Anda di halaman 1dari 8

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019

No. 41/07/34/Th XXI , 15 Juli 2019

BERITA
RESMI
STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK
PROVINSI D.I YOGYAKARTA

Profil Kemiskinan
Daerah Istimewa Yogyakarta
Maret 2019
• Untuk Maret 2019, Garis kemiskinan di Daerah Istimewa
(D.I.) Yogyakarta adalah Rp 432.026 per kapita per bulan.
Pada Maret Garis kemiskinan tersebut meningkat 4,13 persen dari kondisi
2019, September 2018 yang besarnya Rp 414.899 per kapita per
bulan.
persentase • Komoditi makanan masih mendominasi pembentukan Garis
penduduk Kemiskinan dibandingkan dengan komoditi bukan makanan.
Pada Maret 2019, Garis Kemiskinan Makanan tercatat sebesar
miskin di D.I. Rp 310.947 per kapita per bulan dan kontribusinya terhadap
Garis Kemiskinan sebesar 71,97 persen. Sementara pada
Yogyakarta saat yang sama, Garis Kemiskinan Non Makanan sebesar
tercatat Rp 121.079 per kapita per bulan dan berkontribusi sebesar
28,03 persen terhadap Garis Kemiskinan.
sebanyak 11,70 • Pada Maret 2019, jumlah penduduk miskin di D.I. Yogyakarta
persen atau sebanyak 448,47 ribu orang atau 11,70 persen terhadap total
penduduknya. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin
turun 0,11 poin sebanyak 1,78 ribu orang dibandingkan dengan kondisi
September 2018, yang jumlahnya mencapai 450,25 ribu
dibandingkan orang.
kondisi • Namun demikian, terdapat peningkatan pada Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) pada Maret 2019 dibandingkan
September dengan September 2018. Kondisi yang sama juga terjadi
2018. pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang menunjukkan
adanya peningkatan.

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019 1


1. Garis Kemiskinan Maret 2018 - Maret 2019
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan basic need approach untuk
menghitung tingkat kemiskinan. Selanjutnya, tingkat kemiskinan ditentukan dengan menggunakan
Garis Kemiskinan (GK). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran di bawah GK dikategorikan
sebagai penduduk miskin. Sementara itu, GK tersebut terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan
dan Garis Kemiskinan Non Makanan. Garis Kemiskinan Makanan merupakan representasi dari
jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan
yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Adapun Garis Kemiskinan Non Makanan
menunjukkan banyaknya rupiah yang diperlukan untuk mendapatkan kebutuhan pokok bukan
makanan seperti perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang
dan jasa lainnya.
Berdasarkan hasil pendataan Susenas Maret 2019, besaran Garis Kemiskinan D.I. Yogyakarta
adalah Rp 432.026 per kapita per bulan. Kondisi tersebut menunjukkan adanya peningkatan
sebesar 4,13 persen jika dibandingkan dengan Garis Kemiskinan pada September 2018 yang
besarnya Rp 414.899.
Berdasarkan komponen penyusunnya, komoditas makanan masih memberikan kontribusi
yang sangat signifikan dalam penentuan GK. Pada Maret 2019, Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
yang besarnya Rp 310.947 per kapita per bulan memberikan sumbangan sebesar 71,97 persen
terhadap pembentukan GK. Adapun Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) yang tercatat
sebesar Rp 121.079 memberikan kontribusi sebesar 28,03 persen terhadap GK.
Tabel 1.
Garis Kemiskinan Menurut Tipe Daerah
Maret 2018 - Maret 2019

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)


Daerah/Tahun
Makanan Bukan Makanan Total
Perkotaan
Maret 2018 301 252 125 328 426 580
September 2018 305 495 126 523 432 018
Maret 2019 323 635 128 992 452 628
Perdesaan
Maret 2018 270 706 95 550 366 256
September 2018 271 415 98 191 369 606
Maret 2019 279 124 99 749 378 873
Kota+Desa
Maret 2018 292 472 117 272 409 744
September 2018 296 077 118 822 414 899
Maret 2019 310 947 121 079 432 026
Sumber : BPS, Susenas Maret 2018, September 2018, Maret 2019

