Elixir Paracetamol - C1 - FM21C
Elixir Paracetamol - C1 - FM21C
Disusun Oleh :
Amalia 21416248201077
Azzzahra Amelia 21416248201109
Bela Cindika Sagala 21416248201057
Monica Yashna Kusuma Adi S 21416248201055
Nabila Berliana 21416248201078
Samsi Ayu Wulandari 21416248201039
FM21C
KELOMPOK 1
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas karunia dan kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat serta inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan Laporan Sementara pada praktikum kali ini.
( Penulis )
i
DAFTAR ISI
ii
3.3.2 Ruang Pencampuran dan Pengisian ........................................ 14
3.3.3 Ruang Pengujian Produk ........................................................ 15
3.3.4 Ruang Pengemasan ................................................................ 16
BAB IV HASIL ..................................................................................... 17
4.1 Penimbangan Bahan .......................................................................... 17
4.2 Pengujian pH ..................................................................................... 18
4.3 Bobot Jenis ........................................................................................ 19
4.4 Viskositas .......................................................................................... 20
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... 21
5.1 Penimbangan ..................................................................................... 21
5.2 Pencampuran ..................................................................................... 21
5.3 Pengujian Produk .............................................................................. 21
5.4 Pengemasan....................................................................................... 22
BAB VI KESIMPULAN ....................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 24
LAMPIRAN .......................................................................................... 26
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Larutan oral, syrup dan eliksir dibuat dan digunakan karena memiliki efek
tertentu dari zat obat yang ada. Didalam seediaan ini zat obat umumnya
diharapkan memberikan efek sistemik. Kenyataan bahwa obat-obat ini
diberikan dalam bentuk larutan, biasanya berarti adsorpsinya dalam system
saluran cerna kedalam sirkulasi sitemik dapat diharapkan terjadi lebih cepat
dari pada dalam bentuk sediaan suspense atau padat dari zat obat yang sama.
Obat-obat cair memiliki masalah yang menarik dalam rancangan bentuk
sediaan. Banyak diantaranya merupakan zat – zat yang mudah menguap, oleh
karenanya harus disegel secara fisik dari atmosfer untuk menjamin
keberadaannya. Masalah lainnya adalah bahwa obat – obat tersebut
dimaksudkan untuk pemberian obat yang pada umumnya tidak dapat di
formulasikan menjadi bentuk tablet, tanpa mengalami modifikasi obat yang
besar.
Sediaan eliksir digunakan untuk keuntungan pengobatan dari zat obat yang
ada. Umumnya, eliksir – eliksir yang diperdagangkan mengandung zat obat
tunggal. Keuntungan utama dari hanya satu obat tunggal yang terkandung
adalah dosis yang dibutuhkan dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai
kebutuhan, sementara bila dua atau lebih zat obat ada didalam sediaan yang
sama, tidak mungkin meningkatkan atau menurunkan kadar suatu obat yang
diminum tanpa secara otomatis dan bersamaan mengatur dosis obat lain yang
ada.
Salah satu obat yang dibuat dalam bentuk sediaan elixir adalah
Paracetamol. Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit
fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Hal ini
disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid
sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid
sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna.
1
Eliksir dibuat dengan larutan sederhana melalui pengadukan dan atau
dengan pencampuran dua atau lebih bahan – bahan cair. Komponen yang larut
dalam alcohol dan dalam air umumnya dilarutkan secara terpisah dalam
alcohol dan air yang dimurnikan berturut – turut. Bila dua larutan selesai
dicampur, campuran dibuat sesuai dengan volume dengan pelarut atau
pembawa tertentu (Ansel, 2005).
Praktikum ini dilakukan untuk dapat mengetahui cara pembuatan eliksir
dengan baik dan benar. Oleh karena itu, praktikum ini penting dilakukan agar
kita dapat membuat sediaan eliksir yang sesuai dengan standar operasi yang
ada.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum ini yaitu bagaimana cara membuat
sediaan Eliksir Paracetamol 60mL.
1.3 Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah membuat sediaan Eliksir
Paracetamol 60mL
1.4 Tujuan Khusus
Tujuan khusus praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara pembuatan sediaan eliksir yang baik
2. Mengevaluasi kestabilan sediaan eliksir
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eliksir
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau
pemanis lainnya, zat warna, zat wewangi dan zat pengawet; digunakan sebagai
obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kelarutan obat. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol dan
propilenglikol; sebagai pengganti gula dapat digunakan sirop gula (Depkes RI,
1979).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan
untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk
efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup,
eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental karena mengandung kadar
gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam
menutupi rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol,
eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut
dalam air dan yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena
stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut
pembuatan eliksir lebih disukai dari sirup (Ansel, 1989).
2.1.1 Jenis-Jenis Eliksir
A. Medicated Elixir
Medicated Elixir yaitu mengandung bahan berkhasiat obat
pemilihan cairan pembawa bagi zat aktif obat dalam sediaan eliksir
harus mempertimbangkan kelarutan dan kestabilannya dalam air dan
alkohol. Contoh medicated elixir adalah Dexamethasone Elixir,
Acetaminophen Elixir, Diphenhydramin HCL Elixir, Reserpine
Elixir, Diguxin Elixir, dan sebagainya.
3
B. Non-Medicated Elixir
Non-Medicated Elixir yaitu sebagai zat tambahan, ditambahkan
pada sediaan dengan tujuan meningkatkan rasa, sebagai bahan
pelarut. Elixir bukan obat digunakan untuk : menghilangkan rasa
tidak enak dan untuk pengenceran eliksir untuk obat. Dalam
pengenceran eliksir untuk obat dengan elixir bukan obat, harus
diperhatikan bahwa kadar etanol sama, juga bau dan rasanya tidak
saling bertentangan dan semua zat yang terkandung dapat saling
tercampur baik secara fisika maupun kimia. Contoh : Compound
Benzaldehyde Elixir, Iso-alcoholic Elixir, dan Aromatic Elixir.
2.1.2 Komponen Eliksir
Eliksir memiliki beberapa komponen, diantaranya :
a. Zat Aktif
Yaitu zat utama/zat berkhasiat dalam sediaan eliksir.
b. Pelarut
Yaitu cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa
disebut zat pembawa. Pelarut utama digunakan etanol untuk
mempertinggi kelarutan.
c. Pemanis dan Pewarna
Yaitu ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada
eliksir. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol & propilenglikol
sebagai pengganti gula.
d. Zat Penstabil dalam
Yaitu untuk menjaga agar eliksir dalam keadaan stabil.
e. Pelarut
Penggunaan pelarut khusus kebanyakan eliksir sering
diperhitungkan terhadap pertimbangan stablitas, tetapi diperlukan
penambahan penstabilisasi, sebagai contoh Neomiksin Eliksir BPC
yang diatur pH 4-5 dengan asam sitrat untuk mengurangi timbulnya
warna hitam saat penyimpanan, ditambahkan juga Na-EDTA
sebagai pemisah terhadap logam yang mengkatalisa penguraian
4
antibiotik. Sebagai pengatur pH untuk sediaan oral biasa digunakan
NaOH, asam sitrat, dapar phosphat. Sedangkan sebagai antioksidan
biasa ditambahkan asam askorbat 0,01-0,1% dengan pH stabilitas
5,4 dan sodium metabisulfit 0,01-1%. (Excipient ed 4 hal 32 dan hal
571).
f. Pengawet
Yaitu untuk menjaga agar eliksir tahan lama dan tetap stabil
dalam penyimpananyang lama. Eliksir dengan kadar alkohol 10%-
12% dapat berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi pengawet yang
dapat digunakan Alkohol > 15% (batas max penggunaan alkohol
15%), Propilen glikol 15- 30%, Metil paraben 0,1-0,25%, Propil
paraben 0,1- 0,25%, dan As. Benzoat 0,1- 0,5% (RPS 2006 hal
748). Kriteria pengawet yang ideal yaitu efektif terhadap mikroba
dan berspektrum luas, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi
terhadap life time produk dan tidak toksik, cukup melarut,
tersatukan dengan komponen formulasinya, rasa dan bau dapat
diterima pada konsentrasi yang digunakan. Sebagai pengawet dapat
digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya metil p-
hidroksibenzoat dan propil p- hidroksibenzoat. Pemakaian
pengawet ini didasarkan atas rentang kerja pengawet tsb pada pH
4-8. Kombinasi keduanya sering digunakan, karena dapat
memperluas spektrum kerja menjadi anti jamurdan anti bakteri.
(Banker dan Anderson, 1986).
5
2.2 Zat Aktif
Untuk Formulasi Obat Eliksir Paracetamol 60 mL dapat dilihat pada table
2.1
No Bahan Khasiat
1 Parasetamol Analgetik antipiretik
2 Propilen Glikol Pelarut
3 Etano 96% Pelarut
4 Sorbitol Pemanis
5 Na-Benzoat Pengawet
6 Asam Sitrat Dapar
Tabel 2.1 Formulasi Eliksir Paracetamol
2.2.1 Paracetamol
Untuk Monografi dari Bahan Obat Zat aktif Paracetamol dapat dilihat
pada tabel 2.2 Dibawah ini.
No Nama Zat Eksipien : Propilen glikol
1 Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis dan tidak
berbau; menyerap air pada udara lembab (FI VI hal 1446)
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform;
larut dalam eter dan beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur
dengan minyak lemak (FI VI hal 1446).
3 Stabilitas: Pada suhu yang dingin, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup
Panas (APHA, 2009 hal 592).
Hidrolisis/ oksidasi Di tempat terbuka, cenderung beroksidasi, sehingga menghasilkan
produk-produk seperti propionaldehyde, asam laktat, asam pyruric, dan
asam aksis (APHA, 2009 hal 592).
Cahaya Harus disimpan dalam wadah tertutup, baik terlindung dari cahaya.
Disimpan di tempat sejuk dan kering (APHA, 2009 hal 592).
Table 2.2 Monografi Paracetamol
6
2.2.2 Propilen Glikol
Untuk Monografi dari Bahan Pelarut Propilen Glikol dapat dilihat pada
tabel 2.3 Dibawah ini.
No Nama Zat Eksipien : Propilen glikol
1 Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis
dan tidak berbau; menyerap air pada udara lembab (FI VI
hal 1446)
2 Kelarutan Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform; larut dalam eter dan beberapa minyak esensial;
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (FI VI hal
1446).
3 Stabilitas: Pada suhu yang dingin, propilen glikol stabil dalam wadah
Panas tertutup
(APHA, 2009 hal 592).
Hidrolisis/ oksidasi
Di tempat terbuka, cenderung beroksidasi, sehingga
menghasilkan produk-produk seperti propionaldehyde,
Cahaya asam laktat, asam pyruric, dan asam aksis (APHA, 2009
hal 592).
7
2.2.3 Etanol 96%
Untuk Monografi dari Bahan Pelarut Etanol 96% dapat dilihat pada tabel
2.4 Dibawah ini.
No Nama Zat Eksipien : Etanol 96%
1 Pemerian Cairan mudah menguap, jernih, tidak
berwarna; bau khas dan menyebabkan rasa
terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu 78 , mudah terbakar. (FI
VI hal 537).
Cahaya
2.2.4 Sorbitol
Untuk Monografi dari Bahan Pemanis Sorbitol dapat dilihat pada tabel
2.5 Dibawah ini.
8
3 Stabilitas: Sorbitol secara relatif inert dan kompatibel dengan sebagian
Panas besar excipient, cairan itu stabil di udara tanpa katalis dan
dalam kondisi yang dingin.
Hidrolisis/ oksidasi Sorbitol tidak menjadi gelap atau terurai pada temperatur
yang tinggi. Meskipun sorbitol tahan untuk berfermentasi
oleh banyak organisme mikro, zat pengawet harus
ditambahkan ke dalam zat sorbitol.
Hidrolisis/
oksidasi
9
2.2.6 Asam Sitrat
Untuk Monografi dari Bahan Dapar Asam Sitrat dapat dilihat pada tabel
2.7 Dibawah ini.
No Nama Zat Eksipien : Asam Sitrat
1 Pemerian Asam sitrat monohidrat terjadi sebagai kristal tidak
berwarna atau tembus cahaya, atau sebagai kristal
putih, bubuk berpendar. Tidak berbau dan memiliki
rasa asam yang kuat. Struktur kristalnya ortorombik
(APHA, 2009 hal 181).
2 Kelarutan Kelarutan Larut 1 dalam 1,5 bagian etanol (95%) dan
1 dalam kurang dari 15 dari 1 bagian air, sedikit larut
dalam eter (APHA, 2009 hal 181).
3 Stabilitas: Asam sitrat monohidrat kehilangan air kristalisasi di
Panas udara kering atau ketika dipanaskan sampai sekitar 40
°C. Ini sedikit deliquescent di udara lembab. Larutan
Hidrolisis/ encer asam sitrat dapat berfermentasi saat berdiri
oksidasi (APHA, 2009 hal 181.
Cahaya
Tabel 2.7 Monografi Asam Sitrat
10
2.3 Metode
2.3.1 Ruang Penimbangan
Menimbang zat adalah menimbang zat kimia yang dipergunakan
untuk membuat larutan atau akan direaksikan. Untuk menimbang zat
ini diperlukan tempat penimbangan yang dapat digunakan seperti gelas
kimia, kaca arloji, dan kertas timbang (Purba, 2007).
Pada metode ini, dilakukan penimbangan bahan-bahan yang akan
digunakan untuk membuat sediaan eliksir seperti paracetamol sebanyak
7,2 gram, propilen glikol sebanyak 60 mL, etanol 96% sebanyak 45 mL,
syrupus simpleks sebanyak 60 mL, sorbitol sebanyak 60 mL, Na-
Benzoat sebanyak 1,5 gram, asam sitrat sebanyak 3 gram, perasa dan
pewarna sebanyak 15 tetes, dan aquadest sebanyak 300 mL.
2.3.2 Ruang Pencampuran
Standar pelayanan kefarmasian dalam pengolahan perbekalan
farmasi berdasarkan kepmenkes No.1027/Menkes/SK/IX/2004,
menyebutkan bahwa pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan, yang bertujuan untuk :
1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
2. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
3. Meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga farmasi
Pada proses pembuatan eliksir parasetamol, dilakukan dengan
melarutkan parasetamol dengan propilen glikol dan etanol 96%.
Kemudian larutan disatukan dalam gelas ukur dan di tambahkan Na-
Benzoat, sorbitol solution, sirup simpleks, perasa anggur dan pewarna
anggur. Lakukan pencampuran dengan mixer, setelah tercampur rata
tambahkan aquadest sampai batas kalibrasi.
11
2.3.3 Ruang Pengujian
Dalam ruang pengujian, penentuan yang harus diuji adalah :
1. Uji organoleptis
2. Uji penetapan pH
3. Uji penetapan bobot jenis
4. Uji viskositas
5. Uji kejernihan
2.3.4 Ruang Pengemasan
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan
untuk wadah atau tempat dan dapat memberikan perlindungan sesuai
dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari
pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan atau getaran
(Mimi dan Elisa, 2006).
Dalam ruang pengemasan dilakukan proses menempelkan label
pada sediaan dan memasukan nya kedalam kotak kemasan bersama
brosur, dan melakukan dokumentasi produk jadi di dalam white box.
12
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan eliksir paracetamol
60mL ini terdiri dari; gelas kimia 500mL, gelas ukur, piknometer, mortar dan
stamper, timbangan analit, kertas perkamen, batang pengaduk, spatula, pipet
tetes, pH meter, corong, Viscometer Brookfield, dan botol coklat 60mL.
