Anda di halaman 1dari 21

Subscribe to DeepL Pro to translate larger documents.

Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis


Visit www.DeepL.com/pro for more information.

Yayasan Pendidikan Islam:


Perspektif Filsafat Aksiologi Pendidikan

Arti Sri Rahayu1

1Konsultan Pendidikan, pascasarjana, mahasiswa Pendidikan Manajemen Islam Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia

Email: arti.srirahayu@gmail.com

Abstrak:

Artikel ini merupakan kajian pustaka (library research), yang bertujuan untuk mengkaji gambaran
kualitatif tentang dasar aksiologis pendidikan Islam jika ditinjau dalam perspektif filsafat
pendidikan. Untuk memperoleh hasil penelitian tersebut, peneliti menggunakan beberapa metode,
antara lain: deduktif, induktif, historis, dan kontekstual. Jenis penelitian menggunakan penelitian
kepustakaan (library research) dengan pendekatan deskriptif-analitik terhadap data-data (primer dan
sekunder) yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa Islam adalah
sistem nilai yang menjadi pedoman hidup umat Islam, sesuai dengan tuntunan Allah SWT.
Landasan aksiologi pendidikan Islam berkenaan dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang
ingin dicapai dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai yang harus termuat dalam kurikulum pendidikan
Islam, antara lain: mengandung petunjuk akhlak; upaya peningkatan kesejahteraan hidup manusia di
dunia dan kebahagiaan di akhirat; mengandung ikhtiar untuk mencapai kehidupan yang baik;
mengandung nilai-nilai yang dapat memadukan antara kepentingan dunia dan akhirat.
Jadi, aksiologi pendidikan Islam dipahami sebagai nilai, manfaat atau fungsi pendidikan
Islam yang terkait dengan berbagai hal di dalamnya. Nilai-nilai Islam yang dapat diperoleh dari dua
sumber utama yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi menjadi acuan dari konsep-konsep
pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai moral kemanusiaan itu sendiri. Sehingga, akan
tercipta tatanan kehidupan "masyarakat masa depan" yang begitu diimpikan sebagai sesuatu
yang baru bagi umat manusia.

Kata kunci: Aksiologi, Islam, Pendidikan, Kurikulum, Nilai, Moral, Kemanusiaan.

A. PENDAHULUAN

Seluruh lapisan masyarakat, baik orang tua, pendidik maupun rohaniwan kini
menghadapi masalah besar dalam dunia pendidikan, yaitu bagaimana cara terbaik untuk
mendidik generasi muda dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan global di
masa depan. Beberapa orang telah mencoba memberikan jawaban dengan kembali ke masa
lalu, sementara yang lain ingin beralih ke masa depan. Namun di atas semua itu memang
semua orang membutuhkan perbaikan dan rekonstruksi konsep pendidikan menuju
generasi masa depan yang gemilang. Persoalan bagaimana memberikan pendidikan yang
terbaik bagi anak-anak sekarang ini memerlukan penilaian yang jujur dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut: pertama, di mana kita sekarang?; kedua, di mana kita seharusnya
berada?; dan ketiga, bagaimana kita merencanakannya? Dengan kata lain, masa depan anak-
anak dan masyarakat kita tergantung pada bagaimana kita mampu menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut dengan tepat, dan sejauh mana kita mampu mentransfer visi dan misi hidup
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 49
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

kita kepada generasi mendatang (Zainuddin, 2011: 74).

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana
untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

50 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

sumber daya serta faktor penentu keberhasilan pembangunan. Diakui bahwa "keberhasilan suatu
bangsa ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbaharui sektor
pendidikan" (Bastian, 2002: 24). Secara yuridis formal, negara mengamanatkan kepada pemerintah
"mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa" (UUD 1945, 2002: 30). Jelas disadari bahwa sektor yang
utama dan pertama kali mendapat prioritas dalam pembangunan bangsa adalah sektor
pendidikan yang menitikberatkan pada peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta akhlak mulia, seperti yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional
dalam UU No. 20 tahun 2003. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka
pendidikan merupakan prioritas utama yang berfungsi sebagai usaha sadar yang diperlukan
untuk mempersiapkan manusia-manusia unggul agar dapat mendukung perannya dalam
dinamika perubahan budaya masyarakat di masa yang akan datang. Oleh karena itu, upaya
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah akan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan cetak
biru masa depan peradaban.

Pendidikan Islam dapat dijadikan sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang
mencita-citakan terwujudnya Insān Kāmil atau insan kamil atau manusia yang saleh secara
ritual dan saleh secara sosial, yang secara implisit akan mencerminkan karakteristik kualitas
manusia Indonesia seutuhnya sebagaimana yang dicita-citakan dalam undang-undang sistem
pendidikan nasional (Fajar, 1998: 30). Karena Pendidikan Islam memiliki transmisi spiritual yang
lebih nyata dalam proses pembelajarannya. Kejelasannya terletak pada keinginan untuk
mengembangkan seluruh aspek diri peserta didik secara seimbang, baik aspek spiritual,
imajinasi maupun keilmuan, budaya dan kepribadian (Hasbullah, 1996: 6).

Dengan kata lain, penyelenggaraan sistem pendidikan Islam dilakukan secara sadar dan
sistematis serta terfokus pada kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) masa kini, dan dilandasi keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ) (Mulyasa,
2002:4). Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan akan dapat
terwujud, karena pada hakikatnya nilai-nilai dasar sistem pendidikan nasional tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Untuk itu sistem pendidikan Islam harus dioptimalkan, sehingga sistem
pendidikan nasional diisi oleh nilai-nilai yang semakin identik dengan Islam. Pendidikan
merupakan suatu proses yang sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau
masyarakat. Pendidikan juga merupakan model rekayasa sosial yang paling efektif untuk
mempersiapkan s u a t u bentuk "masyarakat masa depan".

Masyarakat Islam sebagai sebuah sistem, sangat bergantung pada konsep dan organisasi
pendidikan. Oleh karena itu, para ahli didorong untuk menjadikan pendidikan sebagai objek diskusi
untuk memantau tren dan keadaan spesifik suatu masyarakat. Dapat dikatakan bahwa
penyusunan konsep pendidikan yang tepat akan menjadi kontribusi besar bagi penyusunan
tatanan sosial Islam yang baru. Hal ini tentu saja disadari sepenuhnya oleh kaum muslimin,
meskipun konsep pendidikan Islam yang menjanjikan tersebut sulit didapat di lapangan dan
melalui proses yang tidak mudah.

Masalah-masalah ini dapat dipecahkan melalui pendekatan filosofis seperti ontologis,


epistemologis dan aksiologis. Namun, pembahasan artikel ini dikhususkan pada landasan
aksiologi.

B. METODE

Penggunaan dan pemilihan metode yang telah ditentukan dalam suatu penelitian merupakan
hal yang paling penting untuk mencapai suatu keberhasilan tujuan penelitian, adapun metode
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 51
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

yang digunakan dalam menyusun artikel ini antara lain: deduktif, induktif, historis, dan
kontekstual. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu sumber
data yang diperoleh dari kepustakaan dengan bahan-bahan yang terkait yang berasal dari
tulisan-tulisan para pemerhati, pengamat, pakar pendidikan yang berkaitan dengan kasus-
kasus penelitian ini (Muhajir, 1996:159). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
deskriptif-analitik terhadap data (primer dan sekunder) yang bersifat kualitatif.

52 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Platform Filosofi Pendidikan

Filsafat memberikan asumsi-asumsi dasar bagi setiap cabang ilmu pengetahuan. Demikian pula
dengan pendidikan. Ketika membahas filsafat ilmu pengetahuan alam, maka diperoleh filsafat
ilmu pengetahuan alam. Ketika filsafat mempersoalkan konsep-konsep dasar hukum, maka
lahirlah filsafat hukum, dan ketika filsafat mengkaji persoalan-persoalan dasar pendidikan,
maka lahirlah cabang filsafat yang disebut filsafat pendidikan (Kneller, 1971:4). Jadi, setiap
ilmu pengetahuan memiliki landasan filosofisnya masing-masing. Unsur-unsur penting dalam
landasan filsafat pendidikan, ada tiga yang utama, yaitu landasan ontologis, landasan
epistemologis, dan landasan aksiologis (Rukiyati, 2015: 23). Namun dalam artikel ini,
difokuskan pada landasan aksiologi.

Filsafat Pendidikan adalah cabang filsafat yang objek sasarannya adalah bidang
pendidikan. Filsafat Pendidikan yang sesuai dengan pemikiran filosofis yang kritis dan
mendalam akan membahas pendidikan hingga ke hakikatnya. Filsafat Pendidikan secara
khusus akan membahas landasan-landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis
pendidikan. Landasan ontologis pendidikan akan mengupas hakikat keberadaan pendidikan
yang berkaitan dengan hakikat keberadaan manusia. Landasan epistemologis pendidikan
akan menganalisis hakikat kebenaran yang berkaitan dengan teori-teori kebenaran pendidikan.
Landasan aksiologis pendidikan akan menganalisis tentang penerapan teori-teori pendidikan
yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai dan
norma-norma moral (Suharto, 2011: 29).

Landasan aksiologis pendidikan akan membekali para pendidik berpikir secara klarifikatif tentang
hubungan antara tujuan hidup dan pendidikan sehingga akan mampu memberikan
panduan dalam mengembangkan program pendidikan yang berhadapan dengan realitas
konteks dunia global. Manfaat mendalami landasan aksiologis pendidikan adalah untuk
merumuskan landasan epistemologis pendidikan secara konsisten. Landasan epistemologis
pendidikan akan membantu para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik
tawaran teori-teori yang menjadi solusi bagi permasalahan pendidikan dasar (Suharto, 2011: 43).

Filsafat Pendidikan memiliki empat fungsi, yaitu fungsi spekulatif, normatif, kritis, dan teoritis. Fungsi
spekulatif filsafat pendidikan menekankan pada usaha memahami berbagai masalah
pendidikan, merumuskan dan mencari hubungan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan. Fungsi normatif filsafat pendidikan adalah sebagai penentu arah
dan pedoman pendidikan. Fungsi normatif tersebut meliputi tujuan pendidikan apa yang hendak
ditentukan, model manusia seperti apa yang hendak dicetak dan norma atau nilai apa yang
hendak dibina. F i l s a f a t Pendidikan menjalankan fungsi kritis artinya memberikan dasar
pemahaman yang kritis-rasional dalam mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah
pendidikan. Filsafat Pendidikan juga berfungsi teoritis, karena selalu memberikan ide,
konsepsi, analisis, dan berbagai teori bagi usaha pelaksanaan pendidikan. Filsafat
Pendidikan menentukan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik pendidikan (Suharto, 2011:
46).

Brameld mengkategorikan pandangan yang berbeda untuk memenuhi fungsi filsafat


pendidikan berdasarkan teori-teori sebagai berikut. Pertama, progresivisme. Teori progresivisme
mendasarkan pada konsep pendidikan yang pada hakikatnya bersifat progresif.
Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi yang lebih penting adalah melatih
kemampuan berpikir rasional. Berpikir adalah penerapan metode ilmiah seperti melakukan
analisis, pertimbangan dan memilih di antara beberapa alternatif. Tujuan pendidikan
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 53
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang berkesinambungan, yaitu melakukan


penyesuaian dan penyelarasan sesuai dengan tuntutan lingkungan (Brameld, 1999:91). Kedua,
esensialisme. Teori ini didasarkan pada konsep esensialisme yang bersendikan

54 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

pendidikan di atas nilai-nilai yang tinggi, yang merupakan posisi penting dalam budaya. Nilai-nilai
yang menjadi dasar adalah nilai-nilai yang telah teruji oleh waktu. Proses pendidikan merupakan
perantara atau pembawa nilai-nilai budaya yang dibawa ke dalam jiwa anak didik (Brameld,
1999: 204). Ketiga, perenialisme. Teori perenialisme mendasarkan pada konsep bahwa
pendidikan kembali pada kehidupan abad pertengahan yang tercerahkan. Pencerahan jiwa
rasional abad pertengahan telah mengantarkan manusia untuk dapat memahami tatanan kehidupan
yang telah ditentukan secara rasional untuk menemukan bukti-bukti pembuktian diri (Brameld,
1999: 288). Keempat, rekonstruksianisme. Teori rekonstruksianisme mendasarkan pada
konsep bahwa siswa secara konstruktif dapat dibangkitkan kemampuannya untuk
menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat modern
sebagai akibat dari pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyesuaian tersebut akan
membuat siswa tetap berada dalam suasana yang aman dan bebas (Brameld, 1999: 2).

2. Nilai Aksiologis dan Nilai Alamiah

Aksiologis adalah cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai dan mencoba menjelaskan apa
yang disebut baik dan perilaku yang baik. Aksiologis adalah bagian dari etika dan estetika. Etika
mengacu pada studi filosofis tentang nilai-nilai moral dan perilaku manusia. Estetika berkaitan
dengan studi tentang nilai-nilai keindahan dan seni. Metafisika membahas tentang hakikat
realitas tertinggi, sedangkan aksiologi mengacu pada resep perilaku moral dan keindahan.
Para pendidik selalu memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
pembentukan nilai-nilai pada diri subjek didik dan mengarahkan pada tingkah laku yang bernilai
(Gutek, 1988:3).

Secara umum, setiap orang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang membentuk perilakunya
sepanjang hidup. Anak-anak terus-menerus diberitahu bahwa mereka harus melakukan atau
tidak boleh melakukan hal-hal tertentu, seperti "cuci tangan sebelum makan", "kamu tidak
boleh memecahkan jendela", "kamu harus mencintai tanah air" yang kesemuanya merupakan
pernyataan nilai. Dalam proses menjadi dewasa, seseorang menghadapi konflik dalam
usahanya membentuk perilakunya sesuai dengan yang dikehendaki. Secara langsung, orang
tua, guru, dan masyarakat memberikan penghargaan dan hukuman jika ada perilaku yang
sesuai atau menyimpang dari konsepsi kebenaran, kebaikan, atau keindahan. Kenyataannya,
manusia modern, baik laki-laki maupun perempuan hidup dalam dunia yang penuh
dengan nilai-nilai yang saling bertentangan. Di dunia internasional, nilai-nilai nasionalisme
yang menjadi pola berbagai negara bangsa menimbulkan konflik dan perang. Di dalam negeri,
ada benturan nilai antar kelas atau kelompok. Secara tradisional, sistem nilai telah
dikodifikasi dan diritualkan dalam prinsip-prinsip etika berbagai agama besar (Gutek, 1988: 3).

Secara tidak langsung landasan aksiologis pendidikan tercermin dalam perumusan tujuan
pendidikan. Ketika orang merancang pendidikan, maka ia harus memulainya dengan
mendefinisikan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan didasarkan pada nilai-nilai yang
diyakini yang berusaha mewujudkan tindakan nyata. Thomas Armstrong (2006:39)
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mendukung, mendorong, dan memfasilitasi
perkembangan subjek didik sebagai manusia seutuhnya (a whole human being). Artinya,
menurut Armstrong pendidikan harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan yang holistik
sehingga pendidikan yang ingin diwujudkan adalah pendidikan yang holistik pula. Tokoh
pendidikan Belanda, M. J. Langeveld mengemukakan tujuan pendidikan universal yang diharapkan
dapat berlaku kapanpun dan dimanapun. Tujuan umum pendidikan adalah mencapai kedewasaan;
dalam arti kesusilaan. Pendapat Langelveld ini sejalan dengan pendapat Imam Barnadib yang
mengatakan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem yang dimaksudkan untuk membentuk
kedewasaan dalam arti kedewasaan akhlak (Barnadib, 1996:15).

I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 55
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa landasan aksiologis pendidikan sains adalah
konsep nilai-nilai umum yang digunakan sebagai dasar atau landasan dalam teori dan praktik
pendidikan.

56 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius adalah nilai-nilai luhur kehidupan
manusia. Nilai-nilai keluhuran hidup manusia dibahas oleh cabang filsafat yang disebut Aksiologis.
Aksiologi membahas nilai secara teoritis yang bersifat mendasar dan filosofis, yang
membahas nilai sampai pada hakikatnya. Karena Aksiologis membahas dasar nilai secara
filosofis, maka disebut juga filsafat nilai (value philosophy). Aksiologis adalah cabang filsafat
yang menganalisis hakikat nilai yang meliputi nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius
(Kattsoff, 1996:327).

Nilai itu sendiri adalah kualitas yang melekat pada diri dan mencirikan segala sesuatu
yang ada di alam semesta yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Nilai tidak
terbatas pada pandangan pribadi semata terhadap lingkungan manusia. Nilai merupakan
bagian dari keseluruhan situasi di alam semesta metafisik secara keseluruhan. Pengertian
nilai jika dibahas dalam filsafat nilai adalah persoalan hubungan antara manusia sebagai subjek
dengan kemampuan akal budinya untuk menangkap pengetahuan tentang kualitas objek-objek
yang ada di sekitarnya. Kemampuan manusia menangkap nilai didasarkan pada penghargaan
yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Fakta yang meliputi seluruh alam semesta
dengan manusia yang menciptakan situasi bernilai. Pernyataan tersebut tidak dapat dikatakan
bahwa nilai hanya berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, tetapi kesadaran manusia
menangkap sesuatu yang bernilai di alam semesta (Brennan, 1996:215).

Nilai-nilai tersebut ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Hierarki nilai dikelompokkan
ke dalam empat tingkatan (Deeken, 1995: 44-47) sebagai berikut. Pertama, nilai-nilai
kenikmatan. Tingkatan nilai-nilai ini meliputi nilai-nilai materi yang secara fisik tidak enak dan
menyebabkan orang senang. Contoh: rasa enak setelah makan, atau karena memiliki banyak
uang. Kedua, nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai kedalaman meliputi nilai-nilai kehidupan yang
penting bagi kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: keterampilan, kesehatan,
kesejahteraan individu melalui keadilan sosial. Ketiga, nilai-nilai spiritual. Tingkatan nilai
spiritual meliputi berbagai nilai psikologis yang tidak tergantung pada keadaan fisik. Nilai psikologis
berupa kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Keempat, nilai-nilai spiritual. Tingkatan nilai spiritual
meliputi modalitas nilai yang sakral. Nilai spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, terutama dalam
hubungannya dengan Tuhan sebagai pribadi tertinggi dan sakral. Contoh: iman dan takwa
(Soeprapto, 2013: 269).

Nilai kebaikan manusia secara khusus dibahas dalam etika sehingga nilai kebaikan sering
disebut nilai etis. Nilai-nilai etika menjadi sumber nilai bagi penilaian baik atau buruknya
manusia sebagai manusia, bukan dalam kaitannya dengan peran tertentu, seperti ilmuwan,
seniman, atau pedagang. Etika yang secara khusus membahas nilai kebaikan manusia dalam
perkembangannya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. Pertama, etika
dipahami dalam pengertian yang sama dengan moralitas. Etika yang berkaitan dengan kebiasaan
hidup yang baik, cara hidup yang baik, baik dalam diri seseorang atau masyarakat.
Kebiasaan hidup yang baik diadopsi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kebiasaan baik dan aturan yang dibakukan dalam bentuk kaidah atau norma ini
disebarluaskan, dipahami, dan diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Kaidah atau norma
pada dasarnya adalah perilaku manusia yang baik atau buruk (Keraf, 2002: 2). Kedua, etika
dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas. Etika dipahami sebagai refleksi kritis
tentang bagaimana orang harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus
tertentu. Etika adalah filsafat moral yang secara kritis membahas dan mengkaji persoalan-
persoalan baik dan buruk secara moral, tentang bagaimana seharusnya bertindak dalam situasi
konkret. Manusia melakukan refleksi kritis untuk menentukan pilihan, sikap, dan bertindak
secara moral sebagai manusia. Refleksi kritis ini melibatkan tiga hal. Pertama, refleksi kritis
terhadap norma-norma moral yang diberikan oleh etika dan moralitas dalam pengertian
pertama, yaitu norma-norma moral yang dianut selama ini. Kedua, refleksi kritis terhadap
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 57
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

situasi khusus yang dihadapi dengan segala keunikan dan kompleksitasnya. Ketiga, refleksi
kritis terhadap ideologi yang dianut oleh orang atau kelompok orang tentang segala sesuatu
yang ada di dunia. Misalnya, gagasan tentang manusia, Tuhan, alam, masyarakat, sistem
sosial dan politik, serta sistem ekonomi (Keraf, 2002: 5). Moralitas (karakter) seseorang dan
kelompok masyarakat dapat dinilai lebih tinggi atau lebih rendah dari sudut pandang kebajikan.
Norma moral adalah pedoman bagi perbuatan yang luhur

58 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

hidup sesuai dengan kebajikan. Norma moral bersumber pada kebiasaan hidup yang baik dan
cara hidup yang baik. Norma moral merupakan tolok ukur untuk menentukan benar atau salahnya
sikap dan tindakan manusia dari segi baik atau buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai
pelaku peran tertentu dan terbatas (Magnis Suseno, 2008: 19). Keutamaan sebagai sumber
norma moral memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, absolut dan objektif karena moralitas
dalam diri manusia harus bebas dari sifat-sifat keegoisan y a n g terkandung dalam kehendak
relatif. Kedua, primer, karena moralitas dalam diri manusia melibatkan komitmen untuk
bertindak dan merupakan dasar dari keinginan utama. Ketiga, realistis atau karena moralitas
adalah sebuah kenyataan bukan sekedar angan-angan atau dangkal. Keempat, universal dan
terbuka, karena moralitas menghendaki adanya ruang lingkup yang terbuka setiap saat. Kelima,
positif dan tidak negatif, karena norma-norma moral dapat berupa anjuran atau larangan.
Keenam, hierarki yang tinggi, karena keutamaan memiliki ciri-ciri intrinsik yang menjadi sumber
nilai bagi norma-norma moral (Moekijat, 1995: 72).

3. Pendidikan Agama Islam

Dalam perspektif Islam, istilah ini digunakan dengan kata pendidikan tarbiyah. Kata tersebut
merupakan salah satu istilah dalam bahasa Arab yang memiliki banyak arti. Biasanya berarti
pendidikan. Menurut Raghib Al-Asfahani, kata tarbiyah berarti menyebabkan sesuatu
berkembang dari satu fase ke fase berikutnya hingga mencapai potensi puncaknya. Hal ini
mengindikasikan bahwa fithrah manusia sudah ada dalam diri anak, dan pendidikan adalah proses
pengembangan karakter tersebut, yang lebih dari sekedar mengisi dan menanamkan sesuatu. Jika
dipahami secara luas, maka makna tarbiyah adalah suatu disiplin ilmu dalam Islam untuk
pembentukan dan pengembangan jiwa manusia (Zainuddin, 2007: 97)

Kata tarbiyah berarti memperbaiki dan mengembangkan; ia berasal dari akar kata yang
sama yang secara bahasa berarti riba' (bangkit dan berkembang). Dan menurut Al-Asfahani, kata
rabb (Tuhan) secara bahasa juga terkait dengan kata tarbiyah, yaitu rasa Tuhan atau
Tuhan memelihara dan mengembangkan kita dalam setiap fase kehidupan hingga
mencapai potensi puncak. Oleh karena itu, konsep peningkatan, peninggian,
pengembangan, perawatan, dan pemeliharaan merupakan aspek tarbiyah. Dalam hal ini juga
mencakup wawasan tentang hakikat pendidikan Islam yang dapat dipadukan dengan praktik
pendidikan modern (Zainuddin, 2011: 77).

Permasalahan yang dihadapi masyarakat muslim saat ini tidak lepas dari faktor modernisasi dan
globalisasi yang berdampak pada semua aspek kehidupan: ekonomi, sosial, politik, dan
pendidikan. Dampak modernitas memiliki andil besar dalam mengubah gaya dan pola hidup
hampir di semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat muslim. Tidak dapat dipungkiri bahwa
anak-anak kita belajar nilai dari sebagian besar budaya populer dan media massa. Pengaruh
kolonialisme yang membawa budaya materialisme, sekularisme dan individualisme selama
berabad-abad telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dihilangkan pada pola pikir dan
sistem nilai di dunia Muslim saat ini. Masalah-masalah yang melemahkan perkembangan
karakter generasi Islam saat ini. Kegagalan pendidikan Islam kontemporer secara umum juga
disebabkan oleh rumusan visi dan misi yang tidak sesuai dengan kondisi ideal dan empiris.
Setidaknya hal itu disebabkan oleh lima hal. Pertama, secara fundamental pengajaran yang kita
lakukan tidak fokus pada pengembangan karakter dan kepribadian, tidak s e s u a i dengan
tuntutan Nabi. Bahkan, pengajaran lebih terfokus pada fakta dan informasi seperti nama, tanggal,
peristiwa dan lain-lain. Kedua, sebagian besar yang diajarkan adalah sesuatu yang tidak
relevan dengan kebutuhan dan tantangan kehidupan nyata yang akan dihadapi oleh
siswa. Ketiga, metode pengajaran lebih cenderung terfokus pada pengajaran (teaching) daripada
pembelajaran (learning). Hal ini terlihat dari mengentalnya sistem pengajaran yang masih
mempertahankan pembelajaran yang bercirikan lambat, pasif dan beranggapan selalu benar
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 59
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

dengan warisan masa lalu. Keempat, pandangan dikotomis secara substansial ilmu
pengetahuan (ilmu agama dan ilmu umum). Kelima, pengajaran yang tidak mempersiapkan anak-
anak kita dengan keterampilan nyata (real life skill) yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat
modern saat ini. Selain itu, pendidikan Muslim kontemporer (dan pendidikan pada umumnya)
biasanya tidak memiliki

60 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

pemahaman tentang perkembangan anak, baik moral, sosial, psikologis dan pedagogis. Materi
pelajaran pendidikan Islam masih berorientasi pada masa lalu dan bersifat normatif dan
tekstual. Hal ini bukan berarti kita harus meninggalkan warisan masa lalu. Warisan masa lalu
merupakan nilai yang tak ternilai harganya, karena merupakan mata rantai sejarah yang tidak boleh
diabaikan. Prinsip mempertahankan warisan tradisi masa lalu yang baik dan mengambil tradisi
yang lebih baik (al-muḥafẓah 'alā al-qadīm al-ṣālih wa al-akhdh bi al-jadīd al-aṣlaḥ) adalah prinsip
yang tepat dalam melakukan rekonstruksi pemikiran pendidikan Islam. Di sebagian besar
masyarakat kita saat ini masih muncul anggapan bahwa agama dan sains merupakan entitas
yang berbeda dan tidak dapat dipertemukan; keduanya dianggap memiliki wilayah masing-
masing baik dari segi objek-materi formal, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang
dimainkan oleh para ilmuwan maupun status masing-masing teorinya (Zainuddin, 2011: 81).

Pendidikan Islam sangat dibutuhkan saat ini oleh generasi kita, dan merupakan fokus
pendidikan modern di dunia Muslim saat ini. Investasi dalam pengembangan sumber daya
manusia adalah investasi yang paling menjanjikan yang dapat dilakukan oleh siapapun.
Sejarah telah menunjukkan bahwa mesin dan teknologi tidak dapat menyerang jiwa manusia
ketika jiwa tersebut telah dipenuhi dengan tujuan hidup yang jelas dan ketekunan diri. Tujuan
utama dari pendidikan sesungguhnya adalah untuk mencetak manusia yang memiliki
komitmen yang jelas dalam hidupnya. Visi pendidikan Islam telah membuat perbedaan yang
tegas antara pengajaran.

4. Landasan Aksiologis Pendidikan Islam

Landasan aksiologis dikaitkan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi
kebutuhan manusia berikut manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, apa yang
dapat disumbangkan oleh pengembangan ilmu pengetahuan adalah ilmu pengetahuan dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia (Adib, 2010: 79).

Dalam pembahasan lain, tujuan keilmuan atau pendidikan Islam yang berupaya mencapai
kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat sesuai dengan Maqasid Al-Syariah yaitu tujuan
Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum Islam. Sedangkan menurut Al-Zuhaili
Wahbah, Maqasid Al-Syariah berarti nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang tersirat dalam semua atau
sebagian besar hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan tersebut dipandang sebagai tujuan-
tujuan obyektif dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh Al-Syari' dalam setiap ketentuan hukum.
Menurut Syathibi, tujuan akhir dari hukum adalah mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan
umat manusia.

Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologis sebagai pertimbangan masalah nilai-
nilai termasuk nilai tinggi dari Tuhan, seperti nilai moral, nilai religius, dan nilai keindahan
(estetika) (Arifin, 2010: 8). Jika aksiologis dikaji dari sisi ilmuwan, maka aksiologis dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari nilai-nilai yang dipegang oleh para ilmuwan dalam
memilih dan memprioritaskan bidang penelitian ilmiah serta pelaksanaan dan pemanfaatannya
(Supena, 2008: 151).

Ajaran Islam merupakan perangkat yang merupakan sistem nilai dalam cara hidup Islami, sesuai
dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologis Pendidikan Islam berkenaan dengan nilai-nilai, tujuan,
dan target yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai yang harus termuat dalam
kurikulum pendidikan Islam antara lain: mengandung tuntunan akhlak; mengandung usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
mengandung ikhtiar untuk mencapai kehidupan yang baik; mengandung nilai-nilai yang dapat
memadukan antara kepentingan dunia dan akhirat.

I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 61
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Menurut Abuddin Nata tujuan pendidikan Islam adalah untuk mewujudkan manusia yang
bertaqwa, beramal shaleh dan gemar beramal untuk kepentingan akhirat (Nata, 2003:2)

62 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Muhammad al-Abrasy Athiyah mengatakan "the fist and highest goal of Islamic refinement is
moral and spiritual training" (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah
kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa).

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
hamba Allah. Dengan demikian, menurut Islam, pendidikan harus membuat semua manusia
mengabdi kepada Allah. Yang dimaksud adalah mengabdikan diri untuk beribadah kepada
Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik agar ia dapat merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia menurut keluarga Allah
adalah beribadah kepada Allah. Dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56: yang artinya: "Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".

Dari pendapat-pendapat firman Allah SWT. tersebut, dapat kita simpulkan tujuan utama pendidikan
Islam adalah untuk mendapatkan Ridha Allah. Dengan pendidikan Islam diharapkan lahir
individu-individu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga berguna bagi dirinya sendiri,
keluaga, masyarakat, bangsa dan umat manusia secara keseluruhan. Kebahagiaan dunia dan
akhirat.

Beberapa indikator pencapaian tujuan pendidikan Islam dapat dibagi menjadi tiga tujuan
mendasar: Pertama, tercapainya peserta didik yang cerdas. Ciri-cirinya adalah memiliki tingkat
kecerdasan intelektual yang tinggi sehingga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi
sendiri dan membantu menyelesaikan orang lain yang membutuhkan; Kedua, tercapainya
peserta didik yang memiliki kesabaran dan kesalehan emosional, sehingga tercermin dalam
kedewasaan menghadapi masalah dalam kehidupan. Ketiga, tercapainya peserta didik yang memiliki
kesalehan spiritual, yaitu menjalankan perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Dengan
melaksanakan rukun Islam yang lima dan mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
menjalankan shalat lima waktu, berpuasa, rajin bersedekah, dan berziarah ke Baitullah.

Landasan aksiologis pendidikan Islam, penulis gambarkan sebagai nilai, manfaat atau fungsi
pendidikan Islam itu sendiri terhadap berbagai hal yang terkait dengannya.

Secara filosofis, berkaitan erat dengan nilai-nilai etika yang sering disebut sebagai filsafat nilai,
mengkaji nilai-nilai sebagai tolok ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek
kehidupan. Sumber etika dan moral dapat berasal dari ide, adat istiadat atau tradisi, ideologi,
bahkan agama.

Berbicara mengenai etika, maka sumber yang paling dapat diandalkan dalam Islam adalah Al
Qur'an dan Sunnah Nabi dan kemudian dikembangkan dengan ijtihad para ulama.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an adalah nilai-nilai yang bersifat universal karena
pada hakikatnya, Islam adalah rahmatan li al-'ālamīn. Perlu adanya penggalian dan
penyelaman terhadap aborsi untuk mengambil mutiara-mutiara Islami sebagai landasan bekal
kehidupan manusia. Dapat membawa kesejahteraan bagi umat Islam khususnya, manusia
pada umumnya.

Dalam bidang aksiologis, masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan dalam hal
moralitas, merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan Islam. Hal ini terjadi
karena kebaikan akhlak manusia menjadi sasaran utama pendidikan Islam dan karenanya
selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan Islam. Nabi Muhammad sendiri
diutus dengan misi utama untuk memperbaiki dan meningkatkan kemuliaan dan kebaikan akhlak
umat manusia dengan menjalankan lima misi sebagai hamba dan khalifah Allah. Misi-misi
tersebut adalah memelihara agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Kesemuanya itu akan
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 63
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

mengkristal dan menjadi konsep al-akhlāq al-karīma.

64 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Konsep karakter mengandung dua makna yaitu Khāliq (pencipta) dan makhluk (makhluk). Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa hubungan antara karakter sebagai makhluk tidak dapat
dilepaskan sama sekali dari keterkaitan dengan ketuhanan.

Selain itu, pendidikan sebagai sebuah fenomena kehidupan sosial, budaya dan agama, tidak
dapat dilepaskan dari sistem nilai. Dalam kajian tersebut masalah etika tentang hakikat
keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, karena keindahan merupakan kebutuhan
manusia dan melekat pada setiap ciptaan Tuhan. Tuhan sendiri Maha Indah dan mencintai
keindahan. Mendidik juga memiliki unsur seni yang terlihat pada pengungkapan bahasa, ucapan
dan tingkah laku yang baik dan indah.

Elemen seni mendidik dibangun dengan asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat aspek
jasmani, psikologis dan rohani. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan adalah fenomena
manusia sebagai fakta perpaduan antara manusia dan manusia sebagai nilai. Setiap
manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual,
sosial dan moral. Itulah sebabnya pendidikan dalam praktiknya merupakan fakta empiris yang
syarat nilai. Interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya dalam arti komunikasi dua arah yang
bersifat timbal balik, tetapi harus lebih tinggi mencapai tingkat kemanusiaan. Untuk mencapai
tingkat kemanusiaan inilah pendidikan bergerak untuk menjadi agen pembebasan dari
kebodohan untuk mewujudkan nilai peradaban manusia.

Untuk mencerdaskan bangsa, diperlukan kecerdasan dari aspek-aspek tersebut. Kecerdasan


tersebut dapat diperoleh jika lembaga pendidikan menggali dan menggali nilai-nilai yang diajarkan
dalam Al Qur'an dengan cara mengaktualisasikan nilai-nilai Al Qur'an ke dalam pribadi individu
dan masyarakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah landasan aksiologis dalam pendidikan agar
pendidikan itu sendiri dapat memberikan kepuasan pada diri peserta didik akan nilai-nilai
ideal yang ingin dimiliki sehingga mereka dapat hidup dengan baik dan terhindar dari nilai-nilai
yang tidak diinginkan. Hal ini dapat dicapai dengan cara menjadikan Islam sebagai landasan
aksiologis pendidikan kita. Ajaran Islam yang terkandung dalam aksiologis pendidikan ini,
diharapkan dapat membawa manusia pada kesejahteraan hidupnya sehingga peran gandanya
sebagai pemakmur kehidupan di muka bumi dan pengabdi kepada Sang Khalik, dapat terlaksana
dengan baik pula. Kedua peran ini tidak hanya menuntut profesionalisme semata, tetapi juga
sarat dengan nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Pendidikan Nasional, pendidikan, agama dan moralitas diatur dalam UU No. 2 tahun
1989 Bab IX pasal 2 yang berbunyi isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan agama di sini diartikan sebagai materi pendidikan yang berkaitan dengan
keimanan, ketakwaan, akhlak, dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mengingat Islam memandang bahwa tujuan kemanusiaan yang utuh dan nilai-nilai moral,
maka fungsi sekolah adalah upaya kolektif untuk mewujudkan penumbuhkembangan perilaku moral
yang aplikatif dari anak didik harus menjadi orientasi bagi setiap kegiatan pendidikan. Artinya,
pendidikan moral harus berlangsung di sekolah setiap saat, tidak hanya dalam kurikulum,
tetapi juga dalam interaksi keseharian antara peserta didik dengan guru dan staf sekolah. Saat
ini juga dapat dilihat beberapa sekolah yang mencoba menerapkan nilai kejujuran melalui
"Kantin Kejujuran". Terlepas dari efektifitasnya, penulis menilai hal ini merupakan langkah
yang sangat baik sebagai tindak lanjut dari harapan pendidikan yang ingin dicapai.

Saat ini, penanaman nilai-nilai dalam kehidupan sangat diperlukan. Melalui era yang
I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 65
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

semakin canggih, karakter juga menghadapi tantangan. Globalisasi dunia, membawa


berbagai pengaruh yang sangat besar. Tak pelak, masyarakat pun mengalami dekadensi moral.

66 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Pengentasan melalui pendidikan. Diharapkan dengan penanaman kebajikan sejak dini,


dapat menjadi bekal bagi manusia untuk bertahan dalam laju perkembangan dunia tanpa
mengabaikan kebaikan moral dalam hidupnya untuk mencapai kedamaian.

D. KESIMPULAN

Setelah menguraikan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa Islam adalah suatu perangkat
yang merupakan sistem nilai dalam tata cara hidup yang Islami, sesuai dengan tuntunan
Allah SWT. Landasan aksiologis pendidikan Islam berkenaan dengan nilai-nilai, tujuan,
dan target yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai yang harus termuat dalam
kurikulum pendidikan Islam antara lain: mengandung tuntunan akhlak; mengandung usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan kebahagiaan di akhirat; mengandung
ikhtiar untuk mencapai kehidupan yang baik; mengandung nilai-nilai yang dapat memadukan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Jadi pendidikan Islam secara aksiologis dipahami
sebagai nilai, manfaat atau fungsi pendidikan Islam yang terkait dengan berbagai hal di
dalamnya. Nilai-nilai Islam yang dapat diperoleh dari dua sumber utama yaitu Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi menjadi rujukan konsep-konsep pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai moral
kemanusiaan itu sendiri. Dengan demikian, akan tercipta tatanan kehidupan "masyarakat masa
depan" yang diimpikan sebagai sesuatu yang baru bagi umat manusia.

I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 67
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Referensi

Adib, Muhammad. (2010). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologis, dan Logika ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Munawar, Said Agil Husin (2005). Aktualisasi Nilai-nilai Qur'ani dalam Sistem Pendidikan
Islam. Ciputat: Ciputat Press.

Arifin, Muzayyin. (2010). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Azra, Azyumardi. (2012). Pendidikan Islam (Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium III). Jakarta: kencana.

Barnadib, Imam. (1996). Filsafat Pendidikan - Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset. Bastian,

Aulia Reza. (2002). Reformasi Pendidikan: Langkah-langkah konsep Sistem dan


Pemberdayaan Pendidikan dalam Rangka Desentralisasi Sistem Pendidikan Indonesia.
Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama.

Brameld, Theodore. (1999). Filsafat Pendidikan dalam Perspektif Kebudayaan. Edisi ke-4. New
York: The Oryden Press.

Brennan. (1996). Makna Filsafat. Edisi ke-3. New York: Harper & Brother. Daradjat, Zakiah,

dkk. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Cetakan ke-3. Jakarta: Bumi Aksara.

Deeken, Alfons. (1995). Proses dan Keabadian dalam Etika. New York: Paulist Press.

Fadjar, Malik. (1998). Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI.

Gutek, Gerald L. (1974). Alternatif Filosofis dalam Pendidikan. USA: A Bell & Howell Company.

Hasbullah. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kattsoff Louis, O. (1996). Element of Philosophy. terjemahan Soemargono. Pengantar Filsafat.


Yogyakarta: Tiara Wacana.

Keraf, Sony. (2002). Etika Lingkungan. Jakarta: Kompas.

Latif, Saiful (2015). Konsep Pembaharuan Sistem Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra dan
Abdul Malik Fadjar. Tesis, Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Bandung.

Magnis-Suseno, Van. (2008). Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius.

Moekiyat. (1995). Asas-Asas Etika. Bandung: Mandar Maju.

Muhajir, Noeng. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III. Yogyakarta: Rake Sarasin:

Rake Sarasin. Mujib, Abdul, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

68 I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974
Landasan Pendidikan Islam: Sebuah Perspektif Filsafat Pendidikan Aksiologis

Mulyasa. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Nata, Abuddin. (2003). Manajemen Pendidikan. Bogor: Kencana.

Rukiyati dan Purwastuti, L. Andriani. (2015). Mengenal Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: FIP UNY.

Soeprapto, Sri. (2013). Landasan Aksiologis Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan. Cakrawala Pendidikan, 32 (2): 266-276.

Suharto, Toto. (2011). Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Supena, Ilyas. (2008). Desain Ilmu-ilmu KeIslaman: Dalam Pemikiran Hermeneutika Fazlur
Rahman. Semarang: Walisongo Press.

Undang-Undang Dasar 1945 RI, dan Amandemen Tahun 2002, Bab XIII. Surakarta: Sendang Ilmu.

Zainuddin, M. (2011). Paradigma Pendidikan Islam Holistik. Jurnal Studi KeIslaman, 15 (1): 73-
94.

I n t e r n a t i o n a l J o u r n a l o f Nu san ta ra I s la m, Vo l . 0 4 No . 02 - 20 16 ; ( 4 69
9 - 60 ) DOI: http://dx.doi.org/10.15575/ijni.v4i2.974

Anda mungkin juga menyukai