Pada Maret 2019, GK di daerah perkotaan tercatat sebesar Rp. 452.628 per kapita per
bulan. Sementara itu, pada saat yang sama, GK di perdesaan sebesar Rp. 378.873 per kapita
per bulan. Secara umum, tingkat konsumsi penduduk di perkotaan lebih tinggi daripada tingkat
konsumsi di perdesaan. Kondisi tersebut juga tercermin dari GK yang lebih tinggi di perkotaan
dibandingkan dengan di perdesaan.

2 Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019


Tabel 2.
Lima Komoditas Penyumbang Terbesar Garis Kemiskinan Makanan
dan Non Makanan Menurut Tipe Daerah Maret 2019 (Persen)

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan


Garis Kemiskinan
Makanan
Beras 24,94 Beras 38,09
Rokok kretek filter 10,10 Rokok kretek filter 7,58
Telur ayam ras 7,31 Daging ayam ras 5,79
Daging ayam ras 6,80 Telur ayam ras 5,78
Kue Basah 4,76 Tahu 3,71
Garis Kemiskinan
Non Makanan
Perumahan 27,78 Perumahan 27,16
Bensin 22,93 Bensin 23,10
Listrik 8,06 Listrik 5,73
Pendidikan 8,03 Kayu Bakar 5,68
Kesehatan 3,99 Perlengkapan Mandi 4,74
Sumber : BPS, Susenas Maret 2019

Baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, beras memberikan kontribusi terbesar bagi
pembentukan GKM. Kontribusi beras di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 24,94
persen dan 38,09 persen. Rokok kretek filter berada pada posisi kedua pembentukan GKM di
wilayah perkotaan (10,10 persen) dan perdesaan (7,58 persen). Di perkotaan, posisi berikutnya
untuk komoditi pembentuk GKM adalah telur ayam ras (7,31 persen), daging ayam ras (6,80
persen), dan kue basah (4,76 persen). Sementara itu, untuk perdesaan, komoditi pembentuk
GKM pada posisi yang sama adalah daging ayam ras (5,79 persen), telur ayam ras (5,78 persen),
dan tahu (3,71 persen).
Adapun untuk GKNM, lima komoditas yang mempunyai andil terbesar dalam
pembentukannya sedikit berbeda untuk wilayah perkotaan dan perdesaan. Di perkotaan kelima
komoditas tersebut adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan kesehatan. Sementara
itu, di perdesaan kelima komoditas utama penentu GKNM adalah perumahan, bensin, listrik,
kayu bakar, dan perlengkapan mandi. Terlihat bahwa komoditi pembentuk GKNM didominasi
oleh barang-barang yang harganya ditentukan oleh pemerintah (administered price), yaitu
bensin dan listrik. Dengan demikian laju perubahan GNKM seharusnya lebih mudah dikendalikan.

2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta


Hasil Susenas Maret 2019 menunjukkan terjadinya penurunan penduduk miskin di D.I.
Yogyakarta sebanyak 1,78 ribu orang dalam kurun waktu satu semester terakhir. Pada September
2018, jumlah penduduk miskin di wilayah ini mencapai 450,25 ribu orang. Selanjutnya, angka
kemiskinan turun sebesar 1,8 persen menjadi 448,47 ribu penduduk pada Maret 2019. Selain itu,
persentase penduduk miskin juga menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,11 poin, dari 11,81
persen pada September 2018 menjadi 11,70 persen pada Maret 2019.

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019 3


Tabel 3.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Tipe Daerah, Maret 2018 - Maret 2019

Jumlah penduduk Persentase penduduk


Daerah/Tahun
miskin (000) miskin

Perkotaan
Maret 2018 305,24 11,03
September 2018 298,47 10,73
Maret 2019 304,66 10,89
Perdesaan
Maret 2018 154,86 15,12
September 2018 151,78 14,71
Maret 2019 143,81 13,89

Kota+Desa
Maret 2018 460,10 12,13
September 2018 450,25 11,81
Maret 2019 448,47 11,70

Sumber : BPS, Susenas Maret 2018, September 2018, Maret 2019

Di D.I. Yogyakarta penduduk miskin paling banyak terdapat di daerah perkotaan. Pada Maret
2019, jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan D.I. Yogyakarta tercatat sebanyak 304,66
ribu orang atau lebih dua kali lipat jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan yang banyaknya
143,81 ribu orang. Meskipun demikian, secara persentase jumlah penduduk miskin di perdesaan
lebih banyak dibandingkan di perkotaan, dimana angkanya mencapai 13,89. Sementara itu, pada
saat yang sama, persentase penduduk miskin di perkotaan sebanyak 10,89 persen.
Selama periode Maret 2018 - Maret 2019, jumlah dan persentase penduduk miskin di
wilayah perkotaan menunjukkan fluktuasi. Pada Maret 2018, jumlah penduduk miskin perkotaan
tercatat sebanyak 305,24 ribu orang. Selanjutnya, pada September 2018 turun sebesar 2,22 persen
atau menjadi 298,47 ribu orang. Namun demikian, pada Maret 2019, jumlah penduduk miskin
kembali meningkat menjadi 304,66 atau terjadi kenaikan sebesar 6,2 persen. Secara persentase,
tingkat kemiskinan di perkotaan juga menunjukkan pola yang sama dengan pergerakan jumlah
penduduk miskin secara absolut. Pada Maret 2018, persentase penduduk miskin sebanyak 11,03
persen. Selanjutnya pada September 2018, persentase penduduk miskin di perkotaan turun
menjadi 10,73 persen. Kemudian, pada Maret 2019, persentase penduduk miskin terhadap total
penduduk perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,16 persen menjadi 10,89 persen.
Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah dan persentase kemiskinan di perdesaan
menunjukkan trend penurunan yang konsisten. Selama satu tahun terakhir, jumlah penduduk
miskin mengalami penurunan dari 154,86 ribu orang pada Maret 2018 menjadi 151,78 ribu
orang atau turun 1,99 persen pada September 2018. Selanjutnya, pada Maret 2019, jumlahnya
kembali turun menjadi 143,81 ribu orang. Selain itu, penurunan yang konsisten juga terlihat pada
persentase penduduk miskin di perdesaan dari Maret 2018 sampai dengan Maret 2019. Selama
satu tahun terakhir, persentase penduduk miskin perdesaan turun dari 15,12 persen menjadi
13,89 persen.

4 Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019


Gambar 1.
Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta
Maret 2013 - Maret 2019 (dalam ribuan orang)

553,07 541,95 544,87 550,23


532,59
494,94 488,83 488,53
485,56 466,33 460,1 450,25 448,47

Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret
2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017 2018 2018 2019

Sumber : BPS, Susenas Maret 2013 - Maret 2019

Selama periode Maret 2013 - Maret 2019 situasi kemiskinan di D.I. Yogyakarta menunjukkan
fluktuasi tetapi dengan kecenderungan yang semakin menurun (Gambar 1). Pada Maret 2013,
jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 553,07 ribu orang. Jumlah tersebut terus mengalami
penurunan meskipun sempat terjadi lonjakan pada Maret 2015. Pada saat itu, jumlah penduduk
miskin meningkat menjadi 550,23 ribu orang atau bertambah sebanyak 3,31 persen dibandingkan
dengan September 2014 yang besarnya 532,59 ribu orang. Selanjutnya, sejak Maret 2016 sampai
dengan Maret 2019 jumlah penduduk miskin di D.I. Yogyakarta menunjukkan kecenderungan
yang menurun secara konsisten. Pada Maret 2019, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak
448,47 ribu penduduk.
Secara keseluruhan, dalam periode enam tahun terakhir, jumlah penduduk miskin di
D.I. Yogyakarta telah berkurang sebanyak 104,6 ribu penduduk. Dalam kurun waktu tersebut,
secara rata-rata, jumlah penduduk miskin di provinsi ini berkurang sebanyak 8,04 ribu orang
per semester. Penurunan jumlah kemiskinan di D.I. Yogyakarta yang cukup signifikan terjadi
pada periode Maret 2015 - September 2015. Dimana pada waktu itu, jumlah penduduk miskin
berkurang sebanyak lebih dari 64 ribu orang dalam kurun waktu satu semester.

3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta


Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, tingkat kemiskinan di D.I. Yogyakarta menunjukkan
fluktuasi dengan kecenderungan yang menurun. Hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Gambar 2.

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019 5


Selama periode Maret 2013 sampai dengan Maret 2019, persentase penduduk miskin
di D.I. Yogyakarta berkurang dari 15,43 persen menjadi 11,70 persen. Dalam periode tersebut,
persentase penduduk miskin di provinsi ini cenderung turun secara berangsur-angsur. Pada
Maret 2015, persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sedikit melonjak
sebanyak 0,36 poin dibandingkan dengan kondisi September 2014. Namun pada September
2015, persentase kemiskinan di D.I. Yogyakarta mengalami penurunan yang cukup signifikan
sebesar 1,75 poin menjadi 13,16 persen. Meskipun sempat mengalami sedikit kenaikan pada
Maret 2016, dimana persentase penduduk miskin meningkat menjadi 13,34 persen, namun
pada periode berikutnya persentase penduduk di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan
secara konsisten selama tiga tahun berturut-turut.
Penurunan kemiskinan di D.I. Yogyakarta diduga mempunyai kaitan yang erat dengan
semakin meningkatnya kondisi perekonomian di wilayah ini. Pada triwulan I 2019, pertumbuhan
ekonomi D.I. Yogyakarta tercatat sebesar 7,50 persen. Tingkat pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I dan triwulan III tahun 2018 (BRS
BPS DIY No. 29/05/Th.XXI, 2019).
Selain itu, dalam periode lima tahun terakhir, tingkat inflasi di D.I. Yogyakarta juga relatif
terkendali. Pada Maret 2019, laju inflasi D.I. Yogyakarta tercatat sebesar 0,60 dibandingkan
dengan tahun 2018. Selain itu, inflasi tahunan pada Maret 2019 tercatat sebesar 2,61 persen
(BPS DIY, 2019). Dengan terkendalinya harga maka daya beli penduduk miskin dapat terjaga
sehingga mampu mempertahankan tingkat konsumsi mereka.
Penurunan penduduk miskin di perdesaan yang konsisten juga sejalan dengan meningkatnya
tingkat pendapatan petani di perdesaan yang ditunjukkan dengan membaiknya Nilai Tukar Petani
(NTP). Pada September 2018, NTP D.I. Yogyakarta tercatat sebesar 100,96. Selanjutnya pada
Maret 2019, tingkat kesejahteraan petani di perdesaan mengalami peningkatan yang ditunjukkan
oleh peningkatan NTP menjadi 103,15 (BRS BPS DIY No. 21/04/34/Th.XXI, 2019).
Gambar 2.
Persentase Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Maret 2013 - Maret 2019
18
15,43 15,00 14,91
16
13,34 13,02
14 15,03 14,55 12,13 11,70
12 13,16 13,10
12,36 11,81
10
8
6
4
2
0
Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret
2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017 2017 2018 2018 2019
Sumber : BPS, Susenas Maret 2013 - Maret 2019

6 Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019


4. Kualitas Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta
Terkait dengan kemiskinan, indikator lain yang perlu diperhatikan adalah Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
digunakan untuk mengukur kesenjangan antara rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap
garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai P1 maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk
miskin dari garis kemiskinan. Adapun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) digunakan sebagai
indikator untuk mengukur tingkat homogenitas pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin
tinggi nilai indeks P2 menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar diantara penduduk
miskin itu sendiri.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir nilai indeks P1 menunjukkan kecenderungan
yang menurun meskipun berfluktuasi. Pada Maret 2018, indeks P1 tercatat sebesar 2,065. Pada
September 2018, nilai indeks P1 turun menjadi 1,650 atau turun lebih dari 21 persen. Namun
demikian, pada Maret 2019, indeks P1 kembali meningkat menjadi 1,741. Dengan indeks P1
yang semakin menurun hal tersebut menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin
yang semakin mendekati garis kemiskinan. Dengan semakin berkurangnya jarak antara rata-rata
pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan maka upaya pengentasan kemiskinan
relatif menjadi semakin mudah.
Apabila dibandingkan antara perdesaan dan perkotaan, terlihat bahwa indeks kedalaman
kemiskinan di perkotaan lebih rendah daripada di perdesaan. Namun demikian, laju penurunan
indeks P1 di perdesaan lebih signifikan dan mempunyai kecenderungan turun secara konsisten.
Selain itu, juga terlihat bahwa tingkat kedalaman kemiskinan di perdesaan semakin mendekati
tingkat kedalaman kemiskinan di perkotaan. Pada Maret 2018, indeks P1 di perkotaan sebesar
1,910 selanjutnya pada September 2019 turun menjadi 1,577. Namun pada Maret 2019, indeks
P1 perkotaan meningkat menjadi 1,725. Adapun indeks P1 perdesaan pada periode yang sama
menunjukkan penurunan yang konsisten, dari 2,484 pada Maret 2018 menjadi 1,846 pada
September 2018, dan kembali turun menjadi 1,783 pada Maret 2019.
Tabel 4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
di D.I. Yogyakarta Menurut Daerah, Maret 2018 - Maret 2019

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)


Maret 2018 1,910 2,484 2,065
September 2018 1,577 1,846 1,650
Maret 2019 1,725 1,783 1,741
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Maret 2018 0,471 0,593 0,504
September 2018 0,353 0,337 0,349
Maret 2019 0,408 0,317 0,384

Sumber : BPS, Susenas Maret 2018, September 2018, Maret 2019

Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019 7


Sejalan dengan indeks P1, indeks P2 juga menunjukkan adanya fluktuasi pada rentang
waktu yang sama. Pada Maret 2018 terlihat bahwa indeks P2 di D.I. Yogyakarta tercatat sebesar
0,504. Kemudian, pada September 2018, nilai indeks P2 turun secara signifikan menjadi 0,349.
Namun demikian, pada Maret 2019, nilai indeks P2 sedikit meningkat menjadi 0,384. Meskipun
menunjukkan adanya fluktuasi, secara keseluruhan tingkat kesenjangan diantara penduduk
miskin menunjukkan adanya penurunan.
Kondisi yang sama juga terjadi di wilayah perkotaan dimana tingkat kesenjangan antara
penduduk miskin menunjukkan adanya fluktuasi dengan trend yang menurun. Pada Maret
2018, indeks P2 di perkotaan sebesar 0,471. Selanjutnya, pada September 2018, indeks P2 turun
menjadi 0,353. Namun, pada Maret 2019, indeks P2 kembali naik menjadi 0,408.
Adapun di wilayah perdesaan, indeks P2 justru menunjukkan penurunan yang konsisten
dengan laju penurunan yang sangat signifikan terutama pada periode Maret - September 2018.
Pada September 2018, tingkat kesenjangan antara penduduk miskin turun menjadi 0,349 dari
sebelumnya 0,504 di bulan Maret 2018. Selanjutnya, pada Maret 2019, tingkat keparahan
kemiskinan di perdesaan kembali turun menjadi 0,317.

Badan Pusat Statistik Konten Berita Resmi Statistik dilindungi oleh


Provinsi D.I. Yogyakarta Undang-Undang, hak cipta melekat pada
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan,
Bantul, 55183 Badan Pusat Statistik. Dilarang mengumumkan,
mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau
Johanes De Britto Priyono, M.Sc. menggandakan sebagian atau seluruh isi tulisan
Kepala BPS Provinsi D.I. Yogyakarta ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari
Telp. 0274-4342234. Pesawat Badan Pusat Statistik.
E-mail : priyono@bps.go.id

8 Profil Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai