Anda di halaman 1dari 13

For all purpose

DINAMIKA MEMAAFKAN PADA


KORBAN PELECEHAN SEKSUAL
Andi Nadila Putri Faisah
2267290074

For Presenration
Latar Belakang
Komnas perempuan mencatat bahwa Indonesia menempati peringkat kedua terjadinya kekerasan
seksual dengan kasus mencapai 2.399 kasus pada tahun 2016. Kekerasan seksualmerupakan bentuk
perlakuan yang mengandung unsur seksual yang dilakukan individu atau kelompok dan tidak
diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif seperti rasa
malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan hargadiri, kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada
diri orang yang menjadi korban. Dampakdari pelecehan seksual bermacam- macam, mulai dari
dampak psikologis seperti penurunan harga diri, kepercayaan diri, menimbulkan kecemasandan
ketakutan sampai trauma yang berkelanjutan atau PTSD, selain itu pelecehan seksual juga
mempengaruhi fisik individu seperti sakit kepala, gangguan makan, gangguan pencernaan, menurun
atau bertambahnya berat badan dan menggigil tanpa sebab yang jelas. Korban pelecehan seksual
akan merasa dendam, marah penuh dengan kebencian terhadapn pelaku dan bisa saja menyebar ke
objek yang lain. Pemafaan dapat menjadi salah satu cara untuk meredakan kemarahan terhadap
pelaku, namun tidak semua korban pelecehan seksual bisa dan mampu secara tulus untuk
memaafkan orang lain, apalagi pelaku korban pelecehan seksual. Memaafkan merupakan suatu hal
yang penting akan tetapi disatu sisi sulit untuk dilakukan bahkan sangat menyakitkan bagi
seseorang.

2
Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana perbedaan dinamika
pemafaan korban pelecehan seksual

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagiamana proses memaafkan, tujuan
perilaku memaafkan motivasi perilaku memaafkan dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi pemaafan

2
Paradigma Penelitian

Paradigma fenomenalogis yaitu penelitian kualitatif bertujuan untuk mendaptkan gambaran yang menyeluruh,
apa adanya dan murni dari sudut pandang subjek atau responden dari sebuah fenomena yang dipotret, terkait
suatu situasi tertentu sesuai dengan pemahaman dari individu atau suatu kelompok sosial tanpa harus sejalan
dengan teori yang ada,

Manfaat Penelitian

Bagi korban pelecehan seksual Untuk masyarakat secara luas

2
BAB II
A. Memaafkan
Memaafkan berarti memutuskan untuk tidak menghukum tindakan tidak adil yang diterima,
mengambil tindakan berdasarkan keputusan tersebut dan mengalami kelegaan secara
emosional oleh karena keputusan tersebut (Affinito, 1999 Menurut Enright & North (dalam
Worthington, 1998)
- Proses perilaku memaafkan dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu:
• Uncovering phase
• Decision phase
• Working phase
• Deepening phase
B. Tujuan Memaafkan
Affinito (1999), tujuan individu untuk memaafkan antara lain reconciliation, easing conscience dan freedom
from anger and resentment. Reconciliation yaitu merupakan upaya untuk memperbaiki sebuah hubungan
yang rusak yang dilakukan oleh dua belah pihak yang terlibat dalam masalah, easing conscienceari bertujuan
untuk memberikan rasa nyaman dan kebebasan terhadap hati nurani individu. Freedom from anger and
resentment dalam pemaafan dapat membantu individu untuk merasa lebih nyaman dengan dirinya dan
melepaskan emosi negatif yang dirasakan.
Motivasi Memaafkan

Menurut Trainer (dalam McCullough & Sandage & Worthington, 1997) terdapat tiga motivasi individu memaafkan orang lain,
yaitu expedient, role-expected dan intrinsik. Expedient terkait dengan individu memberikan maaf untuk mendapatkan sesuatu,
termasuk kebebasan dari pikiran dan emosi negatif, kebebasan dari gejala- gejala stres, reputasi yang lebih baik dimata orang
(Affinito, 1999). Role-expected terkait individu memaafkan karena adanya harapan dari figur otoritas, seperti Tuhan atau orang
lain dan tipe memaafkan ini bersifat memaksa. Motivasi memaafkan intrinsik adalah keputusan yang dibuat individu untuk
menggantikan sikap bermusuhan, individu menyadari, baik dalam pikiran maupun perasaannya, bahwa memaafkan merupakan
hal yang penting

