spesies mamalia berstatus genting (Endangered - EN) dan 3
spesies mamalia berstatus rentan (Vulnerable -VU). Spesies mamalia yang
terdaftar dalam CITES terdiri dari 3 spesies mamalia berkategori Appendix I dan
9 spesies mamalia berkategori Appendix II. Sebanyak 6 spesies mamalia
merupakan spesies endemik Jawa dan dua spesies diantaranya termasuk endemik
Jawa Barat. Berdasarkan status perlindungan, spesies mamalia yang memiliki
tingkat keterancaman tertinggi adalah Macan tutul, Kukang jawa, dan Owa jawa.
3.
e.
4.
Jumlah spesies burung yang dijumpai dalam survey di tujuh kawasan pada
wilayah kerja BBKSDA JABAR adalah 176 spesies yang tercakup ke dalam 47
Family. Dari seluruh jenis yang dijumpai tersebut, 23 spesies diantaranya adalah
spesies Endemik Indonesia dan/atau endemik Pulau Jawa termasuk Elang Jawa.
Tiga puluh delapan spesies dilindungi oleh peraturan pemerintah melalui PP no
7&8 tahun 1999, dan 12 jenis yang dilindungi peraturan international melalui
konvensi international mengenai perdagangan satwa terancam punah (CITES/
Convention Internaitonal on Trade of Endangered Species). Sebelas spesies
masuk dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of
Nature). Dua diantaranya masuk daftar katagori Genting (Endangered) yaitu
Elang Jawa dan Lutur Jawa.
5.
6.
Dari beberapa jalur transek yang dipilih berdasarkanketersedian tipe habitat pada
masing-masing lokasi di tujuh kawasan konservasi wilayah kerja BBKSDA
JABAR, hasil analisa keragaman dan kemerataan spesies burung dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wiener pada masing-masing jalur transek tersebut
diperoleh nilai tertinggi pada masing-masing lokasi kajian, diantaranya adalah:
a. CA Gunung Tilu pada jalur transek Ciurug (H : 3.009/E : 0.894)
b. CA-TWA kamojang pada jalur transek Pasir Kiara (H: 2.940/E : 0.913)
c. TB Masigit-Kareumbi pada jalur transek Gn Buyung (H : 3.713/E: 1.154)
d. CA Burangrang pada jalur transek Istal (H: 4.527/E: 1.633)
e. CA-TWA Tangkuban Perahu pada jalur transek Sagun (H : 3.456/E :1.102)
7.
Catatan perjumpaan dengan Elang Jawa pada lima lokasi kajian yakni CA
Gunung Tilu, CA Kawah Kamojang, TB Masigit Kareumbi, CA Gunung
Burangrang, CA Gunung Tangkuban Perahu.
8.
Pendugaan Populasi Elang Jawa lebih pada pendugaan populasi spesies secara
kasar dengan melalukan pendekatan ekstrapolasi luas daya jelajah spesies
tersebut pada luas arel kajian dan/atau lokasi wilayah kerja. Setiadi dkk (2000)
menyatakan bahwa rata-rata luas jelajah Elang Jawa di kawasan Jawa Barat
bagian Selatan adalah antara 9,41-7,6 km2/pasang. Hasil analisa tersebut ini
menjadi data dasar dan tolak ukur untuk melakukan pendugaan populasi Elang
Jawa di seluruh lokasi kajian CWMBC di wilayah kerja BBKSDA JABAR.
Lokasi Kajian CWMBC
CA Gunung Tilu,
CA Kawah Kamojang,
TB Masigit Kareumbi,
CA Gunung Burangrang,
CA Gunung Tangkuban Perahu
9.
Jumlah individu
yang tercatat
4
2
3
1
2
Pendugaan populasi
per pasang
7,9-10,5
5,8 (6) -7,1(7)
6.3 -7.9
3-4
3 -4
Catatan perjumpaan spesies Julang Mas hanya dijumpai di dua lokasi yakni TB
Masigit Kareumbi dan CA Gunung Burangrang. Keterbatasan waktu survey dan
juga tingkat pertemuan terhadap spesies ini yang sangat jarang, menyulitkan
untuk memperoleh data dan informasi lapangan untuk dapat dianalisa sehingga
menghasilkan gambaran mengenai pendugaan populasi spesies ini di lokasi
kajian CWMBC di wilayah kerja BBKSDA JABAR.
10. Catatan perjumpaan dengan spesies Ayam hutan hijau hanya dijumpai di TB
Masigit Kareumbi. Berdasarkan informasi catatan anektodal yang diperoleh
selama survey ini berlangsung tingkat perburuan jenis ayam ini cukup tinggi.
Hal ini mungkin berkaitan dengan tingkat perburuan jenis ini sebagai indukan.
Ayam hutan ini diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam peliharaan yang
ada di Nusantara. Dari hasil persilangan antara Ayam Kampung dengan Ayam
Hutan Hijau inilah dihasilkan Ayam Bekisar yang mempunya bulu indah
sekaligus kokok (suara) yang khas.
11. Keterbatasan waktu survey dan juga tingkat pertemuan terhadap spesies ini yang
sangat jarang, menyulitkan untuk memperoleh data dan informasi lapangan
untuk dapat dianalisa sehingga menghasilkan gambaran mengenai pendugaan
populasi spesies ini di lokasi kajian CWMBC di wilayah kerja BBKSDA
JABAR/
12. Kekayaan spesies untuk kelompok taksa herpetofauna yang dijumpai selama
survey adalah 44 spesies, yang meliputi 23 spesies dari kelas amfibi dan 21
5|3
spesies dari kelas reptil. Sebanyak 4 spesies dari amfibi sebagai spesies endemik
Pulau Jawa, yaitu Huia masonii, Microhyla achatina, Rhacophorus margaritifer
dan Nyctixalus margaritifer. Dari catatan status keterancaman menurut IUCN,
dijumpai 3 spesies amfibi yang berstatus rentan (Vulnerable -VU) yaitu Huia
masonii dan Nyctixalus margaritifer dan yang berstatus serta Near Threatened
yaitu Rhacophorus reinwardtii. Selain itu, 2 spesies reptil dikategorikan ke
dalam appendiks II CITES, yaitu Ular Kobra (Naja sputatrix) dan Sanca Batik
(Python reticulatus).
13. Kelompok taksa insekta yang dijumpai selama survey di antaranya 2 spesies dari
ordo Leucoptera (Kupu-kupu dan Ngengat) yang dikategorikan ke dalam
Appendiks II CITES dan dilindungi berdasarkan PP 7 tahun 1999 yaitu Troides
Helena dan Troides amphrysus.
14. Kelompok taksa biota akuataik dijumpai spesies endemik Pulau Jawa, yaitu
Ketam Ungu (Geocessarma sp.).
5.1.
Rekomendasi
1.
2.
3.
5|4
4.
Dilakukan patrol rutin atau pengawasan yang lebih ketat terhadap aktivitas
manusia di dalam kawasan, khususnya menyangkut aktivitas perburuan dan
perusakan yang mengakibatkan penurunan mutu kawasan.
5.
6.
7.
8.
9.
5|5
Daftar Pustaka
[IUCN]. 2001. IUCN Red List Categories and Criteria: Version 3.1. IUCN Species
Survival Commission. IUCN Council Gland, Switzerland and
Cambridge,UK: IUCN The World Conservation Union.
[Lembaga Biologi Nasional LIPI]. 1982. Beberapa Jenis Mamalia. Bogor: LIPI.
[PHKA]. 2010. Sejarah Kawasan Konservasi di Indonesia. Jakarta. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian
Kehutanan.
[Sekretariat Kabinet RI]. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jakarta:
Sekretariat Kabinet RI.
Amadon, D. 1953. Remarks on the Asiatic hawk-eagles of the Genus Spizaetus. Ibis
95: 492500.
Angiosperm Phylogeny Group (2003). "An update of the Angiosperm Phylogeny
Group classification for the orders and families of flowering plants: APG
II". Botanical Journal of the Linnean Society 141 (4): 399
436. doi:10.1046/j.1095-8339.2003.t01-1-00158.x.
Apiales. Angiosperm Phylogeny Website. Retrieved 2009-02-05. Sub-famili
Mackinlayoidea
Ario A, Supriatna J, Andayani N (Eds). 2011. Owa (Hylobates molloch Audebert
1798) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta: Conservation
International.
Ario A. 2010. Mengenal Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta:
Conservation International Indonesia.
Backer, C. A. (Cornelis Andries) and R. C. Bakhuizen van den Brink Jr. 19631968. Flora of Java. Addenda et corrigenda; general index to volumes 1-3. 3
v. : ill. (l col.), maps; 26 cm. v. 1. Gymnospermae, families 1-7;
Angiospermae families 8-110; v. 2. Angiospermae, families 111-160; v. 3.
Angiospermae, families 191-238. P. Noordhoff. Groningen, the Netherlands.
Pp. 661-761.
Backer, C.A and R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1963-1968. Flora of Java.
Addenda er Corrigenda, General Index to Volume 1-3. 3V: III (Col), maps;
26 cm. V.1. Gymnospermae, families 1-7; Angiospermae, families 8-10;
V.2. Amgiospermae, families III-190; V.3. Angiospermae, families 191-238
p. Noordhoff. Gronigen, The Netherlands.
Backer, C.A. (C. G. G. van Steenis, Prof, Dr. ed.). 1973. Atlas of 220 Weeds of
Sugarcane Fields in Java. Handbook for the Cultivation of Sugar-cane and
Manufacturing of Cane-sugar in Java Volume 7, Atlas (final instalment).
Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula (BP3G). Pasuruan-Jawa
Timur, Indonesia.
Balen, S, van. 1999. Birds on fragmented islands, persistence in the forests of Java
and Bali. Tropical Resource Management Papers, No. 30 (1999); ISSN 09269495, also published as thesis (1999), Wageningen University ISBN 90-5808150-8.
Bibby, Colin, M. Jones, dan S. Marsden., 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan
D|1
D|2
D|3
D|4
D|5
Lampiran-lampiran
L|1
No
Species
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
Endemik
Div. LYCOPODIOPHYTA
Kelas LYCOPODIOPSIDA
Ordo Lycopodiales
Famili Lycopodiaceae
1
Lycopodium sp.
PTERIDOPHYTA
EQUISETOPSIDA
Equisetales
2
3
4
5
6
Equisetaceae
Equisetum sp.1 *)
MARATTIOPSIDA
Marattiales
Marattiaceae
Angiopteris angustifolia
Angiopteris evecta
PSILOTOPSIDA
Ophioglossales
Ophioglossaceae
Botrychium daucifolium
Botrychium sp.1 (?)
POLYPODIOPSIDA
Cyatheales
Cyatheaceae
v
v
*)
v
v
L|2
No
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Species
Cyathea borneensis
Cyathea contaminans
Cyathea hymenoides
Cyathea hymenoides
Cyathea moluccana
Cyathea sp.1 (?)
Cyathea sp.2 (?)
Cyathea sp.2 (?)
Cyathea sp.3 (?)
Cyathea sp.4 (?)
Cyathea sp.5 (?)
Cyathea sp.9 (?)
Gleicheniales
Dipteridaceae
Dipteris conjugata
Gleicheniaceae
Dicranopteris conjugata
Gleichenia microphylla
Matoniaceae
Phanerosorus sarmentosus
Hymenophyllales
Hymenophyllaceae
Hymenophyllum sp.2 (?)
Hymenophyllum sp.1 (?)
Hymenophyllum sp.3 (?)
Trichomanes sp.1 (?)
Trichomanes sp.2 (?)
Polypodiales
Aspleniaceae
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|3
Endemik
No
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
Species
Asplenium affine
Asplenium affine
Asplenium anisopterum
Asplenium batuense
Asplenium nidus
Asplenium nidus
Asplenium paradoxum
Asplenium phyllitidis
Asplenium sp.1 (?)
Asplenium sp.2 (?)
Asplenium thunbergii
Asplenium thunbergii
Asplenium uniletarale
Blechnaceae
Blechnum vestitum
Calymodon sp.1 (?)
Stenochlaena palustris
Stenochlaena sp.1 (?)
Stenochlaena sp.2 (?)
Davaliaceae
Araiostegia hymenophilloides
Davalia divaricata
Davalia trichomanoides
Humata repens
Humata sp.1 (?)
Humata sp.2 (?)
Humata tyemanii
Nephrolepis biserrata
Nephrolepis davalloides
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|4
Endemik
No
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
Species
Nephrolepis sp.2 (?)
Nephrolepis tuberosa
Dennstaedtiaceae
Histiopteris incisa
Hypolepis beddomei
Hypolepis beddomei
Hypolepis beddomei
Lindsaea oblanceolata
Lindsaea repens
Tapeinidium pinnatum
Dryopteridaceae
Arachniodes haniffi
Ctenitis vilis
Dryopteris sp.1 (?)
Dryopteris sp.2 (?)
Dryopteris sp.3 (?)
Dryopteris sp.4 (?)
Dryopteris sparsa var. sparsa
Pleochnemia sp.2 (?)
Pleochnemia sp.3 (?)
Pleocnemia sp.1 (?)
Pleocnemia sp.4 (?)
Pleocnemia sp.5 (?)
Pleocnemia sp.6 (?)
Tectaria angulata
Tectaria keckii
Tectaria sp.2 (?)
Tectaria sp.3 (?)
Tectaria sp.4 (?)
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|5
Endemik
No
82
83
84
84
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
Species
Tectaria sp.5 (?)
Grammitidaceae
Calymmodon curtus
Lomariopsidaceae
Bolbitis heteroclita
Elaphoglossum sp.1 (?)
Teratophyllum aculeatum
Oleandraceae
Oleandra pistillaris
Polypodiaceae
Ctenopteris alata
Ctenopteris alata
Ctenopteris alata
Ctenopteris tenuisecta
Ctenopteris tenuisecta
Goniohlebium sp.1 (?)
Goniophlebium sp.1 (?)
Lepisorus longifolius
Lepisorus sp.1 (?)
Lepisorus sp.1 (?)
Loxogramme subecostata
Microsorum sarawakense
Microsorum sp.1 (?)
Phymatosorus longissima
Phymatosorus sp.1 (?)
Selliguea heterocarpa
Pteridaceae
Adiantum latifollium
Adiantum latifollium
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|6
Endemik
No
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
Species
Adiantum sp.1 (?)
Adiantum flabellulatum
Pteris longipinnula
Pteris sp.2 (?)
Pteris sp.3 (?)
Pteris sp.4 (?)
Taenitis interupta
Taeppeinidium pinnatum
Selaginellaceae
Selaginella delicatula
Selaginella sp.1 (?)
Sellaguea sp.1 (?)
Thelypteridaceae
Christella dennata
Christella dentata
Christella parasitica
Christella parasitica
Christella sp.1 (?)
Cyclosorus interuptus
Pronephrium asperum
Pronephrium repandum
Pronephrium sp.1 (?)
Sphaerostephanos norrisii
Sphaerostephanos sp.1
Vittariaceae
Antrophyum sp.1 (?)
Vittaria sp.1 (?)
Vittaria sp.2 (?)
Woodsiaceae
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|7
Endemik
No
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
Species
Athyrium anisopterum
Athyrium sp.1 (?)
Diplazium accedens
Diplazium apidiodes (?)
Diplazium dillatatum
Diplazium malaccense
Diplazium palidum (?)
Diplazium riparium
Diplazium sp.1 (?)
Diplazium sp.2 (?)
Diplazium sp.3 (?)
Diplazium subintegrum
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
Endemik
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
PINOPHYTA
PINOPSIDA
Pinales
Pinaceae
Pinus merkusii
1
2
3
4
5
6
7
LILIOPSIDA
Arales
Araceae
Amorpophalus sp. (?)
Arisaema inclusum
Colocasia esculenta
Monstera deliciosa
Monstera sp. (?)
Pinanga coronata
Schismatoglottis rupestris
MAGNOLIOPHYTA
v
v
INA, PHI
L|8
No
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Species
Typhonium trilobatum
Xanthosoma sp.
Arecales
Arecaceae (Palmae)
Areca catechu
Arenga pinnata
Calamus javensis
Calamus ornatus
Calamus palustris
Calamus sp.(?)
Caryota mitis
Caryota mitis
Caryota rumphiana (?)
Cyrtostachys sp. (?)
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
Daemonorops melanochaete
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L|9
Endemik
No
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Species
Commelina palludosa
Cyanotis ciliata
Cyanotis cristata
Cyanotis cristata
Cyanotis sp. "1" (?)
Forrestia mollissima
Murdania nudiflora
Murdannia sp.1 (?)
Pollia hasskarlii
Cyperales
Cyperaceae
Carex baccans
Carex sp."1" (?)
Carex sp."2" (?)
Cyperus brevifolius
Cyperus compressus
Cyperus cyperoides
Cyperus distans
Cyperus flavidus
Cyperus kyllingia
Cyperus malaccensis
Cyperus melanospermus
Cyperus platystylis (?)
Cyperus pygmaeus
Cyperus rotundus
Fimbristylis bisumbellata
Fimbristylis dicothoma
Fimbristylis miliacea (?)
Gahnia javanica
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
?
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 10
Endemik
No
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
Species
Poaceae
Axonopus compressus
Bambusa vulgaris
Brachiaria mutica
Brachiaria paspaloides
Brachiaria reptans
Brachiaria sp."1"
Brachiaria villosa
Dendrocalamus asper
Digitaria ciliaris
Digitaria longiflora
Digitaria setigera
Digitaria ternata
Digitaria violascens
Dinochloa scandens
Eleusine indica
Eragrotis sp. "1" (?)
Eragrotis tenella
Eragrotis unioloides
Eriochloa punctata
Fimbristylis sp. (?)
Gigantochloa apus
Gigantochloa atter
Gigantochloa pseudoarundinacea
Gigantochloa sp.
Gigantochloa verticillata
Gigantochloa sp.
Imperata cyliindrica
Imperata cylindrica
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
?
v
L | 11
Endemik
No
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
Species
Leersia hexandra
Muehlenbergia huegelii
Muehlenbergia huegelii
Paspalum commersonii
Paspalum conjugatum
Paspalum sp. "1" (?)
Saccharum spontaneum
Schizostachyum sp. (?)
Setaria pallida-fusca
Liliales (Dioscoreales)
Asparagaceae (Agavaceae)
Dracaena fragrans
Dioscoreaceae
Dioscorea hispida
Liliaceae
Disporum cantoniense
Disporum chinense
Pontederiaceae
Monochoria hastata
Monochoria vaginalis
Smilacaceae
Smilax celebica
Smilax leucophylla
Smilax macrocarpa
Smilax sp. (?)
Smilax zeylanica
Orchidales (Asparagales)
Orchidace
Acriopsis javanica
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 12
Endemik
No
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
Species
Agrostophyllum bicuspidatum
Anoectochyllus reindwartii
Apostasia walichii
Appendicula angustifolia
Appendicula elegans
Appendicula ramosa
Arundina graminiflora
Ascoscentrum miniatum
Bulbophyllum angustifolium
Bulbophyllum binnendijikii
Bulbophyllum cernuum
Bulbophyllum flavescens
Bulbophyllum obtusipetalum
Bulbophyllum ovalifolium
Bulbophyllum semperflorens
Bulbophyllum sp.
Bulbophyllum spp.
Calanthe triplicata
Ceratostylus anceps
Chelonistele sulphurea
Coelgyne miniata
Coelgyne speciosa
Corybas imperatorius
Corymborkis veratrifolia
Cymbidium bicolor
Cymbidium ensifolium
Cymbidium lancifolium
Cymbidium roseum
Cystorchis aphylla
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 13
Endemik
No
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
Species
Dendrobium crumenatum
Dendrobium cymbidioides
Dendrobium kuhlii
Dendrobium lobatum
Dendrobium montanum
Dendrobium sp.
Dendrobium sp. (?)
Dendrobium sp. 1 (?)
Dendrobium stuartii
Dendrochillum auriantiacum
Dendrochillum simile
Dendrochillum sp.
Dendrochillum sp. (?)
Diglyphosa latifolia
Epigeneium cymbioides
Eria discolor
Eria flavescens
Eria javanica
Eria lamongensis
Eria oblitterata
Eria retusa
Eria sp.
ErythroIdes humilis
Flickengeria angustifolia
Flickingeria sp.
Goodyera rubicunda
Habenaria angustata
Hylophila lanceolata
Liparis crenulata
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 14
Endemik
No
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
Species
Liparis javanica
Liparis latifolia
Liparis viridiflora
Macodes javanica
Macodes petola
Malaxis oculata
Nephelaphyllum pulchrum
Nephelaphyllum tenuifolium
Oberonia costreina
Oberonia similis
Paphiodilum javanicum
Phaius flavus
Phaius tankervillae
Pholidota articulata
Pholidota carnea
Pholidota globosa
Phreatia secunda
Schoenorchis juncifolia
Spathoglottis plicata BI.
Thrixspernum amplexicaule
Trichostosia pauciflora
Tropidia angulosa
Tuberolabium rhopalorrachis
Vanda tricolor var. suavis
Pandanales
Pandanaceae
Pandanus furcatus
Plantaginales
Plantaginaceae
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 15
Endemik
No
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
Species
Plantago major
Zingiberales
Marantaceae
Donax canaeformis
Donax sp. "1" (?)
Donax sp. (?)
Musaceae
Musa acuminata
Musa balbisiana ($) (?)
Musa paradisiaca
Musa sanguinea
Musa uranoscopos (?)
Zingiberaceae
Alpinia galanga
Amomum coccineum
Etlingera hemisphaerica
Amomum pseudo-foetens (!)
Catimbium malaccensis
Costus speciosus
Curcuma domestica
Curcuma xanthorrhiza
Etlingera elatoir
Hedychium coronarium
Hedychium roxburghii
Hornstedtia pinanga
Nicolaia solaris
Zingeber odoriferum
Zingiber acuminatum
Zingiber aromaticum
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
L | 16
Endemik
No
Species
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
?
?
v
L | 17
Endemik
No
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
Species
Dichrocephala bicolor
Dichrocephala integrifolia
Elephantopus scaber
Emilia sonchifolia
Erigeron sumatrensis
Eupatorium inulifolium
Eupatorium odoratum
Eupatorium riparia
Eupatorium triplinerve
Galinsoga parviflora
Gynura aurantiaca
Mikania cordata
Pluchea indica
Pseudoelepanthopus scaber
(?)
Sonchus arvensis
Spilanthes grandiflora ($)
Spilanthes paniculata
Tithonia diversifolia
Vernonia arborea
Vernonia cinerea
Youngia japonica
Campanulales
Campanulaceae
Lobelia angulata
Capparales
Brassicaceae
Rorippa indica
Capparaceae
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 18
Endemik
No
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
Species
Crateva religiosa (?)
Caryophyllales
Amaranthaceae
Achyranthes bidentata
Amaranthus spinosus
Deeringia amaranthoides
iresine herbstii
Caryophyllaceae
Drymaria cordata
Drymaria villosa
Nyctaginaceae
Boerhavia erecta
Celastrales
Icacinaceae
Platea excelsa
Cornales
Alangiaceae
Alangium chinense
Mastixia trichotoma
Nyssa javanica
Daphniphyllales
Daphniphyllaceae
Daphniphyllum glaucescens
Dipsacales
Caprifoliaceae
Lonicera acuminata
Sambucus javanica
Sambucus javanica (?)
Viburnum coriaceum
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
?
v
v
L | 19
Endemik
No
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
Species
Ebenales
Sapotaceae
Manilkara kauki (?)
Symplocos fasciculata
Ericales
Ericaceae
Gaultheria leucocarpa
Gaultheria nummularioides
Rhododendron javanicum
Vaccinium korthalsii
Euphorbiales
Euphorbiaceae
Antidesma tetrandrum
Bischopia javanica
Breynia cernua
Breynia macrophylla
Claoxylum indicum
Eugenia lireata
Euginia sp. "2" (?)
Euphorbia hirta
Glochidion molle
Glochidion rubrum
Glochidion rubrum
Homalanthus giganteus
Homalanthus populneus
Hyptis brevipes
Macaranga denticulata
Macaranga rhizinoides
Macaranga tanarius
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
?
v
v
?
?
v
?
v
?
v
v
v
?
?
?
v
v
v
v
v
?
?
?
?
?
?
?
?
v
?
?
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 20
Endemik
No
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
Species
Macaranga triloba
Mallotus paniculatus
Mallotus philippinensis
Sauropus androgynus
Sauropus macranthus
Sauropus rhamnoides
Fabales
Caesalpiniaceae
Blumeodendron tokbrai
Fabaceae
Calliandra calothyrsus
Calliandra haematocephala*
Calliandra portoricensis
Desmodium heterophyllum
Desmodium repandum
Desmodium sequax
Desmodium triquitrum
Dumasia villosa
Engelhardia serata
Pithecellobium clipearia
Mimosaceae
Mimosa invisa
Papilionaceae
Erythrina fusca
Fagales
Fagaceae
Castanopsis acuminatissima
Castanopsis argantea
Castanopsis acuminatissima
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 21
Endemik
No
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
Species
Castanopsis javanica
Castanopsis tunggurrut
Lithocarpus conocarpus
Lithocarpus costatus
Lithocarpus javensis
Lithocarpus sp 1
Lithocarpus sp.
Lithocarpus sp 2
Lithocarpus sundaicus
Quercus lineata
Gentianales
Apocynaceae
Alstonia scholaris
Alyxia reindwardtii
Daschidia longifolia
Hoya purpureo-fusca
Geraniales
Balsaminaceae
Impatiens balsamina
Impatiens javensis
Impatiens platypetala
Impatiens radicans (?)
Oxalidaceae
Oxalis barrelieri
Oxalis corniculata
Haloragales
Haloragaceae
Myriophyllum aquaticum
Hamamelidales
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
v
L | 22
Endemik
No
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
Species
Hamamelidaceae
Altingia excelsa
Illiciales
Schisandraceae
Schisandra elongata
Talauma candolii
Talauma candolii
Talauma candolii
Juglandales
Juglandaceae
Engelhardia serata
Engelhardia spicata
Lamiales
Lamiaceae
Basilicum polystachyon
Hyptis capitata
Leonurus sibiricus
Leucas lavandulaefolia
Mesona palustris
Premna tomentosa
Verbenaceae
Lantana camara
Stachytarpetha indica
Stachytarpheta jamaicensis
Laurales
Lauraceae
Actinodaphne angustifolia
Actinodaphne glomerata
Actinodaphne sphaerocarpa
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
?
?
v
v
v
v
v
?
?
v
v
v
?
?
?
?
v
v
v
?
?
?
?
?
?
v
v
L | 23
Endemik
No
Species
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
Beilschmiedia madang
Cinnamomum iners
Cinnamomum parthenoxylon
Cinnamomum sintoc
Dehaasia caesia
Endiandra rubescens
Lindera bibracteata
Litsea angulata
Litsea cubeba
Litsea diversifolia
Litsea fulva
Litsea glutinosa, Alseodaphne
sp (?)
Litsea noronhae
Litsea resinosa
Litsea sp.
Litsea sp. "1" (?)
Litsea sp. "2" (?)
Litsea tomentosa
Litsea vulva
Persea americana
Persea rimosa
Phoebe grandis
Linales
Erythroxylaceae
Erythroxylum cuneatum
Magnoliales
Annonaceae
Orophea bexandra
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
v
v
?
v
v
?
?
v
v
v
v
v
v
?
v
v
?
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 24
Endemik
No
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
Species
Magnoliaceae
Horsfieldia glabra (?)
Knema intermedia
Knema laurina
Magnolia blumei
Magnolia macklottii
Manglietia blumei
Michelia montana
Myrstica fragrans ($)
Malpighiales
Hypericaceae
Cratoxylum formosum
Phyllanthaceae
Baccaurea racemosa
Bischofia javanica
Breynia microphylla
Glochidion molle
Phyllanthus debilis
Malvales
Elaeocarpaceae
Acrondia puncata
Elaeocarpus glaber
Elaeocarpus pierrei
Elaeocarpus submonoceras
Sloanea sigun
Malvaceae
Abutilon sp.
Hibiscus macrophyllus
Neesia altissima
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
?
v
v
?
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
?
v
v
?
?
v
v
v
L | 25
Endemik
No
Species
408
409
410
411
412
Ochroma lagopus
Sida retusa
Sida rhombifolia
Triumfetta rhomboidea
Triumfetta sp. (?)
Sterculiaceae
Sterculia campanulata
Grewia paniculata
Triumffeta rhomboidea
Myrtales
Crypteroniaceae
Crypteronia paniculata
Melastomataceae
Astronia sp.
Astronia spectabilis
Bertolonia hybrida($)
Clidermia hirta
Diplectria sp.
Dissochaeta leprosa
Dissochaeta reticulata
Kibessia azurea
Medinilla alpestris
Medinilla alpestris / M. laurifolia
(?)
Medinilla speciosa/ M. alpestris
(?)
Melastoma affine
Ochthocharis sp.
Pilea melastomoides
Pternandra azurea
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
v
?
v
?
v
v
?
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 26
Endemik
No
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
Species
Pternandra rostrata
Myrtaceae
Cinnamomum burmanni
Eucalyptus alba
Eucalyptus sp.
Euginea cuprea
Syzigium sp.
Syzygium densiflorum
Syzygium guajava ($)
Syzygium lineatum
Syzygium sp. (?)
Onagraceae
Ludwigia octovalvis
Thymelaeaceae
Daphne composita, Sin.
Eriosolena composita (?)
Nepenthales
Nepenthaceae
Nepenthes ampullaria
Nepenthes gracilis
Nepenthes gymnaphora
Podocarpaceae
Dacrycarpus imbricatus
Nageia wallichiana
Podocarpus imbricatus
Podocarpus neriifolius
Podocarpus polystachyus (V)
(!)
Podocarpus sp.
Piperales
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
v
v
v
?
v
Endemik
v
v
v
?
v
v
?
v
?
v
v
?
?
v
v
?
v
v
v
v
LC
LC
v
v
L | 27
No
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
Species
Piperaceae
Peperomia pellucida
Piper aduncum
Polygalales
Polygalaceae
Polygala paniculata
Polygala venenosa
Polygonum chinense
Primulales
Myrsinaceae
Agalmyla sp. (?)
Ardisia javanica
Ardisia zollingeri
Proteales
Proteaceae
Helicia attenuata
Helicia javanica Blume
Helicia serrata
Ranunculales
Berberidaceae
Mahonia napaulensis
Meliosma lanceolata
Rhamnales
Leeaceae
Leea indica
Rhamnaceae
Maesobsis eminii
Vitaceae
Leea aequata
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
?
v
?
v
L | 28
Endemik
No
469
470
471
472
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
483
484
485
486
487
488
489
490
491
Species
Rosales
Crassulaceae
Kalanchoe pinata
Pittosporaceae
Pittosporum ferrugineum
Rosaceae
Rubus alpestris
Rubus chrysophyllus
Rubus ellipticus ($)
Rubus fraxinifolius
Rubus lineatus ($)
Rubus moluccanus
Rubus rosaefoilus
Rubus sp. "1" (?)
Rubiales
Rubiaceae
Adina polycephala
Cichona suciruba
Cinchona calisaya* (?)
Cinchona officinalis*
Cinchona pubescens*
Cinchona sp.
Coffea robusta
Hypobathrum racemosum
Ixora grandiflora ?
Ixora nigricans
Ixora sp. (?)
Lasianthus laevigatus
Lasianthus stercorarius
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
?
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
?
v
v
?
v
v
v
?
v
v
?
v
v
?
v
v
?
v
?
v
L | 29
Endemik
No
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
Species
Morinda sarmentosa
Mussaenda frondosa
Mycetia cauliflora
Nauclea subdita
Ophiorrhiza longiflora
Psychotria montana
Psychotria sp. (?)
Psycotria sp.
Rubia cordifolia
Tarennoidea wallichii
Salviniales
Salviniaceae
Salvinia natans
Santalales
Loranthaceae
Korthalsella dacrydii (?)
Sapindales
Aceraceae
Acer laurinum
Anacardiaceae
Bouea macrophylla
Spondias sp. (?)
Meliaceae
Actinodaphne glomerata
Aglaia silvestris
Dysoxylum alliaceum
Dysoxylum excelsum (?)
Dysoxylum excelsum
Dysoxylum macrocarpum
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
v
?
?
?
v
?
?
v
?
v
v
?
?
?
?
v
?
?
v
?
?
v
?
v
v
?
?
?
?
?
?
v
v
?
v
?
v
?
L | 30
Endemik
No
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
Species
Dysoxylum parasiticum (?)
Dysoxylum sp. (?)
Swietenia mahagoni ($)
Toona sinensis
Rutaceae
Acronychia laurifolia
Acronychia sp.
Acronychyia pedunculata
Melicope latifolia
Sapindaceae
Dysoxylum parasiticum
Pometia pinnata
Xerospermum noronbianum
Scrophulariales
Acanthaceae
Rostellaria sundana
Strobilanthes cernua
Strobilanthes paniculata
Thunbergia alata
Bignoniaceae
Spathodea campanulata
Gesneriaceae
Aeschynanthus horsfieldii
Cyrtandra picta
Cyrtandra sp. (?)
Limnophila rugosa
Solanales
Convolvulaceae
Ipomea triloba
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
?
?
?
?
?
v
v
v
?
v
?
v
?
?
?
?
?
?
?
?
?
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
L | 31
Endemik
No
534
535
536
537
538
539
540
541
542
543
544
545
546
547
548
549
550
551
552
553
554
555
Species
Merremia tuberosa
Solanaceae
Brugmansia candida
Cestrum nocturnum
Datura metel
Physalis peruviana
Solanum sp. "1" (?)
Solanum torvum
Theales
Actinidiaceae
Saurauia bracteosa
Clusiaceae
Cratoxylum formosum
Garcinia parvifolia
Theaceae
Eurya acuminata
Camelia sinensis
Pyrenaria serrata
Schima wallichii
Urticales
Moracae
Antiaris toxicaria
Atrocarpus elastica
Ficus ampelas
Ficus calophylla (?)
Ficus deltoidea
Ficus diversifolia
Ficus drupacea (?)
Ficus fistulosa
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
?
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
?
v
v
v
?
v
?
v
v
v
Endemik
v
?
v
Ina
v
v
v
?
v
?
L | 32
No
556
557
558
559
560
561
562
563
564
565
566
567
568
569
570
571
572
573
574
575
576
577
578
579
580
581
582
Species
Ficus grossularioides
Ficus magnoliaefolia
Ficus padana
Ficus punctata
Ficus ribes
Ficus rostrata
Ficus sp. "1" (?)
Ficus sp. "2" (?)
Ficus variegata
Ficus variegata (?)
Morus alba
Neonauclea lanceolata
Ulmaceae
Celtis cinnamomea
Trema cannabina
Trema orientalis
Trema tomentosa
Urticaceae
Achudemia javanica
Boehmeria clidemioides
Boehmeria rugosissima
Debregeasia longifolia
Dendrocnide sinuata
Elatostema accuminatum
Elatostema backeri
Elatostema cuneatum
Elatostema integrifolium
Elatostema lancifolium
Elatostema paludosum
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
v
v
v
?
v
?
v
?
?
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
?
v
v
v
?
v
?
v
v
v
v
v
v
L | 33
Endemik
No
583
584
585
586
587
588
589
590
591
592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
Species
Elatostema parvum
Elatostema pedunculosum
Elatostema rupestre
Elatostema sp. "1" (?)
Elatostema sp. "2" (?)
Elatostema strigosum
Girardinia palmata
Gonostegia hirta
Laportea interrupta
Laportea stimulans
Leucosyke capitellata
Parietaria debilis
Pilea angulata
Pilea hygrophila
Pilea melastomoides
Pilea peploides
Pilea sp. (?)
Urtica bullata
Urtica sp. "1" (?)
Villebrunea rubescens
Violales
Begoniaceae
Begonia areolata
Begonia bracteata
Begonia isoptera
Begonia longifolia
Begonia multangula
Begonia muricata
Begonia robusta
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
?
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
?
v
?
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 34
Endemik
No
610
611
612
613
614
615
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
Species
Bixaceae
Bixa orellana
Cucurbitaceae
Bryonopsis laciniosa
Cucurbita sp.
Gynostemma pentaphyllum
Melothria leucocarpa
Melothria maderaspatana
Trichosanthes tricuspidata
Passifloraceae
Passiflora edulis
Passiflora ligularis
Huru katulampa
Kali Kimangkin
Ki Munding
Huru Salam
Haruman
Heas
Huru Buah
Ki Batu
Mangprang
Lokasi
CAGT CAKK CAGB CAGTP TWAKK TWAGTP TBGMK
v
v
v
?
v
v
v
v
v
?
v
v
v
v
v
L | 35
Endemik
Lampiran 2. Sebaran Spesies dan Status Perlindungan Mamalia di Kawasan DAS Citarum
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nama Species
ARTIODACTYLA
Bovidae
Bubalus bubalis
Cervidae
Muntiacus muntjak
Suidae
Sus scrofa
Trangilidae
Tragulus javanicus
CARNIVORA
Felidae
Panthera pardus melas*
Prionailurus bengalensis
Herpestidae
Herpestes javanicus
Mustelidae
Martes flavigula
Melogale orientalis
Aonyx cinerea
Prionodon linsang
Viverridae
Paradoxurus hermaphroditus
Arctictis binturong
CHIROPTERA
Pteropodidae
Nama Lokal
Kawasan Konservasi
CAGT CTKK TBMK CAB CTTP
Kerbau
Status Perlindungan
PP7/99 IUCN CITES
TD
LC
Non
Kijang
LC
Non
Babi hutan
TD
LC
Non
Kancil
DD
Non
Macan tutul
Kucing hutan
v
v
D
D
CR
LC
I
II
Garangan
TD
LC
III
v
v
v
TD
TD
TD
D
LC
DD
VU
LC
III
Non
II
II
TD
D
LC
VU
III
III
v
v
v
v
v
v
L | 43
v
v
v
v
v
v
No.
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Nama Species
Macroglossus minimus
Rousettus sp (1)
Rousettus sp (2)
Cynopterus sp.
Vespertilionidae
Myotis sp
INSECTIVORA
Soricidae
Crocidura monticola
Hylomis suillus
PHOLIDHOTA
Manidae
Manis javanica
PRIMATA
Cercopithicidae
Macaca fascicularis
Presbytis comate*
Trachypithecus auratus mauritus*
Hylobatidae
Hylobates moloch*
Lorisidae
Nycticebus javanicus*
RODENTIA
Hystricidae
Hystrix javanica
Muridae
Maxomys bartelsii*
Nama Lokal
Kelelawar
Codot
Codot
Kelelawar buah
Kawasan Konservasi
Status Perlindungan
CAGT CTKK TBMK CAB CTTP PP7/99 IUCN CITES
v
TD
LC
Non
v
v
v
TD
#
Non
v
v
TD
#
Non
v
TD
#
Non
Kelelawar
Cecurut
Cecurut babi
Trenggiling
v
v
v
Owa Jawa
Tikus Duri
Non
v
v
TD
TD
LC
LC
Non
Non
EN
II
v
v
v
v
v
v
v
v
TD
D
D
LC
EN
VU
II
II
II
EN
CR
LC
Non
TD
LC
Non
v
v
Kukang Jawa
Landak Jawa
TD
L | 44
No.
Nama Species
29 Mus sp.
30 Niviventer sp.
31 Rattus norvegicus
Sciuridae
32 Callosciurus notatus
33 Callosciurus sp.
34 Lariscus sp.
35 Petaurista elegans
36 Ratufa bicolor
SCANDENTIA
Tupaiidae
37 Tupaia javanica
38 Tupaia sp.
Nama Lokal
Tikus
Tikus Pohon
Tikus riul
Bajing
Bajing
Bajing Tanah
Bajing Terbang
Jelarang
celemes
Tupai
Kawasan Konservasi
Status Perlindungan
CAGT CTKK TBMK CAB CTTP PP7/99 IUCN CITES
v
v
v
TD
#
Non
v
TD
LC
Non
v
v
v
TD
LC
Non
v
v
v
v
v
v
v
TD
TD
#
TD
D
LC
#
#
LC
NT
Non
Non
Non
Non
II
TD
#
LC
#
II
Non
Keterangan: CAGT : Cagar Alam Gunung Tilu, CTKK : Cagar Alam & Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, TBMK : Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, CAB : Cagar Alam Burangrang, CTTP : Cagar
Alam & Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu, v : ditemukan., D = dilindungi PP RI No. 7/1999, TD = Tidak dilindungi PP RI No. 7/1999, CR= Critically Endangered, EN = Endangered, VU = Vulnerable,
NT = Near Threatened, LC = Least Concern, DD = Data Deficient, I = CITES Appendix 1, II = CITES Appendix 2, III = CITES Appendix 3, Non = tidak terdaftar di CITES, * = endemik Jawa, # = tidak tahu.
L | 45
Lampiran 3. Pendugaan Populasi dan Kepadatan Rata-Rata Spesies di Lima Kawasan DAS Citarum.
Kawasan
CAGT
TBMK
CTKK
CAB
Spesies
Presbytis comata
Pendugaan Populasi
(ind)
0.02
2.67
0.015
2.67
Presbytis comata
0.014
2.25
Nycticebus javanus
0.003
2.25
0.017
2.25
Presbytis comata
0.125
2.41
0.055
2.41
Presbytis comata
0.006
5.71
17.5
0.05
5.71
140
Hylobates moloch
0.006
5.71
17.5
Presbytis comata
0.108
7.22
179
0.183
7.22
304
Keterangan: CAGT : Cagar Alam Gunung Tilu, CTKK : Cagar Alam & Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, TBMK : Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, CAB : Cagar Alam Burangrang, CTTP : Cagar
Alam & Taman Wisata Alam Tangkuban Perahu.
L | 46
Lampiran 4. Daftar Spesies Burung yang DIjumpai di masing-masing Kawasan Konservasi di wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat
No.
Family
Nama Ilmiah
Nama Indonesia
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Ardeidae
Accipitridae
Accipitridae
Accipitridae
Accipitridae
Accipitridae
Accipitridae
Falconidae
Falconidae
Phasianidae
Phasianidae
Phasianidae
Phasianidae
Phasianidae
Turnicidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Columbidae
Psittacidae
Ixobrychus cinnamomeus
Pernis ptilorhynchus
Spilornis cheela
Accipiter trivirgatus
Ictinaetus malayensis
Spizaetus cirrhatus
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Falco peregrinus
Arborophila orientalis
Arborophila javanica
Gallus gallus
Gallus varius
Coturnix chinensis
Turnix suscitator
Treron sphenura
Treron griseicauda
Ptilinopus porphyreus
Ducula badia
Macropygia unchall
Macropygia emiliana
Macropygia ruficeps
Streptopelia chinensis
Chalcophaps indica
Loriculus pusillus
Bambangan Merah
Sikepmadu Asia
Elangular Bido
Elangalap Jambul
Elang Hitam
Elang Brontok
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Alapalap Kawah
Puyuh gonggong bissa
Puyuh gonggong Jawa
Ayam hutan Merah
Ayamhutan Hijau
Puyuh Batu
Gemak Loreng
Punai Gagak
Punai Penganten
Walik Kepala-ungu
Pergam Gunung
Uncal Loreng
Uncal Buau
Uncal Kouran
Tekukur Biasa
Delimukan Zamrud
Serindit Jawa
26
27
Cuculidae
Cuculidae
Cuculus sparverioides
Cuculus lepidus
Kangkok Besar
Kangkok Sunda
Nama Inggris
Cinnamon Bittern
Crested Honey Buzzard
Crested Serpent Eagle
Crested Goshawk
Black Eagle
Crested Hawk-Eagle
Javan Hawk-Eagle
Spotted Kestrel
Peregrine Falcon
Grey-breasted Partridge
Chestnut-bellied Partridge
Red Junglefowl
Green Junglefowl
King Quail
Barred Buttonquail
Wedge-tailed Green Pigeon
Grey-cheeked Green Pigeon
Pink-headed Fruit Dove
Mountain Imperial Pigeon
Barred Cuckoo Dove
Ruddy Cuckoo Dove
Little Cuckoo Dove
Spotted Dove
Common Emerald Dove
Yellow-throated Hanging
Parrot
Large Hawk-Cuckoo
Sunda Cuckoo
L | 47
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
IUCN
+
+
+
EN
+
CITES
UURI
II
II
II
II
II
II
II
I
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
NT
II
No.
Family
28
29
30
31
32
33
Cuculidae
Cuculidae
Cuculidae
Cuculidae
Cuculidae
Cuculidae
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
Cuculidae
Cuculidae
Strigidae
Strigidae
Podargidae
Caprimulgidae
Apodidae
Apodidae
Apodidae
Apodidae
Apodidae
Apodidae
Apodidae
Hemiprocnidae
Trogonidae
Trogonidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Alcedinidae
Bucerotidae
Capitonidae
Capitonidae
Nama Ilmiah
Cacomantis sonneratii
Cacomantis merulinus
Cacomantis sepulcralis
Surniculus lugubris
Zanclostomus javanicus
Rhamphococcyx
curvirostris
Centropus sinensis
Centropus bengalensis
Otus lempiji
Ketupa ketupu
Batrachostomus javensis
Caprimulgus affinis
Hydrochous gigas
Collocalia fuciphagus
Collocalia maximus
Collocalia vulcanorum
Collocalia linchi
Apus nipalensis
Cypsiurus balasiensis
Hemiprocne longipennis
Apalharpactes reinwardtii
Harpactes oreskios
Alcedo meninting
Ceyx erithaca
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Rhyticeros undulatus
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Nama Indonesia
Nama Inggris
Wiwik Lurik
Wiwik Kelabu
Wiwik Uncuing
Kedasi Hitam
Kadalan Kembang
Kadalan Birah
Bubut Besar
Bubut Alang-alang
Celepuk Reban
Beluk Ketupa
Paruhkodok Jawa
Cabak Kota
Walet Raksasa
Walet Sarang-putih
Walet Sarang-hitam
Walet Gunung
Walet Linci
Kapinis Rumah
Waletpalem Asia
Tepekong Jambul
Luntur Jawa
Luntur Harimau
Rajaudang Meninting
Udang Api
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
Julang Emas
Takur Bututut
Takur Tohtor
Greater Coucal
Lesser Coucal
Collared Scops Owl
Buffy Fish-Owl
Javan Frogmouth
Savanna Nightjar
Giant Swiftlet
Edible-nest Swiftlet
Black-nest Swiftlet
Volcano Swiftlet
Cave Swiftlet
House Swift
Asian Palm Swift
Grey-rumped Treeswift
Blue-tailed Trogon
Orange-breasted Trogon
Blue-eared Kingfisher
Oriental Dwarf Kingfisher
Collared Kingfisher
Javan Kingfisher
Wreathed Hornbill
Brown-throated Barbet
Flame-fronted Barbet
L | 48
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
IUCN
CITES
UURI
II
II
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
NT
NT
EN
II
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
No.
Family
57
58
Capitonidae
Capitonidae
59
60
61
62
Picidae
Picidae
Picidae
Picidae
63
64
65
66
67
68
69
Picidae
Eurylaimidae
Pittidae
Hirundinidae
Hirundinidae
Campephagidae
Campephagidae
70
71
72
73
Campephagidae
Campephagidae
Campephagidae
Chloropseidae
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
Aegithinidae
Pycnonotidae
Pycnonotidae
Pycnonotidae
Pycnonotidae
Pycnonotidae
Dicruridae
Dicruridae
Dicruridae
Dicruridae
Nama Ilmiah
Megalaima australis
Megalaima
haemacephala
Picus puniceus
Picus mentalis
Dendrocopos macei
Dendrocopos
moluccensis
Reinwardtipicus validus
Eurylaimus javanicus
Pitta guajana
Hirundo tahitica
Hirundo striolata
Hemipus hirundinaceus
Coracina larvata
Coracina fimbriata
Pericrocotus miniatus
Pericrocotus flammeus
Chloropsis
cochinchinensis
Aegithina tiphia
Pycnonotus aurigaster
Pycnonotus bimaculatus
Pycnonotus goiavier
Criniger bres
Ixos virescens
Dicrurus macrocercus
Dicrurus leucophaeus
Dicrurus remifer
Dicrurus paradiseus
Nama Indonesia
Nama Inggris
Takur Tenggeret
Takur Ungkut-ungkut
Blue-eared Barbet
Coppersmith Barbet
Pelatuk Sayap-merah
Pelatuk Kumis-kelabu
Caladi Ulam
Caladi Tilik
Crimson-winged Woodpecker
Checker-throated Woodpecker
Fulvous-breasted Woodpecker
Sunda Pygmy Woodpecker
Pelatuk Kundang
Sempurhujan Rimba
Paok Pancawarna
Layanglayang Batu
Layanglayang Loreng
Jingjing Batu
Kepudangsungu
Gunung
Kepudangsungu Kecil
Sepah Gunung
Sepah Hutan
Cicadaun Sayap-biru
Orange-backed Woodpecker
Banded Broadbill
Banded Pitta
Pacific Swallow
Striated Swallow
Black-winged Flycatcher-shrike
Sunda Cuckooshrike
Lesser Cuckooshrike
Sunda Minivet
Scarlet Minivet
Blue-winged Leafbird
+
+
+
Cipoh Kacat
Cucak Kutilang
Cucak Gunung
Merbah Cerukcuk
Empuloh Janggut
Brinji Gunung
Srigunting Hitam
Srigunting Kelabu
Srigunting Bukit
Srigunting Batu
Common Iora
Sooty-headed Bulbul
Orange-spotted Bulbul
Yellow-vented Bulbul
Grey-cheeked Bulbul
Sunda Bulbul
Black Drongo
Ashy Drongo
Lesser Racquet-tailed Drongo
Greater Racquet-tailed Drongo
+
+
+
+
+
+
+
+
+
L | 49
+
+
+
+
2
+
3
+
IUCN
CITES
UURI
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
II
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
NT
No.
Family
Nama Ilmiah
84
85
Oriolidae
Oriolidae
Oriolus xanthonotus
Oriolus chinensis
86
87
88
89
90
91
92
Corvidae
Corvidae
Aegithalidae
Paridae
Sittidae
Sittidae
Timaliidae
93
Nama Indonesia
Nama Inggris
Dark-throated Oriole
Black-naped Oriole
Crypsirina temia
Corvus enca
Psaltria exilis
Parus major
Sitta frontalis
Sitta azurea
Pellorneum capistratum
Kepudang Hutan
Kepudang Kudukhitam
Tangkar Centrong
Gagak Hutan
Cerecet Jawa
Gelatikbatu Kelabu
Munguk Beledu
Munguk Loreng
Pelanduk Topi-hitam
Racket-tailed Treepie
Slender-billed Crow
Pygmy Bushtit
Great Tit
Velvet-fronted Nuthatch
Blue Nuthatch
Black-capped Babbler
+
+
+
+
+
Timaliidae
Pellorneum pyrrogenys
Pelanduk Bukit
Temmincks Babbler
94
95
96
97
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Malacocincla sepiarium
Malacocincla abboti
Malacopteron cinereum
Pomatorhinus montanus
Pelanduk Semak
Pelanduk Asia
Asi Topi-sisik
Cicakopi Melayu
98
99
100
101
102
103
104
105
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Timaliidae
Napothera epilepidota
Pnoepyga pusilla
Stachyris grammiceps
Stachyris thoracica
Stachyris melanothorax
Timalia pileata
Pteruthius flaviscapis
Pteruthius aenobarbus
Berencet Berkening
Berencet Kerdil
Tepus Dada-putih
Tepus Leher-putih
Tepus Pipi-perak
Tepus Gelagah
Ciu Besar
Ciu Kunyit
106
107
108
109
110
Timaliidae
Timaliidae
Turdidae
Turdidae
Turdidae
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Brachypteryx leucophrys
Brachypteryx montana
Enicurus velatus
Wergan Jawa
Cica Matahari
Cingcoang Coklat
Cingcoang Biru
Meninting Kecil
Horsfields Babbler
Abbotts Babbler
Scaly-crowned Babbler
Chestnut-backed ScimitarBabbler
Eye-browed Wren-Babbler
Pygmy Wren-Babbler
White-breasted Babbler
White-bibbed Babbler
Crescent-chested Babbler
Chestnut-capped Babbler
White-browed Shrike-Babbler
Chestnut-fronted ShrikeBabbler
Javan Fulvetta
Spotted Crocias
Lesser Shortwing
White-browed Shortwing
Lasser Forktail
L | 50
IUCN
NT
CITES
UURI
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
NT
AB
AB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
AB
NT
AB
AB
No.
Family
Nama Ilmiah
Nama Indonesia
Nama Inggris
White-crowned Forktail
Javan Cochoa
Sunda Whistling Thrush
Chestnut-capped Thrush
Orange-headed Thrush
Siberian Thrush
Sunda Warbler
Yellow-bellied Warbler
Arctic Warbler
Mountain Leaf Warbler
Striated Grassbird
Common Tailorbird
Mountain Tailorbird
Olive-backed Tailorbird
Ashy Tailorbird
Bar-winged Prinia
Brown Prinia
Javan Tesia
Sunda Bush Warbler
Javan Bush Warbler
Fulvous chested Jungle
Flycatcher
Asian Brown Flycatcher
Indigo Flycatcher
Yellow-rumped Flycatcher
Mugimaki Flycatcher
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
Turdidae
Turdidae
Turdidae
Turdidae
Turdidae
Turdidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Sylviidae
Muscicapidae
Enicurus leschenaulti
Cochoa azurea
Myiophoneus glaucinus
Zoothera interpres
Zoothera citrina
Zoothera sibirica
Seicercus grammiceps
Abroscopus superciliaris
Phylloscopus borealis
Phylloscopus trivirgatus
Megalurus palustris
Orthotomus sutorius
Orthotomus cuculatus
Orthotomus sepium
Orthotomus ruficeps
Prinia familiaris
Prinia polychroa
Tesia superciliaris
Cettia vulcania
Bradypterus montis
Rhinomyas olivacea
132
133
134
135
Muscicapidae
Muscicapidae
Muscicapidae
Muscicapidae
Muscicapa dauurica
Eumyias indigo
Ficedula zanthopygia
Ficedula mugimaki
Meninting Besar
Ciungmungkal Jawa
Ciungbatu Kecil-Sunda
Anis Kembang
Anis Merah
Anis Siberia
Cikrak Muda
Cikrak Bambu
Cikrak Kutub
Cikrak Daun
Cicakoreng Jawa
Cinenen Pisang
Cinenen Gunung
Cinenen Jawa
Cinenen Kelabu
Perenjak Jawa
Perenjak Coklat
Tesia Jawa
Ceret Gunung
Ceret Jawa
Sikatan rimba dada
coklat
Sikatan Bubik
Sikatan Ninon
Sikatan Emas
Sikatan Mugimaki
136
137
138
Muscicapidae
Muscicapidae
Muscicapidae
Ficedula hyperythra
Ficedula westermanni
Cyanoptila cyanomelana
Sikatan Bodoh
Sikatan Belang
Sikatan Biru-putih
Snowy-browed Flycatcher
Little Pied Flycatcher
Blue-and-white Flycatcher
+
+
+
+
139
Muscicapidae
Cyornis unicolor
Sikatan Biru-muda
L | 51
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
VU
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
IUCN
CITES
UURI
No.
Family
Nama Ilmiah
Nama Indonesia
Nama Inggris
Hill Blue Flycatcher
Grey-headed CanaryFlycatcher
Rufous-tailed Fantail
White-bellied Fantail
Pied Fantail
Black-naped Monarch
140
141
Muscicapidae
Muscicapidae
Cyornis banyumas
Culicicapa ceylonensis
Sikatan Cacing
Sikatan Kepala-abu
142
143
144
145
Rhipiduridae
Rhipiduridae
Rhipiduridae
Monarchidae
Rhipidura phoenicura
Rhipidura euryura
Rhipidura javanica
Hypothymis azurea
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Bukit
Kipasan Belang
Kehicap Ranting
146
147
148
149
150
151
152
Motacillidae
Artamidae
Laniidae
Sturnidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Motacilla cinerea
Artamus leucorynchus
Lanius schach
Aplonis minor
Anthreptes malacensis
Anthreptes singalensis
Leptocoma sperata
153
154
155
Nectariniidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Aethopyga siparaja
156
157
Nectariniidae
Nectariniidae
Aethopyga mystacalis
Aethopyga temminckii
158
159
160
161
Nectariniidae
Nectariniidae
Nectariniidae
Dicaeidae
Arachnothera longirostra
Arachnothera robusta
Arachnothera affinis
Prionochilus percussus
Kicuit Batu
Kekep Babi
Bentet Kelabu
Perling Kecil
Burungmadu Kelapa
Burungmadu Belukar
Burungmadu
Pengantin
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
Burungmadu Sepahraja
Burungmadu Jawa
Burungmadu Ekormerah
Pijantung Kecil
Pijantung Besar
Pijantung Gunung
Pentis Pelangi
162
163
164
165
Dicaeidae
Dicaeidae
Dicaeidae
Dicaeidae
Dicaeum trigonostigma
Dicaeum concolor
Dicaeum sanguinolentum
Dicaeum trochileum
Cabai Bunga-api
Cabai Polos
Cabai Gunung
Cabai Jawa
Grey Wagtail
White-breasted Woodswallow
Long-tailed Shrike
Short-tailed Starling
Brown-throated Sunbird
Ruby-cheeked Sunbird
Purple-throated Sunbird
Olive-backed Sunbird
White-flanked Sunbird
Crimson Sunbird
JavanSunbird
Temmincks Sunbird
Little Spiderhunter
Long-billed Spiderhunter
Streaky-breasted Spiderhunter
Crimson-breasted
Flowerpecker
Orange-bellied Flowerpecker
Plain Flowerpecker
Blood-breasted Flowerpecker
Scarlet-headed Flowerpecker
L | 52
+
+
+
+
+
IUCN
CITES
UURI
AB
AB
AB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
AB
AB
AB
+
+
+
+
+
+
AB
+
AB
+
+
+
+
B
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
AB
AB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
AB
AB
B
No.
Family
Nama Ilmiah
166
167
168
169
Zosteropidae
Zosteropidae
Zosteropidae
Zosteropidae
170
171
Ploceidae
Estrildidae
Zosterops palpebrosus
Zosterops montanus
Zosterops flavus
Lophozosterops
javanicus
Passer montanus
Erythrura hyperythra
172
173
174
175
176
Estrildidae
Estrildidae
Estrildidae
Estrildidae
Fringillidae
Erythrura prasina
Lonchura leucogastroides
Lonchura punctulata
Lonchura maja
Serinus estherae
Nama Indonesia
Nama Inggris
+
+
+
+
+
+
Kacamata Biasa
Kacamata Gunung
Kacamata Jawa
Opior Jawa
Oriental White-eye
Mountain White-eye
Javan White-eye
Grey-throated Ibon
+
+
+
+
Burunggereja Erasia
Bondolhijau Dadamerah
Bondolhijau Binglis
Bondol Jawa
Bondol Peking
Bondol Haji
Kenari Melayu
Pin-tailed Parrot-Finch
Javan Munia
Scaly-breasted Munia
White-headed Munia
Mountain Serin
+
+
+
IUCN
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan Lokasi
1. Cagar Alam Gunung Tilu; 2. Cagar Alam Kawah Kamojang, 3. Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, 4. Taman Buru Masigit-Kareumbi, 5. Cagar Alam Gunung Burangrang,
6. Cagar Alam Gunung Tangkuban Perahu, 7. Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu.
Keterangan Status
1. Status keterancaman dalam IUCN: EN : Endangered (Genting), VU : Vurneable (Rentan), NT : Near Threatened (Mendekati terancam)
2. Status perdagangan dalam CITES (2006):: I : Appendix I : tidak dapat diperdagangkan secara international. II : Appendix II : dapat diperdagangkan dengan pembatasan kuota
perdagangan
3. Peraturan Republik Indonesia: A : UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; B : PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa
L | 53
CITES
UURI
AB
Penjelasan
Jumlah
176
47
23
38
2
1
7
1
11
Jumlah spesies
Jumlah family
Endemik
Dilindungi
Genting-IUCN
Rentan -IUCN
Mendekati terancam- IUCN
Appendix I - CITES
Appendix II - CITES
200
176
180
160
Jumlah jenis
Jumlah family
Endemik
Dilindungi
Genting-IUCN
Rentan -IUCN
Mendekati terancam- IUCN
Appendix I - CITES
Appendix II - CITES
140
120
100
80
60
47
38
40
23
20
11
140
126
120
115
114
102
100
93
80
73
60
65
1315
24
0
TWA Kamojang
CA Kamojang
CA Gn.Tilu
17
1113
Jumlah jenis
35
27
Jumlah family
710
Endemik
Dilindungi
34
32
25
18
25
18
10
Status IUCN
17
34
TWA Gn
Tangkuban
perahu
25
18
29
CA Gn.
Tangkuban
Perahu
39
33
CA Gn.
Burangrang
20
38
TB MasigitKareumbi
40
Status CITES
L | 54
Lampiran 8. Daftar spesies burung endemik yang dijumpai di seluruh lokasi kajian
No.
Nama Ilmiah
1 Nisaetus bartelsi
2 Loriculus pusillus
3 Collocalia vulcanorum
4 Apalharpactes reinwardtii
5 Halcyon cyanoventris
6 Megalaima corvina
7 Megalaima armillaris
8 Pycnonotus bimaculatus
9 Ixos virescens
10 Stachyris grammiceps
11 Stachyris thoracica
12 Stachyris melanothorax
13 Alcippe pyrrhoptera
14 Crocias albonotatus
15 Cochoa azurea
16 Myiophoneus glaucinus
17 Orthotomus sepium
18 Rhipidura phoenicura
19 Rhipidura euryura
20 Aethopyga eximia
21 Aethopyga mystacalis
22 Zosterops flavus
23 Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Elang Jawa
Serindit Jawa
Walet Gunung
Luntur Jawa
Cekakak Jawa
Takur Bututut
Takur Tohtor
Cucak Gunung
Brinji Gunung
Tepus Dada-putih
Tepus Leher-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Ciungmungkal Jawa
Ciungbatu Kecil-Sunda
Cinenen Jawa
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Bukit
Burungmadu Gunung
Burungmadu Jawa
Kacamata Jawa
Opior Jawa
Keterangan
Endemik Jawa
Endemik Jawa dan Bali
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa dan Bali
Endemik Sumatera, Jawa, Bali
Sub-jenis endemik jawa
Endemik Jawa
Endemik Sumatera, Jawa, Bali
Endemik Jawa dan Bali
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Sub-jenis endemik jawa
Endemik Jawa dan Bali
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Jawa
Endemik Kalimantan dan Jawa
Endemik Jawa dan Bali
L | 55
Lampiran 9. Daftar Spesies Burung dengan status keterancaman IUCN dan perlindungan melalui
CITES dan Undang-undang No 5/1990 atau PP No 7/1999
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Nama Ilmiah
Pernis ptilorhynchus
Spilornis cheela
Accipiter trivirgatus
Ictinaetus malayensis
Spizaetus cirrhatus
Spizaetus bartelsi
Falco moluccensis
Falco peregrinus
Loriculus pusillus
Otus lempiji
Ketupa ketupu
Hydrochous gigas
Collocalia vulcanorum
Apalharpactes reinwardtii
Harpactes oreskios
Alcedo meninting
Ceyx erithaca
Halcyon chloris
Halcyon cyanoventris
Rhyticeros undulatus
Megalaima corvina
Megalaima armillaris
Pitta guajana
Ixos virescens
Oriolus xanthonotus
Psaltria exilis
Stachyris grammiceps
Stachyris melanothorax
Alcippe pyrrhoptera
Crocias albonotatus
Cochoa azurea
Rhipidura phoenicura
Rhipidura euryura
Rhipidura javanica
Anthreptes malacensis
Anthreptes singalensis
Leptocoma sperata
Cinnyris jugularis
Aethopyga eximia
Nama Indonesia
Sikepmadu Asia
Elangular Bido
Elangalap Jambul
Elang Hitam
Elang Brontok
Elang Jawa
Alapalap Sapi
Alapalap Kawah
Serindit Jawa
Celepuk Reban
Beluk Ketupa
Walet Raksasa
Walet Gunung
Luntur Jawa
Luntur Harimau
Rajaudang Meninting
Udang Api
Cekakak Sungai
Cekakak Jawa
Julang Emas
Takur Bututut
Takur Tohtor
Paok Pancawarna
Brinji Gunung
Kepudang Hutan
Cerecet Jawa
Tepus Dada-putih
Tepus Pipi-perak
Wergan Jawa
Cica Matahari
Ciungmungkal Jawa
Kipasan Ekor-merah
Kipasan Bukit
Kipasan Belang
Burungmadu Kelapa
Burungmadu Belukar
Burungmadu Pengantin
Burungmadu Sriganti
Burungmadu Gunung
IUCN CITES
II
II
II
II
II
EN
II
II
I
NT
II
II
II
NT
NT
EN
II
II
UU-RI
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
NT
NT
NT
NT
VU
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
AB
L | 56
No.
40
41
42
43
44
45
46
Nama Ilmiah
Aethopyga siparaja
Aethopyga mystacalis
Aethopyga temminckii
Arachnothera longirostra
Arachnothera robusta
Arachnothera affinis
Lophozosterops javanicus
Nama Indonesia
Burungmadu Sepah-raja
Burungmadu Jawa
Burungmadu Ekormerah
Pijantung Kecil
Pijantung Besar
Pijantung Gunung
Opior Jawa
IUCN CITES
UU-RI
AB
AB
B
AB
AB
B
AB
L | 57
Lampiran 10. Sebaran Spesies dan Status Perlindungan Herpetofauna di Kawasan DAS Citarum
No
Species
IUCN
CITES
PP7
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Vul
LC
LC
Ket
CAGT
CA_TWA_KK
TBMK
TNGGP
CAB
CA_TWA_TP
AMFIBIA
Bufonidae
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Duttaphrynus melanostictus
Leptophryne barbounica
Leptophryne cruentata
Phrynoidis aspera
Dicroglossidae
Fejervarya cancrivora
Fejervarya limnocharis
Limnonectes kuhlii
Limnonectes microdiscus
Occidozyga lima
Megophrydae
Leptobrachium haseltii
Megophrys montana
Microhyllidae
Kaloula baleata
Microhylla achatina
12
13
14 Microhylla palmipes
Ranidae
15 Huia masonii
16 Hylarana chalconota
17 Hylarana nicobariensis
CR
LC
LC
LC
LC
LC
v
END
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
END
END
v
v
L | 58
v
v
v
v
v
v
No
Species
18 Odorrana hosii
Rhacophoridae
19 Nyctixalus margaritifer
20 Philautus aurifasciatus
21 Polypedates leucomystax
22 Rhacophorus margaritifer
23 Rhacophorus reinwardtii
REPTILIA
Agamidae
24 Bronchocella cristatella
25 Bronchocella jubata
26 Draco volans
27 Gonocephalus kuhlii
28 Pseudocalotes tympanistigra
Colubridae
29 Ahaetulla prasina
30 Boiga drapezii
31 Cylindrophis ruffus
32 Dendrelaphis pictus
33 Dryocalamus subannulatus
34 Oligodon octolinaetus
35 Psammodinastes purvulentus
36 Rhabdophis chrysarga
Elapidae
37 Maticora intestinalis
38 Naja sputatrix
IUCN
CITES
PP7
LC
Vul
LC
LC
LC
NT
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
LC
II
LC
LC
LC
LC
LC
LC
Ket
END
END
CAGT
CA_TWA_KK
TBMK
TNGGP
CAB
CA_TWA_TP
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
L | 59
v
v
v
No
39
40
41
42
43
44
Species
Gekkonidae
Cyrtodactylus marmoratus
Lacertidae
Takydromus sexliniatus
Phytonidae
Python reticulatus
Scincidae
Eutropis multifasciata
Viperidae
Trimeresurus puniceus
Xenodermatidae
Xenodermus javanicus
IUCN
CITES
PP7
Ket
CAGT
CA_TWA_KK
TBMK
TNGGP
CAB
LC
LC
LC
II
LC
LC
LC
CA_TWA_TP
v
v
L | 60
Lampiran 11. Beberapa dokumentasi spesies reptil yang dijumpai di lokasi pengamatan
Boiga drapezii
L | 61
L | 62
Cyrtodactylus marmoratus
Psammodinastes purvulentus
L | 63
Lampiran 12.
Leptophryne barbounica
L | 64
L | 65
Microhylla palmipes
Limnonectes macrodiscus
L | 66
Kaloula baleata
Hylarana nicobariensis
Limnonectes kuhlii
L | 67