DISUSUN OLEH:
Yona Kristiana
NIM PO.62.20.1.20.149
Mahasiswa,
Yona Kristiana
Mengetahui
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,
A. Pengertian
Diabetes tipe 2 (penyakit gula tipe 2) atau diabetes melitus adalah
penyakit jangka panjang yang terjadi ketika tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif.
Penyakit ini adalah kondisi umum yang menyebabkan kadar gula
(glukosa) dalam darah menjadi terlalu tinggi. Jika tidak mendapatkan
penanganan yang tepat, penyakit ini dapat meningkatkan risiko gangguan
serius pada jantung, mata, dan saraf dalam tubuh. Diabetes melitus adalah
kondisi yang dialami seumur hidup, sehingga dapat mempengaruhi
kehidupan sehari-hari pengidapnya. Pengidapnya perlu mengubah pola
makan, minum obat, dan melakukan pemeriksaan rutin untuk mengelola
penyakit ini. Penyakit gula kerap berkaitan dengan kelebihan berat badan,
gaya hidup tidak aktif, atau memiliki riwayat keluarga dengan kondisi
yang sama.
B. Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu:
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin”. Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari obesitas
dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun
seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan
baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus
tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi
insulin dan defisiensi insulin.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe
2) adalah pemeriksaan kadar gula darah. Diabetes melitus tipe 2
didefinisikan sebagai kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL, kadar gula
darah 2 jam post prandial ≥ 200 mg/dL, HbA1C ≥ 6,5, glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dL. Biasanya diperlukan pemeriksaan ulang kadar gula
darah pada hari kedua untuk memastikan diagnosis diabetes melitus tipe 2.
1. Glukosa Darah Puasa (GDP)
Pemeriksaan glukosa darah puasa dilakukan dengan cara pasien
berpuasa setidaknya selama 8 jam sebelum test. Gula darah puasa ≥
126 mg/dL dapat didiagnosa sebagai diabetes melitus tipe 2, sedangkan
gula darah puasa 100–125 mg/dL dikatakan prediabetes.
2. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dilakukan dengan mengukur kadar
gula darah puasa pasien lalu berikan larutan glukosa oral 75 gram
dalam 300 cc air, dan ukur ulang kadar gula darah setelah 2 jam. Hasil
tes sebesar ≥ 200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes mellitus, 140-
199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, hasil kurang dari 140 mg/dL
normal. Pemeriksaan dilakukan di pagi hari, dikarenakan variasi siklus
diurnal pada glukosa oral toleransi, pasien tidak diperbolehkan
merokok dan beraktivitas fisik selama tes.
3. HemoglobinA1c (HbA1c)
Hemoglobin A1C (HbA1C) terutama digunakan untuk pengukuran
pemantauan keberhasilan terapi diabetes. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan HbA1c untuk melihat perkiraan kadar glukosa selama 2
sampai 3 bulan ke belakang dari waktu pemeriksaan. Nilai HbA1c di
atas 6,5% menunjukkan kontrol gula darah yang kurang baik selama 2
sampai 3 bulan sebelum pengukuran. Nilai cut-off 6,5% dipilih karena
risiko retinopathy DM meningkat bila diatas nilai tersebut.
Keuntungan pengukuran HbA1c adalah pasien tidak perlu berpuasa
dan meminum sesuatu.
4. Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk memeriksa segmen posterior
mata, seperti badan vitreus, retina, diskus optikus, dan koroid.
Pemeriksaan dapat dipermudah dengan melakukan dilatasi pupil
pasien sebelum melakukan funduskopi, dengan sebelumnya dilakukan
pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) menggunakan tonometry.
Dilatasi pupil dengan midriatikum, seperti atropin, sebaiknya tidak
dilakukan apabila TIO meningkat. Jika ditemukan tanda perdarahan
atau eksudat, atau terdapat neovaskularisasi, dan jika didapatkan tanda
khas untuk diabetic retinopathy seperti mikroaneurisma, dot and blot
hemorrhages, cotton wool spots dan intraretinal microvascular
anomalies (IRMAs) segera rujuk pasien ke spesialis mata untuk
penanganan lebih lanjut.
E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan
perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masingmasing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah
makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-
70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%. Untuk menentukan status
gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks).
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical,
Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan
kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki
biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak
atau bermalasmalasan.
3. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan
kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan
kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk
pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM
dengan penyulit menahun.
4. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi
tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan
pemakaian obat hipoglikemik
A. Pengkajian
1. Identitas klien, meliputi:
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama
a. Kondisi hiperglikemi:
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,
gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme
pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun,
disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung.
c. Integritas ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.
e. Makanan dan cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f. Neurosensori
Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.
g. Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h. Pernapasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i. Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
j. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k. Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi/ulserasi/ulku
B. Analisa Data
Analisa data ini meliputi data Analisis data terdiri dari data,
etiologi, dan masalah keperawatan. Data terbagi menjadi dua yaitu data
subjektif (DS) dan data objektif (DO). DS merupakan data yang diperoleh
dari keluhan pasien atau keluarga. Sedangkan DO merupakan data hasil
pemeriksaan fisik yang didapat oleh perawat.
C. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
2. Nyeri akut (D.0077)
3. Risiko infeksi (D.0142)
4. Gangguan integritas kulit (D.0139)
D. Intervensi Keperawatan
2. Nyeri Akut (L.08066 Tingkat Nyeri) (I.08238 Manajemen Nyeri) 1. Untuk mengetahui lokasi dan
(D.0077) Setelah dilakukan Observasi krakateristik nyeri untuk
tindakan keperawatan 3 x 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, penentuan intervensi
24 jam diharapkan nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Untuk mengidentifikasi skala
yang dirasakan klien 2. Identifikasi skala nyeri nyeri untuk menentukan
menurun 3. Identifikasi repon nyeri non verbal skala nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil : 4. Identifikasi factor yang memperberat dan pasien
1. Kemampuan memperingan nyeri 3. Untuk mengidentifikasi
menuntaskan 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang mengetahui respon nyeri
aktivitas meningkat nyeri nonverbal pada pasien
2. Keluhan nyeri 6. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang 4. Untuk mengidentifikasi
menurun sudah diberikan factor apa saja yang
3. Meringis menurun 7. Monitor efek samping penggunaan analgetik memperberat dan
4. Sikap protektif Terapeutik memperingan nyeri yang
menurun 8. Berikan teknik non farmakologis untuk dirasakan pasien
5. Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, 5. Untuk mengidentifikasi
6. Kesulitan tidur akupresure, terapi music, biofeedback, terapi pengetahuan pasien
menurun pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, mengenai nyeri yang di
7. Frekuensi nadi kompres hangat/dingin, terapi bermain) rasakannya
membaik 9. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa 6. Untuk memonitor apakah
8. Pola napas membaik nyeri, dalam pemilihan strategi meredakan nyeri terapi yang diberikan efektif
9. Tekanan darah Edukasi pada pasien atau tidak
membaik 10. Jelaskan strategi meredakan nyeri 7. Untuk memonitor efek
11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri samping yang mungkin
12. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat muncul dari penggunaan
13. Ajarkan teknik non farmakologis untuk analgetik pada pasien
mengurangi rasa nyeri 8. Untuk mengurangi skala
Kolaborasi nyeri dan memberikan efek
14. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu relaksasi
9. Untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien dan
diharapkan mengurangi nyeri
yang dirasakan pasien
10. Agar mempermudah pasien
memahami bagaimana
strategi meredakan nyeri
11. Agar pasien dapat memonitor
nyeri secara mandiri
12. Agar menghindari kesalahan
dalam pemberian analgetik
oleh pasien
13. Agar pasien dapat melakukan
teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
secara mandiri
14. Agar nyeri pasien dapat
berkurang
3. Risiko infeksi (L.14137 Tingkat Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Untuk memonitor tanda dan
(D.0142) Infeksi) Observasi gejala infeksi lakal dan
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
tindakan keperawatan sistemik 2. Untuk menjaga kondisi
selama 3 x 24 jam Terapeutik lingkungan tetap tenang
diharapkan tingkat infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung 3. Mengurangi edema pada
menurun dengan kriteria 3. Berikan perawatan kulit pada area edema kulit
hasil : 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan 4. Untuk menghindari
1. Kemerahan menurun paslen dan lingkungan pasien kontaminasi terhadap
2. Nyeri menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada pesien berisiko mikroorganisme
3. Bengkak menurun tinggi 5. Terhindar dari agen
4. Kadar sel darah putih Edukasi infeksius
membaik 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6. Agar pasien mengetahui
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar tanda dan gejala infeksi
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka 7. Agr pasien dapat
operasi melakukan cuci tangan
9. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dengan benar
10. Anjurkan meningkatkan asupan cairan 8. Agar pasien dapat
Kolaborasi memeriksa kondisi luka
11. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu dengan mandiri
9. Agar asupan nutrisi pasien
tercukupi
10. Agar asupan cairan pasien
tercukupi
4. Risiko Integritas kulit dan Perawatan Integritas Kulit (I.11353) 1. Mengidetifikasi penyebab
Gangguan jaringan (L.14125) Observasi integritas kulit
Integritas Kulit Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 2. Mengatur posisi klien untuk
(D.0139) tindakan keperawatan Terapeutik menghindari
selama 3 x 24 jam 2. Ubah posisi tiap 2 jam ketidaknyamanan
diharapkan integritas 3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada 3. Untuk mencegah iritasi
kulit dan jaringan kulit kering pada kulit
meningkat dengan Edukasi 4. Menjaga kelembaban dan
Kriteria hasil : 4. Anjurkan menggunakan pelembab elastisitas kulit
1. Kerusakan jaringan 5. Anjurkan minum air yang cukup 5. Minum air putih yang
menurun 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi cukup agar dapat menjaga
2. Kerusakan lapisan asupan cairan pada tubuh
kulit menurun, pasien
perdarahan menurun 6. Agar asupan Nutrisi pada
3. Elastisitas meningkat tubuh meningkat
LITERATUR RUJUKAN