Kekuatan konteks soaial-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Yogyakarta
sejalan dengan pemikiran KHD yaitu nyandran. Nyadran adalah tradisi Jawa yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada leluhur dan Tuhan atas berkah yang diberikan. Dalam tradisi ini, masyarakat berkumpul untuk berdoa bersama, memberikan sesajen kepada leluhur, dan melakukan kegiatan gotong royong seperti membersihkan lingkungan pemakaman. Nilai- nilai seperti kebersamaan, rasa syukur, dan kepedulian terhadap leluhur sangat terasa dalam tradisi Nyadran. Nyadran merupakan tradisi yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal, kebersamaan, rasa syukur, dan persaudaraan. Meskipun dalam beberapa konteks tradisi ini memiliki nuansa keagamaan yang kuat, namun nilai-nilai yang terkandung dalam Nyadran juga mencerminkan sikap kemanusiaan dan kepedulian sosial yang universal. Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pentingnya kebersamaan dan gotong royong dalam membangun masyarakat yang kuat dan solidaritas yang tinggi. Nyadran juga merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Ki Hajar Dewantara sangat menghargai keberagaman budaya dan kearifan lokal sebagai bagian dari identitas nasional yang kaya. Dengan mempertahankan tradisi Nyadran, masyarakat Yogyakarta juga menjaga keberlangsungan budaya dan identitas lokal mereka Nyadran memiliki dimensi religius yang kuat, di mana masyarakat melakukan ritual untuk memohon berkah kepada leluhur dan Tuhan. Ki Hajar Dewantara, meskipun dikenal sebagai tokoh modernis dalam bidang pendidikan, tetap sangat menghargai nilai-nilai spiritualitas dan religiusitas dalam kehidupan. Baginya, pendidikan tidak hanya tentang aspek intelektual, tetapi juga tentang pembentukan karakter moral dan spiritual yang kuat. Dalam tradisi Nyadran, masyarakat juga melakukan kegiatan berbagi rezeki kepada sesama yang membutuhkan, seperti memberikan makanan kepada orang-orang yang datang ke ritual tersebut. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kedermawanan dan kepedulian sosial yang dijunjung tinggi oleh Ki Hajar Dewantara. Baginya, pendidikan tidak hanya tentang pembelajaran di sekolah, tetapi juga tentang menjadi manusia yang peduli dan bertanggung jawab terhadap sesama. Ki Hajar Dewantara memahami bahwa setiap individu memiliki potensi bawaan yang dapat diperkuat dan dikembangkan. Dalam konteks Nyadran, kekuatan kodrat dapat dipahami sebagai kekuatan alam yang memberikan rezeki dan kesuburan kepada masyarakat. Melalui Nyadran, masyarakat mengakui kekuatan kodrat tersebut dan menyatakan rasa syukur atas berkah yang diberikan, sementara juga berusaha memperkuat hubungan mereka dengan alam semesta dan kekuatan alaminya. Dengan demikian, keterkaitan antara tradisi sosial kultural Nyadran dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan konsep kekuatan kodrat terletak pada nilai-nilai kebersamaan, religiusitas, dan pemahaman tentang potensi bawaan yang dimiliki oleh setiap individu. Melalui tradisi Nyadran, masyarakat tidak hanya menyatukan diri dalam rasa syukur dan penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta, tetapi juga mengakui kekuatan kodrat yang ada dalam diri mereka dan dalam lingkungan sekitar.