Anda di halaman 1dari 9

Bab 6_ PENCEGAHAN PENYAKIT DALAM BEKERJA

A. Bahaya di tempat kerja


Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. Oleh karena itu
perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya.
Potensi Bahaya
adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian.
Risiko
adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya
kejadian tersebut.
Tabel Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan pada dampak
korban

Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D

Potensi bahaya Potensi bahaya Risiko terhadap


yang menimbulkan yang menimbulkan kesejahteraan atau Potensi bahaya
risiko dampak risiko langsung kesehatan sehari- yang menimbulkan
jangka panjang pada keselamatan hari risiko pribadi dan
pada kesehatan psikologis

Bahaya factor kimia Kebakaran Air Minum Pelecehan,


(debu, uap logam, termasuk intimidasi
uap) Bahaya faktor Listrik Toilet dan fasilitas dan pelecehan
biologi (penyakit mencuci seksual
dan
gangguan oleh
virus, bakteri,
binatang dsb.)

Cara bekerja dan Potensi bahaya Ruang makan Terinfeksi


bahaya factor Mekanikal (tidak HIV/AIDS
ergonomis (posisi adanya pelindung Kantin Kekerasan di
bangku kerja, mesin)
pekerjaan berulang- tempat kerja
ulang, jam kerja
yang lama)

Potensi bahaya House keeping P3K di tempat kerja Stress


lingkungan yang (perawatan buruk
disebabkan oleh pada peralatan) Transportasi Narkoba di tempat
polusi pada kerja
perusahaan di
masyarakat

1 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja , antara lain : faktor
bahaya biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya
biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis.

Tabel daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya :

Faktor bahaya 1. Jamur.


Biologi 2. Virus.
3. Bakteri.
4. Tanaman.
5. Binatang

Faktor bahaya 1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap


Kimia Berbahaya.
2. Beracun.
3. Reaktif.
4. Radioaktif.
5. Mudah Meledak.
6. Mudah Terbakar/Menyala.
7. Iritan.
8. Korosif.

Faktor bahaya 1. Ketinggian.


Fisik / Mekanik 2. Konstruksi (Infrastruktur).
3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
5. Tekanan.
6. Kebisingan.
7. Suhu.
8. Cahaya.
9. Listrik.
10. Getaran.
11. Radiasi.

Faktor bahaya 1. Gerakan Berulang.


Biomekanik 2. Postur/Posisi Kerja.
3. Pengangkutan Manual.
4. Desain tempat kerja/alat/mesin

Faktor bahaya 1. Stress.


Sosial 2. Kekerasan.
Psikologis 3. Pelecehan.
4. Pengucilan.
5. Intimidasi.
6. Emosi negatif

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan para
pekerja, yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Pasal 86, UU No. 13 Tahun 2003. Aturan
tersebut menjelaskan tentang betapa pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

2 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


Maka wajib bersikap waspada di segala kondisi agar kesehatan selalu terjaga apa pun jenis
pekerjaannya.

1. Bahaya Kerja Kimiawi

Bahan kimia bisa berbahaya dan beracun bagi


tubuh manusia, apalagi jika terpapar dalam jumlah
banyak. Zat tersebut bisa masuk ke tubuh melalui
hidung, kulit, mata, mulut; dalam bentuk gas, uap,
dan aerosol.

Anda yang bekerja di dalam laboratorium punya


risiko terpapar berbagai macam bahan kimia
beracun atau bersifat korosif.

Selain itu, orang yang bekerja di pabrik dan


pertambangan juga berisiko terpapar asap dan debu
kimiawi sehingga menimbulkan gangguan
pernapasan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan
kebutuhan kerja Anda.
Alat yang harus digunakan mungkin saja berbeda dan memiliki spesifikasi khusus, yang sudah
disesuaikan dengan bidang pekerjaan masing-masing.

2. Bahaya Kerja Fisik


Jenis bahaya kerja fisik dapat berupa bising, vibrasi, suhu lingkungan yang ekstrem, dan radiasi.
Bising secara konstan yang dirasakan oleh pekerja bangunan bisa menimbulkan ketulian.
Vibrasi atau getaran akibat penggunaan mesin atau alat dalam waktu lama dapat menyebabkan nyeri
otot, mual, hingga gangguan pembuluh darah.
Sedangkan untuk suhu lingkungan dan radiasi sinar-X atau gamma, paparannya dapat merusak
ikatan kimia di jaringan tubuh apabila terpapar dalam jumlah besar.

3. Bahaya Kerja Ergonomi


Ergonomi adalah bidang studi yang berhubungan dengan mendesain peralatan, mesin, proses, dan
tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan serta keterbatasan pengguna.
Gerakan berulang atau posisi yang menetap selama melakukan pekerjaan tersebut dapat
menimbulkan keluhan pegal linu, nyeri sendi, sakit pinggang, atau masalah lain yang lebih parah lagi

4. Bahaya Kerja Biologi


Tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang paling terancam dari bahaya kerja biologi.
Penyakit akibat bakteri dan virus, seperti tuberkulosis, hepatitis B dan C, serta HIV/AIDS rentan
menular ke tenaga kesehatan.
Risiko serupa juga dimiliki oleh orang-orang yang bekerja dengan hewan. Mereka berisiko terpapar
penyakit rabies, dan antraks.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan bahaya kerja tersebut adalah vaksinasi.
Meskipun terkena, tubuh sudah memiliki imunitas sehingga gejala yang timbul umumnya tidak terlalu
parah.

5. Bahaya Kerja Psikologis

3 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


Gangguan psikologis juga bisa terjadi pada para pekerja.
Hal yang paling sering menyebabkannya adalah stres
akibat perubahan jenis pekerjaan, jadwal, tingkat
tanggung jawab, dan perasaan tidak cocok dengan
atasan atau rekan kerja.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya mengatur waktu
dengan baik. Siapkan juga porsi waktu untuk beristirahat
dan refreshing sehingga Anda tetap produktif dalam
bekerja dan terhindar dari risiko gangguan kesehatan
mental.
Setiap pekerjaan memiliki risiko kesehatan, yang juga
disebut bahaya kerja. Oleh karena itu, aturlah waktu dan
diri sedemikian rupa agar tempat Anda mencari nafkah tidak malah menjadi sumber penyakit.

B. Penanggulangan penyakit akibat kerja


Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja.
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan
oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi sebagai berikut:
1. Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab yang sudah diakui.
2. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit
yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan
bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai
etiologi kompleks.
3. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working
Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi
Kesehatan.

Sedangkan definisi kedua, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan
oleh pajanan berbahaya di tempat kerja.
Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board
( 2005 ) antara lain :
 Debu , gas , atau asap
 Suara / kebisingan ( noise )
 Bahan toksik ( racun )
 Getaran ( vibration )
 Radiasi
 Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
 Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem

Klasifikasi penyakit akibat kerja


WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab
lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak
kegiatan industri dan teknologi, yaitu:

4 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


a. Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap
masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.Debu silika juka banyak terdapat di
tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
b. Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat
asbes yang mencemari udara.
c. Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu
napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas
atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan
dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;
seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu
batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada
pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara
pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja
boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
e. Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat,
maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang
disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas.

Penyakit Akibat Kerja


Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:
a. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat
kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus.
b. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh
sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan
dengan pekerjaan.
c. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada
beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
d. Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang
berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan.
e. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di
tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan
klinis individu dari pada studi epidemiologi.
f. Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g. Penyakit Liver
Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena
alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
h. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro pati
perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya,
i. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya

5 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau
lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum,
derivate petroleum, rokok.

Pencegahan
Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap
pekerjaannya.Kewaspadaan tersebut bisa berupa :
1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja seperti yang
di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

Cara mencegah PAK, diantaranya:


1. Pakailah APD secara benar dan teratur
2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi
lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja,
diantaranya:
1. Pencegahan Primer – Health Promotion
1. Perilaku Kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
2. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
3. Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Surveilans
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6. Pengendalian segera di tempat kerja

Perawatan dan pengobatan


Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat dilakukan dua macam terapi,
yaitu:
1. Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan :
1. Terhadap kausal (bila mungkin)
2. Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi sering kali
hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis (irreversibel), terapi
hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada.
2.Terapi okupasia
1. Pindah ke bagian yang tidak terpapar
2. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik

C. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3)

6 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


SMK3 diwajibkan bagi perusahaan,
mempekerjakan lebih dari 100 org dan
mempunyai tingkat potensi bahaya
tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan
menyusun Rencana K3, dalam
menyusun rencana K3 tersebut,
p engusaha melibatkan Ahli K3, Panitya
Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja(P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak
Lain yag terkait

A. PENGENDALIAN
Dalam proses operasional dilakukan pengendalian, pengendalian meliputi: kegiatan, produk, barang
dan jasa.
Sementara itu, untuk cakupan pengendalian meliputi : bahan, peralatan, lingkungan kerja, cara
kerja, sifat kerja dan proses kerja.

Tujuan penerapan Sistim Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3) ini adalah dalam
rangka :
1. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara : terencana, terukur,
terstruktur, terintegrasi
2. Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja, dengan
melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja

B. POTENSI TERJADI KECELAKAAN KERJA


Bila dilakukan identifikasi potensi bahaya, sehingga terjadi kecelakaan kerja maka dapat
dikatagorikan ada dua penyebab yang dominan , yaitu tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak
aman.
1. Tindakan tidak aman (unsafe action) disebabkan: kelelahan karena kurang istirahat,
jam kerja melampui ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang, kekurangan gizi
yaitu ketidak seimbangan antara asupan makanan dibanding dengan tenaga yang
dibutuhkan dalam bekerja , tidak kompeten karena tidak terlatih dan bekerja hingga larut
malam terus-menerus , bahkan menjelang pagi
2. Kondisi tidak aman (unsafe condition) disebabkan : cuaca ekstrim yaitu hujan badai
dan panas yang luar biasa, ruang bekerja sempit tanpa tersedianya udara segar yang

7 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


memadai, peralatan kadaluarsa yang tetap digunakan dan penerangan kurang memadai
sehingga pekerja terpaksa bekerja remang-remang dan mengakibatkan kerusakan mata.

C. PENGAWASAN
Untuk melakukan pengawasan terhadap berjalannya pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
dilaksanakan secara berjenjang yaitu :
1. Kementerian Tenaga Kerja di Pusat,
2. Dinas Tenaga Kerja di Provinsi dan,
3. Suku Dinas di Kabupaten/Kota
Dalam pengawasan dilakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1. Bagiamana komitmen manajemen perusahaan tentang pelaksanaan K3, apakah ada visi,
misi dan kebijakan K3 ?
2. Bagaimana bentuk organisasi, apakah P2K3 sudah dimasukkan atau terintegrasi dalam
organisasi perusahaan ?
3. Sumber daya manusia, apakah sudah diberikan sosialisasi dan pelatihan mengenai K3 ?
4. Apakah pelaksanaan undang-undang K3, dilaksanakan secara konsisten ?
5. Setiap tenaga kerja, apakah keamanan bekerja sudah dijamin ?
6. Dilakukan pemeriksaan, dan dilakukan pengujian dan dan diukur apakah SMK3 telah
dilakukan secara baik dan benar
7. Apakah Pengendalian Keadaan darurat & bahaya industri sudah dilakukan ?
8. Apakah kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja dibuat pelaporannya dan
dilakukan perbaikan, agar dapat dicegah kejadian yang sama.
9. Apakah tindak lanjut dari hasil audit, dilakukan, sehingga dapat dilakukan pencegahan
dan terjadi perbaikan dan peningkatan kinerja perusahaan.

8 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja


D. Pertolongan pertama pada kecelakaan

9 | Page Bab 6 Pencegahan Penyakit Dalam Bekerja

Anda mungkin juga menyukai