Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn.

Z PASIEN GAGAL
GINJAL KRONIK DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOSARI

Pembimbing pendidikan: Ayunda Sekar Arum., S.Tr.Kep., Ns

Pembimbing Rumah Sakit: Pinta Heksa Rivanda, Amd.Kep

Disusun Oleh :

AULIA NUR FAHMA

(P07120121051)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

2023
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn.Z PASIEN GAGAL


GINJAL KRONIK DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG WIJAYA
KUSUMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOSARI

INI MERUPAKAN TUGAS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH

PADA PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

OLEH :

AULIA NUR FAHMA (P07120121051)

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL 26 JULI 2023

PEMBIMBING PENDIDIKAN PEMBIMBING LAPANGAN

Ayunda Sekar Arum., S.Tr.Kep., Ns Pinta Heksa Rivanda, Amd.Kep


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan asuhan keperawatan, penulis mendapatkan banyak tambahan
pengetahuan dan kontribusi berharga dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Iswanto, S.Pd., M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2. Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
3. Abdul Majid, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Prodi D III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
4. Ayunda Sekar Arum., S.Tr.Kep., Ns selaku Pembimbing Pendidikan yang telah
memberikan bimbingan demi terselesainya laporan ini.
5. Pinta Heksa Rivanda, Amd.Kep selaku Pembimbing Rumah Sakit yang selalu
mendampingi selama melaksanakan Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah di
Ruang Wijaya Kusuma.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui " Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Kebutuhan
Oksigenasi Di Ruang Wijaya Kusuma Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari “

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini, masih terdapat


kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan dari pembaca agar bisa menjadi lebih baik dimasa
depan.

Yogyakarta, 26 Juli 2023

Aulia Nur Fahma


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ginjal merupakan organ tubuh yang berperan penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh dan kelangsungan hidup dan fungsi sel secara
normal bergantung pada pemeliharaan konsentrasi garam, asam dan elektrolit lain
dilingkungan cairan internal. Apabila kerusakan ginjal terjadi secara menahun dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis (Rahayu, 2019). Gagal ginjal kronik
adalah kondisi dimana fungsi ginjal mengalami kegagalan dalam mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit yang muncul akibat destruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit didalam
darah (Arif & Kumala, 2014).
Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal ginjal kronik
adalah sesak nafas, nafas tampak cepat dan dalam disebut pernafasan 4 kussmaul. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya penumpukan cairan di dalam jaringan paru atau
dalam rongga dada, ginjal yang terganggu mengakibatkan kadar albumin menurun.
Selain disebabkan karena pH darah menurun akibat perubahan elektrolit serta
hilangnya bikarbonat dalam darah. Selain itu rasa mual, cepat lelah serta mulut yang
kering, juga sering dialami oleh penderita gagal ginjal kronik. Hal tersebut disebabkan
oleh penurunan kadar natrium dalam darah, karena ginjal tidak dapat mengendalikan
ekskresi natrium, hal tersebut dapat pula mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
Sesak nafas pada penderita gagal ginjal kronik jika tidak segera ditangani dapat
menyebabkan berbagai masalah yaitu asidosis metabolik, pernafasan kussmaul
dengan pola nafas cepat, kegagalan nafas, efusi pluera, letargi, kesadaran menurun,
odema sel otak meningkat, disfungsi serebral, dan neuropati perifer (Arif & Kumala,
2014).
Prevalensi penyakit ginjal kronis menurut WHO (2018) menjelaskan bahwa
gagal ginjal kronik adalah masalah kesehatan terdapat 1/10 penduduk dunia
diidentikkan dengan penyakit ginjal kronis dan diperkirakan 5 sampai 10 juta
kematian pasien setiap tahun, dan diperkirakan 1,7 juta kematian setiap tahun karena
kerusakan ginjal akut (Zulfan et al., 2021). Menurut data nasional berkisar 713.783
jiwa dan 2.850 yang melakukan pengobatan hemodialisa. Jumlah penyakit gagal
ginjal kronik di Jawa Barat mencapai 131.846 jiwa dan menjadi provinsi tertinggi di
Indonesia, jawa tengah menduduki urutan kedua dengan angka mencapai 113.045
jiwa, sedangkan jumlah pasien gagal ginjal kronik di Sumatera Utara adalah 45.792
jiwa. Dalam uraian tersebut jumlah pada laki-laki adalah 355.726 jiwa, sedangkan
pada perempuan adalah 358.057 jiwa (Kemenkes, 2019).
Menurut PENEFRI (2018) sejak tahun 2007 sampai 2018 jumlah pasien baru
yang menjalani hemodialisa di Indonesia dengan total 66.433 jiwa, serta 132.142 jiwa
pasien aktif dalam terapi hemodialisa di Indonesia. Pada tahun 2018 pasien baru yang
menjalani hemodialisa meningkat menjadi 35.602 jiwa dan setiap tahunnya selalu
meningkat. 42% kematian pada tahun 2018, dengan komplikasi kardiovaskular
tertinggi (Aminah, 2020). Umumnya, gagal ginjal kronis diobati dengan menerima
hemodialisis atau transplantasi.
Hemodialisis adalah pengganti ginjal dengan tujuan mengeluarkan racun, dan
zat sisa metabolisme dalam tubuh disaat ginjal tidak dapat lagi berfungsi dengan
normal. Dilakukan selama 2 sampai 3 kali dalam seminggu, tindakan hemodialisa
dilakukan selama 4 sampai 5 jam (Efendi Zulfan et al., 2020). Gagal ginjal kronik
dapat berkembang menjadi penyakit ginjal stadium akhir, di mana ginjal berhenti
bekerja dan dapat mengancam jiwa. Hampir semua pasien penyakit ginjal kronik
memerlukan hemodialisis, meskipun pasien menerima hemodialisis secara teratur,
hemodialisis tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi ginjal. Ada banyak
masalah yang dihadapi pasien akibat gagal ginjal seperti anemia, tekanan darah tinggi
dan penurunan gairah seks (Rahayu et al., 2018).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata dalam “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada
Tn.Z Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Wijaya
Kusuma Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari “

2. Tujuan Khusus
Penulis mendapat pengalaman nyata dalam:
a) Melaksanakan asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn.Z pasien gagal
ginjal kronik dengan kebutuhan oksigenasi di Ruang Wijaya Kusuma RSUD
Wonosari dengan menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi.
b) Melaksanakan proses asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn.Z pasien
gagal ginjal kronik dengan kebutuhan oksigenasi di Ruang Wijaya Kusuma
RSUD Wonosari
c) Menemukan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn.Z pasien gagal ginjal
kronik dengan kebutuhan oksigenasi di Ruang Wijaya Kusuma RSUD
Wonosari
C. METODE
Metode yang dilakukan untuk menyusun laporan ini adalah wawancara, Studi dokumen
dan Observasi serta asuhan keperawatan medikal bedah pada Tn.Z pasien gagal ginjal
kronik dengan kebutuhan oksigenasi di Ruang Wijaya Kusuma RSUD Wonosari

D. MANFAAT
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu pengetahuan
dan ilmu kesehatan serta teori-teori kesehatan khususnya 6 dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit.
2. Praktis
a. Bagi Instituti Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pasien
gagal ginjal kronik
b. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman baru tentang asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik selama penelitian
c. Bagi Pasien dan Keluarga
Menambah pengetahuan tentang merawat pasien gagal ginjal kronik secara
mandiri.
d. Bagi Pembaca
Penulisan ini diharapkan menjadi bahan pengembangan ilmu, menambah
wawasan bagi pembacanya, dan penambah referensi bagi penulis selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep teori Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan istilah yang digunakan oleh
tenaga kesehatan untuk menggambarkan terjadinya kerusakan pada organ ginjal
yang telah berlangsung ≥ 3 bulan dan bersifat progesif. Kerusakan yang terjadi bisa
berupa gangguan bentuk dari ginjal ataupun gangguan fungsi ginjal yang ditandai
dengan penurunan laju penyaringan ginjal dengan nilai < 60 ml/menit yang
memberikan implikasi kepada kesehatan (Rasyid, 2017)
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme,
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum (Erma Kasumayanti, 2020)

B. Patofisiologi
Patofisiologis gagal ginjal kronik melibatkan kerusakan dan
menurunnya nefron dengan kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Ketika laju
filtrasi glomerulus menurun dan bersihan menurun, nitrogen urea serum meningkat
dan kreatinin meningkat. Sisa nefron yang masih berfungsi mengalami hipertrofi
ketika menyaring zat terlarut yang besar. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan
untuk mengonsentrasi urin secara adekuat. Untuk melanjutkan ekskresi zat terlarut,
maka volume urin yang keluar akan meningkat sehingga pasien rentan mengalami
kehilangan cairan. Selain itu, tubulus kehilangan kemampuan untuk mereabsorpsi
elektrolit secara bertahap. Terkadang hasilnya adalah pembuangan garam yang
menyebabkan urine mengandung banyak natrium dan memicu terjadinya poliuria
berat.
Pada saat kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah nefron yang masih
berfungsi mengalami penurunan maka laju glomerulus total akan menurun lebih jauh
dan menyebabkan tubuh tidak mampu mengeluarkan kelebihan air, garam, dan
produk limbah lainnya melalui ginjal. Pada saat laju filtrasi glomerulus kurang dari
10-20ml/min, maka tubuh mengalami keracunan ureum. Apabila penyakit gagal
ginjal kronik tidak diatasi dengan dialisis atau transplantasi ginjal, maka terjadi
stadium akhir yang menyebabkan uremia dan kematian (Yasmara, 2016)

- Pathway

C. Etiologi
Menurut (Rendi & TH, 2019) penyebab gagal ginjal kronik adalah
a.Infeksi saluran kemih/pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan glumerulonefritis
c.Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE poliarterites nodusa skelrosi sistemik)
e.Penyakit kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolik (Diabetes Melitus, Gocit, Hiperparatiroirisme)
g. Netropati toksik h. Nefropati Obstruksi (Batu saluran kemih)
Selain itu, menurut (Arif & Kumala, 2014) Adapun kondisi klinis yang mungkin
dapat menyebabkan gagal ginjal kronik adalah dari organ ginjal itu sendiri dan luar
organ ginjal. Berikut penyebab gagal ginjal kronik :
a. Gagal ginjal kronik dari penyakit ginjal
1. Infeksi kuman
2. Kista dalam ginjal
3. Glomerulonefritis yaitu peradangan pada glomerulus
4. Batu ginjal
5. Keganasan pada organ ginjal
b. Gagal ginjal kronik dari luar ginjal
2) Diabetes melitus
3) Hipertensi
4) Tinggi kolestrol
5) Infeksi di badan antara lain : TBC Paru, Sifilis, Hepatitis, Malaria
6) Preeklamsi
7) SLE
8) Dyslipidemia
9) Tubuh banyak kehilangan cairan yang mendadak contohnya luka bakar
D. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Menurut (IUs. Cut Husna, 2010) terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronik yaitu
a. Stadium 1 (Glomerulo filtrasi rate / GFR normal (>90ml/min)
Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada satidum
1 apabila kadar ureum atau kreatinin berada di atas normal, didapati darah atau
protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui pemeriksaan
MRI, CT Scan, ultrasound atau contrast xray, dan salah satu keluarga
menderita penyakit ginjal polikistik. Cek serum kreatinin dan protein dalam
urin secara berkala dapat menunjukan sampai berapa jauh kerusakan ginjal
penderita.
b. Stadium 2 (Penurunan GFR Ringan atau 60 s/d 89 ml/min)
Seseorang perlu waspada akan kondisi ginjalnya berada pada stadium
2 apabila kadarureum atau kreatinin berada di atas normal, 10 didapati darah
atau protein dalam urin, adanya bukti visual kerusakan ginjal melalui
pemeriksaan MRI, CT Scan, ultrasound atau contrast xray, dan salah satu
keluarga menderita penyakit ginjal polikistik.
c. Stadium 3 (Penurunan GFR moderat atau 30 s/d 59 ml/min)
Seseorang yang menderita gagal ginjal kronik stadium 3 mengalami
penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan
pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah
yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti hipertensi,
anemia, atau keluhan pada tulang. Penderita stadium ini biasanya akan diminta
untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang
ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap
rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu, penderita juga
harus membatasi asupan kalium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi.
Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas
normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan
sodium untuk penderita hipertensi.
d. Stadium 4 (Penurunan GFR Parah atau 15-29 ml/min)
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15-30% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi ginjal. Kondisi dimana terjadi penumpukan 11 racun dalam darah
atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu, besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti hipertensi, anemia, penyakit tulang, masalah pada
jantung dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Rekomendasi untuk memulai
terapi pengganti ginjal adalah apabila fungsi ginjal hanya tinggal 15% ke
bawah.
e. Stadium 5 (Penyakit ginjal stadium akhir/terminal atau 15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk
bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal
(dialisis) atau transplantasi ginjal agar penderita dapat bertahan hidup.
E. Komplikasi Gagal ginjal Kronik
Menurut (Kowalak, 2012) komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronik
yaitu
a. Anemia
b. Neuropati perifer
c. Komplikasi kardiopulmoner
d. Komplikasi GI
e. Disfungsi seksual
f. Defek skeletal
g. Parestesia
h. Disfungsi saraf motorik seperti foot drop dan paralisis flasid
i. Fraktur patologis
F. Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik
Menurut (Rendi & TH, 2019) penatalaksanaan pada pasien gagal ginjal kronis adalah
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan.

b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.


Diet rendah protein (20 - 40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan uremia, menyebabkan penurunan
ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam.

c. Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit gagal ginjal, keseimbangan garam dan cairan
diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop, selain
obat antihipertensi.

d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.


Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari),
diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya
penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekeurangan
garam 20 yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis.
Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.

e. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal.


Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mnegikat fosfat seperti aluminium
hidroksida (300-800 mg) atau kalsium karbonat (500- 3.000mg) pada setiap makan

f. Deteksi dini dan terapi infeksi.


Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisinya karena metabolitnya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal.

h. Deteksi dini dan terapi komplikasi.


Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.

i. Persiapkan dialisis dan program transplantasi ginjal.


Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi, indikasi dilakukan dialisis
biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan
terapi konservatif atau terjadi komplikasi
G. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian
keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai
dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 )
a. Identitas Pasien Nama, jenis kelamin, umur, TTL, pendidikan, alamat, tanggal
masuk RS, agama, diagnosa medis, nomor RM.
b. Identitas Penanggung Jawab Nama, umur, alamat, hubungan dengan pasien,
agama.
c. Keluhan Utama Pasien gagal ginjal kronik mengeluhkan sesak nafas,
pernapasan terasa berat, dan adanya kesulitan untuk bernafas.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan riwayat gagal ginjal kronik datang mencari pertolongan dengan
keluhan sesak nafas.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit pasien yang diderita pada masa-masa dahulu meliputi
penyakit yang berhubungan dengan sistem pernafasan seperti infeksi saluran
pernafasan atas, sakit tenggorokan, sinusitus, amandel, dan polip hidung.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat mengidentifikasi apakah anggota keluarga memiliki keturunan
riwayat penyakit pernafasan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien terhadap situasi yang berkaitan degan kesehatan
(Tim Okja SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien gagal ginjal kronik dengan kebutuhan oksigenasi adalah :
a) Gangguan pertukasran gas b.d ketidaksseimbangan ventilasi perfusi
(D.0003)
b) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
pertukasran gas b.d tindakan - Monitor frekuensi, irama,
ketidaksseimbangan keperawatan selama kedalaman, dan upaya nafas
ventilasi perfusi 3x8 jam diharapkan - Monitor pola nafas (seperti
(D.0003) masalah pertukaran bradipnea, takipnea,
gas tidak efektif hiperventilasi, kussmaul,
dapat teratasi dengan cheyne-stokes, biot, ataksik)
kriteria hasil : - Monitor kemampuan batuk
a. Tingkat efektif
kesadaran - Monitor adanya produksi
meningkat sputum
b. Dispnea - Monitor adanya sumbatan
menurun jalan nafas
- Palpasi kesimetrisan
c. Pola nafas ekspansi paru
membaik - Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorax
Teraupetik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif b.d hambatan tindakan - Monitor frekuensi, irama,
upaya napas keperawatan selama kedalaman, dan upaya nafas
(D.0005) 3x8 jam diharapkan - Monitor pola nafas (seperti
masalah pola nafas bradipnea, takipnea,
dapat teratasi dengan hiperventilasi, kussmaul,
kriteria hasil : cheyne-stokes, biot, ataksik)
a. Sianosis - Monitor kemampuan batuk
menurun efektif
b. Frekuensi - Monitor adanya produksi
nafas sputum
menurun - Monitor adanya sumbatan
c. Pola nafas jalan nafas
membaik - Palpasi kesimetrisan
d. Gelisah ekspansi paru
menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray thorax
Teraupetik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur
- pemantauan
Informasikan hasil pemantauan

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau bisa disebut implementasi keperawatan merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi atau tindakan keperawatan
secara langsung dan tidak langsung terhadap klien (Potter & Perry 2016).
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang disusun pada tahap
perencanaan atau setelah penyusunan diagnosis keperawatan dengan tujuan
memenuhi kebutuhan klien untuk meningkatkan status kesehatan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan proses keperawatan yang digunakan perawat
untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil dalam
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry 2016). Evaluasi keperawatan
dilakukan setelah tindakan keperawatan dilakukan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal : Selasa, 25 Juli 2023

Jam : 11.00 WIB

Tempat : Ruang Wijaya Kusuma RSUD Wonosari

Oleh : Aulia Nur Fahma

Sumber data : Keluarga Pasien

Metode : Wawancara dan Observasi

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn.Z
2) Tempat Tgl Lahir : Gunung Kidul, 21 Agustus 1975
3) Umur : 48 Th
4) Jenis Kelamin : Laki- Laki
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : S1 Teknik Industri
7) Pekerjaan : Pegawai Negeri
8) Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
9) Alamat : Sayangan, Gunung Kidul Yogyakarta
10) Diagnosa Medis : CKD dan DM
11) No. RM : RM0xxxx
12) Tanggal Masuk RS : Selasa, 25 Juli 2023

b. Penanggung Jawab / Keluarga


1. Nama : Ny.H
2. Umur : 41 Th
3. Pendidikan : S1 Pendidikan Agama
4. Pekerjaan : Guru Agama
5. Alamat : Sayangan, Gunung Kidul Yogyakarta
6. Hubungan dengan pasien : Istri
7. Status perkawinan : Menikah

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1. Keluhan Utama saat Pengkajian
Keluarga pasien mengatakan, sesak nafas,menggigil, lemas serta pusing.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


a) Alasan masuk RS :
Keluarga pasien mengatakan, sesak nafas,menggigil, lemas serta pusing.
b) Riwayat Kesehatan Pasien ;
Pasien diantar oleh keluarga ke IGD Rumah sakit Umum daerah Wonosari pada
Selasa, 25 Juli 2023 dengan keluhan sesak nafas, menggigil lemas serta pusing.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


- Keluarga asien mengatakan pasien memiliki riwayat Diabetes melitus Tipe II
- Keluarga pasien mengataakan ,Pasien harus mencuci darahnya 2 minggu sekali

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Genogram

Keterangan :
Laki-laki Tinggal serumah Pasien

Perempuan
Meninggal
Pisah
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu pasien memliki riwayat penyakit Diabetes melitus

3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)


1. Nutrisi- metabolik
a) Sebelum sakit

Keluarga pasien megatakan pasien makan tiga kali sehari, nasi dibatasi hanya satu
centong. Makanan yang dikonsumsi pasien nasi, sayur, lauk. Kemudian pasien
minum kurang lebih 3 – 4 gelas perhari.
b) Selama sakit

Keluarga pasien megatakan selama di rumah sakit pasien tidak mau makan sayur
dan lauk hanya mau makan bubur saja.

2. Eliminasi
a) Sebelum sakit

Pasien BAB 1 – 2 hari sekali, untuk BAK lancar 5 – 6 hari sekali.


b) Selama sakit

Selama di rumah sakit pasien belum BAB hanya BAK tetapi tidak sebanyak dulu.
3. Aktivitas /latihan
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
Pasien bekerja sebagai perangkat desa . Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
meliputi mandi, makan, minum, BAB, BAK pasien dapat melakukan sendiri.

b) Keadaan pernafasan
Pada saat ini pasien sesak nafas dan terpasang NRM 15Lpm. SpO2 : 98%

c) Keadaan Kardiovaskuler
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung

d) Skala Ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing 
Toileting 
Eating 
Moving 
Ambulasi 
Walking 
Keterangan :

0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun

1 = dibantu dengan alat

2 = dibantu orang lain

3 = Dibantu alat dan orang lain

4 = Tergantung total

4. Istirahat – tidur
1. Sebelum sakit

Pasien tidur kurang lebih selama 7 – 8 jam perhari.


2. Selama sakit

Selama di rumah sakit pasien hanya tertidur


5. Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Selama memiliki penyakit diabetes melitus dan gagal ginjal tipe II pasien rutin minum
obat dan cuci darah sesuai jadwal.

6. Pola Toleransi terhadap stress-koping


Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dillakukan oleh pihak keluarga
terutama istri.

7. Pola hubungan peran


Pasien sudah menikah dan tinggal bersama istri serta anak-anaknya.

8. Kognitif dan persepsi


- Pasien dalam keadaan compos mentis
- Pasien dapat berbicara belum lancar
- Pasien paham mengenai penyakit yang diderita yaitu gagal ginjal dan Diabetes
Melitus
- Pasien menurut yang disarankan oleh dokter, perawat, keluarga
9. Persepsi diri-Konsep diri
1. Gambaran Diri
Pasien menggambarkan dirinya terbuka, mengerti aturan dan tata tertib di
masyarakat.
2. Harga Diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan terhadap
hidupnya
3. Peran Diri
Pasien mengakui dirinya sebagai seorang kepala keluarga di dalam
keluarganya sehingga ingin sembuh dan berkumpul dengan keluarganya
serta beraktifitas seperti biasanya.
4. Ideal Diri
Pasien menurut dengan keluarga, serta tim medis agar bisa segera sembuh.
5. Identitas Diri
Pasien mengenali siapa dirinya yaitu sebagai kepala keluarga dan seorang
ayah

10. Reproduksi dan kesehatan


Pasien sudah menikah.

11. Keyakinan dan Nilai


Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat, serta memahami hal-hal yang
baik dan benar.

b. Discharge Planning/Perencanaan Pulang

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1. Kesadaran : compos mentis
2. Status Gizi :TB = 159 cm
BB = 60 Kg

IMT = 37,7

(Gizi baik/Kurang/Lebih)

3. Tanda Vital : TD = 180/108 mmHg Nadi = 95 x/mnt


Suhu = 37°C RR = x/mnt

4. Skala Nyeri Numerik Pain Rating Scale ( NRS ) Usia > 8 tahun

Ket : beri tanda O

b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)


1. Kulit
Sawo matang, tidak ada luka

2. Kepala
Rambut Rambut pendek, hitam, dan rapi
Mata Dilatasi pupil normal, reflek pupil baik
Hidung Normal dan simetris tidak terdapat lesi,
terpasang NRM 15 Lpm
Telinga Kedua telinga dalam keadaan baik tidak
terdapat lesi
Mulut Bibir terlihat kering

3. Leher
Normal tidak ada benjolan

4. Tengkuk
Pada tengkuk tidak ada benjolan yang abnormal

5. Dada
a) Inspeksi
Simetris, warna kulit normal, ekspansi dada simetris, tidak ada lesi.

b) Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan.

c) Perkusi
Suara sonor

d) Auskultasi
Terdengar suara ronchi

6. Payudara
-

7. Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak terdapat luka, warna kulit normal.

8. Abdomen
a) Inspeksi
Warna kulit normal, tidak terdapat bekas luka

b) Auskultasi
-

c) Perkusi
Terdengar hasil ketukan timpani di semua kuadran abdomen

d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.

9. Anus dan Rectum


Pasien mengatakan normal, tidak ada lesi, tidak benjolan yang abnormal

10. Genetalia
Pasien mengatakan pada area genetalia normal tidak ada luka dan keluhan

11. Ekstremitas
a) Atas
Tidak ada kelainan, tangan kanan terpasang infus

b) Bawah
Seluruh anggota ekstremitas bawah normal, tidak ada keluhan

Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual flebitis pada luka tusukan infus :

Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan

Tempat suntikan tampak 0 Tidak ada tanda flebitis


sehat
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut jelas: 1 Mungkin tanda dini
flebitis
 Nyeri tempat suntikan
 Eritema tempat suntikan - Observasi kanula
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis

 Nyeri sepanjang kanula - Ganti tempat kanula


 Eritema
 Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat flebitis

 Nyeri sepanjang kanula  Ganti kanula


 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau awal
tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula
 Eritema  Ganti kanula
 Indurasi  Pikirkan terapi
 Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut
tromboflebitis
 Nyeri sepanjang kanula
 Eritema  Ganti kanula
 Indurasi  Lakukan terapi
 Venous cord teraba
 Demam

*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul

Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)

Parameter Kriteria Nilai Tanggal/waktu


25/07 25/07 25/07
2023 2023 2023
Dibawah 3 tahun 4
Usia 3-7 tahun 3
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 

Laki-laki 2 
Jenis
kelamin Perempuan 1
Kelainan neurologis 4
Perubahan 3 
Diagnosis dalam
oksigenasi
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1
Tidak menyadari 3
keterbatasan dirinya
Ganggua Lupa adanya 2
n kognitif kterbatasan
Orientasi baik terhadap 1
diri sendiri
Riwayat jatuh dari 4
tempat tidur
Pasien gunakan alat 3
Faktor
bantu
lingkunga
Pasien berada 2
n
ditempat tidur
Diluar ruang perawat 1
Respon Dalam 24 jam 3
terhada Dalam 48 jam 2
p >48 jam 1
operasi/
obat
penena
ng/efek
anestesi
Bermacam- macam 3
obat digunakan:
obat sedatif fenozin,
Pengguna antidepresan,
an obat laksansia/ deuretika,
narkotik.
Salah satu dari 2
pengobatan diatas
Pengobatan lain 1
Total Skor
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri T
tanda v) gl
1. Pastikan bel/phpne mudah
terjangkau atau pastikan ada
kelaurga yang menunggu
Risiko 2. Roda tempat tidur pada posisi
rendah dikunci
(RR) 3. Naikan pagar pengaman tempat
tidur
4. Beri edukasi pasien
1. Lakukan semua pencegahan
risiko jatuh rendah
2. Pasang stiker penanda
berwarna kuning pada gelang
identifikasi
3. Kunjungi dan monitor setiap
shif
Risiko
4. Penggunaan
tinggi
kateter/pispot/tolet duduk
(RT)
5. Strategi mencegah jatuh dengan
penilaian jatuh yang lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk
menunggu pasien
Nama/paraf

12. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium Tn. Z Di ruang Wijaya Kusuma di Rumah Sakit


Wonosari Yogyakarta tanggal 25 Juli 2023

Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil (Satuan) Nilai Rujukan


Pemeriksaaan

25 Juli 2023 Glikosa 203 80-140 mg/dL

Glukosa Darah Sewaktu

Fungsi Ginjal

Ureum 91 H15-45 mg/dL

Creatinin 5.4 0.6-13


Efendi Zulfan, Muhammad, I., Islami, Z. R., & Yusnisman, R. (2020).
Hubungan Dukungan Keluarga Dan Lama Hemodialisis Dengan Depresi Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Hemodialisis Di Unit Hemodialisa.
Jurnal Kesehatan Mercusuar, 3(2), 60–67. https://doi.org/10.36984/jkm.v3i2.203

Inayati, A., Hasanah, U., & Maryuni, S. (2021). Dukungan Keluarga Dengan
Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsud
Ahmad Yani Metro. Jurnal Wacana Kesehatan, 5(2), 588.
https://doi.org/10.52822/jwk.v5i2.153

Kemenkes. (2019). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian


Kesehatan RI, 1(1), 1. https://www.kemkes.go.id/article/view/19093000001/penyakit-
jantungpenyebab-kematian-terbanyak-ke-2-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai