Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkatrahmat dan hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Kerajaan Islam Di sumatera”

Berdasarkan sumber-sumber yang kami dapat dari luar maupun dari dalam, walaupun
masih banyak kekurangan. Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
mengenai sejarah masuknya islam ke Indonesia, juga memberikan penjelasan yang
jelas mengenai proses masuknya islam ke Indonesia serta menjelaskan islam pada masa yang akan
datang.

Diharapkan bahwa makalah ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih baik
tentang Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara. Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna, disebabkan karena terbatasnya kemampuan kami, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami perlukan dari pembaca. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita
semua.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………........... i
Daftar Isi…………………………………........………………...……….……………………........ i

BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………… 1

1 Latar Belakang ................................................................................................................................................... 1


2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................................. 1

BAB I I
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………….. 2

Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera …………………………… 2


Kerajaan Perlak …………………………………………………………………………………. 2
Kerajaan Samudra Pasai ………………………………………………………………. 2
Kerajaan Aceh …………………………………………………………………………. 3
Kerajaan Minang Kabau ……………………………………………………………….. 3
Kerajaan Riau ………………………………………………………………………….. 4
Kerajaan Palembang …………………………………………………………………… 5
Kerajaan Kesultanan Jambi …………………………………………………………….. 5

BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………………………… 6

Kesimpulan ........................................................................................................................ 6
Saran ……………………………………………………………………………………. 6

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................... 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan,
bisa dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi
bahwasanya, sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di
nusantara terkhusus di Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari
sejarawan semisal, Hamka, Snowk, dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti
peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan atau diseminarkan oleh berbagai
tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963 yang kemudian dari
berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk
dan berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-
manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa
dipastikan bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau
meneliti secara otentik. Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu
sekiranya mendapat perhatian secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk
meneliti barang kali di antaranya metode dealektika dengan orang-orang terdahulu.

2. Rumusan Masalah
1. Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra?
2. Sebutkan Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera?

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera


Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan
sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-
bangunan masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase
pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya,
dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di
Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai
berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat
berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan
anatara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat
sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya
Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam
seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang
ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.

B.Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera

1. Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3
H (9 M). Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa
angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda khalifah. Kerajaan Perlak didirrikan oleh Sayid Abdul
Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Pada
akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat negara Islam bernama Perlak. Nama itu
kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para pedagang asingg dari Mesir, Maroko, Persia,
Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang Arab suku
Quraisy. Pedagang Arab itu menikah dengan putri pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan
tersebut ia mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah sultan
pertama negeri Perlak. Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, bernama Alaudin Syah.
Demikian ia dikenal sebagai sultan Alaidin Syah dari negeri Perlak.

Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang
Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana.

2
Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni
Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi. Dari
perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab Perlak pada tahun 225 H.

Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik
Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).Pada masa pemerintahannya,
Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan
dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan
Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura
sekarang).

Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad
Syah.Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan
oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M).
Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai
dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri
Ganggang Sari.

Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang sendiri. Mata
uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau
kuningan.

2. Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan berdirinya
Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi perdebatan para
ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri Yatim, menyatakan
bahwa kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-
13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-
pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan
bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini
dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra
Pasai.

Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Dalam
Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau
Merah Selu. Ia masuk Islam setelah mendapat mendapatkan seruan dakwah dari Syaikh Ismail
beserta rombongan yang datang dari Mekkah.

Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh berita
China dan pendapat Ibn Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai pada pertengahan abad ke 14 M
(tahun 746 H/1345 M). Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan Sultan

3
Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian
kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah
bersikap sombong. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah.

Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama-ulama
dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan keduniaan. Selain itu,
Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke berbagai wilayah Nusantara.

Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahnya
bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk agama Islam. Raja
raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.

Selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota dengan
bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional
dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan hanya perdagangan ekspor impor
yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang sebagai
alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang dirham.

3. Kerajaan Aceh

Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, sebagaimana
yang dikutip dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-
puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Aceh
Darussalam.

Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin
oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil
memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk
menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di
Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat
Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat
Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-
kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak
saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil
dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah. Pada masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh Darussalam semakin meluas sampai di Bengkulu di
pantai Barat, seluruh Pantai Timur Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan perdagangan
berkembang dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan Turki.

4
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-
1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling gemilang bagi Aceh, di mana kekuasaannya meluas
dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera.

Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam menjadi salah satu pusat
pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah ibadah,
dan lembaga-lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang terkenal, seperti
Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf As-Sinkili.

4. Kerajaan Minangkabau

Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau yang merupakan salah satu
Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah
di sekitarnya. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347. Dan sekitar tahun
1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam.

Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti.
Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa
Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.

Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan
guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang
terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah
ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17,
Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam
tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.

Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam
mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah
adat Minangkabau yang terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya
adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-
Quran.

Pengaruh agama Islam membawa perubahan secara fundamental terhadap adat Minangkabau.
Tetapi sejak kapan pengaruh Islam memasuki tubuh adat Minangkabau secara pasti, masih sukar
dibuktikan.

Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan
ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan
dengan Islam. Penamaan nagari Sumpur Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata
Quduus (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum
jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam.

5
Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim)
yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai
sebelumnya.

5. Sejarah kerajaan Riau

Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang mula-mula
sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah Sumatera tengah dan
selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung
abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan
kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-
Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m

Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga Dunia
(Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat berpandangan
luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula
yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara adalah
keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya Zelfbestuur
Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar Zulkarnain di Hindustan yang
melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin
dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit
Sigantung Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan
menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.

Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di Minangkabau, Tanjung
Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di Palembang..Yang menjadi Raja di Palembang
adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian
Singapura

Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama Sang Pertala
Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang perempuan yang
diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama :
Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan
Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik
“keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang.
Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam
dimana sang puteri sedang mandi. Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir

6
pula putera yang kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang
Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura.

Islam Masuk ke Riau

Sebelum masuknya agama Islam ke daerah Riau, tidak ada seorangpun dari penduduk Riau yang
memegang agama tauhid. Agama penduduk asli adalah anismisme yang percaya ruh nenek
moyang dan para leluhur, kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka yang beragama
Budha dan sekali berkembang menjadi Hindu-BudhaNah dalam kesempatan ini , agar lebih jelas
pembahasan masuk Islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-Kampar, Rokan,
Kuantan, Indragiri, danTaqpung. Menurut Sejarah

Riau, Kuntu-Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau Daratan yang berhubungan dengan orang-
orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman bahari daerah ini telah
berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India, dan Arab-Persia. Hubungan
tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan, karena daerah lembah sungai Kampar Kanan/
Kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode 500-140 M. Oleh karena
itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kampar yang mula-mula dimasuki agama Islam.

Berdasarkan perjalanan para penyiar agama Islam yang dating sebagai pedagangitu, maka besar
kemungkinan pada abad pertama hiriah atau abad ke-7 M agama Islam itu mungkin telah sampai di
Riau, sebagaimana juga disimpulkan oleh seminar masuknya islam ke nusantara di Aceh tahun 1980.
Meskipun Islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun penganut agama ini
masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk kota di pesisir pantai tersebut. Hal ini
disebabkan karena kuatnya pengaruh agama Budha yang merupakan agama Negara dalam kerajaan
Sriwijaya waktu itu.

6. kerajaan Palembang

Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini ditempatkan
seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia beragama Hindu, lalu
kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu itu, Islam sudah dominant
di Palembang.

Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi, yang
bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang anak yang
bernama Raden Patah.

Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap Prabu
Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang nantinya
berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya menghancurkan
Majapahit.

7
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para pembesar
kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang kemudian
mendirikan kerajaan Islam Palembang

Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh colonial
Belanda

7. Kerajaan Kesultanan Jambi

Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang. Kerajaan ini
berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan Minangkabau seperti Siguntur dan
Lima Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan Palembang (kemudian
Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga mengendalikan Lembah Kerinci, meskipun pada
masa akhir kekuasaannya, kekuasaan nominal tidak lagi diperdulikan. Ibukota Kesultanan Jambi
terletak di Kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batanghari.

Sejarah

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu dan kemudian menjadi bagian dari
Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan Vasal Majapahit, dan pengaruh jawa masih terus
mewarnai Kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan abad ke-18.

Berdirinya Kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. pada tahun 1616
Jambi merupakan Pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada tahun 1670
kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang. Namun kejayaan
Jambi tidak berumur panjang, Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai Pelabuhan Lada
utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.

Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah
kepada Belanda, Jambi digabungkan dengan Keresidenan Palembang. Tahun 1906 Kesultanan Jambi
resmi dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.

8
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah
penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para
pendatang atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya
islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya,
dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa
Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari
tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh
bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah
(750-1268), juga perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang
demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan
ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang tinggi
dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan
masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah yang
memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi
kenyataan masuknya agama islam.

B. Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini
diharapkan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah
perkembangannya islam di Sumatera Selatan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Judul asli: At-
Tarikh Al-Islami, penerjemah: Samson Rahman, (Akbar Media, Jakarta: 2010), cet. 10
Amin, Samsul Munir , Drs., M.A., Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Sinar Media Grafika, 2009)
http://education.poztmo.com/2011/06/kesultanan-samudera-pasai.html, di unduh pada
tanggal 12 Mei 2012
http://geosejarah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=65:kerajaan-
pagaruyung-hegemoni-melampaui-sekat-sekat kewilayahan & catid =34: artikel &
Itemid= 59…. diakses pada tanggal 12 Mei 2013.
http://www.minangforum.com/Thread-Sejarah-Islam-di-Minangkabau, di unduh pada tanggal
12 Mei 2013.
http://imagination-my.blogspot.com/2012/09/bukti-bukti-masuknya-islam-di-
indonesia_1.html, di akses pada tanggal 15 Mei 2013
Syamsu As, Muhammad , Drg., H., Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya, (Jakarta:
Lentera, 1996).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011), cet. 23.

Anda mungkin juga menyukai