3.2 Bahan
Adapun bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah;
Paracetamol, propilenglikol 20%, etanol (90%), syr. Simpleks 20%, sorbitol
20%, Na-Benzoat 0,5%, asam sitrat 1%, pewarna ungu, perasa anggur, dan
aquadest.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Ruang Penimbangan
Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu timbang cawan
porselen menggunakan timbangan analitik. Kemudian timbang paracetamol
menggunakan cawan porselen sebanyak 7,2 gram. Kemudian propilen sebanyak
60 ml. Lalu etanol sebanyak 45 ml. Masukan syr simpleks sebanyak 60 ml.
Timbang Na benzoate sebanyak 1,5 gram. Timbang asam sitrat sebanyak 3
gram. Ambil perasa anggur menggunakan pipet tetes sebanyak 15 gtt.
Kemudian ambil kembali pewarna q.s sebanyak 15 gtt. Dan ukur aquadest
sebanyak 300 ml.
13
Gambar 3.1 Diagram Alir Penimbangan Bahan
Dimasukan kedalam botol Ditetesi pewarna dan perasa, Diukur sorbitol dan sirupus
sediaan ad tanda kalibrasi, lalu ditambahkan aquadest simpleks, dimasukan dalam
kemas. ad 300mL dan diaduk ad campuran dan diaduk ad homogen.
homogen
Gambar 3.2 Diagram Alir Pencampuran dan Pengisian.
14
3.3.3 Ruang Pengujian Produk
a. Uji organoleptis
Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas , ukuran
dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan
diameter serta bentuk bahan. Indra pembau, pembauan juga dapat
digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk,
misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah
mengalami kerusakan. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka
rasa manis, asin, asam, pahit, dan gurih. Serta sensasi lain seperti pedas,
astringent (sepat), dll.
b. Penetapan pH
Lakukan kalibrasi alat pH-meter dengan larutan penyangga sesuai instruksi
kerja alat setiap kali akan melakukan pengukuran. Keringkan dengan kertas
tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air suling. Bilas elektroda dengan
contoh uji. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap. Catat hasil pembacaan skala atau angka
pada tampilan dari pH meter
Celupkan elektroda ke
Kalibrasi alat pH
Bilas elekroda contoh uji. Catat hasil
meter dan keringkan
dengan air dan pembacaan angka
dengan tisu
contoh uji pada pH meter
15
c. Bobot jenis
Gunakan piknometer yang bersih dan kering. Timbang piknometer kosong
(W1), lalu isi dengan air suling, bagian luar piknometer dilap sampai kering
dan ditimbang (W2). Buang air suling tersebut, keringkan piknometer lalu isi
dengan cairan yang akan diukur bobot jenisnya pada suhu yang sama pada
saat pengukuran air suling, dan timbang (W3). Hitung bobot jenis cairan.
Kemudian
Masukkan sediaan viskositas diukur
kedalam beaker menggunakan
glass 100 mL viscometer
brookfield
16
BAB IV
HASIL
17
Penimbangan Hasil
Paracetamol 7,2 gram
Na-Benzoat 1,5 gram
Asam Sitrat 3 gram
4.2 Pengujian pH
Hasil yang didapatkan dalam pengujian pH yaitu pH awal didapatkan 3,87
dan pH akhir 3,90 dengan tujuan pH yang dicapai adalah 5,2 – 6,5.
Pengujian Hasil
1 38.7
2 39.0
18
4.3 Bobot jenis
Hasil yang didapatkan dalam penentuan bobot jenis yaitu penimbangan
piknometer kosong (W1) sebesar 22,42 gram, penimbangan piknometer dan
aquadest (W2) sebesar 48,84 gram, dan penimbangan piknometer dan larutan
sampel (W3) sebesar 50,27 gram.
Gambar 4.6 Piknometer Kosong (W1) Gambar 4.7 Piknometer dan Aquadest (W2)
Pengujian Hasil
1 22,42 gram
2 48,84 gram
3 50,27 gram
19
4.4 Viskositas
Hasil yang didapatkan dalam penentuan viskositas yaitu dengan mengukur
kekentalan larutan sampel sebesar 10,2 mPas atau 10,2 cP.
20
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Penimbangan
Penimbangan merupakan proses penting dalam pembuatan Eliksir karena
akan menentukan kadar kuantitatif zat aktif, komponen yang pas buat bahan
eksipien supaya didapat sediaan yang bagus dan stabil. Sebelum proses
penimbangan dilakukan pemeriksaaan kebersihan ruang penimbangan yaitu
timbangan, peralatan penimbangan, wadah untuk menimbang, dan wadah bahan
baku yang akan ditimbang. Operator penimbangan akan memastikan bahwa ruang
penimbangan bebas dari material lain. Zat yang di timbang Paracetamol 7,2 g,
Natrium benzoate 1,5 g, dan asam sitrat 3 g. Setelah penimbangan selesai,
selanjutnya bahan baku obat di berikan ke ruangan mixing melalui passbox untuk
di lakukan pencampuran satu bahan baku dengan bahan baku yang lain
5.2 Pencampuran
Formula dari eliksir parasetamol adalah parasetamol sebagai zat aktif,
propilenglikol sebagai pembasah, etanol sebagai pelarut, aquades sebagai pelarut,
syirups simpleks sebagai pemanis, sorbitol sebagai pemanis, na benzoat sebagai
pengawet, asam sitrat sebagai dapar, anggur sebagai perasa, dan berliant violet
sebagai pewarna.
Pada saat proses pencampuran, Paracetamol dibagi menjadi dua bagian, dan
bagian pertama dilarutkan dengan Etanol 96%, dan bagian kedua dilarutkan dengan
Propilen glikol, hal ini dilakukan untuk mempermudah melarutkan paracetamol.
Setiap gelas kimia yang sudah digunakan, dibilas dengan aquadest sebanyak 3 kali
untuk memastikan tidak ada zat yang tertinggal.
5.3 Pengujian Produk
Uji pertama yaitu, uji organoleptis. Uji organoleptis dilakukan dengan
menggunakan panca indra. Hasil evaluasi uji organoleptis menunjukan warna yang
ungu, rasa sediaan manis, sedikit pahit, bau sediaan alcohol yang sedikit
menyengat, dan tidak terlalu jernih. Bau alcohol yang menyengat kemungkinan
besar disebabkan karena konsentrasinya yang tinggi, maka dari itu konsentrasi
21
etanol harus diturunkan menjadi konsentrasi yang direkomendasikan yaitu 0,5-10%
(RPS ed 21, hal. 746).
Uji kedua yaitu uji pH sediaan eliksir. Uji pH dilakukan dengan
menggunakan alat uji pH meter. Hasil uji pH menunjukan hasil yang didapatkan
dalam pengujian pH yaitu, pH awal didapatkan 3,87 dan pH akhir 3,90 dengan
tujuan pH yang dicapai adalah 5,2 – 6,5, namun menurut Farmakope Indonesia edisi
V, pH eliksir memiliki rentang 3,8 – 6,1, maka dari itu walaupun hasil pH yang
didapat mngalami penurunan, namun masih memasuki rentang pH dari sediaan
elixir.
Uji yang ke-3 yaitu dilakukan uji Berat Jenis. Uji Berat Jenis dilakukan
dengan menggunakan alat uji piknometer. Hasil yang didapatkan dalam penentuan
bobot jenis adalah 1,05 g
Uji yang ke-4 yaitu dilakukan Uji viskometer. Uji viskometer dilakukan
dengan menggunakan alat viskometer ostwald. Dipilih alat viskometer ostwold
karena viskositas ostwold digunakan untuk mengukur sampel yang encer atau
kurang kental dan dalam sediaan yang dibuat merupakan sediaan yang encer atau
kurang kental serta termasuk dalam hukum newtonian. diperoleh hasil viskositas
sebesar 10,2 mPas. Viskositas yang diperoleh tidak sesuai kemungkinan disebabkan
karena beberapa faktor yaitu tekanan karena viskositas cairan naik, dengan naiknya
tekanan, kehadiran zat lain misalnya penambahan gula yang dapat meningkatkan
viskositas air, ukuran dan berat molekul juga akan mempengaruhi viskositas naik
dengan naiknya berat molekul, kekuatan antar molekul viskositas juga akan
mempengaruhi naiknya viskositas karena dengan adanya ikatan hidrogen (Bird,
1987).
5.4 Pengemasan
Pengemasan Sediaan yang sudah melalui tahap filling di berikan ke ruang
pengemasan untuk di kemas melalui pass box, sediaan tersebut lalu di kemas di beri
etiket label dan brosur. Setelah proses pengemasan, sediaan di dokumentasikan
sebagai produk jadi.
22
BAB VI
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Abate, M. and Abel, S. K., 2006, Remington: The Science and Practice of Pharmacy
21st Edition, Lippincott Williams and Wilkins, 772, University of The
Sciences, Philadelphia,
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe
R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press
and American Pharmacists Assosiation.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Edisi IV, 605-619, Jakarta, UI Press.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, Jakarta, UI Press.
Aztriana, Mirawati, Zulkarnain I., Purnamasari M. V., Dewi S. 2022, The Suitable
of the Precription of Non-Sterile Concoctions for Children at Ibnu Sina
Hospital, Makassar : Compatibility and Stability Study. Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari. Vol.13, No.1, 49-71.
Banker, S.G., and Anderson, R.N., 1986, Tablet In Lachman, L. Lieberman, The
Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3 rd ed., Lea and Febiger,
Philadelphia.
Bird, T. (1987). Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta: PT. Gramedia
Departemen Kesehatan RI, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2020, Farmakope Indonesia Edisi VI, Jakarta.
Depkes RI, 2004, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor.1027/Menkes/SK/IX/2004.
Nurmimah, M., Julianti E., 2006, Buku Ajar Teknologi Pengemasan, Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Rochjana A, Jufri M, Andrajati R, Sartika R. Masalah farmasetik dan interaksi obat
pada resep racikan pasien pediatri: studi retrospektif pada salah satu rumah
sakit di kabupaten Bogor. J Farm Klin Indones. 2019;8(1):42–3.
24
Sarfaraz K. Niazi, 2004, Handbook of Pharmaceutical Manufactoring
Formulations Liquid Products Volume 3, London, CRC Press.
Sweetman SC. Martindale. 36th Ed. London: Pharmaceutical Press; 2009
WHO, 1990, IARC Monographs On The Evaluation Of Carcinogenic Risk To
Humans, Vol. 50 Pharmaceutical Drugs.
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid
dan Obat Piral, dalam Ganiswara, S.G., Setiabudy, R., Suyatna, F, D.,
Purwantyastuti, Nafrialdi, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 207- 220.
25
LAMPIRAN
26
LAMPIRAN I
PRAFORMULASI
27
28
LAMPIRAN II
Catatan Pengolahan Batch
29
30
LAMPIRAN III
Kemasan Produk
31
LAMPIRAN IV
Perhitungan Bahan per-Batch
1. Paracetamol 120mg/5mL
120mg/5mL x 300mL = 7,2g
2. Propilen Glikol 20%
20/100 x 300mL = 60 mL
3. Etanol 96% 15%
15/100 x 300 mL = 45 mL
4. Syrupus simplex 20%
20/100 x 300mL = 60 mL
5. Sorbitol 20%
20/100 x 300 mL = 60 mL
6. Natrium Benzoat 0,5%
0,5/100 x 300 mL = 1,5 g
7. Asam Sitrat 1%
1/100 x 300 mL = 3 g
32
LAMPIRAN V
Perhitungan Konstanta Dielektrik
15 20
( 𝑥 25,7)+( 𝑥 33)
100 100
100
(3,855+6,6)
=
100
= 0,10455%
33
LAMPIRAN VI
Perhitungan Bobot Jenis
W1 = 22,42 g
W2 = 48,84 g
W3 = 50,27 g
𝑤3−𝑤1 50,27−22,42 27,85
d= = = = 1,05 g
𝑤2−𝑤1 48,84 − 22,42 26,42
34