Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PENYIKAPAN DAN REFLEKSI TERHADAP KODE ETIK GURU”


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
“ PROFESI KEPENDIDIKAN”
Dosen Pengampu : Kamtini, M.Pd. /Resti Citra Dewi, S.Pd., M.Hum.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2
KELAS A PGPAUD STAMBUK 2033
1. SEPTIANI SANGGUL SIMANULLANG (1233113048)
2. SITI KHADIJAH (1232113008)
3. SONIA REBECCA NAINGGOLAN (1233113027)
4. SYAWITRI MAHARANI (1233113033)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari
makalah ini adalah “Penyikapan dan refleksi terhadap kode etik guru”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah Pengembangan nilai agama dan moral ibu Kamtini, M.Pd. dan ibu
Resti Citra Dewi S.Pd., M.Hum., atas bimbingannya. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
keterbatasan waktu dan kemampuan penulis, maka kritik dan saran yang membangun
senantiasa di harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan
pada pembaca.

Medan, 3 Maret 2024

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………....…...….………..................2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...…..……..........................3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………..……….…..…....….….....................4
1.1 Latar Belakang…………………………………………………..…...................................…...…..4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….................................……..………..…4
1.3 Tujuan …………………………………………………….…………..............................…….......5
BAB II PEMBAHASAN…………………...………………………...............................………......…6
A.Hakikat organisasi profesi kependidikan............................................................................................6
B. Fungsi organisasi profesi kependidikan.............................................................................................7
C. Kode etik profesi................................................................................................................................9
D. Sikap dan refleksi positif terhadap profesi guru...............................................................................10
BAB III PENUTUP…………………………………………….....…………..........................…..…..16
3.1 Simpulan…………………………………...................................…….………………….…..…..16
DAFTAR PUSTAKA……………………………….........………............................….……….….…17

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat


apabila dapat menunjukkan pada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap
dan perbuatan guru itu sehari- hari, apakah memang ada yang patut di teladani atau tidak.
Bagaimana guru meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuannya, memberi
arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan
berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman- temanya serta anggota masyarakat,
sering menjadi perhatian masyarakat luas.

Guru tidak dapat dilepaskan dari pendidikan karena guru merupakan unsur yang
mutlak dengan tugas sejatinya yaitu mendidik. Dalam mendidik tentu saja ada tujuannya
yaitu. Menciptakan individu yang berakhlak mulia, cerdas, bertanggung jawab, takwa
kepada Tuha, beriman, berakal, berbudi pekerti luhur serta memiliki kecakapan atau
keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Agar hal itu
tercapai makan diperlukan guru yang profesional, artinya guru yang cakap dalam
mengelola-an pembelajaran sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Di Indonesia memang masih sangat banyak guru yang berada di bawah garis
profesional. Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan nasional yang kurang mumpuni,
baik dari pemimpin, kurikulum, sarana dan prasarana, maupun guru itu sendiri.
Dampaknya adalah mutu pendidikan Indonesia yang masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga maupun negara internasional. Oleh karena
itu, dibutuhi pembenahan jika ingin memperoleh perubahan ke arah yang positif. Salah
satu nya pembenahan tersebut adalah menciptakan profesionalisme guru

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat organisasi profesi kependidikan?
2. Apa Fungsi organisasi profesi kependidikan?
3. Apa yang dimaksud dengan kode etik profesi?
4. Bagaimana sikap dan refleksi positif terhadap profesi guru?

4
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu hakikat organisasi profesi kependidikan.
2. Mengetahui Fungsi organisasi profesi kependidikan.
3. Mengetahui kode etik profesi.
4. Mengetahui sikap dan refleksi positif terhadap profesi guru.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Organisasi Profesi Pendidikan

Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang bekerjasama untuk mencapai


tujuan bersama. Stephen P. Robins (1990) dalam Wirawan (2007) mengemukakan bahwa
organisasi merupakan social entity, unit-unit dari organisasi terdiri atas orang atau kelompok
yang saling berinteraksi. Interaksi tersebut terkoordinasi secara sadar, artinya dikelola dalam
upaya mencapai tujuan.

Arti dari profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah bidang pekerjaan yang
dilandasi dengan pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan serta yang lainnya) tertentu.
Selain itu menurut Prayitno dan Erman Amti (2004) menyatakan bahwa profesi itu pekerjaan
atau jabatan yang para petugasnya dituntut untuk memiliki keahlian pada suatu bidang
tertentu. Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas ialah bahwa profesi merupakan sebuah
bidang pekerjaan yang menuntut pada keahlian yang didasari dengan pendidikan sebagai
kegiatan pokok untuk mencari nafkah.

Suatu profesi bila ingin maju memerlukan organisasi yang sehat. Organisasi dapat
melindungi seluruh anggotanya. Sesuai dengan hakikat profesi dan ciri-cirinya, dapalah
diterima bahwa jabatan kependidikan/keguruan merupakan suatu profesi. Profesi keguruan
didukung oleh suatu disiplin ilmu, yaitu keguruan dan ilmu pendidikan. Profesi ini juga
memiliki kode etik dan organisasi profesinya. Dari pekerjaan seorang guru memperoleh
imbalan finansial dari masyarakat sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikannya.

Jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatakan gerak langkah dan
mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi, di Indonesia PGRI atau Guru
Republik Indonesia didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945, sebagai wujudan
aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bangsa (Hermawan S.,1989). Salah satu
tujuan PGRI adalah mempertingg kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta
meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni, 1986).

Basuni menguraikan empat misi utama PGRI, yaitu:

1. Misi politis/ideology.

6
2. Misi persatuan organisatoris.

3. Misi profesi.

4. Misi kesejahteraan.

Dalam praktiknya, misi politisi/ideology, dan misi persatuan/ organisasi lebih


menonjol relasinya dalam program-program PGRI. Dalam pelaksanaan misi lainya, misi
kesejahteraan, kelihatannya masih perlu ditingkatkan. Sementara pelaksanaan misi ketiga,
misi profesi, belum tampak kiprah nyatanya dan belum terlalu melembaga.

Dalam kaitannya dengan pengembangan profesional guru, PGRI sampai saat ini
mengendalikan pihak pemerintah misalnya dalam merencanakan dan ,melakukan program-
program penataran guru serta program peningkatan mutu lainya. Kebanyakan kegiatan
biasnya dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau kongres, baik di
pusat maupun di daerah (Sanusi et ,al 1991). Oleh karena itu, peranan organisasi peningkatan
mutu profesional keguruan belum begitu menonjol.

B. Fungsi Organisasi Profesi Kependidikan

Organisasi profesi kependidikan selain sebagai siri suatu profesi kependidikan,


sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi
profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan berfungsi sebagai
pemersatu seluruh anggota profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesionalannya,
dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan profesi ini. Kedua fungsi tersebut dapat
diuraikan berikut ini.

1. Fungsi Pemersatu

Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu
dorongan yang menggerakkan para profesional untuk organisasi keprofesian. Motif tersebut
begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial, politik, ekonomi, kultural, dan bervariasi, ada yang
bersifat sistem nilai. Namun, umumnya dilatarbelakangi oleh dua motif, yaitu motif intrinsik
dan ekstrinsik. Secara intrinsik, para profesional terdorong oleh keinginan mendapatkan
kehidupan yang layak, sesuai dengan tugas profesi yang diembannya, bahkan mungkin
mereka terdorong oleh semangat menunaikan tugasnya sebaik dan sekilas mungkin. Secara
ekstrinsik mereka terdorong oleh tuntutan masyarakat pengguna jasa profesi yang semakin
hari semakin kompleks.

7
Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengemban suatu profesi
yang secara teoriritis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan secara individual. Kesadaran atas
realitas ini menyebabkan para profesional membentuk organisasi kependidikan, merupakan
organisasi profesi sebagai wadah pemersatu pembagi potensi profesi kependidikan dalam
menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna-pengguna jasa
kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi
kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menetukan kebijakan dan
melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk melindungi dan memperjuangkan
kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat
pengguna jasa profesi ini.

2. Fungsi peningkatan kemampuan profesional

Fungsi kedua dan organisasi profesi adalah meningkatkan kemampuan profesional


para pengemban profesi kependidikan. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP Np. 38
tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi: Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi
sebagai wadah untuk Meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan
profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. PP tersebut menujukan adanya
legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan para anggota profesi kependidikan untuk
selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi
kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989, pasal 31: Ayat 4 dinyatakan bahwa:

Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan


profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan bangsa. Kemampuan yang dimaksud adalah apa yang disebut dengan istilah
kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan mengerjakan pendidikan. Peningkatan
kemampuan profesional tenaga kependidikan berdasarkan kurikulum 1994 dapat dilakukan
melalui dua program, yaitu program terstruktur dan tidak terstruktur. Program terstruktur
adalah program yang dibuat dan dilaksanakan sedemikian rupa, mempunyai bahan dan
produk kegiatan belajar yang dapat diakreditasi secara akademik dalam jumlah SKS tertentu.
Program tidak terstruktur adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan yang dibuka berdasarkan kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan waktu dan
lingkungan yang ada. Terlingkup program tidak terstruktur ini adalah:

8
a. Penataran tingkat nasional dan wilayah;

b. Supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas atau pejabat yang terkait seperti kepala
sekolah, kepala bidang, kakadep;

c. Pembina dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama tenaga kependidikan sejenis
melalui forum komunikasi, seperti MGI;

d. Pembina dan pengembangan individual, yaitu upaya atas inisiatif sendiri dengan
partisipasi dalam seminar, loka karya, dan yang lainya.

Menurut jhonson (Abin Syasudin, 1999:72), kompetensi kependidikan dibangun oleh


enam perangkat kompetensi berikut ini:

a. Performance component, yaitu unsur kemampuan penguasaan yang sesuai dengan profesi
kependidikan.

b. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substansi pengetahuan


relevan.

c. Professional component, yaitu unsur kemampuan substansi pengetahuan dan keterampilan


teknis profesi kependidikan.

d. Process component, yaitu unsur kemampuan penguasaan proses-proses mental mencakup


berpikir logis dalam pemecahan masalah.

e. Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri


berdasarkan karakteristik pribadi pendidik.

f. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru.

C. Kode Etik Profesi

Kode Etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun
bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma
hukum.

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata

9
cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional.

Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan
yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-
nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya.
Nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada
masyarakat.

Nilai profesional dapat disebut juga dengan istilah asas etis yaitu : (1). Menghargai harkat
dan martabat (2). Peduli dan bertanggung jawab (3). Integritas dalam hubungan (4).
Tanggung jawab terhadap masyarakat.

D. Sikap dan Refleksi Positif terhadap Profesi Guru

a. Sikap Profesional Kependidikan

Guru sebagai pendidikan profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat


apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan
guru itu sehari- hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru
meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan
kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul
baik dengan. Siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian
masyarakat luas. Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang
akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan
profesinya, Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami,
menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah
laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni
sikap profesional keguruan meliputi: peraturan perundang-undangan; organisasi profesi;
teman sejawat; anak didik; tempat kerja; pemimpin, serta pekerjaan.

10
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan

Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru
melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGR1,1973).
Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan
oleh aparatur dan abdi negara. Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara.
Karena itu guru harus mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan.
Setiap guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan peraturan yang
ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan oleh Depdikbud maupun
departemen lainnya yang berwenang mengatur pendidikan. Kode Etik Guru Indonesia
memiliki peranan penting agar hal ini dapat terlaksana.

Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen


Pendidikan Nasional mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang
merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain:
pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan
melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan
menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut
biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-
ketentuan. Pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum
pendidikan. Setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan
pemerintah. Dalam bidang. Pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan,
baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional maupun departemen yang
berwenang mengatur pendidikan, di pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan
kebijaksanan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi

Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa “Guru harus memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
tugas keprofesionalan guru”. Pasal 41.3 menyebutkan “Guru wajib menjadi anggota
organisasi profesi”. Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu
organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan
profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Dalam Kode Etik Guru Indonesia butir delapan disebutkan: Guru secara bersama-

11
sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian. Ini makin. Menegaskan bahwa setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam
PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawab untuk menjalankan, membina, memelihara
dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi. Baik sebagai pengurus ataupun sebagai
anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa guru secara pribadi
dan bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan martabat profesinya. Peningkatan
mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penataran, lokakarya, pendidikan
lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan dan berbagai kegiatan akademik
lainnya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan
atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah
lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan jabatan.

Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan


profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatnya menjadi efektif
dan efisien.. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau
anggota biasa. Wajib herpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu
organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.

3. Sikap terhadap Teman Sejawat

Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahawa “Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:

a. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya.

b. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan


sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.

Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis untuk
menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota profesi. Di lingkungan
kerja, yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja sama,
menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini
diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari kepentingan
bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendin dengan mengorbankan kepentingan
orang lain. Sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada

12
umumnya dapat terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang
lebih luas yaitu sesama guru dadri sekolah lain.

4. Sikap Terhadap Anak Didik

Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan: “Guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Dasar ini
mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip
pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya. Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan
UU. No. 2/1989 yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip
yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian
membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan
bahwa pendidikkan harus memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus
dapat mengendalikan peserta didik.

Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang
bulat, utuh baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral
tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak hanya mengutamakan aspek intelektual saja, tetapi
juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani,
sosial, sikap, perilaku ataupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.

5. Sikap Terhadap Tempat Kerja

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa.
Menciptakan suasana kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana sekolah. Dalam kode etik
dituliskan: “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar mengajar. “Oleh sebab itu guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu
dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan
penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun
pendekatan yang lainnya yang diperlukan. Selain itu untuk mencapai keberhasilan proses
pembelajaran guru juga harus mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama
perangkat sekolah, orang tua siswa dan juga masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan
mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, membentuk BP3 dan lain-lain.

13
6. Sikap Terhadap Pemimpin

Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi
yang lebih besar, guru akan berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Sudah
jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan
dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk
bekerja. Sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang
dituntut pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan
petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan
malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan
kemajuan. Organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru
terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan
program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

7. Sikap Terhadap Pekerjaan

Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang
masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila seseorang
telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.

Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia
mencintai dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik,
harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai
jasa yang membutuhkannya.

b.Refleksi Sikap Terhadap Profesional Kependidikan

Guru merupakan bagian penting dari suatu sistem pendidikan yang memiliki tujuan
mulia dalam mencerdaskan bangsa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh seperti
yang tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, semua
pemegang otoritas pengelolaan satuan pendidikan harus bekerja sama dan memberdayakan
segenap potensi yang terdapat pada semua pihak yang berkepentingan yang relevan dengan
satuan pendidikan. Yang bersangkutan. Selain itu, segenap tenaga kependidikan yang terdapat
dalam lingkungan internal satuan atau gugus pendidikan, segenap sumber daya termasuk para
pakar, asosiasi, dan lembaga lainnya yang relevan juga dapat dilibatkan. Sebagai seorang

14
guru tentunya pencapaian. Tujuan pembelajaran juga menjadi sangat penting. Dengan
banyaknya tugas dan bertanggung jawab, seorang guru yang profesional harus mampu belajar
dari pengalaman-pengalaman yang pernah dijalani, kemudian berupaya untuk tidak
mengulangi perbuatan atau tindakan yang dipandang salah atau keliru atau kurang terpuji,
menyimpang, bahkan mungkin dapat merugikan pihak- pihak berkepentingan. Kemampuan
seseorang untuk sanggup dan mau merenungkan, memahami, dan menyadari pengalaman-
pengalaman masa lalu dalam hidupnya itulah merupakan hakikat refleksi diri. Kemampuan
seperti itu teramat penting bagi mereka yang mengemban tugas-tugas profesional terutama
yang termasuk kategori profesi pelayanan bantuan seperti dokter, psikiater, dan guru.
Mochtar Buchori (1994) menekankan pentingnya kemampuan. Refleksi profesional itu
dimiliki oleh pengemban tugas kependidikan, khususnya guru.

Beberapa pertimbangan urgensi refleksi profesional bagi bidang profesi keguruan:

1. Profesi guru belum diakui sepenuhnya sebagai suatu profesi yang telah mapan seperti
dokter, sementara pada era globalisasi seperti saat ini dengan perkembangan dalam.
Berbagai bidang terutama IPTEK yang sangat kompetitif, para pengemban profesi
kependidikan dan keguruan juga dituntut untuk dapat bersaing.
2. Perubahan masyarakat yang sangat dinamis dari saat ke saat, sehingga tuntutan
kedinamisan profesi kependidikan dan keguruan juga sangat diharapkan.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesimpulan: Hakikat


organisasi profesi pendidikan menunjukkan bahwa pendidikan merupakan sebuah profesi
yang memiliki tujuan untuk mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta membangun karakter siswa.

Fungsi organisasi profesi kependidikan mencakup segala hal yang berhubungan


dengan pendidikan, termasuk pengaturan standar, pengembangan sumber daya manusia, dan
pengembangan sistem pendidikan.

Kode etik profesi mencakup berbagai aspek etika yang harus diikuti oleh guru,
termasuk profesionalisme, integritas, dan keadilan. Sikap dan refleksi positif terhadap profesi
guru merupakan penting untuk menciptakan guru yang efektif dan berpengalaman dalam
mengajar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mudlofir, Ali, 2012. Pendidik Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sagala, Syaiful. 2011. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:
Alfabeta.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai