ACARA III
Disusun oleh:
NIM : 20/462045/KT/09428
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
YOGYAKARTA
2022
ACARA III
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mengenal gejala kerusakan tanaman hutan oleh penyebab penyakit abiotik.
2. Membedakan gejala penyakit tanaman oleh penyebab abiotik dan oleh penyebab
lainnya.
Tanaman yang
Gejala, dampak,
Preparat yang terkena penyakit
pencegahan, dan
akan digunakan digambar dan ciri
pengendalian
diamati. khususnya ditulis
dideskripsikan.
dalam laporan.
IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas tentang pengenalan gejala penyakit tanaman
oleh penyakit abiotik. Penyakit abiotik disebut juga non infection disease, penyakit ini
merupakan suatu penyakit tanaman yang tidak disebabkan oleh patogen atau makhluk
hidup. Gejala dari penyakit abiotik ini memiliki sifat yang khusus tetapi tidak mudah
untuk mengenalinya, apalagi jika gejalanya muncul bersama-sama dengan gejala lain
yang disebabkan oleh jamur atau serangga. Salah satu perbedaan dari penyakit biotik
dan abiotik yaitu sebaran tanaman yang terjangkit penyakit. Pada penyakit biotik, hanya
beberapa tanaman yang terjangkit penyakit bergantung pada kondisi tumbuhan dan
tapak tempat tumbuh. Sedangkan kerusakan abiotik dialami oleh tanaman secara
merata pada suatu wilayah yang memiliki kondisi lingkungan yang sama.
1. Spring Frost
Penyakit yang pertama yaitu spring frost. Penyakit ini disebabkan oleh adanya
perubahan cuaca yang ekstrim, dimana suhu menjadi sangat rendah sehingga
menyebabkan pembekuan dan pecahnya sel-sel dalam tanaman (plasmolisis). Penyakit
ini lebih banyak ditemukan di daerah dengan iklim subtropis, area pegunugan, dan area
bersuhu rendah. Di Indonesia, gejala ini menyerang tanaman Acacia mangium.
Gambar 3.2 Gejala tanaman yang mengalami Sun Burn dan Sun Scald
Gejala kerusakan yang diakibatkan oleh suhu tinggi merupakan suatu kondisi suhu
yang dihadapi oleh tanaman yang menyebabkan kerusakan yang tidak baik. Suhu bagi
tanaman bergantung pada laju perubahan, intensitas maupun durasinya. Kerusakan
pada suhu tinggi sering didefinisikan ketika terjadinya kenaikan suhu di luar batas suhu
optimum pertumbuhan tanaman selama jangka waktu yang cukup untuk menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tidak dapat balik. Secara
umum, peningkatan 10-15 derajat celcius di atas suhu optimum pertumbuhan dianggap
sebagai kerusakan pada suhu tinggi (Ridha, 2019).
Sinar matahari dapat memberikan efek tertentu pada tanaman, bila cahaya tersebut
diabsorbsi. Secara fisiologis cahaya memiliki pengaruh yaitu secara langsung melalui
fotosintesis dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan
tanaman akibat respon metabolic yang berlangsung (Fitler, 1991). Untuk pencegahan
dan pengendalian dapat dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga
tanaman dapat tumbuh optimal pada lingkungan tersebut. Selain itu, dapat dilakukan
pengaturan penyiraman secara teratur dan pemberian naungan pada tanaman. Tanaman
dapat dipindahkan ke green house jika kondisi gejala tersebut sudah cukup parah.
3. Cekaman air
Penyakit cekaman air menyerang jenis tanaman jati (Tectona grandis). Terdapat
dua jenis cekaman air yaitu cekaman air yang disebabkan oleh kekurangan air dan
cekaman air yang disebabkan oleh kelebihan air. Terdapat beberapa perbedaan yang
berarti antara jenis cekaman air yang disebabkan oleh kelebihan air dan kekurangan air.
4. Klorosis
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan cahaya dan air serta kekahatan nutrisi
sehingga klorofil tidak terbentuk secara sempurna. Penyakit ini menyerang hamper ke
semua jenis tanaman. Tetapi untuk pengamatan kali ini memakai inang timoho
(Kleinhovia hospita). Kelainan yang terjadi pada daun yaitu daun menjadi tidak normal
berwarna kuning kecoklatan yang disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen dan
berwarna ungu kecoklatan karena kekurangan unsur fosfat.
Gambar 3.4 Gejala tanaman yang terkena klorosis
Nitrogen (N) dan Fosfor (P) merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang besar. Nitrogen merupakan anasir penting dalam
pembentukan klorofil, protoplasma, protein, dan asam-asam nukleat. Unsur ini
mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan semua
jaringan hidup. Fosfor merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer
energi, untuk sistem informasi genetik, untuk membran sel, dan fosfoprotein. Kondisi
ideal pertumbuhan tanaman yang baik akibat tercukupinya hara N akan menyebabkan
tanaman mampu menyerap P lebih efektif (Fahmi, 2015).
Kerusakan gejala klorosis yaitu terjadi perubahan warna kuning pada jaringan
diantara tulang daun, dan terdapat beberapa bagian daun yang menjadi coklat
kemerahan. jaringan daun juga mengalami hal yang sama yaitu klorosis dimana seluruh
permukaan daun terjadi perubahan warna menjadi kuning dan nampak juga perubahan
warna coklat kemerahan di beberapa bagian daun (Rizikiaditama, 2017). Tanaman yang
sudah terkena klorosis akan memungkinkan untuk lebih rentan terkena penyakit
lainnya. Klorisis sendiri cukup merugikan karena dapat menghambat pertumbuhan
tanaman itu sendiri. Untuk pencegahan dan pengendalian tanaman ini yaitu dapat
dilakukan pemupukan secara teratur.
5. Etiolasi
6. Fox Tail
Penyakit fox tail menyerang pohon pinus muda yang memiliki batang kecil.
Penyakit ini berfokus pada daerah pucuk-pucuk pohon pinus. Pohon pinus sendiri
sering diserang berbagai penyakit seperti mati pucuk, kanker batang, dan fox tail
(Siregar, 2005).
Gambar 3.6 Gejala tanaman yang terkena Fox Tail
Terdapat dua jenis fox tail yaitu secara kontinyus dan diskontinyus. Fox tail secara
kontinyu dicirikan dengan percabangan yang tidak normal dan tumbuh cabang
menggerombol pada ujung pohon pinus. Sedangkan fox tail secara diskontinyu juga
tumbuh percabangan yang tidak normal yaitu tumbuh cabang secara menggerombol
pada batas tinggi batang bebas cabangnya. Penyakit ini dapat menurunkan kualitas
tumbuh pinus itu sendiri. Untuk mencegah terjadinya penyakit ini dapat dengan
menanam pinus pada kondisi tapak yang sesuai.
Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh faktor biotik seperti polusi udara, aktivitas
manusia, dan aktivitas lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pohon. Kerusakan yang terjadi pada pohon pinus dapat mengakibatkan pertumbuhan
yang lambat, hilangnya biomassa, dan kondisi miskin tajuk yang dapat menyebabkan
kematian. Kerusakan yang terjadi pada pohon pinus dapat menghambat proses
fotosintesis sehingga kerusakan tersebut dapat berpotensi menurunkan produktivitas
pohon pinus dalam menghasilkan benih atau konus (Iskandar, 2018).
7. Ball root
Jenis cemara mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang ekstrim, tahan
kekeringan, dan hembusan angin yang kuat, serta serangan hama penyakit. Cemara juga
mampu hidup pada daerah miskin hara dan merupakan salah satu jenis pioner di
kawasan pesisir yang rawan abrasi. Tanaman cemara berfungsi sebagai penahan angin
juga bermanfaat bagi perkembangan tanaman pertanian. Tanaman ini dapat
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, kayu kontruksi, penahan gerakan pasir, penghijauan,
peneduh, dan tanaman hias (Atmanto, 2017).
Gambar 3.7 Gejala tanaman yang terkena Ball Root
Penyakit ini menyerang jenis cemara (Casuarina spp). Gejala pada penyakit ini
yaitu akar membentuk gumpal/ menggumpal menyerupai bola. Penyakit ini dapat
disebabkan karena pada penanamanya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku
seperti telah melewati masa tanam, bibit tidak bagus, dll. Penyakit ini menyebabkan
suplai air terganggu sehingga menurunkan kualitas hidup tanaman cemara, tanaman
menjadi mudah roboh, dan mengering.
Tanaman cemara yang terkena ball root dapat menjadi lebih rentan terhadap
serangan penyakit lain. Infeksi atau penularan penyakit lain ini dapat terjadi melalui
kontak akar tanaman sehat dengan sumber infeksi di dalam tanah seperti potongan akar
padat (Dendang, 2015). Untuk pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperlakukan prosedur penanaman yang benar yaitu dengan melepas polybag pada
saat memindahkan bibit ke lahan. Selain itu, dengan melakukan pengecekan umur
semai secara rutin agar tidak terlalu lama tumbuh di polybag. Pemilihan bibit unggu
juga menjadi solusi dalam mencegah terjadinya penyakit ball root ini. Jika tanaman
sudah terkena penyakit ini maka dapat dilakukan pemotongan akar yang terkena ball
root. Selaina itu dapat juga dilakukan pengaturan jarak tanam agar akar-akar tidak
terlalu berdekatan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kerusakan abiotik yang dibahas dalam acara ini memiliki gejala yang berbeda-beda,
antara lain: spring frost yang disebabkan oleh temperatur rendah, gejalanya berupa
pengkristalan cairan dan muncul bercak merah; sun burn dan sun scald yang terjadi
akibat temperatur tinggi, gejalanya berupa ujung daun mengering dan batang
mengelupas; cekaman air akibat kelebihan atau kekurangan air, gejalanya
ditunjukkan dari jarak antar nodus dan ukuran daunnya; klorosis akibat kekahatan
nutrisi sehingga klorofil tidak terbentuk, gejalanya yaitu daun mengalami kelainan
terutama dilihat dari warna daunnya; etiolasi akibat kekurangan cahaya matahari,
gejalanya yaitu warna daun kuning hingga pucat dan batang yang tidak kokoh; fox
tail yang menyerang jenis pinus, gejalanya dapat berupa continuous maupun
discontinuous; serta ballroot yang menyebabkan akar menggumpal.
2. Kerusakan abiotik dapat dibedakan dengan penyebab penyakit lain, salah satunya
yaitu penyakit biotik. Kerusakan abiotik merupakan kerusakan yang tidak
disebabkan oleh pathogen atau makhluk hidup melainkan oleh kondisi lingkungan
tempat tumbuh tanaman. Kerusakan abiotik akan melibatkan wilayah yang lebih luas
sehingga tanaman yang terkena dampak kerusakan abiotik lebih merata pada suatu
Kawasan tertentu. Hal ini karena kerusakan abiotik disebabkan oleh factor
lingkungan, sehingga pada suatu kawasan dengan kondisi lingkungan yang sama,
akan menimbulkan gejala penyakit yang relatif sama. Kerusakan abiotik tidak
bersifat menular seperti penyakit biotik. Selain itu, penyakit abiotik juga berpotensi
menimbulkan adanya penyakit biotik.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Atmanto, W. D., Ndari, H. W., & Danarto, S. 2017. Analisis Kondisi Habitat dan
Perakaran Tumbuhan Bawah pada Daerah Terbuka dan di Bawah Tegakan
Cemara Udang di Pesisir Lembupurwo, Kebumen. Scripta Biologica. Vol
4(3).
Amaliah, W., Syukur, M., & Suhardiyanto, H. 2018. Pengaruh Pendinginan Daerah
Perakaran terhadap Produksi Cabai (Capsicum annuum L.) di dalam Rumah
Tanaman Kawasan Tropika. Jurnal Hortikultura Indonesia. Vol (2): 139-
147.
Andriani, V., & Karmila, R. 2019. Pengaruh Temperatur Terhadap Kecepatan
Pertumbuhan Kacang Tolo (Vigna sp.). STIGMA: Jurnal Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Unipa. Vol 12(1): 49-53.
Arini, S. F. M. 2017. Karakter Morfologi Varietas Tebu pada Beberapa Kondisi
Cekaman Air. Agritrop: Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian (Journal of Agricultural
Science). Vol 15 (1).
Dendang, B. 2015. Uji antagonisme Trichoderma spp. terhadap Ganoderma sp. yang
menyerang tanaman sengon secara in vitro. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea. Vol 4(2): 147-156.
Fahmi, A., Utami, S. N. H., & Radjagukguk, B. 2015. Pengaruh interaksi hara nitrogen
dan fosfor terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L) pada tanah
regosol dan latosol. Berita Biologi. Vol 10(3): 297-304.
Fitler, A.H. 1991. Fesiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Iskandar, T. 2018. Penilaian Kesehatan Kebun Benih Semai Pinus merkusii dengan
Metode FHM (Forest Health Monitoring) di KPH Sumedang. Silvikultur
Tropika-Journal of Tropical Silviculture Science and Technology. Vol 9(2):
99-108.
Kasi, P. D. 2015. Adaptasi Tumbuhan Terhadap Temperatur Rendah. Jurnal Dinamika.
Vol 4(2)
Patty, J., & Uruilal, C. 2016. Diagnosis Jenis Penyakit Tanaman Jati (Tectona grandis)
pada Areal Hutan Tanaman Desa Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten
Seram bagian Barat. Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil. Vol 1(2):136-142.
Ridha, R. 2019. Viabilitas Polen dan Akumulasi Cadangan Makanan dalam Biji Padi
Akibat Cekaman Suhu Tinggi. Jurnal Penelitian Agrosamudra. Vol 6(1): 8-
19.
Rini, M. V., & EFRIYANI, U. 2017. Respons bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) terhadap pemberian fungi mikoriza arbuskular dan cekaman air [Oil
palm (Elaeis guineensis Jacq.) seedling response to application of arbuscular
mycorrhiza fungi and water stress]. E-Journal Menara Perkebunan. Vol
84(2).
Rizkiaditama, D., Purwanti, E., & Muizzudin, M. 2017. Analisis kadar klorofil pada
pohon angsana (Pterocarpus indicus Willd.) di Kawasan Ngoro Industri
Persada (NIP) Ngoro Mojokerto sebagai sumber belajar biologi. Research
Report.
Siregar. 2005. Penyakit Tanaman Pinus. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Tanari, Y., & Vita, V. 2017. Pengaruh Naungan dan Berbagai Media Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (Lactuca sativa L.). Agropet.
Vol 14(2).
VII. LAMPIRAN
1. Pengamatan I
• Deskripsi Pengamatan:
➢ Ordo : Hemiptera
➢ Metamorfosis : Hemimetabola
➢ Pencegahan : Monitoring
➢ Gambar :
2. Pengamatan II
• Deskripsi Pengamatan:
➢ Ordo : Lepidoptera
➢ Metamorfosis : Holometabolous
➢ Pencegahan : Monitoring
➢ Ordo : Isoptera
➢ Metamorfosis : Hemimetabolous
➢ Gambar :