Anda di halaman 1dari 9

Analisis Resiko Sektor Perbankan periode 2016-2017 dan Pengaruh -

Terhadap Ekonomi Global

Ahmad Syaifudin (18810172)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

KATA PENGANTAR

Dekade ini industri perbankan Indonesia dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks
akibat kegiatan usaha bank yang beragam mengalami perkembangan pesat sehingga mewajibkan
bank untuk meningkatkan kebutuhan akan penerapan manajemen risiko untuk meminimalisasi
risiko yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan., Referendum di Inggris Raya pada 23 Juni
2016 menghasilkan keputusan negara itu untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit)., Manajemen
risiko merupakan proses antisipasi terhadap risiko agar kerugian tidak terjadi kepada organisasi
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2010 mengenai Perubahan atas PBI
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko, Risiko adalah potensi kerugian
akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu dan Manajemen Risiko adalah serangkaian
metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. risiko yang wajib dikelola
atau dipertimbangkan oleh Bank Umum.

Semarang, 25 Januari 2021


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………..…………………………………... i

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………….... 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………. 4

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………….. 8

Kesimpulan………………………………………………………………………………. 9

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………… 10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekade ini industri perbankan Indonesia dihadapkan dengan risiko yang semakin kompleks
akibat kegiatan usaha bank yang beragam mengalami perkembangan pesat sehingga mewajibkan
bank untuk meningkatkan kebutuhan akan penerapan manajemen risiko untuk meminimalisasi
risiko yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan. Implementasi manajemen risiko pada
bankdi Indonesia diarahkan sejalan dengan standar baru secara global yang dikeluarkan oleh
Bank for International Settlement(BIS) dengan konsep permodalan baru dimana kerangka
perhitungan modal lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikaninsentif
terhadap peningkatan kualitas manajemen risiko di bank.

sebagaimana diadopsi oleh Bank Indonesia melalui peraturan


2Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum agar perbankan
Indonesia dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dan penerapannya disesuaikan dengan
tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal
keuangan, infrastruktur pendukung maupun sumber daya manusia. Dengan ketentuan ini, bank
diharapkan mampu melaksanakan seluruh aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu sistem
pengelolaan risiko yang akurat, Bank Indonesia diharapkan dapat meningkatkan aspek
manajemen risiko agar bank semakin resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik di
dalam negeri, regional maupun internasional (Bank Indonesia, 2003). Bank Indonesia juga
menuntut dewan komisaris dan direksi setiap bank harus memahami rangkaian prosedur dan
metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Hal ini agar perbankan Indonesia terhindar dari
risiko likuiditas yang berlebihan atau krisis pada bank yang dapat mengakibatkan sistem
perekonomian dan perbankan Indonesia menjadi tidak stabil

1.2 Rumusan Masalah

Brexit dan Dampaknya terhadap Ekonomi Global

-Referendum di Inggris Raya pada 23 Juni 2016 menghasilkan keputusan negara itu untuk keluar
dari Uni Eropa (Brexit).

-Brexit menambah ketidakpastian bagi prospek ekonomi global dan menjadi faktor penting yang
mendorong IMF untukmemangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global

.Referendum di Inggris Raya pada 23 Juni 2016 menghasilkan keputusan negara itu untuk keluar
dari Uni Eropa (Brexit). Brexit dikehendaki oleh 51,89% dari total pemilih sebanyak 33,55 juta.
Hasil referendum inicukup mengejutkan karena mayoritas survei yang dilakukan menjelang
referendum justru memenangkan kubu remain(tetap bersama Uni Eropa). Data Financial Times
menunjukkan bahwa delapan dari 13 survei yang dilakukan pada periode 16–22 Juni 2016 atau
satu minggu menjelang referendum menyimpulkan kemenangan untuk kubu remain, meski
selisihnya dengan kubu leave(keluar dari Uni Eropa) terbilang tipis. Empat dari enam survei
yang dilakukan sehari menjelang referendum juga menghasilkan kesimpulan serupa.

IMF menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global dapat lebih buruk dari angka-angka
proyeksi baselinetersebut. Dalam skenario downside, kondisi pasar keuangan diasumsikan lebih
ketat dengan keyakinan bisnis dan konsumen yang lebih rendah daripada kondisi baselinehingga
semester I 2017. Sebagian perusahaan di sektor jasa keuangan diasumsikan merelokasi bisnisnya
dari Inggris ke Zona Euro. Jika ini terjadi, ekonomi global diperkirakan tumbuh 2,9% pada 2016
dan 3,1% pada 2017. Dalam skenario severe, tekanan di pasar keuangan diasumsikan makin
intensif, terutama dialami oleh negara-negara maju di Eropa, dengan kondisi pasar yang
mengetat dan tingkat keyakinan yang memburuk. Dalam skenario ini, negosiasi antara Inggris
dan UE berlangsung alot dan perdagangan di antara dua pihak ini akhirnya mengacu ke aturan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika ini terjadi, pertumbuhan ekonomi global diprediksi
mencapai 2,8% pada 2016 dan 2017.Brexit dapat mempengaruhi ekonomi global melalui dua
jalur, yaitu jalur perdagangan dan sektor keuangan. Dampak melalui jalur perdagangan muncul
ketika pelemahan ekonomi di Inggris, yang disebabkan oleh naiknya ketidakpastian yang
mendorong pelemahan konsumsi dan investasi, berimbas pada penurunan permintaan negara itu
terhadap barang impor. Dalam hal ini, partner dagang Inggris yang paling terkena dampaknya
adalah negara-negara UE mengingat porsi agregat ekspornya ke Inggris yang melebihi 7% (data
tahun 2015). Di bawahnya ada Afrika Selatan dan Amerika Serikat (AS) meski porsi ekspor
mereka ke Inggris tidak melebihi 5% dari total. Secara umum, jika juga memperhitungkan
prospek ekonomi UE di luar Inggris, negara-negara yang banyak tergantung pada perdagangan
internasional akan paling banyak terkena dampak Brexit. Negara-negara ini termasuk Hong
Kong, Rusia, dan Singapura yang memiliki porsi ekspor ke UE (termasuk Inggris) melebihi 7%
terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dampak Brexit ke ekonomi global melalui jalur pasar keuangan sudah mulai terasa beberapa hari
setelah referendum, ketika harga saham dan nilai tukar beberapa negara melemah. Meski efek
melalui jalur ini tampak sudah mereda, masih ada risiko bahwa kondisi serupa dapat terjadi lagi
di masa mendatang, terutama saat negosiasi antara Inggris dan UEtidak berlangsung sesuai
dengan harapan. Di sisi lain, karena meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan, Brexit
menjadi peristiwa penting yang mendukung iklim suku bunga rendah di negara-negara maju.
Risalah (minutes) rapat penentuan kebijakan moneterFederal Reserve (the Fed) pada 14–15 Juni
2016 menunjukkan risiko gejolak pasar yang disebabkan Brexit sebagai salah satu pertimbangan
utama bank sentral AS itu dalam mempertahankan policy rate-nya di kisaran 0,25%–0,5%.
Merespons Brexit, Bank of England pada 14 Juli 2016 mengungkapkan rencananya untuk
melonggarkan kebijakan moneter pada bulan Agustus mendatang. Sementara itu, naiknya
ketidakpastian mendorong Sveriges Riksbank untuk menunda kenaikan suku bunga. Bank sentral
Swedia itu sekarang melihat kemungkinan kenaikan suku bunga dari posisi saat ini di -0,5%
pada semester II 2017. Bunga acuan Swedia bahkan diprediksi akan terus berada di teritori
negatif hingga pertengahan tahun 2018

Perbankan: Bertahan Menghadapi NPL


Secara umum likuiditas perbakan masih cukup baik dan diperkirakan akan berlanjut hingga
akhir tahun.Meskipun terjadi peningkatan LDR secara terbatas ke level 90,3%. Tingkat bunga
bank dan pasar uang terus menunjukkan tren menurun mengikuti arah kebijakan moneter.
Terjadinya peningkatan NPL merupakan efek dari perlambatan ekonomi dan turbulensi yang
terjadi di akhir tahun 2015.Siklus diperkirakan mengalamifase bottoming out dan masih kuatnya
sisi permodalan perbankan,maka diperkirakan efek NPL masih manageable.

Tahun 2016 ini, pelaku industri perbankan dituntut untuk memeras otak agar kinerja
perbankan bisa bertahan di tengah volatilitas kondisi perekonomian global dan domestik.
Kondisi perekonomian globalterbaru menunjukkan adanyaprobabilita yang sangat besar bahwa
the Fed akan menunda kenaikan suku bunga hingga akhir tahun 2016. Pertimbangannya adalah
faktor Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa) yang dampaknya terhadap ekonomi dan politik
Inggris sendiri dan anggota Uni Eropa umumnya belum bisa diprediksi, karena ini adalah hal
baru di dunia. Hal tersebut membuat nilai tukar dolar AS menguatterhadap beberapa mata uang
negara maju. Untungnyabagi Indonesia, Parlemen telahmengesahkan UU Pengampunan Pajak
(tax amnesty)yang membawa implikasi positif bagi sektor keuangan, terutama menguatnya nilai
tukar rupiahterhadap dolarAS.Pada dasarnya,kinerja perbankan di Indonesia tergantung pada
pertumbuhan ekonomi yang berjalan. Pengaruh pertumbuhan sektor perbankan terhadap
perekonomian hanya akan munculbila kualitas fundamental perekonomian, dalam arti bukan
hanya infrastruktur tetapi dalam arti luas, bisa mendorong produktivitas dan keunggulan
kompetitif relatif terhadap negara lain. Dalam hal ini,pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
didorong oleh konsumsi, investasi, eksporneto, dan belanja pemerintah sangat dipengaruhi oleh
kondisi eksternal.

Kinerja sektor perbankan sampai dengan Mei 2016 masih belum memperlihatkan perbaikan.
Total kredit perbankan hanya tumbuh 8,34% y/y, sementara penghimpunan dana pihak ketiga
(DPK) pun juga hanya tumbuh sebesar 6,53% y/y. Sementara, ketahanan industri perbankan
masih terjaga dengan baik, melihat dari rasio permodalan yang sebesar 22,41%, diimbangi
dengan likuiditas yang masih mencukupi(Tabel 5).Secara umum, likuiditas perbakan masih
cukup baik dan diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun.Meskipun terjadi peningkatan
LDR secara terbatas ke level 90,3%, disisi lain tingkat bunga bank dan pasar uang terus
menunjukkan tren menurunmengikuti arah kebijakan moneter.Keinginan pemerintah untuk
menurunkan suku bungasebenarnya merupakan angin segar bagi para pelaku usaha. Tren
penurunan inflasi yang sudah berlangsung selama beberapa bulan berhasil memperlebar
spreaddengan suku bunga acuan. Hingga akhirnya Bank Indonesia (BI)dapat menurunkan suku
bunga acuan hinggatiga kali sepanjang semester I 2016.Bagi perbankan, turunnya suku bunga
acuan menjadi pendorong untuk menurunkan cost of fund, tapi hal ini belum cukup untuk
menstimulasi penurunan suku bunga kredit. Salah satukomponen pembentuk suku bunga
pinjaman adalah faktor risikoyang saat ini belum bisa dikendalikan karena perlambatan
pertumbuhan ekonomi menekan kemampuan bayar dari debitur.Salah satu sektor yang tertekan
akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah sektor perdagangan dan konstruksi yang
memiliki rasio kredit bermasalah (NPL)per Mei 2016 masing-masing sebesar 4,40%dan
4,84%,relatif tinggi dibandingkan dengansektor lainnya. Untuk penyaluran kredit berdasarkan
jenis sektor, hampir seluruh sektor mengalami perlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan kredit
sektor rumah tangga dan perdagangan,sebagai sektor yang dominan dari total kredit,juga masih
mengalami perlambatan. Kredit sektor rumah tangga,dengan porsi 29% dari total kredit, pada
Mei 2016 tumbuh sebesar 8,75% y/y,turun 127 bps dari pertumbuhan di akhir tahun 2015(Tabel
6). Sementara,redit sektor perdagangan yang memiliki porsi21% dari total kredit perbankan
hanya mampu tumbuh 7,38% y/yatau turun 319bps dari pertumbuhan akhir tahun 2015.
BI berencana untuk melonggarkan kembali kebijakan makroprudensial terkait sektor
konsumsi terutama properti. Sektor properti dianggap memiliki multiplier effectdan backward
linkageyang cukup besar kepada sektor-sektor ekonomi lainnya, yang diharapkan bisa memberi
tenaga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Aturan baru ini diperuntukkan bagi pembayaran uang muka (downpaymentatau DP)untuk
landed houseatau rumah tapak pertama dengan luas lebih dari 70 m2menjadi sebesar 20% dari
harga rumah, 30%untuk rumah kedua,serta 40%untuk rumah ketiga(Tabel 7).Sedangkan untuk
rumah tapak dengan luas22–70 m2, perubahan rasio loan to value (LTV)ini membuat pembeli
cukup membayar DP sebesar 20% untuk rumah keduadan 30%untuk rumah ketiga.Aturan ini
juga berlaku untuk pembelian kredit rumah susun (rusun). Pembeli rusun pertama dengan luas
lebih dari 70 m2bisa membayar DP hanya sebesar 20%.Sedangkanuntuk rusun kedua,dikenakan
DP minimal sebesar 30%dan untuk rusun ketiga sebesar 40%.

BAB II

PEMBAHASAN

Manajemen risiko merupakan proses antisipasi terhadap risiko agar kerugian tidak terjadi kepada
organisasi (Firmansyah, 2010). Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2010
mengenai Perubahan atas PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko,
Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu dan
Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh
kegiatan usaha bank. risiko yang wajib dikelola atau dipertimbangkan oleh Bank Umum.

Pertama risiko kredit, menurut Bank Indonesia (2003) risiko kredit adalah risiko yang timbul
akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Dalam
Basel II ditetapkan 2 (dua) metode untuk mengukur risiko kredit, dengan cara Standar
Approachyang menggunakan berat risiko dari external ratingdan Internal Rating Based(IRB)
yang memungkinkan bank menentukan parameter pengukuran sendiri seperti probability of
default, loss given default, recovery rateyang disesuaikan dengan portofolio kredit yang
dimilikinya (Bank for International Settlement, 2005).

Kedua, risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko
perubahan harga option(Bank Indonesia, 2003). Risiko pasar dapat diukur Value at Risk(VaR)
5yang mana probabilitas estimasi dari kerugian portofolio berdasarkan analisis statistik dari
trendharga historis dan volatilitas (Korna Risk Management, 2010). Risiko ini muncul akibat
harga pasar bergerak ke arah yang merugikan. Risiko ini merupakan risiko gabungan yang
terbentuk akibat perubahan suku bunga, perubahan nilai tukar serta hal lain yang mempengaruhi
harga pasar saham, ekuitas maupun komoditas. Terdapat dua jenisrisiko pasar, yaitu spesific
market riskdimana risiko yang terjadi akibat dari perubahan harga atas suatu sekuritas tertentu
dan general market riskdimana risiko yang terjadi akibat dari perubahan harga suatu instrumen
moneter tertentu (Kasidi, 2010: 66)
Ketiga, risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban
yang jatuh waktu dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat digunakan tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuanganbank (Bank Indonesia,
2003). Risiko likuiditas terbagi menjadi dua macam, yaitu risiko likuiditas aset (market liquidity
risk) dimana suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga pasar akibat besarnya nilai
transaksi relatif terhadap besarnya pasardan risiko likuiditas pendanaan (cash flow risk) yaitu
risiko ketidakmampuan memenuhi kewajiban jatuh tempo sehingga mengakibatkan likuidasi.

Menurut Bank Indonesia (2011), cara mengelola manajemen risiko pada bank dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu mengidentifikasi risiko, mengukur risiko, memantau dan
mengendalikan risiko tersebut. Pengelolaan manajemen risiko pada bank dengan cara identifikasi
risiko dapat dilakukan dengan menganalasis segala sumber risiko dari produk dan aktivitas bank
10serta memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses manajemen
risiko yang layak sebelum diterapkan.

Pengelolaan manajemen risiko dengan cara pengukuran risiko wajib dilakukan secara berkala
baik untuk produk dan portofolio maupun seluruh aktivitas bisnis bank. Pengukuran risiko dapat
dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu metode kuantitatif, seperti perhitungan
parameter Credit Scoring Tools, Value at Risk (VaR), stress testing, dan metode
kualitatif.Pengelolaan manajemen risiko dengan cara pemantauan risiko pada bank harus
dilakukan dengan menyiapkan suatu sistem back-updan prosedur yang efektif untuk mencegah
terjadinya gangguan dalam proses pemantauan risiko dan melakukan pengecekan secara berkala
pada sistem back-uptersebut. Dalam pemantauan risiko, bank wajib menerapkan prosedur
pemantauan yang mencakup besarnya eksposur risiko, toleransi risiko dan hasil stress test(Bank
Indonesia, 2011).Pengelolaan manajemen risiko dengan proses pengendalian risiko yang
memadai harus diterapkan oleh setiap bank, mengacu pada kebijakan dan prosedur yang telah
diterapkan, disesuaikan dengan eksposur risiko maupun tingkat risiko yang akan diambil.
Melalui lampiran surat edaran nomor 13/23/DPNP, Bank Indonesia (2011) menyatakan bahwa
pengendalian risiko dapat dilakukan oleh bank dengan cara mekanisme lindung nilai,
penambahan modal bank untuk mengurangi potensi kerugian dan metode mitigasi seperti
penerbitan garansi, sekuritas aset, kredit derivatif.
Pengelolaan manajemen risiko tidak terlepas dari profil risiko perbankan yang mana menurut
Institute of Risk Management(2002), cara pengelolaan yang baik atas profil risiko sangat
diperlukan sebagai dasar penerapan manajemen risiko dalam industri perbankan. Pertama,
pengelolaan manajemen risiko kredit pada perbankan yang mana meliputi pemberian profil
risiko kredit yang dapat bersumber dari berbagai aktivitas bank, antara lain pemberian kredit,
transaksi derivatif, perdagangan instrumen keuangan lain dan aktivitas bank lainnya yang tercatat
dalam banking bookmaupun trading book(Owojori et. al, 2011).Bank Indonesia (2012) mencatat
perkembangan ekspansi bank atas kredit semakin lama semakin besar, pada 2009 ekspansi kredit
perbankan sebesar Rp 133.100,4 (dalam miliar rupiah), pada 2010 ekspansi kredit perbankan
naik menjadi Rp 334.673,1 (dalam miliar rupiah) dan pada 2011 ekspansi kredit perbankan
mencapai Rp 457.672,1 (dalam miliar rupiah). Semakin besar ekspansi kredit dan aktivitas lain
perbankan per tahunnya tentu secara langsung berdampak terhadap risiko kredit bank yang besar
pula, seperti risiko atas kredit macet yang sangat berpeluang sehingga menyebabkan bank
mengalami kerugian. Oleh karena itu, sejalan dengan adanya penerapan standar Basel II di
perbankan global, Bank Indonesia (2010) mempublikasikan perubahan peraturan lama tentang
penerapan manajemen risiko bagi bank umum menjadi lebih kompleks dari peraturan
sebelumnya, dengan cara setiap bank diwajibkan untuk mengelola risiko kreditnya, menerapkan
manajemen risiko khususnya manajemen risiko kredit dan wajib melaporkannya dalam laporan
tahunan bank, sehingga dengan adanya pengelolaan manajemen risiko kredit, peluang atas kredit
macet dapat ditekan atau menjadi minimal.
Pengelolaan manajemen risiko untuk risiko likuiditas bertujuan untuk meminimalkan
kemungkinan ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas.
Berdasarkan analisis Bank Indonesia (2006) risiko likuiditas yang besar sempat terjadi pada
dunia perbankan di Indonesia, dimana krisis keuangan global yang dipicu oleh subprime
mortageyang tanpa diduga telah membawa risiko likuiditas menjadi isu terpenting dalam otoritas
perbankan. Krisis keuangan yang terjadi pada 2007 menjadi salah satu dari krisis yang terparah
dan dampak kerugian bagi lembaga keuangan serta perekonomian global.Oleh sebab itu, perlu
adanya identifikasi manajemen risiko likuiditassecara best practicedi semua bank. Selain itu,
perlu adanya penyempurnaan bingkai kerja regulasi dan pengawasan/pemantauan manajemen
risiko likuiditas yang memperhatikan perkembangan best practicedan standar internasional
dalam rangka memperkuat penerapan manajemen risiko serta merespon krisis keuangan global.
Dengan demikian, pengelolaan manajemen risiko untuk risiko likuiditas dapat meminimalkan
ketidakmampuan bank dalam memperoleh sumber pendanaan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Tujuan laporan ini adalah untuk meningkatkan wawasan dan kewaspadaan publik terhadap
berbagai potensi risiko perekonomian dan sistem keuangan ke depan. Penerapan manajemen
risiko harus didukung dengan cara pengelolaanya. Pengelolaan manajemen risiko pada bank
dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikanrisiko.Keuntungan dan manfaat manajemen risiko adalah dapat meningkatkan
shareholder value, menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka
meningkatkan daya saing bank. Kendalanya, pengawasan akan penerapan manajemen risiko
tergolong rendah dan sumber daya manusia yang belum siap.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Peraturan Nomor 11/25/PBI/2010 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

https://lps.go.id/documents/10157/1245480/
Laporan+Perekonomian+dan+Perbankan+Juli+2016+-+FINAL+CETAK.pdf/fce62844-eeb1-
43b2-a4b9-ff9631c698a8

Anda mungkin juga menyukai