Anda di halaman 1dari 5

A.

Fungsi Ushul Fiqh Secara Umum:

1. Memberikan pengertian dasar tentang kaidah-kaidah dan


metodologi para ulama mujtahid dalam menggali hukum.
2. Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang
mujtahid , agar mampu menggali hukum syara’ secara tepat dan
bagi orang awam supaya lebih mantap dalam mengikuti
pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid setelah
mengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad;
3. Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai
metode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat
memecahkan berbagai persoalan baru;
4. Memelihara agama dari penyimpangan dan penyalahgunaan
dalil. Dengan berpedoman pada ushul fiqh, hukum yang
dihasilkan melalui ijtihad tetap diakui syara’;
5. Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat
dipakai untuk menetapkan berbagai persoalan dan fenomena
sosial yang terus berkembang di masyarakat; dan
6. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan
dengan dalil yang mereka gunakan. Dengan demikian, orang
yang belum mampu berijtihad dapat memilih pendapat mereka
yang terkuat disertai alasan-alasan yang tepat.

B. Objek Kajian Ushul Fiqh:

1. Sumber hukum dengan semua seluk-beluknya.


2. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian
hukum dari sumbernya.
3. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan
semua permasalahannya.

1
Sedangkan menurut Muhamad al-Zuhaili rincian objek kajian Ushul
Fiqh sebagai berikut:
1. Sumber-sumber hukum syara’, baik yang disepakati, seperti al-
Qur’an dan Sunnah maupun yang diperselisihkan, seperti
istihsan dan mashlahah mursalah.
2. Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat
orang yang melakukan ijtihad.
3. Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara
dzahir, ayat dengan ayat atau sunnah dengan sunnah, dan lain-
lain baik dengan jalan pengompromian (al-Jam’u wa al-Taufiq),
menguatkan salah satu (tarjih), pengguguran salah satu atau
kedua dalil yang bertentangan.
4. Pembahasan hukum syara’ yang meliputi syarat-syarat dan
macam-macamnya, baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan
atau keringanan (rukhshah).
5. Juga dibahas tentang hukum, hakim, mahkum ‘alaih, dan lain-
lain;.
6. Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam
mengistinbath hukum dan cara menggunakannya. (Al-Ghazali:
7, Al-Amudi 1:9, Al-Syaukani: 5, Al-Zuhaili: 23)

IJTIHAD

Definisi ijtihad:
‫الظن ابحلكم‬
ّ ‫االجتهاد استفراغ الفقيه الوسع لتحصيل‬
“Ijtihad ialah mengerahkan segenap kemampuannya seorang faqih
(ahli hukum Islam) untuk menyimpulkan hukum dengan level zonni
(dugaan kuat).”1

A. Embrio Ijtihad di Jaman Rasulullah Saw:

1
Jam’ul Jawami juz: 2, hal: 380

2
:‫(أن رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم ملا أراد أن يبعث معاذاً إىل اليمن قال‬
‫ فإن مل جتد يف‬:‫ قال‬،‫ أقضي بكتاب هللا‬:‫كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟ قال‬
‫ فإن مل جتد‬:‫ قال‬،‫ فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وعلى آله وسلم‬:‫كتاب هللا؟ قال‬
‫ أجتهد‬:‫يف سنة رسول هللا صلى هللا عليه وعلى آله وسلم وال يف كتاب هللا؟ قال‬
‫ احلمد هلل‬:‫ فضرب رسول هللا صلى هللا عليه وآله وسلم صدره وقال‬،‫رأيي وال آلو‬
ِ ‫رسول‬
‫رسول هللا ملا يرضي رسول هللا) رواه أبو داود‬ َ ‫الذي وفق‬
"Sesungguhnya Rasulullah Saw tatkala hendak mengutus Muaz ke
Yaman, beliau bertanya: Bagaimanakah engkau memvonis jika ada
kasus yang kau temui? Muaz: Aku akan memvonis dengan al-Qur'an.
Rasulullah Saw: Bagaimanakah kalau tidak kau dapati di Qur'an?
Muaz: Dengan Sunah Nabi Saw. Rasulullah Saw: Bagaimana kalau
tidak kau dapati di Sunah Rasulullah dan di al-Qur'an? Muaz: Aku akan
ijtihad dengan akalku, dan aku tidak akan gegabah.
Maka Rasulullah Saw menepuk dadanya sambil bersabda:
Alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusannya
Rasulullah karena Rasulullah telah meridhainya." Riwayat Abu Dawud.
Telah disinggung di awal tulisan tentang hadits Mu’az bin Jabal (wafat:
18 H) saat diutus dakwah ke Yaman, bahwa pada hadits tersebut
mengindikasikan adanya peran sumber hukum setelah al-Qur’an dan
Sunah, yaitu melalui perangkat-perangkat ijtihad.

B. Syarat-Syarat Ijtihad

Orang yang berkapasitas untuk berijtihad dinamai mujtahid. Berikut


syarat-syarat seorang mujtahid:
1. Seorang faqih (ahli hukum Islam).
2. Balig dan berakal sempurna.
3. Memiliki potensi kuat dalam keilmuan hingga dapat menjangkau
objek ilmu.

3
4. Faqih an-nafsi (memiliki kapabelitas kuat untuk memahami maksud
suatu teks).
5. Mengetahui argumentasi logika dan hukum yang didasarkan pada
logika.
6. Memiliki predikat yang baik dalam penguasaan bahasa arab, ilmu
ushul, ilmu balaghoh (semantik arab), serta kaitan hukum dari
Qur’an dan Sunah walau pun tidak hafal.
7. Mengatahui posisi ijma’ (hukum yang didasarkan pada
kesepakatan) agar seorang mujtahid tidak mendobraknya.
8. Mengetahui status hukum nasikh-mansukh (hukum pengganti dan
hukum yang diamandemen).
9. Mengetahui sebab nuzul (hal yang melatarbelakangi turunnya suatu
ayat Qur’an, atau sebab wurud yaitu hal yang melatarbelakangi
sebab datangnya hadits Nabi).
10. Mengetahui syarat periwayatan mutawatir, ahad, serta sohih dan
dho’if.
11. Mengetahui sifat para perowi hadits sehingga berkapasitas
untuk menyimpulkan diterima atau ditolaknya suatu hadits.
12. Seorang mujtahid tidak disyaratkan menguasai ilmu kalam
(teologi) dan cabang-cabangnya.
13. Seorang mujtahid tidak disyaratkan harus lelaki dan merdeka.
14. Dan demikian juga menurut pendapat yang paling kuat, seorang mujtahid
tidak disyaratkan memiliki kepribadian adil.2

Sumber hukum setelah al-Qur’an dan as-Sunah menjadi media yang


sistematis untuk menggali hukum yang tidak termaktub secara tekstual
di keduanya.3 Sumber-sumber hukum tersebut terdiri dari: ijmak,
qiyas, maslahah mursalah, istihsan, istishab, mazhab shohabi, syar’u
man qoblana dan al-‘adat muhkamah. Namun selain ijma’, semua
perangkat sumber hukum tersebut tidak disepakati eksistensinya oleh
para ulama mazhab hukum Islam.

2
Jam’ul Jawami juz: 1, hal: 383.
3
Sebagian pendapat menyatakan bahwa ijmak, qiyas dan sebagainya bukan sebagai sumber hokum Islam
tetapi sebagai metodologi dalam menggali Qur’an dan Sunah.

4
5

Anda mungkin juga menyukai