Faktor-faktor memaafkan

Faktor-faktor yang memengaruhi memaafkan menurut McCullough (2000 terbagi dalam 4 kategori yang berada dalam satu
kontinum, yaitu dari faktor yang paling memengaruhi sampai faktor yang pengaruhnya tidak begitu besar, diantaranya faktor
sosial kognitif, karakteristik peristiwa menyakitkan, kualitas hubungan interpersonal dan karakteristik kepribadian. Faktor sosial
kognitif merupakan perilaku memaafkan dipengaruhi oleh dua hal yaitu perenungan diri (rumination) dan penekanan
(suppression), yaitu kecenderungan korban untuk terus menerus mengingat kejadian yang dapat menimbulkan kemarahan dan
menghalangi dirinya untuk memaafkan (McCullough, 2000).
BAB III

Metodelogi Penelitian
• Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah penelitian
mendalam terhadap fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski
batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan wawancara. Penelitian ini menggunakan
pendekatan studi kasus dengan tipe penelitian multikasus.Teknik pengumupulan data menggunakan wawancara
dan observasi diawali dengan melakukan wawancara yang sebelumnya peneliti telah membuat guideline yang
terdiri dari topik-topik dan garis besar pertanyaan
Subjek Tempat Penelitian

• Peneliti melakukan penelitiannya di Bali dengan


mempertimbangkan kemudahan dalam
Subjek dari penelitian ini adalah 4 melakukan pertemuan, berinteraksi, mengamati
orang korban pelecehan seksual, yang secara langsung gestur dari responden saat
terdiri dari 2 perempuan dan 2 orang melakukan wawancara. Lokasi dalam melakukan
laki-laki wawancara dan observasi dilakukan ditempat-
tempat yang berbeda, sesuai dengan kesepakatan
peneliti dan responden

Kredibilitas Data

• Dalam penelitian ini, teknik pengujian kredibilitas data


yang digunakan adalah perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan, triangulasi, analisis kasus
negatif, bahan referensi dan mengadakan
membercheck.
BAB IV
AN mengalami 3x pelecehan seksual, pelecehan yang dialami adalah • Responden kedua yaitu, MN dilecehkan secara seksual
bentuk visual, verbal dan fisik. Pelecehan yang dirasakan ialah subjek oleh ayah tiri responden, sebanyak 1 kali sehingga
dipaksa untuk menyaksikan pelaku melakukan oral Tahap uncovering
pelecehan ini termasuk dalam familial abuse. Responden
phase pada responden pertama yaitu AN diawali dengan munculnya
rasa marah, sedih, kecewa dan memilih untuk tidak bertemu dengan kedua yaitu MN pada tahap uncovering phase diawali
pelaku, akan tetapi tetap menjalin komunikasi dengan pelaku dengan munculnya rasa marah, sedih, dan setiap bertemu
perempuan karena merupakan teman baiknya. Tahap decision phase dengan pelaku responden MN ingin memukulnya sebagai
pada responden AN diawali dengan menyadari apa yang dilakukan salah satu cara untuk melampiaskan rasa marah dan
kedua pelaku merupakan hal yang tidak sehat. Tahap working phase
kecewa. Dalam tahap decision phase terkait pelecehan
diawali dengan responden AN menghubungi pelaku perempuan
seksual, responden MN belum bisa memberikan maaf
melalui media line untuk memberikan masukan bahwa responden AN
tetap menerima pelaku apa adanya dan tindakan yang dilakukan karena apa yang dilakukan pelaku berdampak pada masa
pelaku sudah melewati norma yang berlaku di budaya ketimuran. depannya, akan tetapi dalam tahap working phase,
Tahap deepening phase dalam proses memaafkan dintunjukkan responden MN sudah bisa menerima rasa sakit yang
responden AN dengan memberikan maaf kepada pelaku. Ketika diberikan oleh pelaku dan menjadikan masa lalu sebagai
responden AN memberikan maaf kepada pelaku secara tulus ikhlas,
sebuah pembelajaran. Responden MN belum bisa masuk
dirinya menjadi individu lebih tenang sehingga dapat meredam emosi
dan kemarahannya, akan tetapi merasa sedih kenapa hubungan
ke tahap deepening phase dikarenakan belum bisa
pertemanan yang mereka jalin sekian lama berakhir seperti ini. Ketika memberikan maaf kepada pelaku, sehingga responden
responden AN memberikan maaf kepada pelaku secara tulus ikhlas, MN tidak bisa menemukan makna bagi dirinya sendiri dan
dirinya menjadi individu lebih tenang sehingga dapat meredam emosi untuk orang lain terkait dengan pemberian maaf.
dan kemarahannya, akan tetapi merasa sedih kenapa hubungan Berdasarkan hasil penelitian responden MN belum bisa
pertemanan yang mereka jalin sekian lama berakhir seperti ini.
memberikan maaf kepada pelaku pelecehan seksual. MN
responden AN memberikan maaf kepada pelaku bukan didasarkan
untuk bebas dari trauma yang dialaminya melainkan untuk tidak memberikan maaf kepada pelaku karena rasa sakit
melepaskan pikiran dan emosi negatif yang ditujukan kepada pelaku, dan dampak yang dirasakan
Responden ketiga RA mengalami pelecehan seksual sebanyak satu
kali, Kejadian ini berdampak pada psikologis responden RA
diantaranya, responden RA tidak mau pergi ke kampung halamannya Responden keempat yaitu RT pada tahap
karena tidak mau bertemu dengan pelaku lagi. Responden ketiga yaitu uncovering phase diawali dengan munculnya
RA pada tahap uncovering phase dapat dilihat dari responden RA tidak
rasa dendam dengan pelaku. Dalam tahap
bersedia membalas sapaan pelaku pada saat pulang dari pemandian
umum. Pada tahap decision phase, responden RA sudah tidak decision phase terkait pelecehan seksual,
mempunyai keinginan untuk balas dendam kepada pelaku, karena responden RT belum bisa memberikan maaf
sudah mulai menerima rasa sakit yang diberikan dan menyadari apa karena apa yang dilakukan pelaku berdampak
yang dilakukan pelaku merupakan bentuk dari pemuasan hasrat terkait
orientasi seksualnya sehingga dalam tahap working phase, responden pada keadaan fisik, psikologis dan respon
RA sudah bisa menunjukkan perilaku memaafkan tersebut melalui lingkungan terhadap dirinya. Walaupun
interaksi dengan pelaku walaupun hanya sebatas sapaan dan pada responden RT belum bisa memberikan maaf
tahap deepening phase, responden RA sudah bisa mengontrol
emosinya setelah memberikan maaf kepada pelaku. Tujuan
kepada pelaku, akan tetapi dalam tahap
memaafkan responden RA dapat dilihat dari adanya keinginan untuk working phase, responden RT sudah bisa
menjalin hubungan dengan palaku sehingga responden RA sudah bisa menerima rasa sakit yang diberikan oleh
memberikan rasa nyaman dan kebebasan terhadap hati nuraninya dan
pelaku. responden RT belum masuk ke tahap
melepaskan emosi negatif yang dirasakannya. Peneliti menyebutukan
bahwa responden RA memberikan maaf kepada pelaku tidak deepening phase, dikarenakan belum bisa
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya melainkan berasal dari dalam memberikan maaf kepada pelaku, sehingga
dirinya dan memutuskan untuk memaafkan pelaku dengan maksud tidak bisa menemukan makna hidup bagi diri
menggantikan sikap permusuhan, menyadari bahwa memaafkan
merupakan hal yang penting. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti sendiri dan orang lain.
menyebutkan bahwa reponden RA sudah mulai memahami kondisi dan
orientasi seksual pelaku sehingga memberikan maaf kepada pelaku.
BAB V
Kesimpulan
1. Umumnya perilaku memaafkan yang dijalani oleh tiap individu prosesnya berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata jenis kelamin tidak mempengaruhi
keputusan individu dalam memaafkan atau menerima perlakukan pelecehan seksual yang didapatkan.

2. Tiap individu memiliki perjalanan proses pemaafan yang berbeda, tergantung dari kemauan dan kesediaan dalam memberi maaf kepada pelaku. Ketika individu menyadari
ketidak sempurnaan setiap oramg dan mengingat kejadian yang membuat seseorang layak untuk mendapatkan maaf sehingga dapat merasakan, kebebasan, kelegaan, terhindar
dari efek balas dendam dan berdamai, artinya individu sudah berada dalam tahap deepening phase. Tapi untuk individu yang belum bisa memberikan pemaadan hanya akan
mencapai tahap decision phase karena masih ada emosi negative, kebencian serta rasa ingin balas dendam. walaupun sudah bisa menerima rasa sakit yang diberikan oleh
pelaku, sehingga belum menemukan makna bagi diri sendiri dalam keadaan tersakiti maupun manfaat dari perilaku memaafkan.

Saran
1. Untuk keluarga dan orang-orang terdekat yang memiliki keluarga teman ataupun kerabat yang berdampingan dengan korban
pelecehan seksual, diharapkan dapat memberikan dukungan, merangkul, mendampingi, dan peka terhadap kondisi yang dialami individu
walaupun tidak terbuka dengan pelecehan seksual yang dialaminya, sehingga korban tidak merasa sendiri dan dapat mengatasi rasa
cemas, depresi ataupun trauma yang timbul dari pelecehan seksual tersebut.
Daftar Pustaka

• Affinito, M. 1999. When to forgive. Oakland: New Harbinger Publications, Inc.


• McCullough, M., Sandage, S., & Worthington, E. 1997. To forgive is human: How to put your past in the past. Madison: InterVarsity Press.
• Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi.
• Worthington, E. 1998. Dimensions of forgiveness. Pennyslavia: Templeton Foundation Press
For all purpose For Presenration
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai