Anda di halaman 1dari 3

Bab 1 sub bab 5 : PMII , GENERASI MUDA DAN ASAS TUNGGAL oleh Fokuss

Kongres PMII ke VIII memiliki makna penting terkait beberapa hal yaitu:
1. Penetapan Pancasila sebagai asas tunggal
2. Independensi PMII yang dipermasalahkan dan
3. eksistensi kelompok Cipayung secara institusional yang cenderung tenggelam dan hubungannya
dengan KNPI.

Untuk mengidealisasikan, tujuan PMII terhadap poin-poin tersebut perlu mendapatkan sentuhan secara
mendasar pada forum kongres.

Kongres PMII dan asas tunggal

Karena kurangnya komunikasi, banyak orang yang mengartikan kepanjangan PMII dengan 'persatuan'
bukan 'pergerakan' Mahasiswa Islam Indonesia. Organisasi ekstra satu-satunya yang tergabung dalam
kelompok Cipayung yang belum menerima asas tunggal Pancasila dalam bentuk statement formal.
Dalam kondisi transisi politis yang terjadi di Indonesia, PMII( juga organisasi lain) yang belum menerima
atau sikap "diamnya" terhadap pancasila sebagai asas organisasinya,tidak bisa diartikan sebagai sikap
penolakan terhadap pemakaian Pancasila sebagai satu satunya asas organisasi.

Seluruh orpol atau ormas yang saat itu masih eksis di Indonesia pada dasarnya berhak mengajukan klaim
terhadap andil dan keikutsertaannya dalam usaha pemurnian pelestarian dan pengamalan Pancasila
yang manifestasikan melalui landasan konstitusional dan nilai filosofis organisasinya. Upaya tersebut
sudah diekspresikan sebelum ide kebijaksanaan penerapan asas tunggal itu sendiri. Dengan demikian,
pemaparan asas tunggal Pancasila itu merupakan follow up dan simbolisasi dari upaya rekayasa
organisasi atau kelompok yang turut merasa memiliki Pancasila.

Penerapan Pancasila sebagai asas organisasi bermaksud untuk mengintegrasikan dua dimensi
kepentingan yaitu:

1. Agar Pancasila dijadikan satu-satunya nilai ideologis yang melandasi sikap perjuangan
masyarakat secara individu maupun kelembagaan dalam kehidupan berbangsa dan juga infiltrasi
terhadap ideologi lain yang dibawa oleh kekuatan politik atau kekuatan lainnya tak terulang
kembali sebagaimana terjadinya G30S PKI.
2. Pancasila berfungsi sebagai stabilisator dan dinamisator pengembangan organisasi dalam upaya
mengembangkan nilai-nilai internal yang saling mendukung terhadap nilai Pancasila tersendiri.

Dalam konteks tersebut upaya penerapan asas tunggal itu tidak dijadikan problema atau konflik
ideologis yang harus dipertentangkan. Sebab secara formalisme hal itu bisa dikatakan bersifat simbolik
formalistis dan menanamkan status quo. Namun yang terpenting adalah bagaimana upaya transfer nilai
Pancasila dalam pencantuman sebagai asas tunggal tersebut dapat terformulasikan secara riil dan dapat
melingkupi kepentingan berbagai pihak yang merasa ikut memiliki Pancasila.
Dapat diasumsikan bahwa sikap diamnya PMII juga organisasi lainnya dalam kaitannya dengan asas
tunggal tersebut bersiklus pada kemungkinan kemungkinan terjadinya proses dialog tawar-menawar
untuk saling mengintegrasikan beberapa kepentingan dalam rangka menghasilkan sistem dan kehidupan
berbangsa yang harmonis dan terbaik.

Oleh karena itu formulasi ideal yang lahir sehubungan dengan penerimaan asas tunggal Pancasila
seharusnya terikat dengan dua dimensi kepentingan yaitu:

1. Kepentingan untuk melestarikan Pancasila dan mengaplikasikan nilai Pancasila ke dalam


wawasan dan kiprah organisasi sehubungan dengan keterlibatannya dan dalam kehidupan
berbangsa dan
2. kepentingan memanfaatkan hak dan kemerdekaan secara maksimal dalam menumbuhkan
semangat dan kreativitas organisasi yang bercorak kemahasiswaan dan tetap menjadikan ajaran
agama sebagai sumber motivasi perjuangan. Tanpa memperhatikan rumusan ideal secara
integral antara kepentingan satu dan lainnya, maka penerimaan asas tunggal Pancasila akan
memungkinkan gejala "latah" dan ambivalen.

Kebijaksanaan asas tunggal yang merupakan"The Best Political Getter"dalam masa orba ini banyak pihak
yang terjebak oleh konteks menolak atau menerima secara parsial tanpa proses dialog dan penawaran
alternatif rumusan yang terbaik. Untuk itu dalam forum kongres PMI diharapkan mampu
menyumbangkan pemikiran alternatif dan wawasan ideal garapan kepemudaan dan mengantisipasi
kondisi objektif setelah diterapkannya asas tunggal tanpa harus melepaskan nilai ideal atau lama yang
selama ini menjadi pangkal pergerakannya.

Independensi PMII dan Hubungannya dengan NU

Pada tahun 1972 PMI menyatakan organisasi independen, tak terkait dengan NU secara struktural juga
dengan organisasi lain. Ide adanya independen tersebut berawal dari latar belakang yang panjang antara
lain adanya tendensi politik waktu itu yang menuntut 'lebih baik' bila PMII pisah dari induknya( NU).

Anehnya kangen PMII belum mampu merumuskan formula konkret dan real tentang bentuk
independensi tersebut. Secara fisik sekretariat PMII yang masih menggabung dengan kantor NU secara
tidak langsung ikut mengaburkan bentuk independensi PMII bagi kalangan luas. independensi PMII
terbatas pada segi hierarki secara struktural tidak ada kaitannya menganggap PMII sebagai organisasi
kemahasiswaan yang berafiliasi kepada NU. Apalagi bila dikorelasikan landasan idiil antara PMII dan NU
yang sama-sama berhaluan Islam ahlussunnah wal jamaah.

Independensi PMI yang belum tuntas di satu pihak dan status NU yang telah naik menjadi jami'iah di
pihak lainnya menjadikan independensi PMII kembali diungkit. Banyak tokoh-tokoh tua baik dari NU
maupun PNI yang mengisyaratkan perlunya PMII kembali dependen kepada NU dengan beberapa alasan
menarik. Namun dengan demikian beberapa pengelola PMII cenderung bersikap komited dengan
eksistensi PMII selama ini. Memang pada forum kongres nantinya tidak akan membahas tentang
independen atau tidaknya tetapi bagaimana merumuskan independensi tersebut agar menjadi standar
dan bisa tuntas. Hubungan antara PMII dengan NU perlu kejelasan dalam bentuk penuntasan
independensi yang dimaksud untuk mencari unsur pembeda yang menjadi spesifikasi antara kedua
organisasi yang sama-sama berhaluan Islam ahlussunnah wal jamaah.

Dengan demikian dalam hal metodologi pemikiran ahlussunnah wal jamaah akan ada versi NU versi PMII
dan lainnya. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan usaha bentuk formulasi pemahaman dan
metodologi pemikiran ahlussunnah wal jamaah yang dapat dikonfirmasikan dengan masalah kekinian ala
PMII. Usaha ini memang harapan berat bagi PMII. Bila hal itu dapat diwujudkan maka independensi PMII
dengan sendirinya akan terjabar secara riil yang tidak sekedar terlepasan hierarki antara PMII dan NU
semata sebagai konsekuensi logis adanya persamaan haluan antara PMII dan NU.

Eksistensi kelompok Cipayung dan KNPI

Konstelasi politik di Indonesia dan gejala depolitisasi di kalangan mahasiswa sesudah tahun 70-an
dirasanya dampak berkepanjangan oleh organisasi ekstra (kelompok Cipayung). Gejala yang tampak
antara lain mahasiswa menjadi tidak interest mengembangkan kreativitas dan idealismenya melalui
wadah organisasi ekstra. Sedangkan para aktivis banyak mengambil pilihan pada organisasi kepemudaan
profesional atau KNPI sebagai alternatif.

Adanya koordinasi beberapa kekuatan dan potensi organisasi kemahasiswaan dalam satu institusi hal itu
akan menjadi kekuatan politik tersendiri untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di tingkat atas.
Apalagi belum adanya organisasi kepemudaan yang bonafit seperti KNPI. Hanya usaha tersebut terbatas
pada pelembagaan konsensus yang kurang mengikat dan tidak dikontribusi dengan inisiatif berikutnya.
Dalam menghadapi persoalan bangsa kelompok ini cenderung bersifat reaktif dan membatasi pada
penentuan sikap moral sehingga yang dihasilkan tidak memiliki kekuatan politik yang mengikat.
Kehadiran KNPI dan posisinya yang makin kokoh kelompok kita yang tak mampu memberi pertimbangan
dengan ideal bahkan menempatkan posisinya secara vertikal.

Banyak tokoh masyarakat yang pesimis dengan perkembangan organisasi ekstra di masa mendatang.
Apalagi kompetisi dalam pembangunan bangsa secara nasional berlangsung dengan ketat. PMI sebagai
bagian dari kelompok Cipayung tentunya menyadarinya kondisi obyektif dari eksistensi kelompoknya
sekarang. Problem solving yang ditetapkan untuk menjadi terobosan bangkitnya kelompok Cipayung
dapat dimulai dari forum kongres.

1. Bagaimana PMII mampu mensosialisasikan tujuan idealnya dan diintegrasikan dengan


permasalahan kekinian terutama sektor kepemudaan
2. Bagaimana agar diwujudkan kebangkitan kolektif antar dan inter organisasi pendukung
kelompok Cipayung dan mengefektifkan fungsi kelompok Cipayung secara institusional. Dengan
kata lain usaha pembangkitan organisasi PMI tidak akan berarti tanpa dibarengi dengan upaya
konsolidasi pembudidayaan dan kebangunan kelompok Cipayung yang lainnya.

Kehadiran kelompok Cipayung yang bisa berfungsi efektif dan dinamis di sisi KNPI sangat diperlukan
untuk menghindari gejala yang terjadi secara fenomenal di kalangan pemuda. Sebab adanya kompetisi
dinamis antara KNPI dengan kelompok lain,dari situlah lahirnya kader kader bangsa yang "tahan
banting".

Anda mungkin juga menyukai