Anda di halaman 1dari 9

Nama : Adinda -1118217015

Kelas : Regkhusus Manajemen (Perekonomian Indonesia)


Dosen : M. Nuruddin Subhan , S.E., M.M.
Materi : Perekonomian Indonesia

2018
Perekonomian Indonesia tahun 2018 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp56,0 Juta atau
US$3 927,0.
Ekonomi Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017
sebesar 5,07 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa
Lainnya sebesar 8,99 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar
9,08 persen.
Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang, naik 2,95 juta orang
dibanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu, Tingkat Partsipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga
meningkat 0,59 persen poin.
Dalam setahun terakhir, pengangguran berkurang 40 ribu orang, sejalan dengan TPT yang turun
menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Dilihat dari tngkat pendidikan, TPT untuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi di antara tngkat pendidikan lain, yaitu sebesar
11,24 persen.

2019
Perekonomian Indonesia tahun 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga berlaku mencapai Rp15 833,9 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp59,1 Juta atau
US$4 174,9.
Ekonomi Indonesia tahun 2019 tumbuh 5,02 persen, lebih rendah dibanding capaian tahun 2018
sebesar 5,17 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa
Lainnya sebesar 10,55 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-
LNPRT) sebesar 10,62 persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan sejak tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019. Pada Agustus 2019, TPT turun menjadi 5,28 persen dibandingkan tahun lalu yang
sebesar 5,34 persen. Terdapat 5 orang penganggur dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia.
Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Parsipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga
mengalami peningkatan. TPAK Agustus 2019 sebesar 67,49 persen, meningkat 0,23 persen poin
dibandingkan tahun lalu. Peningkatan TPAK memberikan indikasi potensi ekonomi dari sisi
pasokan (supply) tenaga kerja yang meningkat.
2020
Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
berlaku triwulan I-2020 mencapai Rp3.922,6 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai
Rp2.703,1 triliun.
Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan I-2019 tumbuh sebesar 2,97 persen (y-on-y),
melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen. Dari sisi produksi,
pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 10,67
persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran
Konsumsi Pemerintah (PK-P)sebesar 3,74 persen.
Jumlah angkatan kerja pada Februari 2020 sebanyak 137,91 juta orang, naik 1,73 juta orang
dibanding Februari 2019. Berbeda dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) turun sebesar 0,15 persen poin.
Dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 60 ribu orang, berbeda dengan TPT yang turun
menjadi 4,99 persen pada Februari 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) masih yang paling tinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,49
persen.

Tingkat Inflasi 2018-2020

Bulan Tahun Tingkat Inflasi

Mei 2020 2.19 %

April 2020 2.67 %

Maret 2020 2.96 %

Februari 2020 2.98 %

Januari 2020 2.68 %

Desember 2019 2.72 %

Nopember 2019 3.00 %

Oktober 2019 3.13 %

September 2019 3.39 %

Agustus 2019 3.49 %

Juli 2019 3.32 %

Juni 2019 3.28 %

Mei 2019 3.32 %

April 2019 2.83 %

Maret 2019 2.48 %

Februari 2019 2.57 %

Januari 2019 2.82 %

Desember 2018 3.13 %

Nopember 2018 3.23 %

Oktober 2018 3.16 %


Menurut https://ekonomi.bisnis.com/

Indonesia telah dikeluarkan dari daftar anggota negara berkembang dalam prinsip hukum
Countervailing Duty (CVD) pada 10 Februari 2020. Hal ini dikarenakan Indonesia memenuhi dua indikator,
yaitu pangsa pasar mencapai 1% ke dunia dan menjadi anggota dalam kelompok Group Twenty (G-20).
Namun, Indonesia tidak memenuhi indikator dari produk domestik bruto (PDB) per-kapita. United States
Trade Representative (USTR) menyebutkan, negara maju memiliki PDB per-kapita sebesar US$ 12.375.
PDB per kapita Indonesia menurut data Bank Dunia pada 2018 hanya US$ 3.840, sedangkan Dana
Moneter Internasional (International Monetary Fund) mencatatkan US$ 3.870. Angka ini sangat jauh jika
dibandingkan rata-rata PDB per-kapita negara maju yang mencapai US$ 47.970. Pada 2019 negara maju
mencatatkan PDB per-kapita sebesar US$ 48.250, sedangkan Indonesia hanya US$ 4.160. IMF
memproyeksikan PDB per-kapita Indonesia pada 2020 sebesar US$ 4.460, jauh dari negara maju yang
sebesar US$ 49.670.

Kementerian Keuangan mencatat terjadi penurunan realisasi belanja negara hingga Mei 2020, jika
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dalam catatan Mei 2020, tertulis realisasi belanja negara
hanya Rp 843,94 triliun. Jumlahnya menurun 1,4% jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
Sementara itu, pemerintah telah menghabiskan Rp 855,92 triliun hingga Mei 2019. Jumlah tersebut setara
dengan 34,8% dari APBN. Belanja pemerintah pusat mendominasi dengan Rp 530,83 triliun. Transfer ke
daerah dan dana desa sebesar Rp 325,1 triliun. Turunnya realisasi belanja negara pada 2020 tak lepas
dari cara pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sehingga perlu melakukan efisiensi dan
realokasi pengeluaran.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I (Q1) 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Nilai itu
mendarat jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen. Itu saja masih
dengan catatan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 bisa menyentuh 2,3 persen. Menteri Keuangan Sri
Mulyani lantas menyoroti tren penurunan konsumsi yang memburuk di kisaran 2,84 persen, padahal
biasanya masih tumbuh di kisaran 5 persen. Kontribusi konsumsi pada Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia mencakup hampir 57 persen setara Rp9.000 triliun. Menurut Sri Mulyani, porsi Jakarta dan
Pulau Jawa sendiri berkontribusi 55 persen dari PDB Indonesia. Jika 10 persen PDB konsumsi itu turun,
maka dampaknya akan langsung terasa. Sri Mulyani mengatakan penyebabnya adalah penerapan work
from home (WFH) dan physical distancing selama pandemi COVID-19. Kebijakan ini diambil untuk
mengurangi penyebaran Corona dengan konsekuensi aktivitas di luar rumah sejak pekan kedua Maret
2020 berkurang drastis. Ia pun tak memungkiri kuartal berikutnya akan lebih buruk lagi karena adanya
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“[Pertumbuhan] Q2/2020 kami prediksi akan lebih buruk. Seperti kita lihat Q2 mulai April-Mei 2020
PSBB sudah lebih masif ke berbagai daerah,” ucap Sri Mulyani dalam telekonferensi bersama wartawan,
Jumat (8/5/2020). Meski demikian, Sri Mulyani belum ingin mengubah target mengejar pertumbuhan 2,3
persen di akhir tahun. Ia menyatakan bansos menjadi salah satu strategi pemerintah mengantisipasi hal ini,
terutama melakukan ekspansi sehingga bansos bisa mencakup 60 persen masyarakat Indonesia yang
terdampak. Ia bilang bansos senilai Rp65 triliun hingga Rp110 triliun memang tidak bisa mensubtitusi
semua penurunan, tetapi paling tidak bisa meminimalisasinya.
Namun, diakui Sri Mulyani penanganan COVID-19 menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah
mengupayakan pertumbuhan ekonomi kembali naik. “Kalau situasi semakin meningkat, kita harus terima
dampak ekonomi dan konsumsi, maka bansos harus diperluas dan efektif,” katanya. Kepala Center of
Macroeconomics and Finance Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal
Taufikurahman menilai dampak pada pertumbuhan ekonomi seharusnya tidak sebesar itu. Pasalnya,
pengurangan aktivitas ekonomi baru terjadi pertengahan Maret 2020. PSBB sendiri saja baru dimulai
paling cepat 10 April 2020 di DKI Jakarta. Ia lantas menduga ada persoalan lain yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama menjadi terpuruk. “Artinya pondasi dan bantalan ekonomi kita
sangat rapuh sehingga saya melihat ke depan jangka pendek ini cukup riskan,” ucap Rizal dalam siaran
live di akun Youtube Indef, Rabu (6/5/2020). Dari hasil simulasinya, Rizal mengatakan pertumbuhan
ekonomi selanjutnya jelas akan memburuk dengan memperhitungkan capaian pada kuartal 1/2020. Pada
kuartal 2/2020, ia memprediksi pertumbuhan akan mengalami kontraksi 0,15 persen dengan kondisi sangat
berat dan minus 0,69 persen pada kondisi sangat berat sekali. Sejalan dengan Sri Mulyani, ia juga yakin
konsumsi rumah tangga akan terus turun. Prediksinya, kurtal 2/2020 konsumsi rumah tangga bisa
menyentuh minus 1,54 persen bahkan minus 2,08 persen jika sangat berat sekali.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada 23 Maret lalu justru
mengklaim investasi kuartal 1/2020 masih tumbuh 5 persen. Padahal, di sisi lain aktivitas industri
tampaknya terus menurun. Pada kuartal 1/2020, ekspor sudah anjlok di angka 0,24 persen dan bisa
melambat lagi sampai kontraksi 5,75 persen dan 8,87 persen. Impor pada kuartal 1/2020 sudah
terkontraksi 2,19 persen dan kontraksi berpotensi semakin dalam di kisaran 7,9 persen dan 10,71 persen.
“Kebijakan insentif stimulus fiskal harusnya tidak hanya mempertahankan konsumsi. Setidaknya investasi
juga harusnya bisa bergerak,” ucap Rizal. Indonesia Bisa Resesi? Senior Economist Samuel Sekuritas
Indonesia Ahmad Mikail menilai nasib pertumbuhan ekonomi ke depan bakal banyak bergantung pada
penanganan COVID-19. Persisnya: seberapa lekas pemerintah bisa menekan penyebaran COVID-19,
sehingga PSBB bisa segera dilonggarkan. Ia memprediksi pada kuartal 2/2020 pertumbuhan ekonomi
bakal menyentuh kontraksi minus 0,3 persen. Penyebabnya adanya PSBB secara meluas di periode ini
dan capaian kuartal 1 yang jauh lebih rendah dari perkiraan banyak orang. Bahkan, menurut Ahmad,
perlambatan pada kuartal 1 ini berpotensi berlanjut di kuartal 2. Ia bilang pada kuartal 3 Indonesia masih
bisa tumbuh positif di angka 1,2 persen tapi itu dengan syarat angka kasus COVID-19 sudah menurun dan
PSBB sudah dilonggarkan. “Kalau PSBB baru dilonggarkan September 2020 dan Q3 masih ada PSBB,
bisa jadi kita menuju resesi. Definisi resesi itu dua triwulan (Q2 dan Q3) berturut-turut ekonomi kita
kontraksi. Tapi mudah-mudahan tidak,” ucap Ahmad dalam siaran live di akun Youtube Samuel Sekuritas,
Rabu (6/5/2020).
Sejalan dengan itu, ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri pernah menyatakan
Indonesia harus berbenah dalam penanganan COVID-19. Menurut Faisal, dengan tren penanganan
pandemi yang terkesan bertele-tele, sulit jika Indonesia ingin mencapai pertumbuhan 2 persen di akhir
tahun 2020. Ia mengkritik jumlah tes COVID-19 per 24 April 2020 lalu yang masih di kisaran 56 ribu
penduduk atau setara 214 per 1 juta penduduk. Belum lagi dari penanganan COVID-19, antar lembaga
malah berjalan sendiri lengkap dengan pernyataan-pernyataan yang membuat masyarakat bingung.
Dengan kondisi saat ini, lengkap dengan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, menurut Faisal,
minimal pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0,5 persen dan masih bisa memburuk menjadi
minus 0,4 persen alias pertumbuhan satu tahun penuh terkontraksi. Pada 2021 saja Indonesia ia
perkirakan baru bisa kembali ke 4,9 persen dan perlahan menyentuh 5 persen hingga 5,2 persen pada
2023-2024. “Kita sudah kecolongan banyak. Misal Iran, active cases-nya turun, kita masih naik entah
sampai kapan. Dua persen itu prestasi luar biasa. Jangan diharapkan ekonomi tumbuh di situasi seperti
ini,” ucap Faisal dalam diskusi online bertajuk Ongkos Ekonomi Hadapi Krisis COVID 19, Jumat
(24/4/2020).

Menurut https://ekonomi.bisnis.com/

Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara kumulatif sepanjang 2020 diproyeksikan hanya sebesar -
2 persen hingga 2 persen (yoy) akibat Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Center of Reform on Economics
(CORE) dalam CORE Quarterly Economic Review yang diterima Bisnis.com pada Minggu (29/3/2020).
CORE mengatakan proyeksi tersebut merupakan skenario yang paling optimis dengan dengan asumsi
perekonomian Indonesia sudah mulai pulih pada kuartal III/2020.

Namun, bila penyebaran Covid-19 baik di Indonesia maupun di negara mitra dagang tak kunjung
usai dan belanjut hingga lebih dari dua kuartal, maka peluang ekonomi Indonesia untuk tumbuh positif
sangat kecil. Menurut CORE, konsumsi swasta yang selama ini berkontribusi sebesar 60 persen dari PDB
sudah dipastikan akan mengalami kontraksi.

Penurunan konsumsi swasta sendiri sudah terindikasi dengan terkontraksinya indeks penjuaal riil
(IPR) sebesar 0,3 persen (yoy) pada Januari 2020 serta turunnya penjualan mobil pada Januari dan
Februari lalu. Kunjungan wisman juga merosot 7,62 persen (mtm) pada Januari 2020, dibarengai dengan
kunjungan wisnus yang juga turun 3,1 persen (mtm) pada Januari 2020. Penurunan ini bakal terus belanjut
pada Maret dan bulan-bulan ke depan dan secara keseluruhan akan menekan pertumbuhan konsumsi
swasta.

Ekonomi negara tujuan ekspor serta turunnya harga komoditas juga akan memberikan tekanan
kepada ekspor Indonesia. Negara tujuan ekspor Indonesia seperti AS dan Uni Eripa saat ini telah menjadi
pusat pandemi Covid-19 dengan junlah kasus yang terjadi di China. Meski demikian, penurunan ekspor kali
ini bakal dibarengi dengan penuruna impor akibat turunnya kegiatan ekonomi domestik.

"Penurunan ekspor juga akan dibarengi dengan penurunan impor, sehingga pengaruh net-ekspor terhadap
pertumbuhan ekonomi domestik tahun ini relatif kecil, sebagaimana tahun lalu yang memberikan kontribusi
-0,5 persen terhadap PDB," tulis CORE dalam keterangannya.

Dengan ini, satu-satunya penopang pertumbuhan ekonomi pada 2020 hanyalah dari belanja
pemerintah. Penanganan Covid-19 mendorong pemerintah untuk bekerja all out dengan mengeluarkan
berbagai paket kebijakan kuratif dan preventif. Stimulus fiskal juga menjadi kunci utama dalam meredam
dampak negatif perekonomian bahi pelaku usaha dan masyarakat terdampak.

Pdb Per Kapita Indonesia dilaporkan sebesar 4,193.109 USD pada 2019. Rekor ini naik dibanding
sebelumnya yaitu 3,945.168 USD untuk 2018. Data Pdb Per Kapita Indonesia diperbarui tahunan,, dengan
rata-rata 3,677.725 USD dari 2010 sampai 2019, dengan 10 observasi. Data ini mencapai angka tertinggi
sebesar 4,193.109 USD pada 2019 dan rekor terendah sebesar 3,178.704 USD pada [GDP per
Capita.MIN_DATE. Data Pdb Per Kapita Indonesia tetap berstatus aktif di CEIC dan dilaporkan oleh CEIC
Data. Data dikategorikan dalam Global Economic Monitor World Trend Plus – Table ID.AB001: Gross
Domestic Product per Capita: Current Price.

Menurut https://www.bps.go.id/

• Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku
triwulan I-2020 mencapai Rp3.922,6 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.703,1 triliun.
• Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan I-2019 tumbuh sebesar 2,97 persen (y-on-y),
melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan
tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 10,67 persen. Dari sisi
pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-
P)sebesar 3,74 persen.
• Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan sebelumnyamengalami kontraksisebesar 2,41
persen (q-to-q). Dari sisi produksi, penurunan disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa
lapangan usaha. Dari sisi pengeluaran, penurunan disebabkan oleh kontraksi pada seluruh komponen
pengeluaran.
• Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan I-2020 didominasi oleh kelompok provinsi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 59,14 persen , diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,40persen,
Pulau Kalimantan sebesar 8,12 persen, dan Pulau Sulawesi sebesar 6,19 persen, serta Bali dan Nusa
Tenggara sebesar 2,95 persen. Sementara kontribusi terendah ditorehkan oleh kelompok provinsi di Pulau
Maluku dan Papua.

Menurut https://www.bps.go.id/ Tahun 2019

Perekonomian Indonesia tahun 2019 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga berlaku mencapai Rp15 833,9 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp59,1 Juta atau US$4
174,9. Ekonomi Indonesia tahun 2019 tumbuh 5,02 persen, lebih rendah dibanding capaian tahun 2018
sebesar 5,17 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya
sebesar 10,55 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran
Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 10,62 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan IV-2019 dibanding triwulan IV-2018 tumbuh 4,97 persen (y-on-y). Dari
sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai
Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 10,78 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 4,97 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan IV-2019 dibanding triwulan III-2019 mengalami kontraksi sebesar 1,74
persen (q-to-q). Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami penurunan 20,52 persen. Dari sisi pengeluaran, disebabkan
oleh komponen Ekspor Barang dan Jasa yang mengalami kontraksi sebesar 2,55 persen.

Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2019 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau
Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto,
yakni sebesar 59,00 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,32 persen, dan Pulau Kalimantan 8,05
persen.
Menurut https://www.kemenkeu.go.id PDB Indonesia Triwulan I 2019 Tumbuh 5,07% Dibanding
Tahun 2018

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
atas dasar harga berlaku triwulan I-2019 yang mencapai Rp3.782,4 triliun dan atas dasar harga konstan
2010 mencapai Rp2.625 triliun.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2019 terhadap triwulan I-2018 tumbuh 5,07 persen (y-
on-y), meningkat dibanding capaian triwulan I-2018 sebesar 5,06 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Perusahaan sebesar 10,36 persen.

Pertumbuhan PDB berdasarkan daerah pada triwulan I-2019 didominasi oleh kelompok provinsi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDB Indonesia, yakni sebesar 59,03 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,36 persen,
Pulau Kalimantan sebesar 8,26 persen, dan Pulau Sulawesi sebesar 6,14 persen, serta Bali dan Nusa
Tenggara sebesar 3,02 persen. Sementara, kontribusi terendah diberikan oleh kelompok provinsi di Pulau
Maluku dan Papua. (nr/ds)

Indonesia Seri Kunci


Pendapatan Nasional Terakhir Sebelumnya Frekuensi Jarak

Mar 1990 - Mar 2020


275,574.4 285,674.6
PDB Nominal (USD mn) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-26

Mar 1994 - Mar 2020


3.0 5.0
Pertumbuhan PDB Riil (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

Mar 2011 - Mar 2020


3.667 5.783
Pertumbuhan PDB Nominal (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

2010 - 2019
4,193.109 3,945.168
Pdb Per Kapita (USD) Tahunan Diperbaharui pada 2020--
2019 2018
02-05

Pertumbuhan PDB Deflator (%) 0.7 0.8 Triwu- Mar 1994 - Mar 2020
lanan
Pendapatan Nasional Terakhir Sebelumnya Frekuensi Jarak

Mar 2020 Dec 2019 Diperbaharui pada 2020--


05-05

163,7- Mar 1990 - Mar 2020


167,370.535
Pengeluaran Konsumsi Swasta (USD 48.926 Triwu-
mn) lanan Diperbaharui pada 2020--
Dec 2019
Mar 2020 05-05

Mar 1990 - Mar 2020


59.4 58.6
Konsumsi Pribadi:% dari PDB (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

Mar 1990 - Mar 2020


17,907.187 32,587.470
Pengeluaran Konsumsi Publik (USD mn) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

Mar 1990 - Mar 2020


6.5 11.4
Konsumsi Publik:% dari PDB (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

Mar 1990 - Mar 2020


34.2 32.6
Investasi:% dari PDB (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

Mar 1990 - Mar 2020


87,938.470 96,571.496
Pembentukan Modal Tetap Bruto (USD Triwu-
mn) lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05

266,6- Mar 1993 - Mar 2020


278,057.582
16.373 Triwu-
Produk nasional Bruto (USD mn)
lanan Diperbaharui pada 2020--
Dec 2019
Mar 2020 05-05

Mar 2010 - Mar 2020


34.1 30.0
Tabungan Bruto (%) Triwu-
lanan Diperbaharui pada 2020--
Mar 2020 Dec 2019
05-05
Pendapatan Nasional Terakhir Sebelumnya Frekuensi Jarak

1980 - 2024
18,921.812 17,808.474
Prakiraan: PDB PPP Per Kapita (PPP
Intl $) Tahunan Diperbaharui pada 2020--
2024 2023
04-28

1980 - 2024
5,666.801 5,346.098
Prakiraan: PDB Nominal Per Kapita
(USD) Tahunan Diperbaharui pada 2020--
2024 2023
04-28

1980 - 2024
281.642 278.651
Prakiraan: Pertumbuhan PDB Sejati
(Orang mn) Tahunan Diperbaharui pada 2020--
2024 2023
04-28

KATEGORI 2018 2019 2020


PDB /GDP Rp14.837,4 triliun Rp19.833,9 triliun Rp3.922,6 triliun
Pertumbuhan 5,17% 5,02% 2,97%
Ekonomi
PDB Perkapita Rp56,0 Juta atau US$3 Rp59,1 Juta atau US$4 Rp 64,1 Juta Atau
927,0. 174,9. US $4.460
Inflasi Desember 2018 | 3,13% Desember 2019 | 2,72% Mei 2020 | 2,19%
Pengangguran 5,34% 5,28% 4,99%
Sumber : bps.go.id
(kecuali inflasi sumber: https://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx)

Anda mungkin juga menyukai